Dokumen tersebut merupakan makalah tentang keesaan Tuhan dalam pandangan Islam yang disusun oleh siswa SMA Negeri 1 Mangkutana. Makalah ini membahas pengertian keesaan Tuhan menurut Islam, macam-macam keesaan Tuhan seperti tauhid dalam zat, sifat dan perbuatan, serta bukti keesaan Tuhan dalam Al-Qur'an.
2. Kata Pengantar
Alhamdulillah..
Segala puji syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat, izin dan karuniaNyalah sehingga kami dapat menyusun makalah ini. Dalam makalah ini, kami membahas beberapa pokok pembahasan tentang keesaan tuhan dalam agama islam.
Kami berharap makalah yang kami susun ini, dapat memberikan penjelasan kepada teman-teman bahwa dalam pandangan islam Tuhan itu esa, dan tidak ada suatu apapun yang setara dengan Tuhan.
Terima kasih kami sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini, baik bagi saudara-saudara yang telah menyiapkan beberapa informasi di jejaring sosial, khusunya bagi guru pembimbing kami yang telah membantu memberikan arahan dalam penyusunan makalah ini.
Semoga Bermanfaat!!
3. Daftar Isi
Sampul..........................................................................................................................................
Kata Pengantar.............................................................................................................................
Daftar isi.......................................................................................................................................
Pendahuluan.................................................................................................................................
Rumusan masalah.........................................................................................................................
PEMBAHASAN :
Pengertian ke-esaan Tuhan dalam pandangan islam
Macam-macam ke-esaan Tuhan dalam pandangan islam
Bukti ke-esaan Tuhan dalam kitab suci Al-qur‘an
PENUTUP :
Kesimpulan
Saran
4. Pendahuluan
Seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia adalah negara yang mengakui keberadaan Tuhan, sesuai dengan sila pertama pancasila ―Ketuhanan Yang Maha Esa‖. Walaupun masyarakat Indonesia menganut keyakinan dan kepercayaan yang berbeda bahkan beranekaragam namun kita percaya bahwa disetiap agama meyakini bahwa Tuhan itu satu, dengan kata lain,Tuhan itu esa.
Sebagai manusia kita semua mempunyai hak untuk bebas memeluk suatu agama. Kebebasan ini dijamin oleh UUD 1945 pasal 28 E ayat 1 dan 2
I. Setiap orang bebas untuk memeluk suatu agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali
II. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
Namun, disetiap hak selalu diikutsertakan dengan adanya kewajiban. Dengan adanya kebebasan untuk memeluk suatu agama, maka diindonesia terdapat beranekaragam kepercayaan dan keyakinan. Sebagai masyarakat yang menginginkan persatuan dan sebagai manusia yang beragama, kita tidak diperbolehkan untuk saling menjatuhkan, saling melecehkan dan atau saling bermusuhan karena adanya perbedaan keyakinan tersebut. Kita harus mengetahui, bahwa disetiap agama mengajarkan ―adanya toleransi‖. Dalam pelajaran umumpun kita diajarkan bagaimana pentingnya toleransi terhadap segala perbedaan dalam kehidupan.
Masing-masing agama memiliki pandangan tersendiri tentang keesaan Tuhan. Dan kami disini ingin membahas sedikit tentang ―Keesaan Tuhan Dalam Iman Islam‖.
5. i. Tema :
o Keesaan Tuhan
ii. Judul :
o Keesaan Tuhan dalam Iman Islam
iii. Tujuan :
o Mengetahui bahwa Tuhan itu esa dalam pandangan umat islam
iv. Rumusan masalah :
o Apakah pengertian Tuhan itu Esa dalam pandangan islam?
o Apa saja macam-macam keesaan Tuhan dalam pandangan islam?
o Adakah bukti dalam kitab al-qur‘an bahwa Tuhan itu esa?
6. Pembahasan
A. Pengertian Keesaan Tuhan dalam Pandangan Islam
Tauhid, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata tauhid merupakan kata benda yang berarti keesaan Allah; kuat kepercayaan bahwa Allah hanya satu.
Perkataan tauhid berasal dari bahasa Arab, masdar dari kata wahhada ( دحو ) yuwahhidu )يوحد( .Secara etimologis, tauhid berarti keesaan. Maksudnya, keyakinan bahwa Allah SWT adalah Esa;Tunggal;satu. Pengertian ini sejalan dengan pengertian tauhid yang digunakan dalam bahasa Indonesia, yaitu “keesaan Allah”;
Pengertian keesan Tuhan menurut para ahli ;
o Jubaran Mas’ud menulis bahwa tauhid bermakna ―beriman kepada Allah, Tuhan yang Esa‖, juga sering disamakan dengan ― لااله الا
الله‖ ―tiada Tuhan Selain Allah‖
o Fuad Iframi Al-Bustani juga menulis hal yang sama. Menurutnya tauhid adalah Keyakinan bahwa Allah itu bersifat ―Esa‖.Jadi tauhid berasal dari kata “wahhada” (وحد ) ―yuwahhidu‖ (يوحد ) ―tauhidan‖ (توحيدا ), yang berarti mengesakan Allah SWT.
o Menurut Syeikh Muhammad Abduh tauhid ialah : suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib tetap pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya, dan tentang sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan pada-Nya.Juga membahas tentang rasul-rasul Allah, meyakinkan kerasulan mereka, apa yang boleh dihubungkan (dinisbatkan) kepada mereka, dan apa yang terlarang
o Menurut Zainuddin, tauhid berasal dari kata ―wahid‖ )واحد( yang artinya ―satu‖. Dalam istilah Agama Islam, tauhid ialah keyakinan tentang satu atau Esanya Allah, maka segala pikiran dan teori berikut argumentasinya yang mengarah kepada kesimpulan bahwa Tuhan itu satu disebut dengan Ilmu Tauhid.
Meskipun Ke-esaan Tuhan bukanlah monopoli pandangan Islam, tetapi ada ciri tertentu yang membedakan dengan keyakinan lainnya. Esa dalam pengertian khas Islam adalah bahwa Tuhan itu satu hakiki, berdiri sendiri, tiada bersekutu, tiada berbatas dan sederhana. Satu artinya tak terbilang, namun satu ini masih memiliki dua bagian: satu hakiki dan satu kesatuan (I‘tibari). Satu hakiki dalam perspektif Islam hanyalah milik Allah Yang Maha Suci. Sedang satu kesatuan merupakan sifat yang melekat pada makhluk (ciptaan), ambillah contoh manusia ―A‖ meski dia disebut satu tetapi realitasnya tersusun dari kesatuan sel, jaringan, organ dan lain sebagainya yang membentuk satu kesatuan. Dengan kata lain satu I‘tibari adalah kesatuan yang diapit oleh keumuman dan kekhususannya. Selain itu, satu hakiki tidak mengandung rangkapan, meskipun proton yang tak dapat dipecah sampai hari ini, ia masih memiliki rangkapan. Ia terangkap dari panjang, lebar, tebal, dan sebagainya.
Kekhasan pandangan Islam yang lain adalah Tuhan berdiri sendiri bahwa dia tidak bersebab, artinya, Tuhan tidak mempunyai sebab atas keberadaan-Nya.
7. Diceritakan Bertrand Russel awalnya meyakini keberadaan Tuhan, ia meyakini bahwa keberadaan ini merupakan hasil ciptaan Tuhan. Belakangan ia bertanya, ―Lalu siapa yang menciptakan Tuhan?‖ Saat tak berhasil menemukan jawabannya ia akhirnya memutuskan untuk tidak mengakui adanya Tuhan, ia menggantikan keyakinannya bahwa asal muasal seluruh keberadaan di jagat alam ini adalah materi, bukan Tuhan. Muhsin Qiroati pernah bertanya padanya, ―Lalu siapa yang menciptakan materi?‖ Russel menjawab, ―Materi sudah ada sejah dahulu kala.‖ Muhsim Qiroati tidak puas, ―Tuhan juga sudah ada sejak dahulu kala, mengapa tuan tidak meyakini Tuhan yang keberadaannya memiliki perasaan dan telah eksis sejak dahulu kala, malah tuan meyakini keberadaan berjuta-juta materi, yang semuanya itu tidak memiliki perasaan?‖
B. Macam-maacam Ke-esaan Tuhan dalam pandangan islam
o Tauhid dalam Zat.
Maksudnya adalah bahwa Allah adalah Satu, tidak mempunyai sekutu dan tandingan; tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya. Zat Allah yang suci tidaklah tersusun dari bagian-bagian seperti jasad mahluk hidup. Zat-Nya sangat sempurna dan tidak serupa dengan zat-zat lainnya.
o Tauhid dalam Sifat.
Maksudnya adalah bahwa Allah adalah Mahasempurna dan Mahatinggi. Meskipun Allah menyandang berbagai macam sifat seperti Mahatahu, Mahkuasa, dan Mahahidup; kuantitas berbagai sifat itu muncul melalui pemahaman akal dan bukan melalui pengungkapan Zat dan realitas eksternal. Dalam pengertian, setiap sifat itu adalah ―esensi yang berdiri sendiri‖ dan merupakan ―Zat yang satu‖ yang masing- masing berbeda dengan esensi atau zat lainnya. Misalnya saja, ilmu Allah adalah esensi Zat-Nya itu sendiri. Jadi, seluruh Zat Allah adalah esensi Zat-Ny itu sendiri. Jadi, seluruh Zat Allah adalah ilmu. Demikian juga, kemulian Allah adalah juga esensi Zat-Nya. Jadi, seluruh Zat Allah adalah kemulian. Demikianlah seterusnya. Setiap sifat Allah adalah esensi Zat-Nya dan bukan zat lain yang terpisah.
o Tauhid dalam Perbuatan.
Allah menciptakan alam semesta dan isinya berikut berbagai macam karateristiknya masing-masing. Matahari adalah sebuah benda alam dan bintang yang paling dekat dengan bumi Segala sesuatu yang ada di muka bumi ini memiliki berbagai kekuatan dan kehidupan yang keberadaannya bersumber dari energi matahari. Tanpa energi matahari, di dunia ini tidak akan ada pertanian dan manusia pun akan binasa karena kelaparan. Tanpa energi matahari, tidak akan ada hujan dan manusia pun akan mati karena kehausan. Begitulah seterusnya. Tauhid dalam perbuatan bermakna yakin bahwa matahari adalah ciptaan Allah dan bahwa segenap keistimewaannya dalam cahaya dan energinya juga ciptaan Allah; bergantung kepada- Nya, tidak berasal dari keinginan atau perbuatan matahari itu sendiri.
8. Dengan kata lain, tauhid dalam perbuatan bermakna bahwa seorang Mukmin hendaknya meyakini bahwa Allah telah menciptakan segala sesuatu, segenap aturan, dan berbagai karateristiknya masing-masing. Jadi, tidak ada sesuatu pun yang lepas dari pengaruh-Nya dan juga keluar dari ketentuan-Nya. Bahkan mahluk-mahluk yang di beri kebebasan memilih dan berkehendak pun –seperti manusia dan jin — tidak keluar dari ketentuan Allah dan tidak dapat berdiri sendiri tanpa keterlibatan-Nya. Memang benar, mahluk-mahluk di beri kesempatan mengekspresikan kebebasannya. Hanya saja, wilayahnya sangat terbatas dan berada dalam bingkai kehendak tertinggi Allah SWT. Dalam ujaran lain, tauhid dalam perbuatan berarti beriman kepada pernyataan berikut ini, ―Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah‖
Ketentuan ini berlaku pada semua mahluk di langit dan di bumi, yang berwujud kasar maupun halus; besar maupun kecil. Matahari tidak akan keluar dari ketentuan Allah, sebagaimana halnya semut. Bintang-bintang tidak akan keluar dari ketentuan-Nya, sama seperti halnya manusia. Meskipun demikian, ada perbedaan antara manusia dan matahari, yakni bahwa manusia dapat bermaksiat kepada Allah, sementara matahari selalu tunduk dan taat kepada Allah. Perbuatan maksiat yang dilakukan manusia kepada Allah tidaklah berarti bahwa manusia telah keluar dari ketentuan-Nya dan berdiri atas kehendaknya sendiri. Dalam arti manusia masih tetap berada dalam ketentuan Allah dan lingkaran kehendak Ilahi yang memberi manusia kebebasan; dan tetap akan mempertanggungjawabkan amal perbuatannya di hadapan Allah. Manusia bertanggung jawab di hadapan Allah di akhirat kelak dan ia tidak akan lepas dari ketentuan-ketentuan-Nya yang berlaku.
o Tauhid dalam Ibadah.
Ini berarti bahwa suatu ibadah hanya di peruntukkan bagi Allah dan tidak akan ada seorangpun yang berhak mendapatkannya. Para ulama mengatakan bahwa ketundukan yang bersifat penyembahan di hadapan seseorang tidak diperbolehkan kecuali bila ada salah satu dari dua sebab berikut ini. kedua sebab itu tidak akan ada pada diri seseorang dan hanya ada pada Allah. Pertama, orang yang dijadikan sembahan itu haruslah sempurna tanpa kekurangan sesuatu apa pun atau, dengan kata lain, mempunyai kesempurnaan mutlak. Kedua, pada diri orang itu ada sumber kehidupan manusia. Jadi, ia harus mampu menciptakan manusia, memberikan ruh kepadanya, serta mengawasi setiap saat. Apakah kedua hal ini dimiliki oleh seseorang selain Allah?
o Tauhid dalam kekuasaan Hukum
Ada tiga jenis tauhid dalam kekuasaan hukum:
1, Tauhid dalam kekuasaan
Ini berarti bahwa hukum dan kekuasaan dalam Alquran hanya dimiliki oleh Allah saja. ―Ingatlah bahwa segala printah dan hukum itu hanya milik Allah,‖ Ini tidak berarti bahwa Allah memegang sendiri kekuasaan dan kewenangan itu dan mengendalikan hukum yang berlaku pada manusia itu secara langsung. Yang demikian ini sama dengan ucapan kaum Khawarij kepada ‗Ali bin Abi Thalib, ―Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah, bukan hakmu, wahai Ali, dan bukan
9. pula hak sahabat-sahabatmu.‖ Akan tetapi, tauhid dalam kekuasaan berarti bahwa manusia diberi hak untuk menetapkan hukum sesuai dengan apa yang diturunkan oleh Allah. Setiap hukum yang tidak berpijak pada hukum-hukum Allah sesungguhnya telah keluar dari Islam.
2.Tauhid dalam ketaatan
Ini berarti bahwa ketaatan adalah hak mutlak mutlak Allah. Jika Allah memerintahkan kita untuk mentaati rasul-rasul-Nya, ini berarti bahwa Dia memerintahkan kita untuk menaati mereka. Ketaatan ini bukanlah merupakan sebuah kewajiban yang berdiri sendiri, melainkan karena ia merupakan ketaatan kepada Allah. ―Barangsiapa mentaati rasul, berarti ia telah mentaati Allah.‖ Dari tauhid dalam ketaatan ini lahirlah sebuah ungkapan yang berbunyi,‖Tidak ada ketaatan terhadap mahluk dalam bermaksiat kepada Allah.‖ Di sini berarti ketaatan itu hanyalah milik Allah.
3. Tauhid dalam pembuatan hukum
Pembuatan hukum atas manusia adalah hak khusus yang hanya dimiliki oleh Allah. Tidak seorang pun diperkenankan membuat hukum yang bertentangan dengan apa yang telah diturunkan Allah. Jika Allah telah menurunkan hukum yang jelas, berarti manusia wajib menjalankannya, seperti dalam kasus hukum-hukum waris. Selain itu, ada juga kaidah-kaidah umum, seperti perintah Allah untuk bermusyawarah:
“…Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka…―(Qs 42:38)
Di sini, kaum Muslim berhak menetapkan sistem yang sesuai dengan zaman mereka dengan sayarat harus sesuai dengan kaidah yang diperintahkan Allah, yakni musyawarah. Tidak seorang pun berhak menjalankan sistem pemerintahan otoriter dan diktaktor yang jauh dari kaidah musyawarah. Pembuatan segala macam hukum yang bertentangan dengan hukum-hukum Allah adalah dosa. Namun, pembuatan rincian hukum mengenai berbagai aturan yang telah dijelaskan oleh syariat secara global adalah hak manusia. Ini lumrah dan biasa-biasa saja, karena aturan-aturan itu selalu berbenturan satu sama lain, sementara situasi dan kondisi tidak saling berbenturan. Dari sinilah Alquran datang dengan membawa hukum-hukum yang terperinci dan prinsip-prinsip universal.
C. Bukti dalam Al-qur‘an bahwa Tuhan itu Esa
Berbicara tentang bukti Ke-esaan Allah dalam al-qur‘an, terlalu banyak jika kami, akan memaparkannya satu persatu. Kami hanya akan membahas satu surah yang setara dengan sepertiga al-qur‘an, yaitu Surah Al-Ikhlas. surat Al Ikhlas ini, mengandung pokok-pokok dan kaidah-kaidah ilmu tauhid. Atas dasar inilah surat Al Ikhlash menyamai sepertiga Al-Qur‘an.
10. o Kandungan Surah Al-Ikhlash
Allah subhanahu wata‘ala berfirman:
وَنَمْ يَكُنْ نَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4) نَمْ يَهِدْ وَنَمْ يُونَدْ (3) هاللَُّ انهصمَدُ (2) حَدٌأَ قُمْ هُوَ هاللَُّ (1)
―Katakanlah: ―Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Rabb yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, Dan tiada seorangpun yang setara dengan-Nya.‖(QS. Al-Ikhlas: 1-4)
a) قُمْ هُوَ اللَُّ اَحَدٌ
―Katakanlah: ―Dia-lah Allah, Yang Maha Esa (tunggal).‖
Dalam ayat pertama Allah subhanahu wata‘ala menegaskan bahwa dirinya memiliki nama Al Ahad yang mengandung sifat ahadiyyah yang bermakna esa atau tunggal. Dia-lah esa dalam segala nama-nama-Nya yang mulia dan esa pula dalam seluruh sifat-sifat-Nya yang sempurna. Dia-lah esa, tiada siapa pun yang semisal dan serupa dengan keagungan dan kemulian Allah subhanahu wata‘ala. Kalau kita memperhatikan penciptaan alam semesta ini dari bumi, langit, matahari, bulan, lautan, gunung-gunung, bukit-bukit, iklim/suhu dan seluruh makhluk yang di alam ini, semuanya tertata rapi dan serasi menunjukkan bahwa pencipta, pengatur, dan penguasa alam semesta ini adalah esa yaitu Allah subhanahu wata‘ala. Allah subhanahu wata‘ala berfirman (artinya): ―Dia-lah Yang Telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak akan melihat pada ciptaan Rabb Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka Lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu lihat ada sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak akan menemukan sesuatu yang cacat,…‖ (Al Mulk: 2-3) Dan juga firman-Nya (artinya): ―Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda- tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.‖ (Al Baqarah: 164)
Fitrah manusia yang suci pasti dalam hatinya akan menyakini keesaan Allah subhanahu wata‘ala. Sebagaimana perkataan penyair:
وَفِيْ كُمِّ شَيْءٍ نَهُ آيَةٌ
تَدُلُّ عَهَى أَنههُ اْنوَاحِدُ
Dan pada segala sesuatu terdapat tanda-tanda bagi-Nya Yang semua itu menunjukkan bahwa Allah adalah Esa.
11. b) هاللَُّ انهصمَدُ
―Allah adalah (Rabb) yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.‖
Dalam ayat ini Allah subhanahu wata‘ala mengkhabarkan kepada kita salah satu nama-Nya pula adalah Ash Shomad. Yang mengandung makna bahwa Dia-lah Rabb satu-satunya tempat bergantung dari seluruh makhluk. Dia-lah yang memenuhi seluruh kebutuhan makhluk-Nya. Karena Dia-lah Yang Maha Kaya dengan kekayaan yang tiada batas dan Dia pula Yang Maha Kuasa dengan kekuasaan yang tiada tara. Tidak ada yang bisa mendatangkan manfaat dan menolak mudharat kecuali hanya Allah subhanahu wata‘ala semata. Allah subhanahu wata‘ala berfirman (artinya): ―Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya …‖ (Yunus: 107)
Rasulllah shalallahu ‗alaihi wasallam bersabda:
لاَ حَوْلَ وَلاَ قُهوةَ إِلاه بِاهللَِّ
―Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari Allah.‖ (HR. Al Bukhari)
c) نَمْ يَهِدْ وَنَمْ يُونَدْ
―Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan.‖
Ayat ini menunjukkan akan kesempurnaan Allah subhanahu wata‘ala, Dia tidak memiliki anak dan tidak pula diperanakkan serta Dia pun tidak meliki istri. Sehingga Dia-lah esa dalam segala sifat-sifat-Nya yang tiada setara dengan-Nya. Allah subhanahu wata‘ala menegaskan dalam firman-Nya: ―Dia pencipta langit dan bumi, Maka bagaimana mungkin Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri. Dia menciptakan segala sesuatu dan Dia mengetahui segala sesuatu.‖ (Al-An‘am: 101)
d) وَنَمْ يَكُنْ نَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
―Dan tiada seorangpun yang setara dengan-Nya.‖
Allah subhanahu wata‘ala menutup surat Al Ikhlash ini dengan penegasan bahwa tidak ada yang siapa pun yang setara dan serupa dengan sifat-sifat Allah yang maha mulia dan sempurna. Sebagaimana juga ditegaskan dalam ayat-ayat lainnya, diantaranya; ―Dan Katakanlah: ―Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya.‖ (Al Isra': 111)
12. Penutup
o Kesimpulan
Dalam islam, tergambar dengan jelas bagaimana ke-esaan Allah SWT. Allah subhanahu wata‘ala dan Rasul-Nya menegaskan bahwa makhluk itu lemah dan tidak punya daya dan kekuatan. Oleh karena itulah Allah subhanahu wata‘ala sebagai tempat satu-satunya untuk bergantung dari seluruh makhluknya. Lalu pantaskah seorang hamba bergantung kepada selain Allah subhanahu wata‘ala? Atau berdo‘a, meminta pertolongan, meminta barokah, mempersembahkan sesembelihan kepada selain Allah subhanahu wata‘ala. Pantaskan seorang hamba menyembelih sesembelihan diperuntukan sang penunggu pohon, gunung, laut, kuburan atau selainnya. Tentu hal itu sangat tidak pantas, karena Allah subhanahu wata‘ala adalah Al Ahad yang maha esa dalam penciptaan dan pengaturan, Dia-lah pula yang maha esa dalam peribadahan. Dan Dia subhanahu wata‘ala juga adalah Ash Shomad, tempat satu-satuya bergantung dari seluruh makhluk-Nya, sehingga Dia-lah pula yang berhak untuk diibadahi semata.
o Saran
Sebagai umat beragama yang mengakui tentang ke-esaan Allah, kita harus memiliki sikap toleransi terhadap sesama manusia, baik yang memiliki keyakinan sama seperti kita aupun yang berbeda agama dengan kita. Karena perlu kita ketahui, bahwa semua agama berpendapat bahwa agamanyalah yang paling benar, sempurna dan baik. Untuk itu, agar tidak ada perpecahan diantara umat beragama, mulai dari sekarang kita harus mengusahakan untuk saling menghargai dan menghormati.
terima kasih