1. PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT
NOMOR : HK 103/2/14/DJPL-16
TENTANG
TATA CARA PENERIMAAN, PENYETORAN, PENGGUNAAN DAN PELAPORAN
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DIREKTORAT
JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 122 Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor PM. 77 Tahun 2016 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Jenis dan Tarif Atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, perlu menetapkan
Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Laut tentang Tata
Cara Penerimaan, Penyetoran, Penggunaan dan Pelaporan
Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang
Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3667);
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4286);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4355);
4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4400);
5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4849);
/6. Undang…
2. - 2 -
6. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata
Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5223);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang
Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3694) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 1998
tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 22
Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan
Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 85, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3760);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 tentang
Kepelautan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4355);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 tentang
Perkapalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2002 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4227);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang
Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5070) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun
2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5731);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2009 tentang Tata
Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran, Dan Penyetoran
Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Terutang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4995);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang
Kenavigasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5093);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang
Angkutan di Perairan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 26, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5108) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22
Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5208);
/14. Peraturan…
3. - 3 -
14. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2010 tentang
Perlindungan Lingkungan Maritim (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 27, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5109);
15. Peraturan Pemeritah Nomor 15 Tahun 2016 tentang
Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada
Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 102, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5884);
16. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang
Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);
17. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang
Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 75);
18. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 66 Tahun
2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Balai
Kesehatan Kerja Pelayaran;
19. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 67 Tahun
2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Balai
Teknologi Keselamayan dan Pelayaran;
20. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM. 30 Tahun
2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Distrik Navigasi;
21. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM. 62 Tahun
2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Unit
Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perhubungan
Nomor PM. 130 Tahun 2015 (Berita Negara republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 1400);
22. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM. 65 Tahun
2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelabuhan
Batam sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor PM. 47 Tahun 2011;
23. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 34 Tahun
2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
Kesyahbandaran Utama;
24. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 35 Tahun
2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Otoritas
Pelabuhan Utama;
25. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 36 Tahun
2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan
Nomor PM. 135 Tahun 2015 (Berita Negara republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 1401);
/26. Peraturan…
4. - 4 -
26. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.05/2013
tentang Kedudukan dan Tanggung Jawab Bendahara Pada
Satuan Kerja Pengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (Berita Negara RI Tahun 2013 Nomor 1350);
27. Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK. 32 Tahun 2014
tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik;
28. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/PMK.02/2014
tentang Petunjuk Penyusunan Rencana Penerimaan
Negara Bukan Pajak Kementerian Negara/Lembaga;
29. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 189 Tahun
2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Perhubungan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 1844);
30. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 20 Tahun
2016 tentang Pengelolaan dan Pembinaan Penerimaan
Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian
Perhubungan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2016 Nomor 356);
31. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 77 Tahun
2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jenis dan Tarif Atas
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku
Pada Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 968);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT
TENTANG TATA CARA PENERIMAAN, PENYETORAN,
PENGGUNAAN DAN PELAPORAN PENERIMAAN NEGARA
BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DIREKTORAT
JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya
disebut PNBP adalah penerimaan Pemerintah Pusat yang
tidak berasal dari perpajakan.
2. Penerimaan Uang Jasa Kepelabuhanan yang selanjutnya
disebut PUJK adalah penerimaan yang diperoleh atas
pelayanan jasa kapal, jasa barang, jasa pelayanan alat
dan jasa kepelabuhanan lainnya di pelabuhan yang
belum diusahakan secara komersial, pelabuhan yang
diusahakan secara komersial, pendapatan konsesi dan
3. kompensasi/kontribusi, terminal untuk kepentingan
sendiri dan terminal khusus serta segala penerimaan
uang yang berasal dari perizinan yang dikeluarkan oleh
Direktorat Kepelabuhanan dan Direktorat Kesatuan
Penjagaan Laut dan Pantai.
/4. Penerimaan…
5. - 5 -
4. Penerimaan Jasa Kenavigasian adalah penerimaan yang
diperoleh atas jasa penggunaan fasilitas Sarana Bantu
Navigasi Pelayaran (SBNP)/ Uang Rambu, jasa sewa
fasilitas galangan navigasi, jasa Telekomunikasi-
Pelayaran, jasa salvage dan pekerjaan bawah air, jasa
penggunaan perairan, jasa pemeriksaan kesehatan dan
penilaian lingkungan kerja pelayaran, dan pemberian izin
kewenangan perusahaan yang melakukan perbaikan dan
perawatan peralatan keselamatan pelayaran serta jasa
pengawasan kegiatan pengangkatan kerangka kapal oleh
pihak ketiga.
5. Penerimaan Uang Perkapalan dan Kepelautan yang
selanjutnya disebut PUPK adalah penerimaan yang
diperoleh atas pelayanan jasa bidang perkapalan dan
kepelautan, jasa pengawasan barang berbahaya, jasa
pengawasan kapal asing, pengawasan kapal asing dan
penerbitan sertifikat keamanan kapal internasional.
6. Penerimaan Jasa Angkutan Laut yang selanjutnya
disebut JAL adalah penerimaan uang yang berasal dari
perizinan dan persetujuan tertulis yang dikeluarkan oleh
Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Laut dan
pengawasan kegiatan bongkar muat barang di
pelabuhan.
7. Konsesi adalah pemberian hak oleh Penyelenggara
Pelabuhan kepada Badan Usaha Pelabuhan untuk
melakukan kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa
kepelabuhanan tertentu dalam jangka waktu tertentu
dan kompensasi tertentu.
8. Pendapatan Konsesi adalah pendapatan yang diterima
oleh Penyelenggara Pelabuhan akibat pemberian hak
yang diberikan kepada Badan Usaha Pelabuhan untuk
melakukan kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa
kepelabuhanan tertentu dalam jangka waktu tertentu.
9. Kontribusi adalah pemberian sebagian pendapatan dari
kegiatan pemanduan dan penundaan kapal yang
dilakukan oleh BUP/TERSUS yang ditentukan
besarannya dalam prosentase.
10. Unit Pelaksana Teknis yang selanjutnya disebut UPT
adalah pelaksana tugas teknis operasional dan/atau
tugas teknis penunjang di lingkungan Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut.
11. Accounting Authority Identification Code yang selanjutnya
disebut AAIC adalah kode yang digunakan kapal untuk
penyelesaian pembayaran penggunaan fasilitas
telekomunikasi dalam dinas bergerak pelayaran.
/12. Badan...
6. - 6 -
12. Badan Kuasa Perhitungan (accounting authority) adalah
badan layanan yang diberikan izin oleh Direktur Jenderal
untuk menyelenggarakan jasa telekomunikasi dalam
dinas bergerak pelayaran yang berfungsi untuk
menghitung telegram radio, radio telepon, radio telex, dan
radio maritim letter.
13. Badan Usaha Pelabuhan yang selanjutnya disebut BUP
adalah badan usaha yang kegiatan usahanya khusus di
bidang pengusahaan terminal dan fasilitas pelabuhan
lainnya.
14. Bendahara Penerimaan adalah orang yang ditunjuk
untuk menerima, menyimpan, menyetorkan,
menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang
pendapatan negara dalam rangka pelaksanaan APBN
pada Kantor/Satuan Kerja Kementerian Negara/
Lembaga.
15. Target Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah perkiraan
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang akan diterima
dalam satu tahun anggaran.
16. Pengguna Jasa adalah setiap orang dan/atau badan
hukum yang menggunakan jasa PNBP di lingkungan
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
17. Sistem Akuntansi Instansi yang selanjutnya disebut SAI
adalah serangkaian prosedur manual maupun yang
terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data,
pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan
posisi keuangan dan operasi keuangan pada Kementerian
Negara/Lembaga.
18. Rekonsiliasi adalah proses pencocokan data transaksi
keuangan yang diproses dalam beberapa sistem/sub
sistem yang berbeda berdasarkan dokumen sumber yang
sama.
19. Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah suatu
standar/pedoman tertulis yang merupakan tata cara atau
tahapan yang dilakukan dan harus dilalui untuk
menyelesaikan suatu proses kerja tertentu untuk
mencapai tujuan organisasi.
20. Sistem Informasi Penerimaan Negara Bukan Pajak Online
yang selanjutnya disebut SIMPONI adalah sistem
informasi yang dikelola oleh Direktorat Jenderal
Anggaran, yang meliputi Sistem Perencanaan PNBP,
Sistem Billing dan Sistem Pelaporan PNBP.
21. Kode Billing adalah kode identifikasi yang diterbitkan oleh
Sistem Billing atas suatu jenis bayaran/setoran yang
akan dilakukan Wajib Bayar/Wajib Setor.
/22. Bukti...
7. - 7 -
22. Bukti Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat BPN
adalah dokumen yang diterbitkan oleh Bank/Pos Persepsi
atas transaksi penerimaan negara dengan teraan NTPN
dan NTB/NTP sebagai sarana administrasi lain yang
kedudukannya disamakan dengan surat setoran.
23. Rencana PNBP adalah hasil penghitungan/penetapan
target dan pagu penggunaan PNBP yang diperkirakan
dalam satu tahun anggaran.
24. Aplikasi Target Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
selanjutnya disingkat TRPNBP adalah aplikasi yang
dikelola oleh Direktorat Jenderal Anggaran yang
digunakan untuk penyusunan rencana PNBP.
25. Basis Akrual adalah basis akuntansi yang mengakui
pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat hak
dan/atau kewajiban timbul.
26. Pendapatan Secara Akrual adalah hak Pemerintah yang
diakui sebagai penambah ekuitas dana dalam periode
tahun anggaran yang bersangkutan dan tidak perlu bayar
kembali.
27. Pendapatan Yang Masih Harus Diterima adalah
pendapatan yang sampai dengan tanggal pelaporan
belum diterima oleh satuan kerja/Pemerintah karena
adanya tunggakan pungutan pendapatan dan transaksi
lainnya yang menimbulkan hak tagih satuan kerja/
Pemerintah dalam rangka pelaksanaan kegiatan
pemerintahan.
28. Petugas Pengelola PNBP adalah pegawai yang ditugaskan
untuk membantu tugas bendahara penerimaan dalam
menatausahakan PNBP.
29. Sekretaris Jenderal adalah Sekretaris Jenderal
Kementerian Perhubungan.
30. Inspektorat Jenderal adalah Inspektorat Jenderal
Kementerian Perhubungan.
31. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut.
32. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perhubungan
Laut.
33. Sekretaris Direktorat Jenderal adalah Sekretaris
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
/BAB II...
8. - 8 -
BAB II
TATA CARA PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
Bagian Kesatu
Tata Cara Penyusunan Rencana
Penerimaan Negara Bukan Pajak
Pasal 2
(1) Target penerimaan PNBP Direktorat Jenderal disusun
berdasarkan realisasi penerimaan 2 (dua) tahun yang
lalu, tahun berjalan dan 2 (dua) tahun yang akan datang
yang diasumsikan berdasarkan perkiraan penerimaan
PNBP.
(2) Rencana PNBP Direktorat Jenderal disusun berdasarkan
data realisasi penerimaan 2 (dua) tahun yang lalu, tahun
berjalan dan tahun yang akan datang dengan asumsi-
asumsi kondisi yang mungkin terjadi dan kebijakan
pemerintah.
(3) Kantor Pusat dan UPT menyusun rencana PNBP untuk
tahun anggaran berikutnya dengan menggunakan
aplikasi Target dan Realisasi Penerimaan Negara Bukan
Pajak (TRPNBP) dan hasilnya disampaikan kepada
Sekretaris Direktorat Jenderal paling lambat minggu
kedua bulan januari tahun anggaran berjalan dengan
tembusan kepada:
a. Direktur terkait;
b. Kepala Bagian Perencanaan; dan
c. Kepala Bagian Keuangan.
(4) Rencana PNBP dari hasil penyusunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), disampaikan kepada Sekretaris
Jenderal paling lambat awal minggu ketiga bulan Januari
tahun anggaran berjalan untuk diajukan dan dimintakan
pengesahannya kepada Direktur Jenderal Anggaran
Kementerian Keuangan.
(5) Rencana PNBP yang sudah disahkan oleh Direktur
Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) harus dicantumkan dalam Daftar
Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).
Bagian Kedua
Pengadaan dan Pendistribusian Blanko Bukti Pemakaian
Jasa, Nota Tagihan, Nota Denda, dan Kuitansi
Penerimaan Negara Bukan Pajak
Pasal 3
(1) Pengadaan blanko bukti pemakaian jasa, nota tagihan,
nota denda, dan kuitansi PNBP yang telah diberi nomor
(prenumbered) dilakukan oleh kantor pusat Direktorat
Jenderal berdasarkan usulan UPT melalui direktorat
teknis terkait di lingkungan Direktorat Jenderal.
/(2) Pendistribusian...
9. - 9 -
(2) Pendistribusian blanko bukti pemakaian jasa, nota
tagihan, nota denda, dan kuitansi PNBP kepada UPT
serta pengawasannya dilakukan oleh direktorat teknis
terkait di lingkungan Direktorat Jenderal dengan
dibuatkan Tanda Terima blanko sesuai dengan Lampiran
I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Direktur Jenderal ini.
(3) Tanda terima sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib
dikirimkan kembali oleh UPT kepada direktorat teknis
terkait dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari
kerja setelah blanko diterima.
(4) Pejabat yang mengurus dan menyimpan Barang Milik
Negara di UPT menerima dan mencatat nomor register
serta jika terdapat blanko bukti pemakaian jasa, nota
tagihan, nota denda, atau kuitansi PNBP yang
cacat/batal/hilang segera disampaikan dalam bentuk
berita acara kepada direktorat teknis terkait dan
diketahui oleh atasan langsung di UPT.
(5) Pejabat yang mengurus dan menyimpan Barang Milik
Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
mendistribusikan bukti pemakaian jasa dan nota tagihan
kepada petugas operasional, kuitansi kepada Bendahara
Penerimaan, nota denda kepada pengelola PNBP dan
dituangkan dalam berita acara.
(6) Arus keluar masuk blanko bukti pemakaian jasa, nota
tagihan, nota denda, dan kuitansi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), dicatat oleh pejabat
yang mengurus dan menyimpan Barang Milik Negara
dengan menggunakan aplikasi persediaan.
(7) Skema kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), sesuai dengan
Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(8) Kuitansi PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dicetak sesuai dengan Lampiran III yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur
Jenderal ini.
(9) Dalam hal blanko cetak dari kantor pusat belum diterima
oleh UPT maka dapat dicetak blanko sementara oleh UPT
dengan menggunakan kode sesuai contoh 1 Lampiran IV
dan harus dibuatkan Berita Acara sesuai contoh 2
Lampiran IV dan dilaporkan kepada Sekretaris Direktorat
dengan menggunakan format sesuai contoh 3 Lampiran IV
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Direktur Jenderal ini, yang ditandatangani oleh kepala
kantor dengan mencantumkan jenis, jumlah eksemplar
dan nomor urut blanko dan segera disampaikan kepada
Sekretaris Direktorat Jenderal cq. Kepala Bagian
Keuangan dan Direktorat Teknis Terkait.
/(10) Dalam…
10. - 10 -
(10) Dalam hal blanko cetak dari kantor pusat sudah
diterima oleh UPT maka blanko cetak sementara
sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak dapat
digunakan lagi dan harus menggunakan blanko cetak
dari kantor pusat.
Bagian Ketiga
Penerimaan Uang Jasa Kepelabuhanan
Pasal 4
(1) Perusahaan pelayaran/keagenan/pemilik kapal/
Nakhoda mengajukan permintaan pelayanan jasa
kepelabuhanan paling lambat 24 (dua puluh empat) jam
sebelum kapal tiba di pelabuhan.
(2) Permintaan pelayanan jasa kepelabuhanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), diajukan kepada kepala kantor
UPT, terdiri dari:
a. permintaan dan bukti pelayanan jasa kapal (labuh
dan tambat, pandu dan tunda), dengan menggunakan
blanko PUJK 1A;
b. permintaan dan bukti pelayanan jasa barang
(dermaga, penumpukan dan ship to ship), dengan
menggunakan blanko PUJK 1B;
c. permintaan dan bukti pelayanan jasa alat (mekanik
dan non mekanik), dengan menggunakan blanko
PUJK 1C; dan
d. permintaan dan bukti pelayanan jasa kepelabuhanan
lainnya (penggunaan perairan dan pelayanan air
bersih, pelayanan terminal penumpang kapal laut,
pas masuk orang dan kendaraan (termasuk uang
parkir)) sesuai persyaratan administrasi, dengan
menggunakan blanko PUJK 1D.
(3) Dalam hal pembatalan permintaan pelayanan jasa
kepelabuhanan, pengajuan dilakukan paling lambat 6
(enam) jam sebelum kapal tiba oleh perusahaan
pelayaran/ keagenan/pemilik kapal/Nakhoda.
(4) Permintaan pelayanan jasa kapal untuk memperoleh
fasilitas pelayanan, perusahaan pelayaran melampirkan
salinan manifest atau dokumen muatan kapal untuk
merencanakan pelayanan.
(5) Pelayanan jasa kepelabuhanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) menggunakan blanko bukti permintaan jasa
PUJK sesuai dengan Lampiran V yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
Pasal 5
(1) Pelayanan jasa kapal di pelabuhan umum dan terminal
untuk kepentingan sendiri dilaksanakan sebagai berikut:
/a. setelah…
11. - 11 -
a. setelah kapal tiba di pelabuhan umum dan terminal
untuk kepentingan sendiri, perusahaan pelayaran/
keagenan/pemilik kapal/Nakhoda mengisi dan
menandatangani kolom permintaan pelayanan pada
blanko PUJK 1A disampaikan kepada kepala kantor
UPT dalam rangkap 5 (lima) dan masing-masing
disampaikan kepada:
1. lembar 1 (satu) untuk pengguna jasa sebagai dasar
untuk membayar pungutan PNBP;
2. lembar 2 (dua) untuk Petugas Operasional/
Petugas Operasional Wilayah Kerja sebagai arsip;
3. lembar 3 (tiga) untuk Bendahara Penerimaan UPT
sebagai dasar untuk mencatat penerimaan;
4. lembar 4 (empat) untuk pengelola PNBP UPT; dan
5. lembar 5 (lima) untuk Direktorat Kepelabuhanan
sebagai monitoring.
b. untuk kapal yang menggunakan jasa pandu dan
tunda, perusahaan pelayaran mengisi dan
menandatangani kolom permintaan pelayanan
pandu/tunda pada blanko PUJK 1A sebelum kapal
tiba/menunggu pelayanan dan disampaikan kepada
kepala kantor UPT dalam rangkap 5 (lima) dan
masing-masing disampaikan kepada:
1. lembar 1 (satu) untuk pengguna jasa sebagai dasar
untuk membayar pungutan PNBP;
2. lembar 2 (dua) untuk Petugas Operasional/
Petugas Operasional Wilayah Kerja sebagai arsip;
3. lembar 3 (tiga) untuk Bendahara Penerimaan UPT
sebagai dasar untuk mencatat penerimaan;
4. lembar 4 (empat) untuk pengelola PNBP UPT; dan
5. lembar 5 (lima) untuk Direktorat Kepelabuhanan
sebagai monitoring.
c. berdasarkan permintaan pelayanan jasa sesuai
blanko PUJK 1A, Kepala UPT atau pejabat yang
ditunjuk memberikan persetujuan pelayanan.
(2) Pelayanan jasa kapal di terminal khusus dilaksanakan
sebagai berikut:
a. pengelola terminal khusus mengisi dan
menandatangani kolom permintaan pelayanan pada
blanko PUJK 1A sebelum kapal tiba/menunggu
pelayanan dan disampaikan kepada Kepala kantor
UPT dalam rangkap 5 (lima) dan masing-masing
disampaikan kepada:
1. lembar 1 (satu) untuk pengguna jasa sebagai dasar
untuk membayar pungutan PNBP;
2. lembar 2 (dua) untuk Petugas Operasional/
Petugas Operasional Wilayah Kerja sebagai arsip;
3. lembar 3 (tiga) untuk Bendahara Penerimaan UPT
sebagai dasar untuk mencatat penerimaan;
4. lembar 4 (empat) untuk pengelola PNBP UPT; dan
5. lembar 5 (lima) untuk Direktorat Kepelabuhanan
sebagai monitoring.
/b. pengelola…
12. - 12 -
b. pengelola terminal khusus mengisi dan
menandatangani kolom permintaan pelayanan pada
blanko PUJK 1A setelah kapal tiba dan disampaikan
kepada Kepala kantor UPT dalam rangkap 5 (lima)
dan masing-masing disampaikan kepada:
1. lembar 1 (satu) untuk pengguna jasa sebagai dasar
untuk membayar pungutan PNBP;
2. lembar 2 (dua) untuk Petugas Operasional/
Petugas Operasional Wilayah Kerja sebagai arsip;
3. lembar 3 (tiga) untuk Bendahara Penerimaan UPT
sebagai dasar untuk mencatat penerimaan;
4. lembar 4 (empat) untuk pengelola PNBP UPT; dan
5. lembar 5 (lima) untuk Direktorat Kepelabuhanan
sebagai monitoring.
c. permintaan pelayanan jasa PUJK diajukan kepada
Kepala UPT atau pejabat yang ditunjuk untuk
mendapat persetujuan pelayanan;
d. setelah pelayanan jasa selesai dilaksanakan, kepala
UPT atau pejabat yang ditunjuk mengisi dan
menandatangani kolom bukti pemakaian jasa pada
blanko PUJK 1A dalam rangkap 5 (lima) dan masing-
masing disampaikan kepada:
1. lembar 1 (satu) untuk pengguna jasa sebagai dasar
untuk membayar pungutan PNBP;
2. lembar 2 (dua) untuk Petugas Operasional/
Petugas Operasional Wilayah Kerja sebagai arsip;
3. lembar 3 (tiga) untuk Bendahara Penerimaan UPT
sebagai dasar untuk mencatat penerimaan;
4. lembar 4 (empat) untuk pengelola PNBP UPT; dan
5. lembar 5 (lima) untuk Direktorat Kepelabuhanan
sebagai monitoring.
(3) Bagi kapal yang mengunjungi pelabuhan secara
mendadak (Emergency Call) di suatu pelabuhan maka
permohonan permintaan pelayanan jasa kepelabuhanan
diajukan pada saat kapal tiba di pelabuhan.
Pasal 6
Kontribusi jasa pemanduan dan penundaan pada
BUP/terminal khusus dilaksanakan sebagai berikut:
a. BUP/pengelola terminal khusus mengisi dan
menandatangani kolom permintaan pelayanan pada
blanko PUJK 1A setelah kapal tiba/menunggu pelayanan
dan disampaikan kepada kepala kantor UPT dalam
rangkap 5 (lima) dan masing-masing disampaikan
kepada:
1. lembar 1 (satu) untuk pengguna jasa sebagai dasar
untuk membayar pungutan PNBP;
2. lembar 2 (dua) untuk Petugas Operasional/ Petugas
Operasional Wilayah Kerja sebagai arsip;
3. lembar 3 (tiga) untuk Bendahara Penerimaan UPT
sebagai dasar untuk mencatat penerimaan;
4. lembar 4 (empat) untuk pengelola PNBP UPT; dan
/5. lembar…
13. - 13 -
5. lembar 5 (lima) untuk Direktorat Kepelabuhanan
sebagai monitoring.
b. permintaan pelayanan jasa PUJK diajukan kepada
kepala kantor UPT atau pejabat yang ditunjuk untuk
mendapatkan persetujuan pelayanan;
c. persetujuan pelayanan dari kepala kantor UPT
disampaikan kepada BUP/pengelola terminal khusus
untuk mendapatkan pelayanan;
d. setelah pelayanan jasa selesai dilaksanakan, kepala
kantor UPT atau pejabat yang ditunjuk mengisi dan
menandatangani kolom bukti pemakaian jasa pada
Blanko PUJK 2A dalam rangkap 5 (lima) diberikan
kepada:
1. lembar 1 (satu) untuk pengguna jasa sebagai dasar
untuk membayar pungutan PNBP;
2. lembar 2 (dua) untuk Petugas Operasional/ Petugas
Operasional Wilayah Kerja sebagai arsip;
3. lembar 3 (tiga) untuk Bendahara Penerimaan UPT
sebagai dasar untuk mencatat penerimaan;
4. lembar 4 (empat) untuk pengelola PNBP UPT; dan
5. lembar 5 (lima) untuk Direktorat Kepelabuhanan
sebagai monitoring.
e. petugas operasional menghitung prosentase kontribusi
jasa pemanduan dan penundaan kapal yang harus
disetor ke kas negara;
f. petugas operasional membuat nota tagihan kepada
BUP/pengelola terminal khusus sebagai wajib bayar
PNBP;
g. untuk penerimaan kontribusi jasa pandu dan tunda
pada pelabuhan utama agar dilakukan rekonsiliasi
antara data laporan kegiatan pandu dan tunda kapal
dari pengguna jasa/BUP/pengelola terminal khusus
yang diterima oleh Kantor Otoritas Pelabuhan Utama
dengan data Surat Persetujuan Berlayar dan Laporan
Pengawasan Kegiatan Pandu dan Tunda Kapal pada
Kantor Kesyahbandaran Utama setempat setiap 1 (satu)
bulan sekali dengan membuat berita acara hasil
rekonsiliasi.
h. untuk penerimaan kontribusi jasa pandu dan tunda,
Bendahara Penerimaan dan Pengelola PNBP UPT agar
melakukan rekonsiliasi dengan pihak pengguna
jasa/BUP/pengelola terminal khusus setiap 1 (satu)
bulan sekali dengan membuat berita acara hasil
rekonsiliasi sesuai dengan Lampiran VI yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur
Jenderal ini.
i. berdasarkan berita acara rekonsiliasi sebagaimana
dimaksud dalam huruf h, Bendahara Penerimaan/
Pengelola PNBP UPT menerbitkan nota tagihan kepada
pengguna jasa/BUP/pengelola terminal khusus.
Pasal 7
Pelayanan jasa barang di pelabuhan umum, dilaksanakan
sebagai berikut:
/a. permintaan…
14. - 14 -
a. permintaan pelayanan jasa barang dilakukan oleh
perusahaan Ekspedisi Muatan Kapal Laut /Perusahaan
Bongkar Muat /perusahaan pelayaran/pemilik barang
dengan mengisi dan menandatangani kolom permintaan
pelayanan pada blanko PUJK 1B disampaikan kepada
Kepala kantor UPT dalam rangkap 5 (lima) dan masing-
masing disampaikan kepada:
1. Lembar 1 (satu) untuk pengguna jasa sebagai dasar
untuk membayar pungutan PNBP;
2. Lembar 2 (dua) untuk Petugas Operasional/ Petugas
Operasional Wilayah kerja sebagai arsip;
3. Lembar 3 (tiga) untuk Bendahara Penerimaan UPT
sebagai dasar untuk mencatat penerimaan;
4. Lembar 4 (empat) untuk pengelola PNBP UPT; dan
5. Lembar 5 (lima) untuk Direktorat Kepelabuhanan
sebagai monitoring.
b. berdasarkan permintaan pelayanan jasa blanko PUJK 1B
tersebut di atas, Kepala kantor UPT memberikan
persetujuan;
c. setelah pelayanan jasa selesai dilaksanakan, Kepala
kantor UPT atau pejabat yang ditunjuk mengisi dan
menandatangani kolom bukti pemakaian jasa pada
blanko PUJK 1B dalam rangkap 5 (lima) dan masing-
masing disampaikan kepada:
1. Lembar 1 (satu) untuk pengguna jasa sebagai dasar
untuk membayar pungutan PNBP;
2. Lembar 2 (dua) untuk Petugas Operasional/ Petugas
Operasional Wilayah kerja sebagai arsip;
3. Lembar 3 (tiga) untuk Bendahara Penerimaan UPT
sebagai dasar untuk mencatat penerimaan;
4. Lembar 4 (empat) untuk pengelola PNBP UPT; dan
5. Lembar 5 (lima) untuk Direktorat Kepelabuhanan
sebagai monitoring.
Pasal 8
(1) Dalam hal terminal khusus digunakan untuk melayani
kepentingan umum atas izin pemerintah, pengelola terminal
khusus mengajukan permintaan pelayanan jasa dengan
mengisi dan menandatangani kolom permintaan pelayanan
pada blanko PUJK 1B disampaikan kepada kepala kantor
UPT dalam rangkap 5 (lima) dan masing-masing disampaikan
kepada:
1. lembar 1 (satu) untuk pengguna jasa sebagai dasar untuk
membayar pungutan PNBP;
2. lembar 2 (dua) untuk Petugas Operasional/Petugas
Operasional Wilayah Kerja sebagai arsip;
3. lembar 3 (tiga) untuk Bendahara Penerimaan UPT sebagai
dasar untuk mencatat penerimaan;
4. lembar 4 (empat) untuk pengelola PNBP UPT; dan
5. lembar 5 (lima) untuk pengelola PNBP Direktorat
Kepelabuhanan sebagai monitoring.
(2) Berdasarkan permintaan pelayanan jasa pada blanko PUJK
1B tersebut di atas kepala kantor UPT atau pejabat yang
ditunjuk memberikan persetujuan pelayanan.
/(3) Setelah…
15. - 15 -
(3) Setelah pelayanan jasa selesai dilaksanakan, kepala kantor
UPT atau pejabat yang ditunjuk mengisi dan menandatangani
kolom bukti pemakaian jasa pada blanko PUJK 1B dalam
rangkap 5 (lima) dan masing-masing disampaikan kepada:
1. lembar 1 (satu) untuk pengguna jasa sebagai dasar untuk
membayar pungutan PNBP;
2. lembar 2 (dua) untuk Petugas Operasional/Petugas
Operasional Wilayah Kerja sebagai arsip;
3. lembar 3 (tiga) untuk Bendahara Penerimaan UPT sebagai
dasar untuk mencatat penerimaan;
4. lembar 4 (empat) untuk pengelola PNBP UPT; dan
5. lembar 5 (lima) untuk Direktorat Kepelabuhanan sebagai
monitoring.
Pasal 9
(1) Permintaan pelayanan jasa alat dilakukan oleh perusahaan
Ekspedisi Muatan Kapal Laut /Perusahaan Bongkar Muat
/perusahaan pelayaran/pemilik barang barang dengan cara
mengisi dan menandatangani kolom permintaan pelayanan
pada blanko PUJK 1C disampaikan kepada kepala kantor
UPT dalam rangkap 5 (lima) dan masing-masing disampaikan
kepada:
1. lembar 1 (satu) untuk pengguna jasa sebagai dasar untuk
membayar pungutan PNBP;
2. lembar 2 (dua) untuk Petugas Operasional/Petugas
Operasional Wilayah Kerja sebagai arsip;
3. lembar 3 (tiga) untuk Bendahara Penerimaan UPT sebagai
dasar untuk mencatat penerimaan;
4. lembar 4 (empat) untuk pengelola PNBP UPT; dan
5. lembar 5 (lima) untuk pengelola PNBP Direktorat
Kepelabuhanan sebagai monitoring.
(2) Berdasarkan permintaan pelayanan jasa pada blanko PUJK
1C tersebut kepala kantor UPT atau pejabat yang ditunjuk
memberikan persetujuan pelayanan.
(3) Setelah pelayanan jasa selesai dilaksanakan, Kepala kantor
UPT atau pejabat yang ditunjuk mengisi dan menandatangani
kolom bukti pemakaian jasa pada blanko PUJK 1C dalam
rangkap 5 (lima) dan masing-masing disampaikan kepada:
1. lembar 1 (satu) untuk pengguna jasa sebagai dasar untuk
membayar pungutan PNBP;
2. lembar 2 (dua) untuk Petugas Operasional/Petugas
Operasional Wilayah Kerja sebagai arsip;
3. lembar 3 (tiga) untuk Bendahara Penerimaan UPT sebagai
dasar untuk mencatat penerimaan;
4. lembar 4 (empat) untuk pengelola PNBP UPT; dan
5. lembar 5 (lima) untuk Direktorat Kepelabuhanan sebagai
monitoring.
Pasal 10
(1) Pelayanan jasa alat dapat dilakukan oleh kepala kantor UPT
atau Badan Hukum Indonesia berdasarkan kerjasama saling
menguntungkan dengan kepala kantor UPT.
/(2) Apabila…
16. - 16 -
(2) Apabila pelayanan jasa alat dilakukan oleh Badan Hukum
Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan
kontribusi 20 (dua puluh) % dari pendapatan jasa pelayanan
alat dan merupakan PNBP.
Pasal 11
(1) Jasa kepelabuhanan lainnya antara lain:
a. penggunaan perairan dan pelayanan air bersih;
b. pelayanan terminal penumpang kapal laut;
c. pas orang; dan
d. pas kendaraan (termasuk uang parkir).
(2) Untuk pelayanan penggunaan perairan dilaksanakan dengan
perjanjian penggunan perairan dalam batas waktu paling
lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.
(3) Perjanjian penggunaan perairan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) sesuai dengan Lampiran VII yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini dan
berita acara pengukuran luasan penggunaan perairan yang
ditandatangai oleh kedua belah pihak dapat dikonsultasikan
kepada Sekretaris Direktorat Jenderal cq. Kepala Bagian
Hukum dan KSLN Sekretariat Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut sebelum ditandatangani.
(4) Perjanjian penggunaan perairan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) paling sedikit memuat:
a. para pihak;
b. ruang lingkup;
c. luas dan batas-batas perairan;
d. jangka waktu;
e. hak dan kewajiban;
f. tarif penggunaan perairan;
g. tata cara pembayaran;
h. denda;
i. keadaan kahar;
j. penyelesaian perselisihan; dan
k. ketentuan lain.
(5) Salinan perjanjian penggunaan perairan yang telah
ditandatangani antara penyelenggara pelabuhan dengan
pengelola terminal khusus/terminal untuk kepentingan
sendiri wajib disampaikan kepada Direktur Kepelabuhanan
dan Sekretaris Direktorat Jenderal cq. Kepala Bagian
Keuangan dan Kepala Bagian Hukum dan KSLN Sekretariat
Direktorat Jenderal.
(6) Untuk pelayanan jasa terminal, tanda masuk (pas) pelabuhan
orang, penumpang kapal/penjemput dan kendaraan
menggunakan karcis sesuai dengan Lampiran VIII yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur
Jenderal ini.
/Pasal 12…
17. - 17 -
Pasal 12
Perhitungan luas penggunaan perairan sebagai dasar
penghitungan penggunaan perairan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a, dihitung sebagai berikut :
a. untuk bangunan dan kegiatan lainnya di atas air luas
penggunaan perairan dihitung berdasarkan luas tapak
bangunan;
b. untuk bangunan dan kegiatan lainnya di bawah air luas
penggunaan perairan dihitung berdasarkan luas tapak
bangunan dibawah air, dengan ketentuan dalam hal lebar
diameter kurang dari 1 (satu) meter dilakukan pembulatan ke
atas menjadi 1 (satu) meter;
c. untuk dermaga dan/atau bangunan di atas air pada
Tersus/TUKS:
1. tipe marjinal
Luas penggunaan perairan yang digunakan terdiri dari
panjang dermaga/panjang kapal terbesar dikalikan
dengan lebar dermaga ditambah lebar kapal terbesar.
A = (B1+B2) X L
A = Luas penggunaan perairan
B1 = Lebar dermaga
B2 = lebar kapal terbesar
L = Panjang dermaga/panjang kapal terbesar
2. tipe jetty
Luas penggunaan perairan yang digunakan terdiri dari
luas perairan untuk panjang bangunan dermaga/panjang
kapal terbesar dikalikan dengan lebar kapal terbesar di
tambah lebar dermaga ditambah panjang trestle sejajar
dengan panjang dermaga/panjang kapal terbesar
A = L x (B1+B2+B3)
A = Luas penggunaan perairan
L = panjang bangunan dermaga/panjang kapal terbesar
B1 = lebar kapal terbesar
B2 = lebar dermaga
B3 = panjang trestel
3. tipe Finger
Luas penggunaan perairan yang digunakan terdiri dari
luas perairan untuk bangunan lebar dermaga di tambah
lebar kapal terbesar dikalikan dengan panjang dermaga
ditambah panjang trestle (apabila ada).
A = (L1 + L2 + L3) x (B1 + B2)
A = Luas penggunaan perairan
L1 = lebar dermaga
L2 = lebar kapal terbesar sisi kanan dermaga
L3 = lebar kapal terbesar sisi kiri dermaga
B1 = panjang dermaga
B2 = panjang trestle
4. tipe breasting dolphin
Luas penggunaan perairan tapak bangunan dihitung dari
panjang bangunan dolphin terluar/ panjang kapal terbesar
dikalikan dengan lebar kapal terbesar di tambah lebar
dermaga ditambah panjang trestle sejajar dengan panjang
dermaga/panjang kapal terbesar
A = L x (B1+B2+B3)
/A = Luas…
18. - 18 -
A = Luas penggunaan perairan.
L = panjang bangunan dolphin/panjang kapal terbesar
B1 = lebar kapal terbesar
B2 = lebar dermaga
B3 = panjang trestel
5. single bouy mooring
Luas penggunaan perairan dihitung luas lingkaran dengan
jari-jari sama dengan ukuran panjang kapal (LOA)
terbesar ditambah panjang peralatan bantu yang
digunakan ditambah 25 M
A = π x (L + B + 25 M)² dengan π = (22/7)
A = Luas perairan dalam bentuk lingkaran
L = panjang kapal terbesar
B = panjang peralatan bantu
6. multy mooring bouy
a. 2 (Dua) mooring bouy
Luas penggunaan perairan dihitung dengan jarak antar
bouy dikalikan dengan lebar kapal terbesar ditambah
25 m sisi kiri dan 25 m sisi kanan kapal.
A = P X (L + 25 + 25) m
A = Luas penggunaan perairan.
P = Panjang jarak antar sisi terluar bouy
L = Lebar kapal terbesar ditambah 25 m sisi kiri dan
25 m sisi kanan kapal
b. 4 (empat) mooring bouy
Luas penggunaan perairan dihitung dari perkalian
jarak 4 (empat) sisi terluar bouy
A = P X L
A = Luas penggunaan perairan
P = Panjang jarak antar sisi terluar bouy
L = Lebar jarak antar sisi terluar bouy
7. tipe slip way
Luas penggunaan perairan yang digunakan terdiri dari
panjang slip way/panjang kapal terbesar dikalikan
dengan lebar slip way.
A = B X L
A = Luas penggunaan perairan
B = panjang slip way/panjang kapal terbesar
L = lebar slip way
8. tipe Island Berth (dermaga tanpa trestle/causeway)
Luas penggunaan perairan yang digunakan terdiri dari
panjang dermaga/dolphin terluar atau panjang kapal
terbesar dikalikan dengan jumlah lebar kapal terbesar
yang sandar ditambah lebar dermaga
A = (B1 + B2 + B3) X L
A = Luas penggunaan perairan
B1 = Lebar dermaga/ dolphin
B2 + B3 = Jumlah lebar kapal terbesar yang sandar
L = Panjang dermaga/ dolphin terluar atau panjang kapal
terbesar
/9. Terhadap…
19. - 19 -
9. Terhadap dermaga atau bangunan yang
dilindungi/dibangun breakwater (pemecah gelombang)
atau bangunan lainnya, maka luasan perairan tapak
bangunan dihitung dari jarak bangunan terluar dikalikan
dengan panjang bangunan terpanjang ditarik garis lurus
ke darat (surut terendah/ 0 (nol) LWS);
10. Terhadap Tersus atau TUKS yang memiliki lebih dari 1
(satu) dermaga dengan berbagai jenis tipe dermaga pada
satu lokasi, maka luasan perairan dihitung dari jarak
antar bangunan terluar ditambah lebar kapal terbesar
(apabila bangunan terluar digunakan untuk sandar
kapal) dikalikan dengan lebar kapal terbesar ditambah
panjang bangunan terpanjang ditarik garis lurus ke
darat (surut terendah/ 0 (nol) LWS);
A = (L1+L2) x (B1+B2)
A = Luas penggunaan perairan
L1 = jarak antar bangunan terluar
L2 = lebar/panjang kapal terbesar (apabila bangunan
terluar digunakan untuk sandar kapal)
B1 = panjang bangunan terpanjang ditarik garis lurus ke
darat
B2 = lebar kapal terbesar
11. Terhadap dermaga yang disandar oleh kapal dengan
susun sirih, maka luas penggunaan perairan dihitung
dari luas jenis tipe dermaga dimaksud diatas ditambah
dengan luas jumlah kapal terbesar yang sandar;
12. Terhadap dermaga dan/atau bangunan yang disandar
oleh kapal yang bertambat pada lambung kapal lain yang
sedang bertambat, maka luas penggunaan perairan yang
digunakan terdiri dari panjang dermaga/dolphin terluar
atau panjang kapal terbesar dikalikan dengan jumlah
lebar kapal terbesar yang sandar ditambah lebar
dermaga dan panjang trestle
A = (B1 + B2 + B3 + Bn) X L
A = Luas penggunaan perairan
B1 = panjang trestle (bila ada)
B2 = lebar dermaga
B3 = lebar kapal terbesar yang sandar
Bn = jumlah lebar kapal terbesar yang sandar
L = Panjang dermaga/ dolphin terluar atau panjang
kapal terbesar
d. Terhadap Tersus/TUKS yang melakukan kegiatan Ship To
Ship (STS) transfer di perairan, maka penggunaan perairan
dihitung berdasarkan luasan jarak antar titik-titik koordinat
terluar dari kegiatan operasional STS dimaksud yang
tertuang dalam ijin pembangunan dan pengoperasian;
e. Terhadap tipe dermaga dan/atau bangunan yang tidak
tercantum dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, maka
perhitungan luas penggunaan perairannya dihitung dari garis
/terluar…
20. - 20 -
terluar tapak bangunan ditarik garis lurus ke darat (surut
terendah/ 0 (nol) LWS) ditambah lebar kapal terbesar dan
ditarik garis lurus ke sisi bangunan terluar kemudian ditarik
garis lurus ke darat (surut terendah/ 0 (nol) LWS);
f. Tipe penggunaan perairan sebagaimana dimaksud dalam
huruf c, sesuai dengan Lampiran IX yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini;
g. Terhadap konstruksi dermaga/bangunan Tersus/TUKS yang
batas perairannya melebihi batas daratan yang
dimiliki/dikuasai oleh pengelola Tersus/TUKS maka
perhitungan luas penggunaan perairan di hitung dari ujung
bangunan terluar ditarik garis lurus ke darat yang
dimiliki/dikuasai oleh pengelola Tersus/TUKS.
Pasal 13
(1) Penentuan pembayaran penggunaan perairan pada Tersus
atau TUKS yang baru dibangun, dimulai untuk Tersus sejak
surat rekomendasi selesai pembangunan dan siap operasi
dari Penyelenggara Pelabuhan dikeluarkan atau untuk TUKS
sejak persetujuan pengelolaan ditetapkan kepada pengelola
TUKS.
(2) Penentuan pembayaran penggunaan perairan pada Tersus
atau TUKS yang telah beroperasi dan/atau beralih
kepemilikannya, dimulai sejak izin operasi atau persetujuan
pengelolaan dan/atau pengalihan ditetapkan.
(3) Paling lambat 7 (tujuh) hari kalender setelah mendapatkan
rekomendasi sebagaimana dimaksud ayat (1), dilakukan
perhitungan luas penggunaan perairan yang dilakukan
bersama antara Penyelenggara Pelabuhan dengan pengelola
Tersus atau TUKS dengan dibuat berita acara perhitungan
luas penggunaan perairan dan apabila diperlukan dalam
perhitungan luas penggunaan perairan dapat
mengikutsertakan Tim Terpadu Direktorat Jenderal.
(4) Paling lambat 14 (empat belas) hari kalender setelah
dilakukan perhitungan luas penggunaan perairan
penyelenggara pelabuhan dengan pengelola Tersus atau
TUKS menandatangani perjanjian penggunaan perairan.
(5) Surat rekomendasi, berita acara perhitungan luas
penggunaan perairan dan perjanjian penggunaan perairan
ditembuskan kepada Sekretaris Direktorat Jenderal dan
Direktorat Kepelabuhanan.
Pasal 14
(1) Termin untuk pembayaran penggunaan perairan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2),
dilaksanakan setiap tahun sesuai periode tahun takwim dan
pembayarannya dilakukan setiap awal termin sesuai periode
perjanjian.
/(2) Dalam…
21. - 21 -
(2) Dalam hal perjanjian penggunaan perairan tidak dilakukan
dalam 1 (satu) tahun takwim maka perhitungan pungutan
termin pertama dimulai dari awal perjanjian sampai dengan
akhir Desember tahun tersebut dan untuk termin berikutnya
perhitungan pungutan sesuai dengan tahun takwim.
(3) Dalam hal periode perjanjian berakhir tidak dalam 1 (satu)
tahun takwim maka perhitungan pungutan dari awal tahun
takwim sampai dengan akhir periode perjanjian.
Pasal 15
(1) Perhitungan tagihan atas pelayanan jasa kepelabuhanan
minimal Rp.2.000,- (dua ribu rupiah) per kegiatan pelayanan.
(2) Pembulatan ukuran satuan barang kurang dari 1 (satu)
ton/m³ menjadi 1 (satu) ton/m³.
(3) Perhitungan pembulatan jarak pemanduan sampai dengan
10 (sepuluh) mil dikelompokkan dalam kelompok 1 (satu),
jarak di atas 10 (sepuluh) sampai 20 (dua puluh) mil
dikelompokkan dalam kelompok 2 (dua) dan jarak di atas 20
(dua puluh) mil dikelompokkan dalam kelompok 3 (tiga).
Pasal 16
(1) Penerimaan jasa kepelabuhanan dihitung berdasarkan bukti
pemakaian jasa dan blanko nota tagihan, yang terdiri dari:
a. PUJK 2A : perhitungan nota tagihan jasa kapal;
b. PUJK 2A1 : perhitungan nota tagihan kontribusi
pelayanan jasa pemanduan dan penundaan kapal;
c. PUJK 2B : perhitungan nota tagihan jasa barang;
d. PUJK 2C : perhitungan nota tagihan jasa alat;
e. PUJK2D : perhitungan nota tagihan jasa kepelabuhan
lainnya; dan
f. Karcis : tanda masuk (pas) pelabuhan untuk orang,
terminal penumpang kapal, pengantar/ penjemput dan
kendaraan.
(2) Pelaksanaan perhitungan nota tagihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh petugas operasional.
(3) BPN diserahkan kepada Bendahara Penerimaan UPT oleh
pengguna jasa untuk ditukar dengan kuitansi sebagai tanda
bukti pembayaran jasa kepelabuhanan.
(4) Bendahara Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
membuat kuitansi dalam rangkap 5 (lima) yang terdiri dari:
a. lembar 1 (satu) untuk pengguna jasa sebagai dasar untuk
membayar pungutan PNBP;
b. lembar 2 (dua) untuk Petugas Operasional sebagai arsip;
c. lembar 3 (tiga) untuk Bendahara Penerimaan UPT sebagai
dasar untuk mencatat penerimaan;
d. lembar 4 (empat) untuk pengelola PNBP UPT; dan
e. lembar 5 (lima) untuk Direktorat Kepelabuhanan sebagai
monitoring.
/(5) Blanko…
22. - 22 -
(5) Blanko nota tagihan jasa PUJK sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), sesuai dengan Lampiran X yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
Bagian Keempat
Penerimaan Surat Izin Kepelabuhanan
Pasal 17
(1) Pengguna jasa dan/atau yang dikuasakan oleh pengguna
jasa membayar tagihan penerimaan surat izin kepelabuhanan
ke bank pada pelayanan satu atap kantor pusat Direktorat
Jenderal untuk pelayanan yang diberikan oleh kantor pusat
setelah menerima nota tagihan dari petugas operasional.
(2) Nota tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat
dalam 5 (lima) rangkap, yang terdiri dari:
a. lembar 1 (satu) untuk pengguna jasa dan/atau yang
dikuasakan oleh pengguna jasa sebagai dasar untuk
membayar pungutan PNBP;
b. lembar 2 (dua) untuk petugas pemungut PNBP sebagai
dasar pembuatan kuitansi;
c. lembar 3 (tiga) untuk Petugas Operasional sebagai arsip;
d. lembar 4 (empat) untuk bank pada pelayanan satu atap
kantor pusat Direktorat Jenderal; dan
e. lembar 5 (lima) untuk pengelola PNBP Direktorat
Kepelabuhanan sebagai monitoring.
(3) Nota tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
sebagaimana tercantum Lampiran XI yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
Pasal 18
(1) Penerimaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17,
menggunakan kuitansi sebagai tanda bukti pembayaran yang
ditandatangani oleh petugas pemungut PNBP pada Direktorat
Kepelabuhanan serta dibuat dalam rangkap 5 (lima) terdiri
dari:
a. lembar 1 (satu) untuk pengguna jasa sebagai dasar untuk
membayar pungutan PNBP;
b. lembar 2 (dua) untuk petugas pemungut PNBP sebagai
dasar pembuatan kuitansi;
c. lembar 3 (tiga) untuk Petugas Operasional sebagai arsip;
d. lembar 4 (empat) untuk Bank pada pelayanan satu atap
kantor pusat Direktorat Jenderal; dan
e. lembar 5 (lima) untuk pengelola PNBP Direktorat
Kepelabuhanan sebagai monitoring.
(2) Tanda bukti pembayaran (kuitansi) dari Bendahara atau
Petugas Pemungut PNBP disampaikan ke pengguna jasa
dan/atau yang dikuasakan sebagai syarat pengambilan
dokumen yang telah selesai diproses.
/Bagian Kelima…
23. - 23 -
Bagian Kelima
Penerimaan dan Penyetoran PNBP Hasil Konsesi dan Kerjasama Lainnya
Pasal 19
(1) Besaran prosentase hasil konsesi (concession fee) diperoleh
Penyelenggara Pelabuhan sesuai dengan yang tercantum
dalam perjanjian.
(2) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam
2 (dua) rangkap, yang terdiri dari:
a. rangkap pertama untuk Penyelenggara Pelabuhan; dan
b. rangkap kedua untuk BUP.
(3) Salinan perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada Direktorat Kepelabuhanan dan
Sekretariat Direktorat Jenderal Cq. Bagian Keuangan serta
Bagian Hukum dan KSLN.
(4) PNBP hasil konsesi (concession fee) terdiri dari:
a. konsesi terhadap fasilitas pelabuhan eksisting yang
diselenggarakan oleh BUP BUMN Kepelabuhanan sebelum
Undang Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;
b. konsesi terhadap fasilitas pelabuhan non eksisting yang
diselenggarakan oleh BUP BUMN Kepelabuhanan sesudah
Undang Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;
dan
c. konsesi terhadap fasilitas pelabuhan yang
diselenggarakan oleh BUP Non BUMN Kepelabuhanan.
(5) PNBP hasil konsesi terhadap jenis-jenis kegiatan jasa
kepelabuhanan berupa:
a. jasa kapal;
b. jasa barang; dan
c. jasa penumpang.
(6) PNBP hasil konsesi berupa jasa kapal sebagaimana dimaksud
ayat (5) huruf a, terdiri dari:
a. jasa tambat;
b. jasa penyediaan pengisian bahan bakar dan air bersih;
c. pelayanan jasa bunker; dan
d. jasa penggunaan alur yang dibangun/dirawat oleh BUP.
(7) PNBP hasil konsesi berupa jasa barang sebagaimana
dimaksud ayat (5) huruf b, terdiri dari:
a. jasa dermaga;
b. jasa gudang;
c. jasa lapangan penumpukan; dan
d. jasa alat bongkar muat.
(8) PNBP hasil konsesi berupa jasa penumpang sebagaimana
dimaksud ayat (5) huruf c, terdiri dari:
a. jasa penyediaan terminal penumpang; dan
b. pas masuk penumpang.
/(9) PNBP…
24. - 24 -
(9) PNBP hasil konsesi selain sebagaimana dimaksud ayat (4)
dapat juga diperoleh dari kerjasama antara BUP dengan
pihak ke 3 (tiga) dan kegiatan berupa pas masuk kendaraan,
kerjasama peralatan dan pengusahaan peralatan.
(10) PNBP hasil konsesi dihitung berdasarkan pendapatan bruto
BUP.
(11) Dalam hal BUP melakukan kerjasama dengan pihak ke 3
(tiga) dan/atau anak perusahaan, maka pendapatan
konsesi dihitung dari seluruh pendapatan bruto kegiatan
jasa kepelabuhanan (bukan pendapatan BUP dari pihak ke
3 (tiga) dan/atau anak perusahaan).
(12) Komponen yang dikecualikan dari perhitungan pendapatan
Konsesi yaitu:
a. biaya Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM);dan
b. jasa pemanduan kapal.
Pasal 20
(1) PNBP hasil kerjasama lainnya diperoleh Penyelenggara
Pelabuhan yang besarannya sesuai dengan nilai yang
tercantum dalam perjanjian kerjasama.
(2) PNBP hasil kerjasama lainnya terdiri dari:
a. kerjasama pemanfaatan;
b. kerjasama terkait jasa kepelabuhanan;
c. sewa menyewa;
d. kontrak manajemen;dan
e. kerjasama operasi.
(3) PNBP hasil kerjasama lainnya sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a diperoleh dari:
a. fasilitas pelabuhan yang sudah tercatat sebagai Barang
Milik Negara Kementerian Perhubungan yang dibangun
bersumber dari dana APBN/APBD;
b. seluruh aset hasil konsesi termasuk lahan telah menjadi
milik Penyelenggara Pelabuhan setelah berakhirnya masa
konsesi.
(4) Besaran PNBP hasil kerjasama lainnya sebagaimana
dimaksud ayat (1) diperoleh berdasarkan perhitungan dari
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian
Keuangan.
Pasal 21
(1) Jangka waktu perhitungan pendapatan PNBP hasil konsesi
dan kerjasama lainnya adalah 1 (satu) tahun takwim
anggaran.
(2) Apabila perjanjian ditandatangani tidak dalam 1 (satu) tahun
takwim, maka perhitungan pendapatan hasil konsesi dan
kerjasama lainnya dimulai dari awal perjanjian sampai
dengan akhir Desember tahun tersebut.
/Pasal 22…
25. - 25 -
Pasal 22
(1) Penyelenggara Pelabuhan dan BUP melakukan rekonsiliasi
dengan data dukung, antara lain:
a. laporan keuangan BUP; dan
b. laporan operasional pelayanan jasa kepelabuhanan.
(2) Rekonsiliasi PNBP hasil konsesi dan kerjasama lainnya
antara Penyelenggara Pelabuhan dengan BUP dilakukan
setiap tanggal 20 setiap bulannya dan dituangkan dalam
Berita Acara dan ditembuskan kepada Direktorat
Kepelabuhanan dan Sekretariat Direktorat Jenderal Cq.
Bagian Keuangan serta Bagian Hukum dan KSLN.
(3) Rekonsiliasi terhadap konsesi fasilitas pelabuhan eksisting
yang diselenggarakan oleh BUP BUMN Kepelabuhanan
antara Penyelenggara Pelabuhan dengan BUP BUMN
Kepelabuhanan setiap tanggal 20 bulan ketiga pada tiap
periode triwulannya yang dikoordinasikan oleh Kantor
Otoritas Pelabuhan Utama dilakukan dengan
mengikutsertakan Kantor Pusat Direktorat Jenderal dan
Direksi BUP BUMN yang dituangkan dalam Berita Acara dan
ditembuskan kepada Direktorat Kepelabuhanan dan
Sekretariat Direktorat Jenderal Cq. Bagian Keuangan serta
Bagian Hukum dan KSLN.
(4) Rekonsiliasi terhadap konsesi fasilitas pelabuhan non
eksisting antara Penyelenggara Pelabuhan dengan BUP setiap
tanggal 20 bulan ketiga pada tiap periode triwulannya dengan
mengikutsertakan Kantor Pusat Direktorat Jenderal dan
dituangkan dalam Berita Acara dan ditembuskan kepada
Direktorat Kepelabuhanan dan Sekretariat Direktorat
Jenderal Cq. Bagian Keuangan serta Bagian Hukum dan
KSLN.
Pasal 23
(1) Pembayaran PNBP hasil Konsesi dan kerjasama lainnya
dilaksanakan dalam 4 (empat) periode dalam 1 (satu) tahun
yaitu setiap 3 (tiga) bulan paling lambat pada tanggal 25
bulan berikutnya;
(2) Perhitungan PNBP hasil konsesi dan kerjasama lainnya
selama 1 (satu) tahun berdasarkan pendapatan bruto yang
tercantum dalam Laporan Keuangan BUP yang sudah diaudit
oleh Kantor Akuntan Publik yang diserahkan paling lambat
tanggal 14 April tahun berikutnya.
(3) Dalam hal terdapat kelebihan atau kekurangan pembayaran
dari hasil audit oleh Kantor Akuntan Publik sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) maka akan diperhitungkan kembali
pada pembayaran triwulan berikutnya.
(4) Penyelenggara Pelabuhan membuat Nota Tagihan sesuai
dengan hasil rekonsiliasi PNBP antara Penyelenggara
Pelabuhan dengan BUP.
/Pasal 24…
26. - 26 -
Pasal 24
(1) Obyek kegiatan jasa kepelabuhanan yang dikonsesikan dan
dikerjasamakan harus tercantum di dalam perjanjian dan
digunakan sebagai bahan rekonsiliasi.
(2) Obyek kegiatan jasa kepelabuhanan yang dikonsesikan dan
dikerjasamakan yang belum tercantum atau terjadi
perubahan dalam perjanjian, maka wajib dilaksanakan
perubahan perjanjian (addendum) yang disepakati/
ditandatangani bersama antara Penyelenggara Pelabuhan
dengan BUP.
Pasal 25
(1) Badan usaha dan/atau pengguna jasa dan/atau pihak yang
dikuasakan membayar tagihan uang PNBP hasil konsesi
(concession fee) dan/atau kerjasama lainnya ke Kas Negara
melalui Bank/Pos Persepsi dengan menggunakan kode billing
yang diterbitkan oleh Bendahara Penerimaan UPT setelah
menerima nota tagihan dari petugas operasional sesuai
Lampiran XII yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Direktur Jenderal ini
(2) BPN diserahkan kepada Bendahara Penerimaan UPT oleh
badan usaha dan/atau pengguna jasa dan/atau pihak yang
dikuasakan untuk ditukar dengan kuitansi sebagai tanda
bukti pembayaran hasil konsesi (concession fee) dan/atau
kerjasama lainnya dan ditembuskan ke Direktorat
Kepelabuhanan dan Sekretariat Direktorat Jenderal Cq.
Bagian Keuangan.
(3) Bendahara Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
membuat kuitansi dalam rangkap 5 (lima) yang terdiri dari:
a. lembar 1 (satu) untuk badan usaha dan/atau pengguna
jasa dan/atau pihak yang dikuasakan;
b. lembar 2 (dua) untuk Bendahara Penerimaan UPT;
c. lembar 3 (tiga) untuk Petugas Operasional penyelenggara
pelabuhan sebagai arsip;
d. lembar 4 (empat) untuk pengelola PNBP UPT; dan
e. lembar 5 (lima) untuk Direktorat Kepelabuhanan sebagai
monitoring.
Bagian Keenam
Jasa Kenavigasian
Paragraf Kesatu
Penerimaan Jasa Penggunaan SBNP/Uang Rambu
Pasal 26
(1) Pengguna jasa dan/atau pihak yang dikuasakan oleh
pengguna jasa dapat membayar tagihan uang jasa
penggunaan SBNP ke Kas Negara melalui Bank/Pos Persepsi
dengan menggunakan kode billing yang diterbitkan oleh
Bendahara Penerimaan/Pengelola PNBP/Petugas Operasional
UPT setelah menerima nota tagihan dari petugas operasional.
/(2) Nota…
27. - 27 -
(2) Nota tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibuat
dalam 5 (lima) rangkap yang terdiri dari:
a. lembar 1 (satu) untuk pengguna jasa sebagai dasar untuk
membayar pungutan PNBP;
b. lembar 2 (dua) untuk Bendahara Penerimaan UPT sebagai
dasar pembuatan kuitansi;
c. lembar 3 (tiga) untuk Petugas Operasional sebagai arsip;
d. lembar 4 (empat) untuk petugas pengelola PNBP UPT; dan
e. lembar 5 (lima) untuk pengelola PNBP Direktorat
Kenavigasian sebagai monitoring.
(3) Pengguna jasa dan/atau pihak yang dikuasakan oleh
pengguna jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
menyerahkan nota tagihan dan BPN kepada Bendahara
Penerimaan UPT untuk ditukar dengan kuitansi sebagai
tanda bukti pembayaran jasa penggunaan SBNP.
(4) Bendahara Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
membuat kuitansi sebagai tanda bukti pembayaran jasa
penggunaan SBNP, dalam 5 (lima) rangkap yang terdiri dari:
a. lembar 1 (satu) untuk pengguna jasa sebagai dasar untuk
membayar pungutan PNBP;
b. lembar 2 (dua) untuk Bendahara Penerimaan UPT;
c. lembar 3 (tiga) untuk Petugas Operasional sebagai arsip;
d. lembar 4 (empat) untuk petugas pengelola PNBP UPT; dan
e. lembar 5 (lima) untuk pengelola PNBP Direktorat
Kenavigasian sebagai monitoring.
(5) Tanda bukti pembayaran (kuitansi) dari Bendahara atau
Petugas Pemungut PNBP disampaikan ke pengguna jasa
dan/atau yang dikuasakan sebagai syarat pengambilan
dokumen yang telah selesai diproses.
(6) Nota tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai
dengan Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(7) Dalam hal kapal berada diwilayah DLKR/DLKP lebih dari 30
(tiga puluh) hari kalender maka dikenakan kembali tarif jasa
SBNP/Uang Rambu pada saat SPB diterbitkan.
Paragraf Kedua
Penerimaan Jasa Sewa Fasilitas Galangan Navigasi
Pasal 27
(1) Fasilitas galangan navigasi selain digunakan untuk merawat
kapal navigasi, dapat disewakan kepada pihak lain untuk
melayani pemeliharaan kapal.
(2) Penerimaan jasa sewa fasilitas galangan navigasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan
penerimaan PNBP.
/Pasal 28…
28. - 28 -
Pasal 28
(1) Permohonan penyewaan fasilitas galangan navigasi diajukan
oleh penyewa secara tertulis kepada Kepala Distrik Navigasi
setempat setiap kali akan melakukan pengedokan/
perlimbungan kapal, dengan tembusan Direktur
Kenavigasian.
(2) Pemberian persetujuan atas permohonan penyewaan
fasilitas galangan navigasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), diberikan oleh Kepala Distrik Navigasi setempat dengan
tembusan Direktur Kenavigasian.
Pasal 29
(1) Persetujuan penggunaan fasilitas galangan navigasi oleh
pihak penyewa dituangkan dalam suatu perjanjian antara
Direktorat Jenderal atau pejabat yang ditunjuk dengan
pihak penyewa.
(2) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat
ketentuan sebagai berikut:
a.lamanya penggunaan galangan;
b.besarnya biaya sewa galangan;
c. kerugian kapal yang terjadi sejak naik sampai turun
galangan bukan tanggung jawab Distrik Navigasi;
d.tata tertib pelaksanaan perbaikan/perawatan kapal oleh
penyewa; dan
e. persyaratan lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan
tersebut.
(3) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat
dalam 2 (dua) rangkap yang terdiri dari:
a.rangkap pertama untuk Distrik Navigasi;dan
b.rangkap kedua untuk pihak penyewa.
(4) Salinan Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Direktorat Kenavigasian dan
Sekretariat Direktorat Jenderal Cq. Bagian Keuangan serta
Bagian Hukum dan KSLN.
Pasal 30
Bendahara Penerimaan Distrik Navigasi menerbitkan nota
tagihan dan kode billing untuk pungutan sewa fasilitas
galangan navigasi kepada pihak penyewa yang besarannya
sesuai yang tercantum dalam perjanjian.
Paragraf Ketiga
Penerimaan Jasa Telekomunikasi Pelayaran
Pasal 31
(1) Jenis Penerimaan Jasa Telekomunikasi Pelayaran terdiri
dari:
a.pelayanan telegram/ telephone call;
/b.pelayanan…
29. - 29 -
b.pelayanan VTS angkutan dalam negeri, luar negeri dan
koneksi data VTS; dan
c. pelayanan NDC LRIT.
(2) Jenis Penerimaan Jasa Telekomunikasi Pelayaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, merupakan
pelayanan regristrasi LRIT kapal ke NDC-LRIT Indonesia dan
penyampaian data dari NDC LRIT Indonesia kepada DC-LRIT
negara lain yang terdiri dari position report, polled LRIT
position report, changes of the rate of transmission, archieved
position report.
Pasal 32
Perusahaan pelayaran/ keagenan/ pemilik kapal/ nakhoda
menyampaikan permintaan pelayanan VTS paling lambat 12
(dua belas) jam sebelum kapal tiba di pelabuhan, dan bagi
kapal yang pelayarannya kurang dari 12 (dua belas) jam segera
menyampaikan permintaan pelayanan VTS sebelum kapal tiba
di pelabuhan.
Pasal 33
(1) Penerimaan jasa Telekomunikasi Pelayaran pelayanan
telegram/ telephone call dilakukan sebagai berikut :
a. bagi kapal yang masuk ke DLKr dan/atau DLKp
pelabuhan nota tagihan diterbitkan oleh petugas
operasional SROP setempat;
b. bagi kapal yang hanya melintas di perairan bukti
pemakaian jasa diterbitkan oleh petugas operasional
SROP setempat yang diteruskan ke Direktorat
Kenavigasian untuk diterbitkan nota tagihan yang
ditujukan kepada AAIC.
(2) Pengguna jasa atau pihak yang dikuasakan oleh pengguna
jasa dapat membayar jenis penerimaan jasa Telekomunikasi
Pelayaran pelayanan telegram/ telephone call sebagai
berikut :
a. penyetoran PNBP ke kas negara bagi kapal yang masuk
ke DLKr dan/atau DLKp pelabuhan dilakukan dengan
menggunakan kode billing yang diterbitkan oleh
Bendahara Penerimaan/ Pengelola PNBP/Petugas
Operasional UPT setempat;
b. penyetoran PNBP ke kas negara bagi kapal yang hanya
melintas diperairan dilakukan oleh AAIC dengan
menggunakan kode billing yang diterbitkan oleh
Petugas Pemungut PNBP Direktorat Kenavigasian.
(3) Pengguna jasa atau pihak yang dikuasakan oleh pengguna
jasa membayar jenis penerimaan jasa pelayanan VTS ke Kas
Negara melalui Bank/Pos Persepsi dengan menggunakan
kode billing yang diterbitkan oleh Bendahara
Penerimaan/Pengelola PNBP/Petugas Operasional UPT
setelah menerima nota tagihan dari petugas operasional.
(4) Pengguna jasa atau pihak yang dikuasakan oleh pengguna
jasa membayar jenis penerimaan jasa Telekomunikasi
Pelayaran pelayanan NDC-LRIT Indonesia, melalui petugas
pemungut PNBP Direktorat Kenavigasian.
/Pasal 34…
30. - 30 -
Pasal 34
(1) Bukti pemakaian dan nota tagihan jasa pelayanan
telegram/telephone call sebagaimana dimaksud dalam Pasal
31 ayat (1) huruf a, dibuat oleh petugas operasional di
kantor Stasiun Radio Pantai.
(2) Nota tagihan jasa pelayanan telegram/telephone call bagi
kapal yang masuk ke DLKr dan/atau DLKp pelabuhan
dibuat dalam 5 (lima) rangkap, yang terdiri dari:
a.lembar 1 (satu) untuk pengguna jasa sebagai dasar untuk
membayar pungutan PNBP;
b.lembar 2 (dua) untuk Bendahara Penerimaan UPT sebagai
dasar pembuatan kuitansi;
c. lembar 3 (tiga) untuk petugas Operasional sebagai arsip;
d.lembar 4 (empat) untuk petugas pengelola PNBP UPT; dan
e. lembar 5 (lima) untuk pengelola PNBP Direktorat
Kenavigasian sebagai monitoring.
(3) Nota tagihan untuk jasa pelayanan telegram/ telephone call
bagi kapal yang masuk ke DLKr dan/atau DLKp pelabuhan
dibuat oleh petugas SROP dengan menggunakan contoh 5
dalam Lampiran XV yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini dan setiap
bulan dilaporkan kepada Kepala Distrik Navigasi setempat.
(4) Bukti pemakaian jasa pelayanan telegram/telephone call
bagi kapal yang melintas di perairan dibayarkan kepada
Bendahara Penerimaan kantor pusat melalui Badan Kuasa
Perhitungan (accounting authority) sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dibuat dalam 4 (empat) rangkap, yang terdiri
dari:
a. lembar 1 (satu) untuk petugas pemungut PNBP Direktorat
Kenavigasian sebagai dasar untuk membuat tagihan
kepada badan kuasa perhitungan (accounting authority);
b. lembar 2 (dua) untuk badan kuasa perhitungan
(accounting authority);
c. lembar 3 (tiga) untuk Bendahara Penerimaan Kantor
Pusat;
d. lembar 4 (empat) untuk pengelola PNBP Direktorat
Kenavigasian sebagai monitoring.
(5) Bukti pemakaian jasa pelayanan telegram/telephone call
bagi kapal yang melintas di perairan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) sesuai dengan Lampiran XIV yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal
ini.
(6) Nota tagihan jasa pelayanan telegram/telephone call bagi
kapal yang melintas diperairan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) sesuai dengan contoh 5 Lampiran XV yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Direktur Jenderal ini.
/Pasal 35 …
31. - 31 -
Pasal 35
(1) Perhitungan besaran tagihan atas penggunaan jasa
Telekomunikasi Pelayaran yang berupa pelayanan telegram
/ telephone call sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat
(1) huruf a, dilakukan sebagai berikut :
a.bagi kapal yang masuk ke DLKr dan/atau DLKp
pelabuhan, perhitungan besaran tagihan dilakukan oleh
petugas operasional SROP;
b.bagi kapal yang melintas di perairan, perhitungan besaran
tagihan dilakukan oleh Direktorat Jenderal dengan Badan
Kuasa Perhitungan (accounting authority).
(2) Perhitungan besaran tagihan atas penggunaan jasa
Telekomunikasi Pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), berupa tanda bukti pemakaian jasa Telekomunikasi
Pelayaran.
(3) PNBP telegram/ telephone call bagi yang dikerjasamakan
dengan pihak badan usaha atau kerjasama lainnya
besarannya sesuai dengan nilai yang tercantum dalam
perjanjian kerjasama.
(4) Nota tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat
dalam 5 (lima) rangkap, yang terdiri dari:
a. lembar 1 (satu) untuk pengguna jasa sebagai dasar
untuk membayar pungutan PNBP;
b. lembar 2 (dua) untuk petugas pemungut PNBP sebagai
dasar pembuatan kuitansi;
c. lembar 3 (tiga) untuk Petugas Operasional sebagai arsip;
d. lembar 4 (empat) untuk Bendahara Penerimaan kantor
pusat; dan
e. lembar 5 (lima) untuk pengelola PNBP Direktorat
Kenavigasian sebagai monitoring.
Pasal 36
(1) Nota tagihan untuk pelayanan VTS dibuat oleh petugas VTS
dengan menggunakan contoh 2 dalam Lampiran XVI yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Direktur Jenderal ini dan setiap bulan dilaporkan kepada
Kepala Distrik Navigasi setempat.
(2) Nota tagihan untuk koneksi data VTS dibuat sesuai dengan
jumlah kapal di area yang dikerjasamakan dan
penarikannya dilakukan 1 (satu) kali dalam 2 (satu) bulan
dengan menggunakan contoh 3 dalam Lampiran XVI yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Direktur Jenderal ini.
(3) Nota tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1,) ayat (2)
dan ayat (3), dibuat dalam 5 (lima) rangkap, yang terdiri
dari:
/a. lembar…
32. - 32 -
a.lembar 1 (satu) untuk pengguna jasa sebagai dasar untuk
membayar pungutan PNBP;
b.lembar 2 (dua) untuk Bendahara Penerimaan UPT sebagai
dasar pembuatan kuitansi;
c. lembar 3 (tiga) untuk Petugas Operasional/Petugas
Operasional Wilayah kerja sebagai arsip;
d.lembar 4 (empat) untuk petugas pengelola PNBP UPT; dan
e. lembar 5 (lima) untuk pengelola PNBP Direktorat
Kenavigasian sebagai monitoring.
(4) Nota Tagihan untuk PNBP telegram/ telephone call
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterbitkan oleh
Direktorat Kenavigasian yang terdiri dari 5 (lima) rangkap:
a. lembar 1 (satu) untuk pengguna jasa sebagai dasar
untuk membayar pungutan PNBP;
b. lembar 2 (dua) untuk petugas pemungut PNBP sebagai
dasar pembuatan kuitansi;
c. lembar 3 (tiga) untuk Petugas Operasional Direktorat
Kenavigasian sebagai arsip;
d. lembar 4 (empat) untuk Bendahara Penerimaan kantor
Pusat; dan
e. lembar 5 (lima) untuk pengelola PNBP Direktorat
Kenavigasian sebagai monitoring.
(5) Untuk nota tagihan jasa pelayanan NDC LRIT sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf c, dibuat oleh
petugas operasional NDC LRIT Indonesia Direktorat
Kenavigasian dan disahkan oleh Direktur Kenavigasian
dengan menggunakan contoh 4 dalam lampiran xvi yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Direktur Jenderal ini.
Pasal 37
(1) Dalam hal kunjungan kapal ke DLKp dan/atau DLKr
pelabuhan lebih dari satu kali dalam satu hari, maka
penarikan PNBP Jasa Pelayanan VTS dipungut hanya satu
kali dalam satu hari.
(2) Tanda bukti pembayaran (kuitansi) Jasa Telegram/telepon
bagi kapal yang masuk ke DLKr dan/atau DLKp pelabuhan
dan jasa pelayanan VTS bagi kapal angkutan dalam negeri
dan luar negeri serta pelayanan koneksi data VTS dari
Bendahara atau Petugas Pemungut PNBP disampaikan ke
pengguna jasa dan/atau yang dikuasakan sebagai syarat
pengambilan dokumen yang telah selesai diproses.
Paragraf Keempat
Penerimaan Jasa Salvage dan/atau Pekerjaan Bawah Air
Pasal 38
(1) Pengguna jasa dan/atau yang dikuasakan oleh pengguna
jasa dapat membayar tagihan uang jasa pelayanan izin
usaha salvage dan/atau pekerjaan bawah air, izin
membangun, memindahkan dan/ atau membongkar
bangunan atau instalasi bawah air dan izin kegiatan salvage
dan/ atau pekerjaan bawah air dan pengawasan kegiatan
/pengangkatan….
33. - 33 -
pengangkatan kerangka kapal oleh pihak ketiga kepada
petugas pemungut PNBP melalui bank pada pelayanan satu
atap kantor pusat Direktorat Jenderal untuk selanjutnya
disetor langsung ke kas negara setelah menerima nota
tagihan dari petugas operasional.
(2) Nota tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat
dalam 5 (lima) rangkap, yang terdiri dari:
a. lembar 1 (satu) untuk pengguna jasa dan/atau yang
dikuasakan oleh pengguna jasa sebagai dasar untuk
membayar pungutan PNBP;
b. lembar 2 (dua) untuk petugas pemungut PNBP sebagai
dasar pembuatan kuitansi;
c. lembar 3 (tiga) untuk Petugas Operasional sebagai arsip;
d. lembar 4 (empat) untuk Bank pada pelayanan satu atap
kantor pusat Direktorat Jenderal; dan
e. lembar 5 (lima) untuk pengelola PNBP Direktorat KPLP
sebagai monitoring.
(3) Nota tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai
Lampiran XVII yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
Pasal 39
(1) Penerimaan uang jasa pelayanan izin usaha salvage
dan/atau pekerjaan bawah air, izin membangun,
memindahkan dan/ atau membongkar bangunan atau
instalasi bawah air dan izin kegiatan salvage dan/ atau
pekerjaan bawah air dan pengawasan kegiatan
pengangkatan kerangka kapal oleh pihak ketiga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1),
menggunakan kuitansi sebagai tanda bukti pembayaran
yang ditandatangani oleh petugas pemungut PNBP pada
Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai serta dibuat
dalam rangkap 5 (lima) terdiri dari:
a. lembar 1 (satu) untuk pengguna jasa sebagai dasar
untuk membayar pungutan PNBP;
b. lembar 2 (dua) untuk petugas pemungut PNBP sebagai
dasar pembuatan kuitansi;
c. lembar 3 (tiga) untuk Petugas Operasional sebagai arsip;
d. lembar 4 (empat) untuk Bank pada pelayanan satu atap
kantor pusat Direktorat Jenderal; dan
e. lembar 5 (lima) untuk pengelola PNBP Direktorat
Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai sebagai monitoring.
(2) Tanda bukti pembayaran (kuitansi) dari Bendahara atau
Petugas Pemungut PNBP disampaikan ke pengguna jasa
dan/atau yang dikuasakan sebagai syarat pengambilan
peizinan yang telah selesai diproses di Direktorat Kesatuan
Penjagaan Laut dan Pantai.
/Paragraf kelima…
34. - 34 -
Paragraf Kelima
Penerimaan Jasa Pemeriksaan Kesehatan dan Penilaian
Lingkungan Kerja Pelayaran
Pasal 40
(1) Pengguna jasa dan/atau pihak yang dikuasakan oleh
pengguna jasa dapat membayar tagihan uang jasa
pengujian kesehatan dan atau penilaian lingkungan kerja
pelayaran ke Kas Negara melalui Bank/Pos Persepsi dengan
menggunakan kode billing yang diterbitkan oleh Bendahara
Penerimaan/Pengelola PNBP/Petugas Operasional UPT
setelah menerima nota tagihan dari petugas administrasi.
(2) Nota tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibuat
dalam rangkap 5 (lima) yang terdiri dari:
a. lembar 1 (satu) untuk pengguna jasa sebagai dasar
untuk membayar pungutan PNBP;
b. lembar 2 (dua) untuk Bendahara Penerimaan UPT/
petugas pemungut PNBP sebagai dasar pembuatan
kuitansi;
c. lembar 3 (tiga) untuk Petugas administrasi sebagai arsip;
d. lembar 4 (empat) untuk petugas pengelola PNBP UPT;
dan
e. lembar 5 (lima) untuk pengelola PNBP kantor pusat
sebagai monitoring.
(3) Pengguna jasa dan atau yang dikuasakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), menyerahkan nota tagihan dan
BPN kepada Bendahara Penerimaan UPT untuk ditukar
dengan kuitansi sebagai tanda bukti pembayaran jasa
pemeriksaan kesehatan dan penilaian lingkungan kerja
pelayaran.
(4) Bendahara Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), membuat kuitansi dalam rangkap 5 (lima) yang terdiri
dari:
a. lembar 1 (satu) untuk pengguna jasa sebagai dasar
untuk membayar pungutan PNBP;
b. lembar 2 (dua) untuk Bendahara Penerimaan UPT/
petugas pemungut PNBP sebagai dasar pembuatan
kuitansi;
c. lembar 3 (tiga) untuk petugas administrasi sebagai arsip;
d. lembar 4 (empat) untuk petugas pengelola PNBP UPT;
dan
e. lembar 5 (lima) untuk pengelola PNBP kantor pusat
sebagai monitoring.
(5) Nota tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai
dengan Lampiran XVIII yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
/Paragraf keenam…
35. - 35 -
Paragraf Keenam
Penerimaan Jasa Izin Kewenangan Perusahaan yang Melakukan Perbaikan
dan Perawatan Peralatan Keselamatan Pelayaran
Pasal 41
(1) Pengguna jasa dan/atau pihak yang dikuasakan oleh
pengguna jasa dapat membayar tagihan uang jasa izin
kewenangan perusahaan yang melakukan perbaikan dan
perawatan peralatan keselamatan pelayaran ke Kas Negara
melalui Bank/Pos Persepsi dengan menggunakan kode
billing yang diterbitkan oleh Bendahara
Penerimaan/Pengelola PNBP/Petugas Operasional UPT
setelah menerima nota tagihan dari petugas operasional.
(2) Nota tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat
dalam rangkap 5 (lima) yang terdiri dari:
a. lembar 1 (satu) untuk pengguna jasa sebagai dasar
untuk membayar pungutan PNBP;
b. lembar 2 (dua) untuk Bendahara Penerimaan UPT/
petugas pemungut PNBP sebagai dasar pembuatan
kuitansi;
c. lembar 3 (tiga) untuk Petugas administrasi sebagai arsip;
d. lembar 4 (empat) untuk petugas pengelola PNBP UPT;
dan
e. lembar 5 (lima) untuk pengelola PNBP kantor pusat
sebagai monitoring.
(3) Pengguna jasa dan atau yang dikuasakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menyerahkan nota tagihan dan BPN
kepada Bendahara Penerimaan UPT untuk ditukar dengan
kuitansi.
(4) Bendahara Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) membuat kuitansi dalam rangkap 5 (lima) yang terdiri
dari:
a. lembar 1 (satu) untuk pengguna jasa sebagai dasar
untuk membayar pungutan PNBP;
b. lembar 2 (dua) untuk Bendahara Penerimaan UPT/
petugas pemungut PNBP;
c. lembar 3 (tiga) untuk petugas administrasi sebagai arsip;
d. lembar 4 (empat) untuk petugas pengelola PNBP UPT;
dan
e. lembar 5 (lima) untuk pengelola PNBP kantor pusat
sebagai monitoring.
(5) Nota tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai
dengan Lampiran XIX yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
Bagian Ketujuh
Penerimaan Uang Perkapalan dan Kepelautan (PUPK)
Pasal 42
Jenis Penerimaan Uang Perkapalan dan Kepelautan terdiri
dari:
/a. pemeriksaan…
36. - 36 -
a. pemeriksaan dan Sertifikasi Keselamatan, Garis Muat dan
Pencegahan Pencemaran Lingkungan Maritim serta
Endorsment (PUPK 1);
b. pelaksanaan Pengukuran Kapal dan Penerbitan Surat Ukur
(PUPK 2);
c. pelaksanaan audit dan penerbitan Document Of Compliance
(DOC) dan Safety Management Certificate (SMC) serta
Endorsment (PUPK 3);
d. pelaksanaan audit dan penerbitan sertifikat keamanan
kapal internasional/ International Ship Security Certificate
(ISSC) (PUPK 4);
e. pengujian dan sertifikasi perlengkapan keselamatan kapal,
peralatan pemadam kebakaran dan peralatan pencegahan
pencemaran (PUPK 5);
f. pemeriksaan teknis dan penerbitan surat pengesahan
rancang bangun dan perhitungan stabilitas kapal (PUPK 6);
g. pemeriksaan teknis dan penerbitan dokumen pengawakan/
kepelautan (PUPK 7);
h. pemeriksaan teknis dan penerbitan dokumen keselamatan
kapal selain sertifikat (PUPK 8);
i. pengawasan barang berbahaya (PUPK 9); dan
j. pemeriksaan kapal asing/ port state control atas
pemeriksaan ulang / follow up inspection (re-inspection
deficiency code 30) (PUPK 10).
Pasal 43
(1) Setelah menerima nota tagihan dari petugas operasional di
lapangan, pengguna jasa dan/atau pihak yang dikuasakan
oleh pengguna jasa dapat membayar Ke Kas Negara tagihan
PUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf a,
huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, g, h melalui :
a. Bank/Pos Persepsi dengan menggunakan kode billing
yang diterbitkan oleh Bendahara Penerimaan UPT atau;
b. Bank pada pelayanan satu atap Kantor Pusat Direktorat
Jenderal untuk pelayanan yang diberikan oleh Kantor
Pusat.
(2) Untuk tagihan PUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal
42 huruf i dan huruf j, dibayarkan ke Kas Negara melalui
Bank/Pos Persepsi dengan menggunakan kode billing yang
diterbitkan oleh Bendahara Penerimaan/Pengelola
PNBP/Petugas Operasional UPT setelah menerima nota
tagihan dari petugas operasional.
(3) Nota tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
dibuat dalam 5 (lima) rangkap, yang terdiri dari:
a. lembar 1 (satu) untuk Bendahara Penerimaan UPT/
petugas pemungut PNBP sebagai dasar pembuatan
kuitansi;
b. lembar 2 (dua) untuk pengguna jasa sebagai dasar untuk
membayar pungutan PNBP;
c. lembar 3 (tiga) untuk Petugas Operasional sebagai arsip;
d. lembar 4 (empat) untuk petugas pengelola PNBP UPT
atau Bank pada pelayanan satu atap kantor pusat
Direktorat Jenderal; dan
/e. lembar…
37. - 37 -
e. lembar 5 (lima) untuk pengelola PNBP Direktorat
Perkapalan dan Kepelautan sebagai monitoring.
(4) Nota tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat
dalam 5 (lima) rangkap, yang terdiri dari:
a. lembar 1 (satu) untuk Bendahara Penerimaan UPT/
petugas pemungut PNBP sebagai dasar pembuatan
kuitansi;
b. lembar 2 (dua) untuk pengguna jasa sebagai dasar untuk
membayar pungutan PNBP;
c. lembar 3 (tiga) untuk Petugas Operasional/ Petugas
Operasional Wilayah kerja sebagai arsip;
d. lembar 4 (empat) untuk petugas pengelola PNBP UPT;
dan
e. lembar 5 (lima) untuk pengelola PNBP Direktorat
Perkapalan dan Kepelautan sebagai monitoring.
(5) Nota tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat
(4), sesuai dengan Lampiran XX yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
Pasal 44
Pembayaran tagihan PUPK sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 43 ayat (1) dan ayat (2), yang diterima oleh Bendahara
Penerimaan UPT atau Petugas Pemungut PNBP kantor pusat
melalui bank pada Pelayanan Terpadu Satu Atap disetor
langsung secepatnya ke kas negara.
Pasal 45
(1) Penerimaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44,
menggunakan kuitansi sebagai tanda bukti pembayaran
yang ditandatangani oleh Bendahara Penerimaan/petugas
pemungut PNBP dan dibuat dalam rangkap 5 (lima) terdiri
dari:
a. lembar 1 (satu) untuk pengguna jasa sebagai dasar
untuk membayar pungutan PNBP;
b. lembar 2 (dua) untuk Bendahara Penerimaan UPT/
petugas pemungut PNBP;
c. lembar 3 (tiga) untuk Petugas Operasional/ Petugas
Operasional Wilayah kerja sebagai arsip;
d. Lembar 4 (empat) untuk petugas pengelola PNBP UPT
atau Bank pada pelayanan satu atap kantor pusat
Direktorat Jenderal; dan
e. lembar 5 (lima) untuk pengelola PNBP Direktorat
Perkapalan dan Kepelautan sebagai monitoring.
(2) Tanda bukti pembayaran (kuitansi) dari Bendahara atau
Petugas Pemungut PNBP disampaikan ke pengguna jasa
dan/atau yang dikuasakan sebagai syarat pengambilan
dokumen yang telah selesai diproses.
/Bagian kedelapan…
38. - 38 -
Bagian Kedelapan
Penerimaan Jasa Angkutan Laut (JAL)
Pasal 46
(1) Pengguna jasa dan/atau yang dikuasakan oleh pengguna
jasa membayar tagihan JAL ke Bank Persepsi pada
pelayanan satu atap kantor pusat Direktorat Jenderal
setelah menerima nota tagihan dari petugas operasional.
(2) Nota tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat
dalam 5 (lima) rangkap, yang terdiri dari:
a. lembar 1 (satu) untuk petugas pemungut PNBP sebagai
dasar pembuatan kuitansi;
b. lembar 2 (dua) untuk pengguna jasa dan/atau yang
dikuasakan oleh pengguna jasa sebagai dasar untuk
membayar pungutan PNBP;
c. lembar 3 (tiga) untuk Petugas Operasional sebagai arsip;
d. lembar 4 (empat) untuk Bank Persepsi pada pelayanan
satu atap Kantor Pusat Direktorat Jenderal; dan
e. lembar 5 (lima) untuk pengelola PNBP Direktorat Lalu
Lintas dan Angkutan Laut sebagai monitoring.
(3) Nota tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai
dengan Lampiran XXI yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(4) Untuk JAL yang sudah diproses secara online menggunakan
aplikasi SIMLALA dan pembayaran PNBP JAL menggunakan
kode billing.
Pasal 47
(1) Penerimaan Jasa Angkutan Laut sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 46, menggunakan kuitansi sebagai tanda bukti
pembayaran yang ditandatangani oleh petugas pemungut
PNBP pada Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Laut serta
dibuat dalam rangkap 5 (lima) terdiri dari:
a. lembar 1 (satu) untuk pengguna jasa sebagai dasar
untuk membayar pungutan PNBP;
b. lembar 2 (dua) untuk petugas pemungut PNBP;
c. lembar 3 (tiga) untuk Petugas Operasional sebagai arsip;
d. lembar 4 (empat) untuk Bank pada pelayanan satu atap
Kantor Pusat Direktorat Jenderal; dan
e. lembar 5 (lima) untuk pengelola PNBP Direktorat Lalu
Lintas dan Angkutan Laut sebagai monitoring.
(2) Tanda bukti pembayaran (kuitansi) dari Bendahara atau
Petugas Pemungut PNBP disampaikan ke pengguna jasa
dan/atau yang dikuasakan sebagai syarat pengambilan
dokumen yang telah selesai diproses di Direktorat Lalu
Lintas dan Angkutan Laut.
Pasal 48
(1) Penerimaan jasa pengawasan kegiatan bongkar muat barang
di pelabuhan dihitung berdasarkan prosentase dari total
biaya bongkar/muat barang per pelayanan.
/(2) Pengguna…
39. - 39 -
(2) Pengguna jasa dan/atau yang dikuasakan oleh pengguna
jasa membayar tagihan jasa pengawasan kegiatan bongkar
muat barang di pelabuhan ke Kas Negara melalui Bank/Pos
Persepsi dengan menggunakan kode billing yang diterbitkan
oleh Bendahara Penerimaan/Pengelola PNBP/Petugas
Operasional UPT setelah menerima nota tagihan dari
petugas operasional.
(3) Nota tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat
dalam 5 (lima) rangkap, yang terdiri dari:
a. lembar 1 (satu) untuk Bendahara Penerimaan UPT
sebagai dasar pembuatan kuitansi;
b. lembar 2 (dua) untuk pengguna jasa sebagai dasar untuk
membayar pungutan PNBP;
c. lembar 3 (tiga) untuk Petugas Operasional sebagai arsip;
d. lembar 4 (empat) untuk petugas pengelola PNBP UPT
atau Bank pada pelayanan satu atap Kantor Pusat
Direktorat Jenderal; dan
e. lembar 5 (lima) untuk pengelola PNBP Direktorat
Perkapalan dan Kepelautan sebagai monitoring.
(4) Nota tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai
dengan Lampiran XXII yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
Pasal 49
Penerimaan jasa pengawasan kegiatan bongkar muat barang di
pelabuhan, menggunakan kuitansi sebagai tanda bukti
pembayaran dan dibuat dalam rangkap 5 (lima) terdiri dari:
a. lembar 1 (satu) untuk pengguna jasa sebagai dasar untuk
membayar pungutan PNBP;
b. lembar 2 (dua) untuk Petugas Operasional sebagai arsip;
c. lembar 3 (tiga) untuk Bendahara Penerimaan UPT sebagai
dasar untuk mencatat penerimaan;
d. lembar 4 (empat) untuk pengelola PNBP UPT; dan
e. lembar 5 (lima) untuk Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan
Laut sebagai monitoring.
BAB III
TATA CARA PEMBAYARAN PNBP DILUAR JAM KERJA
Pasal 50
(1) Pembayaran PNBP diluar jam kerja oleh pengguna jasa
dan/atau yang dikuasakan oleh pengguna jasa melalui
Bank/Pos Persepsi menggunakan kode billing yang
diterbitkan oleh petugas jaga.
(2) Bukti pembayaran yang berupa BPN sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diserahkan kepada petugas jaga untuk
ditukarkan dengan kuitansi.
/BAB IV…
40. - 40 -
BAB IV
TATA CARA PENGENAAN DENDA
Pasal 51
(1) Pengguna jasa yang melakukan pembayaran melebihi jatuh
tempo kode billing yang pertama kali diterbitkan oleh
Bendahara Penerimaan/pengelola PNBP/petugas operasional
UPT dikenakan denda sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(2) Untuk pelayanan jasa penggunaan perairan dan konsesi yang
menggunakan perjanjian penentuan jatuh tempo pembayaran
ditetapkan di dalam isi perjanjian yang disepakati oleh kedua
belah pihak.
(3) Perhitungan denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan
menggunakan nota denda sesuai Contoh 1 Lampiran XXIII
dan ilustrasi perhitungan denda sesuai Contoh 2 Lampiran
XXIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Direktur Jenderal ini.
BAB V
TATA CARA PENYETORAN PENERIMAAN
NEGARA BUKAN PAJAK
Pasal 52
Seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak dikelola dalam
Sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal 53
(1) Sistem penyetoran PNBP dilakukan secara langsung ke Kas
Negara dengan cara sebagai berikut:
a. Penyetoran ke Kas Negara secara langsung dilakukan oleh
pengguna jasa melalui Bank/Pos Persepsi menggunakan
kode billing yang diterbitkan oleh Bendahara
Penerimaan/Pengelola PNBP/Petugas Operasional UPT;
b. Penyetoran ke Kas Negara secara langsung dilakukan oleh
pengguna jasa melalui Bank/Pos Persepsi menggunakan
kode billing yang diterbitkan secara otomatis oleh system
aplikasi online;
(2) Bendahara Penerimaan UPT harus diberikan akses oleh
petugas operasional untuk mengetahui transaksi penyetoran
PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu) huruf b;
(3) Untuk Penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu)
huruf a dan huruf b, pengguna jasa harus segera
menyerahkan BPN kepada Bendahara Penerimaan UPT untuk
ditukarkan dengan kuitansi.
(4) Penyetoran PNBP ke Kas Negara sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 (satu) huruf a dan huruf b dilakukan pada:
/a. loket…
41. - 41 -
a. loket teller (over the counter); dan
b. sistem elektronik lainnya, antara lain automatic teller
machine (ATM), internet banking, dan electronic data
capture (EDC).
Pasal 54
Untuk pembayaran PNBP dengan nominal kurang dari Rp
50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) dapat disetorkan kepada
Bendahara Penerimaan UPT dan selanjutnya disetorkan
secepatnya ke kas negara melalui aplikasi SIMPONI dengan
menggunakan kode billing.
Pasal 55
(1) Untuk penerimaan atau pembayaran/ penyetoran PNBP
dalam mata uang asing harus terlebih dahulu di konversi
dengan kurs tengah Bank Indonesia sesuai kurs pada tanggal
nota tagihan diterbitkan.
(2) Dalam hal kurs tengah Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) belum dapat di peroleh, kurs yang
digunakan adalah kurs tengah pada hari kerja sebelumnya.
Pasal 56
Dalam hal kelebihan pembayaran PNBP oleh pengguna jasa
dapat diperhitungkan kepada pembayaran jasa transportasi laut
untuk jasa yang sama pada tagihan berikutnya dengan terlebih
dahulu melakukan rekonsiliasi antara pengguna jasa dengan
pengelola PNBP UPT dan dibuatkan Berita Acara rekonsiliasi
sesuai dengan Lampiran XXIV yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
BAB VI
TATA CARA PENGGUNAAN
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
Pasal 57
(1) Sebagian dana PNBP yang berasal dari Jasa Transportasi
Laut pada Direktorat Jenderal dapat digunakan yang
besarannya sesuai ketentuan Menteri Keuangan.
(2) Penggunaan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui mekanisme APBN.
/BAB VII…
42. - 42 -
BAB VII
TATA CARA PELAPORAN
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
Bagian Kesatu
Laporan Realisasi dan Piutang
Pasal 58
(1) Kepala kantor UPT wajib melaporkan rekapitulasi realisasi
penerimaan dan penyetoran PNBP kepada Sekretaris
Direktorat Jenderal cq. Kepala Bagian Keuangan paling
lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya dengan
tembusan:
a. Sekretaris Jenderal c.q Kepala Biro Keuangan dan
Perlengkapan;
b. Inspektur Jenderal;
c. Direktur Terkait; dan
d. UPT koordinator.
(2) Direktur pada direktorat teknis yang melakukan pemungutan
PNBP wajib membuat dan menyampaikan realisasi
penerimaan PNBP kepada Sekretaris Direktorat Jenderal cq.
Kepala Bagian Keuangan, paling lambat tanggal 10 (sepuluh)
dengan tembusan Bendahara Penerimaan kantor pusat.
(3) Kepala Kantor UPT dan Direktur pada direktorat teknis wajib
melaporkan rekapitulasi realisasi penerimaan dan penyetoran
PNBP kepada Sekretaris Direktorat Jenderal cq. Kepala
Bagian Keuangan setiap minggunya.
(4) Rekapitulasi realisasi penerimaan dan penyetoran PNBP
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan contoh
1, contoh 2, contoh 3, contoh 4, contoh 5, contoh 6, contoh 7,
contoh 8, contoh 9, Contoh 10, contoh 11, contoh 12, contoh
13, contoh 14, contoh 15, dan contoh 16 Lampiran XXV,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Direktur Jenderal ini.
(5) Sekretaris Direktorat Jenderal cq. Kepala Bagian Keuangan
wajib menyampaikan rekapitulasi laporan bulanan/triwulan/
semester/tahunan realisasi PNBP di lingkungan Direktorat
Jenderal kepada Sekretaris Jenderal paling lambat 2 (dua)
minggu setelah berakhirnya bulan/triwulan/semester/
tahunan sesuai dengan Lampiran XXVI, yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal
ini.
(6) Laporan realisasi penerimaan dan penyetoran PNBP
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi nota tagihan,
kuitansi dan BPN.
(7) Bendahara Penerimaan setiap bulan melaporkan BPN yang
diterbitkan oleh SIMPONI kepada petugas Sistem Akuntansi
Kuasa Pengguna Anggaran untuk diinput melalui aplikasi
SAIBA.
/(8) Kepala...
43. - 43 -
(8) Kepala kantor UPT setiap triwulan dan semester wajib
membuat dan menyampaikan laporan pencapaian realisasi
terhadap target PNBP kepada Sekretaris Direktorat Jenderal
cq. Kepala Bagian Keuangan, paling lambat tanggal 10
(sepuluh) bulan berikutnya sesuai dengan contoh 1 Lampiran
XXVII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Direktur Jenderal ini, dengan tembusan:
a. Sekretaris Jenderal;
b. Inspektur Jenderal; dan
c. Direktur Terkait.
(9) Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut cq. Kepala
Bagian Keuangan setiap triwulan dan semester wajib
membuat dan menyampaikan laporan pencapaian realisasi
terhadap target PNBP kepada Sekretaris Jenderal paling
lambat 2 (dua) minggu setelah berakhirnya triwulan dan
semester sesuai dengan contoh 2 Lampiran XXVII yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur
Jenderal ini.
(10) Kepala kantor UPT setiap akhir bulan wajib membuat dan
menyampaikan laporan realisasi pengembalian kerugian
negara dengan dilampirkan BPN kepada Sekretaris
Direktorat Jenderal cq. Kepala Bagian Keuangan, paling
lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya sesuai
dengan Lampiran XXVIII yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini, dengan
tembusan:
a. Sekretaris Jenderal;
b. Inspektur Jenderal; dan
c. Direktur Terkait.
Pasal 59
(1) Bendahara Penerimaan setiap bulan melaporkan saldo kas
kepada petugas Sistem Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran
untuk diinput melalui aplikasi SAIBA.
(2) Bendahara Penerimaan dan Petugas Operasional setiap bulan
melaporkan pemakaian buku bukti pemakaian jasa, nota
tagihan, kuitansi dan nota denda yang telah dipergunakan
dan sisa persediaannya kepada petugas SIMAK BMN untuk
diinput melalui aplikasi persediaan.
Pasal 60
(1) Petugas pengelola PNBP UPT setiap bulan melaporkan nota
tagihan, nota denda, kuitansi, BPN, Rekap penerimaan dan
penyetoran PNBP serta piutang melalui aplikasi pelaporan
PNBP dalam bentuk Administrasi Data Komputer (ADK).
(2) Administrasi Data Komputer (ADK) aplikasi pelaporan PNBP
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada
Sekretaris Direktorat Jenderal cq. Kepala Bagian Keuangan
paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya melalui
electronic mail (e-mail).
/(3) Petugas…
44. - 44 -
(3) Petugas pengelola PNBP memberikan informasi kepada
petugas SAIBA sebagai dasar untuk melakukan jurnal
penyesuaian atas transaksi pendapatan kas dan akrual ke
dalam aplikasi SAIBA sesuai dengan Contoh 1 dan Contoh 2
pada Lampiran XXIX yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(4) Petugas pengelola PNBP menyampaikan formulir jurnal
penyesuaian kepada petugas SAIBA setiap bulan untuk di
rekap pada aplikasi SAIBA.
(5) Formulir jurnal penyesuaian dibuat oleh Bendahara
Penerimaan dan disetujui oleh Kepala Kantor untuk
kemudian direkam kedalam aplikasi SAIBA oleh petugas
SAIBA.
Pasal 61
(1) Bendahara pengeluaran pada kantor pusat Direktorat
Jenderal dan UPT membuat laporan pertanggung-jawaban
penggunaan PNBP.
(2) Laporan Pertanggungjawaban penggunaan PNBP
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada
Sekretaris Direktorat Jenderal cq. Kepala Bagian Keuangan,
paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya dengan
tembusan:
a. Inspektur Jenderal;
b. Sekretaris Direktorat Jenderal cq Kepala Bagian
Keuangan; dan
c. Direktur Terkait.
Bagian Kedua
Tata Cara Pelaporan PNBP Umum
Pasal 62
(1) Bendahara Pengeluaran wajib menginformasikan dan
menyerahkan bukti penyetoran ke Kas Negara kepada
Bendahara Penerimaan terkait penyetoran :
a. sewa Barang Milik Negara (BMN);
b. denda keterlambatan;
c. penjualan BMN dari hasil penghapusan;
d. bunga/Jasa deposito dan rekening bank;
e. pengembalian Belanja Tahun Anggaran Lalu;
f. pengembalian kerugian negara.
(2) Bendahara Penerimaan wajib melakukan pencatatan
penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke dalam
BKU dan BKP PNBP Umum sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(3) Petugas pengelola PNBP UPT wajib melaporkan realisasi
PNBP Umum setiap bulan paling lambat tanggal 10 (sepuluh)
bulan berikutnya disampaikan kepada Sekretaris Direktorat
Jenderal cq. Kepala Bagian Keuangan berikutnya melalui
electronic mail (e-mail).
/Bagian Ketiga…
45. - 45 -
Bagian Ketiga
Rekonsiliasi
Pasal 63
(1) Pengelola PNBP UPT dan Bendahara Penerimaan UPT
melakukan rekonsiliasi nota tagihan, kuitansi dan Surat
Persetujuan Berlayar (SPB) dengan seksi terkait setiap satu
bulan sekali yang dituangkan dalam Berita Acara Rekonsiliasi
dan diketahui oleh Kepala Kantor sesuai dengan Lampiran
XXX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Direktur Jenderal ini.
(2) Bendahara Penerimaan wajib melakukan rekonsiliasi BPN,
saldo kas, piutang dan informasi pendapatan secara akrual
dengan petugas Sistem Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran
setiap satu bulan sekali, triwulan, semesteran dan tahunan
setelah periode tutup buku (setelah masa satu periode/akhir
bulan/akhir semester/akhir tahun) yang dilaksanakan
selambat-lambatnya pada tanggal 10 setiap bulannya.
(3) Bendahara Penerimaan UPT/Pengelola PNBP UPT wajib
melakukan rekonsiliasi BPN, saldo kas, piutang dan
informasi pendapatan secara akrual dengan Bendahara
Penerimaan/Pengelola PNBP UPT Koordinator setiap satu
bulan sekali, triwulan, semesteran dan tahunan setelah
periode tutup buku (setelah masa satu periode/akhir
bulan/akhir semester/akhir tahun) yang dilaksanakan paling
lambat pada tanggal 10 (sepuluh) setiap bulannya.
(4) Bendahara Penerimaan/Pengelola PNBP UPT Koordinator
wajib melakukan rekonsiliasi BPN, saldo kas, piutang dan
informasi pendapatan secara akrual dengan petugas Sistem
Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran UPT Koordinator setiap
satu bulan sekali, triwulan, semesteran dan tahunan setelah
periode tutup buku (setelah masa satu periode/akhir
bulan/akhir semester/akhir tahun) yang dilaksanakan paling
lambat pada tanggal 10 (sepuluh) setiap bulannya.
(5) Bendahara Penerimaan/Pengelola PNBP UPT Koordinator
beserta UPT dibawahnya wajib melakukan rekonsiliasi BPN,
saldo kas, piutang dan informasi pendapatan secara akrual
dengan Pengelola PNBP tingkat Eselon I setiap semesteran
dan tahunan setelah periode tutup buku (setelah masa satu
periode/akhir semester/akhir tahun).
(6) Hasil dari rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5), dituangkan dalam
Berita Acara Rekonsiliasi (BAR) yang didalamnya memuat
jumlah penerimaan PNBP, penyetoran dengan menggunakan
BPN, jumlah saldo kas yang disetor pada bulan berikutnya,
piutang atas Penerimaan Negara Bukan Pajak dan informasi
pendapatan secara akrual.
(7) BPN, saldo kas, piutang dan informasi pendapatan secara
akrual dari Berita Acara Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) diinput kedalam Aplikasi Sistem Akuntasi
Instansi tingkat Unit Akutansi Kuasa Pengguna Anggaran
(UAKPA).
/(8) Berita…
46. - 46 -
(8) Berita Acara Rekonsiliasi (BAR) ditandatangani oleh
Bendahara Penerimaanan, Petugas SAIBA dan diketahui oleh
Kepala Satuan Kerja/Kantor.
(9) Bendahara Penerimaan kantor pusat wajib melakukan
rekonsiliasi BPN dengan petugas Sistem Akuntansi Kuasa
Pengguna Anggaran Kantor Pusat Direktorat Jenderal setiap
satu bulan sekali, triwulan, semesteran dan tahunan setelah
periode tutup buku (setelah masa satu periode/akhir
bulan/akhir triwulan/akhir semester/akhir tahun) yang
dilaksanakan paling lambat pada tanggal 10 (sepuluh) setiap
bulannya.
(10) Hasil dari rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9)
dituangkan dalam Berita Acara Rekonsiliasi (BAR) yang
didalamnya memuat jumlah penyetoran dengan
menggunakan BPN ditandatangani oleh Bendahara
Penerimaan, Petugas SAIBA dan diketahui oleh Kepala
Bagian Keuangan.
(11) Pengelola PNBP Kantor Pusat melakukan rekonsiliasi
dengan Bendahara Penerimaan Kantor Pusat setiap
bulan/triwulan/semester antara bukti setor dan rekening
koran yang dituangkan dalam Berita Acara Rekonsiliasi
(BAR).
(12) Pengelola PNBP Kantor Pusat melakukan rekonsiliasi
dengan pengelola PNBP Direktorat Terkait setiap
bulan/triwulan/semester/tahunan antara nota tagihan,
kuitansi dan BPN.
(13) Pengelola PNBP Kantor Pusat melakukan rekonsiliasi
dengan petugas SAI tingkat Eselon I setiap triwulan/
semester/tahunan yang dituangkan dalam Berita Acara
Rekonsiliasi (BAR).
BAB VIII
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENERIMAAN, PENYETORAN
DAN PELAPORAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
Pasal 64
(1) Penerimaan, penyetoran dan pelaporan PNBP dilaksanakan
sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang terdiri dari:
a. penerimaan, penyetoran dan Pelaporan PNBP pada kantor
pusat;
b. penerimaan, penyetoran PNBP secara langsung oleh
pengguna jasa dan pelaporan PNBP;
c. penerimaan, penyetoran PNBP di luar jam kerja dan
Pelaporan PNBP;
d. penerimaan, penyetoran dan Pelaporan PNBP penggunaan
perairan;
e. penerimaan, penyetoran dan Pelaporan PNBP pendapatan
konsesi; dan
f. penerimaan, penyetoran dan Pelaporan PNBP VTS.
/(2) SOP…
47. - 47 -
(2) SOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan
Lampiran XXXI, Lampiran XXXII, Lampiran XXXIII, Lampiran
XXXIV, Lampiran XXXV, dan Lampiran XXXVI yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur
Jenderal ini.
BAB IX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 65
Direktur Jenderal melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap pelaksanaan PNBP di lingkungan Direktorat Jenderal.
Pasal 66
Atasan langsung Bendahara Penerimaan wajib melakukan
pengawasan dengan melakukan pemeriksaan secara berkala
terhadap penatausahaan PNBP setiap bulan dan dituangkan
dalam berita acara.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 67
Dengan berlakunya Peraturan ini, maka Peraturan Direktur
Jenderal Perhubungan Laut Nomor KU. 404/2/11/DJPL-15
tentang Tata Cara Penerimaan, Penyetoran, Penggunaan dan
Pelaporan Penerimaan Negara Bukan Pajak di Lingkungan
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
Pasal 68
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : JAKARTA
pada tanggal : 29 Juni 2016
DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT
ttd
Ir. A. TONNY BUDIONO, MM
Pembina Utama Madya(IV/d)
NIP. 19580713 198603 1 001
48. (print out menggunakan kop Surat Ditjen Hubla)
TANDA TERIMA BLANKO CETAK PNBP
DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT
NO URAIAN/ JENIS BLANKO VOLUME SATUAN HARGA
SATUAN
TOTAL NILAI NO SERI KANTOR/ UPT
PENERIMA
KETERANGAN
Yang Menyerahkan
Direktorat………………….
Nama
Pangkat
Nip
Jakarta, …………………………………20………….
Yang Menerima,
Kantor ……………………
Nama
Pangkat
Nip
LAMPIRAN I
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT
NOMOR : HK 103/2/14/DJPL-16
TANGGAL : 29 Juni 2016
DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT
ttd.
Ir. A. TONNY BUDIONO, MM
Pembina Utama Madya (IV/d)
NIP. 19580713 198603 1 001
49. SKEMA KEGIATAN PENGADAAN, PENDISTRIBUSIAN INPUT DALAM APLIKASI PERSEDIAAN,
DAN MONITORING BLANKO PNBP
Bagian Kepegawaian dan Umum
Pejabat yang mengurus dan menyimpan
BMN
Direktorat Terkait
Petugas Operasional /
Bendahara Penerimaan / Pengelola PNBP
KANTOR PUSAT DITJEN HUBLA UPT DITJEN HUBLA
Proses Pencetakan Blanko
Blanko
Input
Aplikasi
Persediaan
Pendistribusian
Blanko Sesuai
Permintaan
Evaluasi
Rekapitulasi
Blanko di UPT
(Monitoring)
Stock Opname
Kompilasi
Aplikasi
Persediaan
Penerimaan
Data di SIMAK
BMN
Input Blanko
Melalui
Aplikasi
Persediaan
Pendistribusian
Blanko Sesuai
Permintaan
Laporan Sisa Blanko
dan Surat
Permintaan Blanko
Penerimaan
Data di SIMAK
BMN
Blanko Bukti
Pemakaian
Jasa
Blanko Nota
Tagihan
Blanko
Kuitansi
Blanko Nota
Denda
LAMPIRAN II
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT
NOMOR : HK 103/2/14/DJPL-16
TANGGAL : 29 Juni 2016
DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT
ttd.
Ir. A. TONNY BUDIONO, MM
Pembina Utama Madya (IV/d)
NIP. 19580713 198603 1 001
Bagian Umum dan Perlengkapan
50. LAMPIRAN III
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT
NOMOR : HK 103/2/14/DJPL-16
TANGGAL : 29 Juni 2016
Kementerian Perhubungan
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut No :…………………(prenumbered)
Dibayar berdasarkan Nota Tagihan Nomor :…………………………………………………………………………………
PT/Agen/Kapal/Rumah Sakit/Institusi kesehatan/
Pengguna jasa : ………………………………………………………………………
Uang sebesar : ……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
Untuk pembayaran ( beri tanda √ ) : PNBP Jasa Kepelabuhanan (PUJK)
PNBP Jasa Kenavigasian
PNBP Jasa Perkapalan dan Kepelautan (PUPK)
PNBP Jasa Angkutan Laut (JAL)
PNBP Konsesi
Terbilang:
Jumlah Rp. : ………………………………………….
ttd.
Ir. A. TONNY BUDIONO, MM
Pembina Utama Madya (IV/d)
NIP. 19580713 198603 1 001
NIP.
DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT
K U I T A N S I
Bendahara Penerima/
Petugas Pemungut PNBP
( …………………………………..)