Tuba Eustachius berfungsi untuk menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring. Tuba Eustachius terdiri dari dua bagian yaitu pars oseus dan pars kartilaginus. Pars oseus bermuara ke kavum timpani sedangkan pars kartilaginus bermuara ke nasofaring. Tiga otot utama yang berperan dalam mekanisme pembukaan tuba Eustachius adalah m. tensor veli palatini, m. levator veli palatini, dan m. salpingopharynge
2. Mengapa Garputala 512 Hz?
• Garpu tala yang bisa digunakan memiliki frekuensi 512,
1024, dan 2048 Hz karena pendengaran yang paling
efektif dalam kehidupan sehari-hari adalah bunyi antara
500-2000 Hz. Namun, jika tidak memungkinkan
menggunakan tiga garpu tala tersebut, maka gunakan
garpu tala dengan frekuensi 512 Hz karena tidak terlalu
dipengaruhi suara bising lingkungan.
Sumber: Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan
Pendengaran (Tuli). In: In: Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher,
Edisi Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2012.
3. Apakah bias bernafas menggunakan
telinga jika gendang telinga perforasi?
• Anatomi Tuba Eustachius
Tuba Eustachius atau tuba auditorius merupakan saluran
yang menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring.
Dari orifisium nasofaringeal tuba Eustachius berjalan
kearah latero-postero-superior menuju orifisium timpanal.
Dengan demikian orifisium timpanal lebih tinggi 2-2,5 cm
dibandingkan level orifisium nasofaringeal dengan
membentuk sudut 400 -450 dengan bidang horizontal.
Panjang tuba Eustachius pada orang dewasa sekitar 31-38
mm. Tuba Eustachius pada bayi dan anak relatif lebih lebar,
pendek dan horizontal dengan membentuk sudut 100
dengan bidang horizontal. Keadaan seperti ini dapat
memudahkan terjadinya penjalaran radang atau infeksi dari
nasofaring ke kavum timpani pada bayi.
4. Lanjutan: Anatomi tuba Eustachius
Tuba Eustachius terdiri dari dua bagian yaitu pars
oseus dan pars kartilaginus. Pars oseus bermuara ke
kavum timpani dan pars kartilaginus bermuara ke
nasofaring. Lumen dari kedua bagian tuba
Eustachius ini berbentuk kerucut, kedua puncaknya
bertemu pada suatu bagian yang sempit disebut
ismus. Lumen pars oseus berbentuk segitiga dengan
tinggi 2-3 mm dan dasar 3-4 mm, pada ismus tinggi
2 mm dan leber 1 mm, kemudian pada pars
kartilaginus meleber dimana pada orifisium
faringeal berukuran tinggi 8-10 mm dan lebar 1-2
mm.
5. Lanjutan: Pars Oseus (protimpanum)
• Merupakan sepertiga posterior panjang tuba
Eustachius (11-14 mm) yang bermuara ke kavum
timpani di dinding anterior, dan bagian ini selalu
terbuka. Secara histologis sebagian ujung pars
kartilageneus masuk kedalam pars osseus,
sehingga hubungan kedua bagian tersebut tidak
membentuk mekanisme persendian. Orifisium
timpanal terletak lebih tinggi dari hipotimpanum,
keadaan ini mengakibatkan tuba Eustachius tidak
dapat melakukan drainase secara pasif dari
telinga tengah jika terjadi efusi sewaktu kepala
berdiri tegak.
6. Lanjutan: Pars Kartilaginus
Bagian ini merupakan dua pertiga anterior panjang tuba
Eustachius yang terdiri dari membran dan kartilago,
berbentuk terompet dengan panjang 20-25 mm. Bagian
medial berupa tulang rawan yang melengkung dan bagian
latero inferior berupa membrane dimana melekat otot
tensor veli palatini. Bagian tulang rawan terdiri dari 3
sampai 4 segmen yang dapat menggeser satu sama lain
sehingga dapat bergerak melingkar mengikuti gerakan
menelan. Pars kartilaginus lebih banyak dalam keadaan
tertutup akibat tekanan otot dan jaringan lemak (Ostman
fatty pad’s) di lateral membran dan baru terbuka jika
membran tertarik ke lateral oleh kontraksi otot tensor veli
palatini pada waktu mengunyah atau menelan.
7. Lanjutan: Muskulus
Ada 3 otot yang memegang peranan penting dalam
mekanisme pembukaan tuba secara aktif yaitu m. tensor veli
paltini, m. levator veli paltini, m. salpingofaringeus. Namun
otot-otot yang berhubungan dengan tuba Eustachius pada
dasarnya ada 4 yaitu selain 3 otot diatas juga ada m. tensor
timpanum. Muskulus tensor veli palatine melekat pada fosa
skapoidea os spenoid dan bagian lateral membrane pars
kartilagineus. Tendon otot ini melingkari bagian lateral
humulus pterigoideus kemudian ke medial melekat pada
bagian posterior palatum derum. Kontraksi otot ini terjadi saat
menelan, mengunyah atau menguap. Pada keadaan ini
membran pars kartilagineus di tarik ke lateral oleh m. 25
tensor veli paltini sehingga lumen tuba Eustachius terbuka.
Otot ini diinervasi oleh cabang mandibula saraf trigeminus.
8. Daftar Pustaka
Sumber: Jusri, Ronaldi K., and Sri Harmadji. "ANATOMI DAN FISIOLOGI TUBA EUSTACHIUS."
• 1. Bluestone CD. Anatomy and physiology of the Eustachian tube system. In : Bailey BJ, editor. Head & Neck
Surgery Otolaryngology. 6 th edition. Philadelphia, JB Lippincot Company; 1993. p. 1253-62.
• 2. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam : Iskandar N, editor. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala leher. Edisi 5, Jakarta, FKUI, 2001. hal. 49-50.
• 3. Liston SL dan Duvall AJ. Embriologi, anatomi dan fisiologi telinga. Dalam : Boies, editor. Buku ajar penyakit THT.
Edisi 6, penerbit buku kedokteran EGC, 1994. hal. 33.
• 4. Anatomy of the Eustachian tube. Available at: http://www.emedicine.com/esp/dict ionary. Accessed August
21st , 2007.
• 5. Eustachian tube. Available at: http://www.whonamedit.com/docto r.cfm/1433.html. Accessed August 21st,
2007.
• 6. Lee K.J. Eustachian tube. In: Lee K.J, editor. Essential Otolaryngology Head & Neck Surgery. 8th edition. McGraw-
Hill Medical Publishing Divition. p.9- 10.
• 7. Bordley JE, Brookhouser PE, Tucker Jr GF. The Ear : otitis media & mastoid disease. In: nose & throat disorder in
children. Raven Press. p. 65-97.
• 8. Cohn AM. Clinical assessment of Eustachian tube ventilatory function. Laryngoscope 1977 Aug; 87 : 1336-1358.
• 9. Bluestone CD. Physiology of the middle ear and Eustachian tube. In Paparella, editor. Otolaryngology – Head &
Neck. 3th edition. Philadelphia, WB Saunders Company; 1991.p.163-83.
• 10. Bluestone CD and Klein JO. Otitis media & Eustachian tube dysfunction. In : Pediatric Otolaryngology. 4th
edition.Volume 1. Saunders P.497- 517.