SlideShare a Scribd company logo
1 of 40
Pembentukan Butiran Nano Kalsium Karbonat (CaCO3) dari Batu
Kapur Sukabumi Melalui Proses Sonofikasi
PUSAT PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
PUSAT PENELITIAN METALURGI DAN MATERIAL (P2M)
LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA (LIPI)
SERPONG – TANGERANG
Disusun oleh :
EMA NOVA FAJARIANI (M0314025)
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
1.1.1. Latar Belakang Umum
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa manusia pada
suatu peradaban yang membutuhkan potensi intelektual yang berkualitas. Peran ilmu
sains selama ini telah terbukti bahwa saat ini yang diperlukan adalah kesan bahwa
ilmu bukan hanya ilmu teoritis, tapi mampu menjadi ilmu yang dapat diterapkan
dalam kehidupan masyarakat.
Dunia kerja sebagai lahan penerapan ilmu pengetahuan merupakan bentuk
luas sebuah komunitas yang melibatkan kemampuan kecerdasan intelegensia dan
kecerdasan emosional. Disamping itu, dalam dunia kerja diperlukan kemampuan
untuk melakukan sosialisasi dan bekerja dalam suatu kesatuan yang harus terintegasi
satu sama lain, yang sering disebut “team work”. Suatu hasil dan tujuan tidak akan
maksimal ketika suatu tanggung jawab dipikul sendiri-sendiri, tanpa melibatkan
kerjasama yang baik dari semua komponen yang terlibat. Dan diharapkan, setiap
mahasiswa tidak hanya mengandalkan teori dan praktek dalam pendidikan formal
saja, akan tetapi juga harus mau dan siap untuk terjun ke lapangan untuk
mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dan juga belajar dari aplikasi ilmu yang sudah
ada di lapangan.
Melihat pentingnya orientasi dan pengenalan dunia kerja, setiap mahasiswa
yang menjalani program studi strata satu (S1) Jurusan Kimia FMIPA Universitas
Sebelas Maret Surakarta diwajibkan untuk mengikuti mata kuliah wajib yakni Kuliah
Magang Mahasiswa (KMM) di sebuah instansi atau perusahaan. Tujuan dari mata
kuliah ini adalah untuk memberikan keterampilan kepada mahasiswa dalam
menerapkan ilmu yang telah diperoleh di suatu instansi atau perusahaan serta
mengidentifikasikan proses perpaduan antara teori dan praktek yang terjadi baik di
dalam industri dan atau laboratorium atau di lapangan.Pelaksanaan Kuliah Magang
Mahasiswa (KMM) ini juga merupakan salah satu usaha yang diperlukan untuk
meningkatkan kerja sama antar instansi atau perusahaan dengan lembaga pendidikan
dalam upaya menyediakan tenaga ahli yang cukup berpengalaman di bidangnya.
Program ini memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk melakukan
pengamatan di lapangan dan mengaplikasikan materi-materi yang diperoleh dalam
perkuliahan sehingga mahasiswa diharapkan dapat memperoleh pengalanman belajar
dan bekerja dalam melakukan perumusan dan pemecahan masalah secara langsung
dan praktis di lapangan, sebagai bekal dalam dunia kerja mendatang. Adapun
pelaksanaan Kuliah Magang Mahasiswa ini telah diatur prosedurnya oleh jurusan
Kimia, sementara untuk pemilihan tempat Kuliah Magang Mahasiswa diserahkan
kepada mahasiswa.
Dalam pelaksanaannya ini dipilih Pusat Penelitian Metalurgi dan Material
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2MM-LIPI). Terkhusus untuk bidang ilmu
kimia, LIPI berpotensi besar dalam riset penelitian yang efektif, efisien, dan produktif
menghasilkan ide/gagasan yang menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut bahkan
penelitian tersebut sudah banyak bentuk aplikasinya dalam dunia kerja di bidang ilmu
kimia. LIPI mempunyai disiplin ilmu sains yang memungkinkan kami dapat belajar
lebih jauh terutama pada unit riset mengani rekayasa material dan berbagai bidang
metalurgi khususnya di Pusat Penelitian Metalurgi dan Material Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (P2MM-LIPI) Serpong Tangerang.
1.1.2. Latar Belakang Khusus
Batu kapur (limestone) merupakan salah satu bahan galian non logam yang
sangat besar potensinya dan tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia (Shubri
et.al., 2014) . Mineral berbasis karbonat yang umumnya terdapat dalam bentuk batuan
kalsit (CaCO3), dolomite (CaMg(CO3)2) maupun magnesit (MgCO3). Keberadaanya
masih sangat berlimpah di Indonesia, meliputi daerah Jawa Tengah, Jawa Barat,
JAwa Timur, Aceh, Sumatera Barat dan Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi
Tenggara. Jumlah cadangan total bahan tersebut sekitar 1.600.000 ton (Madiadipoera,
2006).
Kalsit dan Aragonit merupakan dua penyusun utama dari CaCO3, yang
dikenal sangat mudah terbentuk dalam jumlah besar di alam secara biologi maupun
dengan teknologi. Interaksi yang terjadi antara sistem Cao-CO2-H2O telah di pelajari
dalam beberapa penelitian. Beberapa teori telah berhasil mengembangkan inti dari
karbonat dan model kompleks permukaan telah berhasil di aplikasikan pada pelarutan
dan pengendapan dari CaCO3 dalam larutasn bebas Mg (Pokrovsky, 1998). Batuan
calcite alam merupakan mineral yang terbentuk melalui proses kristalisasi pada
daerah laut dangkal. Batuan calcite termasuk kedalam golongan karbonat dengan
komposisi kimia yang sama yaitu karbonat (CaCO3), namun terkadang mineral ini
juga menyusun batuan yang mempunyai komposisi yang berbeda (Rahmawati et.al,
2013).
Sebagian besar batugamping dibuat menjadi batu pecah yang dapat digunakan
sebagai material konstruksi seperti : landasan jalan dan kereta api serta agregat dalam
beton. Nilai paling ekonomis dari sebuah deposit batugamping yaitu sebagau bahan
utama pembutan semen Portland. beberapa jenis batugamping banyak digunakan
karena sifat mereka yang sangat kuat dan padat dengan sejumlah ruang atau pori.
Sifat ini yang membuat batu gamping dapat berdiri kokoh walaupun mengalami
proses abrasi. Batu kapur (CaCO3) merupakan salah satu mineral industri yang
banyak dibutuhkan dan digunakan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penggunaan secara langsung batu kapur yaitu pada industri semen dan gula, keramik,
bahan imbuh pada proses smelter dan bahan bangunan. Sedangkan penggunaan
secara tidak langsung masih perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu yang dapat
berupa light calcium carbonatataupun kapur tohor/bakar (CaO). Light calcium
carbonat dan kapur tohor/bakar sama banyaknya dibutuhkan untuk kebutuhan
industri cat, pasta gigi, pemutih kertas, kosmetika, netralisasi tanah, bahan
bangunan dan lain-lain (Supriyatna et.al., 2013)
Material nano partikel dapat dibuat dengan tiga langkah berikut, yaitu tahap
padatan, tahap cairan dan tahap pengendapan .Salah satu cara untuk menghasilkan
material ukuran nano dari suspensi suatu larutan adalah dengan memecah partikel
dalam suspensi dengan bantuan gelombang ultrsonik (Gedanken, 2004). Pada
umumnya gelombang ultrasonik yang digunakan lebih besar dari 20.000 Hz dan
sampai satuan MHz, tergantung dari bahan yang digunakan ( Malcom J. Crocker,
1997). Beberapa penelitian telah di kembangkan untuk menjelaskan bagaimana 20
KHz dari radiasi sonik dapat memutuskan ikatan kimia. Mereka semua setuju bahwa
inti dari peristiwa sonokimia adalah pembentukan, pertumbuhan dan pemecahan dari
microbubble (gelembung mikro) yang dihasilkan pada saat proses radiasi dalam
cairan. Tingkatan pertumbuhan dari microbubble terjadi ketika difusi dari penguapan
larutan di dalam volume dari microbubble. Tahap terakhir adalah terjadinya
pemecahan atau ledakan dari microbubble, yang terjadi ketika microbubble
berukuran maksimum ( Gedanken, 2004).
Sehingga dalam penelitian ini dilakukan dengan proses pengendapan terhadap
CaCO3 dari larutan kalsium klorida (CaCl2) hasil pelarutan batu kapur Sukabumi dan
Natrium Karbonat (Na2CO3) yang kemudian akan dilakukan proses radiasi dengan
gelombang ultrasonik. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan partikel nano dari
CaCO3 yang dihasilkan melalui metode tersebut.
BAB II
TIJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Khusus
2.1.1. Batu Kapur
Batu gamping atau batu kapur berasal dari biota laut yang berupa koloni
karang. Koloni karang ini dapat hidup pada lingkungan tertentu, apabila kondisi
lingkungan berubah (misalnya karena adanya abu dari letusan gunung api) maka
koloni karang itu akan mati. Koloni karang yang mati itu akan menjadi padat karena
tertindih oleh batuan diatasnya, sehingga menjadi batu gamping dengan kompisisi
kimia CaCO3. Apabila betugamping ini terkena kontaminasi dengan magnesium maka
komposisi kimianya menjadi Ca(Mg)CO3 yang disebut dolomite. Batu gamping yang
asalnya dari dasar laut bisa muncul di atas permukaan laut bahkan menjadi gunung
gamping karena proses pengangkatan yang disebabkan oleh tenaga tektonik (Museum
Karst, Indonesia).
Batu kapur atau batu gamping merupakan suatu bahan galian non logam, di
Indonesia batuan ini tersebar antara pulau Jawa dan Kalimantan, terutama pulau
Jawa. Hal ini dapat terlihat dari persebaran batu gamping di Indonesia, yang disajikan
dalam gambar berikut :
Gambar 1. Peta persebaran batu gamping/ Kapur di Indonesia
Pada gambar persebaran batu gamping diatas ditunjukkan dengan titik
kuninga, dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa persebaran batu kapur paling
banyak berada pada pulau jawa.
Salah satu kabupaten yang memiliki potensi batu kapur yang sangat melimpah
dan cukup baik adalah Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Berikut merupakan peta geologi dari persebaran batu gamping/ batu kapur di
Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa barat :
Gambar 2. Peta geologi persebaran batu gamping di Sukabumi
Dari peta persebaran tersbut bagian biru tua meruapak bagian persebaran batu
gamping di kabupaten Cibadak Sukabumi. Kabupaten Sukabumi memiliki potensi
batu gamping yang sangat besar yaitu 1.873,53 Juta m3, tersebar di beberapa daerah
berikut :
Tabel 1. Sumber daya mineral daerah Sukabumi
Kecamatan Karakteristik
Cibadak CaO (53,35%), MgO (0,75%), SiO2 (2,37%),
HD (42,41%)
Gunung
Guruh
CaO (51,52%), MgO (4,23%), SiO2 (0,63%),
Fe2O3 (0,50%)
Jampang
Tengah
CaO (53,72%), MgO (1,51%), SiO2 (2,02%),
HD (38%), lainnya (4,87%).Jenis batukapur
bermagnesium.
Nyalindung Belum dilakukan analisis
Gegerbitung CaO (55,35%), MgO (2,67%), SiO2 (0,65%),
Fe2O3 (0,28%)
Kalibunder CaO (40,91%), MgO (1,51%), SiO2 (12,11%),
HD (38,34%)
Cisolok CaO (50,65%), MgO (1,56%), SiO2 (4,58%),
HD (39,81%)
Pelabuhanratu Belum dilakkan analisis
Cikidang CaO (55,06%), MgO (1,73%), SiO2 (0,46%),
Fe2O3 (0,27%)
Warungkiara CaO (53,94%), MgO (2,33%), SiO2 (0,38%),
Fe2O3 (0,20%)
Cibitung Belum dilakukan analisis
Berdasarkan data potensi mineral logam dan bukan logam yang ada di Dinas
ESDM Kabupaten Sukabumi, sumberdaya mineral yang pasti sudah bisa
dibuatkan neracanya adalah sumberdaya mineral bukan logam. Dalam laporan
pelaksanaan kegiatan Inventarisasi dan Evaluasi Bahan Galian Mineral bukan
logam, didapat 11 (sebelas) komoditi mineral bukan logam di Kabupaten
Sukabumi. Data deposit kandungan komoditas tambang di atas yang disajikan dari
Dinas ESDM Kabupaten Sukabumi di sajikan dalam satuan m3 (meter kubik),
sementara hasil produksi yang terdata menggunakan satuan berat ton. Karena itu
sebelum ditampilkan dalam tabel, angka-angka deposit (m3) tersebut di
konversikan kedalam bentuk ton dengan menggunakan rumus :
Deposit = Berat Jenis (komoditi) x Deposit komoditi
= Ton/ m3 x m3
Berat jenis masing-masing dari komoditas mineral non logam di atas masing-
masing adalah sebagai berikut:
1. Batu Gamping, memiliki berat jenis 2,378 ton/m3
2. Kuarsa, memiliki berat jenis 2,66 ton/m3
3. Lempung, memiliki berat jenis 2,35 ton/m3
4. Zeolit, memiliki berat jenis 2,2 ton/m3
5. Bentonite, memiliki berat jenis 2,4 ton/m3
6. Trass, memiliki berat jenis 2,3 ton/m3
7. Feldspar, memiliki berat jenis 2,6 ton/m3
8. Batu Gunung, memiliki berat jenis 3,0 ton/m3
9. Batu Apung, memiliki berat jenis 0,641 ton/m3
10. Pasir Besi, memiliki berat jenis 2,5 ton/m3
2.1.2. Kalsium Karbonat
Kalsium karbonat adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CaCO3,
merupakan komponen utama dari cangkang organism laut, siput. mutiara dan kulit
telur. Bentuk yang paling utama adalah berupa batuan kapur yang terbentuk karena
proses sedimentasi dari cangkang siput fosil kecil, kerang, dan karang selama jutaan
tahun. Kalsium karbonat marupakan bahan baku utama dalam berbagai industri cat,
tinta, kertas plastik sampai kosmetik, suplemen nutrisi, pipa polimer dan filler bahan
komposit (Apriliani et.al., 2013). Kalsium karbonat merupakan salah satu dari
mineral anorganik yang dikenal tersedia dengan harga murah secara komersial. Sifat
fisis kalsium karbonat seperti morfilogi, fase ukuran dan distribusi ukuran harus
dimodifikasi menurut bidang pengaplikasianya. Bentuk morfologi dan fase kalsium
karbonat (CaCO3) terkait dengan kondisi sintesis seperti, konsentrasi reaktan, suhu,
waktu asing dan zat adiktif alam ( Kirboga dan Oner, 2013).
Kalasit (CaCO3) merupakan fase yang paling stabil dan banyak digunakan
dalam industry cat, kertas. magnetic recording, industri tekstil, detergen, plastic dan
kosmetik (Lailiyah et.al., 2012). Berdasarkan analisis SEM-EDS yang telah
dilakukan oleh novianti et.al pada tahun 2015 menunjukan bahwa benyuk dari
kalsium karbonat adalah kubus. Kalsinasi dilakukan pada suhu 5500C dan 6500C
yang menghasilkan ukuran partikel yang lebih besar.
2.1.3. Ultrasonik
Gelombang ultrasonic merupakan gelombang mekanik longitudinal yang
memiliki frekuensi 20 KHz ke atas. Gelombang suara ultrasonic dapat didengardan
digunakan sebagai alat komunikasi oleh pendengaran beberapa jenis binatang seperti
anjing, kalelawar dan lumba-lumba. Gelombang ultrasonic juga merupakan rambatan
energy dan momentum mekanik, sehingga membutuhkan medium untuk merambat
sebagai interaksi dengan mlekul. Medium yang digunakan antara lain padat, cair dan
gas (Tipler, 1998).
Gambar 3. Proses Ultrasonik
Ketika gelombang utrasonik menjalar pada fluida, terjadi siklus rapatan dan
renggangan. Tekanan negatif yang terjadi rengangan menyababkan molekul dalam
fluida tertarik dan terbentuk kehampaan, kemudian membentuk gelombang yang akan
menyerap energi dari gelombang suara sehingga dapat memuai. Gelombang akan
berosilasi dalam siklus rapatan dan rengangan. selama osilasi, sejumlah energi
berdifusi masuk atau keluar gelembung. Energi masuk terjadi ketika renggangan dan
energi keluar ketika rapatan, dalam hal ini energi yang keluar lebih kecil dari pada
energy yang masuk sehingga gelembung memuai sedikit demi sedikit selama
renggangan kemudian menyusut selama rapatan. Ukuran kritis gelembung ini disebut
ukuran resonan yang tergantung pada fluida dan flekuensi suara. Dalam kondisi iini,
gelembung tidak dapat lagi menyerap energy secara efisien. Tanpa energi input
gelembung tidak dapat mempertahankan dirinya, fluida disekitarnya akan menekanya
dan gelembung akan mengalami ledakan hebat yang menghasilkan tekanan sangat
besar. Gelombang inilah yang disebut sebagai gelombang kavitasi (Wulandari, 2010).
Adanya energi yang dihasilkan dari proses kavitasi dengan plasma sampai
5.5000 C dengan kecepatan sampai 400 kilometer per jam akan mempengaruhi
kondisi disekitarnya. Pengaruh rambatan energi ini ternyata mampu membentuk
reaksi kimia dan penghancuran partikel menjadi partikel yang berukuran lebih
kecil. Reaksi kimia yang ditimbulkan akibat efek ultrasonik sering disebut dengan
Sonochemistry dan penghancuran partikel sering disebut juga dengan ultrasonic
milling (Sulistiyono, 2012).
2.1.4. Karakterisasi Kalsium Karbonat
a). X-Ray Diffraction (XRD)
Sinar X merupakan radiasi elektromagnetik yang memiliki energi tinggi
sekitar 200 eV sampai 1 MeV. Sinar X merupakan radiasi elektromagnet dengan
panjang gelombang sekitar 100 pm yang dihasilkan dari penembakan logam dengan
elektron energi tinggi. Elektron ini mengalami perlambatan saat masuk ke dalam
logam dan menghasilkan radiasi dengan jarak panjang gelombang kontinyu yang
disebut Bremsstrahlung (Bremsse adalah kata Jerman yang berarti rem, strahlung
berarti sinar). Tumbukan ini akan mengeluarkan sebuah elektron, dan elektron
dengan energi lebih tinggi masuk ke tempat kosong dengan memancarkan kelebihan
energinya sebagai foton sinar X (Atkins et al., 2002). Berikut adalah instrument dari
X-Ray Diffraction (XRD) yang di jelaskan pada Gambar 2
Gambar 4. Instrumen X-Ray Diffraction (XRD)
XRD digunakan untuk analisis komposisi fasa atau senyawa pada material
dan juga karakterisasi kristal. Prinsip dasar XRD adalah mendifraksi cahaya yang
melalui celah kristal. Difraksi cahaya oleh kisi-kisi atau kristal ini dapat terjadi
apabila difraksi tersebut berasal dari radius yang memiliki panjang gelombang yang
setara dengan jarak antar atom, yaitu sekitar 1 Angstrom. Pemantulan berkas sinar x
monokromatis akan dijelaskan pada Gambar 3.
Gambar 5. Pemantulan berkas sinar-X monokromatis oleh dua bidang kisi
dalam kristal, dengan sudut sebesar θ dan jarak antara bidang kisi sebesar dhkl
(Ewing et al., 1985)
Rancangan skematik spektrometer sinar X yang berdasar pada analisis Bragg
diperlihatkan pada Gambar 3. Seberkas sinar X yang terarah jatuh pada kristal dengan
sudut θ dan sebuah detektor diletakkan untuk mencatat sinar yang sudut hamburnya
juga θ. Setiap sinar X yang sampai ke detektor memenuhi persyaratan hukum Bragg.
Ketika θ diubah-ubah, detektor akan mencatat puncak-puncak intensitas bersesuaian
dengan orde yang diramalkan. Jika jarak d antara bidang Bragg yang bersebelahan
dalam kristal diketahui, panjang gelombang l bisa dihitung.
Hubungan antara jarak kisi kristal (d) dengan sudut yang dibentuk oleh sinar
X (θ) ditunjukkan pada persamaan berikut :
n = 2d sinθ
dengan : d = jarak interplanar atau interatom
λ = panjang gelombang logam standar
θ = kisi difraksi sinar-X
Difraksi sinar-X sangat penting pada identifikasi senyawa kristalin. Kekuatan
dari cahaya yang terdifraksi tergantung pada kuantitas material kristalin yang sesuai
didalam sampel sehingga sangat mungkin mendapatkan analisa kuantitatif dari
sejumlah relatif konstituen dari campuran senyawa padatan (Ewing, 1985)
b). X-ray Flourosence (XRF)
Dasar analisis Fluoresence Sinar X (XRF) adalah pencacahan sinar-X yang
dipancarkan oleh suatu unsur akibat pengisian kembali kekosongan elektron pada
kulit yang lebih dekat inti karena terjadinya eksitasi elektron oleh elektron yang
terletak pada kulit lebih luar. Ketika sinar-X yang berasal dari radioisotop sumber
eksitasi menabrak elektron dan akan mengeluarkan elektron kulit dalam, maka akan
terjadi kekosongan pada kulit itu. Perbedaan energi dari dua kulit itu akan tampil
sebagai sinar-X yang dipancarkan oleh atom. Analisis fluoresensi sinar-X bertujuan
untuk mengetahui dan mengukur kandungan unsur-unsur yang terdapat dalam suatu
senyawa atau mineral (Skoog et al., 2007)
Prinsip dasar dari analisis ini adalah elektron dari suatu kulit atom bagian
dalam dilepaskan maka elektron yang terdapat pada bagian luar akan berpindah pada
kulit yang ditinggalkan tadi menghasilkan sinar-X dengan panjang gelombang yang
karakteristik bagi unsur tersebut. Pada teknik difraksi sinar-X suatu berkas elektron
digunakan, sinar-X dihasilkan dari tembakan berkas elektron terhadap suatu unsur di
anoda untuk menghasilkan sinar-X dengan panjang gelombang yang diketahui.
Peristiwa ini terjadi pada tabung sinar-X.
c). Scanning Electron Microscopy (SEM)- Energy Dispersive
Spectroscopy (EDS)
SEM sering kali digunakan dalam menentukan bentuk morfologi dari suatu
material yang diisolasi dari reaksi suatu koloid (Sancaktar, 2004). Sem digunakan
pada sampel yang tebal dan memungkinkan untuk analisis permukaan. Pancaran
berkas yang jatuh pada sampel akan dipantulkan dan didifraksikan. Adanya elektron
yang terdifraksi dapat diamati dalam bentuk pola – pola difraksi. Pola – pola
difraksi yang tampak sangat bergantung pada bentuk dan ukuran sel satuan dari
sampel. Sem juga dapat digunakan untuk menyimpulkan data – data kristalografi,
sehingga hal ini dapat dikembangkan untuk menentukan elemen atau senyawa.
Prinsip kerja dari SEM adalah apabila sebuah pistol electron memproduksi sinar
electron dan dipercepat dengan anoda. Maka lensa magnetic akan memfokuskan
electron menuju ke sampel. Kemudian sinar electron yang terfokus memindai (scan)
keseluruhan sample dengan diarahkan oleh koil pemindai. Ketika electron mengenai
sampel maka sampel akan mengeluarkan electron baru yang akan diterima olek
detector dan dikirim ke monitor (CRT). Seperti gambar berikut:
Gambar 6. Skema prinsip kerja SEM
Komponen utama alat SEM pertama adalah tiga pasang-pasang lensa
elektromagnetik yang berfungsi memfokuskan berkas elektron menjadi sebuah titik
kecil, lalu oleh dua pasang scan coil discan-kan dengan frekuensi variabel pada
permukaan sampel. Semakin kecil berkas difokuskan semakin besar resolusi lateral
yang dicapai. Kesalahan fisika pada lensa-lensa elektromagnetik berupa
astigmatismus dikoreksi oleh perangkat stigmator. SEM tidak memiliki sistem
koreksi untuk kesalahan aberasi lainnya. Yang kedua adalah sumber elektron,
biasanya berupa filamen dari bahan kawat tungsten atau berupa jarum dari
paduan Lantanum Hexaboride LaB6 atau Cerium Hexaboride CeB6, yang dapat
menyediakan berkas elektron yang teoretis memiliki energi tunggal
(monokromatik), Ketiga adalah imaging detector, yang berfungsi mengubah
sinyal elektron menjadi gambar/image. Sesuai dengan jenis elektronnya, terdapat
dua jenis detektor dalam SEM ini, yaitu detektor SE dan detektor BSE (Sujatno,
2015).
d). Particle Size Analyzer (PSA)
Alat particle Size Analyzer (PSA) digunakan untuk mengetahui ukuran
partikel dan berat molekul. Karakterisasi menggunakan PSA digunakan untuk
menentukan ukuran rata-rata nanopartikel CaCO3. PSA menggunakan metode
Donamyc Light Scattering (DLS) yang memanfaatkan hambatan inframerah.
Hamburan inframerah ditembakkan oleh alat ke sampel sehingga sampel akan
bereaksi menghasilkan gerak Brown ( gerak acak dari partikel yang sangat kecil
dalam cairan akibat dari benturan dengan molekul-molekul yang ada dalam zat cair).
gerak inilah yang kemudian di analisis oleh alat, semakin kecil ukuran molekul maka
akan semakin cepat gerakanya.
Analisa distribusi ukuran pada partikel berdasarkan pada ukuran maksimum
yang dihasilkan dalam persentase volume sampel tertentu. Persentase dirumuskan
sebagai XaB, denga keterangan sebagai berikut (Malvern, 2012)
X = Parameter, biasanya D untuk diameter
a = Distribusi, misalnya untuk jumlah, v untuk volume, I untuk intensitas.
B = Persentase sampel
Ukuran distribusi partikel dinyatakan dalam jari-jari untuk partikel yang
berbentuk bola. Penentuan ukuran dan distribusi partikel menggunakan PSA dapat
dilakuan dengan (Etzler, 2004).:
1. Difraksi sinar laser untuk partikel dari ukuran submikron sampai dengan
milimeter,
2. Counter principle untuk mengukur dan menghitung partikel yang
berukuran mikron sampai dengan milimeter, dan
3. Penghamburan sinar untuk mengukur partikel yang berukuran mikron
sampai dengan nanometer.
Dengan pengukuran dengan PSA partikel didispersikan ke dalam media cair
sehingga partikel tidak saling beraglomerasi (menggumpal). Ukuran partikel yang
terukur adalah ukuran dari single particle data ukuran partikel yang didapatkan
berupa tiga distribusi yaitu intensity, number, volume distribution, sehingga dapat
diasumsikan menggambarkan keseluruhan kondisi sampel (Nikmatin, 2011)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. METODE PENGUMPULAN DATA
Penelitian yang dilakukan selama Kuliah Magang Mahasiswa di Pusat
Penelitian Metalurgi dan Material LIPI (P2MM-LIPI) dilakukan beberapa metode
pengumpulkan data yang bertujuan untuk mengetahui dan memahami bagaimana
proses pembuatan nano kalsium karbonat (CaCO3) dari batu kapur Sukabumi dengan
metode sonokimia. Metode pengumpulan data meliputi pengumpulan data primer dan
pengumpulan data sekunder.
3.1.1. Pengumpulan data primer
Partisipasi langsung, yaitu mengikuti secara aktif kegiatan penelitian di Pusat
Penelitian Metalurgi dan Material LIPI (P2MM-LIPI) dengan ikut melakukan
percobaan di Laboratorium.
3.1.2. Pengumpulan data sekunder
a. Pengamatan, diperoleh dengan cara mengamati data yang sudah ada di instansi
berupa informasi yang ada di instansi.
b. Studi pustaka, diperoleh dengan cara mempelajari proses yang dikerjakan di
Laboratorium secara teoritis dari berbagai pustaka yang terdapat di instansi
ataupun di luar instansi, dapat juga melalui media internet.
3.2. WAKTU TEMPAT, DAN KEGIATAN KMM
Kegiatan KMM (Kuliah Magang Mahasiswa) ini dilakukan selama satu bulan
dimulai dari tanggal 9 Januari sampai 9Februari 2017. Tempat kegiatan KMM
(Kegiatan Magang Mahasiswa) ini dilakukan di Pusat Penelitian Metalurgi dan
Material LIPI (P2M-LIPI), Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(PUSPIPTEK) Gedung 470 Serpong, Tangerang Selatan. Sedangkan untuk
karakterisasi XRF dilakukan di Laboratorium MIPA Terpadu FMIPA UNS.
Sedangkan analisis XRD, SEM dan PSA dilaksanakan di P2M-LIPI. Dimana
kegiatan yang dilakukan untuk penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut :
1.3. ALAT DAN BAHAN PENELITIAN
1.3.1. Alat – alat penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain X- Ray Diffraction
(XRD) Bruker D8 Advance, X-Ray Fluorescence (XRF), Scanning Electron
Microscopy (SEM), Ultrasonik, Particle Size Analysis (PSA), Oven, Neraca Analitik,
Hotplate stirrer, Magnetic Stire, Cawan porselen, Hot Plate, Dragball, dan Alat-alat
gelas diantaranya Gelas beker 250 ml 5 buah, Gelas ukur 50 ml 1 buah, Corong kaca
2 buah, Erlenmeyer 1 liter 1 buah dan 50 ml 1 buah, Pengaduk 2 buah, Labu ukur 1
liter 2 buah dan 500 ml 2 buah, Pipet ukur 10 ml 1 buah.
1.3.2. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Akuades
secukupnya, Batu kapur dari Sukabumi, Na₂Co₃, HCl, Kertas Saring, CaCO₃ PA,
NH4OH, PH Indikator, Kertas saring Whatman nomor 42.
1.4. PROSEDUR PENELITIAN
1.4.1. Pengambilan Sampel Batu Kapur
Proses pengambilan batu kapur dari kaecamatan Cibadak, Kabupaten
Sukabumi, Jawa Barat yaitu dengan mengambil langsung di gunung kapur dengan
menggunakan linggis dan alat galian yang lainya, lokasi pengambilan seperti yang di
tunjukkan dalam gambar 7. Batu kapur yang digunakan adalah batu kapur yang
berkualitan yang dis baik, yaitu batu kapur yang berwarna putih bersih dan
mengkilap. Setelah diperoleh batuan yang sesuai kemudian dibawa ke laboratorium
hidrometalurgi di Pusat Penelitian Metalurgi dan Material LIPI.
Gambar 7. Proses pengambilan batu kapur
1.4.2. Pelarutan batukapur Sukabumi
Batu kapur yang telah diperoleh kemudian ditimbang sebanyak 200 gram.
Sebelum dilarutkan, disiapkan terlebih dahulu larutan HCl pekat 37%, sebanyak 350
ml di dalam Erlenmeyer, kemudian batu kapur yang telah berukuran agak kecil
dimasukkan satu persatu kedalam Erlenmeyer. Berikut merupakan gambar yang
meunjukkan proses pelarutan batu kapir di dalam HCl :
Gambar 8. Pelarutan Barukapur Sukabumi
Larutan yang diperolehakan berwarna agak kekuningan oleh karena itu dilakukan
pernyaringan untuk menghilangkan pengotor. Berikut merupakan perbandingan
larutan hasil pelarutan batu kapur dengan larutan CaCO3 PA dari merck :
Gambar 9. Hasil pelarutan batu kapur (A) dan CaCO3 Merck (B)
Gambar 9 menunjukkan adanya perbedaan antara larutan kalsium klorida hasil ari
pelarutan batu kapu (gambar 9.A) dengan merck (gambar 9.B) Setelah larutan
disaring kemudian dinetralkan dengan penambahan larutan NH4OH. PH yang
digunakan adalah PH 7 (netral) dan kemudian di larutkan dalam labu ukur 1 liter di
dalam aquades. Jika larutan masih berwarna agak kuning dilakkan lagi penyaringan
dengan kertas saring Whatman nomor 42 hingga diperoleh larutan yang benar-benar
bening.
A B
Gambar 10. Penyaringan larutan batu kapur
1.4.3. Pengendapan dengan larutan Na₂Co₃
Larutan batu kapur ( CaCl2) dengan PH 7 dan bebas pengotor kemudian di
variasikan konsentrasinya, diantaranya 0,04 mol; 0,08 mol; 0,12 mol; 0,16 mol dan
0,2 mol. Kemudian ditentukan kebutuhan Na₂Co₃ yang di perlukan untuk proses
pengendapan, diperoleh kebutuhan Na₂Co₃ berturut-turut adalah 4,70624 gr; 9,4116
gr; 14,1185 gr; 18,82496 gr dan 23,5312 gr. Na₂Co₃. Volume Na₂Co₃ yang di
perlukan untuk pengendapan adalah 100 ml, sedangkan volume CaCl2 adalah 100 ml.
Pengendapan dilakukan dengan meneteskan larutan Na₂Co₃ kedalam larutan CaCl2
hingga terbentuk endapan putih. Pengendapan dilakukan dengan pemberian
gelombang ultrasonik dan tidak dengna ultrasonik.
Gambar 11. Proses pengendapan (A. Tanpa ultrasonik, B. Dengan ultrasonik)
Gambar 11.A menunjukkan proses pembentukan endapan kalsium karbonat tanpa
pemberian gelombang ultrasonik, sedangkan untuk gambar 11.B menunjukkan proses
pembentukan endapan kalsium karbonat dengan pemberian gelombang ultrasonik.
1.4.4. Pengukuran Laju Endapan CaCO3
Hasil dari pengendapan antara larutan kalsium klorida dan natrium karbonat
adalah kalsium karbonat (CaCO3). Kalsium karbonat yang diperoleh kemudian
diendapakan selama kurang lebih 20 menit. Kemudian endapan CaCO3 dibilas dengan
aquades untuk mengurangi kadar garam yang terbentuk pada larutan. Setelah dibilas
kemudian endapan diukur laju pengendapanya dengan meggunakan tabung dengan
volume kurang lebih 200 ml dan ketinggian 50 cm. Pengukuran laju endap CaCO3
dilakukan pada semua variasi konsentrasi, selain itu pula untuk pengendapan yang
menggunakan proses uktrasonik juga dilakukan pengukuran laju endap CaCO3. Hasil
dari analisa laju endap ini kemudian digunakan untuk analisa PSA. Kemudian
A B
beberapa sampel dikeringkan untuk analisa SEM, XRD, dan XRF. Sampel yang akan
diuji SEM dan XRD sebelumnya di saring dengan saringan 325 mesh.
Gambar 12. Proses pengukuran laju endapan CaCO3
Gambar 12 diatas merupakan proses dari analisa laju endapan dengan menggunakan
tabung-tabung. dimana terdapat perbedaan kecepatan pengendapan dari keempat
tabung tersebut.
BAB IV
PEMBAHASAN
1.1. Pelarutan Batu Kapur
Batu kapur yang digunakan adalah batu kaur dari pegunungan kapur di daerah
Cibadak, Sukabumi Jawa Barat. Batu kapur ditimbang sebanyak 200 gram untuk
dilarutkan kedalam larutan HCl 37% sedikit demi sedikit. hal ini karena rekasinya
terjadi secara eksotermis atau menghasilkan panas dan mengeluarkan CO2 yang
cukup banyak. Berikut adalah reaksinya :
CaCO3 + HCl CaCl2 + CO2(g) + H2O
larutan yang diperolah berwarna coklat kekuningan dan terdapat endapan, hal
ini disebabkan karena adanya pengotor dan adanya kandungan logam dan mineral
lainya di dalam batu kapur. Larutan yang berwarna coklat kekuningan tersebut
kemudian di saring dengan kertas saring whatman 42 agar pengotor – pengotornya
hilang. Penyaringan dilakukan dua kali (duplo) hal ini karena pada penyaringan yang
pertama larutan yang dihasilkan masih terdapat pengotor dan berwarna agak
kekuningan. Setelah dua kali penyaringan larutan CaCl2 berwarna bening dan tidak
ada endapan. Larutan CaCl2 kemudian divariasikan konsentrasinya, diantaranya
adalah 0,04 mol; 0,08 mol; 0,12 mol; 0,16 mol dan 0,2 mol. Variasi konsentrasi ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari konsentrasi terhadap banyaknya endapan
yang diperoleh pada saat direkasikan dengan Na2CO3.
1.2. Pengendapan CaCO3 dan Pengukuran Laju Endapan
Larutan CaCl2 yang telah disipkan dengan variasi konsentrasi kemudian
direaksikan dengan Na2CO3. Pengendapan CaCl2 dilakukan dengan dua proses yaitu
dengan pemberian gelombang ultrasonik dan tanpa gelombang ultrasonik. Hal ini
untuk mengetahui perbedaan ukuran partikel CaCO3 jika diberikan dua perlakuan
yang berbeda.
4.2.1. Tanpa Proses Ultrasonik
Pada proses ini dilakukan dengan menggunakan pengadukan tanpa pemberian
gelombang ultrasonik, kecepatan pengadukan yang digunakan adalah 300 rpm.
Larutan Na2CO3 sebanyak 100 ml dimasukkan kedalam larutan CaCl2 dengan volume
100 ml secara tetes demi tetes, hal ini akan memberikan hasil endapan yang lebih
baik dibandingkan jika larutan Na2CO3 dimasukkan secara langsung. Proses rekasi
yang terjadi berjalan secara lambat, akan tetapi endapan yang diperoleh akan lebih
banyak. Berikut adalah rekasi yang terjadi :
Na2CO3 + CaCl2 CaCO3 + 2NaCl
Endapan yang dihasilkan berwarna putih dengan butiran-butiran yang sangat
halus. Dari variasi konsentrasi yang dilakukan diperoleh endapan dengan volume
yang berbeda-beda. Semakin tinggi konsentrasi dari CaCl2 maka semakin banyak
endapan yang diperoleh. Endapan yang dihasilkan kemudian di cuci dengan
menggunakan aquades. Tujuan dari pencucian endapan CaCO3 ini untuk
menghilangkan kadar garam yang terbentuk selama reaksi.
Endapan CaCO3 kemudian dimasukkan kedalam tabung dengan volume 200
ml dan ketinggian 50 cm, untuk diukur kecepatan endapanya. Berikut adalah data
pengaruh variasi konsetrasi terhadap kecepatan endapan CaCO3 yang diperoleh:
Gambar 13. Grafik hubungan antara kecepatan endapan dengan konsentrasi pada
batu kapur sukabumi.
Dari grafik diatas menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi dari CaCl2
maka kecepatan endapanya semakin kecil. Hal ini berhubungan dengan banyaknya
endapan yang dihasilkan pada saat proses pengendapan. Semakin banyak endapan
yang dihasilkan maka kecepatan pengendapan akan semakin kecil. Banyaknya suatu
partikel yang mengendap akan memberikan gaya dorong kebawah lebih besar,
sehingga kecepatan endapan akan lebih besar. Dari data tersebut dapat diambil salah
satu titik optimasi dimana dilihat berdasarakan dari hasil waktu pengendapan. Pada
titik yang dilingkari diatas menunjukkan waktu pengendapan selama 29.045 menit,
dengan kecepatan endapan 1.56 cm/menit dan konsentrasi CaCl adalam 0.12 mol.
4.2.2. Dengan Proses Ultrasonik
Proses Pengendapan CaCO3 ini dilakukan dengan pemberian gelombang
ultrasonik. Diberikan variasi amplitudo pada saat proses ultrasonik, diantaranya
adalah 20%, 30%, 40%, 50%, dan 60%. Variasi amplitudo akan memberikan energi
yang berbeda pada saat pemberian gelombang ultrasonik.
Larutan yang diberikan gelombang ultrasonik adalah larutan yang di peroleh
pada saat optimasi pada saaat pengendapan tanpa ultrasonik yang ditunjukkan pada
grafik (Sekian ). Sehingga dari sini kita akan mengetahui bahwa dengan konsentrasi
0
1
2
3
4
5
6
7
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25
Kecepatan(Cm/menit)
Konsentrasi (mol)
yang sama dan dengan pemberian proses ultrasonik akan memberikan pengaruh yang
bebeda terhadap ukuran partikel yang diperoleh.
Prose pengendapan dilakukan tanpa pengadukan, akan tetapi diberikan
gelombang ultrasonik secara langsung, sehingga terjadi proses pemecahan partikel
endapan CaCO3 ketika terbentuk. Proses ultrasonik dilakukan dengan waktu dan
suhu konstan, yaitu selama 10 menit dengan suhu 800C. Pada proses ini menunjukkan
bahwa pada saat kenikan suhu maka energi ultrasonik juga mengalami kenaikan.
Begitu pula dengan amplitudo yang diberikan, setiap pemberian persen amplitudo
akan memberikan tingkat energi yang berbeda. Energi ultrasonik akan meningkat
seiring dengan naiknya persen almplitudo yang diberikan. Hal ini ditunjukkan
berdasarkan grafik dibawah, yang memperlihatkan hubungan antara persen amplitudo
yang diberikan dengan energi yang dihasilkan pada alat.
Gambar 14. Grafik hubungan antara energi dengan amplitudo
Dari grafik diatas dapat kita lihat bahwa terdapat perbedaan energi antara
CaCO3 dari bahan merck dengan batu kapur yang dimabil langsung dari pegunungan
kapur. Terlihat bahwa CaCO3 dari bahan merck memiliki energi yang lebih rendah
dari pada batu kapur alam.
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
0 20 40 60 80
Energi(Joule)
Amplitudo (%)
Amplitudo Vs Energi
E (PA)
E (BK)
Setelah dilakukan kedua proses ini, yaitu pengendapan kalsium karbonat
tanpa penambahan proses ultrasonik dan dengan penambahan proses ultrasonik.
Kemudian sampel yang diperoleh dilakukan karakterisasi dengan beberapa
instrument, diantaranya adalah SEM, XRD, XRF dan PSA.
1.3. Karakterisasi Batu Kapur dengan XRF dan XRD
Dalam studi yang dilakuakan oleh Munasir (2012) mengenai uji XRD dan
XRF dari bahan mineral (batuan dan pasir) menunjukkan bahwa komponen utama
dan paling banyak adalah berupa mineral CaCO3 dengan persentasi 98%. Hasil Uji
XRF bahan batu kapur alam dan merck, yang diuji di Laboratorium XRF FMIPA
UNS , Surakarta adalah sebagai berikut :
Tabel 3. Hasil Uji XRF Kalsium Karbonat merck
Formula Konsentrasi ( % Berat )
CaO 99.40
Cl 0.34
SO3 0.16
SrO 0.03
SnO2 0.02
Tabel 4. Hasil Uji XRF Kalsium Karbonat alam sebelum dan sesudah proses (
Proses pelarutan HCl dan pengendapan kembali Na2CO3 )
No Formula Konsentrasi ( % Berat )
Bahan Alam Hasil Proses
1 CaO 85,79 99,16
2 MgO 1,89 Nd
3 SiO2 0,78 Nd
4 Al2O3 0,57 Nd
5 P2O5 0,56 0,14
6 SO3 0,50 0,14
7 K2O 0,40 Nd
8 Cl 0,39 0,30
9 La2O3 0,23 Nd
10 SnO2 0,03 0,02
11 MnO2 0,03 0,02
12 Fe2O3 0,18 Nd
13 SrO 0,12 0,14
14 Na2O , kadar air dan organik 8,19 0,08
Keterangan :
Pada hasil analisa XRF formula Na2O yang dimasksud adalah kadar Na2O ,
bahan organik dalam bijih seperti akar pohon dll , kadar air.
Nd = Tidak terdeteksi
Berdarkan analisa XRF pada batu kapur setelah dilakukan proses ultrasonik
dan pengendapan diperoleh hasil bahwa setelah dilakukan kedua proses tersebut batu
kapur dari Cibadak Sukabumi mermiliki tingkat kemurnian yang cukup tinggi. Hasil
analisa menunjukkan kadar CaO batu kapur dari Cibadak, Sukabumi telah mencapai
99,16 % hampir sama dengan kadar CaO pada sampel Merck yaitu 99,40 % . Dari
proses pelarutan batu kapur dengan HCl dan pengendapan kembali dengan Na2CO3
terbukti mampu memurnikan batu kapur dari Cibadak Sukabumi dengan
menghilangkan pengotor MgO, SiO2 , Al2O3 , La2O3 , Fe2O3 dan pengotor Na2O.
Sehingga berdasarkan hasil analisa XRF ini proses pelarutan asam HCl encer dan
pengendapan Na2CO3 mampu menghasilkan batu kapur dengan kualitas untuk
keperluan material maju dari batru kapur Cibadak Sukabumi. Sehingga tinggal
diperlukan proses penghalusan butiran kalsium karbonat.
Kemudian dilakukan analisis mengggunakan XRD dari sampel yang telah
dikeringkan dan diayak dengan 350 mesh. Dari melihat hasil analisa XRD kita dapat
mengetahui struktur kimia yang diamati adalah CaCO3. Hal ini dapat dilihat dari hasil
analisa yang dibandingakan dengan kalsium karbonat dari merck (Katalog 96-900-
0966) dengan menggunakan analisa “Program Matching”. Adapun hasil dengan
membandingkan batu kapur standart dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 15. Batu Kapur Sukabumi tanpa Ultrasonik
Gambar 16. Batu Kapur Sukabumi dengan 20% Ultrasonik
Gambar 17. Batu Kapur merck tanpa Ultrasonik
Gambar 18. Batu Kapur merck dengan 50% Ultrasonik
Dari keempat hasil analisa matching-lab tersebut dapat disimpulkan bahwa
puncak yang terlihat hanya puncak CaCO3 saja sedangkan puncak senyawa kalsium
yang lain seperti CaO , Ca(OH)2 , CaCl2 dan Ca(HCO3)2 tidak terdeteksi. Dari hasil
proses pelarutan asam khlorida dan dilanjutkan dengan pengendapan dengan Na2CO3
menunjukkan bahwa proses proses reaksi :
CaCO3 ( awal ) + 2 HCl ====== CaCl2 + H2O
CaCl2 + Na2CO3 ===== CaCO3 ( Akhir ) + NaCl
Reaksi berlangsung sempurna dengan membentuk CaCO3 kembali, dan reaksi
samping pembentukan bikarbonat tidak terjadi.
1.4. Karakterisasi dengan SEM
Analisis mikrograf sampel CaCO3 dengan menggunakan SEM-EDS bertujuan
untuk mengetahui morfologi batu kapur dalam skala micron, baik penampakan secara
keseluruhan maupun pada setiap partikel yang dilihat sebagai single particle. Dengan
melihat hasil analisa penampakan dapat diketahui pengaruh gelombang ultrasonik
terhadap pembentukan ukuran butiran secara langsung. Berikut merupakan hasil dari
analisa SEM-EDS :
Gambar 19. Sampel Optimasi
50% amplitudo CaCO3 merck
Gambar 20. Sampel Optimasi
tanpa ultrasonik CaCO3 merck
Gambar 21. Sampel Optimasi
20% Amplitudo Batu kapur
Sukabumi
Gambar 22. Sampel Optimasi tanpa
Ultrasonik Batu kapur sukabumi
Gambar 23. Sampel Optimasi Gambar 24. Sampel Optimasi
50% Amplitudo CaCO3 merck tanpa Ultrasonik CaCO3 merck
Gambar 25. Sampel Optimasi
20% Amplitudo Batu kapur
Sukabumi
Gambar 26. Sampel Optimasi
tanpa Ultrasonik Batu kapur
sukabumi
Dari hasil pengamatan mikroskopis menggunakan SEM dengan perbesaran
500 kali terlihat bahwa pada proses pengendapan tanpa dibantu gelombang
ukltrasonik terlihat secara umum ukuran butiran terlihat lebih besar. Hal ini berlaku
untuk sampel yang menggunakan bahan baku kalsium karbonat dari Merck maupun
dari Cibadak Sukabumi. Bentuk buitran dari kedua sampel baik itu batu kapur dari
Merck maupun dari Cibadak Sukabumi berbentuk kubus atau rod, hal ini
menunjukkan bahwa sampel adalah berbentuk kristal seperti kristal mineral calcite.
Dengan melihat ukuran partikel dengan menggunakan SEM perbesaran 500 x terlihat
nyata ada pengaruh ultrasonik terhadap ukuran butiran, dimana energi kavitasi dari
gelombang ultrasonik mampu memecah butiran menjadi ukuran yang lebih
halus.Dengan gelombang ultrasonik kristal yang pecah hampir semua terlihat tidak
mengalami perubahan bentuk yaitu bentuk kristal kubik.
Dengan menaikkan perbesaran SEM dari 2.000 hingga 3.000 kali semakin
terlihat bahwa bentuk kristal berbentuk persegi dengan bentuk bukan kubus tetapi
persegi panjang dengan ketebalan sisi yang berbeda. Pada pengamajuga terlihat pula
kristal yang berbentuk persegi panjang yang pipih seperti lembaran kertas. Dari hasil
pengukuran secara single sel pada pemberian gelombang ultrasonik untuk sampel
batu kapur merck dengan amplitudo 50% di peroleh ukuran partikel kalsium
karbonat 2 µm – 3 µm, Sedangkan untuk sampel yang tidak diberikan proses
ultrasonik memiliki ukuran partikel yang lebih besar, yaitu 9 µm – 10 µm. Hasil ini
memberikan pengaruh yang sama pada sampel batu kapur sukabumi, dimana ukuran
partikel yang diberikan proses ultrasonik akan memiliki ukuran partikel yang lebih
kecil. Akan tetapi jika kita bandingkan hasil dari proses ultrasonik untuk kalsium
karbonat merck dengan pemberian 50% amplitudo dengan kalsium karbonat dari batu
kapur sukabumi dengan pemebrian 20% amplitudo, kita dapat melihat bahwa ukuran
partikel kalsium karbonat dari batu kapur sukabumi memberikan hasil yang lebih
kecil, dengan ukuran partikel 0,4 µm – 1 µm.
1.5. Karakterisasi PSA
Analisa PSA bertujuan untuk mengetahui ukuran partikel secara lebih akurat,
metode yang digunakan adalah metode basah, hal ini karena partikel kalsium
karbonat akan teraglomerasi atau penggumpalan jika di analisa dengan metode
kering. Berikut adalah hasil analisa dengan PSA:
Tabel 5. Hasil analisa PSA
No Sampel Hasil Analisa PSA ( dalan
Nanometer)
Uji ke
1
Uji ke
2
Uji ke
3
Rata-
rata
1 Kapur Alam – Non Ultrasonik 989 26.049 811 9.283
2 Kapur Alam – Ultrasonik 20 % 81 132 115 109
3 Kapur PA Merck – Non
Ultrasonik
367 332 990 563
4 Kapur PA Merck- Ultrasonik
50 %
2.075 1.244 324 1.214
Dari data hasil pengukuran dengan PSA diatas menunjukkan bahwa sampel
kapur alam dengan pemberian proses ultrasonik dengan 20% amplitudo diperoleh
partikel yang berukuran paling kecil dengan tiga kali pengujian PSA diperoleh rata-
rata sebesar 109 nm. Sedangkan untuk sampel kapur PA merck yang diberikan proses
ultrasonik dengan amplitudo sebsar 50%, menghasilkan partikel dengan ukuran yang
jauh lebih besar dari kapur alam non ultrasonik maupun dengan kapur alam dengan
pemberian proses ulrasonik 20%. Dengan bertambahnya ukuran partikel
menunjukkan bahwa telah terjadi proses pembentukan kembali atau penyatuan
kembali partikel yang telah pecah. Hal ini mununjukkan bahwa dalam proses
tersebut gelombang ultrsonik sudah tidak mampu berfungsi sebagai ultrasonic
milling tetapi berubah menjadi sifat sonochemistry. Sifat sonochemistry dalam
gelombang ultrsonik pada umumnya berlangsung cukup lama dimana sifat dari
sonochemistry cenderung untuk menyatukan molekul ukuran kecil menjadi
molekul ukuran lebih besar seperti reaksi polimerisasi (Hong Yan et.all, 2009).
Kalsium karbonat yang berasal dari Merck adalah kalsium karbonat hasil proses
pemurnian sehingga menghasillkan kalsium karbonat yang bersifat amorf. Pada
proses pengukuran ukuran butiran menggunakan peralatan PSA yang memiliki
metode pengukuran butiran dengan cara disinari dengan laser. Ada dugaan hasil
penyinaran butiran dalam media cair yang berupa butiran amorf terjadi perpendaraan
cahaya sinar laser dari dalam peralatan PSA, sehingga menghasilkan ukuran butiran
yang nampak lebih besar.
BAB V
PENUTUP
1.1. KESIMPULAN
1.1.1. Proses pembuatan nano partikel dari CaCO3 dilakukan dengan
penembakan gelombang ultrasonik pada kondisi optimum, yaitu pada
suhu 800C selama 10 menit dengan variasi amplitudo. Adanya
perbedaan tekanan yang dihasilkan dari gelombang ultrasonik akan
mengakibatkan adanya energi yang besar untuk memecahkan partikel-
partikel CaCO3.
1.1.2. Diperoleh Hasil Karakterisasi sebagai berikut :
A. Hasil dari analisa XRF menunjukkan batu kapur dari Cibadak
Sukabumi dengan kadar CaO 85 % meningkat menjadi 99,16 % , hal
ini sangat baik jika dibandingkan dengan Merk yang berkadar CaO
99.40 %.
B. Hasil analisa XRD terhadap batu kapur hasil proses dengan ultrasonik
dan tanpa ultrasonik menghasilkan peak yang sama dan mirip dengan
peak standart CaCO3. Sehingga dapat disimpukan reaksi secara kimia
telah berhasil ditandai dengan tidak terbentuknya peak senyawa
kalsium yang lain seperti CaO , Ca(OH)2 , CaCl2 dan Ca(HCO3)2
C. Berdasarkan pengamatan secara mikroskopik dengan SEM dapat
disimpulkan bahwa proses ultrasonik mampu mengasilkan ukuran
butiran yang lebih kecil. Penggunaan ultrasonik tidak mempengaruhi
terbentuknya senyawa kalsium baru seperti CaO , Ca(OH)2 , CaCl2
dan Ca(HCO3)2 dalam larutan.
D. Analisa PSA diperoleh ukuran pada batu alam dengan ultrasonik 20%
amplitudo yaitu 109 nm. Akan tetapi ada dugaan hasil penyinaran
butiran dalam media cair yang berupa butiran amorf terjadi
perpendaraan cahaya sinar laser dari dalam peralatan PSA, sehingga
menghasilkan ukuran butiran yang nampak lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA
Apriliani, N.F., Lailiyah Q. dan Darminto. 2013. Sintesis Kalsium Karbonat
Presipitat dari material alam (Dolomit dan Batu Kapur Yang Didoping Dengan
Mg) Dengan Metode Karbonasi.
Etzler, F.M. dan Deanne R. 2004. Particle Size Analysis: A Comparison of Various
Methodes ii. Article of Particle and Particle system Characterization.
Ewing, G.W., 1985. Instrumental methods of chemical analysis, 5th ed. ed. McGraw-
Hill, New York.
Gedanken, A. 2004. Using Sonochemistry for the fabrication of nanomaterilas.
Ultrasonics Sonochemistry. 11: 47-55.
Hong Yan, Xue-hu Zhang , Li-qiao Wei, Xu-guang Liu , Bing-she
Xu.2009.Hydrophobic Magnesium Hydroxide Nanoparticle Via Oleic Acid
and Poly ( Methyl Metacrylate) Grafting Surface Modification. Journal
Powder Technologi. 193 , 125-129.
Kirboga, S., Oner, M. (2013). Effect of the Experimental Parameters on Calcium
Carbonate Precipitation. Chemical Engineering Transactions. Vol. 32, ISSN:
1974-9791. Italia : AIDIC.
Lailiyah, Q., Baqiya, M., Darminto. 2012. Pengaruh Temperatur dan Laju Aliran Gas
CO2 pada Sintesis Kalsium Karbonat Presipitat dengan Metode Bubbling.
Jurnal Sains dan Seni ITS. Vol. 1, No. 1.ISSN: 2301-928X. Surabaya : ITS.
Makvern Instrumen Limited. 2012. A Basic Guide to Particle Characterization.
Tersedia di www.malvern.com.
Malcom J. Crocker . 1997. Enclycopedia of Accoustic, Chapter 25 : Cavitation,
Chapter 26 : Sonochemistry and Sonoluminescence.: John Wiley and Sons, Inc.
ISBN : 0-471-17767-9, Volume 1.
Mediadipora, T. 2006. Bahan Galian Industri di Indonesia. Bandung: Pusat Sumber
Daya Geologi, Departemen ESDM.
Munasir, Triwikantoro, M. Zainuri dan Darminto. 2012. Uji XRD dan XRF Pada
Bahan Mineral (Betu Dan Pasir) Sebagai Sumber Material Cerdas (CaCO3 dan
SiO2). Jurnal Penelitian Fisika dan Aplikasinya. Vol. 2, No.1: Surabaya
Nikmatin, S., Maddu, A., Purwanto, S., Mandang, T., dan Purwanto, A. 2011.
Analisa Struktur Mikro Pemanfaatan Limbah Kulit Rotan Menjadi Nanopartikel
Selulosa Sebagai Pengganti Serat Sintetis. Jurnal Biofisika. Vol. 7. No. 1.
Noviyanti, Jasrudin dan Sujiono, E. H. 2015. Karakterisasi Kalsium Karbonat Dari
Batu Kapur Kelurahan Tellu Limpoe Kecamatan Suppa. Jurnal Sains dan
Pendidikan Fisika. Jilid 11. No.2. Hal. 169-172.
Pokrovsky, O.S. 1998. Precipitation of Calcium and Magnesium Carbonates From
Homogeneous Supersaturated Solutions. Journal of Crystal Growth. 186: 233-
239.
Rahmawati, A., Hartatiek dan Mufti, N. 2013. Pengaruh Lama Maturasi Pada Sintesis
Komposit Hydroxyapatite-Polyethylene Glycol Terhadap Kristalinitas Dan
Kekerasan. Jurnal Kimia. Universitas Negeri Malang: Malang.
Sancaktar. E. dan Walker. E. 2004. Effects of Calsium Carbonate, Talc, Mica and
Galss-Fiber Fillers on the Ultrasonic Weld Strength of Polypropylene. Journal
of Applied Polymer Science. Vol. 94, 1986-1998.
Shubri.E dan Armin, I. 2014. Penentuan Kualitas Batu Kapur dari Desa Halaban
Kabupaten Lima Paluh Kota di Laboratorium Dinas Energi dan Sumber Daya
Mineral Provinsi Sumatera Barat. Universitas Bung Hatta: Padang.
Skoog, D.A., Holler, F.J., Crouch, S.R., 2007. Principles of instrumental analysis, 6th
ed. Thomson Brooks/Cole, Belmont, CA.
Sujatno, A., Salam R., Bandriyana dan Dimyati. A. 2015. Studi Scanning Electron
Microscopy (SEM) Untuk Karakterisasi Proses Oxidasi Paduan Zirkonium.
Jurnal Forum Nuklir (JFN). Vol.9. No.2
Supriyatna, Y.I. dan Suharta. 2013. Kajian Awal Pembuatan Kapur Tohor
Memanfaatkan Tungku Blast Furnace. Seminar Fisika dan Aplikasinya.
UPT.BPML – LIPI : Serpong.
Tipler, PA. 1998. Fisika Untuk Sains dan Teknik. Ed ke-3. Jakarta: Erlangga.
Terjemahan dari: Physics for Scientists and Engineers. 3rd Ed.
Wulandary, Tyas. 2010. Sintesis Nanopartikel Ekstrak Temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.) Berbasis Polimer Kitosan TPP Dengan Metode Emulsi.
Skripsi. IPB : Bogor

More Related Content

What's hot (20)

Koef distribusi laporan
Koef distribusi laporanKoef distribusi laporan
Koef distribusi laporan
 
amina & amida
amina & amidaamina & amida
amina & amida
 
Metode Analisis Gravimetri
Metode Analisis Gravimetri Metode Analisis Gravimetri
Metode Analisis Gravimetri
 
Spektrofotometri infra merah
Spektrofotometri infra merahSpektrofotometri infra merah
Spektrofotometri infra merah
 
GC kolom
GC kolomGC kolom
GC kolom
 
Karakteristik kromatografi
Karakteristik kromatografiKarakteristik kromatografi
Karakteristik kromatografi
 
Laporan Praktikum Organik
Laporan Praktikum OrganikLaporan Praktikum Organik
Laporan Praktikum Organik
 
Reaksi substitusi elektrofilik
Reaksi substitusi elektrofilikReaksi substitusi elektrofilik
Reaksi substitusi elektrofilik
 
Atomic Absorption Spectrophotometer
Atomic Absorption SpectrophotometerAtomic Absorption Spectrophotometer
Atomic Absorption Spectrophotometer
 
Uv vis
Uv visUv vis
Uv vis
 
Spektroskopi NMR
Spektroskopi NMRSpektroskopi NMR
Spektroskopi NMR
 
Kristalisasi 2
Kristalisasi 2Kristalisasi 2
Kristalisasi 2
 
Kesetimbangan kimia (2) PRAKTIKUM
Kesetimbangan kimia (2) PRAKTIKUM Kesetimbangan kimia (2) PRAKTIKUM
Kesetimbangan kimia (2) PRAKTIKUM
 
Senyawa koordinasi (kompleks)
Senyawa koordinasi (kompleks)Senyawa koordinasi (kompleks)
Senyawa koordinasi (kompleks)
 
Gravimetri ppt
Gravimetri pptGravimetri ppt
Gravimetri ppt
 
Titrasi kompleksometri
Titrasi kompleksometriTitrasi kompleksometri
Titrasi kompleksometri
 
Larutan dan Kelarutan
Larutan dan KelarutanLarutan dan Kelarutan
Larutan dan Kelarutan
 
Modul silikat
Modul silikatModul silikat
Modul silikat
 
Presentasi Farmakognosi
Presentasi FarmakognosiPresentasi Farmakognosi
Presentasi Farmakognosi
 
Spektrofotometri infra merah
Spektrofotometri infra merahSpektrofotometri infra merah
Spektrofotometri infra merah
 

Similar to Pembentukan butiran nano kalsium karbonat

Silika nanosilica-mikrosilika
Silika   nanosilica-mikrosilikaSilika   nanosilica-mikrosilika
Silika nanosilica-mikrosilikaliyakholida
 
Bahan presentase proposal final
Bahan presentase proposal finalBahan presentase proposal final
Bahan presentase proposal finalMukhtar Lutfie
 
Tambang STTNAS _ Mata Kuliah Batubara_Semester IV Coal sttnas supandi_2014_02...
Tambang STTNAS _ Mata Kuliah Batubara_Semester IV Coal sttnas supandi_2014_02...Tambang STTNAS _ Mata Kuliah Batubara_Semester IV Coal sttnas supandi_2014_02...
Tambang STTNAS _ Mata Kuliah Batubara_Semester IV Coal sttnas supandi_2014_02...Mario Yuven
 
FASIES & LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUAN KARBONAT FORMASI WONOSARI-LOKASI GOA P...
FASIES & LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUAN KARBONAT FORMASI WONOSARI-LOKASI GOA P...FASIES & LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUAN KARBONAT FORMASI WONOSARI-LOKASI GOA P...
FASIES & LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUAN KARBONAT FORMASI WONOSARI-LOKASI GOA P...wisnu saputra aji
 
Contoh proposal pkm gagasan tertulis
Contoh proposal pkm gagasan tertulisContoh proposal pkm gagasan tertulis
Contoh proposal pkm gagasan tertulisZakiyul Mu'min
 
Makalah batu bara
Makalah batu baraMakalah batu bara
Makalah batu baraWarnet Raha
 
PPT SUMBER DAYA ALAM INDONESIA.pptx
PPT SUMBER DAYA ALAM INDONESIA.pptxPPT SUMBER DAYA ALAM INDONESIA.pptx
PPT SUMBER DAYA ALAM INDONESIA.pptxkomarah462
 
STUDI MIKROFASIES DAN DIAGENESIS BATUAN KARBONAT DI DAERAH NAWUNGAN DAN SEKIT...
STUDI MIKROFASIES DAN DIAGENESIS BATUAN KARBONAT DI DAERAH NAWUNGAN DAN SEKIT...STUDI MIKROFASIES DAN DIAGENESIS BATUAN KARBONAT DI DAERAH NAWUNGAN DAN SEKIT...
STUDI MIKROFASIES DAN DIAGENESIS BATUAN KARBONAT DI DAERAH NAWUNGAN DAN SEKIT...Hidayat Muhammad
 
Teknik eksplorasi
Teknik eksplorasiTeknik eksplorasi
Teknik eksplorasioilandgas24
 
Penentuan Tingkat Kekedapan Air dan Kekokohan Komposit Semen dari Limbah Peng...
Penentuan Tingkat Kekedapan Air dan Kekokohan Komposit Semen dari Limbah Peng...Penentuan Tingkat Kekedapan Air dan Kekokohan Komposit Semen dari Limbah Peng...
Penentuan Tingkat Kekedapan Air dan Kekokohan Komposit Semen dari Limbah Peng...Muhammad Asyrofi
 
Potensi Watulimo, Trenggalek.pptx
Potensi Watulimo, Trenggalek.pptxPotensi Watulimo, Trenggalek.pptx
Potensi Watulimo, Trenggalek.pptxGustianRipi
 

Similar to Pembentukan butiran nano kalsium karbonat (20)

Silika nanosilica-mikrosilika
Silika   nanosilica-mikrosilikaSilika   nanosilica-mikrosilika
Silika nanosilica-mikrosilika
 
Bahan presentase proposal final
Bahan presentase proposal finalBahan presentase proposal final
Bahan presentase proposal final
 
Tambang STTNAS _ Mata Kuliah Batubara_Semester IV Coal sttnas supandi_2014_02...
Tambang STTNAS _ Mata Kuliah Batubara_Semester IV Coal sttnas supandi_2014_02...Tambang STTNAS _ Mata Kuliah Batubara_Semester IV Coal sttnas supandi_2014_02...
Tambang STTNAS _ Mata Kuliah Batubara_Semester IV Coal sttnas supandi_2014_02...
 
FASIES & LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUAN KARBONAT FORMASI WONOSARI-LOKASI GOA P...
FASIES & LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUAN KARBONAT FORMASI WONOSARI-LOKASI GOA P...FASIES & LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUAN KARBONAT FORMASI WONOSARI-LOKASI GOA P...
FASIES & LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUAN KARBONAT FORMASI WONOSARI-LOKASI GOA P...
 
Contoh proposal pkm gagasan tertulis
Contoh proposal pkm gagasan tertulisContoh proposal pkm gagasan tertulis
Contoh proposal pkm gagasan tertulis
 
MRS id buletin_juli_2013
MRS id buletin_juli_2013MRS id buletin_juli_2013
MRS id buletin_juli_2013
 
Rancang bangun-struktur-biorok
Rancang bangun-struktur-biorokRancang bangun-struktur-biorok
Rancang bangun-struktur-biorok
 
Makalah batu bara
Makalah batu baraMakalah batu bara
Makalah batu bara
 
Makalah batu bara
Makalah batu baraMakalah batu bara
Makalah batu bara
 
Makalah batu bara
Makalah batu baraMakalah batu bara
Makalah batu bara
 
Makalah batu bara
Makalah batu baraMakalah batu bara
Makalah batu bara
 
Proposal kp tugas mpkt 2013
Proposal  kp tugas mpkt 2013Proposal  kp tugas mpkt 2013
Proposal kp tugas mpkt 2013
 
Makalah bioteknologi uts
Makalah bioteknologi utsMakalah bioteknologi uts
Makalah bioteknologi uts
 
PPT SUMBER DAYA ALAM INDONESIA.pptx
PPT SUMBER DAYA ALAM INDONESIA.pptxPPT SUMBER DAYA ALAM INDONESIA.pptx
PPT SUMBER DAYA ALAM INDONESIA.pptx
 
STUDI MIKROFASIES DAN DIAGENESIS BATUAN KARBONAT DI DAERAH NAWUNGAN DAN SEKIT...
STUDI MIKROFASIES DAN DIAGENESIS BATUAN KARBONAT DI DAERAH NAWUNGAN DAN SEKIT...STUDI MIKROFASIES DAN DIAGENESIS BATUAN KARBONAT DI DAERAH NAWUNGAN DAN SEKIT...
STUDI MIKROFASIES DAN DIAGENESIS BATUAN KARBONAT DI DAERAH NAWUNGAN DAN SEKIT...
 
Teknik eksplorasi
Teknik eksplorasiTeknik eksplorasi
Teknik eksplorasi
 
Kk a mikro
Kk a mikroKk a mikro
Kk a mikro
 
Penentuan Tingkat Kekedapan Air dan Kekokohan Komposit Semen dari Limbah Peng...
Penentuan Tingkat Kekedapan Air dan Kekokohan Komposit Semen dari Limbah Peng...Penentuan Tingkat Kekedapan Air dan Kekokohan Komposit Semen dari Limbah Peng...
Penentuan Tingkat Kekedapan Air dan Kekokohan Komposit Semen dari Limbah Peng...
 
Abu vulkanik
Abu vulkanikAbu vulkanik
Abu vulkanik
 
Potensi Watulimo, Trenggalek.pptx
Potensi Watulimo, Trenggalek.pptxPotensi Watulimo, Trenggalek.pptx
Potensi Watulimo, Trenggalek.pptx
 

Recently uploaded

Materi Makna alinea pembukaaan UUD .pptx
Materi Makna alinea pembukaaan UUD .pptxMateri Makna alinea pembukaaan UUD .pptx
Materi Makna alinea pembukaaan UUD .pptxIKLASSENJAYA
 
PPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptx
PPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptxPPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptx
PPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptxSDN1Wayhalom
 
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptxTEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptxSyabilAfandi
 
Power Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptx
Power Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptxPower Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptx
Power Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptxSitiRukmanah5
 
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdfmateri+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdfkaramitha
 
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannya
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannyaModul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannya
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannyaAnggrianiTulle
 
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptxCASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptxresidentcardio13usk
 

Recently uploaded (7)

Materi Makna alinea pembukaaan UUD .pptx
Materi Makna alinea pembukaaan UUD .pptxMateri Makna alinea pembukaaan UUD .pptx
Materi Makna alinea pembukaaan UUD .pptx
 
PPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptx
PPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptxPPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptx
PPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptx
 
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptxTEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
 
Power Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptx
Power Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptxPower Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptx
Power Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptx
 
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdfmateri+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
 
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannya
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannyaModul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannya
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannya
 
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptxCASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
 

Pembentukan butiran nano kalsium karbonat

  • 1. Pembentukan Butiran Nano Kalsium Karbonat (CaCO3) dari Batu Kapur Sukabumi Melalui Proses Sonofikasi PUSAT PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI PUSAT PENELITIAN METALURGI DAN MATERIAL (P2M) LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA (LIPI) SERPONG – TANGERANG Disusun oleh : EMA NOVA FAJARIANI (M0314025) JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2017
  • 2. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1.1. Latar Belakang Umum Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa manusia pada suatu peradaban yang membutuhkan potensi intelektual yang berkualitas. Peran ilmu sains selama ini telah terbukti bahwa saat ini yang diperlukan adalah kesan bahwa ilmu bukan hanya ilmu teoritis, tapi mampu menjadi ilmu yang dapat diterapkan dalam kehidupan masyarakat. Dunia kerja sebagai lahan penerapan ilmu pengetahuan merupakan bentuk luas sebuah komunitas yang melibatkan kemampuan kecerdasan intelegensia dan kecerdasan emosional. Disamping itu, dalam dunia kerja diperlukan kemampuan untuk melakukan sosialisasi dan bekerja dalam suatu kesatuan yang harus terintegasi satu sama lain, yang sering disebut “team work”. Suatu hasil dan tujuan tidak akan maksimal ketika suatu tanggung jawab dipikul sendiri-sendiri, tanpa melibatkan kerjasama yang baik dari semua komponen yang terlibat. Dan diharapkan, setiap mahasiswa tidak hanya mengandalkan teori dan praktek dalam pendidikan formal saja, akan tetapi juga harus mau dan siap untuk terjun ke lapangan untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dan juga belajar dari aplikasi ilmu yang sudah ada di lapangan. Melihat pentingnya orientasi dan pengenalan dunia kerja, setiap mahasiswa yang menjalani program studi strata satu (S1) Jurusan Kimia FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta diwajibkan untuk mengikuti mata kuliah wajib yakni Kuliah Magang Mahasiswa (KMM) di sebuah instansi atau perusahaan. Tujuan dari mata kuliah ini adalah untuk memberikan keterampilan kepada mahasiswa dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh di suatu instansi atau perusahaan serta mengidentifikasikan proses perpaduan antara teori dan praktek yang terjadi baik di
  • 3. dalam industri dan atau laboratorium atau di lapangan.Pelaksanaan Kuliah Magang Mahasiswa (KMM) ini juga merupakan salah satu usaha yang diperlukan untuk meningkatkan kerja sama antar instansi atau perusahaan dengan lembaga pendidikan dalam upaya menyediakan tenaga ahli yang cukup berpengalaman di bidangnya. Program ini memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk melakukan pengamatan di lapangan dan mengaplikasikan materi-materi yang diperoleh dalam perkuliahan sehingga mahasiswa diharapkan dapat memperoleh pengalanman belajar dan bekerja dalam melakukan perumusan dan pemecahan masalah secara langsung dan praktis di lapangan, sebagai bekal dalam dunia kerja mendatang. Adapun pelaksanaan Kuliah Magang Mahasiswa ini telah diatur prosedurnya oleh jurusan Kimia, sementara untuk pemilihan tempat Kuliah Magang Mahasiswa diserahkan kepada mahasiswa. Dalam pelaksanaannya ini dipilih Pusat Penelitian Metalurgi dan Material Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2MM-LIPI). Terkhusus untuk bidang ilmu kimia, LIPI berpotensi besar dalam riset penelitian yang efektif, efisien, dan produktif menghasilkan ide/gagasan yang menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut bahkan penelitian tersebut sudah banyak bentuk aplikasinya dalam dunia kerja di bidang ilmu kimia. LIPI mempunyai disiplin ilmu sains yang memungkinkan kami dapat belajar lebih jauh terutama pada unit riset mengani rekayasa material dan berbagai bidang metalurgi khususnya di Pusat Penelitian Metalurgi dan Material Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2MM-LIPI) Serpong Tangerang. 1.1.2. Latar Belakang Khusus Batu kapur (limestone) merupakan salah satu bahan galian non logam yang sangat besar potensinya dan tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia (Shubri et.al., 2014) . Mineral berbasis karbonat yang umumnya terdapat dalam bentuk batuan kalsit (CaCO3), dolomite (CaMg(CO3)2) maupun magnesit (MgCO3). Keberadaanya masih sangat berlimpah di Indonesia, meliputi daerah Jawa Tengah, Jawa Barat, JAwa Timur, Aceh, Sumatera Barat dan Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi
  • 4. Tenggara. Jumlah cadangan total bahan tersebut sekitar 1.600.000 ton (Madiadipoera, 2006). Kalsit dan Aragonit merupakan dua penyusun utama dari CaCO3, yang dikenal sangat mudah terbentuk dalam jumlah besar di alam secara biologi maupun dengan teknologi. Interaksi yang terjadi antara sistem Cao-CO2-H2O telah di pelajari dalam beberapa penelitian. Beberapa teori telah berhasil mengembangkan inti dari karbonat dan model kompleks permukaan telah berhasil di aplikasikan pada pelarutan dan pengendapan dari CaCO3 dalam larutasn bebas Mg (Pokrovsky, 1998). Batuan calcite alam merupakan mineral yang terbentuk melalui proses kristalisasi pada daerah laut dangkal. Batuan calcite termasuk kedalam golongan karbonat dengan komposisi kimia yang sama yaitu karbonat (CaCO3), namun terkadang mineral ini juga menyusun batuan yang mempunyai komposisi yang berbeda (Rahmawati et.al, 2013). Sebagian besar batugamping dibuat menjadi batu pecah yang dapat digunakan sebagai material konstruksi seperti : landasan jalan dan kereta api serta agregat dalam beton. Nilai paling ekonomis dari sebuah deposit batugamping yaitu sebagau bahan utama pembutan semen Portland. beberapa jenis batugamping banyak digunakan karena sifat mereka yang sangat kuat dan padat dengan sejumlah ruang atau pori. Sifat ini yang membuat batu gamping dapat berdiri kokoh walaupun mengalami proses abrasi. Batu kapur (CaCO3) merupakan salah satu mineral industri yang banyak dibutuhkan dan digunakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Penggunaan secara langsung batu kapur yaitu pada industri semen dan gula, keramik, bahan imbuh pada proses smelter dan bahan bangunan. Sedangkan penggunaan secara tidak langsung masih perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu yang dapat berupa light calcium carbonatataupun kapur tohor/bakar (CaO). Light calcium carbonat dan kapur tohor/bakar sama banyaknya dibutuhkan untuk kebutuhan industri cat, pasta gigi, pemutih kertas, kosmetika, netralisasi tanah, bahan bangunan dan lain-lain (Supriyatna et.al., 2013)
  • 5. Material nano partikel dapat dibuat dengan tiga langkah berikut, yaitu tahap padatan, tahap cairan dan tahap pengendapan .Salah satu cara untuk menghasilkan material ukuran nano dari suspensi suatu larutan adalah dengan memecah partikel dalam suspensi dengan bantuan gelombang ultrsonik (Gedanken, 2004). Pada umumnya gelombang ultrasonik yang digunakan lebih besar dari 20.000 Hz dan sampai satuan MHz, tergantung dari bahan yang digunakan ( Malcom J. Crocker, 1997). Beberapa penelitian telah di kembangkan untuk menjelaskan bagaimana 20 KHz dari radiasi sonik dapat memutuskan ikatan kimia. Mereka semua setuju bahwa inti dari peristiwa sonokimia adalah pembentukan, pertumbuhan dan pemecahan dari microbubble (gelembung mikro) yang dihasilkan pada saat proses radiasi dalam cairan. Tingkatan pertumbuhan dari microbubble terjadi ketika difusi dari penguapan larutan di dalam volume dari microbubble. Tahap terakhir adalah terjadinya pemecahan atau ledakan dari microbubble, yang terjadi ketika microbubble berukuran maksimum ( Gedanken, 2004). Sehingga dalam penelitian ini dilakukan dengan proses pengendapan terhadap CaCO3 dari larutan kalsium klorida (CaCl2) hasil pelarutan batu kapur Sukabumi dan Natrium Karbonat (Na2CO3) yang kemudian akan dilakukan proses radiasi dengan gelombang ultrasonik. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan partikel nano dari CaCO3 yang dihasilkan melalui metode tersebut.
  • 6. BAB II TIJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Khusus 2.1.1. Batu Kapur Batu gamping atau batu kapur berasal dari biota laut yang berupa koloni karang. Koloni karang ini dapat hidup pada lingkungan tertentu, apabila kondisi lingkungan berubah (misalnya karena adanya abu dari letusan gunung api) maka koloni karang itu akan mati. Koloni karang yang mati itu akan menjadi padat karena tertindih oleh batuan diatasnya, sehingga menjadi batu gamping dengan kompisisi kimia CaCO3. Apabila betugamping ini terkena kontaminasi dengan magnesium maka komposisi kimianya menjadi Ca(Mg)CO3 yang disebut dolomite. Batu gamping yang asalnya dari dasar laut bisa muncul di atas permukaan laut bahkan menjadi gunung gamping karena proses pengangkatan yang disebabkan oleh tenaga tektonik (Museum Karst, Indonesia). Batu kapur atau batu gamping merupakan suatu bahan galian non logam, di Indonesia batuan ini tersebar antara pulau Jawa dan Kalimantan, terutama pulau Jawa. Hal ini dapat terlihat dari persebaran batu gamping di Indonesia, yang disajikan dalam gambar berikut : Gambar 1. Peta persebaran batu gamping/ Kapur di Indonesia
  • 7. Pada gambar persebaran batu gamping diatas ditunjukkan dengan titik kuninga, dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa persebaran batu kapur paling banyak berada pada pulau jawa. Salah satu kabupaten yang memiliki potensi batu kapur yang sangat melimpah dan cukup baik adalah Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Berikut merupakan peta geologi dari persebaran batu gamping/ batu kapur di Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa barat : Gambar 2. Peta geologi persebaran batu gamping di Sukabumi Dari peta persebaran tersbut bagian biru tua meruapak bagian persebaran batu gamping di kabupaten Cibadak Sukabumi. Kabupaten Sukabumi memiliki potensi batu gamping yang sangat besar yaitu 1.873,53 Juta m3, tersebar di beberapa daerah berikut : Tabel 1. Sumber daya mineral daerah Sukabumi Kecamatan Karakteristik Cibadak CaO (53,35%), MgO (0,75%), SiO2 (2,37%), HD (42,41%)
  • 8. Gunung Guruh CaO (51,52%), MgO (4,23%), SiO2 (0,63%), Fe2O3 (0,50%) Jampang Tengah CaO (53,72%), MgO (1,51%), SiO2 (2,02%), HD (38%), lainnya (4,87%).Jenis batukapur bermagnesium. Nyalindung Belum dilakukan analisis Gegerbitung CaO (55,35%), MgO (2,67%), SiO2 (0,65%), Fe2O3 (0,28%) Kalibunder CaO (40,91%), MgO (1,51%), SiO2 (12,11%), HD (38,34%) Cisolok CaO (50,65%), MgO (1,56%), SiO2 (4,58%), HD (39,81%) Pelabuhanratu Belum dilakkan analisis Cikidang CaO (55,06%), MgO (1,73%), SiO2 (0,46%), Fe2O3 (0,27%) Warungkiara CaO (53,94%), MgO (2,33%), SiO2 (0,38%), Fe2O3 (0,20%) Cibitung Belum dilakukan analisis Berdasarkan data potensi mineral logam dan bukan logam yang ada di Dinas ESDM Kabupaten Sukabumi, sumberdaya mineral yang pasti sudah bisa dibuatkan neracanya adalah sumberdaya mineral bukan logam. Dalam laporan pelaksanaan kegiatan Inventarisasi dan Evaluasi Bahan Galian Mineral bukan logam, didapat 11 (sebelas) komoditi mineral bukan logam di Kabupaten Sukabumi. Data deposit kandungan komoditas tambang di atas yang disajikan dari Dinas ESDM Kabupaten Sukabumi di sajikan dalam satuan m3 (meter kubik), sementara hasil produksi yang terdata menggunakan satuan berat ton. Karena itu sebelum ditampilkan dalam tabel, angka-angka deposit (m3) tersebut di konversikan kedalam bentuk ton dengan menggunakan rumus :
  • 9. Deposit = Berat Jenis (komoditi) x Deposit komoditi = Ton/ m3 x m3 Berat jenis masing-masing dari komoditas mineral non logam di atas masing- masing adalah sebagai berikut: 1. Batu Gamping, memiliki berat jenis 2,378 ton/m3 2. Kuarsa, memiliki berat jenis 2,66 ton/m3 3. Lempung, memiliki berat jenis 2,35 ton/m3 4. Zeolit, memiliki berat jenis 2,2 ton/m3 5. Bentonite, memiliki berat jenis 2,4 ton/m3 6. Trass, memiliki berat jenis 2,3 ton/m3 7. Feldspar, memiliki berat jenis 2,6 ton/m3 8. Batu Gunung, memiliki berat jenis 3,0 ton/m3 9. Batu Apung, memiliki berat jenis 0,641 ton/m3 10. Pasir Besi, memiliki berat jenis 2,5 ton/m3 2.1.2. Kalsium Karbonat Kalsium karbonat adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CaCO3, merupakan komponen utama dari cangkang organism laut, siput. mutiara dan kulit telur. Bentuk yang paling utama adalah berupa batuan kapur yang terbentuk karena proses sedimentasi dari cangkang siput fosil kecil, kerang, dan karang selama jutaan tahun. Kalsium karbonat marupakan bahan baku utama dalam berbagai industri cat, tinta, kertas plastik sampai kosmetik, suplemen nutrisi, pipa polimer dan filler bahan komposit (Apriliani et.al., 2013). Kalsium karbonat merupakan salah satu dari mineral anorganik yang dikenal tersedia dengan harga murah secara komersial. Sifat fisis kalsium karbonat seperti morfilogi, fase ukuran dan distribusi ukuran harus dimodifikasi menurut bidang pengaplikasianya. Bentuk morfologi dan fase kalsium karbonat (CaCO3) terkait dengan kondisi sintesis seperti, konsentrasi reaktan, suhu, waktu asing dan zat adiktif alam ( Kirboga dan Oner, 2013). Kalasit (CaCO3) merupakan fase yang paling stabil dan banyak digunakan dalam industry cat, kertas. magnetic recording, industri tekstil, detergen, plastic dan
  • 10. kosmetik (Lailiyah et.al., 2012). Berdasarkan analisis SEM-EDS yang telah dilakukan oleh novianti et.al pada tahun 2015 menunjukan bahwa benyuk dari kalsium karbonat adalah kubus. Kalsinasi dilakukan pada suhu 5500C dan 6500C yang menghasilkan ukuran partikel yang lebih besar. 2.1.3. Ultrasonik Gelombang ultrasonic merupakan gelombang mekanik longitudinal yang memiliki frekuensi 20 KHz ke atas. Gelombang suara ultrasonic dapat didengardan digunakan sebagai alat komunikasi oleh pendengaran beberapa jenis binatang seperti anjing, kalelawar dan lumba-lumba. Gelombang ultrasonic juga merupakan rambatan energy dan momentum mekanik, sehingga membutuhkan medium untuk merambat sebagai interaksi dengan mlekul. Medium yang digunakan antara lain padat, cair dan gas (Tipler, 1998). Gambar 3. Proses Ultrasonik Ketika gelombang utrasonik menjalar pada fluida, terjadi siklus rapatan dan renggangan. Tekanan negatif yang terjadi rengangan menyababkan molekul dalam
  • 11. fluida tertarik dan terbentuk kehampaan, kemudian membentuk gelombang yang akan menyerap energi dari gelombang suara sehingga dapat memuai. Gelombang akan berosilasi dalam siklus rapatan dan rengangan. selama osilasi, sejumlah energi berdifusi masuk atau keluar gelembung. Energi masuk terjadi ketika renggangan dan energi keluar ketika rapatan, dalam hal ini energi yang keluar lebih kecil dari pada energy yang masuk sehingga gelembung memuai sedikit demi sedikit selama renggangan kemudian menyusut selama rapatan. Ukuran kritis gelembung ini disebut ukuran resonan yang tergantung pada fluida dan flekuensi suara. Dalam kondisi iini, gelembung tidak dapat lagi menyerap energy secara efisien. Tanpa energi input gelembung tidak dapat mempertahankan dirinya, fluida disekitarnya akan menekanya dan gelembung akan mengalami ledakan hebat yang menghasilkan tekanan sangat besar. Gelombang inilah yang disebut sebagai gelombang kavitasi (Wulandari, 2010). Adanya energi yang dihasilkan dari proses kavitasi dengan plasma sampai 5.5000 C dengan kecepatan sampai 400 kilometer per jam akan mempengaruhi kondisi disekitarnya. Pengaruh rambatan energi ini ternyata mampu membentuk reaksi kimia dan penghancuran partikel menjadi partikel yang berukuran lebih kecil. Reaksi kimia yang ditimbulkan akibat efek ultrasonik sering disebut dengan Sonochemistry dan penghancuran partikel sering disebut juga dengan ultrasonic milling (Sulistiyono, 2012). 2.1.4. Karakterisasi Kalsium Karbonat a). X-Ray Diffraction (XRD) Sinar X merupakan radiasi elektromagnetik yang memiliki energi tinggi sekitar 200 eV sampai 1 MeV. Sinar X merupakan radiasi elektromagnet dengan panjang gelombang sekitar 100 pm yang dihasilkan dari penembakan logam dengan elektron energi tinggi. Elektron ini mengalami perlambatan saat masuk ke dalam logam dan menghasilkan radiasi dengan jarak panjang gelombang kontinyu yang disebut Bremsstrahlung (Bremsse adalah kata Jerman yang berarti rem, strahlung berarti sinar). Tumbukan ini akan mengeluarkan sebuah elektron, dan elektron dengan energi lebih tinggi masuk ke tempat kosong dengan memancarkan kelebihan
  • 12. energinya sebagai foton sinar X (Atkins et al., 2002). Berikut adalah instrument dari X-Ray Diffraction (XRD) yang di jelaskan pada Gambar 2 Gambar 4. Instrumen X-Ray Diffraction (XRD) XRD digunakan untuk analisis komposisi fasa atau senyawa pada material dan juga karakterisasi kristal. Prinsip dasar XRD adalah mendifraksi cahaya yang melalui celah kristal. Difraksi cahaya oleh kisi-kisi atau kristal ini dapat terjadi apabila difraksi tersebut berasal dari radius yang memiliki panjang gelombang yang setara dengan jarak antar atom, yaitu sekitar 1 Angstrom. Pemantulan berkas sinar x monokromatis akan dijelaskan pada Gambar 3. Gambar 5. Pemantulan berkas sinar-X monokromatis oleh dua bidang kisi dalam kristal, dengan sudut sebesar θ dan jarak antara bidang kisi sebesar dhkl (Ewing et al., 1985)
  • 13. Rancangan skematik spektrometer sinar X yang berdasar pada analisis Bragg diperlihatkan pada Gambar 3. Seberkas sinar X yang terarah jatuh pada kristal dengan sudut θ dan sebuah detektor diletakkan untuk mencatat sinar yang sudut hamburnya juga θ. Setiap sinar X yang sampai ke detektor memenuhi persyaratan hukum Bragg. Ketika θ diubah-ubah, detektor akan mencatat puncak-puncak intensitas bersesuaian dengan orde yang diramalkan. Jika jarak d antara bidang Bragg yang bersebelahan dalam kristal diketahui, panjang gelombang l bisa dihitung. Hubungan antara jarak kisi kristal (d) dengan sudut yang dibentuk oleh sinar X (θ) ditunjukkan pada persamaan berikut : n = 2d sinθ dengan : d = jarak interplanar atau interatom λ = panjang gelombang logam standar θ = kisi difraksi sinar-X Difraksi sinar-X sangat penting pada identifikasi senyawa kristalin. Kekuatan dari cahaya yang terdifraksi tergantung pada kuantitas material kristalin yang sesuai didalam sampel sehingga sangat mungkin mendapatkan analisa kuantitatif dari sejumlah relatif konstituen dari campuran senyawa padatan (Ewing, 1985) b). X-ray Flourosence (XRF) Dasar analisis Fluoresence Sinar X (XRF) adalah pencacahan sinar-X yang dipancarkan oleh suatu unsur akibat pengisian kembali kekosongan elektron pada kulit yang lebih dekat inti karena terjadinya eksitasi elektron oleh elektron yang terletak pada kulit lebih luar. Ketika sinar-X yang berasal dari radioisotop sumber eksitasi menabrak elektron dan akan mengeluarkan elektron kulit dalam, maka akan terjadi kekosongan pada kulit itu. Perbedaan energi dari dua kulit itu akan tampil sebagai sinar-X yang dipancarkan oleh atom. Analisis fluoresensi sinar-X bertujuan untuk mengetahui dan mengukur kandungan unsur-unsur yang terdapat dalam suatu senyawa atau mineral (Skoog et al., 2007) Prinsip dasar dari analisis ini adalah elektron dari suatu kulit atom bagian dalam dilepaskan maka elektron yang terdapat pada bagian luar akan berpindah pada
  • 14. kulit yang ditinggalkan tadi menghasilkan sinar-X dengan panjang gelombang yang karakteristik bagi unsur tersebut. Pada teknik difraksi sinar-X suatu berkas elektron digunakan, sinar-X dihasilkan dari tembakan berkas elektron terhadap suatu unsur di anoda untuk menghasilkan sinar-X dengan panjang gelombang yang diketahui. Peristiwa ini terjadi pada tabung sinar-X. c). Scanning Electron Microscopy (SEM)- Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) SEM sering kali digunakan dalam menentukan bentuk morfologi dari suatu material yang diisolasi dari reaksi suatu koloid (Sancaktar, 2004). Sem digunakan pada sampel yang tebal dan memungkinkan untuk analisis permukaan. Pancaran berkas yang jatuh pada sampel akan dipantulkan dan didifraksikan. Adanya elektron yang terdifraksi dapat diamati dalam bentuk pola – pola difraksi. Pola – pola difraksi yang tampak sangat bergantung pada bentuk dan ukuran sel satuan dari sampel. Sem juga dapat digunakan untuk menyimpulkan data – data kristalografi, sehingga hal ini dapat dikembangkan untuk menentukan elemen atau senyawa. Prinsip kerja dari SEM adalah apabila sebuah pistol electron memproduksi sinar electron dan dipercepat dengan anoda. Maka lensa magnetic akan memfokuskan electron menuju ke sampel. Kemudian sinar electron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sample dengan diarahkan oleh koil pemindai. Ketika electron mengenai sampel maka sampel akan mengeluarkan electron baru yang akan diterima olek detector dan dikirim ke monitor (CRT). Seperti gambar berikut:
  • 15. Gambar 6. Skema prinsip kerja SEM Komponen utama alat SEM pertama adalah tiga pasang-pasang lensa elektromagnetik yang berfungsi memfokuskan berkas elektron menjadi sebuah titik kecil, lalu oleh dua pasang scan coil discan-kan dengan frekuensi variabel pada permukaan sampel. Semakin kecil berkas difokuskan semakin besar resolusi lateral yang dicapai. Kesalahan fisika pada lensa-lensa elektromagnetik berupa astigmatismus dikoreksi oleh perangkat stigmator. SEM tidak memiliki sistem koreksi untuk kesalahan aberasi lainnya. Yang kedua adalah sumber elektron, biasanya berupa filamen dari bahan kawat tungsten atau berupa jarum dari paduan Lantanum Hexaboride LaB6 atau Cerium Hexaboride CeB6, yang dapat menyediakan berkas elektron yang teoretis memiliki energi tunggal (monokromatik), Ketiga adalah imaging detector, yang berfungsi mengubah sinyal elektron menjadi gambar/image. Sesuai dengan jenis elektronnya, terdapat dua jenis detektor dalam SEM ini, yaitu detektor SE dan detektor BSE (Sujatno, 2015).
  • 16. d). Particle Size Analyzer (PSA) Alat particle Size Analyzer (PSA) digunakan untuk mengetahui ukuran partikel dan berat molekul. Karakterisasi menggunakan PSA digunakan untuk menentukan ukuran rata-rata nanopartikel CaCO3. PSA menggunakan metode Donamyc Light Scattering (DLS) yang memanfaatkan hambatan inframerah. Hamburan inframerah ditembakkan oleh alat ke sampel sehingga sampel akan bereaksi menghasilkan gerak Brown ( gerak acak dari partikel yang sangat kecil dalam cairan akibat dari benturan dengan molekul-molekul yang ada dalam zat cair). gerak inilah yang kemudian di analisis oleh alat, semakin kecil ukuran molekul maka akan semakin cepat gerakanya. Analisa distribusi ukuran pada partikel berdasarkan pada ukuran maksimum yang dihasilkan dalam persentase volume sampel tertentu. Persentase dirumuskan sebagai XaB, denga keterangan sebagai berikut (Malvern, 2012) X = Parameter, biasanya D untuk diameter a = Distribusi, misalnya untuk jumlah, v untuk volume, I untuk intensitas. B = Persentase sampel Ukuran distribusi partikel dinyatakan dalam jari-jari untuk partikel yang berbentuk bola. Penentuan ukuran dan distribusi partikel menggunakan PSA dapat dilakuan dengan (Etzler, 2004).: 1. Difraksi sinar laser untuk partikel dari ukuran submikron sampai dengan milimeter, 2. Counter principle untuk mengukur dan menghitung partikel yang berukuran mikron sampai dengan milimeter, dan 3. Penghamburan sinar untuk mengukur partikel yang berukuran mikron sampai dengan nanometer. Dengan pengukuran dengan PSA partikel didispersikan ke dalam media cair sehingga partikel tidak saling beraglomerasi (menggumpal). Ukuran partikel yang terukur adalah ukuran dari single particle data ukuran partikel yang didapatkan
  • 17. berupa tiga distribusi yaitu intensity, number, volume distribution, sehingga dapat diasumsikan menggambarkan keseluruhan kondisi sampel (Nikmatin, 2011) BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. METODE PENGUMPULAN DATA Penelitian yang dilakukan selama Kuliah Magang Mahasiswa di Pusat Penelitian Metalurgi dan Material LIPI (P2MM-LIPI) dilakukan beberapa metode pengumpulkan data yang bertujuan untuk mengetahui dan memahami bagaimana proses pembuatan nano kalsium karbonat (CaCO3) dari batu kapur Sukabumi dengan metode sonokimia. Metode pengumpulan data meliputi pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder. 3.1.1. Pengumpulan data primer Partisipasi langsung, yaitu mengikuti secara aktif kegiatan penelitian di Pusat Penelitian Metalurgi dan Material LIPI (P2MM-LIPI) dengan ikut melakukan percobaan di Laboratorium. 3.1.2. Pengumpulan data sekunder a. Pengamatan, diperoleh dengan cara mengamati data yang sudah ada di instansi berupa informasi yang ada di instansi. b. Studi pustaka, diperoleh dengan cara mempelajari proses yang dikerjakan di Laboratorium secara teoritis dari berbagai pustaka yang terdapat di instansi ataupun di luar instansi, dapat juga melalui media internet. 3.2. WAKTU TEMPAT, DAN KEGIATAN KMM Kegiatan KMM (Kuliah Magang Mahasiswa) ini dilakukan selama satu bulan dimulai dari tanggal 9 Januari sampai 9Februari 2017. Tempat kegiatan KMM (Kegiatan Magang Mahasiswa) ini dilakukan di Pusat Penelitian Metalurgi dan Material LIPI (P2M-LIPI), Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
  • 18. (PUSPIPTEK) Gedung 470 Serpong, Tangerang Selatan. Sedangkan untuk karakterisasi XRF dilakukan di Laboratorium MIPA Terpadu FMIPA UNS. Sedangkan analisis XRD, SEM dan PSA dilaksanakan di P2M-LIPI. Dimana kegiatan yang dilakukan untuk penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut : 1.3. ALAT DAN BAHAN PENELITIAN 1.3.1. Alat – alat penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain X- Ray Diffraction (XRD) Bruker D8 Advance, X-Ray Fluorescence (XRF), Scanning Electron Microscopy (SEM), Ultrasonik, Particle Size Analysis (PSA), Oven, Neraca Analitik, Hotplate stirrer, Magnetic Stire, Cawan porselen, Hot Plate, Dragball, dan Alat-alat gelas diantaranya Gelas beker 250 ml 5 buah, Gelas ukur 50 ml 1 buah, Corong kaca 2 buah, Erlenmeyer 1 liter 1 buah dan 50 ml 1 buah, Pengaduk 2 buah, Labu ukur 1 liter 2 buah dan 500 ml 2 buah, Pipet ukur 10 ml 1 buah. 1.3.2. Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Akuades secukupnya, Batu kapur dari Sukabumi, Na₂Co₃, HCl, Kertas Saring, CaCO₃ PA, NH4OH, PH Indikator, Kertas saring Whatman nomor 42. 1.4. PROSEDUR PENELITIAN 1.4.1. Pengambilan Sampel Batu Kapur Proses pengambilan batu kapur dari kaecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat yaitu dengan mengambil langsung di gunung kapur dengan menggunakan linggis dan alat galian yang lainya, lokasi pengambilan seperti yang di tunjukkan dalam gambar 7. Batu kapur yang digunakan adalah batu kapur yang berkualitan yang dis baik, yaitu batu kapur yang berwarna putih bersih dan mengkilap. Setelah diperoleh batuan yang sesuai kemudian dibawa ke laboratorium hidrometalurgi di Pusat Penelitian Metalurgi dan Material LIPI.
  • 19. Gambar 7. Proses pengambilan batu kapur 1.4.2. Pelarutan batukapur Sukabumi Batu kapur yang telah diperoleh kemudian ditimbang sebanyak 200 gram. Sebelum dilarutkan, disiapkan terlebih dahulu larutan HCl pekat 37%, sebanyak 350 ml di dalam Erlenmeyer, kemudian batu kapur yang telah berukuran agak kecil dimasukkan satu persatu kedalam Erlenmeyer. Berikut merupakan gambar yang meunjukkan proses pelarutan batu kapir di dalam HCl :
  • 20. Gambar 8. Pelarutan Barukapur Sukabumi Larutan yang diperolehakan berwarna agak kekuningan oleh karena itu dilakukan pernyaringan untuk menghilangkan pengotor. Berikut merupakan perbandingan larutan hasil pelarutan batu kapur dengan larutan CaCO3 PA dari merck : Gambar 9. Hasil pelarutan batu kapur (A) dan CaCO3 Merck (B) Gambar 9 menunjukkan adanya perbedaan antara larutan kalsium klorida hasil ari pelarutan batu kapu (gambar 9.A) dengan merck (gambar 9.B) Setelah larutan disaring kemudian dinetralkan dengan penambahan larutan NH4OH. PH yang digunakan adalah PH 7 (netral) dan kemudian di larutkan dalam labu ukur 1 liter di dalam aquades. Jika larutan masih berwarna agak kuning dilakkan lagi penyaringan dengan kertas saring Whatman nomor 42 hingga diperoleh larutan yang benar-benar bening. A B
  • 21. Gambar 10. Penyaringan larutan batu kapur 1.4.3. Pengendapan dengan larutan Na₂Co₃ Larutan batu kapur ( CaCl2) dengan PH 7 dan bebas pengotor kemudian di variasikan konsentrasinya, diantaranya 0,04 mol; 0,08 mol; 0,12 mol; 0,16 mol dan 0,2 mol. Kemudian ditentukan kebutuhan Na₂Co₃ yang di perlukan untuk proses pengendapan, diperoleh kebutuhan Na₂Co₃ berturut-turut adalah 4,70624 gr; 9,4116 gr; 14,1185 gr; 18,82496 gr dan 23,5312 gr. Na₂Co₃. Volume Na₂Co₃ yang di perlukan untuk pengendapan adalah 100 ml, sedangkan volume CaCl2 adalah 100 ml. Pengendapan dilakukan dengan meneteskan larutan Na₂Co₃ kedalam larutan CaCl2 hingga terbentuk endapan putih. Pengendapan dilakukan dengan pemberian gelombang ultrasonik dan tidak dengna ultrasonik.
  • 22. Gambar 11. Proses pengendapan (A. Tanpa ultrasonik, B. Dengan ultrasonik) Gambar 11.A menunjukkan proses pembentukan endapan kalsium karbonat tanpa pemberian gelombang ultrasonik, sedangkan untuk gambar 11.B menunjukkan proses pembentukan endapan kalsium karbonat dengan pemberian gelombang ultrasonik. 1.4.4. Pengukuran Laju Endapan CaCO3 Hasil dari pengendapan antara larutan kalsium klorida dan natrium karbonat adalah kalsium karbonat (CaCO3). Kalsium karbonat yang diperoleh kemudian diendapakan selama kurang lebih 20 menit. Kemudian endapan CaCO3 dibilas dengan aquades untuk mengurangi kadar garam yang terbentuk pada larutan. Setelah dibilas kemudian endapan diukur laju pengendapanya dengan meggunakan tabung dengan volume kurang lebih 200 ml dan ketinggian 50 cm. Pengukuran laju endap CaCO3 dilakukan pada semua variasi konsentrasi, selain itu pula untuk pengendapan yang menggunakan proses uktrasonik juga dilakukan pengukuran laju endap CaCO3. Hasil dari analisa laju endap ini kemudian digunakan untuk analisa PSA. Kemudian A B
  • 23. beberapa sampel dikeringkan untuk analisa SEM, XRD, dan XRF. Sampel yang akan diuji SEM dan XRD sebelumnya di saring dengan saringan 325 mesh. Gambar 12. Proses pengukuran laju endapan CaCO3 Gambar 12 diatas merupakan proses dari analisa laju endapan dengan menggunakan tabung-tabung. dimana terdapat perbedaan kecepatan pengendapan dari keempat tabung tersebut.
  • 24. BAB IV PEMBAHASAN 1.1. Pelarutan Batu Kapur Batu kapur yang digunakan adalah batu kaur dari pegunungan kapur di daerah Cibadak, Sukabumi Jawa Barat. Batu kapur ditimbang sebanyak 200 gram untuk dilarutkan kedalam larutan HCl 37% sedikit demi sedikit. hal ini karena rekasinya terjadi secara eksotermis atau menghasilkan panas dan mengeluarkan CO2 yang cukup banyak. Berikut adalah reaksinya : CaCO3 + HCl CaCl2 + CO2(g) + H2O larutan yang diperolah berwarna coklat kekuningan dan terdapat endapan, hal ini disebabkan karena adanya pengotor dan adanya kandungan logam dan mineral lainya di dalam batu kapur. Larutan yang berwarna coklat kekuningan tersebut kemudian di saring dengan kertas saring whatman 42 agar pengotor – pengotornya hilang. Penyaringan dilakukan dua kali (duplo) hal ini karena pada penyaringan yang pertama larutan yang dihasilkan masih terdapat pengotor dan berwarna agak kekuningan. Setelah dua kali penyaringan larutan CaCl2 berwarna bening dan tidak ada endapan. Larutan CaCl2 kemudian divariasikan konsentrasinya, diantaranya adalah 0,04 mol; 0,08 mol; 0,12 mol; 0,16 mol dan 0,2 mol. Variasi konsentrasi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari konsentrasi terhadap banyaknya endapan yang diperoleh pada saat direkasikan dengan Na2CO3. 1.2. Pengendapan CaCO3 dan Pengukuran Laju Endapan Larutan CaCl2 yang telah disipkan dengan variasi konsentrasi kemudian direaksikan dengan Na2CO3. Pengendapan CaCl2 dilakukan dengan dua proses yaitu dengan pemberian gelombang ultrasonik dan tanpa gelombang ultrasonik. Hal ini untuk mengetahui perbedaan ukuran partikel CaCO3 jika diberikan dua perlakuan yang berbeda.
  • 25. 4.2.1. Tanpa Proses Ultrasonik Pada proses ini dilakukan dengan menggunakan pengadukan tanpa pemberian gelombang ultrasonik, kecepatan pengadukan yang digunakan adalah 300 rpm. Larutan Na2CO3 sebanyak 100 ml dimasukkan kedalam larutan CaCl2 dengan volume 100 ml secara tetes demi tetes, hal ini akan memberikan hasil endapan yang lebih baik dibandingkan jika larutan Na2CO3 dimasukkan secara langsung. Proses rekasi yang terjadi berjalan secara lambat, akan tetapi endapan yang diperoleh akan lebih banyak. Berikut adalah rekasi yang terjadi : Na2CO3 + CaCl2 CaCO3 + 2NaCl Endapan yang dihasilkan berwarna putih dengan butiran-butiran yang sangat halus. Dari variasi konsentrasi yang dilakukan diperoleh endapan dengan volume yang berbeda-beda. Semakin tinggi konsentrasi dari CaCl2 maka semakin banyak endapan yang diperoleh. Endapan yang dihasilkan kemudian di cuci dengan menggunakan aquades. Tujuan dari pencucian endapan CaCO3 ini untuk menghilangkan kadar garam yang terbentuk selama reaksi. Endapan CaCO3 kemudian dimasukkan kedalam tabung dengan volume 200 ml dan ketinggian 50 cm, untuk diukur kecepatan endapanya. Berikut adalah data pengaruh variasi konsetrasi terhadap kecepatan endapan CaCO3 yang diperoleh:
  • 26. Gambar 13. Grafik hubungan antara kecepatan endapan dengan konsentrasi pada batu kapur sukabumi. Dari grafik diatas menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi dari CaCl2 maka kecepatan endapanya semakin kecil. Hal ini berhubungan dengan banyaknya endapan yang dihasilkan pada saat proses pengendapan. Semakin banyak endapan yang dihasilkan maka kecepatan pengendapan akan semakin kecil. Banyaknya suatu partikel yang mengendap akan memberikan gaya dorong kebawah lebih besar, sehingga kecepatan endapan akan lebih besar. Dari data tersebut dapat diambil salah satu titik optimasi dimana dilihat berdasarakan dari hasil waktu pengendapan. Pada titik yang dilingkari diatas menunjukkan waktu pengendapan selama 29.045 menit, dengan kecepatan endapan 1.56 cm/menit dan konsentrasi CaCl adalam 0.12 mol. 4.2.2. Dengan Proses Ultrasonik Proses Pengendapan CaCO3 ini dilakukan dengan pemberian gelombang ultrasonik. Diberikan variasi amplitudo pada saat proses ultrasonik, diantaranya adalah 20%, 30%, 40%, 50%, dan 60%. Variasi amplitudo akan memberikan energi yang berbeda pada saat pemberian gelombang ultrasonik. Larutan yang diberikan gelombang ultrasonik adalah larutan yang di peroleh pada saat optimasi pada saaat pengendapan tanpa ultrasonik yang ditunjukkan pada grafik (Sekian ). Sehingga dari sini kita akan mengetahui bahwa dengan konsentrasi 0 1 2 3 4 5 6 7 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 Kecepatan(Cm/menit) Konsentrasi (mol)
  • 27. yang sama dan dengan pemberian proses ultrasonik akan memberikan pengaruh yang bebeda terhadap ukuran partikel yang diperoleh. Prose pengendapan dilakukan tanpa pengadukan, akan tetapi diberikan gelombang ultrasonik secara langsung, sehingga terjadi proses pemecahan partikel endapan CaCO3 ketika terbentuk. Proses ultrasonik dilakukan dengan waktu dan suhu konstan, yaitu selama 10 menit dengan suhu 800C. Pada proses ini menunjukkan bahwa pada saat kenikan suhu maka energi ultrasonik juga mengalami kenaikan. Begitu pula dengan amplitudo yang diberikan, setiap pemberian persen amplitudo akan memberikan tingkat energi yang berbeda. Energi ultrasonik akan meningkat seiring dengan naiknya persen almplitudo yang diberikan. Hal ini ditunjukkan berdasarkan grafik dibawah, yang memperlihatkan hubungan antara persen amplitudo yang diberikan dengan energi yang dihasilkan pada alat. Gambar 14. Grafik hubungan antara energi dengan amplitudo Dari grafik diatas dapat kita lihat bahwa terdapat perbedaan energi antara CaCO3 dari bahan merck dengan batu kapur yang dimabil langsung dari pegunungan kapur. Terlihat bahwa CaCO3 dari bahan merck memiliki energi yang lebih rendah dari pada batu kapur alam. 0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 0 20 40 60 80 Energi(Joule) Amplitudo (%) Amplitudo Vs Energi E (PA) E (BK)
  • 28. Setelah dilakukan kedua proses ini, yaitu pengendapan kalsium karbonat tanpa penambahan proses ultrasonik dan dengan penambahan proses ultrasonik. Kemudian sampel yang diperoleh dilakukan karakterisasi dengan beberapa instrument, diantaranya adalah SEM, XRD, XRF dan PSA. 1.3. Karakterisasi Batu Kapur dengan XRF dan XRD Dalam studi yang dilakuakan oleh Munasir (2012) mengenai uji XRD dan XRF dari bahan mineral (batuan dan pasir) menunjukkan bahwa komponen utama dan paling banyak adalah berupa mineral CaCO3 dengan persentasi 98%. Hasil Uji XRF bahan batu kapur alam dan merck, yang diuji di Laboratorium XRF FMIPA UNS , Surakarta adalah sebagai berikut : Tabel 3. Hasil Uji XRF Kalsium Karbonat merck Formula Konsentrasi ( % Berat ) CaO 99.40 Cl 0.34 SO3 0.16 SrO 0.03 SnO2 0.02 Tabel 4. Hasil Uji XRF Kalsium Karbonat alam sebelum dan sesudah proses ( Proses pelarutan HCl dan pengendapan kembali Na2CO3 ) No Formula Konsentrasi ( % Berat ) Bahan Alam Hasil Proses 1 CaO 85,79 99,16 2 MgO 1,89 Nd 3 SiO2 0,78 Nd 4 Al2O3 0,57 Nd 5 P2O5 0,56 0,14 6 SO3 0,50 0,14 7 K2O 0,40 Nd
  • 29. 8 Cl 0,39 0,30 9 La2O3 0,23 Nd 10 SnO2 0,03 0,02 11 MnO2 0,03 0,02 12 Fe2O3 0,18 Nd 13 SrO 0,12 0,14 14 Na2O , kadar air dan organik 8,19 0,08 Keterangan : Pada hasil analisa XRF formula Na2O yang dimasksud adalah kadar Na2O , bahan organik dalam bijih seperti akar pohon dll , kadar air. Nd = Tidak terdeteksi Berdarkan analisa XRF pada batu kapur setelah dilakukan proses ultrasonik dan pengendapan diperoleh hasil bahwa setelah dilakukan kedua proses tersebut batu kapur dari Cibadak Sukabumi mermiliki tingkat kemurnian yang cukup tinggi. Hasil analisa menunjukkan kadar CaO batu kapur dari Cibadak, Sukabumi telah mencapai 99,16 % hampir sama dengan kadar CaO pada sampel Merck yaitu 99,40 % . Dari proses pelarutan batu kapur dengan HCl dan pengendapan kembali dengan Na2CO3 terbukti mampu memurnikan batu kapur dari Cibadak Sukabumi dengan menghilangkan pengotor MgO, SiO2 , Al2O3 , La2O3 , Fe2O3 dan pengotor Na2O. Sehingga berdasarkan hasil analisa XRF ini proses pelarutan asam HCl encer dan pengendapan Na2CO3 mampu menghasilkan batu kapur dengan kualitas untuk keperluan material maju dari batru kapur Cibadak Sukabumi. Sehingga tinggal diperlukan proses penghalusan butiran kalsium karbonat. Kemudian dilakukan analisis mengggunakan XRD dari sampel yang telah dikeringkan dan diayak dengan 350 mesh. Dari melihat hasil analisa XRD kita dapat mengetahui struktur kimia yang diamati adalah CaCO3. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisa yang dibandingakan dengan kalsium karbonat dari merck (Katalog 96-900- 0966) dengan menggunakan analisa “Program Matching”. Adapun hasil dengan membandingkan batu kapur standart dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
  • 30. Gambar 15. Batu Kapur Sukabumi tanpa Ultrasonik Gambar 16. Batu Kapur Sukabumi dengan 20% Ultrasonik Gambar 17. Batu Kapur merck tanpa Ultrasonik
  • 31. Gambar 18. Batu Kapur merck dengan 50% Ultrasonik Dari keempat hasil analisa matching-lab tersebut dapat disimpulkan bahwa puncak yang terlihat hanya puncak CaCO3 saja sedangkan puncak senyawa kalsium yang lain seperti CaO , Ca(OH)2 , CaCl2 dan Ca(HCO3)2 tidak terdeteksi. Dari hasil proses pelarutan asam khlorida dan dilanjutkan dengan pengendapan dengan Na2CO3 menunjukkan bahwa proses proses reaksi : CaCO3 ( awal ) + 2 HCl ====== CaCl2 + H2O CaCl2 + Na2CO3 ===== CaCO3 ( Akhir ) + NaCl Reaksi berlangsung sempurna dengan membentuk CaCO3 kembali, dan reaksi samping pembentukan bikarbonat tidak terjadi. 1.4. Karakterisasi dengan SEM Analisis mikrograf sampel CaCO3 dengan menggunakan SEM-EDS bertujuan untuk mengetahui morfologi batu kapur dalam skala micron, baik penampakan secara keseluruhan maupun pada setiap partikel yang dilihat sebagai single particle. Dengan melihat hasil analisa penampakan dapat diketahui pengaruh gelombang ultrasonik terhadap pembentukan ukuran butiran secara langsung. Berikut merupakan hasil dari analisa SEM-EDS :
  • 32. Gambar 19. Sampel Optimasi 50% amplitudo CaCO3 merck Gambar 20. Sampel Optimasi tanpa ultrasonik CaCO3 merck Gambar 21. Sampel Optimasi 20% Amplitudo Batu kapur Sukabumi Gambar 22. Sampel Optimasi tanpa Ultrasonik Batu kapur sukabumi Gambar 23. Sampel Optimasi Gambar 24. Sampel Optimasi
  • 33. 50% Amplitudo CaCO3 merck tanpa Ultrasonik CaCO3 merck Gambar 25. Sampel Optimasi 20% Amplitudo Batu kapur Sukabumi Gambar 26. Sampel Optimasi tanpa Ultrasonik Batu kapur sukabumi Dari hasil pengamatan mikroskopis menggunakan SEM dengan perbesaran 500 kali terlihat bahwa pada proses pengendapan tanpa dibantu gelombang ukltrasonik terlihat secara umum ukuran butiran terlihat lebih besar. Hal ini berlaku untuk sampel yang menggunakan bahan baku kalsium karbonat dari Merck maupun dari Cibadak Sukabumi. Bentuk buitran dari kedua sampel baik itu batu kapur dari Merck maupun dari Cibadak Sukabumi berbentuk kubus atau rod, hal ini menunjukkan bahwa sampel adalah berbentuk kristal seperti kristal mineral calcite. Dengan melihat ukuran partikel dengan menggunakan SEM perbesaran 500 x terlihat nyata ada pengaruh ultrasonik terhadap ukuran butiran, dimana energi kavitasi dari gelombang ultrasonik mampu memecah butiran menjadi ukuran yang lebih halus.Dengan gelombang ultrasonik kristal yang pecah hampir semua terlihat tidak mengalami perubahan bentuk yaitu bentuk kristal kubik. Dengan menaikkan perbesaran SEM dari 2.000 hingga 3.000 kali semakin terlihat bahwa bentuk kristal berbentuk persegi dengan bentuk bukan kubus tetapi persegi panjang dengan ketebalan sisi yang berbeda. Pada pengamajuga terlihat pula kristal yang berbentuk persegi panjang yang pipih seperti lembaran kertas. Dari hasil
  • 34. pengukuran secara single sel pada pemberian gelombang ultrasonik untuk sampel batu kapur merck dengan amplitudo 50% di peroleh ukuran partikel kalsium karbonat 2 µm – 3 µm, Sedangkan untuk sampel yang tidak diberikan proses ultrasonik memiliki ukuran partikel yang lebih besar, yaitu 9 µm – 10 µm. Hasil ini memberikan pengaruh yang sama pada sampel batu kapur sukabumi, dimana ukuran partikel yang diberikan proses ultrasonik akan memiliki ukuran partikel yang lebih kecil. Akan tetapi jika kita bandingkan hasil dari proses ultrasonik untuk kalsium karbonat merck dengan pemberian 50% amplitudo dengan kalsium karbonat dari batu kapur sukabumi dengan pemebrian 20% amplitudo, kita dapat melihat bahwa ukuran partikel kalsium karbonat dari batu kapur sukabumi memberikan hasil yang lebih kecil, dengan ukuran partikel 0,4 µm – 1 µm. 1.5. Karakterisasi PSA Analisa PSA bertujuan untuk mengetahui ukuran partikel secara lebih akurat, metode yang digunakan adalah metode basah, hal ini karena partikel kalsium karbonat akan teraglomerasi atau penggumpalan jika di analisa dengan metode kering. Berikut adalah hasil analisa dengan PSA: Tabel 5. Hasil analisa PSA No Sampel Hasil Analisa PSA ( dalan Nanometer) Uji ke 1 Uji ke 2 Uji ke 3 Rata- rata 1 Kapur Alam – Non Ultrasonik 989 26.049 811 9.283 2 Kapur Alam – Ultrasonik 20 % 81 132 115 109 3 Kapur PA Merck – Non Ultrasonik 367 332 990 563 4 Kapur PA Merck- Ultrasonik 50 % 2.075 1.244 324 1.214
  • 35. Dari data hasil pengukuran dengan PSA diatas menunjukkan bahwa sampel kapur alam dengan pemberian proses ultrasonik dengan 20% amplitudo diperoleh partikel yang berukuran paling kecil dengan tiga kali pengujian PSA diperoleh rata- rata sebesar 109 nm. Sedangkan untuk sampel kapur PA merck yang diberikan proses ultrasonik dengan amplitudo sebsar 50%, menghasilkan partikel dengan ukuran yang jauh lebih besar dari kapur alam non ultrasonik maupun dengan kapur alam dengan pemberian proses ulrasonik 20%. Dengan bertambahnya ukuran partikel menunjukkan bahwa telah terjadi proses pembentukan kembali atau penyatuan kembali partikel yang telah pecah. Hal ini mununjukkan bahwa dalam proses tersebut gelombang ultrsonik sudah tidak mampu berfungsi sebagai ultrasonic milling tetapi berubah menjadi sifat sonochemistry. Sifat sonochemistry dalam gelombang ultrsonik pada umumnya berlangsung cukup lama dimana sifat dari sonochemistry cenderung untuk menyatukan molekul ukuran kecil menjadi molekul ukuran lebih besar seperti reaksi polimerisasi (Hong Yan et.all, 2009). Kalsium karbonat yang berasal dari Merck adalah kalsium karbonat hasil proses pemurnian sehingga menghasillkan kalsium karbonat yang bersifat amorf. Pada proses pengukuran ukuran butiran menggunakan peralatan PSA yang memiliki metode pengukuran butiran dengan cara disinari dengan laser. Ada dugaan hasil penyinaran butiran dalam media cair yang berupa butiran amorf terjadi perpendaraan cahaya sinar laser dari dalam peralatan PSA, sehingga menghasilkan ukuran butiran yang nampak lebih besar.
  • 36. BAB V PENUTUP 1.1. KESIMPULAN 1.1.1. Proses pembuatan nano partikel dari CaCO3 dilakukan dengan penembakan gelombang ultrasonik pada kondisi optimum, yaitu pada suhu 800C selama 10 menit dengan variasi amplitudo. Adanya perbedaan tekanan yang dihasilkan dari gelombang ultrasonik akan mengakibatkan adanya energi yang besar untuk memecahkan partikel- partikel CaCO3. 1.1.2. Diperoleh Hasil Karakterisasi sebagai berikut : A. Hasil dari analisa XRF menunjukkan batu kapur dari Cibadak Sukabumi dengan kadar CaO 85 % meningkat menjadi 99,16 % , hal ini sangat baik jika dibandingkan dengan Merk yang berkadar CaO 99.40 %. B. Hasil analisa XRD terhadap batu kapur hasil proses dengan ultrasonik dan tanpa ultrasonik menghasilkan peak yang sama dan mirip dengan peak standart CaCO3. Sehingga dapat disimpukan reaksi secara kimia telah berhasil ditandai dengan tidak terbentuknya peak senyawa kalsium yang lain seperti CaO , Ca(OH)2 , CaCl2 dan Ca(HCO3)2 C. Berdasarkan pengamatan secara mikroskopik dengan SEM dapat disimpulkan bahwa proses ultrasonik mampu mengasilkan ukuran butiran yang lebih kecil. Penggunaan ultrasonik tidak mempengaruhi terbentuknya senyawa kalsium baru seperti CaO , Ca(OH)2 , CaCl2 dan Ca(HCO3)2 dalam larutan. D. Analisa PSA diperoleh ukuran pada batu alam dengan ultrasonik 20% amplitudo yaitu 109 nm. Akan tetapi ada dugaan hasil penyinaran butiran dalam media cair yang berupa butiran amorf terjadi
  • 37. perpendaraan cahaya sinar laser dari dalam peralatan PSA, sehingga menghasilkan ukuran butiran yang nampak lebih besar.
  • 38. DAFTAR PUSTAKA Apriliani, N.F., Lailiyah Q. dan Darminto. 2013. Sintesis Kalsium Karbonat Presipitat dari material alam (Dolomit dan Batu Kapur Yang Didoping Dengan Mg) Dengan Metode Karbonasi. Etzler, F.M. dan Deanne R. 2004. Particle Size Analysis: A Comparison of Various Methodes ii. Article of Particle and Particle system Characterization. Ewing, G.W., 1985. Instrumental methods of chemical analysis, 5th ed. ed. McGraw- Hill, New York. Gedanken, A. 2004. Using Sonochemistry for the fabrication of nanomaterilas. Ultrasonics Sonochemistry. 11: 47-55. Hong Yan, Xue-hu Zhang , Li-qiao Wei, Xu-guang Liu , Bing-she Xu.2009.Hydrophobic Magnesium Hydroxide Nanoparticle Via Oleic Acid and Poly ( Methyl Metacrylate) Grafting Surface Modification. Journal Powder Technologi. 193 , 125-129. Kirboga, S., Oner, M. (2013). Effect of the Experimental Parameters on Calcium Carbonate Precipitation. Chemical Engineering Transactions. Vol. 32, ISSN: 1974-9791. Italia : AIDIC. Lailiyah, Q., Baqiya, M., Darminto. 2012. Pengaruh Temperatur dan Laju Aliran Gas CO2 pada Sintesis Kalsium Karbonat Presipitat dengan Metode Bubbling. Jurnal Sains dan Seni ITS. Vol. 1, No. 1.ISSN: 2301-928X. Surabaya : ITS. Makvern Instrumen Limited. 2012. A Basic Guide to Particle Characterization. Tersedia di www.malvern.com. Malcom J. Crocker . 1997. Enclycopedia of Accoustic, Chapter 25 : Cavitation, Chapter 26 : Sonochemistry and Sonoluminescence.: John Wiley and Sons, Inc. ISBN : 0-471-17767-9, Volume 1. Mediadipora, T. 2006. Bahan Galian Industri di Indonesia. Bandung: Pusat Sumber Daya Geologi, Departemen ESDM.
  • 39. Munasir, Triwikantoro, M. Zainuri dan Darminto. 2012. Uji XRD dan XRF Pada Bahan Mineral (Betu Dan Pasir) Sebagai Sumber Material Cerdas (CaCO3 dan SiO2). Jurnal Penelitian Fisika dan Aplikasinya. Vol. 2, No.1: Surabaya Nikmatin, S., Maddu, A., Purwanto, S., Mandang, T., dan Purwanto, A. 2011. Analisa Struktur Mikro Pemanfaatan Limbah Kulit Rotan Menjadi Nanopartikel Selulosa Sebagai Pengganti Serat Sintetis. Jurnal Biofisika. Vol. 7. No. 1. Noviyanti, Jasrudin dan Sujiono, E. H. 2015. Karakterisasi Kalsium Karbonat Dari Batu Kapur Kelurahan Tellu Limpoe Kecamatan Suppa. Jurnal Sains dan Pendidikan Fisika. Jilid 11. No.2. Hal. 169-172. Pokrovsky, O.S. 1998. Precipitation of Calcium and Magnesium Carbonates From Homogeneous Supersaturated Solutions. Journal of Crystal Growth. 186: 233- 239. Rahmawati, A., Hartatiek dan Mufti, N. 2013. Pengaruh Lama Maturasi Pada Sintesis Komposit Hydroxyapatite-Polyethylene Glycol Terhadap Kristalinitas Dan Kekerasan. Jurnal Kimia. Universitas Negeri Malang: Malang. Sancaktar. E. dan Walker. E. 2004. Effects of Calsium Carbonate, Talc, Mica and Galss-Fiber Fillers on the Ultrasonic Weld Strength of Polypropylene. Journal of Applied Polymer Science. Vol. 94, 1986-1998. Shubri.E dan Armin, I. 2014. Penentuan Kualitas Batu Kapur dari Desa Halaban Kabupaten Lima Paluh Kota di Laboratorium Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Sumatera Barat. Universitas Bung Hatta: Padang. Skoog, D.A., Holler, F.J., Crouch, S.R., 2007. Principles of instrumental analysis, 6th ed. Thomson Brooks/Cole, Belmont, CA. Sujatno, A., Salam R., Bandriyana dan Dimyati. A. 2015. Studi Scanning Electron Microscopy (SEM) Untuk Karakterisasi Proses Oxidasi Paduan Zirkonium. Jurnal Forum Nuklir (JFN). Vol.9. No.2
  • 40. Supriyatna, Y.I. dan Suharta. 2013. Kajian Awal Pembuatan Kapur Tohor Memanfaatkan Tungku Blast Furnace. Seminar Fisika dan Aplikasinya. UPT.BPML – LIPI : Serpong. Tipler, PA. 1998. Fisika Untuk Sains dan Teknik. Ed ke-3. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Physics for Scientists and Engineers. 3rd Ed. Wulandary, Tyas. 2010. Sintesis Nanopartikel Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Berbasis Polimer Kitosan TPP Dengan Metode Emulsi. Skripsi. IPB : Bogor