SlideShare a Scribd company logo
1 of 32
Download to read offline
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKA RAYA
SILVIKULTUR
FAHRUNI, S.Hut., M.P.
PALANGKA RAYA 2021
2 NOPEMBER 2010
SILVIKULTUR
September 2021
Silvi = Hutan
Culture= Budidaya
Silviculture=Silvikultur= Budidaya Hutan
10
PENDAHULUAN
Dunia kehutanan bukanlah merupakan dunia yang
sempit, yang hanya bertumpu pada hasil hutan
kayu saja.
Dunia kehutanan dari berbagai aspeknya
menyimpan berbagai fungsi dan ilmu, mulai dunia
mikro-organisme, organisme sampai rentetan
komunitas hingga pengaruh iklim.
Sumberdaya hutan merupakan sumberdaya yang
kompleks dan merupakan bagian dari rantai
ekosistem.
Bila ada rantai sistem ekologi yang rusak,
maka akan timbul kepincangan ekologi dan
menimbulkan efek terhadap simpul-simpul
rantainya, baik itu simpul sistem hayati
termasuk kehidupan manusia dan hewan di
dalamnya maupun non hayati yang berada di
lingkungannya.
Produksi kayu yang lestari dan efisien masih
menjadi tujuan utama kehutanan disamping:
➢Air berkualitas tinggi
➢Margasatwa
➢Rekreasi dan estetika, dan
➢Tanpa disertai degredasi lingkungan.
Hal ini menimbulkan konflik dalam penggunaan
tanah, menimbulkan pertanyaan tentang
keselarasan tujuan ganda, dan telah menimbulkan
tuntutan agar masyarakat terlibat dalam
pengambilan keputusan.
Ketersediaan hutan serbaguna yang luas dan
mampu menjalankan fungsinya, hanya dapat
dicapai dan dipertahankan melalui
pengelolaan hutan yang terarah, terutama
sekali yang bersifat membangun hutan.
Sejauh ini pengelolaan secara intensif hanya
trbatas pd perkebunan, pembibitan, persemaian
kayu tropis yang cepat tumbuh (fast growing
species) dengan tujuan untuk mencapai kenaikan
produksi kayu secara cepat.
Pengelolaan tersebut biasanya dilakukan
dengan cara tebang habis hutan, lalu diikuti
dengan penanaman jenis pohon yang
diinginkan.
Pada hutan-hutan klimaks dan hutan
sekunder yang lebih tua kadang-kadang
muncul peremajaan spontan yang sering
tidak tampak, tetapi jenisnya berbeda dari
kelompok pohon yang ada.
Pada hutan-hutan ini sering tidak terdapat
jenis pohon bernilai ekonomis yang
diinginkan.
Peremajaan hutan dengan jenis pohon dengan
nilai ekonomis tinggi, sangat tergantung kepada
jumlah sinar yang masuk.
Sehingga proses peremajaan hutan tropis harus
mengutamakan teknik pengaturan intensitas
sinar matahari.
Sebelum teknik ini dijelaskan lebih lanjut,
perlu diperhatikan bahwa agar keberhasilan
peremajaan selektif baru dapat dicapai setelah
usaha yang berlangsung selama puluhan
tahun.
Usaha ini mempergunakan metode silvikultur
yang mencakup pembersihan dan penebangan
pohon-pohon yang tidak dibutuhkan, dan
sebagainya. Melalui cara ini, dapat diatur
komposisi pohon induk bagi hutan masa
depan yang diinginkan.
Silvikultur merangkum cara-cara mempermuda
hutan secara alami dan buatan, serta pemeliharaan
tegakan sepanjang hidupnya.
Termasuk ke dalam silvikultur ialah pengertian
tentang persyaratan tapak atau tempat tumbuh
pohon, perilakunya terhadap berbagai intensitas
cahaya matahari kemampuannya untuk tumbuh
secara murni atau campuran, dan hal-hal lain yang
mempengaruhi pertumbuhan pohon.
Jadi, sangatlah penting untuk mengetahui
silvikultur masing-masing jenis pohon, sebelum kita
dapat mengelola suatu hutan dengan baik.
Baker (1950) membagi ilmu silvikultur atas dua
bagian, yaitu silvik dan silvikultur.
Demikian pula pembagian tersebut dapat
diartikan sebagai dasar teori silvik dan
penerapan praktek silvikultur.
Tanpa memahami dasar teori, memang sulit
untuk mengembangkan penerapan silvikultur di
lapangan.
Silvik
ialah ilmu yang mempelajari sejarah hidup dan
ciri-ciri umum pohon dan tegakan hutan dalam
kaitannya dengan faktor-faktor lingkungannya.
Silvikultur
ialah ilmu dan seni menghasilkan dan
memelihara hutan dengan menggunakan
pengetahuan silvik untuk memperlakukan
hutan serta mengendalikan susunan dan
pertumbuhannya.
 Teknik silvikultur adalah penggunaan teknik-
teknik atau perlakuan terhadap hutan untuk
mempertahankan dan meningkatkan
produktivitas hutan. Perlakuan tersebut dapat
dilakukan pada tahap: permudaan,
pemeliharaan & penjarangan,
serta pemanenan.
 Teknik silvikultur menurut Peraturan Menteri
Kehutanan No. P. 11/Menhut-II/2009, antara
lain berupa: pemilihan jenis, pemuliaan pohon,
penyediaan bibit, manipulasi lingkungan,
penanaman dan pemeliharaan.
14
 Aspek pengembang teknik dan teknologi sangat
penting dalam pengembangan system-system
silvikultur yang meliputi aspek pemuliaan pohon.
Manipulasi lingkungan dan pengendalian hama
terpadu.
 Perlakuan teknik silvikultur sangat tergantung
dari system silvikultur yang dipergunakan dan
tujuan pengelolan hutan. Perlakuan silvikultur
yang memberikan input/energi yang besar
disebut silvikultur intensif/SILIN, sedangkan
perlakuan silvikultur yang memberikan input
energi yang kecil atau hanya diserahkan pada
alam disebut silvikultur extensif/SILEX.
-
5.000.000
10.000.000
15.000.000
20.000.000
25.000.000
Thn.1998 Thn.2009
1.000.000
21.000.000
16.000.000
5.000.000
Htn.Tanm
Htn.Alam
Produksi Kayu (m3), pada:
Silvikultur berkenaan dengan kontrol
pembentukan, pertumbuhan, komposisi, dan
kualitas vegetasi hutan. Hal ini hanya dapat
dilakukan pada setiap hutan yang berlokasi
tertentu, bila tersedia tujuan pengelolaan
yang jelas dan tegas, yang melukiskan apa
yang akan dicapai. Kemudian setiap tujuan
pengelolaan harus ditafsirkan dalam arti
macam struktur tegakan hutan yang paling
cocok.
21
Tujuan yang bervariasi di antara produksi kayu,
air, margasatwa dan rekreasi menghendaki
struktur hutan yang sangat berbeda.
Terdapatnya serasah, rumput, belukar,
permudaan, sapihan, tiang, pohon masak
tebang, dan pohon lewat masak tebang yang
bervariasi bergantung pada tujuan pengelolaan.
Tujuan sederhana seperti produksi kayu
umumnya menghendaki struktur yg sederhana
& efisien.
Tujuan kompleks yg melibatkan penggunaan
ganda umumnya menghendaki struktur yg jg
kompleks &beragam dg kemungkinan
kehilangan sebagian efisiensi untuk suatu
penggunaan tertentu. Karena itu, perumusan
strategi silvikultur tgt pd pemahaman tujuan
pengelolaan tegakan scr keseluruhan.
Dengan berubahnya tujuan, kaidah-kaidah
silvikultur berubah pula, karena mungkin
dikehendaki struktur tegakan yang berbeda.
Kontrol silvikultur thd struktur tegakan
menghendaki kaidah-kaidah yg memadukan
pengetahuan biologi, pengelolaan & ekonomi.
Kaidah-kaidah ini harus sesuai dg kerangka yg
dapat diterima masyarakat.
Oleh karena itu, tidak ada sesuatu yang benar-
benar merupakan silvikultur yang baik, bila
pada saat bersamaan tidak mengandung
pengertian pengelolaan &nilai sosial yang baik.
Pengembangan kaidah-kaidah silvikultur
menyangkut pengertian yg baik & lengkap tentang
prinsip-prinsip dasar & penjabarannya ke dlm
praktek-praktek yg direkomendasikan. Kedua
komponen ini memiliki perbedaan namun saling
tergantung.
Prinsip-prinsip silvikultur berkisar pd pengertian
yg sempurna ttg interaksi tumbuhan dg
lingkungannya. Manipulasi pembentukan,pertum-
buhan, komposisi, &kualitas hutan utk memenuhi
tujuan ttt yg menghendaki silvikulturis menghargai
saling berhubungannya antara pertumbuhan
vegetasi hutan dg komponen fisik &biologi
lingkungannya.
Oleh karena itu, pengetahuan tentang potensi
pertumbuhan individu pohon, belukar, dan
jenis rumput menjadi dasar untuk
mengontrol pertumbuhan tegakan. Gambar
berikut merupakan konsep dasarnya.
Gbr 1. Ramalan perubahan komposisi
tegakan &modifikasi komposisi melalui
perlakuan silvikultur (Baker, 1950)
Komposisi
tegkan dimasa
lalu
Komposisi
tegkan sekarang
Ramalan
komposisi di
kemudian hari Komposisi tegkan yang
dikehendaki untuk
memenuhi tujuan
pengelolaan
1. mengerti sepenuhnya & mendeskripsikan
struktur yg ada & interaksi tegakan tsb dlm
tanah, vegetasi, serangga, iklim mikro &
interaksi ekologis.
2. berdasarkan pengetahuan sejarah tegakan &
penafsiran ekologis, silvikulturis dpt mengerti
struktur tegakan dimasa lalu, & sifat serta
tingkat perubahan ekosistem.
Hal ini memungkinkan suatu proyeksi ttg hubg
sifat struktur tegakan yg tak dikelola pd masa
yang akan datang.
24
Jika tingkat perubahan dan perkembangan
secara alami struktur tegakan sesuai dengan
tujuan pengelolaan, maka hanya diperlukan
sedikit tindakan silvikultur.
Walaupun demikian, jika perkembangan
tegakan alami tidak sesuai, maka diperlukan
perlakuan yang sesuai tujuan tersebut.
Silvikulturis kemudian perlu merinci macam,
intensitas, waktu dan biaya perlakuan;
menentukan rekomendasi; dan meramal
konsekuensi perlakuan dari segi silvikultur
dan lingkungan.
1. Kendala Ekologis
a) Kualitas tempat tumbuh. Kualitas tempat
tumbuh alami atau potensi produktivitas
merupakan faktor yang dominan.
Kesuburan tanah; kedalaman tanah;
ketinggian; arah kelerengan; dan faktor-
faktor tempat tumbuh lainnya berpengaruh
kuat terhadap tindakan silvikultur. Pada
umumnya, semakin produktif tempat
tumbuh, semakin banyak perlakuan yang
dapat dipertimbangkan.
b) Vegetasi yang ada.
Sifat vegetasi yg ada pd setiap tegakan hrs
diperhitungkan &dijadikan modal.
Terdapatnya genotip ttt &ciri-ciri fisiologis
relatifnya mempengaruhi pemilihan perlakuan
silvikultur.
Hal ini disebabkan perlakuan silvikultur
bertujuan mengurangi beberapa komponen
campuran vegetasi, sedangkan yang lain
sengaja bertujuan untuk pembebasan.
Kemampuan tumbuhan memberikan respon
terhadap alternatif cara-cara ini yang harus
ditentukan.
c) Lingkungan mikro. Krn pertumbuhan
tanaman dipengaruhi oleh lingkungan,
khususnya lingkungan mikro spt; intensitas
chy, suhu, tekanan evaporasi, &tersedianya
kelembaban tanah dalam setiap agregasi
vegetasi yg seragam dlm tegakan, atau dlm
setiap tipe habitat. Lingkungan mikro ini hrs
diperhitungkan dlm memilih perlakuan untuk
mempercepat pertumbuhan tanaman yang
ada atau menciptakan permudaan baru.
d) Serangga. Potensi binatang yg ada,
serangga, penyakit, atau vegetasi pesaing
hendaknya dievaluasi dan dimasukkan dalam
pedoman tindakan silvikultur
a) Teknis. Termasuk faktor-faktor seperti
persyaratan operasional atau pembatasan
peralatan tertentu, persyaratan rencana
pengelolaan yang bias membatasi etat
tebangan atau menetapkan prosedur
tertentu, dan pertimbangan-pertimbangan
ekonomis.
b) Kebijaksanaan. Kegiatan-kegiatan dpt
dikendala oleh keputusan kebijaksanaan yg
mengatur praktek-praktek tertentu pd areal
yg berdekatan dg jalan-jalan raya.
a) Perundangan. Peraturan perundang-
undangan yang mengatur bidang kehutanan
dan pengelolaan hutan.
b) Tekanan Sosial. Ini berkembang melalui
lembaga swadaya masyarakat (LSM), seperti
aktifitas kelompok konservasi, dan
sebagainya.
BAB 2
Jadi kekuatan ekologis, pengelolaan dan sosial
memberikan kerangka, baik melalui dorongan
maupun kendala, yang harus mendasari
semua rekomendasi silvikultur yang sesuai
dengannya.
Problema-problema di masa lalu yang telah
menimbulkan perhatian masyarakat umum
dan profesional, telah berkembang terhadap
aspek-aspek pengelolaan dan pembuatan
keputusan.
Dengan kata lain, perkembangan perubahan
praktek kehutanan belum sama cepatnya
dengan tingkat perubahan lingkungan sosial
yang merupakan wahana kerja kehutanan.

More Related Content

Similar to 00_PENDAHULUAN SILVIK & SILVIKULTUR.pdf

Kuliah 15 KEBIJAKAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN.pptx
Kuliah 15 KEBIJAKAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN.pptxKuliah 15 KEBIJAKAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN.pptx
Kuliah 15 KEBIJAKAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN.pptxMuhammadMunarMukhsin1
 
RPT 2022 SAINS T2 2023 2024.docx
RPT 2022 SAINS T2 2023 2024.docxRPT 2022 SAINS T2 2023 2024.docx
RPT 2022 SAINS T2 2023 2024.docxCikguShida2
 
Renstra Kementerian Kehutanan 2011-2014
Renstra Kementerian Kehutanan 2011-2014Renstra Kementerian Kehutanan 2011-2014
Renstra Kementerian Kehutanan 2011-2014Selvia Sari
 
Pengurusan sumber hutan mapan
Pengurusan sumber hutan mapanPengurusan sumber hutan mapan
Pengurusan sumber hutan mapanAndy Anderson
 
selasa-16-Juni-20-Jam-13.30-Christianus-M.pptx
selasa-16-Juni-20-Jam-13.30-Christianus-M.pptxselasa-16-Juni-20-Jam-13.30-Christianus-M.pptx
selasa-16-Juni-20-Jam-13.30-Christianus-M.pptxssusere7fb6a
 
Tugas Pendidikan Lingkungan Hidup
Tugas Pendidikan Lingkungan HidupTugas Pendidikan Lingkungan Hidup
Tugas Pendidikan Lingkungan HidupIndah Verjayanti
 
Makalah kawasan konservasi ahmad afandi
Makalah kawasan konservasi ahmad afandiMakalah kawasan konservasi ahmad afandi
Makalah kawasan konservasi ahmad afandiJackAbidin
 
SUMBER DAYA ALAM pendidikan lingkungan hidup
SUMBER DAYA ALAM pendidikan lingkungan hidupSUMBER DAYA ALAM pendidikan lingkungan hidup
SUMBER DAYA ALAM pendidikan lingkungan hidupYeSi YeStri CatMafis
 
materi perkuliahan PERTANIAN BERKELANJUTAN S1 2021
materi perkuliahan PERTANIAN BERKELANJUTAN S1 2021materi perkuliahan PERTANIAN BERKELANJUTAN S1 2021
materi perkuliahan PERTANIAN BERKELANJUTAN S1 2021AdeImot
 
Pengelolaan sumberdaya lahan dan etika lingkungan paper etika e2
Pengelolaan sumberdaya lahan dan etika lingkungan paper etika e2Pengelolaan sumberdaya lahan dan etika lingkungan paper etika e2
Pengelolaan sumberdaya lahan dan etika lingkungan paper etika e2Anto King
 
Tumbuhan: Tumbuhan berbunga, tumbuhan tidak berbunga, monokotiledon dan dikot...
Tumbuhan: Tumbuhan berbunga, tumbuhan tidak berbunga, monokotiledon dan dikot...Tumbuhan: Tumbuhan berbunga, tumbuhan tidak berbunga, monokotiledon dan dikot...
Tumbuhan: Tumbuhan berbunga, tumbuhan tidak berbunga, monokotiledon dan dikot...RafizalShafiee1
 
Pengelolaan lingkungan berkelanjutan dalam perspektif pendidikan new
Pengelolaan lingkungan berkelanjutan dalam perspektif pendidikan newPengelolaan lingkungan berkelanjutan dalam perspektif pendidikan new
Pengelolaan lingkungan berkelanjutan dalam perspektif pendidikan newEdiSuryadi12
 

Similar to 00_PENDAHULUAN SILVIK & SILVIKULTUR.pdf (20)

Kuliah 15 KEBIJAKAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN.pptx
Kuliah 15 KEBIJAKAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN.pptxKuliah 15 KEBIJAKAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN.pptx
Kuliah 15 KEBIJAKAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN.pptx
 
RPT 2022 SAINS T2 2023 2024.docx
RPT 2022 SAINS T2 2023 2024.docxRPT 2022 SAINS T2 2023 2024.docx
RPT 2022 SAINS T2 2023 2024.docx
 
Pengantar biodiversitas
Pengantar biodiversitasPengantar biodiversitas
Pengantar biodiversitas
 
Pengantar Biodiversitas
Pengantar Biodiversitas Pengantar Biodiversitas
Pengantar Biodiversitas
 
156899052 shtn-semnas-mipa-09-kearifan-lokal
156899052 shtn-semnas-mipa-09-kearifan-lokal156899052 shtn-semnas-mipa-09-kearifan-lokal
156899052 shtn-semnas-mipa-09-kearifan-lokal
 
Renstra Kementerian Kehutanan 2011-2014
Renstra Kementerian Kehutanan 2011-2014Renstra Kementerian Kehutanan 2011-2014
Renstra Kementerian Kehutanan 2011-2014
 
Pengurusan sumber hutan mapan
Pengurusan sumber hutan mapanPengurusan sumber hutan mapan
Pengurusan sumber hutan mapan
 
selasa-16-Juni-20-Jam-13.30-Christianus-M.pptx
selasa-16-Juni-20-Jam-13.30-Christianus-M.pptxselasa-16-Juni-20-Jam-13.30-Christianus-M.pptx
selasa-16-Juni-20-Jam-13.30-Christianus-M.pptx
 
5 penghijauan
5 penghijauan5 penghijauan
5 penghijauan
 
BIODIVERSITAS
BIODIVERSITASBIODIVERSITAS
BIODIVERSITAS
 
Tugas Pendidikan Lingkungan Hidup
Tugas Pendidikan Lingkungan HidupTugas Pendidikan Lingkungan Hidup
Tugas Pendidikan Lingkungan Hidup
 
Makalah 2
Makalah 2Makalah 2
Makalah 2
 
Tugas kelompok 4
Tugas kelompok 4Tugas kelompok 4
Tugas kelompok 4
 
Makalah kawasan konservasi ahmad afandi
Makalah kawasan konservasi ahmad afandiMakalah kawasan konservasi ahmad afandi
Makalah kawasan konservasi ahmad afandi
 
SUMBER DAYA ALAM pendidikan lingkungan hidup
SUMBER DAYA ALAM pendidikan lingkungan hidupSUMBER DAYA ALAM pendidikan lingkungan hidup
SUMBER DAYA ALAM pendidikan lingkungan hidup
 
materi perkuliahan PERTANIAN BERKELANJUTAN S1 2021
materi perkuliahan PERTANIAN BERKELANJUTAN S1 2021materi perkuliahan PERTANIAN BERKELANJUTAN S1 2021
materi perkuliahan PERTANIAN BERKELANJUTAN S1 2021
 
Pengelolaan sumberdaya lahan dan etika lingkungan paper etika e2
Pengelolaan sumberdaya lahan dan etika lingkungan paper etika e2Pengelolaan sumberdaya lahan dan etika lingkungan paper etika e2
Pengelolaan sumberdaya lahan dan etika lingkungan paper etika e2
 
Tumbuhan: Tumbuhan berbunga, tumbuhan tidak berbunga, monokotiledon dan dikot...
Tumbuhan: Tumbuhan berbunga, tumbuhan tidak berbunga, monokotiledon dan dikot...Tumbuhan: Tumbuhan berbunga, tumbuhan tidak berbunga, monokotiledon dan dikot...
Tumbuhan: Tumbuhan berbunga, tumbuhan tidak berbunga, monokotiledon dan dikot...
 
Biodiversiti
BiodiversitiBiodiversiti
Biodiversiti
 
Pengelolaan lingkungan berkelanjutan dalam perspektif pendidikan new
Pengelolaan lingkungan berkelanjutan dalam perspektif pendidikan newPengelolaan lingkungan berkelanjutan dalam perspektif pendidikan new
Pengelolaan lingkungan berkelanjutan dalam perspektif pendidikan new
 

00_PENDAHULUAN SILVIK & SILVIKULTUR.pdf

  • 1. PROGRAM STUDI KEHUTANAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKA RAYA SILVIKULTUR FAHRUNI, S.Hut., M.P. PALANGKA RAYA 2021 2 NOPEMBER 2010
  • 2. SILVIKULTUR September 2021 Silvi = Hutan Culture= Budidaya Silviculture=Silvikultur= Budidaya Hutan 10
  • 3. PENDAHULUAN Dunia kehutanan bukanlah merupakan dunia yang sempit, yang hanya bertumpu pada hasil hutan kayu saja. Dunia kehutanan dari berbagai aspeknya menyimpan berbagai fungsi dan ilmu, mulai dunia mikro-organisme, organisme sampai rentetan komunitas hingga pengaruh iklim. Sumberdaya hutan merupakan sumberdaya yang kompleks dan merupakan bagian dari rantai ekosistem.
  • 4. Bila ada rantai sistem ekologi yang rusak, maka akan timbul kepincangan ekologi dan menimbulkan efek terhadap simpul-simpul rantainya, baik itu simpul sistem hayati termasuk kehidupan manusia dan hewan di dalamnya maupun non hayati yang berada di lingkungannya.
  • 5. Produksi kayu yang lestari dan efisien masih menjadi tujuan utama kehutanan disamping: ➢Air berkualitas tinggi ➢Margasatwa ➢Rekreasi dan estetika, dan ➢Tanpa disertai degredasi lingkungan.
  • 6. Hal ini menimbulkan konflik dalam penggunaan tanah, menimbulkan pertanyaan tentang keselarasan tujuan ganda, dan telah menimbulkan tuntutan agar masyarakat terlibat dalam pengambilan keputusan.
  • 7. Ketersediaan hutan serbaguna yang luas dan mampu menjalankan fungsinya, hanya dapat dicapai dan dipertahankan melalui pengelolaan hutan yang terarah, terutama sekali yang bersifat membangun hutan.
  • 8. Sejauh ini pengelolaan secara intensif hanya trbatas pd perkebunan, pembibitan, persemaian kayu tropis yang cepat tumbuh (fast growing species) dengan tujuan untuk mencapai kenaikan produksi kayu secara cepat. Pengelolaan tersebut biasanya dilakukan dengan cara tebang habis hutan, lalu diikuti dengan penanaman jenis pohon yang diinginkan.
  • 9. Pada hutan-hutan klimaks dan hutan sekunder yang lebih tua kadang-kadang muncul peremajaan spontan yang sering tidak tampak, tetapi jenisnya berbeda dari kelompok pohon yang ada. Pada hutan-hutan ini sering tidak terdapat jenis pohon bernilai ekonomis yang diinginkan.
  • 10. Peremajaan hutan dengan jenis pohon dengan nilai ekonomis tinggi, sangat tergantung kepada jumlah sinar yang masuk. Sehingga proses peremajaan hutan tropis harus mengutamakan teknik pengaturan intensitas sinar matahari.
  • 11. Sebelum teknik ini dijelaskan lebih lanjut, perlu diperhatikan bahwa agar keberhasilan peremajaan selektif baru dapat dicapai setelah usaha yang berlangsung selama puluhan tahun. Usaha ini mempergunakan metode silvikultur yang mencakup pembersihan dan penebangan pohon-pohon yang tidak dibutuhkan, dan sebagainya. Melalui cara ini, dapat diatur komposisi pohon induk bagi hutan masa depan yang diinginkan.
  • 12. Silvikultur merangkum cara-cara mempermuda hutan secara alami dan buatan, serta pemeliharaan tegakan sepanjang hidupnya. Termasuk ke dalam silvikultur ialah pengertian tentang persyaratan tapak atau tempat tumbuh pohon, perilakunya terhadap berbagai intensitas cahaya matahari kemampuannya untuk tumbuh secara murni atau campuran, dan hal-hal lain yang mempengaruhi pertumbuhan pohon. Jadi, sangatlah penting untuk mengetahui silvikultur masing-masing jenis pohon, sebelum kita dapat mengelola suatu hutan dengan baik.
  • 13. Baker (1950) membagi ilmu silvikultur atas dua bagian, yaitu silvik dan silvikultur. Demikian pula pembagian tersebut dapat diartikan sebagai dasar teori silvik dan penerapan praktek silvikultur. Tanpa memahami dasar teori, memang sulit untuk mengembangkan penerapan silvikultur di lapangan.
  • 14. Silvik ialah ilmu yang mempelajari sejarah hidup dan ciri-ciri umum pohon dan tegakan hutan dalam kaitannya dengan faktor-faktor lingkungannya. Silvikultur ialah ilmu dan seni menghasilkan dan memelihara hutan dengan menggunakan pengetahuan silvik untuk memperlakukan hutan serta mengendalikan susunan dan pertumbuhannya.
  • 15.  Teknik silvikultur adalah penggunaan teknik- teknik atau perlakuan terhadap hutan untuk mempertahankan dan meningkatkan produktivitas hutan. Perlakuan tersebut dapat dilakukan pada tahap: permudaan, pemeliharaan & penjarangan, serta pemanenan.  Teknik silvikultur menurut Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 11/Menhut-II/2009, antara lain berupa: pemilihan jenis, pemuliaan pohon, penyediaan bibit, manipulasi lingkungan, penanaman dan pemeliharaan. 14
  • 16.  Aspek pengembang teknik dan teknologi sangat penting dalam pengembangan system-system silvikultur yang meliputi aspek pemuliaan pohon. Manipulasi lingkungan dan pengendalian hama terpadu.  Perlakuan teknik silvikultur sangat tergantung dari system silvikultur yang dipergunakan dan tujuan pengelolan hutan. Perlakuan silvikultur yang memberikan input/energi yang besar disebut silvikultur intensif/SILIN, sedangkan perlakuan silvikultur yang memberikan input energi yang kecil atau hanya diserahkan pada alam disebut silvikultur extensif/SILEX.
  • 18. Silvikultur berkenaan dengan kontrol pembentukan, pertumbuhan, komposisi, dan kualitas vegetasi hutan. Hal ini hanya dapat dilakukan pada setiap hutan yang berlokasi tertentu, bila tersedia tujuan pengelolaan yang jelas dan tegas, yang melukiskan apa yang akan dicapai. Kemudian setiap tujuan pengelolaan harus ditafsirkan dalam arti macam struktur tegakan hutan yang paling cocok. 21
  • 19. Tujuan yang bervariasi di antara produksi kayu, air, margasatwa dan rekreasi menghendaki struktur hutan yang sangat berbeda. Terdapatnya serasah, rumput, belukar, permudaan, sapihan, tiang, pohon masak tebang, dan pohon lewat masak tebang yang bervariasi bergantung pada tujuan pengelolaan.
  • 20. Tujuan sederhana seperti produksi kayu umumnya menghendaki struktur yg sederhana & efisien. Tujuan kompleks yg melibatkan penggunaan ganda umumnya menghendaki struktur yg jg kompleks &beragam dg kemungkinan kehilangan sebagian efisiensi untuk suatu penggunaan tertentu. Karena itu, perumusan strategi silvikultur tgt pd pemahaman tujuan pengelolaan tegakan scr keseluruhan. Dengan berubahnya tujuan, kaidah-kaidah silvikultur berubah pula, karena mungkin dikehendaki struktur tegakan yang berbeda.
  • 21. Kontrol silvikultur thd struktur tegakan menghendaki kaidah-kaidah yg memadukan pengetahuan biologi, pengelolaan & ekonomi. Kaidah-kaidah ini harus sesuai dg kerangka yg dapat diterima masyarakat. Oleh karena itu, tidak ada sesuatu yang benar- benar merupakan silvikultur yang baik, bila pada saat bersamaan tidak mengandung pengertian pengelolaan &nilai sosial yang baik.
  • 22. Pengembangan kaidah-kaidah silvikultur menyangkut pengertian yg baik & lengkap tentang prinsip-prinsip dasar & penjabarannya ke dlm praktek-praktek yg direkomendasikan. Kedua komponen ini memiliki perbedaan namun saling tergantung. Prinsip-prinsip silvikultur berkisar pd pengertian yg sempurna ttg interaksi tumbuhan dg lingkungannya. Manipulasi pembentukan,pertum- buhan, komposisi, &kualitas hutan utk memenuhi tujuan ttt yg menghendaki silvikulturis menghargai saling berhubungannya antara pertumbuhan vegetasi hutan dg komponen fisik &biologi lingkungannya.
  • 23. Oleh karena itu, pengetahuan tentang potensi pertumbuhan individu pohon, belukar, dan jenis rumput menjadi dasar untuk mengontrol pertumbuhan tegakan. Gambar berikut merupakan konsep dasarnya.
  • 24. Gbr 1. Ramalan perubahan komposisi tegakan &modifikasi komposisi melalui perlakuan silvikultur (Baker, 1950) Komposisi tegkan dimasa lalu Komposisi tegkan sekarang Ramalan komposisi di kemudian hari Komposisi tegkan yang dikehendaki untuk memenuhi tujuan pengelolaan
  • 25. 1. mengerti sepenuhnya & mendeskripsikan struktur yg ada & interaksi tegakan tsb dlm tanah, vegetasi, serangga, iklim mikro & interaksi ekologis. 2. berdasarkan pengetahuan sejarah tegakan & penafsiran ekologis, silvikulturis dpt mengerti struktur tegakan dimasa lalu, & sifat serta tingkat perubahan ekosistem. Hal ini memungkinkan suatu proyeksi ttg hubg sifat struktur tegakan yg tak dikelola pd masa yang akan datang. 24
  • 26. Jika tingkat perubahan dan perkembangan secara alami struktur tegakan sesuai dengan tujuan pengelolaan, maka hanya diperlukan sedikit tindakan silvikultur. Walaupun demikian, jika perkembangan tegakan alami tidak sesuai, maka diperlukan perlakuan yang sesuai tujuan tersebut. Silvikulturis kemudian perlu merinci macam, intensitas, waktu dan biaya perlakuan; menentukan rekomendasi; dan meramal konsekuensi perlakuan dari segi silvikultur dan lingkungan.
  • 27. 1. Kendala Ekologis a) Kualitas tempat tumbuh. Kualitas tempat tumbuh alami atau potensi produktivitas merupakan faktor yang dominan. Kesuburan tanah; kedalaman tanah; ketinggian; arah kelerengan; dan faktor- faktor tempat tumbuh lainnya berpengaruh kuat terhadap tindakan silvikultur. Pada umumnya, semakin produktif tempat tumbuh, semakin banyak perlakuan yang dapat dipertimbangkan.
  • 28. b) Vegetasi yang ada. Sifat vegetasi yg ada pd setiap tegakan hrs diperhitungkan &dijadikan modal. Terdapatnya genotip ttt &ciri-ciri fisiologis relatifnya mempengaruhi pemilihan perlakuan silvikultur. Hal ini disebabkan perlakuan silvikultur bertujuan mengurangi beberapa komponen campuran vegetasi, sedangkan yang lain sengaja bertujuan untuk pembebasan. Kemampuan tumbuhan memberikan respon terhadap alternatif cara-cara ini yang harus ditentukan.
  • 29. c) Lingkungan mikro. Krn pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh lingkungan, khususnya lingkungan mikro spt; intensitas chy, suhu, tekanan evaporasi, &tersedianya kelembaban tanah dalam setiap agregasi vegetasi yg seragam dlm tegakan, atau dlm setiap tipe habitat. Lingkungan mikro ini hrs diperhitungkan dlm memilih perlakuan untuk mempercepat pertumbuhan tanaman yang ada atau menciptakan permudaan baru. d) Serangga. Potensi binatang yg ada, serangga, penyakit, atau vegetasi pesaing hendaknya dievaluasi dan dimasukkan dalam pedoman tindakan silvikultur
  • 30. a) Teknis. Termasuk faktor-faktor seperti persyaratan operasional atau pembatasan peralatan tertentu, persyaratan rencana pengelolaan yang bias membatasi etat tebangan atau menetapkan prosedur tertentu, dan pertimbangan-pertimbangan ekonomis. b) Kebijaksanaan. Kegiatan-kegiatan dpt dikendala oleh keputusan kebijaksanaan yg mengatur praktek-praktek tertentu pd areal yg berdekatan dg jalan-jalan raya.
  • 31. a) Perundangan. Peraturan perundang- undangan yang mengatur bidang kehutanan dan pengelolaan hutan. b) Tekanan Sosial. Ini berkembang melalui lembaga swadaya masyarakat (LSM), seperti aktifitas kelompok konservasi, dan sebagainya. BAB 2
  • 32. Jadi kekuatan ekologis, pengelolaan dan sosial memberikan kerangka, baik melalui dorongan maupun kendala, yang harus mendasari semua rekomendasi silvikultur yang sesuai dengannya. Problema-problema di masa lalu yang telah menimbulkan perhatian masyarakat umum dan profesional, telah berkembang terhadap aspek-aspek pengelolaan dan pembuatan keputusan. Dengan kata lain, perkembangan perubahan praktek kehutanan belum sama cepatnya dengan tingkat perubahan lingkungan sosial yang merupakan wahana kerja kehutanan.