YOGYAKARTA, GQ - Hampir di setiap musim kemarau kawasan Gunungkidul tak pernah luput dari kekeringan. Dengan kondisinya seperti itu tak pelak membuat kabupaten yang memiliki panoroma pantai indah ini kerap menjadi target distribusi bantuan. Entah air, maupun proyek atau program-program pemberdayaan. Sebut saja di Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Yogyakarta, warga se-kecamatan tak memiliki sumur di rumahnya dan umumnya mengandalkan dari air hujan yang ditampung dalam bak penampungan. Mereka tergantung dari beberapa sumber yang debit airnya mulai menipis. Sutar, relawan Global Qurban Aksi Cepat Tanggap (ACT), menuturkan, warga Gunung Kidul sudah terbiasa hidup dalam kesulitan air. Karenanya model tanaman pertanian menggunakan metode tumpang sari. “Cadangan air dalam bentuk bak penampung rata-rata berukuran 2x4 meter dari sumber air hujan ini hanya bertahan 1 bulan, selebihnya sebagian warga membeli air yang dijual dalam bentuk mobil tangki. Satu tangki kisaran harganya seratus ribu rupiah, di beberapa wilayah harganya seratus delapanpuluh ribu rupiah, tergantung jarak dari sumber air,” ujar Sutar yang pernah merasakan memikul air sejauh 4 km dari rumahnya, 4 tahun silam. “Masyarakat Gunung Kidul mulai kesulitan air sejak bulan Juli lalu, saat cadangan air di penampungan air hujan terakhir habis,” tambah Sutar. Nawiyanto (50 tahun), warga Desa Purwodadi, Kecamatan Tepus, ayah dua anak ini tak seberuntung warga lainnya yang bisa membeli air per tangki. Nawi, harus memikul air dengan jerigen setiap harinya sejauh 2 km untuk kebutuhan hewan minum ternak sapi, masak, cuci dan mandi keluarganya. Nawi terpaksa mengambil dari sumber air yang cukup jauh sejak sumur di dekat rumahnya kering karena musim kemarau yang panjang. Nawi tak punya motor atau sepeda untuk angkut air karena belum mampu membelinya. Bahkan untuk menggarap lahan pertaniannya Nawi meminjam sapi milik orangtuanya. Satijem (70 tahun), saat Global Qurban temui ia sedang mencangkul di ladangnya yang berukuran 200 ubin. Satijem membersihkan ladang di tengah terik mentari yang cukup menyengat. Ladangnya ia kerjakan sendiri karena suaminya sering sakit-sakitan. Rencananya Satijem akan menanam jagung, ubi dan kacang tanah. “Badan masih terasa sedikit linu dan sakit bekas ketabrak motor sebulan yang lalu, tapi ya untuk menyambung hidup saya harus terus bekerja,” ujar Satijem, ibu tiga putra dan satu putri ini. Nawi dan Satijem adalah penerima daging qurban program Global Qurban. Untuk kawasan terdampak kekeringan Kabupaten Gunung Kidul, Global Qurban menyalurkan 50 ekor kambing setara 600 paket atau 600 KK yang disebarkan dari Lumbung Ternak Masyarakat (LTM) di Bantul, Yogyakarta.