SlideShare a Scribd company logo
1 of 94
Download to read offline
ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA
JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA
TUGAS AKHIR B
Diajukan sebagai syarat menyelesaikan jenjang sarjana Strata Satu (S1) di Program Studi
Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung
Oleh:
DITA APRILIA PUTRA
12017023
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2022
i
LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL TUGAS AKHIR B
ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA
JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA
Diajukansebagaisyaratmelakukan TugasAkhir-SarjanaStrataSatu(S1),
ProgramStudiTeknikGeologi,FakultasIlmudanTeknologiKebumian,
Institut Teknologi Bandung
Mengajukan,
Dita Aprilia Putra
NIM 12017023
Menyetujui,
Pembimbing 1
Dr. Dasapta Erwin Irawan, S.T., M.T.
NIP. 197604172008011007
ii
ABSTRAK
ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL-TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA
JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA
Oleh:
Dita Aprilia Putra
12017023
Daerah penelitian berfokus pada daerah dataran pantai utara Jakarta. Secara administratif,
daerah penelitian terletak pada Jakarta Utara, sebagian Jakarta Barat, Jakarta Pusat, dan Jakarta
Timur dengan luas 295,2 km2
. Airtanah bebas di daerah pesisir dipengaruhi oleh presipitasi air
hujan, pengaruh air laut, dan aktivitas antropogenik. Permasalahan yang umum terjadi berupa
kontaminasi air tawar oleh air asin dan penurunan kualitas airtanah akibat pengaruh aktivitas
manusia. Nitrat dan ammonium dapat digunakan sebagai indikator pencemaran airtanah bebas
oleh aktivitas manusia. Kadar nitrat dan ammonium yang tinggi pada airtanah dapat
menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan manusia dan ekosistem. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengidentifikasi parameter fisik dan kimia airtanah bebas pada daerah penelitian,
menentukan persebaran kontaminan nitrat dan ammonium, serta mengevaluasi kualitas airtanah
bebas menggunakan metode WQI (Water Quality Index).
Daerah penelitian terdiri dari dua satuan geomorfologi, yaitu Satuan Geomorfologi Dataran
Pantai dan Satuan Geomorfologi Kipas Gunungapi Bogor. Geologi daerah penelitian terdiri dari
Tuf Banten, Endapan Kipas Aluvial, Endapan Pematang Pantai, dan Aluvial. Hidrogeologi
daerah penelitian terdiri dari akuifer dengan aliran melalui ruang antar butir yang terdiri dari
beberapa akifer batupasir.
Penentuan karakteristik fisik dan kimia airtanah dilakukan pada 10 titik sumur yang bersumber
dari Balai Konservasi Airtanah Jakarta tahun 2018 – 2020. Seluruh sumur diasumsikan berada
pada sistem akifer bebas dengan kedalaman MAT 0,18 – 1,15 m di bawah muka tanah. Air
tanah di daerah penelitian memiliki nilai TDS berkisar antara 192 – 6.348 mg/L, DHL berkisar
antara 283 – 9520 µS/cm, dan pH berkisar antara 6,5 – 8,5. Airtanah daerah penelitian dapat
dikelompokkan menjadi air tawar, air tawar – payau, dan air payau. Komposisi kimia airtanah
di daerah penelitian memiliki tren kation dan anion Na+
> Ca2+
> Mg2+
> K+
> NH4
+
dan Cl-
>
HCO3
-
> SO4
2-
> NO3
-
. Nilai nitrat di daerah penelitian berkisar antara 0 - 44 mg/L. Nilai
tersebut masih dibawah ambang batas nitrat untuk air minum, yaitu < 50 mg/L. Nilai
ammonium berkisar antara 0 – 13 mg/L. Nilai tersebut melebihi nilai ambang batas untuk air
minum, yaitu 1,5 mg/L. Fasies airtanah di daerah penelitian terdiri dari tipe Na-Cl, Na-HCO3,
dan Ca-HCO3, serta airtanah yang berubah fasies. Komposisi kimia airtanah di daerah penelitian
dipengaruhi oleh air laut, presipitasi dan evaporasi, interaksi dengan batuan berupa pertukaran
kation, serta aktivitas antropogenik. Kualitas airtanah di daerah penelitian dengan metode WQI
terdiri dari airtanah dengan kualitas baik, buruk, sangat buruk, dan tidak layak konsumsi.
Kata kunci: spasial-temporal, pesisir Jakarta, aktivitas manusia, kualitas airtanah
iii
ABSTRACT
SPATIAL-TEMPORAL HYDROCHEMISTRY ANALYSIS OF UNCONFINED
GROUNDWATER IN NORTH JAKARTA AND SURROUNDING AREA
By:
Dita Aprilia Putra
12017023
The research area focuses on the coastal plains of northern Jakarta. Administratively, the
research area is located in North Jakarta including West Jakarta, Central Jakarta, and East
Jakarta with an estimation area is about 295,2 km2
. Groundwater in coastal areas is affected
by rainwater precipitation, the influence of seawater, and anthropogenic activities. Problems
that commonly occur in the coastal area are typically connected to contamination of freshwater
by saline water and groundwater quality deterioration due to the influence of human activities.
Nitrate and ammonium can be used as contamination indicators influenced by anthropogenic
activities. A high-level concentration of nitrate and ammonium in groundwater has a negative
impact on human health also the ecosystem. The purpose of this research was to identify the
physical and chemical parameters of unconfined groundwater in the study area, determine the
distribution of nitrate and ammonium contaminants, and evaluate unconfined groundwater quality
using the WQI (Water Quality Index) method.
The research area consists of two geomorphological units, namely the Coastal Plain
Geomorphological Unit and the Bogor Volcano Fan Geomorphology Unit. The geology of the
research area consists of Banten tuff, Alluvial Fan Deposit, Beach Ridge Deposit, and Alluvial.
The hydrogeology of the study area consists of aquifers with flow through inter-grain spaces
consisting of several sandy aquifers.
Determination of the physical and chemical characteristics of groundwater was carried out at
10 wells sourced by the Jakarta Groundwater Conservation Center during 2018 - 2020. All
wells are assumed to be in an unconfined aquifer system with the depth of water level range
between 0,18 – 1,15 m below ground level. Groundwater in the study area has a TDS value
ranging from 192 – 6,348 mg/L, DHL ranging from 283 – 9520 S/cm, and pH ranging from 6.5
– 8.5. Groundwater in the study area can be grouped into freshwater, fresh-brackish water,
and brackish water. The chemical composition of groundwater in the research area has a trend
of cations and anions Na+
> Ca2+
> Mg2+
> K+
> NH4
+
and Cl-
> HCO3
-
> SO4
2-
> NO3
-
.
Nitrate values in the research area ranged from 0 - 44 mg/L. This value is below the nitrate
threshold for drinking water, which is < 50 mg/L. Ammonium values ranged from 0 – 13 mg/L.
This value exceeds the threshold value for drinking water, which is 1,5 mg/L. The groundwater
facies in the research area consisted of four types, i.e, Na-Cl, Na-HCO3, Na-SO4, dan Ca-
HCO3, as well as groundwater that changed facies. The chemical composition of groundwater
in the research area is influenced by seawater, precipitation and evaporation, interactions with
rocks in the form of cation exchange, and anthropogenic activities. Groundwater quality in the
research area using the WQI method can be grouped as good, bad, very poor, and unsuitable for
drinking.
Keywords: spatial-temporal, coastal Jakarta, anthropogenic activities, groundwater quality
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat karunia dan anugerah-
Nya, sehingga laporan tugas akhir yang berjudul “Analisis Hidrokimia Spasial Temporal
Airtanah Bebas di Kota Jakarta Utara dan Sekitarnya” dapat penulis selesaikan. Laporan ini
disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S-1) di Program Studi
Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung.
Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis menerima banyak bantuan dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Aswar Ahdar (Ayah) dan Nursel (Ibu) yang telah memberi dukungan dan doa untuk
penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir dengan baik.
2. Dr. Dasapta Erwin Irawan, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan kritik dan saran yang membangun, serta membantu penulis terkait
pengerjaan tugas akhir dan pembiayaan dari awal mengerjakan hingga selesai.
3. Dr. Rachmat Fajar Lubis dan Hendra Bakti, S.T., M.T. selaku pembimbing dari LIPI
yang telah menyediakan data, memberikan kritik, dan saran yang membangun, serta
membantu penulis terkait pengerjaan tugas akhir dan survei ke lapangan untuk
mengetahui kondisi langsung di daerah penelitian penulis.
4. Dosen dan staf di Program Studi Teknik Geologi ITB atas ilmu yang telah diberikan
kepada penulis selama masa perkuliahan.
5. Dziki, Enggal, Fadhlan, Farhan, dan Rifky selaku teman satu bimbingan yang
menemani, memberi semangat, dan membantu penulis mengambil data, mengolah data,
membuat laporan, dan bertukar pikiran.
6. Balai Konservasi Airtanah Jakarta (BKAT) dan Dinas Lingkungan Hidup Jakarta (DLH
DKI Jakarta) yang telah mengizinkan penulis menggunakan data airtanah dan data air
sungai sebagai bahan penelitian.
7. Agie, Agung, Amir, Bondan, Dary, Farid, Fayed, dan Jomi yang telah meluangkan
waktu untuk berbincang, diskusi, dan memberi semangat bagi penulis dalam
mengerjakan tugas akhir.
8. Teman-teman Teknik Geologi 2017 dan keluarga HMTG “GEA” ITB.
v
9. Pihak-pihak lain yang belum dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan laporan tugas akhir ini.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini terdapat ketidaksempurnaan terkait penulisan, materi,
dan lain-lain. Oleh karena itu, penulis memohon maaf apabila terdapat kekeliruan dalam tugas
akhir ini. Penulis mengharapkan saran dan masukan yang membangun agar penulis bisa
menjadi lebih baik kedepannya. Semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat digunakan dengan
baik oleh pembaca.
Bandung, 8 Maret 2022
Bandung, 8 Maret 2022
Penulis,
Dita Aprilia Putra
12017023
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................................................i
ABSTRAK .................................................................................................................................ii
ABSTRACT................................................................................................................................iii
KATA PENGANTAR...............................................................................................................iv
DAFTAR ISI.............................................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................................viii
DAFTAR TABEL.....................................................................................................................xi
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN...................................................................................................................... 1
I.1 Latar Belakang .................................................................................................................. 1
I.2 Maksud dan Tujuan Penelitian.......................................................................................... 3
I.3 Batasan Masalah................................................................................................................ 3
I.4 Lokasi Penelitian............................................................................................................... 4
I.5 Metode dan Tahapan Penelitian ........................................................................................ 5
I.5.1 Metode Penelitian....................................................................................................... 5
I.5.2 Tahapan Penelitian ..................................................................................................... 6
I.6 Diagram Alir Penelitian .................................................................................................... 7
I.7 Sistematika Penulisan........................................................................................................ 8
BAB II...................................................................................................................................... 10
GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI....................................................................................... 10
II.1 Geologi dan Hidrogeologi Regional.............................................................................. 10
II.1.1 Fisiografi Regional.................................................................................................. 10
II.1.2 Geomorfologi Regional........................................................................................... 12
II.1.3 Stratigrafi Regional ................................................................................................. 13
II.1.4 Struktur Geologi Regional ...................................................................................... 20
II.2 Hidrogeologi Regional................................................................................................... 24
BAB III..................................................................................................................................... 28
DASAR TEORI........................................................................................................................ 28
III.1 Siklus Hidrologi............................................................................................................ 28
III.2 Satuan Hidrogeologi..................................................................................................... 29
III.3 Komposisi Kimia Airtanah........................................................................................... 31
III.4 Fasies Hidrokimia Airtanah.......................................................................................... 32
III.5 Evolusi Airtanah........................................................................................................... 34
vii
III.6 Total Dissolved Solids (TDS) dan pH .......................................................................... 35
III.7 Spesies Nitrogen........................................................................................................... 37
BAB IV .................................................................................................................................... 41
HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................................................ 41
IV.1 Karakteristik Fisik dan Kimia Airtanah ....................................................................... 41
IV.1.2 Analisis Statistik Paremeter Fisik dan Kimia Airtanah ......................................... 44
IV.1.3 Analisis Krakteristik Fisik Airtanah ...................................................................... 48
IV.1.4 Analisis Karakteristik Kimia Airtanah .................................................................. 54
IV.2 Analisis Nitrat dan Amonium Pada Airtanah............................................................... 63
IV.2.1 Distribusi Nitrat dan Amonium Pada Airtanah ..................................................... 63
IV.2.2 Identifikasi Sumber Nitrat dan Amonium ............................................................. 67
IV.3 Kualitas Airtanah Daerah Penelitian ............................................................................ 71
BAB V...................................................................................................................................... 76
SINTESIS GEOLOGI.............................................................................................................. 76
BAB VI .................................................................................................................................... 78
KESIMPULAN ........................................................................................................................ 78
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 79
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar I.1 Grafik jumlah penduduk di Jakarta Utara pada tahun 2010 – 2020 berdasarkan
BPS DKI Jakarta (2021)..................................................................................... 1
Gambar I.2 Daerah penelitian berdasarkan (yang bertanda kotak merah)................................. 5
Gambar I.3 Diagram Alir Penelitian. ......................................................................................... 8
Gambar II.1 Peta fisiografi Jawa Barat (Van Bemmelen, 1949). ............................................ 10
Gambar II.2 Peta geomorfologi DKI Jakarta (modifikasi dari Goei, 1965 dan Soewijanto,
1977 dalam Marilyn, 2012). ............................................................................. 12
Gambar II.3 Stratigrafi daerah penelitian (ditandai kotak berwarna merah) kompilasi dari
Fachri dkk (2002); Turkandi dkk (1992).......................................................... 14
Gambar II.4 Peta geologi DKI Jakarta dan sekitarnya (Fachri dkk., 2002)............................. 17
Gambar II.5 Peta geologi, penampang geologi bawah permukaan, dan kolom stratigrafi
daerah penelitian (Turkandi dkk., 1992; Assegaf dkk., 2017). ........................ 19
Gambar II.6 Peta provinsi tektonik Jawa Barat (Darman dan Sidi, 2000)............................... 20
Gambar II.7 Daerah Cekungan Utara terdiri dari Cekungan Utara Jawa Barat dan Cekungan
Sunda-Asri (Kohar dkk., 1996 dalam Darman dan Sidi, 2000). ...................... 21
Gambar II.8 Penampang barat-timur Jawa Barat Utara (Padmosukismo dan Yahya, 1974
dalam Fachri dkk., 2002).................................................................................. 21
Gambar II.9 Peta struktur Sub Cekungan Ciputat (Pertamina BPPKA, 1996 dalam Fachri
dkk., 2002). Kontur struktur dalam milidetik TWT. ........................................ 22
Gambar II.10 Peta struktur Sub Cekungan Ciputat (Pertamina BPPKA, 1996 dalam Fachri
dkk., 2002). Kontur struktur dalam milidetik TWT. ........................................ 23
Gambar II.11 Hidrogeologi bawah permukaan Cekungan Airtanah Jakarta (Soekardi dan
Purbohadiwidjojo, 1975 dalam Suherman dan Sudaryanto, 2009). ................. 25
Gambar II.12 Kolom Stratigrafi dan hidrostratigrafi Cekungan Airtanah Jakarta (daerah
penelitian ditunjukkan kotak warna merah) (Fachri dkk., 2002)...................... 26
Gambar II.13 Peta hidrogeologi daerah penelitian (Murtianto, 1993)..................................... 27
Gambar III.1 Siklus hidrologi (Todd dan Mays, 2004)............................................................ 28
Gambar III.2 Tipe akifer: A. akifer tertekan; B. akifer bebas; C. Akifer bocor (Kruseman dan
de Ridder, 1994). .............................................................................................. 29
Gambar III.3 Contoh tipologi sistem akifer endapan fluvial (Freeze dan Cherry, 1979). ....... 30
Gambar III.4 Diagram Piper untuk penentuan fasies airtanah (Fetter, 1994).......................... 33
ix
Gambar III.5 Diagram Stiff (Fetter, 1994)............................................................................... 34
Gambar III.6 Spesies Nitrogen dan kondisi redoks utama (Clark, 2015). ............................... 37
Gambar III.7 Siklus nitrogen (Clark, 2015). ............................................................................ 38
Gambar III.8 Kondisi pH-redoks untuk reaksi transformasi nitrogen (Clark, 2015)............... 40
Gambar IV.1 Curah hujan bulanan daerah penelitian tahun 2018 – 2020 (BPS, 2021). ......... 41
Gambar IV.2 Peta distribusi sampel airtanah dan air sungai di daerah penelitian................... 44
Gambar IV.3 Korelasi pearson parameter hidrokimia airtanah. .............................................. 46
Gambar IV.4 Grafik bivariat ion utama (a) Na dan Cl; (b) Mg dan Na; (c) Ca dan Na; (d) Mg
dan Ca............................................................................................................... 47
Gambar IV.5 Nilai TDS pada masing – masing airtanah 2018 – 2020 (a) Variasi nilai TDS
2018 – 2020; (b) Perbandingan nilai TDS saat musim kemarau dengan musim
hujan tahun 2020. ............................................................................................. 48
Gambar IV.6 Peta persebaran nilai TDS airtanah di daerah penelitian 2018 – 2020. ............. 50
Gambar IV.7 Persebaran nilai DHL pada masing – masing airtanah 2018 – 2020 (a) Variasi
nilai DHL 2018 – 2020; (b) Perbandingan nilai DHL saat musim kemarau
dengan musim hujan tahun 2020...................................................................... 51
Gambar IV.8 Persebaran nilai pH pada airtanah 2018 – 2020 (a) Variasi nilai pH 2018 – 2020;
(b) Perbandingan nilai pH saat musim kemarau dengan musim hujan tahun
2020. ................................................................................................................. 52
Gambar IV.9 Peta persebaran nilai pH airtanah di daerah penelitian tahun 2018 – 2020. ...... 53
Gambar IV.10 Hasil plot data hidrokimia pada Diagram Piper (1944). .................................. 56
Gambar IV.11 Diagram Stiff (1951) untuk sampel airtanah di daerah penelitian (biru tahun
2018, hijau tahun 2019, kuning tahun 2020 musim hujan, merah tahun 2020
musim kemarau). .............................................................................................. 58
Gambar IV.12 Proses pengendali komposisi kimia airtanah daerah penelitian (Chadha, 1999).
.......................................................................................................................... 60
Gambar IV.13 Proses pengendali komposisi kimia airtanah (Gibbs, 1970). ........................... 61
Gambar IV.14 Diagram CAI sampel airtanah dari tahun 2018 – 2020 berdasarkan Diagram
Schoeller (1965). .............................................................................................. 62
Gambar IV.15 Distribusi nilai nitrat dan amonium pada masing – masing sampel airtanah di
daerah penelitian tahun 2018-2020 (a) nitrat; (b) amonium............................. 64
Gambar IV.16 Peta persebaran nilai nitrat airtanah di daerah penelitian tahun 2018 – 2020.. 65
Gambar IV.17 Peta persebaran amonium airtanah di daerah penelitian tahun 2018 – 2020... 66
x
Gambar IV.18 Estimasi sumber nitrat berdasarkan rasio nitrat-klorida terhadap konsentrasi
klorida (Widory dkk., 2005)............................................................................. 67
Gambar IV.19 Diagram rasio nitrat-klorida untuk mengetahui tingkat kontaminasi nitrat pada
airtanah (Askri, 2015)....................................................................................... 68
Gambar IV.20 Peta persebaran nitrat air sungai di daerah penelitian tahun 2018 – 2020....... 69
Gambar IV.21 Hubungan jarak dari sungai dengan konsentrasi nitrat dalam airtanah............ 71
Gambar IV.22 Kualitas airtanah di daerah penelitian berdasarkan nilai WQI......................... 74
Gambar IV.23 Peta persebaran kualitas airtanah di daerah penelitian tahun 2018 – 2020
metode WQI. .................................................................................................... 75
Gambar V.1 Peta perubahan garis pantai Jakarta (Zaim dkk., 1999)....................................... 77
xi
DAFTAR TABEL
Tabel I.1 Tabulasi data penelitian .............................................................................................. 6
Tabel III.1 Klasifikasi Airtanah berdasarkan Total Dissolved Solid (Freeze dan Cherry, 1979).
............................................................................................................................... 35
Tabel III.2 Klasifikasi airtanah berdasarkan pH (Tikhomirov, 2016)...................................... 36
Tabel III.3 Klasifikasi airtanah berdasarkan DHL (Tikhomirov, 2016). ................................. 36
Tabel IV.1 Data parameter fisik airtanah daerah penelitian tahun 2018 – 2020...................... 42
Tabel IV.2 Data parameter kimia airtanah daerah penelitian tahun 2018 – 2020.................... 43
Tabel IV.3 Rangkuman statistik parameter hidrokimia airtanah tahun 2018 – 2020. ............. 45
Tabel IV.4 Klasifikasi airtanah daerrah penelitian berdasarkan nilai TDS (Freeze dan Cherry,
1979)...................................................................................................................... 51
Tabel IV.5 Hasil perhitungan kesetimbangan ion pada airtanah di daerah penelitian............. 55
Tabel IV.6 Kalsifikasi kualitas airtanah berdasarkan WQI...................................................... 73
Tabel IV.7 Penghitungan bobot relatif masing – masing parameter hidrokimia. .................... 73
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Daerah Jakarta Utara yang berbatasan langsung dengan Teluk Jakarta memiliki potensi
pencemaran airtanah yang cukup tinggi. Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya di
Jakarta Utara (Gambar I.1) dapat menimbulkan berbagai polutan masuk ke sistem airtanah
terutama pada sistem akifer bebas. Kandungan nitrat dan amonium pada airtanah dapat
digunakan sebagai indikator pengaruh antropogenik yang berpotensi mengurangi kualitas
airtanah. Kehadiran nitrat dan amonium yang berlebihan pada airtanah jika dikonsumsi
sebagai air minum memiliki dampak negatif untuk anak – anak seperti methemoglobinemia
atau yang dikenal dengan blue baby syndrome (Fewtrell, 2004) dan kanker perut bagi orang
dewasa (WHO, 2017). Selain itu kehadiran nitrat dalam air juga berpotensi menyebabkan
terganggunya kesetimbangan ekosistem seperti pertumbuhan alga yang tidak terkontrol dan
dikenal dengan istilah “ledakan alga”. Sedangkan amonium tidak menimbulkan risiko
langsung terhadap manusia (Umezawa dkk., 2008).
Gambar I.1 Grafik jumlah penduduk di Jakarta Utara pada tahun 2010 – 2020 berdasarkan
BPS DKI Jakarta (2021).
1550000
1600000
1650000
1700000
1750000
1800000
1850000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Jumlah
Penduduk
Tahun
Jumlah Penduduk Daerah Penelitian
2
Kondisi lingkungan sekitar sangat mempengaruhi kondisi dan kualitas airtanah dangkal pada
sistem akuifer bebas. Nitrat masuk ke sistem airtanah dapat berasal dari presipitasi langsung
dari air hujan yang mengandung nitrogen dan teroksidasi, interaksi airtanah dan air sungai
yang mengandung nitrat dan bersifat influent, amonia yang teroksidasi oleh bakteri menjadi
nitrat, dan aktivitas manusia lainnya seperti limbah rumah tangga dan industri. Sedangkan
amonium dapat berasal dari tempat pembuangan akhir (TPA) dan septic tank, atau pabrik
pembuangan limbah lainnya, serta pupuk dan material organik (Bohlke, 2006; Umezawa
dkk., 2008).
Terdapat 13 sungai besar yang bermuara ke Teluk Jakarta yang melewati Jakarta Utara dan
mengandung sedimen serta limbah domestik yang berasal dari daratan dan dapat mencemari
perairan di Teluk Jakarta. Interaksi antara airtanah dan airsungai di sekitar muara sungai di
Jakarta adalah influent (Lubis dkk., 2011). Sehingga kondisi sungai yang terkontaminasi
berpotensi membawa polutan dari permukaan ke sistem airtanah Jakarta Utara dan
sekitarnya.
Pandangan mengenai keberadaan nitrat dan amonium pada airtanah di DKI Jakarta menurut
penelitian sebelumnya diuraikan sebagai berikut:
1. Sudaryanto dan Suherman (2008), berdasarkan 32 sampel airtanah dari akifer tidak
tertekan dan airtanah tertekan di DKI Jakarta, tingginya kandungan nitrat diperkotaan
disebabkan oleh besarnya masukan limbah rumah tangga yang dipengaruhi oleh
tingkat kepadatan penduduk dan umur suatu pemukiman. Dalam kesimpulannya
dijelaskan bahwa pengambilan airtanah yang tidak terkendali telah memicu
terjadinya perubahan hidrostatis dan menyebabkan migrasi polutan nitrat ke akuifer
airtanah.
2. Umezawa dkk. (2008), berdasarkan perbandingan analisis isotop δ15
N dan δ18
Opada
sampel airtanah dangkal, airtanah dalam, dan air sungai di Kota Jakarta, Manila, dan
Bangkok menyebutkan bahwa sumber utama kontaminasi nitrat dan amonium di
Jakarta disebabkan oleh limbah buangan manusia yang mengalir melalui saluran
pembuangan yang bocor.
3. Lubis. R.F. dkk (2009), analisis kandungan nitrat pada sampel airtanah dangkal
dengan kedalaman 0 – 40 m menunjukkan tingginya kandungan nitrat dapat
menurunkan pH airtanah. Kandungan nitrat lebih tinggi pada sumur gali daripada
sumur produksi dan sumur pantau sehingga disimpulkan bahwa hanya airtanah
dangkal yang terpengaruh oleh limbah domestik.
3
4. Saito.M. dkk (2009), berdasarkan distribusi airtanah, dan komposisi kimia dan isotop
airtanah potensi penurunan kandungan nitrat di Jakarta relatif masih rendah.
Kandungan nitrat pada airtanah dangkal menurun seiring aliran airtanah yang
diperkirakan akibat proses denitrifikasi.
5. Putri, M.R.A dan Hartati, S.T. (2017), berdasarkan parameter fisika, kimia dan
biologi perairan di Teluk Jakarta, rendahnya kadar oksigen dan tingginya kadar
nitrat, ammonia, dan fosfat merupakan faktor utama penyebab kematian massal ikan.
Sebanyak 13 muara sungai besar yang bermuara di Teluk Jakarta yang mengandung
limbah domestik dari daratan merupakan salah satu faktor penyebab tingginya kadar
nutrien di perairan Teluk Jakarta.
I.2 Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah adalah sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang
telah dipelajari di bangku perkuliahan, serta digunakan sebagai materi kajian ilmiah tugas
akhir untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan Pendidikan sarjana strata satu (S1) di
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung (ITB).
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi karakteristik fisik dan kimia airtanah bebas pada daerah Jakarta
Utara dan sekitarnya.
2. Menentukan persebaran kontaminan nitrat dan amonium pada airtanah bebas
serta kaitannya dengan kondisi lingkungan di sekitar daerah penelitian.
3. Mengevaluasi kualitas airtanah dalam rentang waktu 2018 – 2020.
I.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini antara lain:
1. Daerah penelitian terletak di daerah Jakarta Utara dan sekitarnya yang difokuskan pada
daerah disekitar muara sungai.
2. Penelitian difokuskan pada airtanah yang terdapat dalam sistem akifer bebas serta
hubungan dengan kondisi lingkungan disekitarnya.
4
3. Penelitian yang dilakukan meliputi identifikasi karakteristik dan penyebaran tipe
airtanah yang terdapat dalam sistem akifer bebas.
Analisis karakteristik airtanah meliputi analisis kimia airtanah berupa kandungan ion –
ion utama seperti kalsium, magnesium, natrium, kalium, bikarbonat, klorida, dan sulfat,
serta ion nitrat dan amonium. Analisis karakteristik fisik airtanah berupa total padatan
terlarut (TDS), pH, dan daya hantar listrik (DHL). Analisis airtanah dilakukan pada
sampel airtanah dalam rentang waktu tahun 2018 - 2020.
4. Analisis kondisi tatanan geologi daerah penelitian berdasarkan data sekunder yang
meliputi penyebaran batuan, stratigrafi, struktur geologi, dan hidrogeologi Cekungan
Airtanah Jakarta.
I.4 Lokasi Penelitian
Secara geografis, daerah penelitian berada pada koordinat UTM 685811 – 718988 mT dan
9315441 – 9329730 mU dengan luas daerah penelitian ±295,2 km2
. Daerah penelitian secara
administratif termasuk ke dalam empat kota, yaitu Kota Jakarta Utara, Jakarta Pusat, Jakarta
Timur, dan Kota Jakarta Barat (Gambar I.2). Daerah penelitian berada di pesisir utara Jakarta
yang terletak disekitar Teluk Jakarta dengan rentang elevasi – 39 m di atas permukaan laut.
Daerah penelitian termasuk pada Peta Geologi Lembar Jakarta dan Kepulauan Seribu
(Turkandi dkk., 1992) dengan skala 1: 100.000 yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi dan Peta Hidrogeologi Indonesia Lembar Jakarta (Murtianto, 1993)
dengan skala 1: 100.000 yang diterbitkan oleh Direktorat Geologi Tata Lingkungan. Daerah
penelitian dapat dicapai dengan transportasi darat dari Kota Bandung dengan waktu tempuh
4 – 5 jam perjalanan.
5
Gambar I.2 Daerah penelitian berdasarkan (yang bertanda kotak merah).
I.5 Metode dan Tahapan Penelitian
I.5.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini diawali dengan studi literatur. Kemudian
dilanjutkan dengan pengumpulan data sekunder berupa data sifat fisik dan kimia airtanah
melalui Balai Konservasi Airtanah (BKAT) DKI Jakarta 2018 – 2020 serta data nitrat air
sungai dari Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta 2018 - 2020. Selain itu, dilakukan studi
literatur untuk mengetahui kondisi geologi dan hidrogeologi daerah penelitian. Data yang
terkumpul kemudian digunakan untuk identifikasi karakteristik fisik dan kimia airtanah,
distribusi konsentrasi nitrat dan amonium, dan analisis sumber nitrat dan amonium.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan piranti lunak Microsoft Excel, ArcGIS
10.3, dan Grapher 13.
Daerah Penelitian
±
0 150
75
Km
JAWA BARAT
BANTEN
JAWA TENGAH
DKI JAKARTA
109°0'0"E
109°0'0"E
108°0'0"E
108°0'0"E
107°0'0"E
107°0'0"E
106°0'0"E
106°0'0"E
6°0'0"S
6°0'0"S
7°0'0"S
7°0'0"S
8°0'0"S
8°0'0"S
±
0 150
75
Km Daerah Penelitian
Keterangan
Batas Administrasi
Sungai/Badan Air
Daerah Penelitian
6
I.5.2 Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian tugas akhir ini, secara umum terdiri atas 4 tahapan yaitu tahap persiapan
dan studi literatur, tahap pengumpulan data, tahap analisis data, dan tahap penyusunan
laporan tugas akhir.
I.5.1.1 Tahap Persiapan dan Studi Literatur
Tahap persiapan ini merupakan tahapan awal sebelum melakukan pengumpulan data. Tahap
ini meliputi pembuatan proposal penelitian, persiapan administrasi, dan studi pendahuluan
daerah penelitian dari penelitian sebelumnya pada beberapa sumber berupa peta, makalah,
jurnal, dan buku tentang geologi dan hidrogeologi daerah penelitian secara regional. Tahap
ini memberikan gambaran awal daerah penelitian.
I.5.1.2 Tahap Pengumpulan Data
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data sekunder berupa Peta Geologi Lembar Jakarta
dan Kepulauan Seribu yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Peta Hidrogeologi Lembar Jakarta yang diterbitkan oleh Direktorat Geologi Tata
Lingkungan, dan data log bor dan sampel airtanah dari tahun 2018 – 2020 yang diperoleh
dari Balai Konservasi Airtanah (BKAT). Tabulasi data yang digunakan dalam penelitian
adalah sebagai berikut (Tabel I.1):
Tabel I.1 Tabulasi data penelitian
No Data Tipe Data Tahun
Jumlah
Data
Sumber Data
1. Airtanah Sekunder
2018 Musim
Kemarau
10
Balai Konservasi airtanah
(BKAT) DKI Jakarta
2019 Musim
Kemarau
10
2020 Musim
Hujan
10
2020 Musim
Kemarau
7
2. Air Sungai Sekunder
2018 14
Dinas Lingkungan Hidup
Provinsi DKI JAKARTA
2019 14
2020 14
3.
Peta Geologi Lembar
Jakarta dan
kepulauan Seribu
Sekunder 1992 1 Turkandi dkk (1992)
7
4.
Peta Hidrogeologi
Lembar Jakarta
Sekunder 1993 1 Murtianto (1993)
5. Peta Tata Guna Lahan Sekunder 2019 1
Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan
I.5.1.3 Tahap Analisis Data
Pada tahap ini dilakukan analisis data sekunder yang diperoleh dari Balai Konservasi
Airtanah (BKAT) dan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta. Analisis yang dilakukan pada
tahap ini, yaitu:
• Analisis parameter fisik airtanah berupa pH, daya hantar listrik (DHL), dan total
padatan terlarut (TDS). Analisis parameter fisik airtanah digunakan untuk
menentukan klasifikasi airtanah berdasarkan TDS dan DHL, menggunakan pH untuk
menentukan kualitas airtanah.
• Analisis ion utama berupa Ca2+
, Mg2+
, Na+
, K+
, SO42-
, Cl-
, HCO3
-
/CO3
2-
serta ion
nitrat (NO3
-
) dan amonium (NH4
+
). Analisis ion utama dilakukan dengan
menggunakan Diagram Piper untuk mengetahui fasies airtanah. Analisis nitrat dan
amonium dilakukan dengan melihat pola distribusi dan perubahan yang terjadi dalam
rentang tahun 2018 – 2020 dan dihubungkan dengan faktor penyebabnya.
• Analisis hubungan kondisi geologi dan hidrogeologi terhadap hasil parameter fisik
dan kimia airtanah.
I.5.1.4 Tahap Penyusunan Laporan Tugas Akhir
Pada tahap ini penulis menyusun naskah tugas akhir dari hasil penelitian. Tahap penyusunan
laporan berisikan seluruh tahapan penelitian yang dilakukan hingga kesimpulan penelitian.
Informasi yang disajikan dalam laporan meliputi dasar teori, kondisi geologi dan
hidrogeologi, analisis dan pembahasan hidrokimia airtanah, serta kesimpulan.
I.6 Diagram Alir Penelitian
Proses penyusunan tugas akhir ini secara keseluruhan dapat dilihat pada diagram alir
penelitian (Gambar I.3).
8
Gambar I.3 Diagram Alir Penelitian.
I.7 Sistematika Penulisan
Sistematika pembahasan pada laporan ini dibagi menjadi beberapa bagian sebagai berikut:
BAB I Bab ini membahas latar belakang, maksud dan tujuan penelitian, batasan masalah,
lokasi daerah penelitian, tahapan dan metode penelitian, diagram alir penelitian,
dan sistematika penulisan.
BAB II Bab ini membahas dasar teori yang digunakan dalam penelitian meliputi komposisi
kimia airtanah, fasies airtanah, sifat fisik airtanah, dan nitrogen dan kontaminasi
airtanah.
BAB III Bab ini membahas fisiografi regional, stratigrafi regional, struktur geologi regional,
dan hidrogeologi regional yang mencakup daerah penelitian dan sekitarnya
berdasarkan studi literatur.
9
BAB IV Bab ini membahas mengenai metode analisis, data kimia dan fisik airtanah yang
kemudian dianalisis dan menghasilkan pembahasan untuk menjawab tujuan dari
penelitian tugas akhir ini.
BAB V Bab ini memuat kesimpulan dari hasil pembahasan yang telah dipaparkan
berdasarkan hasil pengamatan, analisis, dan interpretasi data yang didapatkan.
10
BAB II
GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI
II.1 Geologi dan Hidrogeologi Regional
II.1.1 Fisiografi Regional
Daerah penelitian berada di bagian utara Jakarta yang termasuk kedalam fisiografi Jawa
bagian barat menurut Van Bemmelen (1949). Fisiografi Jawa bagian barat terbagi menjadi
empat zona berdasarkan sifat tektonik dan morfologinya (Gambar II.1), yaitu:
Gambar II.1 Peta fisiografi Jawa Barat (Van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984).
DAERAH PENELITIAN
11
II.1.1.1 Zona Dataran Pantai Jakarta (Coastal Plains of Batavia)
Daerah penelitian Tugas Akhir ini termasuk dalam Zona Dataran Pantai Jakarta. Zona
Dataran Pantai Jakarta memiliki lebar sekitar 40 km yang memanjang ke timur dari Serang
dan Rangkasbitung di Banten hingga Cirebon. Morfologi zona ini umumnya datar dan
sebagian besar ditutupi oleh endapan sungai dan sebagian ditutupi oleh endapan lahar
gunungapi muda.
II.1.1.2 Zona Bogor
Zona Bogor terletak di selatan Dataran Pantai Jakarta yang memiliki lebar sekitar 40 km dan
memanjang dari Jasinga sampai Sungai Pemali dan Bumiayu di Jawa Tengah. Zona ini
umumnya memiliki morfologi bukit dan punggungan yang merupakan antiklinorium dari
perlipatan kuat berumur Neogen. Sejumlah intrusi membentuk morfologi yang berbeda pada
zona ini dan terdiri dari tubuh batuan beku berupa stock, boss, dan neck seperti Komplek
Sanggabuana di bagian barat Purwakarta, Gunung Kromong dan Gunung Buligir di sekitar
Majalengka.
II.1.1.3 Zona Bandung
Zona Bandung merupakan depresi diantara gunung-gunung (intermontagne depression).
Zona ini melengkung dari Pelabuhan Ratu mengikuti Lembah Cimandiri menerus ke timur
melalui kota Bandung, dan berakhir di Segara Anakan di muara S. Citanduy, dengan lebar
antara 20 - 40 km. Zona Bandung merupakan puncak geantiklin Jawa Barat yang kemudian
runtuh setelah terjadi pengangkatan. Daerah rendah yang terbentuk tersebut kemudian terisi
oleh endapan gunungapi muda. Dalam zona ini terdapat tinggian diantara endapan volkanik
yang berupa endapan sedimen tua seperti G. Walat di Sukabumi dan Perbukitan
Rajamandala di daerah Padalarang.
II.1.1.4 Zona Pegunungan Selatan
Batas Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat dengan Zona Bandung di beberapa tempat
sangat
mudah dilihat, seperti misalnya di Lembah Cimandiri. Batas tersebut merupakan perbedaan
morfologi dari perbukitan bergelombang pada Lembah Cimandiri dengan dataran tinggi dari
Pegunungan Selatan dengan beda ketinggian sekitar 200 m (Pannekoek, 1946 dalam
Martodjojo, 1984).
12
II.1.2 Geomorfologi Regional
Berdasarkan analisis citra satelit, kenampakan topografi, dan batuan penyusunnya, daerah
Jakarta dan sekitarnya dibagi menjadi empat satuan geomorfologi (Goei, 1965 dan
Suwijanto, 1977 dalam Marilyn, 2012), yaitu:
1. Satuan Geomorfologi Dataran Pantai, tersusun dari endapan sedimen laut muda,
endapan delta, dan sungai purba.
2. Satuan Geomorfologi Kipas Gunungapi Bogor, tersusun dari endapan gunungapi
hasil erupsi Gunung Salak dan membentuk kipas dan merupakan daerah imbuhan
potensial untuk daerah Bogor dan sebagian Jakarta
3. Satuan Geomorfologi Gunungapi Muda, terdiri dari jalur gunungapi muda yang
mendominasi di daerah selatan
4. Satuan geomorfologi Perbukitan Bergelombang, disusun oleh batuan sedimen laut
tersier dan tererosi di permukaan tanah.
Daerah penelitian termasuk dalam Satuan Geomorfologi Dataran Pantai dan Satuan
Geomorfologi Kipas Gunungapi Bogor (Gambar II.2).
Gambar II.2 Peta geomorfologi DKI Jakarta (modifikasi dari Goei, 1965 dan Soewijanto,
1977 dalam Marilyn, 2012).
DKI JAKARTA
BANTEN
BANTEN
JAWA BARAT
Pulomas
Cakung Barat
Lagoa
Langengong
Kebonbawang
Penjaringan
Kelapagading
Pademangan Barat
Angke
Pinangsia
Pegadungan
Kembangan Utara
Cengkareng Barat
Tanjungduren Utara
KALI ANCOL
KA
LI
SU
NT
ER
K
A
L
I
K
R
U
K
U
T
K
A
L
I
G
R
O
G
O
L
KAL
I
CID
EN
G
CAKUNG
DRAIN
CEN
GKA
REN
G
DRA
IN
KALI
SEKRETARIS
KALI
SENTIO
NG
KA
LI
MU
AR
A
K
A
L
I
S
U
N
T
E
R
KA
LI
CID
EN
G
KALI ANCOL
KALI SUNTER
C
A
K
U
N
G
D
R
A
IN
KALI
MUARA
KALI
GROGOL
CAKUNG
DRAIN
KALI SUNTER
CENGKARENG
DRAIN
K
A
L
I
A
N
C
O
L
KA
LI
SE
NT
IO
NG
690000
,000000
690000
,000000
695000
,000000
695000
,000000
700000
,000000
700000
,000000
705000
,000000
705000
,000000
710000
,000000
710000
,000000
715000
,000000
715000
,000000
9320000
,000000
9320000
,000000
9325000
,000000
9325000
,000000
JAWA BARAT
BANTEN
JAWA TENGAH
DKI JAKARTA
109°0'0"E
109°0'0"E
108°0'0"E
108°0'0"E
107°0'0"E
107°0'0"E
106°0'0"E
106°0'0"E
6°0'0"S
6°0'0"S
7°0'0"S
7°0'0"S
8°0'0"S
8°0'0"S
0 150
75
Km
±
Daerah Penelitian
Keterangan
Satuan Geomorfologi
Dataran Pantai
Satuan Geomorfologi
Kipas Gunungapi Bogor
Sungai/Badan Air
0 2 4 6 8
Km
µ
Skala 1:75.000
Proyeksi UTM
Zona 49S
Teluk Jakarta
13
II.1.2.1 Satuan Geomorfologi Dataran Pantai
Satuan Geomorfologi Dataran Pantai terletak pada bagian utara dan berada disepanjang
pantai utara Jakarta, dari barat ke timur melalui Cengkareng – Grogol – Cilincing – serta
berbatasan langsung dengan Teluk Jakarta disebelah utara. Satuan ini memiliki kemiringan
lereng 0 – 2%, ketinggian antara 0 – 8 m dan tersusun oleh satuan Aluvial yang meliputi
litologi lempung, lanau, pasir, dan kerikil. Satuan ini juga tersusun dari endapan pematang
pantai yang terdiri dari pasir halus sampai pasir kasar dan mengandung cangkang moluska.
II.1.2.2 Satuan Geomorfologi Kipas Gunungapi Bogor
Satuan ini terletak disebelah selatan Satuan Geomorfologi Dataran Pantai. Satuan ini
memiliki kemiringan lereng 2 – 15%, ketinggian antara 8 – 195 m. Satuan ini tersusun atas
endapan hasil aktivitas gunung api yang berasal dari Gunung Salak dan Gunung Gede
disebelah selatan.
II.1.3 Stratigrafi Regional
Daerah Jakarta Utara termasuk dalam Cekungan Airtanah Jakarta seperti yang terlihat pada
Gambar II.4. Peta geologi tersebut merupakan kompilasi peta geologi Lembar Jakarta dan
Kepulauan Seribu, Lembar Karawang, dan Lembar Bogor (Fachri dkk., 2002).
Berdasarkan stratigrafi dari penelitian Fachri dkk (2002) dan Turkandi dkk (1992), urut –
urutan stratigrafi pada Cekungan Airtanah Jakarta dari tua ke muda adalah: Formasi
Bojongmanik dan Formasi Jatiluhur, Formasi Parigi, Formasi Subang, Formasi Genteng,
Formasi Kaliwangu, Formasi Serpong, Formasi Citalang, dan Endapan Volkanik Kuarter,
Endapan Pematang Pantai, dan Aluvial (Gambar II.3).
14
Gambar II.3 Stratigrafi daerah penelitian (ditandai kotak berwarna merah) kompilasi dari
Fachri dkk (2002); Turkandi dkk (1992).
II.1.3.1 Formasi Bojongmanik dan Jatiluhur (Cibulakan)
Formasi Bojongmanik terdiri dari batulempung sisipan batupasir dan batugamping pada
sumur Serpong dengan ketebalan lebih dari 138 meter. Formasi Bojongmanik berumur N12-
N14, diendapkan pada lingkungan transisi, yaitu pada daerah pantai sampai lagoon. Formasi
Jatiluhur terdiri dari batulempung dengan sisipan batupasir dan batugamping. Formasi
jatiluhur berumur N12-N15, diendapkan pada lingkungan laut dangkal (Martodjojo, 1984).
II.1.3.2 Formasi Parigi (Klapanunggal)
Formasi Parigi terdiri dari perselingan batugamping dan batupasir sisipan batulempung
dengan kehadiran koral, algae, dan foraminifera bentos yang cukup berlimpah. Batupasir
Formasi Parigi sangat karbonatan dan mengandung Foraminifera Operculina dan Elphidium.
Berdasarkan kehadiran foraminifera Globorotalia acostaensis, Formasi Parigi berumur
N14-N16 (Martodjojo, 1984). Berdasarkan kehadira koral, algae, dan foraminifera bentos,
Formasi Parigi diperkirakan pengendapannya adalah pada lingkungan laut dangkal.
Zaman
Formasi Citalang
(Endapan Kipas
Aluvial)
Umur
Perselingan serpih, batulemp
batupasir, dan ba
Perselingan batugamping-batup
Batuan Sed
Lempung, lanau, pasir, ke
Pasir halus-
Miosen
Tersier
Kala
Formasi Cibulakan
Formasi
Bojongmanik
Tengah
Formasi Parigi
Formasi Subang
Plistosen
Pliosen
Akhir
Kuarter
Holosen
Formasi
Genteng
Formasi
Serpong
Formasi Kaliwangu
Endapan
Volkanik
Kuarter
Batuan Sedimen Batuan Gunungapi
Endapan Pematang Pantai
Aluvial
Breksi sisipan tufa dan
batupasir tufan
Ba
Tuf Banten
Batulempung sisipan
batupasir dan batugamping ba
Perselingan konglomerat,
batupasir, batulanau, dan
batulempung
Breksi sisipan batupasir dan
batulanau
15
II.1.3.3 Formasi Subang
Formasi Subang terdiri dari perselingan serpih, batulempung, dan batulanau, sisipan
batupasir, dan batugamping. Formasi Subang berumur N17 (miosen akhir), diendapkan pada
dataran pasang surut (Martodjojo, 1984) sampai Batial.
II.1.3.4 Formasi Genteng
Menurut Turkandi dkk., (1992) Formasi Genteng diperkirakan berumur Pliosen Awal –
Tengah dan diduga diendapkan pada lingkungan darat. Kea rah utara dan timur, Formasi
Genteng berubah fasies menjadi formasi Formasi Kaliwangu dengan umur yang sama.
II.1.3.5 Formasi Kaliwangu
Formasi Kaliwangu terdiri dari perselingan batupasir dan batulempung. Formasi Kaliwangu
dicirikan oleh kandungan fosil moluska jenis Turitella dan Pelecypoda, foraminifera bentos,
dan Ostracoda laut. Menurut Turkandi dkk., (1992 dalam Delinom, 2015), Formasi
Kaliwangu memiliki kadar karbonat yang rendah. Formasi Kaliwangu berumur Pliosen
(Martodjojo, 1984). Lingkungan pengendapan
Formasi Kaliwangu mengalami beberapa perubahan sistem pengendapan, yaitu dari offshore
bar yang tersusun leh perselingan batupasir dan batulempung mengandung moluska dan
foraminifera bentos, berwarna kehijauan; berubah menjadi marsh yang tersusun dari
batulempung sisipan batupasir berukuran halus, batulempung berwarna kehitaman yang
mencirikan kondisi lingkungan sangat reduktif, mengandung sisa tumbuhan; dan terakhir
berubah menjadi sungai bermeander yang tersusun oleh perselingan batupasir dan
batulempung, berwarna abu-kecoklatan, dan ditemukan sisa akar tumbuhan pada
batulempung.
II.1.3.6 Formasi Serpong
Formasi Serpong tersiri dari perselingan konglomerat, batupasir, batulanau, dan
batulempung. Formasi Serpong berumur Pliosen akhir, diendapkan pada lingkungan sungai
teranyam, sungai bertanggul, dan rawa-rawa (Turkandi dkk., 1992 dalam Delinom, 2015).
16
II.1.3.7 Formasi Citalang
Formasi Citalang terdiri dari batupasir tufaan, kerikilan, sisipan batulempung dan
konglomerat. Menurut Martodjojo (1984), Formasi Citalang berumur Pliosen Akhir –
Pleistosen Awal, dengan lingkungan pengendapan mengalami perubahan dari sungai
teranyam menjadi sungai bermeander. Jika dibandingkan dengan geologi permukaan Jakarta
dan sekitarnya, Formasi Citalang dapat disamakan dengan Endapan Kipas Aluvial.
II.1.3.8 Tuf Banten
Tuf Banten terdiri dari tuf, tuf batuapung, dan batupasir tufan. Tuf Banten diendapkan pada
lingkungan darat sampai daerah pasang surut dan berumur Plistosen Awal – Tengah
(Turkandi dkk., 1992).
II.1.3.9 Endapan Volkanik Kuarter
Endapan Volkanik Kuarter terdiri dari breksi sisipan tufa dan batupasir tufan. Endapan
Volkanik Kuarter diendapkan pada lingkungan darat dan berumur Plistosen Awal (Turkandi
dkk., 1992).
II.1.3.10 Endapan Kipas Aluvial, Pematang Pantai, dan Aluvial
Endapan Kipas Aluvial terdiri dari tuf halus berlapis, tuf pasiran, berselingan dengan tuf
konglomeratan. Endapan Pematang Pantai terdiri dari pasir halus hingga kasar dengan
pemilahan baik dan mengandung cangkang moluska.
Endapan Pematang Pantai memiliki penyebaran yang relati sempit dengan arah pengendapan
memanjang mengikuti arah garis pantai. Endapan Aluvial terdiri dari lempung, lanau, pasir,
kerikil, kerakal, hingga bongkah. Endapan ini berumur Plistosen-Holosen (Turkandi dkk.,
1992).
17
Gambar II.4 Peta geologi DKI Jakarta dan sekitarnya (Fachri dkk., 2002).
batupasir gampingan
D
D
D
C
1603
6202
1806
Dw 3
Ciputat
Pondok
JS 15
JS 12
BlokM
JB 3
Bk005
JP 1
Atas
Meruya
JU11
Tambun
D’
Cengkareng
JU12
JB 9
JU9
JU14
JB 5
C’
JB 4
Tg3
5 km
18
Daerah penelitian termasuk dalam Satuan Endapan Aluvial, Satuan Endapan Pematang
Pantai, Satuan Endapan Kipas Aluvial, dan Satuan Tuf Banten. Peta geologi daerah
penelitian dan korelasi satuan geologi pada Peta Geologi Lembar Jakarta dan Kepulauan
Seribu (Turkandi dkk., 1992) terdapat pada Gambar II.5.
JAWA BARAT
BANTEN
JAWA TENGAH
DKI JAKARTA
109°0'0"E
109°0'0"E
108°0'0"E
108°0'0"E
107°0'0"E
107°0'0"E
106°0'0"E
106°0'0"E
6°0'0"S
6°0'0"S
7°0'0"S
7°0'0"S
8°0'0"S
8°0'0"S
0 150
75
Km
±
Daerah Penelitian
µ
Skala 1:75.000
Proyeksi UTM
Zona 49S
0 2 4 6 8
Km
Keterangan
Penampang
Sumur Mata Air
Log bor
Sungai/Badan Air
5
8
5P
8G
59
57
3P
2G
6G
63
62
50
DKI JAKARTA
BANTEN
BANTEN
JAWA BARAT
Pulomas
Cakung Barat
Lagoa
Langengong
Kebonbawang
Penjaringan
Kelapagading
Pademangan Barat
Angke
Pinangsia
Pegadungan
Kembangan Utara
Cengkareng Barat
Tanjungduren Utara
KALI ANCOL
K
A
LI
S
U
N
TE
R
K
A
L
I
K
R
U
K
U
T
K
A
L
I
G
R
O
G
O
L
KA
LI
CID
EN
G
CAKUNG
DRAIN
CEN
GKA
REN
G
DRA
IN
KALI
SEKRETARIS
KALI
SENTIO
NG
KA
LI
MU
AR
A
K
A
L
I
S
U
N
T
E
R
KA
LI
CI
DE
NG
KALI ANCOL
KALI SUNTER
C
A
K
U
N
G
D
R
A
IN
KALI
MUARA
KALI
GROGOL
CAKUNG
DRAIN
KALI SUNTER
K
A
L
I
A
N
C
O
L
KA
LI
SE
NT
IO
NG
690000
,000000
690000
,000000
695000
,000000
695000
,000000
700000
,000000
700000
,000000
705000
,000000
705000
,000000
710000
,000000
710000
,000000
715000
,000000
715000
,000000
9320000
,000000
9320000
,000000
9325000
,000000
9325000
,000000
B
Aluvial (Qa)
Endapan Pematang Pantai (Qbr)
Endapan Kipas Aluvial (Qav)
Tuff Banten (QTvb)
Teluk Jakarta
Area titik sampel
19
Gambar II.5 Peta geologi, penampang geologi bawah permukaan, dan kolom stratigrafi
daerah penelitian (Turkandi dkk., 1992; Assegaf dkk., 2017).
Endapan Permukaan Batuan Gunungapi
Qa
Qbr
Qav
QTvb
Holosen
Plistosen
Kuarter
Area titik sampel
2,5 Km
20
II.1.4 Struktur Geologi Regional
Secara umum, Jawa Barat dapat dibedakan menjadi beberapa provinsi tektonik (Darman
dan Sidi, 2000) (Gambar II.6), yaitu:
a. Daerah Cekungan Utara (northern basinal area), merupakan bagian dari
Sundaland yang relatif stabil.
b. Cekungan Bogor (Bogor Trough), terdiri dari endapan laut dalam berumur
Miosen.
c. Busur Vulkanik Modern (modern vulcanic arc), merupakan vulkanisme aktif
yang berkaitan dengan subduksi Kerak Samudra Hindia terhadap Sundaland.
d. Pengangkatan Regional Lereng Selatan (southern slope regional uplift),
umumnya terdiri dari sedimen berumur Eosen sampai Miosen dan batuan
vulkanik bagian dari Formasi Andesit Tua (Old Andesite Formation).
e. Blok Banten (Banten Block), merupakan provinsi tektonik paling barat yang
mencakup Karbonat Platform Seribu di sebelah utara, sub-cekungan Rangkas
Bitung, dan Tinggian Bayah (Bayah High).
Gambar II.6 Peta provinsi tektonik Jawa Barat (Darman dan Sidi, 2000).
Daerah Cekungan Utara mencakup area cekungan offshore dan onshore yang terdiri dari dua
cekungan utama, yaitu Cekungan Utara Jawa Barat dan Cekungan Sunda-Asri (Gambar
II.7). Daerah ini didominasi oleh sesar ekstensional. Cekungan Utara Jawa Barat terdiri dari
Sub-Cekungan Ciputat, Sub-Cekungan Arjuna, dan Sub-Cekungan Jatibarang.
Daerah Penelitian
21
Gambar II.7 Daerah Cekungan Utara terdiri dari Cekungan Utara Jawa Barat dan
Cekungan Sunda-Asri (Kohar dkk., 1996 dalam Darman dan Sidi, 2000).
Berdasarkan Padmosukismo dan Yahya (1974 dalam Fachri dkk., 2002) daerah penelitian
merupakan bagian dari Cekungan Airtanah Jakarta yang terletak terletak pada Sub-
Cekungan Ciputat (Gambar II.8). Sub cekungan Ciputat berbatasan dengan tinggian
Tangerang di bagian barat, tinggian Rengasdengklok dibagian timur, dan Antiklinorium
Bogor di bagian selatan.
Gambar II.8 Penampang barat-timur Jawa Barat Utara (Padmosukismo dan Yahya, 1974
dalam Fachri dkk., 2002).
Daerah Penelitian
Laut Jawa
I
II
III
IV
V
Pulau Jawa
VI
I
TANGERANG
II
CIPUTAT
III IV
RENGASDENGKLOK PASIRPUTIH
V
PAMANUKAN
VI
JATIBARANG
LEPAS
PANTAI
CISUBUH
PARIGI
1000 m
CIBULAKAN
2000 m
JATIBARANG
3000 m
4000 m
BATUAN DASAR
Daerah Penelitian
22
Sub cekungan ciputat dikontrol oleh struktur berarah utara, utara-timurlaut, dan utara-
baratlaut yang melibatkan batuan berumur Pra-Tersier dan Tersier (Gambar II.9). Struktur –
struktur tersebut membentuk tinggian dan depresi yang merupakan dasar pengendapan
batuan berumur Kuarter dan Tersier yang lebih muda. Pada bagian selatan yang berbatasan
dengan Antiklinorium Bogor, berkembang struktur yang berarah barat-timur sampai
baratlaut-tenggara.
Gambar II.9 Peta struktur Sub Cekungan Ciputat (Pertamina BPPKA, 1996 dalam Fachri
dkk., 2002). Kontur struktur dalam milidetik TWT.
Struktur geologi yang terdapat di daerah Jakarta dan sekitarnya menunjukkan dua arah
dominan, yaitu struktur berarah timurlaut-baratdaya dan baratlaut-tenggara (Harsolumakso,
2001) (Gambar II.10). Berdasarkan penafsiran gaya berat, batuan dasar dataran Jakarta
dikontrol oleh sesar berarah utara-selatan yang membentuk tinggian dan depresi yang
berarah utara-selatan. Berdasarkan kelurusan pada Gambar III.10 terdapat struktur yang
berarah baratdaya-timurlaut yang diduga melibatkan batuan berumur Kuarter. Walaupun
hasil interpretasi citra satelit memperlihatkan adanya pola kelurusan, rekonstruksi bawah
permukaan tidak mendukung perkiraan adanya seismik aktif (Delinom, 2015).
Teluk Jakarta
Tangerang
Jakarta
U
Ciputat
0
Skala
10
20 Km
2100
2000
Daerah Penelitian
Struktur Geologi
23
Gambar II.10 Peta struktur Sub Cekungan Ciputat (Pertamina BPPKA, 1996 dalam Fachri
dkk., 2002). Kontur struktur dalam milidetik TWT.
Daerah Penelitian
24
II.2 Hidrogeologi Regional
Terdapat perbedaan pendapat dalam pembagian sistem akifer pada Cekungan Airtanah
Jakarta. Adanya pengelompokkan lapisan akifer pada kedalaman 40-60 m, 80-130 m, dan
seterusnya pertama kali dikemukakan oleh Koesoemadinata (1963 dalam Delinom, 2015).
Soekardi dan Purbohadiwidjojo (1975 dalam Suherman dan Sudaryanto, 2009)
mengelompokkan akifer cekungan Jakarta menjadi empat bagian, yaitu kedalaman 0-60 m
merupakan airtanah bukan artesis, 60-150 m, 150-225 m, dan kedalaman lebih dari 225 m
adalah airtanah artesis (Gambar II.11). Pengelompokkan tersebut dikoreksi kembali oleh
Soekardi (1986 dalam Delinom, 2015) menjadi 3, yaitu: kedalaman 0-40 m akifer dangkal
(tidak tertekan), kedalaman 40-140 m akifer tertekan atas, dan kedalaman lebih dari 140 m
akifer tertekan bawah.
DGTL dan Dinas Pertambangan DKI Jakarta (1995 dalam Marilyn, 2012) melakukan kajian
stratigrafi berdasarkan konsep siklus pengendapan dan menyimpulkan bahwa akifer
Cekungan Airtanah Jakarta terdiri dari endapan lingkungan darat dan endapan lingkungan
laut yang dibagi menjadi 8 kelompok yang terbagi dalam proses siklus berumur Pliosen
Awal – Resen, yaitu
1. Sebaran Pembentuk Akifer I sebagai siklus pengendapan pertama
2. Sebaran Pembentuk Akifer II sebagai siklus pengendapan kedua
3. Sebaran Pembentuk Akifer III sebagai siklus pengendapan ketiga
4. Sebaran Pembentuk Akifer IV sebagai siklus pengendapan keempat
5. Sebaran Pembentuk Akifer V sebagai siklus pengendapan kelima
6. Sebaran Pembentuk Akifer VI sebagai siklus pengendapan keenam
7. Sebaran Pembentuk Akifer VII sebagai siklus pengendapan ketujuh
8. Sebaran Pembentuk Akifer VIII sebagai siklus pengendapan akhir (resen).
Sistem akifer pada Cekungan Airtanah Jakarta terbagi menjadi delapan kelompok yang
berumur mulai dari pleistosen awal – resen. Assegaf (1998) menyimpulkan sistem Cekungan
Airtanah Jakarta dibagi menjadi akifer tak tertekan pada kedalaman 0 – 40 m dan akifer
tertekan pada kedalaman 40 – 300 m. Pembagian sistem Cekungan Airtanah Jakarta tersebut
berdasarkan dari sifat lapisan penutup.
25
Gambar II.11 Hidrogeologi bawah permukaan Cekungan Airtanah Jakarta (Soekardi dan
Purbohadiwidjojo, 1975 dalam Suherman dan Sudaryanto, 2009).
Fachri dkk., (2002) membagi sistem akifer Cekungan Airtanah Jakarta berdasarkan korelasi
litologi, sebaran satuan batuan, dan konektivitas sistem akifer secara lateral. Berikut uraian
pembagian sistem akifer Cekungan Airtanah Jakarta(Gambar II.12):
a. Zona-1 (Kelompok Akifer 1)
Zona ini didominasi oleh litologi yang bersifat permeabel atau lolos air, sehingga
diidentifikasi sebagai akifer. Zona ini merupakan Formasi Citalang dan Endapan
Volkanik Kuarter yang terdiri dari batupasir, konglomerat, breksi, dan sisipan
batulempung.
b. Zona-2 (Kelompok Akitar 1)
Zona ini diidentifikasi sebagai akitar karena didominasi oleh litologi yang
bersifat kedap air. Zona ini merupakan Formasi Kaliwangu bagian atas dan terdiri
dari batulempung sisipan batupasir.
c. Zona-3 (Kelompok Akifer 2)
Zona ini diidentifikasi sebagai akifer karena didominasi oleh litologi yang lolos
air. Zona ini merupakan Formasi Kaliwangu bagian tengah, Formasi Genteng dan
Formasi Serpong. Secara umum terdiri dari batupasir, breksi, konglomerat, dan
sisipan lempung.
26
d. Zona-4 (Kelompok Akitar 2)
Zona ini diidentifikasi sebagai akifer karena didominasi oleh litologi yang
bersifat kedap air. Zona ini merupakan Formasi Kaliwangu bagian bawah. Zona
ini terdiri dari batupasir sisipan batulempung.
e. Batuan dasar Cekungan Airtanah Jakarta
Batuan dasar Cekungan Airtanah Jakarta ditentukan sebagai dasar cekungan
karena terdiri dari litologi yang bersifat kedap air berupa batugamping dan
batulempung. Batuan dasar ini merupakan bagian dari Formasi Subang, Formasi
Parigi, Formasi Klapanunggal, dan Formasi Bojongmanik.
Gambar II.12 Kolom Stratigrafi dan hidrostratigrafi Cekungan Airtanah Jakarta (daerah
penelitian ditunjukkan kotak warna merah) (Fachri dkk., 2002).
Menurut Poespowardoyo (1986) dan Murtianto (1993), daerah penelitian termasuk akifer
dengan aliran melalui ruang antar butir dan termasuk dalam kelompok akifer produktif
sedang dan luas penyebarannya. Pada Endapan Aluvial (Qa), material yang bersifat pasiran
memiliki tingkat kelulusan sedang. Sedangkan material yang mengandung lempung dan
lanau memiliki tingkat kelulusan randah. Endapan Pasir Pematang Pantai (Qbr) umumnya
memiliki tingkat kelulusan sedang dan relatif lebih baik dibanding Endapan Aluvial (Qa)
karena bersifat relatif homogen berupa pasir berbutir halus hingga sedang. Namun
penyebarannya relatif lebih sempit karena memanjang searah garis pantai. Endapan Kipas
Aluvial (Qav) dan Tuf Banten memiliki tingkat kelulusan rendah hingga sedang. Lebih lanjut
karakteristik hidrolik masing – masing litologi penyusun akifer di daerah penelitian disusun
oleh Murtianto (1993) dalam peta Hidrogeologi Indonesia Lembar Jakarta (Gambar II.13).
Tengah
Fm. Subang
Akhir
Pliosen
Zona Akifer 1
Fm. Genteng
Fm. Kaliwangu
Fm. Citalang
Endapan Volkanik Kuarter
Fm. Serpong
Plistosen
HIDROSTRATIGRAFI
STRATIGRAFI
UMUR
Zona Akitar 1
Zona Akitar 2
Zona Akifer 2
Tersier
Kuarter
Miosen
Fm. Cibulakan
Fm. Bojongmanik
Fm. Parigi Batuan Dasar Cekungan Airtanah
27
Gambar II.13 Peta hidrogeologi daerah penelitian (Murtianto, 1993).
0 150
75
Km
±
Daerah Penelitian
28
BAB III
DASAR TEORI
III.1 Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi adalah sebuah proses pergerakan air dari bumi ke atmosfer dan kembali lagi
ke bumi yang berlangsung secara kontinu (Gambar III.1). Proses – proses yang terdapat pada
siklus hidrologi meliputi evaporasi air laut dan air permukaan di daratan yang menghasilkan
uap air. Uap air kemudian mengalami kondensasi dan presipitasi di laut dan daratan. Air dari
proses presipitasi kemudian mengalami penyerapan oleh tumbuhan, menjadi aliran
dipermukaan, infiltrasi ke dalam tanah, mengalir dalam lapisan tanah sebagai aliran bawah
permukaan, atau sebagai aliran limpasan. Proses evaporasi daratan meliputi evaporasi
langsung dari permukaan tanah dan tumbuhan serta proses transpirasi daun tumbuhan (Todd
dan Mays, 2004).
Gambar III.1 Siklus hidrologi (Todd dan Mays, 2004).
29
III.2 Satuan Hidrogeologi
Berdasarkan kemampuan menyimpan dan mengalirkan fluida, satuan hidrogeologi dapat
dibagi menjadi empat, yaitu:
a. Akifer : lapisan batuan yang dapat menyimpan dan mengalirkan air dalam jumlah
ekonomis.
b. Akitar : lapisan batuan yang mampu menyimpan dan mengalirkan air dalam
jumlah terbatas.
c. Akiklud : lapisan batuan yang dapat menyimpan air tetapi tidal dapat
mengalirkan.
d. Akifug : lapisan yang tidak dapat menyimpan dan mengalirkan air (kedap air).
Berdasarkan kedudukan dan sifat hidrodinamikanya akuifer dapat dibedakan menjadi tiga,
yaitu (Kruseman dan de Ridder, 1994) (Gambar III.2):
a. Akifer tertekan (confined aquifer) merupakan akifer yang bagian atas dan
bawahnya dibatasi oleh lapisan yang bersifat akiklud atau akifug. Tekanan air
pada lapisan akifer tertekan lebih tinggi daripada tekanan atmosfer.
b. Akifer bebas/tak tertekan (unconfined aquifer) merupakan akifer yang dibatasi
oleh lapisan impermeable dibagian bawahnya tetapi pada bagian atasnya tidak
ada lapisan penutup.
c. Akifer bocor (leaky unconfined/semi-confined aquifer) merupakan akifer yang
dibatasi oleh lapisan yang bersifat akitar pada bagian atasnya dan bawahnya atau
dibatasi oleh lapisan akitar dibagian atas dan akiklud dibawahnya.
Gambar III.2 Tipe akifer: A. akifer tertekan; B. akifer bebas; C. Akifer bocor (Kruseman
dan de Ridder, 1994).
30
Kondisi dan distribusi sistem akifer dalam sistem geologi dikontrol oleh litologi, stratigrafi,
dan struktur dari endapan – endapan geologi. Litologi adalah penyususn secara fisik,
stratigrafi menggambarkan kondisi geometri dan hubungan umur antar lapisan atau satuan
batuan dalam sistem geologi. Sedangkan struktur geologi merupakan bentuk/sifat geometri
dari sistem geologi yang diakibatkan oleh deformasi. Pada sedimen yang belum
terkonsolidasi/kompak, control yang berperan adalah litologi dan stratigrafi (Freeze dan
Cherry, 1979). Kesamaan iklim dan kondisi geologi akan memberikan karakteristik sistem
airtanah yang sama. Kesamaan tersebut juga berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia, dan
kualitas airtanah. Berdasarkan karakter tersebut, serta mengacu pada kondisi geografis serta
morfologis keberadaan dan penyebaran airtanah di Indonesia maka terdapat 5 tipologi sistem
akifer di Indonesia, yaitu Sistem Akifer Endapan Gunungapi, Sistem Akifer Endapan
Aluvial, Sistem Akifer Batuan Sedimen, Sistem Akifer Batuan Kristalin dan Metamorf, dan
Sistem Akifer Endapan Glasial (Puradimaja, 1993).
a. Tipologi Sistem Akifer Endapan Aluvial
Secara geologi, litologi penyusun sistem akifer ini umunya adalah lempung,
pasir, dan kerikil hasil erosi dan transportasi dari batuan yang berasal dari hulu.
Umumnya batuan pada endapan aluvial tidak kompak sehingga memiliki potensi
airtanah yang baik. Sistem akifer ini dibagi menjadi 3, yaitu:
- Sistem Akifer Endapan Fluvial
Sistem akifer ini terbentuk akibat proses sedimentasi dan transportasi
disepanjang aliran sungai bermeander dan sungai teranyam. Sistem akifer ini
dapat dibagi lagi menjadi sistem akifer dataran aluvial, sistem akifer lembah
aluvial, sistem akifer kipas aluvial, dan sistem akifer dataran non volkanik
(Gambar III.3).
Gambar III.3 Contoh tipologi sistem akifer endapan fluvial (Freeze dan Cherry, 1979).
31
- Sistem Akifer Endapan Aluvial Pantai (Akifer Pantai)
Airtanah di daerah akifer pantai dapat menjadi sumber yang baik secara
kuantitas, terutama pada daerah pematang pantai atau pada lensa – lensa
batupasir lepas. Namun kualitas airtanah pada akifer pantai tergolong buruk
dan mempunyai kadar garam yang tinggi.
- Sistem Akifer Endapan Rawa atau Delta
Sistem akifer ini memiliki potensi airtanah dangkal yang relatif rendah dan
kualitas airtanah yang buruk dan tingginya kadar garam. Karakteristik akifer
merupakan media pori dengan lapisan berukuran pasir yang relatif tipis.
III.3 Komposisi Kimia Airtanah
Perubahan sifat fisik dan kimia airtanah secara umum dapat dideteksi melalui perubahan
komposisi unsur utama yang terlarut pada airtanah. Zat terlarut yang terkandung dalam
airtanah dapat memberi petunjuk tentang sejarah geologi, pengaruh tanah, batuan yang
dilewati, kehadiran mineral bijih, serta asal air dalam siklus hidrogeologi (Freeze dan
Cherry, 1979). Unsur utama sebagai zat terlarut dalam air umumnya berupa anion dan
kation. Menurut Fetter (1994), lebih dari 90% dari zat terlarut di airtanah terkait oleh delapan
ion berikut, yaitu kation berupa ion natrium (Na+
), kalium (K+
), kalsiuam (Ca2+
) dan
magnesium (Mg2+
) dan anion berpa ion sulfat (SO4
2-
) klorida (Cl-
), bikarbonat (HCO3
-
) dan
karbonat (CO3
2-
). Ion-ion ini biasanya hadir dengan konsentrasi lebih dari 1 mg/L. Pada air
alami ion-ion ini umumnya membentuk lebih dari 95% dari total zat terlarut (TDS) (Clark,
2015). Silika yang merupakan senyawa non-ionik juga biasanya hadir dengan konsentrasi
lebih dari 1mg/L. Terdapat juga ion lain yang mungkin hadir dengan besar lebih dari 0,1
mg/L sampai 10 mg/L, yaitu besi, nitrat, fluor, strontium, dan boron. Dimana analisis
kandungan besi dan nitrat umum dilakukan dalam studi kondisi airtanah. Sebelum
melakukan analisis kimia airtanah, perlu dilakukan koreksi terhadap nilai kesetimbangan ion
(Charge Balance Error). Rata-rata eror kesetimbangan ion adalah 3,99% (Fritz 1994 dalam
Fetter 1994). Eror kesetimbangan ion dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan:
𝐶𝐵𝐸 % =
Σz x mc − Σz x ma
Σz x mc + Σz x ma
𝑥 100
32
Keterangan:
CBE adalah Charge Balance Error (kesalahan kesetimbangan ion)
z adalah muatan satu ion
mc adalah molalitas satu kation
ma adalah molalitas satu anion
III.4 Fasies Hidrokimia Airtanah
Airtanah yang mengalir dalam akuifer memiliki komposisi kimia sebagai hasil interaksi
dengan litologi (Fetter, 1994). Perbedaan tersebut dapat menghasilkan fasies airtanah. Fasies
hidrokimia air mencerminkan proses kimia yang terjadi antara kimia mineral dan airtanah
serta pola aliran airtanah (Back, 1966, dalam Freeze dan Cherry, 1979). Fasies airtanah dapat
ditentukan dari data ion yang ditampilkan dengan metode grafis. Metode grafis dapat
memperlihatkan proporsi relatif dari ion utama namun hanya memperlihatkan parameter
secara menyeluruh dalam jumlah terbatas (Hem, 1985).
Diagram Piper (1944) merupakan metode grafis yang paling umum digunakan, memberikan
gambaran konsentrasi relatif kation dan anion utama yang diplot pada dua diagram segitiga.
Diantara dua plot sgitiga, terdapat sebuah plot belah ketupat tempat setiap titik data dari
segitiga kation dan anion diproyeksikan, sehingga memperlihatkan karakteristik kimia
airtanah di suatu daerah (Piper, 1944) (Gambar III.4). Data kation dan anion diplot dalam
persen total dalam satuan miliequivalen/liter (meq/L).
33
Gambar III.4 Diagram Piper untuk penentuan fasies airtanah (Fetter, 1994).
Garmonov (1958 dalam Back, 1966) membagi fasies hidrokimia berdasarkan kandungan ion
utama pada air menjadi lima zona, yaitu:
a. Zona (1) Zona air bikarbonat – silika, zona yang berasosiasi dengan zona soil
tundra. Zona ini memiliki kandungan zat terlarut yang rendah.
b. Zona (2), zona air bikarbonat – kalsium merupakan menunjukkan air yang
mengalir pada batuan yang kaya karbonat. Pertukaran kation pada zona ini juga
menyebabkan pembentukan natrium – bikarbonat.
c. Zona (3), zona air sulfat dan klorida – sulfat merupakan karakteristik daerah
dengan evaporasi lebih tinggi daripada presipitasi. Kalsium adalah kation yang
dominan.
d. Zona (4), zona air klorida umumnya berada pada daerah dataran rendah yang
dominan mengandung garam (saliferous soil). Magnesium dan natrium
merupakan kation yang dominan.
e. Zona (5), zona air bikarbonat – kalsium yang dicirikan oleh kandungan zat
terlarut yang rendah.
Metode grafis lain yang dapat digunakan untuk mengetahui kondisi hidrokimia airtanah pada
suatu daerah adalah dengan menggunakan Diagram Stiff (1951). Pada Diagram Stiff, nilai
kation (satuan meq/L) diplot pada bagian kiri garis sumbu nol, sedangkan anion diplot pada
bagian kanan (Gambar III.5). Diagram Stiff berguna untuk membuat perbandingan air dari
berbagai sumber (fasies airtanah) dan salinitas dalam bentuk poligon.
34
Gambar III.5 Diagram Stiff (Fetter, 1994).
III.5 Evolusi Airtanah
Hampir semua airtanah berasal dari hujan atau pencairan salju yang meresap melalui tanah
ke dalam sistem aliran pada material geologi. Interaksi air dengan material geologi
sekitarnya dapat mengubah komposisi kimia air. Pada daerah resapan, air akan berinteraksi
dengan material geologi sekitarnya dan membawa kandungan mineral tersebut. Saat airtanah
bergerak sepanjang garis aliran dari daerah resapan sampai daerah luahan, sifat kimia air
akan berubah dari berbagai proses geokimia.
Sepanjang aliran airtanah, peningkatan total padatan terlarut dan ion utama umum terjadi.
Total padatan terlarut pada airtanah dangkal di daerah resapan umumnya lebih kecil daripada
airtanah yang lebih dalam pada sistem yang sama dan pada airtanah dangkal pada daerah
luahan (Freeze dan Cherry, 1979). Chebotarev (1995 dalam Freeze dan Cherry, 1979)
menyebutkan bahwa airtanah secara kimiawi akan cenderung berevolusi menuju komposisi
air laut. Evolusi ini akan diikuti oleh perubahan anion dominan yang Menyusun komposisi
airtanah. Perubahan anion tersebut digambarkan sebagai berikut:
Arah aliran airtanah
HCO3
-
→ HCO3
-
+ SO4
2-
→ SO4
2-
+ HCO3
-
→ SO4
2-
+ Cl-
→ Cl-
+ SO4
2-
→ Cl-
Umur airtanah meningkat
35
Perubahan ini terjadi ketika air bergerak dari zona dangkal yang mengalir secara aktif
menuju zona dimana alirannya sangat lambat dan umurnya tua. Airtanah yang dekat dengan
area dimana pengaruh dari air permukaan cukup intensif akan memiliki umur yang relatif
lebih muda. Untuk cekungan sedimen besar, urutan Chebotarev dapat digambarkan dalam
tiga zona utama, yang berkorelasi secara umum dengan kedalaman (Domenico, 1972):
a. Zona bagian atas (upper zone), dicirikan oleh aliran airtanah aktif (active
groundwater flushing) yang melewati batuan yang bersifat permeabel. Air pada
zona ini memiliki kandungan anion dominan HCO3
-
dan total padatan terlarut
yang rendah.
b. Zona tengah (intermediate zone), dicirikan oleh sirkulasi aliran airtanah yang
kurang aktif dan total padatan terlarut yang lebih tinggi. Sulfat biasanya
merupakan anion yang dominan pada zona ini.
c. Zona bagian bawah (lower zone), dicirikan dengan aliran airtanah yang sangat
lambat. Mineral dengan tingkat kelarutan tinggi umum dijumpai pada zona ini
karena sangat sedikit pembilasan airtanah (groundwater flushing). Zona ini juga
dicirikan oleh kandungan Cl-
dan total padatan terlarut yang tinggi.
III.6 Total Dissolved Solids (TDS) dan pH
Total Dissolved Solids (TDS) pada airtanah merupakan total padatan terlarut yang tersisa
setelah air tersebut mengalami penguapan sampai kering dengan satuan ppm (part per
million) (Freeze dan Cherry, 1979). Unsur anorganik pada TDS berperan dalam salinitas air
(Clark, 2015). Klasifikasi sederhana airtanah berdasarkan TDS seperti pada Tabel III.1.
Tabel III.1 Klasifikasi Airtanah berdasarkan Total Dissolved Solid (Freeze dan Cherry,
1979).
Kategori Total Dissolved Solid (TDS)
Air Tawar 0 – 1.000
Air Payau 1.000 – 10.000
Air Asin 10.000 – 100.000
Air Garam > 100.000
Potensial hidrogen (pH) pada airtanah merupakan rasio ion H+
dan OH-
yang terlarut dan
menyebabkan air mengalami perubahan fisik menjadi bersifat asam atau basa yang berkaitan
36
dengan kondisi pembentuk dan penggunaan airtanah. Airtanah berdasarkan pH dapat
diklasifikasikan sebagai berikut (Tikhomirov, 2016) (Tabel III.2):
Tabel III.2 Klasifikasi airtanah berdasarkan pH (Tikhomirov, 2016).
Kategori pH
Sangat Asam < 3
Asam 3 – 5
Agak Asam 5 – 6,5
Netral 6,5 – 7,5
Agak Basa 7,5 – 8,5
Basa 8,5 – 9,5
Sangat Basa > 9,5
Daya hantar listrik (DHL) pada airtanah merupakan kemampuan arus listrik untuk melewati
airtanah (Tikhomirov, 2016). Nilai dari daya hantar listrik dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu
kandungan mineral terlarut dan temperatur saat pengukuran. Klasifikasi airtanah menurut
Tikhomirov (2016) adalah sebagai berikut (Tabel III.3):
Tabel III.3 Klasifikasi airtanah berdasarkan DHL (Tikhomirov, 2016).
Kategori Konduktivitas Elektrik (EC) (µS/m)
Air Hujan 20 - 120
Air Tawar 30 – 3.000
Air Payau 5.000 – 1,2 x 106
Air Laut 1,2 x 106
37
III.7 Spesies Nitrogen
Geokimia dan isotop digunakan untuk melacak asal dan transformasi kontaminan dalam air
tanah, serta memprediksi pola penyebaran dan dampaknya pada air permukaan. Nitrogen
merupakan nutrient yang penting, dengan peran struktural pada protein dan jaringan
tanaman. Reservoir terbesar nitrogen adalah N2 pada atmosfer. Nitrogen pada atmosefer
dalam bentuk N2 dapat bertransformasi membentuk senyawa lain melalui beragam proses
redoks dan menghasilkan senyawa (spesies) nitrogen utama (Clark, 2015), yaitu (Gambar
II.6):
Gambar III.6 Spesies Nitrogen dan kondisi redoks utama (Clark, 2015).
Dari spesies nitrogen tersebut, Nitrogen (N2), ammonium (NH4
+
), nitrat (NO3
-
) dan
dinitrogen oksida (N2O) merupakan yang terbesar terkandung dalam airtanah. Siklus
nitrogen menunjukkan mekanisme transformasi N2 di atmosfer menjadi nitrogen organik
pada tanaman oleh mikroba dan kembali lagi ke atmosfer menjadi N2 (Clark, 2015) seperti
yang ditunjukkan oleh Gambar III.7.
38
Gambar III.7 Siklus nitrogen (Clark, 2015).
Pada tanah dan airtanah, siklus nitrogen melibatkan sejumlah transformasi dalam berbagai
kondisi redoks (Clark, 2015), yaitu:
1. Biological fixaxion of N2, menghasilkan ammonia dan hidrogen kemudian disintesis
menjadi protein.
2. Degradasi Nitrogen Organik, merupakan komponen protein dan biomassa tanaman.
Degradasi aerobic dan anaerobic menghasilkan ammonia yang umum ditemukan
pada tanah dan pupuk dalam kondisi tidak jenuh. Amonia mudah menguap dan larut
dalam air.
3. Dekomposisi Urea, digunakan sebagai pupuk dalam bentuk butiran, dan diurai oleh
bakteri menghasilkan ammonia yang dibutuhkan untuk tanaman.
4. Ionisasi ammonia, terjadi dalam kondisi pH netral. Dalam laporan analitik umumnya
ammonia terionisasi dan ammonia tidak terionisasi digabung dalam satu nilai.
5. Penguapan ammonia. Konstanta hukum Henry yang relatif tinggi untuk amonia
memungkinkan 246 mg / L pada 25 ° C untuk tekanan parsial NH3 1 atm.
39
Karena tekanan parsial NH3 di udara dapat diabaikan terjadi kehilangan difusif dari
tumpukan kotoran atau aplikasi permukaan. Penguapan dari air tanah di bawah
permukaan air sangat diminimalkan dengan lambatnya laju difusi air.
6. Penyerapan ammonium, diserap oleh mineral lempung di tanah dan akuifer dengan
koefisien selektivitas yang mendekati K+
sehingga migrasi NH4
+
di akuifer terhambat
secara signifikan. Erosi tanah yang mengandung NH4 adalah salah satu sumber
utama kontaminasi ammonia pada air permukaan.
7. Nitrifikasi ammonium aerobik. Ionik dan anionik ammonia dapat teroksidasi menjadi
nitrat (NO3
-
) di air, dan membutuhkan oksigen terlarut (O2). Proses oksidasi terjadi
melalui dua tahap menghasilkan nitrit kemudian nitrat melalui reaksi bakteri
Nitrosomonas, Nitrobacter, dan Nitrosospira. Nitrifikasi ammonium dalam kondisi
aerobik hanya terjadi pada pupuk, tanah, dan airtanah dangkal.
8. Oksidasi anaerobik ammonium – anamoks, terjadi pada lingkungan anaerobik
dimana terdapat ammonium dan nitrat, seperti di aliran air limbah, perairan laut
anoksik, dan airtanah yang terkontaminasi.
9. Denitrifikasi, terjadi melalui reasksi oleh Pseudomonas denitrificans yang mereduksi
NO3
-
menjadi N2 yang membutuhkan karbon sebagai sumber energi.
Karena membutuhkan karbon organik, reaksi ini tidak terjadi di air beroksigen
dimana terdapat bakteri aerob. Di air pada kondisi anaerob dengan konsentrasi nitrat
yang rendah, denitrifikasi menghasilkan gas N2O.
40
Transformasi spesies nitrogen sangat sensitif terhadap redoks, nitrat stabil dalam kondisi
oksidasi dan amonium stabil dalam kondisi reduksi (Gambar III.8).
Gambar III.8 Kondisi pH-redoks untuk reaksi transformasi nitrogen (Clark, 2015).
41
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Karakteristik Fisik dan Kimia Airtanah
IV.1.1 Data Parameter Fisik dan Kimia Airtanah
Analisis karakteristik fisik dan kimia airtanah dilakukan pada 10 titik sampel airtanah bebas
pada sumur gali yang tersebar disekitar muara sungai utama di daerah Jakarta Utara dan
sekitarnya. Data parameter fisik dan kimia airtanah diperoleh dari Balai Konservasi Airtanah
(BKAT) dari tahun 2018 – 2020. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 37 sampel
airtanah yang dianalisis dari rentang tahun 2018 – 2020. Sampel airtanah pada tahun 2020
terdiri dari 10 sampel yang diambil pada saat musim hujan dan 7 sampel yang diambil saat
musim kemarau, sedangkan masing – masing 10 sampel airtanah dari 2018 – 2019 diambil
saat musim kemarau. Berdasarkan pola curah hujan bulanan, musim hujan pada daerah
penelitian terdapat pada bulan Desember – April yang ditandai dengan curah hujan bulanan
lebih tinggi dari 100 – 200 mm dan musim kemarau pada bulan Mei – November (Gambar
IV.1).
Gambar IV.1 Curah hujan bulanan daerah penelitian tahun 2018 – 2020 (BPS, 2021).
0
100
200
300
400
500
600
700
Curah
Hujan
(mm)
Axis Title
Curah Hujan Rata - Rata Bulanan Daerah Penelitian
Tahun 2018 - 2020
2018 2019 2020
42
Parameter fisik yang dianalisis terdiri dari total padatan terlarut (TDS), daya hantar listrik
(DHL), dan derajat keasaman (pH). Berdasarkan litologi, 2 titik sampel airtanah terletak
pada satuan Endapan Pematang Pantai dan 8 sampel lainnya pada satuan Endapan Aluvial.
Data parameter fisik airtanah dapat dilihat pada Tabel IV.1. Parameter kimia yang dianalisis
berupa ion utama yang terdiri dari kation (Natrium, Kalium, Kalsium, dan Magnesium) dan
anion (Karbonat/Bikarbonat, Klorida, dan Sulfat), serta spesies nitrogen berupa amonium
dan nitrat (Tabel IV.2).
Tabel IV.1 Data parameter fisik airtanah daerah penelitian tahun 2018 – 2020.
Tahun
Kode
Sampel
X Y TDS (mg/L) EC (µS/cm) pH Satuan Geologi
A1 716885 9325984 4668 7000 7,47
Endapan Pematang
Pantai
A2 708488 9322359 208 310 7,34 Endapan Aluvial
A3 704009 9322249 1152 1725 7,52 Endapan Aluvial
A4 714042 9320404 804 1202 7,66 Endapan Aluvial
A5 700470 9322209 1040 1558 7,44 Endapan Aluvial
A6 693205 9321943 692 1037 7,34
Endapan Pematang
Pantai
A7 689684 9325615 6328 9490 6,71 Endapan Aluvial
A8 693741 9320200 716 1072 7,25 Endapan Aluvial
A9 698282 9321782 1164 1745 7,29 Endapan Aluvial
A10 699598 9322868 1816 2720 7,79 Endapan Aluvial
A1 716885 9325984 2116 3170 7,3
Endapan Pematang
Pantai
A2 708488 9322359 192 283 7,2 Endapan Aluvial
A3 704009 9322249 564 846 7,4 Endapan Aluvial
A4 714042 9320404 920 1377 8,4 Endapan Aluvial
A5 700470 9322209 1016 1520 7,2 Endapan Aluvial
A6 693205 9321943 384 575,0 7,1
Endapan Pematang
Pantai
A7 689684 9325615 6348 9520,0 6,5 Endapan Aluvial
A8 693741 9320200 1116 1674,0 7,3 Endapan Aluvial
A9 698282 9321782 1112 1664,0 7,2 Endapan Aluvial
A10 699598 9322868 1284 1926,0 8,0 Endapan Aluvial
AH1 716889 9325978 1742 2600,00 7,90
Endapan Pematang
Pantai
AH2 708488 9322359 308,2 460,00 6,80 Endapan Aluvial
AH3 704009 9322249 770,5 1150,00 7,10 Endapan Aluvial
AH4 714042 9320404 475,7 710,00 8,50 Endapan Aluvial
AH5 700497 9322216 696,8 1040,00 7,50 Endapan Aluvial
AH6 693205 9321943 482,4 720 7,4
Endapan Pematang
Pantai
AH7 689684 9325615 2110,5 3.150,00 7,30 Endapan Aluvial
AH8 693741 9320200 1132,3 1.690,00 7,2 Endapan Aluvial
AH9 698282 9321782 1098,8 1.640,00 6,9 Endapan Aluvial
AH10 699598 9322868 2217,7 3.310,00 7,3 Endapan Aluvial
2018
2019
2020 Hujan
43
Tabel IV.2 Data parameter kimia airtanah daerah penelitian tahun 2018 – 2020.
AK1 716889 9325978 3073 4610 7,72
Endapan Pematang
Pantai
AK2 708488 9322359 382 573 7,86 Endapan Aluvial
AK5 700497 9322216 567,333333 851 7,92 Endapan Aluvial
AK6 693205 9321943 671,3 1007 7,28
Endapan Pematang
Pantai
AK7 689684 9325615 3300,0 4950 6,99 Endapan Aluvial
AK8 693741 9320200 1188,7 1783 7,5 Endapan Aluvial
AK9 698282 9321782 2960 4440 7,34 Endapan Aluvial
2020
Kemarau
Tahun
Kode
Sampel
X Y Ca
2+
(mg/L)
Mg
2+
(mg/L)
K
+
(mg/L)
Na
+
(mg/L)
CO3
2-
(mg/L)
HCO3
-
(mg/L)
Cl
-
(mg/L)
SO4
2-
(mg/L)
NO3
-
(mg/L)
NH4
+
(mg/L)
A1 716885 9325984 349,3 125,2 65,7 1130,4 0,0 591,0 2155,6 157,0 2,2 0,9
A2 708488 9322359 25,5 4,3 4,9 37,0 0,0 97,0 22,3 46,8 1,7 0,0
A3 704009 9322249 82,3 16,3 9,0 50,0 0,0 360,2 39,2 34,7 0,0 0,0
A4 714042 9320404 19,4 14,5 11,6 220,9 0,0 71,4 304,5 60,6 4,9 0,8
A5 700470 9322209 140,1 22,9 15,6 191,8 0,0 620,0 241,8 10,2 0,0 0,2
A6 693205 9321943 104,5 28,3 8,3 75,9 0,0 468,3 69,4 29,9 4,0 0,2
A7 689684 9325615 301,9 139,7 47,1 1673,1 0,0 305,5 3292,1 27,1 7,3 4,7
A8 693741 9320200 60,3 20,2 9,0 150,6 0,0 390,3 103,9 50,3 10,4 0,2
A9 698282 9321782 136,8 26,9 31,4 212,1 0,0 494,0 316,7 17,8 14,9 0,1
A10 699598 9322868 30,9 73,5 36,5 495,7 0,0 703,6 550,6 36,9 3,1 3,8
A1 716885 9325984 120,9 54,2 29,3 542,3 0,0 436,0 857,3 55,8 0,0 0,1
A2 708488 9322359 30,1 4,8 3,6 20,7 0,0 99,2 9,4 41,1 6,2 0,4
A3 704009 9322249 100,2 20,9 9,4 53,2 0,0 341,2 67,4 78,2 11,1 1,9
A4 714042 9320404 24,8 20,7 12,4 244,8 8,8 37,9 401,9 44,8 0,0 2,8
A5 700470 9322209 140,0 23,0 13,3 170,0 0,0 573,2 235,9 30,2 4,7 0,0
A6 693205 9321943 73,2 13,0 6,3 43,6 0,0 320,0 47,0 43,5 0,1 0,0
A7 689684 9325615 276,3 229,5 50,1 1760,9 0,0 385,8 3576,3 141,5 1,1 13,0
A8 693741 9320200 16,0 8,4 7,9 377,1 0,0 535,2 177,8 140,5 0,0 0,1
A9 698282 9321782 145,5 23,3 30,7 189,6 0,0 516,3 239,1 75,0 13,7 0,1
A10 699598 9322868 60,1 21,7 26,2 310,6 0,0 553,1 357,1 9,9 0,2 2,6
AH1 716889 9325978 93,218 25,452 23,470 311,927 0,000 358,643 502,752 94,300 0,300 0,100
AH2 708488 9322359 35,878 7,121 9,200 13,177 0,000 101,040 25,428 33,400 10,200 0,000
AH3 704009 9322249 92,189 16,407 16,140 60,519 0,000 344,638 58,965 87,000 7,500 1,800
AH4 714042 9320404 29,066 11,211 10,470 89,160 0,000 78,531 56,963 161,000 0,000 0,200
AH5 700497 9322216 69,300 20,881 17,615 37,145 0,000 346,639 40,344 41,900 2,150 3,250
AH6 693205 9321943 94,406 5,677 13,360 47,059 0,000 251,100 53,158 92,700 0,700 -
AH7 689684 9325615 81,920 16,166 23,118 666,435 0,000 366,688 698,768 176,000 1,100 -
AH8 693741 9320200 16,553 13,135 14,840 386,151 0,000 371,148 194,714 360,000 2,800 -
AH9 698282 9321782 110,326 22,998 27,320 185,045 0,000 478,691 243,518 79,000 0,800 -
AH10 699598 9322868 96,070 32,044 93,350 555,727 0,000 751,801 721,293 37,100 2,200 -
AK1 716889 9325978 85,1 46,2 90,146 841,285 0,0 459,6 1230,6 124,10 3,70 0,00
AK2 708488 9322359 42,8 10,3 13,327 76,677 0,0 197,0 61,7 51,90 3,40 0,00
AK5 700497 9322216 69,1 12,6 16,959 98,270 0,0 352,2 85,6 35,00 32,20 2,00
AK6 693205 9321943 102,1 29,3 13,502 64,250 0,0 412,7 61,2 63,60 44,00 0,60
AK7 689684 9325615 85,3 120,5 25,566 775,723 0,0 347,2 1294,4 108,00 5,70 4,00
AK8 693741 9320200 11,0 18,4 14,873 277,975 0,0 495,7 201,5 79,90 9,00 0,10
AK9 698282 9321782 278,4 36,7 121,268 563,392 0,0 572,8 1175,4 96,70 2,40 2,90
2020
Kemarau
2018
2019
2020
Hujan
44
Berikut distribusi 10 titik sampel airtanah dan 14 titik sampel air sungai yang digunakan
dalam penelitian ini (Gambar IV.2).
Gambar IV.2 Peta distribusi sampel airtanah dan air sungai di daerah penelitian.
IV.1.2 Analisis Statistik Paremeter Fisik dan Kimia Airtanah
Analisis statistik parameter hidrokimia dari 10 titik sampel airtanah tahun 2018 – 2020 (7
sampel ditahun 2020 musim kemarau) ditunjukkan pada Tabel IV.3, yang terdiri dari nilai
minimum, maksimum, rata-rata, dan standar deviasi dari parameter fisik, ion utama dan
parameter nitrogen. Rata – rata nilai TDS pada masing – masing tahun 2018 – 2020 secara
berurutan, yaitu 1.858,8 mg/L, 1.503,2 mg/L, 1.734,67 mg/L dan 1.103,49 mg/L ditahun
2020 musim hujan. Rata – rata nilai EC pada sampel airtanah di daerah penelitian dari tahun
2018 – 2020 secara berurutan, yaitu 2.785,9 µS/cm, 2.255,5 µS/cm, 2.602 µS/cm, dan 1.647
µS/cm ditahun 2020 musim hujan. >1.000 mg/L dan 1.500 µS/cm. Rata – rata nilai TDS dan
EC melewati nilai ambang, yaitu 1.000 mg/L untuk TDS dan 1.500 µS/cm untuk EC (WHO,
2017). Rata – rata nilai pH dari tahun 2018 – 2020 secara berurutan, yaitu 7,38; 7,35; 7,52;
dan 7,39 ditahun 2020 musim hujan. Rata – rata nilai pH airtanah di daerah penelitian tidak
melewati nilai ambang, yaitu 6,5 – 8,5 (WHO, 2017).
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
! !
Pulomas
Cakung Barat
Lagoa
Langengong
Kebonbawang
Penjaringan
Kelapagading
Pademangan Barat
Angke
Pinangsia
Pegadungan
Kembangan Utara
Cengkareng Barat
Tanjungduren Utara
PSG-3
PSG-2
PSG-1
CGK-2
CGK-1
SNT-2
SNT-1
CKG-3
CKG-2
CKG-1
CLW-4
CLW-3
CLW-2
CLW-1
KALI ANCOL
KA
LI
SU
N
TE
R
K
A
L
I
K
R
U
K
U
T
K
A
L
I
G
R
O
G
O
L
KA
LI
CID
EN
G
CAKUNG
DRAIN
CEN
GKA
REN
G
DRA
IN
KALI
SEKRETARIS
KALI
SENTIO
NG
KA
LI
MU
AR
A
K
A
L
I
S
U
N
T
E
R
KA
LI
CI
DE
NG
KALI ANCOL
KALI SUNTER
C
A
K
U
N
G
D
R
A
IN
KALI
MUARA
KALI
GROGOL
CAKUNG
DRAIN
KALI SUNTER
CENGKARENG
DRAIN
K
A
L
I
A
N
C
O
L
KA
LI
SE
NT
IO
NG
A9
A8
A7
A6
A5
A3 A2
A4
A1
A10
690000
,000000
690000
,000000
695000
,000000
695000
,000000
700000
,000000
700000
,000000
705000
,000000
705000
,000000
710000
,000000
710000
,000000
715000
,000000
715000
,000000
9320000
,000000
9320000
,000000
9325000
,000000
9325000
,000000
Aluvial (Qa)
Sungai/Badan Air
Endapan Pematang Pantai (Qbr)
Endapan Kipas Aluvial (Qav)
Tuff Banten (QTvb)
! Titik Sampel Air Sungai
! Titik Sampel Airtanah
Keterangan
JAWA BARAT
BANTEN
JAWA TENGAH
DKI JAKARTA
109°0'0"E
109°0'0"E
108°0'0"E
108°0'0"E
107°0'0"E
107°0'0"E
106°0'0"E
106°0'0"E
6°0'0"S
6°0'0"S
7°0'0"S
7°0'0"S
8°0'0"S
8°0'0"S
0 150
75
Km
±
Daerah Penelitian
0 2 4 6 8
Km
µ
Skala 1:75.000
Proyeksi UTM Zona
49S
Datum WGS84
45
Parameter hidrokimia yang dianalisis terdiri dari ion utama kation berupa Ca2+
, Mg2+
, K+
,
dan Na+
dan anion berupa HCO3
-
/CO3
2-
, Cl-
, SO4
2-
serta parameter nitrogen berupa NO3
-
dan
NH4
+
. Konsentrasi kation dan anion di daerah penelitian dari tinggi ke rendah ditunjukkan
oleh Na+
> Ca2+
> Mg2+
> K+
> NH4
+
dan Cl-
> HCO3
-
> SO4
2-
> NO3
-
. Rata – rata nilai Na,
Ca2+
, Cl-
serta NH4
+
melewati nilai ambang yang ditetapkan WHO (2017), yaitu 200 mg/L,
50 mg/L, 250 mg/L dan 1,5 mg/L. Sedangkan hidrokimia lainnya termasuk nitrat
menunjukkan nilai rata – rata dibawah nilai ambang yang ditetapkan WHO (2017).
Berdasarkan analisis statistik, parameter hidrokimia pada airtanah di daerah penelitian tidak
menunjukkan perubahan yang signifikan.
Tabel IV.3 Rangkuman statistik parameter hidrokimia airtanah tahun 2018 – 2020.
Analisis korelasi parameter fisik dan kimia airtanah digunakan untu mengetahui hubungan
antara satu variabel dengan variabel lainnya. Koefisien korelasi memiliki rentang nilai antara
+1 hingga -1. Koefisien korelasi dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu korelasi
kuat jika nilai koefisien korelasi antara ±0,75 hingga ±1, korelasi ksedang jika nilai koefisien
korelasi antara ±0,5 hingga ±0,75, dan korelasi lemah jika nilai koefisien korelasi antara 0
hingga ±0,5. Berikut persamaan korelasi pearson menurut (Chen dkk., 2021):
Hasil analisis korelasi parameter hidrokimia airtanah di daerah penelitian ditunjukkan oleh
Gambar IV.3. Warna hijau menunjukkan korelasi kuat positif, ungu menunjukkan korelasi
Tahun Indeks
TDS
(mg/L)
EC
(μS/cm)
pH
Ca
2+
(mg/L)
Mg
2+
(mg/L)
K
+
(mg/L)
Na
+
(mg/L)
CO3
2-
(mg/L)
HCO3
-
(mg/L)
Cl-
(mg/L)
SO4
2-
(mg/L)
NO3
-
(mg/L)
NH4
+
(mg/L)
minimum 208 310 6,71 19,43 4,27 4,89 36,97 0 71,37 22,34 10,2 0 0
maksimum 6328 9490 7,79 349,3 139,69 65,7 1673,09 0 703,62 3292,13 157 14,9 4,7
rata - rata 1858,80 2785,90 7,38 125,10 47,17 23,91 423,75 0,00 410,13 709,61 47,13 4,85 1,09
SD 2000,70 3001,10 0,29 114,64 48,64 20,47 546,71 0,00 210,80 1106,62 41,43 4,78 1,71
minimum 192 283 6,54 16,01 4,84 3,59 20,67 0 37,91 9,41 9,9 0 0
maksimum 6348 9520 8,41 276,3 229,5 50,1 1760,9 8,7744 573,15 3576,27 141,5 13,7 13
rata - rata 1505,20 2255,50 7,35 98,70 41,94 18,93 371,26 0,88 379,80 596,93 66,05 3,71 2,10
SD 1783,57 2675,40 0,51 78,23 67,23 14,72 514,79 2,77 186,80 1075,06 44,21 5,11 3,99
minimum 308,2 460 6,8 16,55 5,68 9,20 13,18 0 78,53 25,43 33,4 0 0
maksimum 2217,7 3310 8,5 110,33 32,04 93,35 666,43 0 751,80 721,29 360 10,2 3,25
rata - rata 1103,49 1647,00 7,39 71,89 17,11 24,89 235,23 0,00 344,89 259,59 116,24 2,78 1,07
SD 695,44 1037,97 0,50 32,89 8,33 24,76 234,67 0,00 189,75 278,18 98,28 3,38 1,43
minimum 382 573 6,99 10,98 10,30 13,33 64,25 0 196,98 61,18 35 2,4 0
maksimum 3300 4950 7,92 278,43 120,51 121,27 841,29 0 572,84 1294,38 124,1 44 4
rata - rata 1734,67 2602,00 7,52 96,25 39,13 42,23 385,37 0,00 405,32 587,19 79,89 14,34 1,37
SD 1314,34 1971,51 0,34 85,96 38,17 44,48 337,71 0,00 121,68 607,35 31,86 16,72 1,61
1000 1500 6,5 - 8,5 50 75 12 200 - 500 250 250 50 1,5
2019
2020
Hujan
2020
Kemarau
2018
Nilai ambang
WHO (2017)
𝑟𝑥𝑦 =
∑ (𝑥𝑖 − 𝑥)(𝑦𝑖 − 𝑦)
𝑛
𝑖=1
√∑ (𝑥𝑖 − 𝑥)2(𝑦𝑖 − 𝑦)2
𝑛
𝑖=1
Keterangan:
rxy = koefisien korelasi pearson
parameter x dan y
n = jumlah data
x dan y= variabel atau parameter
46
kuat negatif, sedangkan warna putih menunjukkan korelasi lemah. Parameter TDS dan DHL
menunjukkan korelasi kuat dengan ion utama (Ca, Mg, Na, dan Cl) dan korelasi sedang
dengan parameter K dan NH4. Parameter Ca menunjukkan korelasi kuat dengan parameter
Cl dan korelasi sedang dengan parameter kation (Na, Mg, dan K). Parameter Na
menunjukkan korelasi kuat dengan parameter Mg dan Cl, sedangkan dengan Ca dan K
menunjukkan korelasi sedang. Parameter Cl menunjukkan korelasi kuat dengan kation
utama (Ca, Mg, dan Na). Untuk parameter nitrogen, korelasi kuat ditunjukkan oleh NH4 dan
Mg, sedangkan korelasi sedang ditunjukkan oleh NH4 dan TDS serta ion utama (Na dan Cl).
Sedangkan nitrat tidak menunjukkan korelasi yang baik terhadap parameter hidrokimia
lainnya.
Gambar IV.3 Korelasi pearson parameter hidrokimia airtanah.
Analisis diagram bivariat dilakukan untuk penilaian awal terhadap proses yang
memengaruhi komposisi kimia airtanah di daerah penelitian. Hubungan antara Na dan Cl
umum digunakan untuk mengidentifikasi proses yang memengaruhi tingkat salinitas pada
airtanah. Rasio Na/Cl = 1 mengindikasikan airtanah dipengaruhi oleh proses evaporasi, rasio
Na/Cl < 1 menunjukkan airtanah dipengaruhi oleh interaksi dengan air asin atau pertukaran
ion, sedangkan rasio antara Na dan Cl > 1 mengindikasikan proses pertukaran ion terbalik
yang melibatkan natrium dari material lempung masuk ke airtanah (Meybeck, 1987).
Pada diagram bivariat antara Na dan Cl menunjukkan bahwa sampel airtanah di daerah
penelitian umumnya memiliki rasio Na/Cl = 1 dan Na/Cl < 1 (Gambar IV.4). Hal ini
mengindikasikan airtanah di daerah penelitian umumnya dipengaruhi oleh proses evaporasi,
47
pertukaran ion, dan interaksi dengan air asin. Untuk mengevaluasi pengaruh proses
pertukaran ion juga dilakukan analisis diagram bivariat antara Na dengan Ca, Na dengan
Mg, dan Ca dan Mg. Diagram bivariat antara Na dengan Ca dan Na dengan Mg menunjukkan
airtanah di daerah penelitian memiliki kandungan natrium yang lebih tinggi dibandingkan
kalsium dan magnesium. Hal ini mengindikasikan proses pertukaran ion terbalik melalui
adsorbsi ion Ca dan Mg. Diagram bivariat antara Ca dengan Mg menunjukkan airtanah
didominasi oleh Ca yang mengindikasikan adanya proses pelapukan mineral karbonat atau
silikat.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar IV.4 Grafik bivariat ion utama (a) Na dan Cl; (b) Mg dan Na; (c) Ca dan Na; (d)
Mg dan Ca.
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
4500
0 500 1000 1500 2000
Cl
-
(mg/L)
Na+ (mg/L)
0,0
250,0
500,0
750,0
1000,0
1250,0
1500,0
1750,0
2000,0
0,0 100,0 200,0 300,0
Na
+
(mg/L)
Mg2+ (mg/L)
0,0
250,0
500,0
750,0
1000,0
1250,0
1500,0
1750,0
2000,0
0,0 100,0 200,0 300,0
Na
+
(mg/L)
Ca2+ (mg/L)
0,0
50,0
100,0
150,0
200,0
250,0
300,0
350,0
400,0
0,0 100,0 200,0 300,0
Ca
2+
(mg/L)
Mg2+ (mg/L)
2018 2019 2020 Hujan 2020 Kemarau
48
IV.1.3 Analisis Krakteristik Fisik Airtanah
Parameter fisik airtanah yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi total padatan terlarut
(TDS), daya hantar listrik (DHL), dan derajat keasaman (pH). Analisis karakteristik fisik
airtanah dilakukan untuk mengetahui persebaran nilai pada masing – masing sampel airtanah
dan mengetahui perubahan sifat fisik airtanah dalam rentang tahun 2018 – 2020.
Total Dissolved Solids (TDS) pada airtanah merupakan total padatan terlarut yang tersisa
setelah air tersebut mengalami penguapan sampai kering dengan satuan ppm (part per
million) atau mg/L (Freeze dan Cherry, 1979). Total padatan terlarut pada sampel airtanah
di daerah penelitiam dalam rentang tahun 2018 – 2020 memiliki rentang nilai dari 192 –
6.348 mg/L. Persebaran nilai TDS pada masing – masing sampel airtanah terdapat pada
Gambar IV.5.
Gambar IV.5 Nilai TDS pada masing – masing airtanah 2018 – 2020 (a) Variasi nilai TDS
2018 – 2020; (b) Perbandingan nilai TDS saat musim kemarau dengan musim hujan tahun
2020.
Variasi nilai TDS tinggi dari tahun 2018 sampai 2020 berdasarkan nilai ambang, yaitu
>1.000 mg/L (WHO, 2017) terdapat pada sampel A1, A7, A9, dan A10 sedangkan nilai TDS
rendah ditunjukkan oleh sampel A2 dan A6. Secara umum, TDS di daerah penelitian
cenderung mengalami penurunan dari tahun 2018 – 2019 dan kembali meningkat ditahun
2020, kecuali pada sampel A5 dan A7 yang justru mengalami penurunan ditahun 2020
(Gambar IV.5a).
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10
TDS
(mg/L)
Sampel Airtanah
2018 2019 2020 Kemarau
0,00
500,00
1000,00
1500,00
2000,00
2500,00
3000,00
3500,00
A1
A2
A3
A4
A5
A6
A7
A8
A9
A10
TDS
(mg/L)
Sampel Airtanah
2020 Hujan 2020 Kemarau
(b)
(a)
49
Variasi nilai TDS berdasarkan perbedaan musim menunjukkan bahwa saat musim hujan,
nilai TDS di daerah penelitian cenderung mengalami penurunan. Akan tetapi, penurunan
tersebut menunjukkan adanya perubahan yang signifikan terhadap kualitas airtanah jika
mengacu pada nilai ambang, yaitu 1.000 mg/L (Gambar IV.5b).
Pada peta persebaran, nilai TDS tinggi terdapat pada bagian utara daerah penelitian. Hal ini
mengindikasikan adanya pengaruh interaksi air asin dan airtanah pada bagian utara daerah
penelitian (Gambar IV.6).
Nilai TDS dapat menunjukkan tingkat salinitas pada airtanah. Semakin tinggi nilai TDS,
salinitas airtanah juga semakin tinggi. Berdasarkan TDS, airtanah dapat diklasifikasikan
sebagai air tawar, air payau, air asin, dan air garam (Freeze dan Cherry, 1979). Klasifikasi
airtanah berdasarkan TDS pada daerah penelitian terdapat dalam Tabel IV.4.
50
Gambar IV.6 Peta persebaran nilai TDS airtanah di daerah penelitian 2018 – 2020.
2018 2019
2020 Hujan 2020 Kemarau
Daerah Penelitian
±
0 150
75
Km
JAWA BARAT
BANTEN
JAWA TENGAH
DKI JAKARTA
109°0'0"E
109°0'0"E
108°0'0"E
108°0'0"E
107°0'0"E
107°0'0"E
106°0'0"E
106°0'0"E
6°0'0"S
6°0'0"S
7°0'0"S
7°0'0"S
8°0'0"S
8°0'0"S
±
0 150
75
Km
Daerah Penelitian
Aluvial (Qa)
Sungai/Badan Air
Endapan Pematang Pantai (Qbr)
Endapan Kipas Aluvial (Qav)
Tuff Banten (QTvb)
! Titik Sampel Air Sungai
! Titik Sampel Airtanah
Keterangan
Keterangan
TDS (mg/L)
Ñ tidak ada data
! < 500
! 500 - 1.000
! 1.000 - 2.000
! > 2.000
Sungai/Waduk
51
Tabel IV.4 Klasifikasi airtanah daerrah penelitian berdasarkan nilai TDS (Freeze dan
Cherry, 1979).
Kode
Sampel
Variasi TDS (mg/L)
2018 - 2020
Kategori Satuan Geologi
A1 1.742 – 4.668 Air payau Endapan Pematang Pantai
A2 192 - 382 Air tawar Endapan Aluvial
A3 564 – 1.152 Air tawar - payau Endapan Aluvial
A4 475,5 - 920 Air tawar Endapan Aluvial
A5 567 – 1.040 Air tawar - payau Endapan Aluvial
A6 384 - 692 Air tawar Endapan Pematang Pantai
A7 2.110,5 – 6.348 Air payau Endapan Aluvial
A8 716 – 1.187 Air tawar - payau Endapan Aluvial
A9 1.098,8 - 1.164 Air payau Endapan Aluvial
A10 1.816 - 2.217,7 Air payau Endapan Aluvial
Berdasarkan kandungan TDS, airtanah pada daerah penelitian dapat diklasifikasikan
menjadi air tawar (A2, A4, dan A6), air tawar – air payau (A3, A5, dan A8), dan air payau
(A1, A7, A9, dan A10).
Daya hantar listrik (DHL) pada airtanah merupakan kemampuan airtanah untuk melewati
arus listrik yang dating ke badan air tersebut (Tikhomirov, 2016). Daya hantar listrik
memiliki satuan siemens (S) yang dinyatakan dalam S/m. Persebaran nilai DHL pada masing
– masing sampel airtanah terdapat pada Gambar IV.7.
Gambar IV.7 Persebaran nilai DHL pada masing – masing airtanah 2018 – 2020 (a)
Variasi nilai DHL 2018 – 2020; (b) Perbandingan nilai DHL saat musim kemarau dengan
musim hujan tahun 2020.
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
10000
A1
A2
A3
A4
A5
A6
A7
A8
A9
A10
DHL
(µS/cm)
Sampel Airtanah
(a)
0,00
1000,00
2000,00
3000,00
4000,00
5000,00
6000,00
A1
A2
A3
A4
A5
A6
A7
A8
A9
A10
DHL
(µS/cm)
Sampel Airtanah
(b)
52
Daya hantar listrik pada sampel airtanah di daerah penelitiam dalam rentang tahun 2018 –
2020 memiliki rentang nilai dari 283 – 9.940 μS/cm. Sama halnya dengan TDS, daya hantar
listrik (DHL) pada airtanah juga mengalami perubahan akibat perbedaan musim.
Berdasarkan nilai ambang, yaitu 1.500 μS/cm (WHO, 2017), DHL tinggi terdapat pada
sampel A1, A7, A9, dan A10 sedangkan DHL rendah pada sampel A2 dan A6. Nilai DHL
umumnya lebih rendah saat musim hujan dibanding saat kemarau (Gambar IV.7).
Potensial hydrogen (pH) merupakan rasio ion H+
dan OH-
yang terlarut dalam airtanah dan
dapat menyebabkan perubahan kondisi airtanah menjadi bersifat asam atau basa
(Tikhomirov, 2016). Persebaran nilai pH airtanah pada daerah penelitian terlihat pada
Gambar IV.8.
Gambar IV.8 Persebaran nilai pH pada airtanah 2018 – 2020 (a) Variasi nilai pH 2018 –
2020; (b) Perbandingan nilai pH saat musim kemarau dengan musim hujan tahun 2020.
Nilai pH airtanah pada daerah penelitian bervariasi dari 6,54 – 8,5. Seluruh sampel airtanah
di daerah penelitian memiliki nilai pH yang memenuhi nilai ambang, yaitu 6,5 – 8,5 (WHO,
2017). Nilai pH tertinggi terdapat pada sampel A4 sedangkan pH terkecil terdapat pada
sampel A7. Nilai pH cenderung tidak menunjukkan adanya perubahan yang signifikan
terhadap perbedaan musim. Persebaran pH airtanah ditunjukkan oleh Gambar IV.9.
5,00
5,50
6,00
6,50
7,00
7,50
8,00
8,50
9,00
9,50
10,00
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10
pH
Sampel Airtanah
2018 2019 2020 Kemarau
(a)
5,00
5,50
6,00
6,50
7,00
7,50
8,00
8,50
9,00
9,50
10,00
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10
pH
Sampel Airtanah
2020 Hujan 2020 Kemarau
(b)
53
Gambar IV.9 Peta persebaran nilai pH airtanah di daerah penelitian tahun 2018 – 2020.
2018 2019
2020 Hujan 2020 Kemarau
Daerah Penelitian
±
0 150
75
Km
JAWA BARAT
BANTEN
JAWA TENGAH
DKI JAKARTA
109°0'0"E
109°0'0"E
108°0'0"E
108°0'0"E
107°0'0"E
107°0'0"E
106°0'0"E
106°0'0"E
6°0'0"S
6°0'0"S
7°0'0"S
7°0'0"S
8°0'0"S
8°0'0"S
±
0 150
75
Km
Daerah Penelitian
Aluvial (Qa)
Sungai/Badan Air
Endapan Pematang Pantai (Qbr)
Endapan Kipas Aluvial (Qav)
Tuff Banten (QTvb)
! Titik Sampel Air Sungai
! Titik Sampel Airtanah
Keterangan
Keterangan
Ñ tidak ada data
pH
! 6,5 - 7,5
! > 7,5
Sungai/Waduk
ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA  JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA
ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA  JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA
ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA  JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA
ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA  JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA
ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA  JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA
ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA  JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA
ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA  JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA
ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA  JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA
ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA  JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA
ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA  JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA
ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA  JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA
ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA  JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA
ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA  JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA
ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA  JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA
ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA  JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA
ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA  JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA
ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA  JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA
ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA  JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA
ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA  JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA
ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA  JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA
ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA  JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA
ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA  JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA
ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA  JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA
ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA  JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA
ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA  JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA
ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA  JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA
ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA  JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA
ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA  JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA
ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA  JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA

More Related Content

What's hot

Laporan geomorf Peta kontur
Laporan geomorf  Peta konturLaporan geomorf  Peta kontur
Laporan geomorf Peta kontur'Oke Aflatun'
 
Proses fosilisasi pada mahluk hidup
Proses fosilisasi pada mahluk hidupProses fosilisasi pada mahluk hidup
Proses fosilisasi pada mahluk hidupFebry Salsinha
 
Pembentukan Mineral Logam di Indonesia
Pembentukan Mineral Logam di IndonesiaPembentukan Mineral Logam di Indonesia
Pembentukan Mineral Logam di IndonesiaAlbert Tiar
 
Laporan praktikum geologi_laut_analisa_b
Laporan praktikum geologi_laut_analisa_bLaporan praktikum geologi_laut_analisa_b
Laporan praktikum geologi_laut_analisa_baskinputra
 
1 pendahuluan hidrogeologi
1 pendahuluan hidrogeologi1 pendahuluan hidrogeologi
1 pendahuluan hidrogeologiRoishe Prabowo
 
Contoh Makalah yang baik dan benar (Pondasi) / Penyesuaian Antara Pondasi Den...
Contoh Makalah yang baik dan benar (Pondasi) / Penyesuaian Antara Pondasi Den...Contoh Makalah yang baik dan benar (Pondasi) / Penyesuaian Antara Pondasi Den...
Contoh Makalah yang baik dan benar (Pondasi) / Penyesuaian Antara Pondasi Den...noussevarenna
 
Paper UCS, RQD & RMR
Paper UCS, RQD & RMRPaper UCS, RQD & RMR
Paper UCS, RQD & RMRheny novi
 
Batuan piroklastik
Batuan piroklastikBatuan piroklastik
Batuan piroklastikyadil142
 
Materi Kuliah Teknik Pertambangan ; Geologi Struktur Semester III STTNAS Yogy...
Materi Kuliah Teknik Pertambangan ; Geologi Struktur Semester III STTNAS Yogy...Materi Kuliah Teknik Pertambangan ; Geologi Struktur Semester III STTNAS Yogy...
Materi Kuliah Teknik Pertambangan ; Geologi Struktur Semester III STTNAS Yogy...Mario Yuven
 
Geoteknik Tambang-Rock mass classification system
Geoteknik Tambang-Rock mass classification systemGeoteknik Tambang-Rock mass classification system
Geoteknik Tambang-Rock mass classification systemUDIN MUHRUDIN
 
Paper kemampugaruan batuan terhadap uji kuat tekan
Paper kemampugaruan batuan terhadap uji kuat tekanPaper kemampugaruan batuan terhadap uji kuat tekan
Paper kemampugaruan batuan terhadap uji kuat tekanheny novi
 
326106200 aliran-debris-dan-lahar
326106200 aliran-debris-dan-lahar326106200 aliran-debris-dan-lahar
326106200 aliran-debris-dan-laharfahmi fadilla
 
Laporan Pembentukan Asal Vulkanik
Laporan Pembentukan Asal VulkanikLaporan Pembentukan Asal Vulkanik
Laporan Pembentukan Asal Vulkanik'Oke Aflatun'
 
Resume batu conglomerate, breksi, sandstone, dan mudstone
Resume batu conglomerate, breksi, sandstone, dan mudstoneResume batu conglomerate, breksi, sandstone, dan mudstone
Resume batu conglomerate, breksi, sandstone, dan mudstone'Oke Aflatun'
 
Beberapa contoh analisis kualitas air tanah
Beberapa contoh analisis kualitas air tanahBeberapa contoh analisis kualitas air tanah
Beberapa contoh analisis kualitas air tanahDasapta Erwin Irawan
 

What's hot (20)

Mekanika batuan
Mekanika batuanMekanika batuan
Mekanika batuan
 
Laporan geomorf Peta kontur
Laporan geomorf  Peta konturLaporan geomorf  Peta kontur
Laporan geomorf Peta kontur
 
Proses fosilisasi pada mahluk hidup
Proses fosilisasi pada mahluk hidupProses fosilisasi pada mahluk hidup
Proses fosilisasi pada mahluk hidup
 
Pembentukan Mineral Logam di Indonesia
Pembentukan Mineral Logam di IndonesiaPembentukan Mineral Logam di Indonesia
Pembentukan Mineral Logam di Indonesia
 
Kuliah genesa bahan galian
Kuliah genesa bahan galianKuliah genesa bahan galian
Kuliah genesa bahan galian
 
Laporan praktikum geologi_laut_analisa_b
Laporan praktikum geologi_laut_analisa_bLaporan praktikum geologi_laut_analisa_b
Laporan praktikum geologi_laut_analisa_b
 
1 pendahuluan hidrogeologi
1 pendahuluan hidrogeologi1 pendahuluan hidrogeologi
1 pendahuluan hidrogeologi
 
Klasifikasi RQD
Klasifikasi RQDKlasifikasi RQD
Klasifikasi RQD
 
Contoh Makalah yang baik dan benar (Pondasi) / Penyesuaian Antara Pondasi Den...
Contoh Makalah yang baik dan benar (Pondasi) / Penyesuaian Antara Pondasi Den...Contoh Makalah yang baik dan benar (Pondasi) / Penyesuaian Antara Pondasi Den...
Contoh Makalah yang baik dan benar (Pondasi) / Penyesuaian Antara Pondasi Den...
 
Paper UCS, RQD & RMR
Paper UCS, RQD & RMRPaper UCS, RQD & RMR
Paper UCS, RQD & RMR
 
Batuan piroklastik
Batuan piroklastikBatuan piroklastik
Batuan piroklastik
 
Materi Kuliah Teknik Pertambangan ; Geologi Struktur Semester III STTNAS Yogy...
Materi Kuliah Teknik Pertambangan ; Geologi Struktur Semester III STTNAS Yogy...Materi Kuliah Teknik Pertambangan ; Geologi Struktur Semester III STTNAS Yogy...
Materi Kuliah Teknik Pertambangan ; Geologi Struktur Semester III STTNAS Yogy...
 
Geoteknik Tambang-Rock mass classification system
Geoteknik Tambang-Rock mass classification systemGeoteknik Tambang-Rock mass classification system
Geoteknik Tambang-Rock mass classification system
 
Paper kemampugaruan batuan terhadap uji kuat tekan
Paper kemampugaruan batuan terhadap uji kuat tekanPaper kemampugaruan batuan terhadap uji kuat tekan
Paper kemampugaruan batuan terhadap uji kuat tekan
 
326106200 aliran-debris-dan-lahar
326106200 aliran-debris-dan-lahar326106200 aliran-debris-dan-lahar
326106200 aliran-debris-dan-lahar
 
Peta geologi
Peta geologiPeta geologi
Peta geologi
 
Laporan Pembentukan Asal Vulkanik
Laporan Pembentukan Asal VulkanikLaporan Pembentukan Asal Vulkanik
Laporan Pembentukan Asal Vulkanik
 
Deskripsi core
Deskripsi coreDeskripsi core
Deskripsi core
 
Resume batu conglomerate, breksi, sandstone, dan mudstone
Resume batu conglomerate, breksi, sandstone, dan mudstoneResume batu conglomerate, breksi, sandstone, dan mudstone
Resume batu conglomerate, breksi, sandstone, dan mudstone
 
Beberapa contoh analisis kualitas air tanah
Beberapa contoh analisis kualitas air tanahBeberapa contoh analisis kualitas air tanah
Beberapa contoh analisis kualitas air tanah
 

Similar to ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA

Jurnal ekologi perairan
Jurnal ekologi perairanJurnal ekologi perairan
Jurnal ekologi perairanPT. SASA
 
INDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN MAKRO INVERTEBRATA DI SUNGAI...
INDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN MAKRO INVERTEBRATA DI SUNGAI...INDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN MAKRO INVERTEBRATA DI SUNGAI...
INDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN MAKRO INVERTEBRATA DI SUNGAI...Asramid Yasin
 
KAJIAN KAPASITAS ASIMILASI BEBAN PENCEMARAN ORGANIK DAN ANORGANIK DI PERAIRAN...
KAJIAN KAPASITAS ASIMILASI BEBAN PENCEMARAN ORGANIK DAN ANORGANIK DI PERAIRAN...KAJIAN KAPASITAS ASIMILASI BEBAN PENCEMARAN ORGANIK DAN ANORGANIK DI PERAIRAN...
KAJIAN KAPASITAS ASIMILASI BEBAN PENCEMARAN ORGANIK DAN ANORGANIK DI PERAIRAN...Repository Ipb
 
Ikan tercemar logam barito1
Ikan tercemar logam barito1Ikan tercemar logam barito1
Ikan tercemar logam barito1Didik Prasetya
 
Analisis resiko kandungan merkuri (hg) pada lingkungan perairan
Analisis resiko kandungan merkuri (hg) pada lingkungan perairanAnalisis resiko kandungan merkuri (hg) pada lingkungan perairan
Analisis resiko kandungan merkuri (hg) pada lingkungan perairanTanty Puspa Sari
 
BIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDA
BIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDABIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDA
BIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDARepository Ipb
 
Monitoring t ingkat mari njeglek
Monitoring t ingkat mari njeglekMonitoring t ingkat mari njeglek
Monitoring t ingkat mari njeglekGoparipung Bambang
 
Laporan praktikum ekologi perairan
Laporan praktikum ekologi perairanLaporan praktikum ekologi perairan
Laporan praktikum ekologi perairanPT. SASA
 
PENELITIAN RESIDU AIR DI SUNGAI CISADANE
PENELITIAN RESIDU AIR DI SUNGAI CISADANEPENELITIAN RESIDU AIR DI SUNGAI CISADANE
PENELITIAN RESIDU AIR DI SUNGAI CISADANELifia Citra Ramadhanti
 
Kuliah Umum: Hidrodinamika Laut Indonesia
Kuliah Umum: Hidrodinamika Laut IndonesiaKuliah Umum: Hidrodinamika Laut Indonesia
Kuliah Umum: Hidrodinamika Laut Indonesiawidodopranowo
 
Review jurnal kimia industri
Review jurnal kimia industriReview jurnal kimia industri
Review jurnal kimia industriNirmalayaladri
 
Review jurnal kimia industri
Review jurnal kimia industriReview jurnal kimia industri
Review jurnal kimia industriNirmalayaladri
 
ANALISIS BEBERAPA KARAKTERISTIK LINGKUNGAN PERAIRAN YANG MEMPENGARUHI AKUMULA...
ANALISIS BEBERAPA KARAKTERISTIK LINGKUNGAN PERAIRAN YANG MEMPENGARUHI AKUMULA...ANALISIS BEBERAPA KARAKTERISTIK LINGKUNGAN PERAIRAN YANG MEMPENGARUHI AKUMULA...
ANALISIS BEBERAPA KARAKTERISTIK LINGKUNGAN PERAIRAN YANG MEMPENGARUHI AKUMULA...Repository Ipb
 

Similar to ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA (20)

Jurnal ekologi perairan
Jurnal ekologi perairanJurnal ekologi perairan
Jurnal ekologi perairan
 
Laporan ria sekanak
Laporan ria sekanakLaporan ria sekanak
Laporan ria sekanak
 
INDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN MAKRO INVERTEBRATA DI SUNGAI...
INDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN MAKRO INVERTEBRATA DI SUNGAI...INDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN MAKRO INVERTEBRATA DI SUNGAI...
INDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN MAKRO INVERTEBRATA DI SUNGAI...
 
Tambak udang
Tambak udangTambak udang
Tambak udang
 
KAJIAN KAPASITAS ASIMILASI BEBAN PENCEMARAN ORGANIK DAN ANORGANIK DI PERAIRAN...
KAJIAN KAPASITAS ASIMILASI BEBAN PENCEMARAN ORGANIK DAN ANORGANIK DI PERAIRAN...KAJIAN KAPASITAS ASIMILASI BEBAN PENCEMARAN ORGANIK DAN ANORGANIK DI PERAIRAN...
KAJIAN KAPASITAS ASIMILASI BEBAN PENCEMARAN ORGANIK DAN ANORGANIK DI PERAIRAN...
 
Ikan tercemar logam barito1
Ikan tercemar logam barito1Ikan tercemar logam barito1
Ikan tercemar logam barito1
 
Analisis resiko kandungan merkuri (hg) pada lingkungan perairan
Analisis resiko kandungan merkuri (hg) pada lingkungan perairanAnalisis resiko kandungan merkuri (hg) pada lingkungan perairan
Analisis resiko kandungan merkuri (hg) pada lingkungan perairan
 
BIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDA
BIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDABIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDA
BIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDA
 
Monitoring t ingkat mari njeglek
Monitoring t ingkat mari njeglekMonitoring t ingkat mari njeglek
Monitoring t ingkat mari njeglek
 
Laporan praktikum ekologi perairan
Laporan praktikum ekologi perairanLaporan praktikum ekologi perairan
Laporan praktikum ekologi perairan
 
PENELITIAN RESIDU AIR DI SUNGAI CISADANE
PENELITIAN RESIDU AIR DI SUNGAI CISADANEPENELITIAN RESIDU AIR DI SUNGAI CISADANE
PENELITIAN RESIDU AIR DI SUNGAI CISADANE
 
Kuliah Umum: Hidrodinamika Laut Indonesia
Kuliah Umum: Hidrodinamika Laut IndonesiaKuliah Umum: Hidrodinamika Laut Indonesia
Kuliah Umum: Hidrodinamika Laut Indonesia
 
Pkm muhammad iqram tanoto copy (2)
Pkm muhammad iqram  tanoto  copy (2)Pkm muhammad iqram  tanoto  copy (2)
Pkm muhammad iqram tanoto copy (2)
 
Tugas 5 lingkungan
Tugas 5 lingkunganTugas 5 lingkungan
Tugas 5 lingkungan
 
Jurnal uji fisik air
Jurnal uji fisik airJurnal uji fisik air
Jurnal uji fisik air
 
Review jurnal kimia industri
Review jurnal kimia industriReview jurnal kimia industri
Review jurnal kimia industri
 
Review jurnal kimia industri
Review jurnal kimia industriReview jurnal kimia industri
Review jurnal kimia industri
 
02 filter
02 filter02 filter
02 filter
 
ANALISIS BEBERAPA KARAKTERISTIK LINGKUNGAN PERAIRAN YANG MEMPENGARUHI AKUMULA...
ANALISIS BEBERAPA KARAKTERISTIK LINGKUNGAN PERAIRAN YANG MEMPENGARUHI AKUMULA...ANALISIS BEBERAPA KARAKTERISTIK LINGKUNGAN PERAIRAN YANG MEMPENGARUHI AKUMULA...
ANALISIS BEBERAPA KARAKTERISTIK LINGKUNGAN PERAIRAN YANG MEMPENGARUHI AKUMULA...
 
Makalah bioteknologi uts
Makalah bioteknologi utsMakalah bioteknologi uts
Makalah bioteknologi uts
 

ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA

  • 1. ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA TUGAS AKHIR B Diajukan sebagai syarat menyelesaikan jenjang sarjana Strata Satu (S1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung Oleh: DITA APRILIA PUTRA 12017023 PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2022
  • 2. i LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL TUGAS AKHIR B ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA Diajukansebagaisyaratmelakukan TugasAkhir-SarjanaStrataSatu(S1), ProgramStudiTeknikGeologi,FakultasIlmudanTeknologiKebumian, Institut Teknologi Bandung Mengajukan, Dita Aprilia Putra NIM 12017023 Menyetujui, Pembimbing 1 Dr. Dasapta Erwin Irawan, S.T., M.T. NIP. 197604172008011007
  • 3. ii ABSTRAK ANALISIS HIDROKIMIA SPASIAL-TEMPORAL AIRTANAH BEBAS DI KOTA JAKARTA UTARA DAN SEKITARNYA Oleh: Dita Aprilia Putra 12017023 Daerah penelitian berfokus pada daerah dataran pantai utara Jakarta. Secara administratif, daerah penelitian terletak pada Jakarta Utara, sebagian Jakarta Barat, Jakarta Pusat, dan Jakarta Timur dengan luas 295,2 km2 . Airtanah bebas di daerah pesisir dipengaruhi oleh presipitasi air hujan, pengaruh air laut, dan aktivitas antropogenik. Permasalahan yang umum terjadi berupa kontaminasi air tawar oleh air asin dan penurunan kualitas airtanah akibat pengaruh aktivitas manusia. Nitrat dan ammonium dapat digunakan sebagai indikator pencemaran airtanah bebas oleh aktivitas manusia. Kadar nitrat dan ammonium yang tinggi pada airtanah dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan manusia dan ekosistem. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi parameter fisik dan kimia airtanah bebas pada daerah penelitian, menentukan persebaran kontaminan nitrat dan ammonium, serta mengevaluasi kualitas airtanah bebas menggunakan metode WQI (Water Quality Index). Daerah penelitian terdiri dari dua satuan geomorfologi, yaitu Satuan Geomorfologi Dataran Pantai dan Satuan Geomorfologi Kipas Gunungapi Bogor. Geologi daerah penelitian terdiri dari Tuf Banten, Endapan Kipas Aluvial, Endapan Pematang Pantai, dan Aluvial. Hidrogeologi daerah penelitian terdiri dari akuifer dengan aliran melalui ruang antar butir yang terdiri dari beberapa akifer batupasir. Penentuan karakteristik fisik dan kimia airtanah dilakukan pada 10 titik sumur yang bersumber dari Balai Konservasi Airtanah Jakarta tahun 2018 – 2020. Seluruh sumur diasumsikan berada pada sistem akifer bebas dengan kedalaman MAT 0,18 – 1,15 m di bawah muka tanah. Air tanah di daerah penelitian memiliki nilai TDS berkisar antara 192 – 6.348 mg/L, DHL berkisar antara 283 – 9520 µS/cm, dan pH berkisar antara 6,5 – 8,5. Airtanah daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi air tawar, air tawar – payau, dan air payau. Komposisi kimia airtanah di daerah penelitian memiliki tren kation dan anion Na+ > Ca2+ > Mg2+ > K+ > NH4 + dan Cl- > HCO3 - > SO4 2- > NO3 - . Nilai nitrat di daerah penelitian berkisar antara 0 - 44 mg/L. Nilai tersebut masih dibawah ambang batas nitrat untuk air minum, yaitu < 50 mg/L. Nilai ammonium berkisar antara 0 – 13 mg/L. Nilai tersebut melebihi nilai ambang batas untuk air minum, yaitu 1,5 mg/L. Fasies airtanah di daerah penelitian terdiri dari tipe Na-Cl, Na-HCO3, dan Ca-HCO3, serta airtanah yang berubah fasies. Komposisi kimia airtanah di daerah penelitian dipengaruhi oleh air laut, presipitasi dan evaporasi, interaksi dengan batuan berupa pertukaran kation, serta aktivitas antropogenik. Kualitas airtanah di daerah penelitian dengan metode WQI terdiri dari airtanah dengan kualitas baik, buruk, sangat buruk, dan tidak layak konsumsi. Kata kunci: spasial-temporal, pesisir Jakarta, aktivitas manusia, kualitas airtanah
  • 4. iii ABSTRACT SPATIAL-TEMPORAL HYDROCHEMISTRY ANALYSIS OF UNCONFINED GROUNDWATER IN NORTH JAKARTA AND SURROUNDING AREA By: Dita Aprilia Putra 12017023 The research area focuses on the coastal plains of northern Jakarta. Administratively, the research area is located in North Jakarta including West Jakarta, Central Jakarta, and East Jakarta with an estimation area is about 295,2 km2 . Groundwater in coastal areas is affected by rainwater precipitation, the influence of seawater, and anthropogenic activities. Problems that commonly occur in the coastal area are typically connected to contamination of freshwater by saline water and groundwater quality deterioration due to the influence of human activities. Nitrate and ammonium can be used as contamination indicators influenced by anthropogenic activities. A high-level concentration of nitrate and ammonium in groundwater has a negative impact on human health also the ecosystem. The purpose of this research was to identify the physical and chemical parameters of unconfined groundwater in the study area, determine the distribution of nitrate and ammonium contaminants, and evaluate unconfined groundwater quality using the WQI (Water Quality Index) method. The research area consists of two geomorphological units, namely the Coastal Plain Geomorphological Unit and the Bogor Volcano Fan Geomorphology Unit. The geology of the research area consists of Banten tuff, Alluvial Fan Deposit, Beach Ridge Deposit, and Alluvial. The hydrogeology of the study area consists of aquifers with flow through inter-grain spaces consisting of several sandy aquifers. Determination of the physical and chemical characteristics of groundwater was carried out at 10 wells sourced by the Jakarta Groundwater Conservation Center during 2018 - 2020. All wells are assumed to be in an unconfined aquifer system with the depth of water level range between 0,18 – 1,15 m below ground level. Groundwater in the study area has a TDS value ranging from 192 – 6,348 mg/L, DHL ranging from 283 – 9520 S/cm, and pH ranging from 6.5 – 8.5. Groundwater in the study area can be grouped into freshwater, fresh-brackish water, and brackish water. The chemical composition of groundwater in the research area has a trend of cations and anions Na+ > Ca2+ > Mg2+ > K+ > NH4 + and Cl- > HCO3 - > SO4 2- > NO3 - . Nitrate values in the research area ranged from 0 - 44 mg/L. This value is below the nitrate threshold for drinking water, which is < 50 mg/L. Ammonium values ranged from 0 – 13 mg/L. This value exceeds the threshold value for drinking water, which is 1,5 mg/L. The groundwater facies in the research area consisted of four types, i.e, Na-Cl, Na-HCO3, Na-SO4, dan Ca- HCO3, as well as groundwater that changed facies. The chemical composition of groundwater in the research area is influenced by seawater, precipitation and evaporation, interactions with rocks in the form of cation exchange, and anthropogenic activities. Groundwater quality in the research area using the WQI method can be grouped as good, bad, very poor, and unsuitable for drinking. Keywords: spatial-temporal, coastal Jakarta, anthropogenic activities, groundwater quality
  • 5. iv KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat karunia dan anugerah- Nya, sehingga laporan tugas akhir yang berjudul “Analisis Hidrokimia Spasial Temporal Airtanah Bebas di Kota Jakarta Utara dan Sekitarnya” dapat penulis selesaikan. Laporan ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S-1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung. Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis menerima banyak bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Aswar Ahdar (Ayah) dan Nursel (Ibu) yang telah memberi dukungan dan doa untuk penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir dengan baik. 2. Dr. Dasapta Erwin Irawan, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun, serta membantu penulis terkait pengerjaan tugas akhir dan pembiayaan dari awal mengerjakan hingga selesai. 3. Dr. Rachmat Fajar Lubis dan Hendra Bakti, S.T., M.T. selaku pembimbing dari LIPI yang telah menyediakan data, memberikan kritik, dan saran yang membangun, serta membantu penulis terkait pengerjaan tugas akhir dan survei ke lapangan untuk mengetahui kondisi langsung di daerah penelitian penulis. 4. Dosen dan staf di Program Studi Teknik Geologi ITB atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama masa perkuliahan. 5. Dziki, Enggal, Fadhlan, Farhan, dan Rifky selaku teman satu bimbingan yang menemani, memberi semangat, dan membantu penulis mengambil data, mengolah data, membuat laporan, dan bertukar pikiran. 6. Balai Konservasi Airtanah Jakarta (BKAT) dan Dinas Lingkungan Hidup Jakarta (DLH DKI Jakarta) yang telah mengizinkan penulis menggunakan data airtanah dan data air sungai sebagai bahan penelitian. 7. Agie, Agung, Amir, Bondan, Dary, Farid, Fayed, dan Jomi yang telah meluangkan waktu untuk berbincang, diskusi, dan memberi semangat bagi penulis dalam mengerjakan tugas akhir. 8. Teman-teman Teknik Geologi 2017 dan keluarga HMTG “GEA” ITB.
  • 6. v 9. Pihak-pihak lain yang belum dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan tugas akhir ini. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini terdapat ketidaksempurnaan terkait penulisan, materi, dan lain-lain. Oleh karena itu, penulis memohon maaf apabila terdapat kekeliruan dalam tugas akhir ini. Penulis mengharapkan saran dan masukan yang membangun agar penulis bisa menjadi lebih baik kedepannya. Semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat digunakan dengan baik oleh pembaca. Bandung, 8 Maret 2022 Bandung, 8 Maret 2022 Penulis, Dita Aprilia Putra 12017023
  • 7. vi DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................................................i ABSTRAK .................................................................................................................................ii ABSTRACT................................................................................................................................iii KATA PENGANTAR...............................................................................................................iv DAFTAR ISI.............................................................................................................................vi DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................................viii DAFTAR TABEL.....................................................................................................................xi BAB I ......................................................................................................................................... 1 PENDAHULUAN...................................................................................................................... 1 I.1 Latar Belakang .................................................................................................................. 1 I.2 Maksud dan Tujuan Penelitian.......................................................................................... 3 I.3 Batasan Masalah................................................................................................................ 3 I.4 Lokasi Penelitian............................................................................................................... 4 I.5 Metode dan Tahapan Penelitian ........................................................................................ 5 I.5.1 Metode Penelitian....................................................................................................... 5 I.5.2 Tahapan Penelitian ..................................................................................................... 6 I.6 Diagram Alir Penelitian .................................................................................................... 7 I.7 Sistematika Penulisan........................................................................................................ 8 BAB II...................................................................................................................................... 10 GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI....................................................................................... 10 II.1 Geologi dan Hidrogeologi Regional.............................................................................. 10 II.1.1 Fisiografi Regional.................................................................................................. 10 II.1.2 Geomorfologi Regional........................................................................................... 12 II.1.3 Stratigrafi Regional ................................................................................................. 13 II.1.4 Struktur Geologi Regional ...................................................................................... 20 II.2 Hidrogeologi Regional................................................................................................... 24 BAB III..................................................................................................................................... 28 DASAR TEORI........................................................................................................................ 28 III.1 Siklus Hidrologi............................................................................................................ 28 III.2 Satuan Hidrogeologi..................................................................................................... 29 III.3 Komposisi Kimia Airtanah........................................................................................... 31 III.4 Fasies Hidrokimia Airtanah.......................................................................................... 32 III.5 Evolusi Airtanah........................................................................................................... 34
  • 8. vii III.6 Total Dissolved Solids (TDS) dan pH .......................................................................... 35 III.7 Spesies Nitrogen........................................................................................................... 37 BAB IV .................................................................................................................................... 41 HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................................................ 41 IV.1 Karakteristik Fisik dan Kimia Airtanah ....................................................................... 41 IV.1.2 Analisis Statistik Paremeter Fisik dan Kimia Airtanah ......................................... 44 IV.1.3 Analisis Krakteristik Fisik Airtanah ...................................................................... 48 IV.1.4 Analisis Karakteristik Kimia Airtanah .................................................................. 54 IV.2 Analisis Nitrat dan Amonium Pada Airtanah............................................................... 63 IV.2.1 Distribusi Nitrat dan Amonium Pada Airtanah ..................................................... 63 IV.2.2 Identifikasi Sumber Nitrat dan Amonium ............................................................. 67 IV.3 Kualitas Airtanah Daerah Penelitian ............................................................................ 71 BAB V...................................................................................................................................... 76 SINTESIS GEOLOGI.............................................................................................................. 76 BAB VI .................................................................................................................................... 78 KESIMPULAN ........................................................................................................................ 78 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 79
  • 9. viii DAFTAR GAMBAR Gambar I.1 Grafik jumlah penduduk di Jakarta Utara pada tahun 2010 – 2020 berdasarkan BPS DKI Jakarta (2021)..................................................................................... 1 Gambar I.2 Daerah penelitian berdasarkan (yang bertanda kotak merah)................................. 5 Gambar I.3 Diagram Alir Penelitian. ......................................................................................... 8 Gambar II.1 Peta fisiografi Jawa Barat (Van Bemmelen, 1949). ............................................ 10 Gambar II.2 Peta geomorfologi DKI Jakarta (modifikasi dari Goei, 1965 dan Soewijanto, 1977 dalam Marilyn, 2012). ............................................................................. 12 Gambar II.3 Stratigrafi daerah penelitian (ditandai kotak berwarna merah) kompilasi dari Fachri dkk (2002); Turkandi dkk (1992).......................................................... 14 Gambar II.4 Peta geologi DKI Jakarta dan sekitarnya (Fachri dkk., 2002)............................. 17 Gambar II.5 Peta geologi, penampang geologi bawah permukaan, dan kolom stratigrafi daerah penelitian (Turkandi dkk., 1992; Assegaf dkk., 2017). ........................ 19 Gambar II.6 Peta provinsi tektonik Jawa Barat (Darman dan Sidi, 2000)............................... 20 Gambar II.7 Daerah Cekungan Utara terdiri dari Cekungan Utara Jawa Barat dan Cekungan Sunda-Asri (Kohar dkk., 1996 dalam Darman dan Sidi, 2000). ...................... 21 Gambar II.8 Penampang barat-timur Jawa Barat Utara (Padmosukismo dan Yahya, 1974 dalam Fachri dkk., 2002).................................................................................. 21 Gambar II.9 Peta struktur Sub Cekungan Ciputat (Pertamina BPPKA, 1996 dalam Fachri dkk., 2002). Kontur struktur dalam milidetik TWT. ........................................ 22 Gambar II.10 Peta struktur Sub Cekungan Ciputat (Pertamina BPPKA, 1996 dalam Fachri dkk., 2002). Kontur struktur dalam milidetik TWT. ........................................ 23 Gambar II.11 Hidrogeologi bawah permukaan Cekungan Airtanah Jakarta (Soekardi dan Purbohadiwidjojo, 1975 dalam Suherman dan Sudaryanto, 2009). ................. 25 Gambar II.12 Kolom Stratigrafi dan hidrostratigrafi Cekungan Airtanah Jakarta (daerah penelitian ditunjukkan kotak warna merah) (Fachri dkk., 2002)...................... 26 Gambar II.13 Peta hidrogeologi daerah penelitian (Murtianto, 1993)..................................... 27 Gambar III.1 Siklus hidrologi (Todd dan Mays, 2004)............................................................ 28 Gambar III.2 Tipe akifer: A. akifer tertekan; B. akifer bebas; C. Akifer bocor (Kruseman dan de Ridder, 1994). .............................................................................................. 29 Gambar III.3 Contoh tipologi sistem akifer endapan fluvial (Freeze dan Cherry, 1979). ....... 30 Gambar III.4 Diagram Piper untuk penentuan fasies airtanah (Fetter, 1994).......................... 33
  • 10. ix Gambar III.5 Diagram Stiff (Fetter, 1994)............................................................................... 34 Gambar III.6 Spesies Nitrogen dan kondisi redoks utama (Clark, 2015). ............................... 37 Gambar III.7 Siklus nitrogen (Clark, 2015). ............................................................................ 38 Gambar III.8 Kondisi pH-redoks untuk reaksi transformasi nitrogen (Clark, 2015)............... 40 Gambar IV.1 Curah hujan bulanan daerah penelitian tahun 2018 – 2020 (BPS, 2021). ......... 41 Gambar IV.2 Peta distribusi sampel airtanah dan air sungai di daerah penelitian................... 44 Gambar IV.3 Korelasi pearson parameter hidrokimia airtanah. .............................................. 46 Gambar IV.4 Grafik bivariat ion utama (a) Na dan Cl; (b) Mg dan Na; (c) Ca dan Na; (d) Mg dan Ca............................................................................................................... 47 Gambar IV.5 Nilai TDS pada masing – masing airtanah 2018 – 2020 (a) Variasi nilai TDS 2018 – 2020; (b) Perbandingan nilai TDS saat musim kemarau dengan musim hujan tahun 2020. ............................................................................................. 48 Gambar IV.6 Peta persebaran nilai TDS airtanah di daerah penelitian 2018 – 2020. ............. 50 Gambar IV.7 Persebaran nilai DHL pada masing – masing airtanah 2018 – 2020 (a) Variasi nilai DHL 2018 – 2020; (b) Perbandingan nilai DHL saat musim kemarau dengan musim hujan tahun 2020...................................................................... 51 Gambar IV.8 Persebaran nilai pH pada airtanah 2018 – 2020 (a) Variasi nilai pH 2018 – 2020; (b) Perbandingan nilai pH saat musim kemarau dengan musim hujan tahun 2020. ................................................................................................................. 52 Gambar IV.9 Peta persebaran nilai pH airtanah di daerah penelitian tahun 2018 – 2020. ...... 53 Gambar IV.10 Hasil plot data hidrokimia pada Diagram Piper (1944). .................................. 56 Gambar IV.11 Diagram Stiff (1951) untuk sampel airtanah di daerah penelitian (biru tahun 2018, hijau tahun 2019, kuning tahun 2020 musim hujan, merah tahun 2020 musim kemarau). .............................................................................................. 58 Gambar IV.12 Proses pengendali komposisi kimia airtanah daerah penelitian (Chadha, 1999). .......................................................................................................................... 60 Gambar IV.13 Proses pengendali komposisi kimia airtanah (Gibbs, 1970). ........................... 61 Gambar IV.14 Diagram CAI sampel airtanah dari tahun 2018 – 2020 berdasarkan Diagram Schoeller (1965). .............................................................................................. 62 Gambar IV.15 Distribusi nilai nitrat dan amonium pada masing – masing sampel airtanah di daerah penelitian tahun 2018-2020 (a) nitrat; (b) amonium............................. 64 Gambar IV.16 Peta persebaran nilai nitrat airtanah di daerah penelitian tahun 2018 – 2020.. 65 Gambar IV.17 Peta persebaran amonium airtanah di daerah penelitian tahun 2018 – 2020... 66
  • 11. x Gambar IV.18 Estimasi sumber nitrat berdasarkan rasio nitrat-klorida terhadap konsentrasi klorida (Widory dkk., 2005)............................................................................. 67 Gambar IV.19 Diagram rasio nitrat-klorida untuk mengetahui tingkat kontaminasi nitrat pada airtanah (Askri, 2015)....................................................................................... 68 Gambar IV.20 Peta persebaran nitrat air sungai di daerah penelitian tahun 2018 – 2020....... 69 Gambar IV.21 Hubungan jarak dari sungai dengan konsentrasi nitrat dalam airtanah............ 71 Gambar IV.22 Kualitas airtanah di daerah penelitian berdasarkan nilai WQI......................... 74 Gambar IV.23 Peta persebaran kualitas airtanah di daerah penelitian tahun 2018 – 2020 metode WQI. .................................................................................................... 75 Gambar V.1 Peta perubahan garis pantai Jakarta (Zaim dkk., 1999)....................................... 77
  • 12. xi DAFTAR TABEL Tabel I.1 Tabulasi data penelitian .............................................................................................. 6 Tabel III.1 Klasifikasi Airtanah berdasarkan Total Dissolved Solid (Freeze dan Cherry, 1979). ............................................................................................................................... 35 Tabel III.2 Klasifikasi airtanah berdasarkan pH (Tikhomirov, 2016)...................................... 36 Tabel III.3 Klasifikasi airtanah berdasarkan DHL (Tikhomirov, 2016). ................................. 36 Tabel IV.1 Data parameter fisik airtanah daerah penelitian tahun 2018 – 2020...................... 42 Tabel IV.2 Data parameter kimia airtanah daerah penelitian tahun 2018 – 2020.................... 43 Tabel IV.3 Rangkuman statistik parameter hidrokimia airtanah tahun 2018 – 2020. ............. 45 Tabel IV.4 Klasifikasi airtanah daerrah penelitian berdasarkan nilai TDS (Freeze dan Cherry, 1979)...................................................................................................................... 51 Tabel IV.5 Hasil perhitungan kesetimbangan ion pada airtanah di daerah penelitian............. 55 Tabel IV.6 Kalsifikasi kualitas airtanah berdasarkan WQI...................................................... 73 Tabel IV.7 Penghitungan bobot relatif masing – masing parameter hidrokimia. .................... 73
  • 13. 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Daerah Jakarta Utara yang berbatasan langsung dengan Teluk Jakarta memiliki potensi pencemaran airtanah yang cukup tinggi. Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya di Jakarta Utara (Gambar I.1) dapat menimbulkan berbagai polutan masuk ke sistem airtanah terutama pada sistem akifer bebas. Kandungan nitrat dan amonium pada airtanah dapat digunakan sebagai indikator pengaruh antropogenik yang berpotensi mengurangi kualitas airtanah. Kehadiran nitrat dan amonium yang berlebihan pada airtanah jika dikonsumsi sebagai air minum memiliki dampak negatif untuk anak – anak seperti methemoglobinemia atau yang dikenal dengan blue baby syndrome (Fewtrell, 2004) dan kanker perut bagi orang dewasa (WHO, 2017). Selain itu kehadiran nitrat dalam air juga berpotensi menyebabkan terganggunya kesetimbangan ekosistem seperti pertumbuhan alga yang tidak terkontrol dan dikenal dengan istilah “ledakan alga”. Sedangkan amonium tidak menimbulkan risiko langsung terhadap manusia (Umezawa dkk., 2008). Gambar I.1 Grafik jumlah penduduk di Jakarta Utara pada tahun 2010 – 2020 berdasarkan BPS DKI Jakarta (2021). 1550000 1600000 1650000 1700000 1750000 1800000 1850000 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 Jumlah Penduduk Tahun Jumlah Penduduk Daerah Penelitian
  • 14. 2 Kondisi lingkungan sekitar sangat mempengaruhi kondisi dan kualitas airtanah dangkal pada sistem akuifer bebas. Nitrat masuk ke sistem airtanah dapat berasal dari presipitasi langsung dari air hujan yang mengandung nitrogen dan teroksidasi, interaksi airtanah dan air sungai yang mengandung nitrat dan bersifat influent, amonia yang teroksidasi oleh bakteri menjadi nitrat, dan aktivitas manusia lainnya seperti limbah rumah tangga dan industri. Sedangkan amonium dapat berasal dari tempat pembuangan akhir (TPA) dan septic tank, atau pabrik pembuangan limbah lainnya, serta pupuk dan material organik (Bohlke, 2006; Umezawa dkk., 2008). Terdapat 13 sungai besar yang bermuara ke Teluk Jakarta yang melewati Jakarta Utara dan mengandung sedimen serta limbah domestik yang berasal dari daratan dan dapat mencemari perairan di Teluk Jakarta. Interaksi antara airtanah dan airsungai di sekitar muara sungai di Jakarta adalah influent (Lubis dkk., 2011). Sehingga kondisi sungai yang terkontaminasi berpotensi membawa polutan dari permukaan ke sistem airtanah Jakarta Utara dan sekitarnya. Pandangan mengenai keberadaan nitrat dan amonium pada airtanah di DKI Jakarta menurut penelitian sebelumnya diuraikan sebagai berikut: 1. Sudaryanto dan Suherman (2008), berdasarkan 32 sampel airtanah dari akifer tidak tertekan dan airtanah tertekan di DKI Jakarta, tingginya kandungan nitrat diperkotaan disebabkan oleh besarnya masukan limbah rumah tangga yang dipengaruhi oleh tingkat kepadatan penduduk dan umur suatu pemukiman. Dalam kesimpulannya dijelaskan bahwa pengambilan airtanah yang tidak terkendali telah memicu terjadinya perubahan hidrostatis dan menyebabkan migrasi polutan nitrat ke akuifer airtanah. 2. Umezawa dkk. (2008), berdasarkan perbandingan analisis isotop δ15 N dan δ18 Opada sampel airtanah dangkal, airtanah dalam, dan air sungai di Kota Jakarta, Manila, dan Bangkok menyebutkan bahwa sumber utama kontaminasi nitrat dan amonium di Jakarta disebabkan oleh limbah buangan manusia yang mengalir melalui saluran pembuangan yang bocor. 3. Lubis. R.F. dkk (2009), analisis kandungan nitrat pada sampel airtanah dangkal dengan kedalaman 0 – 40 m menunjukkan tingginya kandungan nitrat dapat menurunkan pH airtanah. Kandungan nitrat lebih tinggi pada sumur gali daripada sumur produksi dan sumur pantau sehingga disimpulkan bahwa hanya airtanah dangkal yang terpengaruh oleh limbah domestik.
  • 15. 3 4. Saito.M. dkk (2009), berdasarkan distribusi airtanah, dan komposisi kimia dan isotop airtanah potensi penurunan kandungan nitrat di Jakarta relatif masih rendah. Kandungan nitrat pada airtanah dangkal menurun seiring aliran airtanah yang diperkirakan akibat proses denitrifikasi. 5. Putri, M.R.A dan Hartati, S.T. (2017), berdasarkan parameter fisika, kimia dan biologi perairan di Teluk Jakarta, rendahnya kadar oksigen dan tingginya kadar nitrat, ammonia, dan fosfat merupakan faktor utama penyebab kematian massal ikan. Sebanyak 13 muara sungai besar yang bermuara di Teluk Jakarta yang mengandung limbah domestik dari daratan merupakan salah satu faktor penyebab tingginya kadar nutrien di perairan Teluk Jakarta. I.2 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah adalah sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari di bangku perkuliahan, serta digunakan sebagai materi kajian ilmiah tugas akhir untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan Pendidikan sarjana strata satu (S1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung (ITB). Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi karakteristik fisik dan kimia airtanah bebas pada daerah Jakarta Utara dan sekitarnya. 2. Menentukan persebaran kontaminan nitrat dan amonium pada airtanah bebas serta kaitannya dengan kondisi lingkungan di sekitar daerah penelitian. 3. Mengevaluasi kualitas airtanah dalam rentang waktu 2018 – 2020. I.3 Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini antara lain: 1. Daerah penelitian terletak di daerah Jakarta Utara dan sekitarnya yang difokuskan pada daerah disekitar muara sungai. 2. Penelitian difokuskan pada airtanah yang terdapat dalam sistem akifer bebas serta hubungan dengan kondisi lingkungan disekitarnya.
  • 16. 4 3. Penelitian yang dilakukan meliputi identifikasi karakteristik dan penyebaran tipe airtanah yang terdapat dalam sistem akifer bebas. Analisis karakteristik airtanah meliputi analisis kimia airtanah berupa kandungan ion – ion utama seperti kalsium, magnesium, natrium, kalium, bikarbonat, klorida, dan sulfat, serta ion nitrat dan amonium. Analisis karakteristik fisik airtanah berupa total padatan terlarut (TDS), pH, dan daya hantar listrik (DHL). Analisis airtanah dilakukan pada sampel airtanah dalam rentang waktu tahun 2018 - 2020. 4. Analisis kondisi tatanan geologi daerah penelitian berdasarkan data sekunder yang meliputi penyebaran batuan, stratigrafi, struktur geologi, dan hidrogeologi Cekungan Airtanah Jakarta. I.4 Lokasi Penelitian Secara geografis, daerah penelitian berada pada koordinat UTM 685811 – 718988 mT dan 9315441 – 9329730 mU dengan luas daerah penelitian ±295,2 km2 . Daerah penelitian secara administratif termasuk ke dalam empat kota, yaitu Kota Jakarta Utara, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, dan Kota Jakarta Barat (Gambar I.2). Daerah penelitian berada di pesisir utara Jakarta yang terletak disekitar Teluk Jakarta dengan rentang elevasi – 39 m di atas permukaan laut. Daerah penelitian termasuk pada Peta Geologi Lembar Jakarta dan Kepulauan Seribu (Turkandi dkk., 1992) dengan skala 1: 100.000 yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi dan Peta Hidrogeologi Indonesia Lembar Jakarta (Murtianto, 1993) dengan skala 1: 100.000 yang diterbitkan oleh Direktorat Geologi Tata Lingkungan. Daerah penelitian dapat dicapai dengan transportasi darat dari Kota Bandung dengan waktu tempuh 4 – 5 jam perjalanan.
  • 17. 5 Gambar I.2 Daerah penelitian berdasarkan (yang bertanda kotak merah). I.5 Metode dan Tahapan Penelitian I.5.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini diawali dengan studi literatur. Kemudian dilanjutkan dengan pengumpulan data sekunder berupa data sifat fisik dan kimia airtanah melalui Balai Konservasi Airtanah (BKAT) DKI Jakarta 2018 – 2020 serta data nitrat air sungai dari Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta 2018 - 2020. Selain itu, dilakukan studi literatur untuk mengetahui kondisi geologi dan hidrogeologi daerah penelitian. Data yang terkumpul kemudian digunakan untuk identifikasi karakteristik fisik dan kimia airtanah, distribusi konsentrasi nitrat dan amonium, dan analisis sumber nitrat dan amonium. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan piranti lunak Microsoft Excel, ArcGIS 10.3, dan Grapher 13. Daerah Penelitian ± 0 150 75 Km JAWA BARAT BANTEN JAWA TENGAH DKI JAKARTA 109°0'0"E 109°0'0"E 108°0'0"E 108°0'0"E 107°0'0"E 107°0'0"E 106°0'0"E 106°0'0"E 6°0'0"S 6°0'0"S 7°0'0"S 7°0'0"S 8°0'0"S 8°0'0"S ± 0 150 75 Km Daerah Penelitian Keterangan Batas Administrasi Sungai/Badan Air Daerah Penelitian
  • 18. 6 I.5.2 Tahapan Penelitian Tahapan penelitian tugas akhir ini, secara umum terdiri atas 4 tahapan yaitu tahap persiapan dan studi literatur, tahap pengumpulan data, tahap analisis data, dan tahap penyusunan laporan tugas akhir. I.5.1.1 Tahap Persiapan dan Studi Literatur Tahap persiapan ini merupakan tahapan awal sebelum melakukan pengumpulan data. Tahap ini meliputi pembuatan proposal penelitian, persiapan administrasi, dan studi pendahuluan daerah penelitian dari penelitian sebelumnya pada beberapa sumber berupa peta, makalah, jurnal, dan buku tentang geologi dan hidrogeologi daerah penelitian secara regional. Tahap ini memberikan gambaran awal daerah penelitian. I.5.1.2 Tahap Pengumpulan Data Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data sekunder berupa Peta Geologi Lembar Jakarta dan Kepulauan Seribu yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Peta Hidrogeologi Lembar Jakarta yang diterbitkan oleh Direktorat Geologi Tata Lingkungan, dan data log bor dan sampel airtanah dari tahun 2018 – 2020 yang diperoleh dari Balai Konservasi Airtanah (BKAT). Tabulasi data yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut (Tabel I.1): Tabel I.1 Tabulasi data penelitian No Data Tipe Data Tahun Jumlah Data Sumber Data 1. Airtanah Sekunder 2018 Musim Kemarau 10 Balai Konservasi airtanah (BKAT) DKI Jakarta 2019 Musim Kemarau 10 2020 Musim Hujan 10 2020 Musim Kemarau 7 2. Air Sungai Sekunder 2018 14 Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI JAKARTA 2019 14 2020 14 3. Peta Geologi Lembar Jakarta dan kepulauan Seribu Sekunder 1992 1 Turkandi dkk (1992)
  • 19. 7 4. Peta Hidrogeologi Lembar Jakarta Sekunder 1993 1 Murtianto (1993) 5. Peta Tata Guna Lahan Sekunder 2019 1 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan I.5.1.3 Tahap Analisis Data Pada tahap ini dilakukan analisis data sekunder yang diperoleh dari Balai Konservasi Airtanah (BKAT) dan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta. Analisis yang dilakukan pada tahap ini, yaitu: • Analisis parameter fisik airtanah berupa pH, daya hantar listrik (DHL), dan total padatan terlarut (TDS). Analisis parameter fisik airtanah digunakan untuk menentukan klasifikasi airtanah berdasarkan TDS dan DHL, menggunakan pH untuk menentukan kualitas airtanah. • Analisis ion utama berupa Ca2+ , Mg2+ , Na+ , K+ , SO42- , Cl- , HCO3 - /CO3 2- serta ion nitrat (NO3 - ) dan amonium (NH4 + ). Analisis ion utama dilakukan dengan menggunakan Diagram Piper untuk mengetahui fasies airtanah. Analisis nitrat dan amonium dilakukan dengan melihat pola distribusi dan perubahan yang terjadi dalam rentang tahun 2018 – 2020 dan dihubungkan dengan faktor penyebabnya. • Analisis hubungan kondisi geologi dan hidrogeologi terhadap hasil parameter fisik dan kimia airtanah. I.5.1.4 Tahap Penyusunan Laporan Tugas Akhir Pada tahap ini penulis menyusun naskah tugas akhir dari hasil penelitian. Tahap penyusunan laporan berisikan seluruh tahapan penelitian yang dilakukan hingga kesimpulan penelitian. Informasi yang disajikan dalam laporan meliputi dasar teori, kondisi geologi dan hidrogeologi, analisis dan pembahasan hidrokimia airtanah, serta kesimpulan. I.6 Diagram Alir Penelitian Proses penyusunan tugas akhir ini secara keseluruhan dapat dilihat pada diagram alir penelitian (Gambar I.3).
  • 20. 8 Gambar I.3 Diagram Alir Penelitian. I.7 Sistematika Penulisan Sistematika pembahasan pada laporan ini dibagi menjadi beberapa bagian sebagai berikut: BAB I Bab ini membahas latar belakang, maksud dan tujuan penelitian, batasan masalah, lokasi daerah penelitian, tahapan dan metode penelitian, diagram alir penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II Bab ini membahas dasar teori yang digunakan dalam penelitian meliputi komposisi kimia airtanah, fasies airtanah, sifat fisik airtanah, dan nitrogen dan kontaminasi airtanah. BAB III Bab ini membahas fisiografi regional, stratigrafi regional, struktur geologi regional, dan hidrogeologi regional yang mencakup daerah penelitian dan sekitarnya berdasarkan studi literatur.
  • 21. 9 BAB IV Bab ini membahas mengenai metode analisis, data kimia dan fisik airtanah yang kemudian dianalisis dan menghasilkan pembahasan untuk menjawab tujuan dari penelitian tugas akhir ini. BAB V Bab ini memuat kesimpulan dari hasil pembahasan yang telah dipaparkan berdasarkan hasil pengamatan, analisis, dan interpretasi data yang didapatkan.
  • 22. 10 BAB II GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI II.1 Geologi dan Hidrogeologi Regional II.1.1 Fisiografi Regional Daerah penelitian berada di bagian utara Jakarta yang termasuk kedalam fisiografi Jawa bagian barat menurut Van Bemmelen (1949). Fisiografi Jawa bagian barat terbagi menjadi empat zona berdasarkan sifat tektonik dan morfologinya (Gambar II.1), yaitu: Gambar II.1 Peta fisiografi Jawa Barat (Van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). DAERAH PENELITIAN
  • 23. 11 II.1.1.1 Zona Dataran Pantai Jakarta (Coastal Plains of Batavia) Daerah penelitian Tugas Akhir ini termasuk dalam Zona Dataran Pantai Jakarta. Zona Dataran Pantai Jakarta memiliki lebar sekitar 40 km yang memanjang ke timur dari Serang dan Rangkasbitung di Banten hingga Cirebon. Morfologi zona ini umumnya datar dan sebagian besar ditutupi oleh endapan sungai dan sebagian ditutupi oleh endapan lahar gunungapi muda. II.1.1.2 Zona Bogor Zona Bogor terletak di selatan Dataran Pantai Jakarta yang memiliki lebar sekitar 40 km dan memanjang dari Jasinga sampai Sungai Pemali dan Bumiayu di Jawa Tengah. Zona ini umumnya memiliki morfologi bukit dan punggungan yang merupakan antiklinorium dari perlipatan kuat berumur Neogen. Sejumlah intrusi membentuk morfologi yang berbeda pada zona ini dan terdiri dari tubuh batuan beku berupa stock, boss, dan neck seperti Komplek Sanggabuana di bagian barat Purwakarta, Gunung Kromong dan Gunung Buligir di sekitar Majalengka. II.1.1.3 Zona Bandung Zona Bandung merupakan depresi diantara gunung-gunung (intermontagne depression). Zona ini melengkung dari Pelabuhan Ratu mengikuti Lembah Cimandiri menerus ke timur melalui kota Bandung, dan berakhir di Segara Anakan di muara S. Citanduy, dengan lebar antara 20 - 40 km. Zona Bandung merupakan puncak geantiklin Jawa Barat yang kemudian runtuh setelah terjadi pengangkatan. Daerah rendah yang terbentuk tersebut kemudian terisi oleh endapan gunungapi muda. Dalam zona ini terdapat tinggian diantara endapan volkanik yang berupa endapan sedimen tua seperti G. Walat di Sukabumi dan Perbukitan Rajamandala di daerah Padalarang. II.1.1.4 Zona Pegunungan Selatan Batas Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat dengan Zona Bandung di beberapa tempat sangat mudah dilihat, seperti misalnya di Lembah Cimandiri. Batas tersebut merupakan perbedaan morfologi dari perbukitan bergelombang pada Lembah Cimandiri dengan dataran tinggi dari Pegunungan Selatan dengan beda ketinggian sekitar 200 m (Pannekoek, 1946 dalam Martodjojo, 1984).
  • 24. 12 II.1.2 Geomorfologi Regional Berdasarkan analisis citra satelit, kenampakan topografi, dan batuan penyusunnya, daerah Jakarta dan sekitarnya dibagi menjadi empat satuan geomorfologi (Goei, 1965 dan Suwijanto, 1977 dalam Marilyn, 2012), yaitu: 1. Satuan Geomorfologi Dataran Pantai, tersusun dari endapan sedimen laut muda, endapan delta, dan sungai purba. 2. Satuan Geomorfologi Kipas Gunungapi Bogor, tersusun dari endapan gunungapi hasil erupsi Gunung Salak dan membentuk kipas dan merupakan daerah imbuhan potensial untuk daerah Bogor dan sebagian Jakarta 3. Satuan Geomorfologi Gunungapi Muda, terdiri dari jalur gunungapi muda yang mendominasi di daerah selatan 4. Satuan geomorfologi Perbukitan Bergelombang, disusun oleh batuan sedimen laut tersier dan tererosi di permukaan tanah. Daerah penelitian termasuk dalam Satuan Geomorfologi Dataran Pantai dan Satuan Geomorfologi Kipas Gunungapi Bogor (Gambar II.2). Gambar II.2 Peta geomorfologi DKI Jakarta (modifikasi dari Goei, 1965 dan Soewijanto, 1977 dalam Marilyn, 2012). DKI JAKARTA BANTEN BANTEN JAWA BARAT Pulomas Cakung Barat Lagoa Langengong Kebonbawang Penjaringan Kelapagading Pademangan Barat Angke Pinangsia Pegadungan Kembangan Utara Cengkareng Barat Tanjungduren Utara KALI ANCOL KA LI SU NT ER K A L I K R U K U T K A L I G R O G O L KAL I CID EN G CAKUNG DRAIN CEN GKA REN G DRA IN KALI SEKRETARIS KALI SENTIO NG KA LI MU AR A K A L I S U N T E R KA LI CID EN G KALI ANCOL KALI SUNTER C A K U N G D R A IN KALI MUARA KALI GROGOL CAKUNG DRAIN KALI SUNTER CENGKARENG DRAIN K A L I A N C O L KA LI SE NT IO NG 690000 ,000000 690000 ,000000 695000 ,000000 695000 ,000000 700000 ,000000 700000 ,000000 705000 ,000000 705000 ,000000 710000 ,000000 710000 ,000000 715000 ,000000 715000 ,000000 9320000 ,000000 9320000 ,000000 9325000 ,000000 9325000 ,000000 JAWA BARAT BANTEN JAWA TENGAH DKI JAKARTA 109°0'0"E 109°0'0"E 108°0'0"E 108°0'0"E 107°0'0"E 107°0'0"E 106°0'0"E 106°0'0"E 6°0'0"S 6°0'0"S 7°0'0"S 7°0'0"S 8°0'0"S 8°0'0"S 0 150 75 Km ± Daerah Penelitian Keterangan Satuan Geomorfologi Dataran Pantai Satuan Geomorfologi Kipas Gunungapi Bogor Sungai/Badan Air 0 2 4 6 8 Km µ Skala 1:75.000 Proyeksi UTM Zona 49S Teluk Jakarta
  • 25. 13 II.1.2.1 Satuan Geomorfologi Dataran Pantai Satuan Geomorfologi Dataran Pantai terletak pada bagian utara dan berada disepanjang pantai utara Jakarta, dari barat ke timur melalui Cengkareng – Grogol – Cilincing – serta berbatasan langsung dengan Teluk Jakarta disebelah utara. Satuan ini memiliki kemiringan lereng 0 – 2%, ketinggian antara 0 – 8 m dan tersusun oleh satuan Aluvial yang meliputi litologi lempung, lanau, pasir, dan kerikil. Satuan ini juga tersusun dari endapan pematang pantai yang terdiri dari pasir halus sampai pasir kasar dan mengandung cangkang moluska. II.1.2.2 Satuan Geomorfologi Kipas Gunungapi Bogor Satuan ini terletak disebelah selatan Satuan Geomorfologi Dataran Pantai. Satuan ini memiliki kemiringan lereng 2 – 15%, ketinggian antara 8 – 195 m. Satuan ini tersusun atas endapan hasil aktivitas gunung api yang berasal dari Gunung Salak dan Gunung Gede disebelah selatan. II.1.3 Stratigrafi Regional Daerah Jakarta Utara termasuk dalam Cekungan Airtanah Jakarta seperti yang terlihat pada Gambar II.4. Peta geologi tersebut merupakan kompilasi peta geologi Lembar Jakarta dan Kepulauan Seribu, Lembar Karawang, dan Lembar Bogor (Fachri dkk., 2002). Berdasarkan stratigrafi dari penelitian Fachri dkk (2002) dan Turkandi dkk (1992), urut – urutan stratigrafi pada Cekungan Airtanah Jakarta dari tua ke muda adalah: Formasi Bojongmanik dan Formasi Jatiluhur, Formasi Parigi, Formasi Subang, Formasi Genteng, Formasi Kaliwangu, Formasi Serpong, Formasi Citalang, dan Endapan Volkanik Kuarter, Endapan Pematang Pantai, dan Aluvial (Gambar II.3).
  • 26. 14 Gambar II.3 Stratigrafi daerah penelitian (ditandai kotak berwarna merah) kompilasi dari Fachri dkk (2002); Turkandi dkk (1992). II.1.3.1 Formasi Bojongmanik dan Jatiluhur (Cibulakan) Formasi Bojongmanik terdiri dari batulempung sisipan batupasir dan batugamping pada sumur Serpong dengan ketebalan lebih dari 138 meter. Formasi Bojongmanik berumur N12- N14, diendapkan pada lingkungan transisi, yaitu pada daerah pantai sampai lagoon. Formasi Jatiluhur terdiri dari batulempung dengan sisipan batupasir dan batugamping. Formasi jatiluhur berumur N12-N15, diendapkan pada lingkungan laut dangkal (Martodjojo, 1984). II.1.3.2 Formasi Parigi (Klapanunggal) Formasi Parigi terdiri dari perselingan batugamping dan batupasir sisipan batulempung dengan kehadiran koral, algae, dan foraminifera bentos yang cukup berlimpah. Batupasir Formasi Parigi sangat karbonatan dan mengandung Foraminifera Operculina dan Elphidium. Berdasarkan kehadiran foraminifera Globorotalia acostaensis, Formasi Parigi berumur N14-N16 (Martodjojo, 1984). Berdasarkan kehadira koral, algae, dan foraminifera bentos, Formasi Parigi diperkirakan pengendapannya adalah pada lingkungan laut dangkal. Zaman Formasi Citalang (Endapan Kipas Aluvial) Umur Perselingan serpih, batulemp batupasir, dan ba Perselingan batugamping-batup Batuan Sed Lempung, lanau, pasir, ke Pasir halus- Miosen Tersier Kala Formasi Cibulakan Formasi Bojongmanik Tengah Formasi Parigi Formasi Subang Plistosen Pliosen Akhir Kuarter Holosen Formasi Genteng Formasi Serpong Formasi Kaliwangu Endapan Volkanik Kuarter Batuan Sedimen Batuan Gunungapi Endapan Pematang Pantai Aluvial Breksi sisipan tufa dan batupasir tufan Ba Tuf Banten Batulempung sisipan batupasir dan batugamping ba Perselingan konglomerat, batupasir, batulanau, dan batulempung Breksi sisipan batupasir dan batulanau
  • 27. 15 II.1.3.3 Formasi Subang Formasi Subang terdiri dari perselingan serpih, batulempung, dan batulanau, sisipan batupasir, dan batugamping. Formasi Subang berumur N17 (miosen akhir), diendapkan pada dataran pasang surut (Martodjojo, 1984) sampai Batial. II.1.3.4 Formasi Genteng Menurut Turkandi dkk., (1992) Formasi Genteng diperkirakan berumur Pliosen Awal – Tengah dan diduga diendapkan pada lingkungan darat. Kea rah utara dan timur, Formasi Genteng berubah fasies menjadi formasi Formasi Kaliwangu dengan umur yang sama. II.1.3.5 Formasi Kaliwangu Formasi Kaliwangu terdiri dari perselingan batupasir dan batulempung. Formasi Kaliwangu dicirikan oleh kandungan fosil moluska jenis Turitella dan Pelecypoda, foraminifera bentos, dan Ostracoda laut. Menurut Turkandi dkk., (1992 dalam Delinom, 2015), Formasi Kaliwangu memiliki kadar karbonat yang rendah. Formasi Kaliwangu berumur Pliosen (Martodjojo, 1984). Lingkungan pengendapan Formasi Kaliwangu mengalami beberapa perubahan sistem pengendapan, yaitu dari offshore bar yang tersusun leh perselingan batupasir dan batulempung mengandung moluska dan foraminifera bentos, berwarna kehijauan; berubah menjadi marsh yang tersusun dari batulempung sisipan batupasir berukuran halus, batulempung berwarna kehitaman yang mencirikan kondisi lingkungan sangat reduktif, mengandung sisa tumbuhan; dan terakhir berubah menjadi sungai bermeander yang tersusun oleh perselingan batupasir dan batulempung, berwarna abu-kecoklatan, dan ditemukan sisa akar tumbuhan pada batulempung. II.1.3.6 Formasi Serpong Formasi Serpong tersiri dari perselingan konglomerat, batupasir, batulanau, dan batulempung. Formasi Serpong berumur Pliosen akhir, diendapkan pada lingkungan sungai teranyam, sungai bertanggul, dan rawa-rawa (Turkandi dkk., 1992 dalam Delinom, 2015).
  • 28. 16 II.1.3.7 Formasi Citalang Formasi Citalang terdiri dari batupasir tufaan, kerikilan, sisipan batulempung dan konglomerat. Menurut Martodjojo (1984), Formasi Citalang berumur Pliosen Akhir – Pleistosen Awal, dengan lingkungan pengendapan mengalami perubahan dari sungai teranyam menjadi sungai bermeander. Jika dibandingkan dengan geologi permukaan Jakarta dan sekitarnya, Formasi Citalang dapat disamakan dengan Endapan Kipas Aluvial. II.1.3.8 Tuf Banten Tuf Banten terdiri dari tuf, tuf batuapung, dan batupasir tufan. Tuf Banten diendapkan pada lingkungan darat sampai daerah pasang surut dan berumur Plistosen Awal – Tengah (Turkandi dkk., 1992). II.1.3.9 Endapan Volkanik Kuarter Endapan Volkanik Kuarter terdiri dari breksi sisipan tufa dan batupasir tufan. Endapan Volkanik Kuarter diendapkan pada lingkungan darat dan berumur Plistosen Awal (Turkandi dkk., 1992). II.1.3.10 Endapan Kipas Aluvial, Pematang Pantai, dan Aluvial Endapan Kipas Aluvial terdiri dari tuf halus berlapis, tuf pasiran, berselingan dengan tuf konglomeratan. Endapan Pematang Pantai terdiri dari pasir halus hingga kasar dengan pemilahan baik dan mengandung cangkang moluska. Endapan Pematang Pantai memiliki penyebaran yang relati sempit dengan arah pengendapan memanjang mengikuti arah garis pantai. Endapan Aluvial terdiri dari lempung, lanau, pasir, kerikil, kerakal, hingga bongkah. Endapan ini berumur Plistosen-Holosen (Turkandi dkk., 1992).
  • 29. 17 Gambar II.4 Peta geologi DKI Jakarta dan sekitarnya (Fachri dkk., 2002). batupasir gampingan D D D C 1603 6202 1806 Dw 3 Ciputat Pondok JS 15 JS 12 BlokM JB 3 Bk005 JP 1 Atas Meruya JU11 Tambun D’ Cengkareng JU12 JB 9 JU9 JU14 JB 5 C’ JB 4 Tg3 5 km
  • 30. 18 Daerah penelitian termasuk dalam Satuan Endapan Aluvial, Satuan Endapan Pematang Pantai, Satuan Endapan Kipas Aluvial, dan Satuan Tuf Banten. Peta geologi daerah penelitian dan korelasi satuan geologi pada Peta Geologi Lembar Jakarta dan Kepulauan Seribu (Turkandi dkk., 1992) terdapat pada Gambar II.5. JAWA BARAT BANTEN JAWA TENGAH DKI JAKARTA 109°0'0"E 109°0'0"E 108°0'0"E 108°0'0"E 107°0'0"E 107°0'0"E 106°0'0"E 106°0'0"E 6°0'0"S 6°0'0"S 7°0'0"S 7°0'0"S 8°0'0"S 8°0'0"S 0 150 75 Km ± Daerah Penelitian µ Skala 1:75.000 Proyeksi UTM Zona 49S 0 2 4 6 8 Km Keterangan Penampang Sumur Mata Air Log bor Sungai/Badan Air 5 8 5P 8G 59 57 3P 2G 6G 63 62 50 DKI JAKARTA BANTEN BANTEN JAWA BARAT Pulomas Cakung Barat Lagoa Langengong Kebonbawang Penjaringan Kelapagading Pademangan Barat Angke Pinangsia Pegadungan Kembangan Utara Cengkareng Barat Tanjungduren Utara KALI ANCOL K A LI S U N TE R K A L I K R U K U T K A L I G R O G O L KA LI CID EN G CAKUNG DRAIN CEN GKA REN G DRA IN KALI SEKRETARIS KALI SENTIO NG KA LI MU AR A K A L I S U N T E R KA LI CI DE NG KALI ANCOL KALI SUNTER C A K U N G D R A IN KALI MUARA KALI GROGOL CAKUNG DRAIN KALI SUNTER K A L I A N C O L KA LI SE NT IO NG 690000 ,000000 690000 ,000000 695000 ,000000 695000 ,000000 700000 ,000000 700000 ,000000 705000 ,000000 705000 ,000000 710000 ,000000 710000 ,000000 715000 ,000000 715000 ,000000 9320000 ,000000 9320000 ,000000 9325000 ,000000 9325000 ,000000 B Aluvial (Qa) Endapan Pematang Pantai (Qbr) Endapan Kipas Aluvial (Qav) Tuff Banten (QTvb) Teluk Jakarta Area titik sampel
  • 31. 19 Gambar II.5 Peta geologi, penampang geologi bawah permukaan, dan kolom stratigrafi daerah penelitian (Turkandi dkk., 1992; Assegaf dkk., 2017). Endapan Permukaan Batuan Gunungapi Qa Qbr Qav QTvb Holosen Plistosen Kuarter Area titik sampel 2,5 Km
  • 32. 20 II.1.4 Struktur Geologi Regional Secara umum, Jawa Barat dapat dibedakan menjadi beberapa provinsi tektonik (Darman dan Sidi, 2000) (Gambar II.6), yaitu: a. Daerah Cekungan Utara (northern basinal area), merupakan bagian dari Sundaland yang relatif stabil. b. Cekungan Bogor (Bogor Trough), terdiri dari endapan laut dalam berumur Miosen. c. Busur Vulkanik Modern (modern vulcanic arc), merupakan vulkanisme aktif yang berkaitan dengan subduksi Kerak Samudra Hindia terhadap Sundaland. d. Pengangkatan Regional Lereng Selatan (southern slope regional uplift), umumnya terdiri dari sedimen berumur Eosen sampai Miosen dan batuan vulkanik bagian dari Formasi Andesit Tua (Old Andesite Formation). e. Blok Banten (Banten Block), merupakan provinsi tektonik paling barat yang mencakup Karbonat Platform Seribu di sebelah utara, sub-cekungan Rangkas Bitung, dan Tinggian Bayah (Bayah High). Gambar II.6 Peta provinsi tektonik Jawa Barat (Darman dan Sidi, 2000). Daerah Cekungan Utara mencakup area cekungan offshore dan onshore yang terdiri dari dua cekungan utama, yaitu Cekungan Utara Jawa Barat dan Cekungan Sunda-Asri (Gambar II.7). Daerah ini didominasi oleh sesar ekstensional. Cekungan Utara Jawa Barat terdiri dari Sub-Cekungan Ciputat, Sub-Cekungan Arjuna, dan Sub-Cekungan Jatibarang. Daerah Penelitian
  • 33. 21 Gambar II.7 Daerah Cekungan Utara terdiri dari Cekungan Utara Jawa Barat dan Cekungan Sunda-Asri (Kohar dkk., 1996 dalam Darman dan Sidi, 2000). Berdasarkan Padmosukismo dan Yahya (1974 dalam Fachri dkk., 2002) daerah penelitian merupakan bagian dari Cekungan Airtanah Jakarta yang terletak terletak pada Sub- Cekungan Ciputat (Gambar II.8). Sub cekungan Ciputat berbatasan dengan tinggian Tangerang di bagian barat, tinggian Rengasdengklok dibagian timur, dan Antiklinorium Bogor di bagian selatan. Gambar II.8 Penampang barat-timur Jawa Barat Utara (Padmosukismo dan Yahya, 1974 dalam Fachri dkk., 2002). Daerah Penelitian Laut Jawa I II III IV V Pulau Jawa VI I TANGERANG II CIPUTAT III IV RENGASDENGKLOK PASIRPUTIH V PAMANUKAN VI JATIBARANG LEPAS PANTAI CISUBUH PARIGI 1000 m CIBULAKAN 2000 m JATIBARANG 3000 m 4000 m BATUAN DASAR Daerah Penelitian
  • 34. 22 Sub cekungan ciputat dikontrol oleh struktur berarah utara, utara-timurlaut, dan utara- baratlaut yang melibatkan batuan berumur Pra-Tersier dan Tersier (Gambar II.9). Struktur – struktur tersebut membentuk tinggian dan depresi yang merupakan dasar pengendapan batuan berumur Kuarter dan Tersier yang lebih muda. Pada bagian selatan yang berbatasan dengan Antiklinorium Bogor, berkembang struktur yang berarah barat-timur sampai baratlaut-tenggara. Gambar II.9 Peta struktur Sub Cekungan Ciputat (Pertamina BPPKA, 1996 dalam Fachri dkk., 2002). Kontur struktur dalam milidetik TWT. Struktur geologi yang terdapat di daerah Jakarta dan sekitarnya menunjukkan dua arah dominan, yaitu struktur berarah timurlaut-baratdaya dan baratlaut-tenggara (Harsolumakso, 2001) (Gambar II.10). Berdasarkan penafsiran gaya berat, batuan dasar dataran Jakarta dikontrol oleh sesar berarah utara-selatan yang membentuk tinggian dan depresi yang berarah utara-selatan. Berdasarkan kelurusan pada Gambar III.10 terdapat struktur yang berarah baratdaya-timurlaut yang diduga melibatkan batuan berumur Kuarter. Walaupun hasil interpretasi citra satelit memperlihatkan adanya pola kelurusan, rekonstruksi bawah permukaan tidak mendukung perkiraan adanya seismik aktif (Delinom, 2015). Teluk Jakarta Tangerang Jakarta U Ciputat 0 Skala 10 20 Km 2100 2000 Daerah Penelitian Struktur Geologi
  • 35. 23 Gambar II.10 Peta struktur Sub Cekungan Ciputat (Pertamina BPPKA, 1996 dalam Fachri dkk., 2002). Kontur struktur dalam milidetik TWT. Daerah Penelitian
  • 36. 24 II.2 Hidrogeologi Regional Terdapat perbedaan pendapat dalam pembagian sistem akifer pada Cekungan Airtanah Jakarta. Adanya pengelompokkan lapisan akifer pada kedalaman 40-60 m, 80-130 m, dan seterusnya pertama kali dikemukakan oleh Koesoemadinata (1963 dalam Delinom, 2015). Soekardi dan Purbohadiwidjojo (1975 dalam Suherman dan Sudaryanto, 2009) mengelompokkan akifer cekungan Jakarta menjadi empat bagian, yaitu kedalaman 0-60 m merupakan airtanah bukan artesis, 60-150 m, 150-225 m, dan kedalaman lebih dari 225 m adalah airtanah artesis (Gambar II.11). Pengelompokkan tersebut dikoreksi kembali oleh Soekardi (1986 dalam Delinom, 2015) menjadi 3, yaitu: kedalaman 0-40 m akifer dangkal (tidak tertekan), kedalaman 40-140 m akifer tertekan atas, dan kedalaman lebih dari 140 m akifer tertekan bawah. DGTL dan Dinas Pertambangan DKI Jakarta (1995 dalam Marilyn, 2012) melakukan kajian stratigrafi berdasarkan konsep siklus pengendapan dan menyimpulkan bahwa akifer Cekungan Airtanah Jakarta terdiri dari endapan lingkungan darat dan endapan lingkungan laut yang dibagi menjadi 8 kelompok yang terbagi dalam proses siklus berumur Pliosen Awal – Resen, yaitu 1. Sebaran Pembentuk Akifer I sebagai siklus pengendapan pertama 2. Sebaran Pembentuk Akifer II sebagai siklus pengendapan kedua 3. Sebaran Pembentuk Akifer III sebagai siklus pengendapan ketiga 4. Sebaran Pembentuk Akifer IV sebagai siklus pengendapan keempat 5. Sebaran Pembentuk Akifer V sebagai siklus pengendapan kelima 6. Sebaran Pembentuk Akifer VI sebagai siklus pengendapan keenam 7. Sebaran Pembentuk Akifer VII sebagai siklus pengendapan ketujuh 8. Sebaran Pembentuk Akifer VIII sebagai siklus pengendapan akhir (resen). Sistem akifer pada Cekungan Airtanah Jakarta terbagi menjadi delapan kelompok yang berumur mulai dari pleistosen awal – resen. Assegaf (1998) menyimpulkan sistem Cekungan Airtanah Jakarta dibagi menjadi akifer tak tertekan pada kedalaman 0 – 40 m dan akifer tertekan pada kedalaman 40 – 300 m. Pembagian sistem Cekungan Airtanah Jakarta tersebut berdasarkan dari sifat lapisan penutup.
  • 37. 25 Gambar II.11 Hidrogeologi bawah permukaan Cekungan Airtanah Jakarta (Soekardi dan Purbohadiwidjojo, 1975 dalam Suherman dan Sudaryanto, 2009). Fachri dkk., (2002) membagi sistem akifer Cekungan Airtanah Jakarta berdasarkan korelasi litologi, sebaran satuan batuan, dan konektivitas sistem akifer secara lateral. Berikut uraian pembagian sistem akifer Cekungan Airtanah Jakarta(Gambar II.12): a. Zona-1 (Kelompok Akifer 1) Zona ini didominasi oleh litologi yang bersifat permeabel atau lolos air, sehingga diidentifikasi sebagai akifer. Zona ini merupakan Formasi Citalang dan Endapan Volkanik Kuarter yang terdiri dari batupasir, konglomerat, breksi, dan sisipan batulempung. b. Zona-2 (Kelompok Akitar 1) Zona ini diidentifikasi sebagai akitar karena didominasi oleh litologi yang bersifat kedap air. Zona ini merupakan Formasi Kaliwangu bagian atas dan terdiri dari batulempung sisipan batupasir. c. Zona-3 (Kelompok Akifer 2) Zona ini diidentifikasi sebagai akifer karena didominasi oleh litologi yang lolos air. Zona ini merupakan Formasi Kaliwangu bagian tengah, Formasi Genteng dan Formasi Serpong. Secara umum terdiri dari batupasir, breksi, konglomerat, dan sisipan lempung.
  • 38. 26 d. Zona-4 (Kelompok Akitar 2) Zona ini diidentifikasi sebagai akifer karena didominasi oleh litologi yang bersifat kedap air. Zona ini merupakan Formasi Kaliwangu bagian bawah. Zona ini terdiri dari batupasir sisipan batulempung. e. Batuan dasar Cekungan Airtanah Jakarta Batuan dasar Cekungan Airtanah Jakarta ditentukan sebagai dasar cekungan karena terdiri dari litologi yang bersifat kedap air berupa batugamping dan batulempung. Batuan dasar ini merupakan bagian dari Formasi Subang, Formasi Parigi, Formasi Klapanunggal, dan Formasi Bojongmanik. Gambar II.12 Kolom Stratigrafi dan hidrostratigrafi Cekungan Airtanah Jakarta (daerah penelitian ditunjukkan kotak warna merah) (Fachri dkk., 2002). Menurut Poespowardoyo (1986) dan Murtianto (1993), daerah penelitian termasuk akifer dengan aliran melalui ruang antar butir dan termasuk dalam kelompok akifer produktif sedang dan luas penyebarannya. Pada Endapan Aluvial (Qa), material yang bersifat pasiran memiliki tingkat kelulusan sedang. Sedangkan material yang mengandung lempung dan lanau memiliki tingkat kelulusan randah. Endapan Pasir Pematang Pantai (Qbr) umumnya memiliki tingkat kelulusan sedang dan relatif lebih baik dibanding Endapan Aluvial (Qa) karena bersifat relatif homogen berupa pasir berbutir halus hingga sedang. Namun penyebarannya relatif lebih sempit karena memanjang searah garis pantai. Endapan Kipas Aluvial (Qav) dan Tuf Banten memiliki tingkat kelulusan rendah hingga sedang. Lebih lanjut karakteristik hidrolik masing – masing litologi penyusun akifer di daerah penelitian disusun oleh Murtianto (1993) dalam peta Hidrogeologi Indonesia Lembar Jakarta (Gambar II.13). Tengah Fm. Subang Akhir Pliosen Zona Akifer 1 Fm. Genteng Fm. Kaliwangu Fm. Citalang Endapan Volkanik Kuarter Fm. Serpong Plistosen HIDROSTRATIGRAFI STRATIGRAFI UMUR Zona Akitar 1 Zona Akitar 2 Zona Akifer 2 Tersier Kuarter Miosen Fm. Cibulakan Fm. Bojongmanik Fm. Parigi Batuan Dasar Cekungan Airtanah
  • 39. 27 Gambar II.13 Peta hidrogeologi daerah penelitian (Murtianto, 1993). 0 150 75 Km ± Daerah Penelitian
  • 40. 28 BAB III DASAR TEORI III.1 Siklus Hidrologi Siklus hidrologi adalah sebuah proses pergerakan air dari bumi ke atmosfer dan kembali lagi ke bumi yang berlangsung secara kontinu (Gambar III.1). Proses – proses yang terdapat pada siklus hidrologi meliputi evaporasi air laut dan air permukaan di daratan yang menghasilkan uap air. Uap air kemudian mengalami kondensasi dan presipitasi di laut dan daratan. Air dari proses presipitasi kemudian mengalami penyerapan oleh tumbuhan, menjadi aliran dipermukaan, infiltrasi ke dalam tanah, mengalir dalam lapisan tanah sebagai aliran bawah permukaan, atau sebagai aliran limpasan. Proses evaporasi daratan meliputi evaporasi langsung dari permukaan tanah dan tumbuhan serta proses transpirasi daun tumbuhan (Todd dan Mays, 2004). Gambar III.1 Siklus hidrologi (Todd dan Mays, 2004).
  • 41. 29 III.2 Satuan Hidrogeologi Berdasarkan kemampuan menyimpan dan mengalirkan fluida, satuan hidrogeologi dapat dibagi menjadi empat, yaitu: a. Akifer : lapisan batuan yang dapat menyimpan dan mengalirkan air dalam jumlah ekonomis. b. Akitar : lapisan batuan yang mampu menyimpan dan mengalirkan air dalam jumlah terbatas. c. Akiklud : lapisan batuan yang dapat menyimpan air tetapi tidal dapat mengalirkan. d. Akifug : lapisan yang tidak dapat menyimpan dan mengalirkan air (kedap air). Berdasarkan kedudukan dan sifat hidrodinamikanya akuifer dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu (Kruseman dan de Ridder, 1994) (Gambar III.2): a. Akifer tertekan (confined aquifer) merupakan akifer yang bagian atas dan bawahnya dibatasi oleh lapisan yang bersifat akiklud atau akifug. Tekanan air pada lapisan akifer tertekan lebih tinggi daripada tekanan atmosfer. b. Akifer bebas/tak tertekan (unconfined aquifer) merupakan akifer yang dibatasi oleh lapisan impermeable dibagian bawahnya tetapi pada bagian atasnya tidak ada lapisan penutup. c. Akifer bocor (leaky unconfined/semi-confined aquifer) merupakan akifer yang dibatasi oleh lapisan yang bersifat akitar pada bagian atasnya dan bawahnya atau dibatasi oleh lapisan akitar dibagian atas dan akiklud dibawahnya. Gambar III.2 Tipe akifer: A. akifer tertekan; B. akifer bebas; C. Akifer bocor (Kruseman dan de Ridder, 1994).
  • 42. 30 Kondisi dan distribusi sistem akifer dalam sistem geologi dikontrol oleh litologi, stratigrafi, dan struktur dari endapan – endapan geologi. Litologi adalah penyususn secara fisik, stratigrafi menggambarkan kondisi geometri dan hubungan umur antar lapisan atau satuan batuan dalam sistem geologi. Sedangkan struktur geologi merupakan bentuk/sifat geometri dari sistem geologi yang diakibatkan oleh deformasi. Pada sedimen yang belum terkonsolidasi/kompak, control yang berperan adalah litologi dan stratigrafi (Freeze dan Cherry, 1979). Kesamaan iklim dan kondisi geologi akan memberikan karakteristik sistem airtanah yang sama. Kesamaan tersebut juga berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia, dan kualitas airtanah. Berdasarkan karakter tersebut, serta mengacu pada kondisi geografis serta morfologis keberadaan dan penyebaran airtanah di Indonesia maka terdapat 5 tipologi sistem akifer di Indonesia, yaitu Sistem Akifer Endapan Gunungapi, Sistem Akifer Endapan Aluvial, Sistem Akifer Batuan Sedimen, Sistem Akifer Batuan Kristalin dan Metamorf, dan Sistem Akifer Endapan Glasial (Puradimaja, 1993). a. Tipologi Sistem Akifer Endapan Aluvial Secara geologi, litologi penyusun sistem akifer ini umunya adalah lempung, pasir, dan kerikil hasil erosi dan transportasi dari batuan yang berasal dari hulu. Umumnya batuan pada endapan aluvial tidak kompak sehingga memiliki potensi airtanah yang baik. Sistem akifer ini dibagi menjadi 3, yaitu: - Sistem Akifer Endapan Fluvial Sistem akifer ini terbentuk akibat proses sedimentasi dan transportasi disepanjang aliran sungai bermeander dan sungai teranyam. Sistem akifer ini dapat dibagi lagi menjadi sistem akifer dataran aluvial, sistem akifer lembah aluvial, sistem akifer kipas aluvial, dan sistem akifer dataran non volkanik (Gambar III.3). Gambar III.3 Contoh tipologi sistem akifer endapan fluvial (Freeze dan Cherry, 1979).
  • 43. 31 - Sistem Akifer Endapan Aluvial Pantai (Akifer Pantai) Airtanah di daerah akifer pantai dapat menjadi sumber yang baik secara kuantitas, terutama pada daerah pematang pantai atau pada lensa – lensa batupasir lepas. Namun kualitas airtanah pada akifer pantai tergolong buruk dan mempunyai kadar garam yang tinggi. - Sistem Akifer Endapan Rawa atau Delta Sistem akifer ini memiliki potensi airtanah dangkal yang relatif rendah dan kualitas airtanah yang buruk dan tingginya kadar garam. Karakteristik akifer merupakan media pori dengan lapisan berukuran pasir yang relatif tipis. III.3 Komposisi Kimia Airtanah Perubahan sifat fisik dan kimia airtanah secara umum dapat dideteksi melalui perubahan komposisi unsur utama yang terlarut pada airtanah. Zat terlarut yang terkandung dalam airtanah dapat memberi petunjuk tentang sejarah geologi, pengaruh tanah, batuan yang dilewati, kehadiran mineral bijih, serta asal air dalam siklus hidrogeologi (Freeze dan Cherry, 1979). Unsur utama sebagai zat terlarut dalam air umumnya berupa anion dan kation. Menurut Fetter (1994), lebih dari 90% dari zat terlarut di airtanah terkait oleh delapan ion berikut, yaitu kation berupa ion natrium (Na+ ), kalium (K+ ), kalsiuam (Ca2+ ) dan magnesium (Mg2+ ) dan anion berpa ion sulfat (SO4 2- ) klorida (Cl- ), bikarbonat (HCO3 - ) dan karbonat (CO3 2- ). Ion-ion ini biasanya hadir dengan konsentrasi lebih dari 1 mg/L. Pada air alami ion-ion ini umumnya membentuk lebih dari 95% dari total zat terlarut (TDS) (Clark, 2015). Silika yang merupakan senyawa non-ionik juga biasanya hadir dengan konsentrasi lebih dari 1mg/L. Terdapat juga ion lain yang mungkin hadir dengan besar lebih dari 0,1 mg/L sampai 10 mg/L, yaitu besi, nitrat, fluor, strontium, dan boron. Dimana analisis kandungan besi dan nitrat umum dilakukan dalam studi kondisi airtanah. Sebelum melakukan analisis kimia airtanah, perlu dilakukan koreksi terhadap nilai kesetimbangan ion (Charge Balance Error). Rata-rata eror kesetimbangan ion adalah 3,99% (Fritz 1994 dalam Fetter 1994). Eror kesetimbangan ion dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan: 𝐶𝐵𝐸 % = Σz x mc − Σz x ma Σz x mc + Σz x ma 𝑥 100
  • 44. 32 Keterangan: CBE adalah Charge Balance Error (kesalahan kesetimbangan ion) z adalah muatan satu ion mc adalah molalitas satu kation ma adalah molalitas satu anion III.4 Fasies Hidrokimia Airtanah Airtanah yang mengalir dalam akuifer memiliki komposisi kimia sebagai hasil interaksi dengan litologi (Fetter, 1994). Perbedaan tersebut dapat menghasilkan fasies airtanah. Fasies hidrokimia air mencerminkan proses kimia yang terjadi antara kimia mineral dan airtanah serta pola aliran airtanah (Back, 1966, dalam Freeze dan Cherry, 1979). Fasies airtanah dapat ditentukan dari data ion yang ditampilkan dengan metode grafis. Metode grafis dapat memperlihatkan proporsi relatif dari ion utama namun hanya memperlihatkan parameter secara menyeluruh dalam jumlah terbatas (Hem, 1985). Diagram Piper (1944) merupakan metode grafis yang paling umum digunakan, memberikan gambaran konsentrasi relatif kation dan anion utama yang diplot pada dua diagram segitiga. Diantara dua plot sgitiga, terdapat sebuah plot belah ketupat tempat setiap titik data dari segitiga kation dan anion diproyeksikan, sehingga memperlihatkan karakteristik kimia airtanah di suatu daerah (Piper, 1944) (Gambar III.4). Data kation dan anion diplot dalam persen total dalam satuan miliequivalen/liter (meq/L).
  • 45. 33 Gambar III.4 Diagram Piper untuk penentuan fasies airtanah (Fetter, 1994). Garmonov (1958 dalam Back, 1966) membagi fasies hidrokimia berdasarkan kandungan ion utama pada air menjadi lima zona, yaitu: a. Zona (1) Zona air bikarbonat – silika, zona yang berasosiasi dengan zona soil tundra. Zona ini memiliki kandungan zat terlarut yang rendah. b. Zona (2), zona air bikarbonat – kalsium merupakan menunjukkan air yang mengalir pada batuan yang kaya karbonat. Pertukaran kation pada zona ini juga menyebabkan pembentukan natrium – bikarbonat. c. Zona (3), zona air sulfat dan klorida – sulfat merupakan karakteristik daerah dengan evaporasi lebih tinggi daripada presipitasi. Kalsium adalah kation yang dominan. d. Zona (4), zona air klorida umumnya berada pada daerah dataran rendah yang dominan mengandung garam (saliferous soil). Magnesium dan natrium merupakan kation yang dominan. e. Zona (5), zona air bikarbonat – kalsium yang dicirikan oleh kandungan zat terlarut yang rendah. Metode grafis lain yang dapat digunakan untuk mengetahui kondisi hidrokimia airtanah pada suatu daerah adalah dengan menggunakan Diagram Stiff (1951). Pada Diagram Stiff, nilai kation (satuan meq/L) diplot pada bagian kiri garis sumbu nol, sedangkan anion diplot pada bagian kanan (Gambar III.5). Diagram Stiff berguna untuk membuat perbandingan air dari berbagai sumber (fasies airtanah) dan salinitas dalam bentuk poligon.
  • 46. 34 Gambar III.5 Diagram Stiff (Fetter, 1994). III.5 Evolusi Airtanah Hampir semua airtanah berasal dari hujan atau pencairan salju yang meresap melalui tanah ke dalam sistem aliran pada material geologi. Interaksi air dengan material geologi sekitarnya dapat mengubah komposisi kimia air. Pada daerah resapan, air akan berinteraksi dengan material geologi sekitarnya dan membawa kandungan mineral tersebut. Saat airtanah bergerak sepanjang garis aliran dari daerah resapan sampai daerah luahan, sifat kimia air akan berubah dari berbagai proses geokimia. Sepanjang aliran airtanah, peningkatan total padatan terlarut dan ion utama umum terjadi. Total padatan terlarut pada airtanah dangkal di daerah resapan umumnya lebih kecil daripada airtanah yang lebih dalam pada sistem yang sama dan pada airtanah dangkal pada daerah luahan (Freeze dan Cherry, 1979). Chebotarev (1995 dalam Freeze dan Cherry, 1979) menyebutkan bahwa airtanah secara kimiawi akan cenderung berevolusi menuju komposisi air laut. Evolusi ini akan diikuti oleh perubahan anion dominan yang Menyusun komposisi airtanah. Perubahan anion tersebut digambarkan sebagai berikut: Arah aliran airtanah HCO3 - → HCO3 - + SO4 2- → SO4 2- + HCO3 - → SO4 2- + Cl- → Cl- + SO4 2- → Cl- Umur airtanah meningkat
  • 47. 35 Perubahan ini terjadi ketika air bergerak dari zona dangkal yang mengalir secara aktif menuju zona dimana alirannya sangat lambat dan umurnya tua. Airtanah yang dekat dengan area dimana pengaruh dari air permukaan cukup intensif akan memiliki umur yang relatif lebih muda. Untuk cekungan sedimen besar, urutan Chebotarev dapat digambarkan dalam tiga zona utama, yang berkorelasi secara umum dengan kedalaman (Domenico, 1972): a. Zona bagian atas (upper zone), dicirikan oleh aliran airtanah aktif (active groundwater flushing) yang melewati batuan yang bersifat permeabel. Air pada zona ini memiliki kandungan anion dominan HCO3 - dan total padatan terlarut yang rendah. b. Zona tengah (intermediate zone), dicirikan oleh sirkulasi aliran airtanah yang kurang aktif dan total padatan terlarut yang lebih tinggi. Sulfat biasanya merupakan anion yang dominan pada zona ini. c. Zona bagian bawah (lower zone), dicirikan dengan aliran airtanah yang sangat lambat. Mineral dengan tingkat kelarutan tinggi umum dijumpai pada zona ini karena sangat sedikit pembilasan airtanah (groundwater flushing). Zona ini juga dicirikan oleh kandungan Cl- dan total padatan terlarut yang tinggi. III.6 Total Dissolved Solids (TDS) dan pH Total Dissolved Solids (TDS) pada airtanah merupakan total padatan terlarut yang tersisa setelah air tersebut mengalami penguapan sampai kering dengan satuan ppm (part per million) (Freeze dan Cherry, 1979). Unsur anorganik pada TDS berperan dalam salinitas air (Clark, 2015). Klasifikasi sederhana airtanah berdasarkan TDS seperti pada Tabel III.1. Tabel III.1 Klasifikasi Airtanah berdasarkan Total Dissolved Solid (Freeze dan Cherry, 1979). Kategori Total Dissolved Solid (TDS) Air Tawar 0 – 1.000 Air Payau 1.000 – 10.000 Air Asin 10.000 – 100.000 Air Garam > 100.000 Potensial hidrogen (pH) pada airtanah merupakan rasio ion H+ dan OH- yang terlarut dan menyebabkan air mengalami perubahan fisik menjadi bersifat asam atau basa yang berkaitan
  • 48. 36 dengan kondisi pembentuk dan penggunaan airtanah. Airtanah berdasarkan pH dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Tikhomirov, 2016) (Tabel III.2): Tabel III.2 Klasifikasi airtanah berdasarkan pH (Tikhomirov, 2016). Kategori pH Sangat Asam < 3 Asam 3 – 5 Agak Asam 5 – 6,5 Netral 6,5 – 7,5 Agak Basa 7,5 – 8,5 Basa 8,5 – 9,5 Sangat Basa > 9,5 Daya hantar listrik (DHL) pada airtanah merupakan kemampuan arus listrik untuk melewati airtanah (Tikhomirov, 2016). Nilai dari daya hantar listrik dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu kandungan mineral terlarut dan temperatur saat pengukuran. Klasifikasi airtanah menurut Tikhomirov (2016) adalah sebagai berikut (Tabel III.3): Tabel III.3 Klasifikasi airtanah berdasarkan DHL (Tikhomirov, 2016). Kategori Konduktivitas Elektrik (EC) (µS/m) Air Hujan 20 - 120 Air Tawar 30 – 3.000 Air Payau 5.000 – 1,2 x 106 Air Laut 1,2 x 106
  • 49. 37 III.7 Spesies Nitrogen Geokimia dan isotop digunakan untuk melacak asal dan transformasi kontaminan dalam air tanah, serta memprediksi pola penyebaran dan dampaknya pada air permukaan. Nitrogen merupakan nutrient yang penting, dengan peran struktural pada protein dan jaringan tanaman. Reservoir terbesar nitrogen adalah N2 pada atmosfer. Nitrogen pada atmosefer dalam bentuk N2 dapat bertransformasi membentuk senyawa lain melalui beragam proses redoks dan menghasilkan senyawa (spesies) nitrogen utama (Clark, 2015), yaitu (Gambar II.6): Gambar III.6 Spesies Nitrogen dan kondisi redoks utama (Clark, 2015). Dari spesies nitrogen tersebut, Nitrogen (N2), ammonium (NH4 + ), nitrat (NO3 - ) dan dinitrogen oksida (N2O) merupakan yang terbesar terkandung dalam airtanah. Siklus nitrogen menunjukkan mekanisme transformasi N2 di atmosfer menjadi nitrogen organik pada tanaman oleh mikroba dan kembali lagi ke atmosfer menjadi N2 (Clark, 2015) seperti yang ditunjukkan oleh Gambar III.7.
  • 50. 38 Gambar III.7 Siklus nitrogen (Clark, 2015). Pada tanah dan airtanah, siklus nitrogen melibatkan sejumlah transformasi dalam berbagai kondisi redoks (Clark, 2015), yaitu: 1. Biological fixaxion of N2, menghasilkan ammonia dan hidrogen kemudian disintesis menjadi protein. 2. Degradasi Nitrogen Organik, merupakan komponen protein dan biomassa tanaman. Degradasi aerobic dan anaerobic menghasilkan ammonia yang umum ditemukan pada tanah dan pupuk dalam kondisi tidak jenuh. Amonia mudah menguap dan larut dalam air. 3. Dekomposisi Urea, digunakan sebagai pupuk dalam bentuk butiran, dan diurai oleh bakteri menghasilkan ammonia yang dibutuhkan untuk tanaman. 4. Ionisasi ammonia, terjadi dalam kondisi pH netral. Dalam laporan analitik umumnya ammonia terionisasi dan ammonia tidak terionisasi digabung dalam satu nilai. 5. Penguapan ammonia. Konstanta hukum Henry yang relatif tinggi untuk amonia memungkinkan 246 mg / L pada 25 ° C untuk tekanan parsial NH3 1 atm.
  • 51. 39 Karena tekanan parsial NH3 di udara dapat diabaikan terjadi kehilangan difusif dari tumpukan kotoran atau aplikasi permukaan. Penguapan dari air tanah di bawah permukaan air sangat diminimalkan dengan lambatnya laju difusi air. 6. Penyerapan ammonium, diserap oleh mineral lempung di tanah dan akuifer dengan koefisien selektivitas yang mendekati K+ sehingga migrasi NH4 + di akuifer terhambat secara signifikan. Erosi tanah yang mengandung NH4 adalah salah satu sumber utama kontaminasi ammonia pada air permukaan. 7. Nitrifikasi ammonium aerobik. Ionik dan anionik ammonia dapat teroksidasi menjadi nitrat (NO3 - ) di air, dan membutuhkan oksigen terlarut (O2). Proses oksidasi terjadi melalui dua tahap menghasilkan nitrit kemudian nitrat melalui reaksi bakteri Nitrosomonas, Nitrobacter, dan Nitrosospira. Nitrifikasi ammonium dalam kondisi aerobik hanya terjadi pada pupuk, tanah, dan airtanah dangkal. 8. Oksidasi anaerobik ammonium – anamoks, terjadi pada lingkungan anaerobik dimana terdapat ammonium dan nitrat, seperti di aliran air limbah, perairan laut anoksik, dan airtanah yang terkontaminasi. 9. Denitrifikasi, terjadi melalui reasksi oleh Pseudomonas denitrificans yang mereduksi NO3 - menjadi N2 yang membutuhkan karbon sebagai sumber energi. Karena membutuhkan karbon organik, reaksi ini tidak terjadi di air beroksigen dimana terdapat bakteri aerob. Di air pada kondisi anaerob dengan konsentrasi nitrat yang rendah, denitrifikasi menghasilkan gas N2O.
  • 52. 40 Transformasi spesies nitrogen sangat sensitif terhadap redoks, nitrat stabil dalam kondisi oksidasi dan amonium stabil dalam kondisi reduksi (Gambar III.8). Gambar III.8 Kondisi pH-redoks untuk reaksi transformasi nitrogen (Clark, 2015).
  • 53. 41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Karakteristik Fisik dan Kimia Airtanah IV.1.1 Data Parameter Fisik dan Kimia Airtanah Analisis karakteristik fisik dan kimia airtanah dilakukan pada 10 titik sampel airtanah bebas pada sumur gali yang tersebar disekitar muara sungai utama di daerah Jakarta Utara dan sekitarnya. Data parameter fisik dan kimia airtanah diperoleh dari Balai Konservasi Airtanah (BKAT) dari tahun 2018 – 2020. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 37 sampel airtanah yang dianalisis dari rentang tahun 2018 – 2020. Sampel airtanah pada tahun 2020 terdiri dari 10 sampel yang diambil pada saat musim hujan dan 7 sampel yang diambil saat musim kemarau, sedangkan masing – masing 10 sampel airtanah dari 2018 – 2019 diambil saat musim kemarau. Berdasarkan pola curah hujan bulanan, musim hujan pada daerah penelitian terdapat pada bulan Desember – April yang ditandai dengan curah hujan bulanan lebih tinggi dari 100 – 200 mm dan musim kemarau pada bulan Mei – November (Gambar IV.1). Gambar IV.1 Curah hujan bulanan daerah penelitian tahun 2018 – 2020 (BPS, 2021). 0 100 200 300 400 500 600 700 Curah Hujan (mm) Axis Title Curah Hujan Rata - Rata Bulanan Daerah Penelitian Tahun 2018 - 2020 2018 2019 2020
  • 54. 42 Parameter fisik yang dianalisis terdiri dari total padatan terlarut (TDS), daya hantar listrik (DHL), dan derajat keasaman (pH). Berdasarkan litologi, 2 titik sampel airtanah terletak pada satuan Endapan Pematang Pantai dan 8 sampel lainnya pada satuan Endapan Aluvial. Data parameter fisik airtanah dapat dilihat pada Tabel IV.1. Parameter kimia yang dianalisis berupa ion utama yang terdiri dari kation (Natrium, Kalium, Kalsium, dan Magnesium) dan anion (Karbonat/Bikarbonat, Klorida, dan Sulfat), serta spesies nitrogen berupa amonium dan nitrat (Tabel IV.2). Tabel IV.1 Data parameter fisik airtanah daerah penelitian tahun 2018 – 2020. Tahun Kode Sampel X Y TDS (mg/L) EC (µS/cm) pH Satuan Geologi A1 716885 9325984 4668 7000 7,47 Endapan Pematang Pantai A2 708488 9322359 208 310 7,34 Endapan Aluvial A3 704009 9322249 1152 1725 7,52 Endapan Aluvial A4 714042 9320404 804 1202 7,66 Endapan Aluvial A5 700470 9322209 1040 1558 7,44 Endapan Aluvial A6 693205 9321943 692 1037 7,34 Endapan Pematang Pantai A7 689684 9325615 6328 9490 6,71 Endapan Aluvial A8 693741 9320200 716 1072 7,25 Endapan Aluvial A9 698282 9321782 1164 1745 7,29 Endapan Aluvial A10 699598 9322868 1816 2720 7,79 Endapan Aluvial A1 716885 9325984 2116 3170 7,3 Endapan Pematang Pantai A2 708488 9322359 192 283 7,2 Endapan Aluvial A3 704009 9322249 564 846 7,4 Endapan Aluvial A4 714042 9320404 920 1377 8,4 Endapan Aluvial A5 700470 9322209 1016 1520 7,2 Endapan Aluvial A6 693205 9321943 384 575,0 7,1 Endapan Pematang Pantai A7 689684 9325615 6348 9520,0 6,5 Endapan Aluvial A8 693741 9320200 1116 1674,0 7,3 Endapan Aluvial A9 698282 9321782 1112 1664,0 7,2 Endapan Aluvial A10 699598 9322868 1284 1926,0 8,0 Endapan Aluvial AH1 716889 9325978 1742 2600,00 7,90 Endapan Pematang Pantai AH2 708488 9322359 308,2 460,00 6,80 Endapan Aluvial AH3 704009 9322249 770,5 1150,00 7,10 Endapan Aluvial AH4 714042 9320404 475,7 710,00 8,50 Endapan Aluvial AH5 700497 9322216 696,8 1040,00 7,50 Endapan Aluvial AH6 693205 9321943 482,4 720 7,4 Endapan Pematang Pantai AH7 689684 9325615 2110,5 3.150,00 7,30 Endapan Aluvial AH8 693741 9320200 1132,3 1.690,00 7,2 Endapan Aluvial AH9 698282 9321782 1098,8 1.640,00 6,9 Endapan Aluvial AH10 699598 9322868 2217,7 3.310,00 7,3 Endapan Aluvial 2018 2019 2020 Hujan
  • 55. 43 Tabel IV.2 Data parameter kimia airtanah daerah penelitian tahun 2018 – 2020. AK1 716889 9325978 3073 4610 7,72 Endapan Pematang Pantai AK2 708488 9322359 382 573 7,86 Endapan Aluvial AK5 700497 9322216 567,333333 851 7,92 Endapan Aluvial AK6 693205 9321943 671,3 1007 7,28 Endapan Pematang Pantai AK7 689684 9325615 3300,0 4950 6,99 Endapan Aluvial AK8 693741 9320200 1188,7 1783 7,5 Endapan Aluvial AK9 698282 9321782 2960 4440 7,34 Endapan Aluvial 2020 Kemarau Tahun Kode Sampel X Y Ca 2+ (mg/L) Mg 2+ (mg/L) K + (mg/L) Na + (mg/L) CO3 2- (mg/L) HCO3 - (mg/L) Cl - (mg/L) SO4 2- (mg/L) NO3 - (mg/L) NH4 + (mg/L) A1 716885 9325984 349,3 125,2 65,7 1130,4 0,0 591,0 2155,6 157,0 2,2 0,9 A2 708488 9322359 25,5 4,3 4,9 37,0 0,0 97,0 22,3 46,8 1,7 0,0 A3 704009 9322249 82,3 16,3 9,0 50,0 0,0 360,2 39,2 34,7 0,0 0,0 A4 714042 9320404 19,4 14,5 11,6 220,9 0,0 71,4 304,5 60,6 4,9 0,8 A5 700470 9322209 140,1 22,9 15,6 191,8 0,0 620,0 241,8 10,2 0,0 0,2 A6 693205 9321943 104,5 28,3 8,3 75,9 0,0 468,3 69,4 29,9 4,0 0,2 A7 689684 9325615 301,9 139,7 47,1 1673,1 0,0 305,5 3292,1 27,1 7,3 4,7 A8 693741 9320200 60,3 20,2 9,0 150,6 0,0 390,3 103,9 50,3 10,4 0,2 A9 698282 9321782 136,8 26,9 31,4 212,1 0,0 494,0 316,7 17,8 14,9 0,1 A10 699598 9322868 30,9 73,5 36,5 495,7 0,0 703,6 550,6 36,9 3,1 3,8 A1 716885 9325984 120,9 54,2 29,3 542,3 0,0 436,0 857,3 55,8 0,0 0,1 A2 708488 9322359 30,1 4,8 3,6 20,7 0,0 99,2 9,4 41,1 6,2 0,4 A3 704009 9322249 100,2 20,9 9,4 53,2 0,0 341,2 67,4 78,2 11,1 1,9 A4 714042 9320404 24,8 20,7 12,4 244,8 8,8 37,9 401,9 44,8 0,0 2,8 A5 700470 9322209 140,0 23,0 13,3 170,0 0,0 573,2 235,9 30,2 4,7 0,0 A6 693205 9321943 73,2 13,0 6,3 43,6 0,0 320,0 47,0 43,5 0,1 0,0 A7 689684 9325615 276,3 229,5 50,1 1760,9 0,0 385,8 3576,3 141,5 1,1 13,0 A8 693741 9320200 16,0 8,4 7,9 377,1 0,0 535,2 177,8 140,5 0,0 0,1 A9 698282 9321782 145,5 23,3 30,7 189,6 0,0 516,3 239,1 75,0 13,7 0,1 A10 699598 9322868 60,1 21,7 26,2 310,6 0,0 553,1 357,1 9,9 0,2 2,6 AH1 716889 9325978 93,218 25,452 23,470 311,927 0,000 358,643 502,752 94,300 0,300 0,100 AH2 708488 9322359 35,878 7,121 9,200 13,177 0,000 101,040 25,428 33,400 10,200 0,000 AH3 704009 9322249 92,189 16,407 16,140 60,519 0,000 344,638 58,965 87,000 7,500 1,800 AH4 714042 9320404 29,066 11,211 10,470 89,160 0,000 78,531 56,963 161,000 0,000 0,200 AH5 700497 9322216 69,300 20,881 17,615 37,145 0,000 346,639 40,344 41,900 2,150 3,250 AH6 693205 9321943 94,406 5,677 13,360 47,059 0,000 251,100 53,158 92,700 0,700 - AH7 689684 9325615 81,920 16,166 23,118 666,435 0,000 366,688 698,768 176,000 1,100 - AH8 693741 9320200 16,553 13,135 14,840 386,151 0,000 371,148 194,714 360,000 2,800 - AH9 698282 9321782 110,326 22,998 27,320 185,045 0,000 478,691 243,518 79,000 0,800 - AH10 699598 9322868 96,070 32,044 93,350 555,727 0,000 751,801 721,293 37,100 2,200 - AK1 716889 9325978 85,1 46,2 90,146 841,285 0,0 459,6 1230,6 124,10 3,70 0,00 AK2 708488 9322359 42,8 10,3 13,327 76,677 0,0 197,0 61,7 51,90 3,40 0,00 AK5 700497 9322216 69,1 12,6 16,959 98,270 0,0 352,2 85,6 35,00 32,20 2,00 AK6 693205 9321943 102,1 29,3 13,502 64,250 0,0 412,7 61,2 63,60 44,00 0,60 AK7 689684 9325615 85,3 120,5 25,566 775,723 0,0 347,2 1294,4 108,00 5,70 4,00 AK8 693741 9320200 11,0 18,4 14,873 277,975 0,0 495,7 201,5 79,90 9,00 0,10 AK9 698282 9321782 278,4 36,7 121,268 563,392 0,0 572,8 1175,4 96,70 2,40 2,90 2020 Kemarau 2018 2019 2020 Hujan
  • 56. 44 Berikut distribusi 10 titik sampel airtanah dan 14 titik sampel air sungai yang digunakan dalam penelitian ini (Gambar IV.2). Gambar IV.2 Peta distribusi sampel airtanah dan air sungai di daerah penelitian. IV.1.2 Analisis Statistik Paremeter Fisik dan Kimia Airtanah Analisis statistik parameter hidrokimia dari 10 titik sampel airtanah tahun 2018 – 2020 (7 sampel ditahun 2020 musim kemarau) ditunjukkan pada Tabel IV.3, yang terdiri dari nilai minimum, maksimum, rata-rata, dan standar deviasi dari parameter fisik, ion utama dan parameter nitrogen. Rata – rata nilai TDS pada masing – masing tahun 2018 – 2020 secara berurutan, yaitu 1.858,8 mg/L, 1.503,2 mg/L, 1.734,67 mg/L dan 1.103,49 mg/L ditahun 2020 musim hujan. Rata – rata nilai EC pada sampel airtanah di daerah penelitian dari tahun 2018 – 2020 secara berurutan, yaitu 2.785,9 µS/cm, 2.255,5 µS/cm, 2.602 µS/cm, dan 1.647 µS/cm ditahun 2020 musim hujan. >1.000 mg/L dan 1.500 µS/cm. Rata – rata nilai TDS dan EC melewati nilai ambang, yaitu 1.000 mg/L untuk TDS dan 1.500 µS/cm untuk EC (WHO, 2017). Rata – rata nilai pH dari tahun 2018 – 2020 secara berurutan, yaitu 7,38; 7,35; 7,52; dan 7,39 ditahun 2020 musim hujan. Rata – rata nilai pH airtanah di daerah penelitian tidak melewati nilai ambang, yaitu 6,5 – 8,5 (WHO, 2017). ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! Pulomas Cakung Barat Lagoa Langengong Kebonbawang Penjaringan Kelapagading Pademangan Barat Angke Pinangsia Pegadungan Kembangan Utara Cengkareng Barat Tanjungduren Utara PSG-3 PSG-2 PSG-1 CGK-2 CGK-1 SNT-2 SNT-1 CKG-3 CKG-2 CKG-1 CLW-4 CLW-3 CLW-2 CLW-1 KALI ANCOL KA LI SU N TE R K A L I K R U K U T K A L I G R O G O L KA LI CID EN G CAKUNG DRAIN CEN GKA REN G DRA IN KALI SEKRETARIS KALI SENTIO NG KA LI MU AR A K A L I S U N T E R KA LI CI DE NG KALI ANCOL KALI SUNTER C A K U N G D R A IN KALI MUARA KALI GROGOL CAKUNG DRAIN KALI SUNTER CENGKARENG DRAIN K A L I A N C O L KA LI SE NT IO NG A9 A8 A7 A6 A5 A3 A2 A4 A1 A10 690000 ,000000 690000 ,000000 695000 ,000000 695000 ,000000 700000 ,000000 700000 ,000000 705000 ,000000 705000 ,000000 710000 ,000000 710000 ,000000 715000 ,000000 715000 ,000000 9320000 ,000000 9320000 ,000000 9325000 ,000000 9325000 ,000000 Aluvial (Qa) Sungai/Badan Air Endapan Pematang Pantai (Qbr) Endapan Kipas Aluvial (Qav) Tuff Banten (QTvb) ! Titik Sampel Air Sungai ! Titik Sampel Airtanah Keterangan JAWA BARAT BANTEN JAWA TENGAH DKI JAKARTA 109°0'0"E 109°0'0"E 108°0'0"E 108°0'0"E 107°0'0"E 107°0'0"E 106°0'0"E 106°0'0"E 6°0'0"S 6°0'0"S 7°0'0"S 7°0'0"S 8°0'0"S 8°0'0"S 0 150 75 Km ± Daerah Penelitian 0 2 4 6 8 Km µ Skala 1:75.000 Proyeksi UTM Zona 49S Datum WGS84
  • 57. 45 Parameter hidrokimia yang dianalisis terdiri dari ion utama kation berupa Ca2+ , Mg2+ , K+ , dan Na+ dan anion berupa HCO3 - /CO3 2- , Cl- , SO4 2- serta parameter nitrogen berupa NO3 - dan NH4 + . Konsentrasi kation dan anion di daerah penelitian dari tinggi ke rendah ditunjukkan oleh Na+ > Ca2+ > Mg2+ > K+ > NH4 + dan Cl- > HCO3 - > SO4 2- > NO3 - . Rata – rata nilai Na, Ca2+ , Cl- serta NH4 + melewati nilai ambang yang ditetapkan WHO (2017), yaitu 200 mg/L, 50 mg/L, 250 mg/L dan 1,5 mg/L. Sedangkan hidrokimia lainnya termasuk nitrat menunjukkan nilai rata – rata dibawah nilai ambang yang ditetapkan WHO (2017). Berdasarkan analisis statistik, parameter hidrokimia pada airtanah di daerah penelitian tidak menunjukkan perubahan yang signifikan. Tabel IV.3 Rangkuman statistik parameter hidrokimia airtanah tahun 2018 – 2020. Analisis korelasi parameter fisik dan kimia airtanah digunakan untu mengetahui hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Koefisien korelasi memiliki rentang nilai antara +1 hingga -1. Koefisien korelasi dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu korelasi kuat jika nilai koefisien korelasi antara ±0,75 hingga ±1, korelasi ksedang jika nilai koefisien korelasi antara ±0,5 hingga ±0,75, dan korelasi lemah jika nilai koefisien korelasi antara 0 hingga ±0,5. Berikut persamaan korelasi pearson menurut (Chen dkk., 2021): Hasil analisis korelasi parameter hidrokimia airtanah di daerah penelitian ditunjukkan oleh Gambar IV.3. Warna hijau menunjukkan korelasi kuat positif, ungu menunjukkan korelasi Tahun Indeks TDS (mg/L) EC (μS/cm) pH Ca 2+ (mg/L) Mg 2+ (mg/L) K + (mg/L) Na + (mg/L) CO3 2- (mg/L) HCO3 - (mg/L) Cl- (mg/L) SO4 2- (mg/L) NO3 - (mg/L) NH4 + (mg/L) minimum 208 310 6,71 19,43 4,27 4,89 36,97 0 71,37 22,34 10,2 0 0 maksimum 6328 9490 7,79 349,3 139,69 65,7 1673,09 0 703,62 3292,13 157 14,9 4,7 rata - rata 1858,80 2785,90 7,38 125,10 47,17 23,91 423,75 0,00 410,13 709,61 47,13 4,85 1,09 SD 2000,70 3001,10 0,29 114,64 48,64 20,47 546,71 0,00 210,80 1106,62 41,43 4,78 1,71 minimum 192 283 6,54 16,01 4,84 3,59 20,67 0 37,91 9,41 9,9 0 0 maksimum 6348 9520 8,41 276,3 229,5 50,1 1760,9 8,7744 573,15 3576,27 141,5 13,7 13 rata - rata 1505,20 2255,50 7,35 98,70 41,94 18,93 371,26 0,88 379,80 596,93 66,05 3,71 2,10 SD 1783,57 2675,40 0,51 78,23 67,23 14,72 514,79 2,77 186,80 1075,06 44,21 5,11 3,99 minimum 308,2 460 6,8 16,55 5,68 9,20 13,18 0 78,53 25,43 33,4 0 0 maksimum 2217,7 3310 8,5 110,33 32,04 93,35 666,43 0 751,80 721,29 360 10,2 3,25 rata - rata 1103,49 1647,00 7,39 71,89 17,11 24,89 235,23 0,00 344,89 259,59 116,24 2,78 1,07 SD 695,44 1037,97 0,50 32,89 8,33 24,76 234,67 0,00 189,75 278,18 98,28 3,38 1,43 minimum 382 573 6,99 10,98 10,30 13,33 64,25 0 196,98 61,18 35 2,4 0 maksimum 3300 4950 7,92 278,43 120,51 121,27 841,29 0 572,84 1294,38 124,1 44 4 rata - rata 1734,67 2602,00 7,52 96,25 39,13 42,23 385,37 0,00 405,32 587,19 79,89 14,34 1,37 SD 1314,34 1971,51 0,34 85,96 38,17 44,48 337,71 0,00 121,68 607,35 31,86 16,72 1,61 1000 1500 6,5 - 8,5 50 75 12 200 - 500 250 250 50 1,5 2019 2020 Hujan 2020 Kemarau 2018 Nilai ambang WHO (2017) 𝑟𝑥𝑦 = ∑ (𝑥𝑖 − 𝑥)(𝑦𝑖 − 𝑦) 𝑛 𝑖=1 √∑ (𝑥𝑖 − 𝑥)2(𝑦𝑖 − 𝑦)2 𝑛 𝑖=1 Keterangan: rxy = koefisien korelasi pearson parameter x dan y n = jumlah data x dan y= variabel atau parameter
  • 58. 46 kuat negatif, sedangkan warna putih menunjukkan korelasi lemah. Parameter TDS dan DHL menunjukkan korelasi kuat dengan ion utama (Ca, Mg, Na, dan Cl) dan korelasi sedang dengan parameter K dan NH4. Parameter Ca menunjukkan korelasi kuat dengan parameter Cl dan korelasi sedang dengan parameter kation (Na, Mg, dan K). Parameter Na menunjukkan korelasi kuat dengan parameter Mg dan Cl, sedangkan dengan Ca dan K menunjukkan korelasi sedang. Parameter Cl menunjukkan korelasi kuat dengan kation utama (Ca, Mg, dan Na). Untuk parameter nitrogen, korelasi kuat ditunjukkan oleh NH4 dan Mg, sedangkan korelasi sedang ditunjukkan oleh NH4 dan TDS serta ion utama (Na dan Cl). Sedangkan nitrat tidak menunjukkan korelasi yang baik terhadap parameter hidrokimia lainnya. Gambar IV.3 Korelasi pearson parameter hidrokimia airtanah. Analisis diagram bivariat dilakukan untuk penilaian awal terhadap proses yang memengaruhi komposisi kimia airtanah di daerah penelitian. Hubungan antara Na dan Cl umum digunakan untuk mengidentifikasi proses yang memengaruhi tingkat salinitas pada airtanah. Rasio Na/Cl = 1 mengindikasikan airtanah dipengaruhi oleh proses evaporasi, rasio Na/Cl < 1 menunjukkan airtanah dipengaruhi oleh interaksi dengan air asin atau pertukaran ion, sedangkan rasio antara Na dan Cl > 1 mengindikasikan proses pertukaran ion terbalik yang melibatkan natrium dari material lempung masuk ke airtanah (Meybeck, 1987). Pada diagram bivariat antara Na dan Cl menunjukkan bahwa sampel airtanah di daerah penelitian umumnya memiliki rasio Na/Cl = 1 dan Na/Cl < 1 (Gambar IV.4). Hal ini mengindikasikan airtanah di daerah penelitian umumnya dipengaruhi oleh proses evaporasi,
  • 59. 47 pertukaran ion, dan interaksi dengan air asin. Untuk mengevaluasi pengaruh proses pertukaran ion juga dilakukan analisis diagram bivariat antara Na dengan Ca, Na dengan Mg, dan Ca dan Mg. Diagram bivariat antara Na dengan Ca dan Na dengan Mg menunjukkan airtanah di daerah penelitian memiliki kandungan natrium yang lebih tinggi dibandingkan kalsium dan magnesium. Hal ini mengindikasikan proses pertukaran ion terbalik melalui adsorbsi ion Ca dan Mg. Diagram bivariat antara Ca dengan Mg menunjukkan airtanah didominasi oleh Ca yang mengindikasikan adanya proses pelapukan mineral karbonat atau silikat. (a) (b) (c) (d) Gambar IV.4 Grafik bivariat ion utama (a) Na dan Cl; (b) Mg dan Na; (c) Ca dan Na; (d) Mg dan Ca. 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 0 500 1000 1500 2000 Cl - (mg/L) Na+ (mg/L) 0,0 250,0 500,0 750,0 1000,0 1250,0 1500,0 1750,0 2000,0 0,0 100,0 200,0 300,0 Na + (mg/L) Mg2+ (mg/L) 0,0 250,0 500,0 750,0 1000,0 1250,0 1500,0 1750,0 2000,0 0,0 100,0 200,0 300,0 Na + (mg/L) Ca2+ (mg/L) 0,0 50,0 100,0 150,0 200,0 250,0 300,0 350,0 400,0 0,0 100,0 200,0 300,0 Ca 2+ (mg/L) Mg2+ (mg/L) 2018 2019 2020 Hujan 2020 Kemarau
  • 60. 48 IV.1.3 Analisis Krakteristik Fisik Airtanah Parameter fisik airtanah yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi total padatan terlarut (TDS), daya hantar listrik (DHL), dan derajat keasaman (pH). Analisis karakteristik fisik airtanah dilakukan untuk mengetahui persebaran nilai pada masing – masing sampel airtanah dan mengetahui perubahan sifat fisik airtanah dalam rentang tahun 2018 – 2020. Total Dissolved Solids (TDS) pada airtanah merupakan total padatan terlarut yang tersisa setelah air tersebut mengalami penguapan sampai kering dengan satuan ppm (part per million) atau mg/L (Freeze dan Cherry, 1979). Total padatan terlarut pada sampel airtanah di daerah penelitiam dalam rentang tahun 2018 – 2020 memiliki rentang nilai dari 192 – 6.348 mg/L. Persebaran nilai TDS pada masing – masing sampel airtanah terdapat pada Gambar IV.5. Gambar IV.5 Nilai TDS pada masing – masing airtanah 2018 – 2020 (a) Variasi nilai TDS 2018 – 2020; (b) Perbandingan nilai TDS saat musim kemarau dengan musim hujan tahun 2020. Variasi nilai TDS tinggi dari tahun 2018 sampai 2020 berdasarkan nilai ambang, yaitu >1.000 mg/L (WHO, 2017) terdapat pada sampel A1, A7, A9, dan A10 sedangkan nilai TDS rendah ditunjukkan oleh sampel A2 dan A6. Secara umum, TDS di daerah penelitian cenderung mengalami penurunan dari tahun 2018 – 2019 dan kembali meningkat ditahun 2020, kecuali pada sampel A5 dan A7 yang justru mengalami penurunan ditahun 2020 (Gambar IV.5a). 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 TDS (mg/L) Sampel Airtanah 2018 2019 2020 Kemarau 0,00 500,00 1000,00 1500,00 2000,00 2500,00 3000,00 3500,00 A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 TDS (mg/L) Sampel Airtanah 2020 Hujan 2020 Kemarau (b) (a)
  • 61. 49 Variasi nilai TDS berdasarkan perbedaan musim menunjukkan bahwa saat musim hujan, nilai TDS di daerah penelitian cenderung mengalami penurunan. Akan tetapi, penurunan tersebut menunjukkan adanya perubahan yang signifikan terhadap kualitas airtanah jika mengacu pada nilai ambang, yaitu 1.000 mg/L (Gambar IV.5b). Pada peta persebaran, nilai TDS tinggi terdapat pada bagian utara daerah penelitian. Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh interaksi air asin dan airtanah pada bagian utara daerah penelitian (Gambar IV.6). Nilai TDS dapat menunjukkan tingkat salinitas pada airtanah. Semakin tinggi nilai TDS, salinitas airtanah juga semakin tinggi. Berdasarkan TDS, airtanah dapat diklasifikasikan sebagai air tawar, air payau, air asin, dan air garam (Freeze dan Cherry, 1979). Klasifikasi airtanah berdasarkan TDS pada daerah penelitian terdapat dalam Tabel IV.4.
  • 62. 50 Gambar IV.6 Peta persebaran nilai TDS airtanah di daerah penelitian 2018 – 2020. 2018 2019 2020 Hujan 2020 Kemarau Daerah Penelitian ± 0 150 75 Km JAWA BARAT BANTEN JAWA TENGAH DKI JAKARTA 109°0'0"E 109°0'0"E 108°0'0"E 108°0'0"E 107°0'0"E 107°0'0"E 106°0'0"E 106°0'0"E 6°0'0"S 6°0'0"S 7°0'0"S 7°0'0"S 8°0'0"S 8°0'0"S ± 0 150 75 Km Daerah Penelitian Aluvial (Qa) Sungai/Badan Air Endapan Pematang Pantai (Qbr) Endapan Kipas Aluvial (Qav) Tuff Banten (QTvb) ! Titik Sampel Air Sungai ! Titik Sampel Airtanah Keterangan Keterangan TDS (mg/L) Ñ tidak ada data ! < 500 ! 500 - 1.000 ! 1.000 - 2.000 ! > 2.000 Sungai/Waduk
  • 63. 51 Tabel IV.4 Klasifikasi airtanah daerrah penelitian berdasarkan nilai TDS (Freeze dan Cherry, 1979). Kode Sampel Variasi TDS (mg/L) 2018 - 2020 Kategori Satuan Geologi A1 1.742 – 4.668 Air payau Endapan Pematang Pantai A2 192 - 382 Air tawar Endapan Aluvial A3 564 – 1.152 Air tawar - payau Endapan Aluvial A4 475,5 - 920 Air tawar Endapan Aluvial A5 567 – 1.040 Air tawar - payau Endapan Aluvial A6 384 - 692 Air tawar Endapan Pematang Pantai A7 2.110,5 – 6.348 Air payau Endapan Aluvial A8 716 – 1.187 Air tawar - payau Endapan Aluvial A9 1.098,8 - 1.164 Air payau Endapan Aluvial A10 1.816 - 2.217,7 Air payau Endapan Aluvial Berdasarkan kandungan TDS, airtanah pada daerah penelitian dapat diklasifikasikan menjadi air tawar (A2, A4, dan A6), air tawar – air payau (A3, A5, dan A8), dan air payau (A1, A7, A9, dan A10). Daya hantar listrik (DHL) pada airtanah merupakan kemampuan airtanah untuk melewati arus listrik yang dating ke badan air tersebut (Tikhomirov, 2016). Daya hantar listrik memiliki satuan siemens (S) yang dinyatakan dalam S/m. Persebaran nilai DHL pada masing – masing sampel airtanah terdapat pada Gambar IV.7. Gambar IV.7 Persebaran nilai DHL pada masing – masing airtanah 2018 – 2020 (a) Variasi nilai DHL 2018 – 2020; (b) Perbandingan nilai DHL saat musim kemarau dengan musim hujan tahun 2020. 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 DHL (µS/cm) Sampel Airtanah (a) 0,00 1000,00 2000,00 3000,00 4000,00 5000,00 6000,00 A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 DHL (µS/cm) Sampel Airtanah (b)
  • 64. 52 Daya hantar listrik pada sampel airtanah di daerah penelitiam dalam rentang tahun 2018 – 2020 memiliki rentang nilai dari 283 – 9.940 μS/cm. Sama halnya dengan TDS, daya hantar listrik (DHL) pada airtanah juga mengalami perubahan akibat perbedaan musim. Berdasarkan nilai ambang, yaitu 1.500 μS/cm (WHO, 2017), DHL tinggi terdapat pada sampel A1, A7, A9, dan A10 sedangkan DHL rendah pada sampel A2 dan A6. Nilai DHL umumnya lebih rendah saat musim hujan dibanding saat kemarau (Gambar IV.7). Potensial hydrogen (pH) merupakan rasio ion H+ dan OH- yang terlarut dalam airtanah dan dapat menyebabkan perubahan kondisi airtanah menjadi bersifat asam atau basa (Tikhomirov, 2016). Persebaran nilai pH airtanah pada daerah penelitian terlihat pada Gambar IV.8. Gambar IV.8 Persebaran nilai pH pada airtanah 2018 – 2020 (a) Variasi nilai pH 2018 – 2020; (b) Perbandingan nilai pH saat musim kemarau dengan musim hujan tahun 2020. Nilai pH airtanah pada daerah penelitian bervariasi dari 6,54 – 8,5. Seluruh sampel airtanah di daerah penelitian memiliki nilai pH yang memenuhi nilai ambang, yaitu 6,5 – 8,5 (WHO, 2017). Nilai pH tertinggi terdapat pada sampel A4 sedangkan pH terkecil terdapat pada sampel A7. Nilai pH cenderung tidak menunjukkan adanya perubahan yang signifikan terhadap perbedaan musim. Persebaran pH airtanah ditunjukkan oleh Gambar IV.9. 5,00 5,50 6,00 6,50 7,00 7,50 8,00 8,50 9,00 9,50 10,00 A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 pH Sampel Airtanah 2018 2019 2020 Kemarau (a) 5,00 5,50 6,00 6,50 7,00 7,50 8,00 8,50 9,00 9,50 10,00 A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 pH Sampel Airtanah 2020 Hujan 2020 Kemarau (b)
  • 65. 53 Gambar IV.9 Peta persebaran nilai pH airtanah di daerah penelitian tahun 2018 – 2020. 2018 2019 2020 Hujan 2020 Kemarau Daerah Penelitian ± 0 150 75 Km JAWA BARAT BANTEN JAWA TENGAH DKI JAKARTA 109°0'0"E 109°0'0"E 108°0'0"E 108°0'0"E 107°0'0"E 107°0'0"E 106°0'0"E 106°0'0"E 6°0'0"S 6°0'0"S 7°0'0"S 7°0'0"S 8°0'0"S 8°0'0"S ± 0 150 75 Km Daerah Penelitian Aluvial (Qa) Sungai/Badan Air Endapan Pematang Pantai (Qbr) Endapan Kipas Aluvial (Qav) Tuff Banten (QTvb) ! Titik Sampel Air Sungai ! Titik Sampel Airtanah Keterangan Keterangan Ñ tidak ada data pH ! 6,5 - 7,5 ! > 7,5 Sungai/Waduk