1. PROSEDUREUJI TARIK , KEKERASAN DAN IMPACT PADAMATERIAL
BERDASARKAN STANDARASTM E23-56T
SISTEM MANUFACTURE TERPADU Teknik Mesin STT Wastukancana Purwakarta Page 1
BAB 1
PENGUJIAN TARIK
1.1 Prinsip pengujian
Sampel atau benda uji dengan ukuran dan bentuk tertentu ditarik dengan beban
kontinyu sambil diukur pertambahan panjangnya. Data yang didapat berupa perubahan
panjang dan perubahan beban yang selanjutnya ditampilkan dalam bentuk grafik
tegangan-regangan, sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 1.1. Data-data penting yang
diharapkan didapat dari pengujian tarik ini adalah: perilaku mekanik material dan
karakteristik perpatahan.
1.1.1. Perilaku mekanik material
Pengujian tarik yang dilakukan pada suatu material padatan (logam dan nonlogam)
dapat memberikan keterangan yang relatif lengkap mengenai perilaku material tersebut
terhadap pembebanan mekanis. Informasi penting yang bisa didapat adalah:
a. Batas proporsionalitas (proportionality limit)
Merupakan daerah batas dimana tegangan dan regangan mempunyai
hubungan proporsionalitas satu dengan lainnya. Setiap penambahan tegangan
akan diikuti dengan penambahan regangan secara proporsional dalam hubungan linier
σ=Eε (bandingkan dengan hubungan y = mx; dimana y mewakili tegangan; x mewakili
regangan dan m mewakili slope kemiringan dari modulus kekakuan). Titik P pada Gambar
1.1 di bawah ini menunjukkan batas proporsionalitas dari kurva tegangan-regangan.
Gambar 1.1. Kurva tegangan-regangan dari sebuah benda uji terbuat baja ulet
2. PROSEDUREUJI TARIK , KEKERASAN DAN IMPACT PADAMATERIAL
BERDASARKAN STANDARASTM E23-56T
SISTEM MANUFACTURE TERPADU Teknik Mesin STT Wastukancana Purwakarta Page 2
b. Batas elastis (elastic limit)
Daerah elastis adalah daerah dimana bahan akan kembali kepada
panjang semula bila tegangan luar dihilangkan. Daerah proporsionalitas merupakan
bahagian dari batas elastik ini. Selanjutnya bila bahan terus diberikan tegangan (deformasi
dari luar) maka batas elastis akan terlampaui pada akhirnya sehingga bahan tidak akan
kembali kepada ukuran semula. Dengan kata lain dapat didefinisikan bahwa batas elastis
merupakan suatu titik dimana tegangan yang diberikan akan menyebabkan terjadinya
deformasi permanen (plastis) pertama kalinya. Kebanyakan material teknik memiliki
batas elastis yang hampir berimpitan dengan batas proporsionalitasnya.
c. Titik luluh (yield point) dan kekuatan luluh (yield strength)
Titik ini merupakan suatu batas dimana material akan terus mengalami
deformasi tanpa adanya penambahan beban. Tegangan (stress) yang
mengakibatkan bahan menunjukkan mekanisme luluh ini disebut tegangan luluh (yield
stress). Titik luluh ditunjukkan oleh titik Y pada Gambar 1.1 di atas. Gejala luluh
umumnya hanya ditunjukkan oleh logam-logam ulet dengan struktur Kristal BCC dan
FCC yang membentuk interstitial solid solution dari atom-atom carbon, boron, hidrogen
dan oksigen. Interaksi antara dislokasi dan atom-atom tersebut menyebabkan baja ulet
eperti mild steel menunjukkan titik luluh bawah (lower yield point) dan titik luluh atas
(upper yield point). Baja berkekuatan tinggi dan besi tuang yang getas
umumnya tidak memperlihatkan batas luluh yang jelas. Untuk menentukan kekuatan
luluh material seperti ini maka digunakan suatu metode yang dikenal sebagai
Metode Offset. Dengan metode ini kekuatan luluh (yield strength) ditentukan sebagai
tegangan dimana bahan memperlihatkan batas penyimpangan/deviasi tertentu dari
proporsionalitas tegangan dan regangan. Pada Gambar 1.2 di bawah ini garis offset OX
ditarik paralel dengan OP, sehingga perpotongan XW dan kurva tegangan-regangan
memberikan titik Y sebagai kekuatan luluh. Umumnya garis offset OX diambil 0.1 – 0.2%
dari regangan total dimulai dari titik O.
3. PROSEDUREUJI TARIK , KEKERASAN DAN IMPACT PADAMATERIAL
BERDASARKAN STANDARASTM E23-56T
SISTEM MANUFACTURE TERPADU Teknik Mesin STT Wastukancana Purwakarta Page 3
Gambar 1.2. Kurva tegangan-regangan dari sebuah benda uji terbuat dari bahan getas
Kekuatan luluh atau titik luluh merupakan suatu gambaran kemampuan bahan
menahan deformasi permanen bila digunakan dalam penggunaan struktural yang
melibatkan pembebanan mekanik seperti tarik, tekan bending atau puntiran. Di sisi lain,
batas luluh ini harus dicapai ataupun dilewati bila bahan (logam) dipakai dalam proses
manufaktur produk-produk logam seperti proses rolling, drawing, stretching dan
sebagainya. Dapat dikatakan bahwa titik luluh adalah suatu tingkat tegangan yang:
Tidak boleh dilewati dalam penggunaan struktural (in service)
Harus dilewati dalam proses manufaktur logam (forming process)
d. Kekuatan tarik maksimum (ultimate tensile strength)
Merupakan tegangan maksiumum yang dapat ditanggung oleh material sebelum
terjadinya perpatahan (fracture). Nilai kekuatan tarik maksimum σ uts ditentukan
dari beban maksimum Fmaks dibagi luas penampang awal Ao.
𝑈𝑇𝑆 =
𝐹 𝑚𝑎𝑥
𝐴
4. PROSEDUREUJI TARIK , KEKERASAN DAN IMPACT PADAMATERIAL
BERDASARKAN STANDARASTM E23-56T
SISTEM MANUFACTURE TERPADU Teknik Mesin STT Wastukancana Purwakarta Page 4
Pada bahan ulet tegangan maksimum ini ditunjukkan oleh titik M (Gambar
1.1) dan selanjutnya bahan akan terus berdeformasi hingga titik B. Bahan
yang bersifat getas memberikan perilaku yang berbeda dimana tegangan
maksimum sekaligus tegangan perpatahan (titik B pada Gambar 1.2). Dalam
kaitannya dengan penggunaan structural maupun dalam proses forming bahan,
kekuatan maksimum adalah batas tegangan yang sama sekali tidak boleh dilewati.
e. Kekuatan Putus (breaking strength)
Kekuatan putus ditentukan dengan membagi beban pada saat benda uji putus (F
breaking) dengan luas penampang awal Ao. Untuk bahan yang bersifat ulet pada saat
beban maksimum M terlampaui dan bahan terus terdeformasi hingga titik putus B maka
terjadi mekanisme penciutan (necking) sebagai akibat adanya suatu deformasi yang
terlokalisasi. Pada bahan ulet kekuatan putus adalah lebih kecil daripada kekuatan
maksimum sementara pada bahan getas kekuatan putus adalah sama dengan kekuatan
maksimumnya.
f. Keuletan (ductility)
Keuletan merupakan suatu sifat yang menggambarkan kemampuan logam
menahan deformasi hingga terjadinya perpatahan. Sifat ini , dalam beberapa tingkatan,
harus dimiliki oleh bahan bila ingin dibentuk (forming) melalui proses rolling, bending,
stretching, drawing, hammering, cutting dan sebagainya. Pengujian tarik memberikan dua
metode pengukuran keuletan bahan yaitu:
Persentase perpanjangan (elongation)
Diukur sebagai penambahan panjang ukur setelah perpatahan terhadap panjang
awalnya.
Elongasi, ε (%) = [(Lf-Lo)/Lo] x 100%
dimana Lf adalah panjang akhir dan Lo panjang awal dari benda uji.
Persentase pengurangan/reduksi penampang (Area Reduction)
Diukur sebagai pengurangan luas penampang (cross-section) setelah perpatahan
terhadapluas penampang awalnya.
5. PROSEDUREUJI TARIK , KEKERASAN DAN IMPACT PADAMATERIAL
BERDASARKAN STANDARASTM E23-56T
SISTEM MANUFACTURE TERPADU Teknik Mesin STT Wastukancana Purwakarta Page 5
Reduksi penampang, R (%) = [(Ao-Af)/Ao] x 100%
dimana Af adalah luas penampang akhir dan Ao luas penampang awal.
g. Modulus elastisitas (E)
Modulus elastisitas atau modulus Young merupakan ukuran kekakuan
suatu material. Semakin besar harga modulus ini maka semakin kecil regangan elastis
yang terjadi pada suatu tingkat pembebanan tertentu, atau dapat dikatakan
material tersebut semakin kaku (stiff). Pada grafik tegangan-regangan (Gambar 1.1
dan 1.2), modulus kekakuan tersebut dapat dihitung dari slope kemiringan garis elastis
yang linier, diberikan oleh:
E = σ/ε atau E = tan α (1.4)
dimana α adalah sudut yang dibentuk oleh daerah elastis kurva tegangan-regangan.
Modulus elastisitas suatu material ditentukan oleh energi ikat antar atom-atom, sehingga
besarnya nilai modulus ini tidak dapat dirubah oleh suatu proses tanpa merubah struktur
bahan. Sebagai contoh diberikan oleh Gambar 1.3 di bawah ini yang menunjukkan grafik
tegangan-regangan beberapa jenis baja:
Gambar 1.3. Grafik tegangan-regangan beberapa baja yang memperlihatkan kesamaan
modulus kekakuan
6. PROSEDUREUJI TARIK , KEKERASAN DAN IMPACT PADAMATERIAL
BERDASARKAN STANDARASTM E23-56T
SISTEM MANUFACTURE TERPADU Teknik Mesin STT Wastukancana Purwakarta Page 6
h. Modulus kelentingan (modulus of resilience)
Mewakili kemampuan material untuk menyerap energi dari luar tanpa terjadinya
kerusakan. Nilai modulus dapat diperoleh dari luas segitiga yang dibentuk oleh area
elastik diagram tegangan-regangan pada Gambar 1.1.
i. Modulus ketangguhan (modulus of toughness)
Merupakan kemampuan material dalam menyerap energi hingga
terjadinya perpatahan. Secara kuantitatif dapat ditentukan dari luas area
keseluruhan di bawah kurva teganganregangan hasil pengujian tarik seperti
Gambar 1.1. Pertimbangan disain yang mengikut sertakan modulus ketangguhan
menjadi sangat penting untuk komponen-komponen yang mungkin mengalami
pembebanan berlebih secara tidak disengaja. Material dengan modulus
ketangguhan yang tinggi akan mengalami distorsi yang besar karena pembebanan berlebih,
tetapi hal ini tetap disukai dibandingkan material dengan modulus yang rendah dimana
perpatahan akan terjadi tanpa suatu peringatan terlebih dahulu.
j. Kurva tegangan-regangan rekayasa dan sesungguhnya
Kurva tegangan-regangan rekayasa didasarkan atas dimensi awal (luas area dan
panjang) dari benda uji, sementara untuk mendapatkan kurva tegangan-regangan
sesungguhnya diperlukan luas area dan panjang aktual pada saat pembebanan setiap saat
terukur. Perbedaan kedua kurva tidaklah terlampau besar pada regangan yang kecil, tetapi
menjadi signifikan pada rentang terjadinya pengerasan regangan (strain hardening),
yaitu setelah titik luluh terlampaui. Secara khusus perbedaan menjadi demikian besar
di dalam daerah necking. Pada kurva tegangan-regangan rekayasa, dapat diketahui bahwa
benda uji secara aktual mampu menahan turunnya beban karena luas area awal Ao bernilai
konstan pada saat penghitungan tegangan σ = P/Ao. Sementara pada kurva tegangan-
regangan sesungguhnya luas area actual adalah selalu turun hingga terjadinya perpatahan
dan benda uji mampu menahan peningkatan tegangan karena σ = P/A. Gambar 1.4 di
bawah ini memperlihatkan contoh kedua kurva tegangan-regangan tersebut pada baja
karbon rendah (mild steel).
7. PROSEDUREUJI TARIK , KEKERASAN DAN IMPACT PADAMATERIAL
BERDASARKAN STANDARASTM E23-56T
SISTEM MANUFACTURE TERPADU Teknik Mesin STT Wastukancana Purwakarta Page 7
1.1.2. Mode Perpatahan Material
Sampel hasil pengujian tarik dapat menunjukkan beberapa tampilan perpatahan
seperti diilustrasikan oleh Gambar 1.5 di bawah ini:
Perpatahan ulet memberikan karakteristk berserabut (fibrous) dan gelap (dull),
sementara perpatahan getas ditandai dengan permukaan patahan yang berbutir (granular)
dan terang. Perpatahan ulet umumnya lebih disukai karena bahan ulet umumnya
lebih tangguh dan memberikan peringatan lebih dahulu sebelum terjadinya
kerusakan Pengamatan kedua tampilan perpatahan itu dapat dilakukan baik dengan mata
telanjang maupun dengan bantuan stereoscan macroscope. Pengamatan lebih detil
dimungkinkan dengan penggunaan SEM (Scanning Electron Microscope).
8. PROSEDUREUJI TARIK , KEKERASAN DAN IMPACT PADAMATERIAL
BERDASARKAN STANDARASTM E23-56T
SISTEM MANUFACTURE TERPADU Teknik Mesin STT Wastukancana Purwakarta Page 8
a. Perpatahan Ulet
Gambar 1.6 di bawah ini memberikan ilustrasi skematis terjadinya perpatahan ulet
pada suatu spesimen yang diberikan pembebanan tarik:
Gambar 1.6 . Tahapan terjadinya perpatahan ulet pada sampel uji tarik:
a) Penyempitan awal
b) Pembentukan rongga-rongga kecil (cavity)
c) Penyatuan rongga-rongga membentuk suatu Retakan
d) Perambatan retak
e) Perpatahangeser akhir pada sudut 45°.
b. Perpatahan Getas
Perpatahan getas memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Tidak ada atau sedikit sekali deformasi plastis yang terjadi pada material
2. Retak/perpatahan merambat sepanjang bidang-bidang kristalin membelah atom-atom
material (transgranular).
3. Pada material lunak dengan butir kasar (coarse-grain) maka dapat dilihat pola-pola yang
dinamakan chevrons or fan-like pattern yang berkembang keluar dari daerah awal
kegagalan.
4. Material keras dengan butir halus (fine-grain) tidak memiliki pola-pola yang
mudah dibedakan.
5. Material amorphous (seperti gelas) memiliki permukaan patahan yang
bercahaya dan mulus.
9. PROSEDUREUJI TARIK , KEKERASAN DAN IMPACT PADAMATERIAL
BERDASARKAN STANDARASTM E23-56T
SISTEM MANUFACTURE TERPADU Teknik Mesin STT Wastukancana Purwakarta Page 9
BAB 2
PENGUJIAN KEKERASAN
2.1 Prinsip pengujian
Dari uraian singkat di atas maka kekerasan suatu material dapat
didefinisikan sebagai ketahanan material tersebut terhadap gaya penekanan dari material
lain yang lebih keras. Penekanan tersebut dapat berupa mekanisme penggoresan
(scratching), pantulan ataupun indentasi dari material keras terhadap suatu permukaan
benda uji.Berdasarkan mekanisme penekanan tersebut, dikenal 3 metode uji kekerasan:
2.1.1. Metode gores
Metode ini tidak banyak lagi digunakan dalam dunia metalurgi dan material lanjut,
tetapi masih sering dipakai dalam dunia mineralogi. Metode ini dikenalkan oleh Friedrich
Mohs yang membagi kekerasan material di dunia ini berdasarkan skala (yang kemudian
dikenal sebagai skala Mohs). Skala ini bervariasi dari nilai 1 untuk kekerasan yang paling
rendah, sebagaimana dimiliki oleh material talk, hingga skala 10 sebagai nilai kekerasan
tertinggi, sebagaimana dimiliki oleh intan. Dalam skala Mohs urutan nilai kekerasan
material didunia ini diwakili oleh:
1. Talc 6. Orthoclase
2. Gipsum 7. Quartz
3. Calcite 8. Topaz
4. Fluorite 9. Corundum
5. Apatite 10. Diamond (intan)
Prinsip pengujian:
Bila suatu mineral mampu digores oleh Orthoclase (no. 6) tetapi tidak mampu digores oleh
Apatite (no. 5), maka kekerasan mineral tersebut berada antara 5 dan 6. Berdasarkan hal
ini, jelas terlihat bahwa metode ini memiliki kekurangan utama berupa ketidak akuratan
nilai kekerasan suatu material. Bila kekerasan mineral-mineral diuji dengan
10. PROSEDUREUJI TARIK , KEKERASAN DAN IMPACT PADAMATERIAL
BERDASARKAN STANDARASTM E23-56T
SISTEM MANUFACTURE TERPADU Teknik Mesin STT Wastukancana Purwakarta Page 10
metode lain, ditemukan bahwa nilai-nilainya berkisar antara 1-9 saja, sedangkan
nilai 9-10 memiliki rentang yang besar.
2.1.3. Metode elastik/pantul (rebound)
Dengan metode ini, kekerasan suatu material ditentukan oleh alat
Scleroscope yang mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer) dengan berat
tertentu yang dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap permukaan benda uji.
Tinggi pantulan (rebound) yang dihasilkan mewakili kekerasan benda uji. Semakin
tinggi pantulan tersebut, yang ditunjukkan oleh dial pada alat pengukur, maka kekerasan
benda uji dinilai semakin tinggi.
2.1.3. Metode indentasi
Pengujian dengan metode ini dilakukan dengan penekanan benda uji dengan
indentor dengan gaya tekan dan waktu indentasi yang ditentukan. Kekerasan suatu
material ditentukan oleh dalam ataupun luas area indentasi yang dihasilkan
(tergantung jenis indentor dan jenis pengujian). Berdasarkan prinsip bekerjanya
metode uji kekerasan dengan cara indentasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Metode Brinell
Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh J.A. Brinell pada tahun
1900. Pengujian kekerasan dilakukan dengan memakai bola baja yang diperkeras
(hardened steel ball) dengan beban dan waktu indentasi tertentu, sebagaimana
ditunjukkan oleh Gambar 2.1. Hasil penekanan adalah jejak berbentuk lingkaran
bulat, yang harus dihitung diameternya di bawah mikroskop khusus pengukur jejak.
Contoh pengukuran hasil penjejakan diberikan oleh Gambar 2.2. Pengukuran
nilai kekerasan suatu material diberikan oleh rumus:
dimana P adalah beban (kg), D diameter indentor (mm) dan d diameter jejak (mm).
11. PROSEDUREUJI TARIK , KEKERASAN DAN IMPACT PADAMATERIAL
BERDASARKAN STANDARASTM E23-56T
SISTEM MANUFACTURE TERPADU Teknik Mesin STT Wastukancana Purwakarta Page 11
Prosedur standar pengujian mensyaratkan bola baja dengan diameter 10 mm dan
beban 3000 kg untuk pengujian logam-logam ferrous, atau 500 kg untuk logam-logam
non-ferrous. Untuk logam-logam ferrous, waktu indentasi biasanya sekitar 10 detik
sementara untuk logamlogam non-ferrous sekitar 30 detik. Walaupun demikian
pengaturan beban dan waktu indentasi untuk setiap material dapat pula ditentukan
oleh karakteristik alat penguji. Nilai kekerasan suatu material yang dinotasikan
dengan ‘HB’ tanpa tambahan angka di belakangnya menyatakan kondisi pengujian
standar dengan indentor bola baja 10 mm, beban 3000 kg selama waktu 1—15 detik.
Untuk kondisi yang lain, nilai kekerasan HB diikuti angka-angka yang menyatakan kondisi
pengujian. Contoh: 75 HB 10/500/30 menyatakan nilai kekerasan Brinell sebesar 75
dihasilkan oleh suatu pengujian dengan indentor 10 mm, pembebanan 500 kg selama 30
detik.
b. Metode Vickers
Pada metode ini digunakan indentor intan berbentuk piramida dengan sudut 136o,
seperti diperlihatkan oleh Gambar 2.3. Prinsip pengujian adalah sama dengan
metode Brinell, walaupun jejak yang dihasilkan berbentuk bujur sangkar
berdiagonal. Panjang diagonal diukur dengan skala pada mikroskop pengujur jejak.
Nilai kekerasan suatu material diberikan oleh:
12. PROSEDUREUJI TARIK , KEKERASAN DAN IMPACT PADAMATERIAL
BERDASARKAN STANDARASTM E23-56T
SISTEM MANUFACTURE TERPADU Teknik Mesin STT Wastukancana Purwakarta Page 12
𝑉𝐻𝑁 =
1.854 𝑃
𝑑2
dimana d adalah panjang diagonal rata-rata dari jejak berbentuk bujur sangkar.
Gambar 2.3. Skematis prinsip indentasi dengan metode Vickers
c. Metode Rockwell
Berbeda dengan metode Brinell dan Vickers dimana kekerasan suatu
bahan dinilai dari diameter/diagonal jejak yang dihasilkan maka metode Rockwell
merupakan uji kekerasan dengan pembacaan langsung (direct-reading). Metode ini
banyak dipakai dalam industry karena pertimbangan praktis. Variasi dalam beban dan
indetor yang digunakan membuat metode ini memiliki banyak macamnya. Metode yang
paling umum dipakai adalah Rockwell B (dengan indentor bola baja berdiameter
1/6 inci dan beban 100 kg) dan Rockwell C (dengan indentor intan dengan beban
150 kg). Walaupun demikian metode Rockwell lainnya juga biasa dipakai. Oleh
karenanya skala kekerasan Rockwell suatu material harus dispesifikasikan dengan
jelas. Contohnya 82 HRB, yang menyatakan material diukur dengan skala B: indentor
1/6 inci dan beban 100 kg. Berikut ini diberikan Tabel 2.1 yang
memperlihatkan perbedaan skala dan range uji dalam skala Rockwell:
13. PROSEDUREUJI TARIK , KEKERASAN DAN IMPACT PADAMATERIAL
BERDASARKAN STANDARASTM E23-56T
SISTEM MANUFACTURE TERPADU Teknik Mesin STT Wastukancana Purwakarta Page 13
Tabel 2.1. Skala pada Metode Uji Kekerasan Rockwell
14. PROSEDUREUJI TARIK , KEKERASAN DAN IMPACT PADAMATERIAL
BERDASARKAN STANDARASTM E23-56T
SISTEM MANUFACTURE TERPADU Teknik Mesin STT Wastukancana Purwakarta Page 14
BAB 3
PENGUJIAN IMPAK
3.1. Prinsip pengujian
Dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari pendulum
beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji
sehingga benda uji mengalami deformasi. Gambar 3.1 di bawah ini memberikan ilustrasi
suatu pengujian impak dengan metode Charpy:
Gambar 3.1. Ilustrasi skematis pengujian impak dengan benda uji Charpy
Pada pengujian impak ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan
untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau ketangguhan
bahan tersebut. Pada Gambar 3.1 di atas dapat dilihat bahwa setelah benda uji patah
akibat deformasi, bandul pendulum melanjutkan ayunannya hingga posisi h’. Bila bahan
tersebut tangguh yaitu makin mampu menyerap energi lebih besar maka makin rendah
posisi h’. Suatu material dikatakan tangguh bila memiliki kemampuan menyerap beban
kejut yang besar tanpa terjadinya retak atau terdeformasi dengan mudah. Pada pengujian
impak, energi yang diserap oleh benda uji biasanya dinyatakan dalam satuan Joule dan
dibaca langsung pada skala (dial) penunjuk yang telah dikalibrasi yang terdapat pada
mesin penguji. Harga impak (HI) suatu bahan yang diuji dengan metode Charpy diberikan
oleh :
𝐻𝐼 =
𝐸
𝐴
15. PROSEDUREUJI TARIK , KEKERASAN DAN IMPACT PADAMATERIAL
BERDASARKAN STANDARASTM E23-56T
SISTEM MANUFACTURE TERPADU Teknik Mesin STT Wastukancana Purwakarta Page 15
dimana E adalah energi yang diserap dalam satuan Joule dan A luas penampang di bawah
takik dalam satuan mm2. Secara umum benda uji impak dikelompokkan ke
dalam dua golongan sampel standar yaitu : batang uji Charpy sebagaimana telah
ditunjukkan pada Gambar 1, banyak digunakan di Amerika Serikat dan batang uji Izod
yang lazim digunakan di Inggris dan Eropa. Benda uji Charpy memiliki luas penampang
lintang bujur sangkar (10 x 10 mm) dan memiliki takik (notch) berbentuk V dengan sudut
45o, dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan kedalaman 2 mm. Benda uji diletakkan pada
tumpuan dalam posisi mendatar dan bagian yang bertakik diberi beban impak dari ayunan
bandul, sebagaimana telah ditunjukkan oleh Gambar 3.1. Benda uji Izod mempunyai
penampang lintang bujur sangkar atau lingkaran dengan takik V di dekat ujung
yang dijepit. Perbedaan cara pembebanan antara metode Charpy dan Izod
ditunjukkan oleh Gambar 3.2 di bawah ini:
Gambar 3.2. Ilustrasi skematik pembebanan impak pada benda uji Charpy dan Izod
Serangkaian uji Charpy pada satu material umumnya dilakukan pada berbagai
temperature sebagai upaya untuk mengetahui temperatur transisi (akan diterangkan pada
paragrafparagraf selanjutnya). Sementara uji impak dengan metode Izod
umumnya dilakukan hanya pada temperatur ruang dan ditujukan untuk material-
material yang didisain untuk berfungsi sebagai cantilever. Takik (notch) dalam benda
uji standar ditujukan sebagai suatu konsentrasi tegangan sehingga perpatahan diharapkan
akan terjadi di bagian tersebut. Selain berbentuk V dengan sudut 45o, takik dapat
pula dibuat dengan bentuk lubang kunci (key hole).
Pengukuran lain yang biasa dilakukan dalam pengujian impak Charpy adalah
penelaahan
16. PROSEDUREUJI TARIK , KEKERASAN DAN IMPACT PADAMATERIAL
BERDASARKAN STANDARASTM E23-56T
SISTEM MANUFACTURE TERPADU Teknik Mesin STT Wastukancana Purwakarta Page 16
permukaan perpatahan untuk menentukan jenis perpatahan (fracografi) yang terjadi.
Secara umum sebagaimana analisis perpatahan pada benda hasil uji tarik maka perpatahan
impak digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan mekanisme
pergeseran bidang-bidang kristal di dalam bahan (logam) yang ulet
(ductile). Ditandai dengan permukaan patahan berserat yang berbentuk dimpel
yang menyerap cahaya dan berpenampilan buram.
2. Perpatahan granular/kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme pembelahan
(cleavage) pada butir-butir dari bahan (logam) yang rapuh (brittle). Ditandai dengan
permukaan patahan yang datar yang mampu memberikan daya pantul cahaya yang
tinggi (mengkilat).
3. Perpatahan campuran (berserat dan granular). Merupakan kombinasi dua jenis
perpatahan di atas.
Selain dengan harga impak yang ditunjukkan oleh alat uji, pengukuran
ketangguhan suatu bahan dapat dilakukan dengan memperkirakan berapa persen patahan
berserat dan patahan kristalin yang yang dihasilkan oleh benda uji yang diuji pada
temperatur tertentu. Semakin banyak persentase patahan berserat maka dapat dinilai
semakin tangguh bahan tersebut.Cara ini dapat dilakukan dengan mengamati permukaan
patahan benda uji di bawah miskroskop stereoscan. Informasi lain yang dapat dihasilkan
dari pengujian impak adalah temperatur transisi bahan. Temperatur transisi adalah
temperatur yang menunjukkan transisi perubahan jenis perpatahan suatu bahan bila diuji
pada temperatur yang berbeda-beda. Pada pengujian dengan temperatur yang berbeda-
beda maka akan terlihat bahwa pada temperatur tinggi material akan bersifat ulet
(ductile) sedangkan pada temperatur rendah material akan bersifat rapuh atau getas
(brittle). Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi atom-atom bahan pada temperatur yang
berbeda dimana pada temperatur kamar vibrasi itu berada dalam kondisi kesetimbangan
dan selanjutnya akan menjadi tinggi bila temperatur dinaikkan (ingatlah bahwa
energi panas merupakan suatu driving force terhadap pergerakan partikel atom bahan).
Vibrasi atom inilah yang berperan sebagai suatu penghalang (obstacle) terhadap
pergerakan dislokasi pada saat terjadi deformasi kejut/impak dari luar. Dengan semakin
tinggi vibrasi itu maka pergerakan dislokasi mejadi relatif sulit sehingga dibutuhkan energi
yang lebih besar untuk mematahkan benda uji. Sebaliknya pada temperatur di
bawah nol derajat Celcius, vibrasi atom relatif sedikit sehingga pada saat bahan
17. PROSEDUREUJI TARIK , KEKERASAN DAN IMPACT PADAMATERIAL
BERDASARKAN STANDARASTM E23-56T
SISTEM MANUFACTURE TERPADU Teknik Mesin STT Wastukancana Purwakarta Page 17
dideformasi pergerakan dislokasi menjadi lebih mudah dan benda uji menjadi lebih
mudah dipatahkan dengan energi yang relatif lebih rendah. Informasi mengenai temperatur
transisi menjadi demikian penting bila suatu material akan didisain untuk aplikasi yang
melibatkan rentang temperatur yang besar, misalnya dari temperatur di bawah nol derajat
Celcius hingga temperatur tinggi di atas 100 derajat Celcius, contoh sistem penukar
panas (heat exchanger). Hampir semua logam berkekuatan rendah dengan struktur
kristal FCC seperti tembaga dan aluminium bersifat ulet pada semua temperatur sementara
bahan dengan kekuatan luluh yang tinggi bersifat rapuh. Bahan keramik, polimer dan
logam-logam BCC dengan kekuatan luluh rendah dan sedang memiliki transisi rapuh-
ulet bila temperatur dinaikkan. Hampir semua baja karbon yang dipakai pada
jembatan, kapal, jaringan pipa dan sebagainya bersifat rapuh pada temperatur rendah.
Gambar 3.4 memberikan ilustrasi efek temperatur terhadap ketangguhan impak
beberapa bahan, sedangkan Gambar 3.5 menyajikan bentuk benda uji impak berdasarkan
ASTM E-23-56T.
Gambar 3.4. Efek temperatur terhadap ketangguhan impak beberapa material
18. PROSEDUREUJI TARIK , KEKERASAN DAN IMPACT PADAMATERIAL
BERDASARKAN STANDARASTM E23-56T
SISTEM MANUFACTURE TERPADU Teknik Mesin STT Wastukancana Purwakarta Page 18
Gambar 3.5. Bentuk dan dimensi benda uji impak berdasarkan ASTM E23-56T