1. Unsur Golongan Transisi
Unsur golongan transisi menempati struktur orbital ns2nd(1-10) . Unsur transisi merupakan sebagai
unsur-unsur yang mengandung konfigurasi elektronik belum penuh pada orbital d baik bentuk atom netral
maupun dalam senyawa. Elektron-elektron valensi dalam unsur transisi membuat sifat khasnya berbeda-
beda. Umumnya unsur transisi memiliki jari-jari yang relatif tidak tetap karena memiliki bilangan oksidasi
yang tidak tetap pula. Unsur golongan transisi memiliki titik leleh yang cukup tinggi, hal ini disebabkan oleh
kuatnya ikatan metalik dari unsur transisi, dan unsur golongan transisi memiliki kerapatan yang tinggi, hal
ini berhubungan dengan kuatnya ikatan logam dari unsur ini. Umumnya unsur golongan transisi berwarna,
memiliki sifat magnetik, bilangan oksidasi yang bervariasi, memiliki ikatan kovalen koordinasi dan cenderung
membentuk senyawa yang kompleks. Unsur golongan transisi yang berada di sebelah kiri dalam deret volta
dapat bereaksi dengan asam kuat encer dan membentuk gas hidrogen. Umumnya golongan transisi
membentuk oksida basa, namun ada beberapa unsur yang memiliki bilangan oksidasi yang tinggi cenderung
membentuk oksida asam, seperti CrO3 dan Mn2O7. Unsur golongan
transisi dapat dijadikan katalis yang membantu sebuah reaksi
berlangsung lebih cepat atau relatif lebih mudah. Ada dua jenis
katalis yaitu homogen dan heterogen(katalis berbeda fasa dengan
reaktan menggunakan logam murni, paduan logam, atau oksida
logamnya).
Sumber gambar: http://abdulkholiskimia.blogspot.com/2012/11/unsur-transisi.html
2. Sifat Magnetik
Jumlah elektron dalam orbital d mempengaruhi sifat magnetik dari unsur golongan transisi
tersebut. Sifat magnetik dari unsur golongan transisi ada dua, yaitu paramagnetik dan diamagnetik.
Perbedaan ini didasarkan dengan bagaimana penempatan elektron dalam orbital d apakah
berpasangan atau tidak. Diamagnetik adalah unsur dengan struktur elektron berpasangan yang
memiliki sifat tertolak oleh medan magnet. Sedangkan paramagnetik adalan unsur dengan struktur
elektron tidak berpasangan yang memiliki sifat tertarik oleh medan magnet. Sifat magnetik dapat diukur
dari besaran momen magnetik keterangan: µs : momen magnetik (Bohr
magneton)
ns : jumlah elektron tidak berpasangan
Dapat diartikan bahwa semakin banyak jumlah elektron yang tidak berpasangan dalam orbital d maka
makin besar momen magnetik yang dihasilkan. Elektron tidak berpasangan menimbulkan sifat magnet
spin sehingga tertarik, namun elektron berpasangan bersifat saling meniadakan.
3. Senyawa Berwarna
Seperti sifat magnetik, senyawa berwarna pada unsur golongan transisi juga berhubungan dengan
elektron tidak berpasangan pada orbital d. Umumnya unsur golongan transisi memiliki warna, baik dalam
bentuk padatan atau larutannya. Beberapa unsur golongan transisi tidak memiliki warna karena
konfigurasinya penuh. Elektron yang tidak berpasangan akan mengalami eksitasi dengan menyerap energi,
cenderung tidak stabil dan kembali ke posisi semula dengan melepas energi yang menghasilkan warna yang
berbeda-beda tergantung pada besar energi eksitasinya.
Sumber : https://isolution3.wordpress.com/2010/10/09/posting-singkat-mengenai-bukti-sifat-umum-logam-transisi/
4. Senyawa Kompleks
Orbital d yang kosong cenderung membentuk ikatan dengan unsur lain dan memungkinkan
terbentuk lebih dari satu ikatan, itulah ikatan senyawa kompleks. Pembentukan senyawa kompleks terdapat
ligan dan atom pusat. Ligan merupakan basa lewis yang memiliki pasangan elektron bebas yang dapat
memberi elektron pada saat berikatan. Sedangkan atom pusat merupakan asam lewis yang menerima elektron,
memiliki orbital kosong untuk diisi oleh elektron. Bilangan koordinasi adalah jumlah ikatan kovalen
koordinasi yang dapat diikat oleh ion pusat. Pembentukan senyawa kompleks berkaitan erat dengan konsep
hibridisasi. Hibridisasinya bergantung pada ligan yang berikatan, apakah ligan kuat sehingga mendorong
elektron tidak berpasangan menjadi berpasangan atau ligan yang lemah, konsep hibridisasinya bisa berbeda
walau memiliki struktur ruang yang sama. Fe3+
(aq) + 6CN-
(aq) [Fe(CN)6]3-
(aq)
Atom pusat Ligan anion kompleks
Ligan Radikal Nama Ligan Ligan Netral Nama Ligan
CH3 Metil NH3 ammin
C6H5 Fenil H2O aqua
Ligan Anion Nama Ligan CO karbonil
F- Fluoro NO nitrosil
Cl- Kloro (CH3)2SO dimetilsulfaksida
Br- Bromo C5N2N piridin
CH3COO- Asetato (C6H5)3P trifenilfosfin
CN- Siano N2 dinitrogen
OH- Hidrokso O2 dioksigen
CO2- Karbonato
C2O4
- Oksalato
5. Tata Nama Senyawa Kompleks
Dalam konsep penamaan senyawa kompleks ada aturan yang harus dipenuhi
1) ligan disusun berdasarkan abjad (ligan netral lebih dahulu, baru ligan anion) dilanjutkan
logamnya,
2) Kompleks netral/kation, setelah nama ligan diikuti nama logam dan tingkat oksidasi dalam tanda
kurung
Contoh:
K4[Fe(CN)6] : Kalium heksasianoferat (II)
[Fe(CN)6]3- : heksasianoferat (III)
[Cu(NH3)4]2+: tetraamintembaga (II)
Cu(NH3)4SO4 : Tetraamintembaga(II) sulfat
Daftar Pustaka
Saito, Taro. 1996. Inorganic Chemistry. Jepang: Iwanami Publishing Company.
Achmad, Hiskia. 1992. Kimia Unsur dan Radiokimia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti
6. [Co(H2O)4]3+
Tetraaquakobalt(III)
27Co : [18Ar] 3d7 4s2
4s 3d
Co3+
4s 3d
Merupakan kompleks paramagnetik dan H2O
adalah ligan lemah
Urutan kekuatan ligan
I-<Br-<Cl-<F-<OH-<C2O4
2-<H20<SCN-<NH3<NO2<CN-<CO
Tugas Mandiri
↑↓ ↑↓ ↑ ↑ ↑
↑↓
↑↓ ↑ ↑ ↑ ↑
↑↓ ↑ ↑ ↑ ↑ xx xx xx xx
[Ni(CO)5]2+
Pentakarbonilnikel(II)
28Ni : [18Ar] 3d8 4s2
4s 3d
Ni2+
4s 3d
Merupakan kompleks diamagnetik dan CO
adalah ligan kuat
xx
↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑ ↑
↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑ ↑
↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ xx xx xx xx