BURU, GQ - Distribusi Global Qurban di tanah Pattimura masih berlanjut. Hari kedua, saya bersama tim menyambangi sebuah desa yang letaknya jauh dari raung suasana kota. Perjalanan sekitar 100 km atau dua jam dengan kontur jalan yang sebagian rusak, sehingga kendaraan kami harus melaju dengan lambat.
Desa Tanjung Karang, Kecamatan Air Buaya, merupakan salah satu desa yang masih minim listrik. Jangankan sepanjang hari bisa disuplai listrik, setengah hari pun sudah sangat bersyukur bagi warga desa tersebut. Biasanya listrik akan baru menyala pada malam hari.
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Hei adik, sampai bertemu lagi tahun depan
1. "Hei Adik, Sampai Bertemu Lagi Tahun
Depan!"
15 September 2016
BURU, GQ - Distribusi Global Qurban di tanah Pattimura masih berlanjut. Hari kedua, saya bersama tim
menyambangi sebuah desa yang letaknya jauh dari raung suasana kota. Perjalanan sekitar 100 km atau
dua jam dengan kontur jalan yang sebagian rusak, sehingga kendaraan kami harus melaju dengan
lambat.
Desa Tanjung Karang, Kecamatan Air Buaya, merupakan salah satu desa yang masih minim listrik.
Jangankan sepanjang hari bisa disuplai listrik, setengah hari pun sudah sangat bersyukur bagi warga
desa tersebut. Biasanya listrik akan baru menyala pada malam hari.
Di desa tersebut kami
memotong tidak kurang dari
15 ekor sapi. Pemotongan
dilakukan di kebun kelapa
milik warga yang cukup luas.
Tegak nan gagah berdirinya
pohon kelapa merupakan pilar
andalan untuk mengikat sapi-
sapi disana.
Selain untuk didistribusikan di
Desa Tanjung Karang,
ternyata daging-daging kurban
ini juga akan diberikan untuk
warga desa di pulau sebrang,
yaitu Desa Air Ternate,
Kecamatan Kapala Madan.
"Nanti ada tokoh Desa sana
yang akan ambil dagingnya
kesini. Tapi kita kirim dalam
bentuk sapi utuh yang belum
2. dikupas (dikuliti). Kasihan warga disana, banyak yang belum merasakan daging sapi karena distribusi
kurban tidak sampai kesana" Ungkap Lathif, kordinator relawan Kabupaten Buru.
Lantas saya berpikir, tidak ada armada lain untuk mengangkut sapi utuh selain dengan menggunakan
perahu. Pasti sulit sekali mengangkat sapi yang sudah tak bernyawa ini ke dalam perahu, beda jika
menaikan sapi hidup masih bisa digiring ke dalam perahu.
Matahari bergeser ke arah barat, biasanya menandakan proses pemotongan kami telah selesai.
Distribusi pun dilakukan ke rumah-rumah warga yang letaknya di pesisir pantai. Dari sana, saya melihat
sebuah perahu kecil telah menanti manis dan bersandar di bibir pantai, ternyata perahu biru itu yang
akan mengangkut daging sapi utuh ke pulau seberang.
"Itu perahunya sudah menunggu. Mari kita angkat sapinya," mandat Pak Lathif kepada para relawan.
Menurut info darinya, perjalanan menuju pulau tersebut kurang lebih 2 jam perjalanan. Saya melihat
matahari masih cukup untuk menerangi perjalanan saya jika ikut ke pulau tersebut. Saat masih
memandangi sosok pulau di sebrang sana, saya disapa oleh seorang Bapak yang ternyata tokoh
masyarakat Desa Air Ternate.
"Terima kasih adik, atas bantuan sapinya," ujar Bapak gemuk bertopi, yang ternyata bernama Harbun.
"Bapak, bisakah saya ikut menyebrang ke sana?" Saya bertanya penuh harap. Bapak itu balas dengan
senyuman seraya berkata, "Tidak perlu adik, hari sudah menjelang sore, nanti terjebak malam atau
mungkin hanya bisa kembali esok hari. Masih banyak tugas yang harus adik selesaikan," kata Bapak
tersebut.
Sapi pun akhirnya diangkat oleh para relawan dan warga disana. Saya melihat betapa upaya keras yang
dilakukan Pak Harbun demi memberikan kabar gembira untuk warga di sana. Dengan bermodal perahu
kecil, ia masih mau membawa melintasi antar pulau.
"Hei adik, sampai jumpa tahun depan!" Ungkapnya, teriring salam dan peluk hangat persaudaraan
darinya.
Perahu pun bergerak ke tengah. Saya tersadar, kalimat terakhir yang beliau ucapkan merupakan doa
yang akan terus terkabulkan di tahun-tahun berikutnya pada Idul Adha. Sebuah pengharapan dari
saudara-saudara kita di pelosok negeri ini. [] (Erwin)