Dokumen tersebut membahas analisis putusan Mahkamah Konstitusi mengenai penerapan asas retroaktif dalam kasus bom Bali 2002. Putusan MK menyatakan UU No. 16 Tahun 2003 tentang penerapan Perppu No. 2 Tahun 2002 bertentangan dengan UUD 1945. Namun, dokumen ini menyimpulkan bahwa penerapan asas retroaktif dalam kasus ini tidak bertentangan dengan UUD karena dilakukan secara terbatas dan demi keadilan dalam
2. NAMA ANGGOTA :
1. I NYOMAN BAYU WERDI PRADIPTA (2104551439)
2. I WAYAN ACELLO MODJA (2104551440)
3. GITA PARAMESWARI (2104551441)
4. ARMILDA FEBRIANA (2104551442)
5. I GUSTI BAGUS LANANG SATRIA WIBAWA (2104551443)
3. Predikat sarang teroris bagi Bangsa
Indonesia bukanlah tanpa alasan,
mengingat banyaknya peristiwa teror yang
pernah terjadi di Indonesia, serta
banyaknya Warga Negara Indonesia (WNI)
yang terlibat dalam tindak pidana
terorisme, baik dalam skala nasional
maupun internasional. Salah satu
peristiwa teror besar yang pernah
menimpa bangsa ini adalah pengeboman
yang terjadi di Sari Club, Paddy’s Pub,
dan di depan Kantor Konsulat Amerika di
Bali pada tanggal 12 Oktober 2002 yang
merenggut lebih dari 200 nyawa serta
melukai ratusan korban lainnya. Tidak
hanya penduduk dan wisatawan lokal saja
yang menjadi korban, tetapi justru
LATAR
BELAKANG
Kelompok 1
UNIVERSITAS
UDAYANA
Pada 18 Oktober 2002, Presiden Megawati
menandatangani Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor
1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme dan Perppu
Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan
Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
4. Tindak pidana terorisme diatur dalam Pasal
6 sampai dengan Pasal 19 Peraturan
Perundang- Undangan Nomor 1 Tahun 2002.
Selain itu juga ada aturan tindak pidana
lain yang berkaitan dengan tindak pidana
terorisme yang diatur dalam Pasal 20 sampai
dengan Pasal 24 Peraturan Perundang
Undangan Nomor 1 Tahun 2002.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2002 yang pada
tanggal 4 April 2003 disahkan menjadi
undang-undang, yaitu Undang-undang Nomor 15
Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1
Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme menjadi Undang-undang.
Perppu No. 2 Tahun 2002 ditetapkan menjadi
UU No. 16 Tahun 2003 pada awal tahun 2003.
PERPPU NOMOR 1 DAN 2 TAHUN
2002
Kelompok 1
UNIVERSITAS
UDAYANA
“setiap orang yang dengan sengaja
menggunakan kekerasan atau ancaman
kekerasan menimbulkan suasana teror atau
rasa takut terhadap orang secara meluas
atau menimbulkan korban yang bersifat
massal dengan cara merampas kemerdekaan
atau hilangnya nyawa dan harta benda orang
lain, atau menyebabkan kerusakan atau
kehancuran terhadap objek-objek vital yang
strategis atau lingkungan hidup atau
fasilitas publik atau fasilitas
internasional, dipidana dengan pidana mati
atau penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun.”
Pasal 6 Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002
5. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
pemberlakuan PERPU Nomor 1 Tahun 2002
tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme melalui PERPU Nomor 2 Tahun 2002,
yang kemudian ditetapkan sebagai undang-
undang yang mengesampingan prinsip non-
retroaktif karena:
• Perbuatan yang dinyatakan sebagai
perbuatan pidana terorisme oleh PERPU
Nomor 1 Tahun 2002 berdasarkan hukum
positif yang telah ada sebelumnya pun
sudah merupakan perbuatan pidana atau
kejahatan;
• PERPU Nomor 1 Tahun 2002 juga tidak
memperberat ancaman hukuman terhadap
perbuatan yang oleh PERPU Nomor 1 Tahun
2002 itu dinyatakan sebagai tindak pidana
terorisme.
PERPPU NOMOR 1 DAN 2 TAHUN
2002
Kelompok 1
UNIVERSITAS
UDAYANA
6. Namun salah satu terdakwa bom bali I saat
itu, Masykur Abdul Kadir kemudian
mengajukan permohonan judicial
review terhadap UU No. 16 Tahun 2003
tentang Penerapan Perppu No. 2 Tahun 2002
tentang Pemberlakuan Perppu No. 1 Tahun
2002 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Akhirnya,
pada 23 Juli 2004, Makhamah Konstitusi
melalui Putusan MK No. 013/PUU-I/2003
membatalkan UU No. 16 Tahun 2003 tentang
Penerapan Perppu No. 2 Tahun 2002 tentang
Pemberlakuan Perppu No. 1 Tahun
2002 dinyatakan bertentangan
dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak
memiliki kekuatan hukum mengikat.
Dalam putusannya, lima orang majelis hakim
mengabulkan permohonan judicial
review terhadap UU No. 16 Tahun 2003 karena
keberlakuan UU tersebut bertentangan dengan
UUD Tahun 1945. Hal ini merujuk pada Pasal
28I UUD 1945
PUTUSAN MK NO. 013/PUU
I/2003
Kelompok 1
UNIVERSITAS
UDAYANA
“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa,
hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,
hak beragama, hak untuk tidak diperbudak,
hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan
hukum dan hak untuk tidak dituntut atas
dasar hukum yang berlaku surut adalah hak
asasi manusia yang tidak dapat dikurangi
dalam keadaan apapun”
Pasal 28 I Ayat 1 UUD 1945 Amandemen
ke-2
7. Berlaku surut atau sering disebut dengan asas retroaktif adalah pemberlakuan peraturan
perundang-undangan lebih awal daripada saat pengundangannya. Peraturan tidak boleh
diberkakukan secara surut sudah menjadi pengetahuan umum. Gunanya adalah untuk
menghormati prisip negara hukum (Rechtstaat) dan untuk melindungi hak asasi manusia
sebagaimana yang diatur dalam pasal 28 I ayat 1 UUD 1945 amandemen ke-2 (dua). Bahwa,
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan pemberlakuan PERPU Nomor 1 Tahun 2002 melalui PERPU
Nomor 2 Tahun 2002, yang kemudian ditetapkan sebagai undang-undang, yaitu Undang-undang
Nomor 16 Tahun 2003, tidak terdapat cukup alasan untuk menyatakan bahwa pemberlakuan
secara retroaktif PERPU Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
oleh PERPU Nomor 2 Tahun 2002 (yang kemudian ditetapkan menjadi Undang-undang Nomor 16
Tahun 2003) telah menyimpang baik dari pembatasan-pembatasan normatif yang dikenal dalam
berbagai instrumen hukum internasional maupun dari argumen-argumen praktis dalam
hubungannya dengan pengesampingan prinsip non-retroaktif karena:
Perbuatan yang dinyatakan sebagai perbuatan pidana terorisme oleh PERPU Nomor 1 Tahun
2002 berdasarkan hukum positif yang telah ada sebelumnya pun sudah merupakan perbuatan
pidana atau kejahatan;
PERPU Nomor 1 Tahun 2002 juga tidak memperberat ancaman hukuman terhadap perbuatan yang
oleh PERPU Nomor 1 Tahun 2002 itu dinyatakan sebagai tindak pidana terorisme.
ASAS
RETROAKTIF
Kelompok 1
UNIVERSITAS
UDAYANA
8. Meski diakui sukar untuk merasionalisasi
pemberlakuan Undang-undang Tindak Pidana
secara Retroaktif, akan tetapi harus
dipahami inti azas Non-retroaktif adalah
larangan untuk mengkriminalisasi
perbuatan yang bukan satu tindak pidana
saat dilakukan ataupun menaikkan hukuman
yang diancamkan pada perbuatan yang
dilarang. Secara umum suatu undang-
undang adalah bersifat non-retroaktif,
yaitu tidak boleh berlaku secara surut.
Akan tetapi, untuk hal-hal tertentu
dimungkinkan untuk diberlakukan surut,
contohnya ketentuan-ketentuan Pasal 1
ayat (2) KUHP dan pasal 43 ayat (1) UU
Pengadilan HAM
Kelompok 1
UNIVERSITAS
UDAYANA
dalam kasus bom Bali, delik yang diatur
pada dasarnya telah merupakan kejahatan
yang dilarang dan diancam pidana-dalam
Undang-undang tindak pidana sebelumnya
dan dengan ancaman pidana maksimum yang
sama dengan yang diatur dalam Undang-
undang sebelumnya telah ada dan
kesadaran hukum yang hidup sebelum
pemberlakuan UU tersebut telah juga
menganggapnya satu kejahatan (Mala
Propria), oleh karenanya secara
substantive larangan Nulla Poena, Nullum
Delictum Sine Lege Praevia, tidak
dilanggar meski ada aspek lain dalam UU
No. 15 dan 16 tahun 2002 yang menyangkut
acara juga dinyatakan surut.
ASAS
RETROAKTIF
9. Maka dari itu, asas retroaktif yang
digunakan dalam Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2003 ini dapat dikatakan masih
memiliki peran dalam penegakan Hak Asasi
Manusia. Justru dengan adanya Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2003 menjadi
terobosan baru kasus besar yang belum
ada peraturannya. Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2003 ini secara tidak langsung
melindungi hak asasi manusia yang tidak
dapat dihapuskan sesuai perundang
undangan, yaitu hak hidup. Dasar hukum
diperbolehkannya asas retroaktif
terdapat pada pasal 103 KUHP. Kendala
yang dihadapi oleh aparat penegak hukum
dalam proses terkait penerapan asas
retroaktif dalam Pasal 46 Peraturan
Perundang- Undangan Nomor 1 Tahun 2002
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme adalah masih belum kuatnya
penerapan hukum acara pidana terkait
terorisme itu sendiri.
Kelompok 1
UNIVERSITAS
UDAYANA
Badan Intelijen Negara memiliki wewenang
penuh atau cukup kuat terkait
pemberantasan tindak pidana terorisme.
Kewenangan ini, jika tidak diatur dalam
proses beracaranya, juga akan
bertentangan dengan nilai-nilai hukum.
Aparat penegak hukum dapat saja
melakukan hal yang sewenang-wenang dalam
proses interogasi pelaku terorisme.
Padahal, dalam hukum sendiri dipegang
teguh prinsip presumption of innocent.
ASAS
RETROAKTIF
10. Berdasar seluruh uraian tersebut di atas, Undang-undang No. 16 tahun 2002 jo. Perpu No.
2 tahun 2002 tentang perberlakuan Undang-undang No. 15 tahun 2002 jo. Perpu No. 1 tahun
2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme secara retroaktif atau berlaku surut
pada peristiwa Peledakan Bom di Bali tanggal 12 Oktober 2002 tidak bertentangan dengan
Undang-undang Dasar 1945, karena dilakukan secara terbatas dan dilakukan demi tegaknya
rasa keadilan dalam situasi yang khusus, serta tidak terdapat alasan yang memaksakan
(compelling reason) untuk tidak memperlakukan Undang-undang tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme tersebut, pada Peristiwa Peledakan Bom Bali Tanggal 12 Oktober
2002.
Kelompok 1
UNIVERSITAS
UDAYANA
KESIMPULAN