SlideShare a Scribd company logo
1 of 5
Download to read offline
KETRAMPILAN PSIKOLOGI
WUJUDKAN PERDAMAIAN
Oleh : Mohammad Mahpur
Pencapaian kemampuan hidup damai sudah selazimnya dibentuk melalui
kekuatan diri setiap orang. Begitu juga modal dalam membangun capaian
perdamaian dalam skala yang lebih luas, yakni perdamaian global. Prakarsa
perdamaian dunia juga sangat penting ditopang oleh figur pemimpin sebuah bangsa,
baik pemimpin negara atau pemimpin umat. Keteladanan mereka adalah
keterwakilan mengenai jati diri masyarakat karena kekuatan mereka menimbulkan
impresi budaya dan citra keadaban dari sebuah bangsa. Oleh karena itu modal
personal pemimpin atau figur bangsa adalah karakter yang mewakili citra sebuah
bangsa dalam merepresentasikan kekuatan mewujudkan perdamaian. Buku yang
saat ini dibedah adalah dialog ekslusif antara Abdurrahman Wahid, seorang mantan
Ketua NU, Mantan Presiden RI, Budayawan, Ilmuwan, Pejuang demokrasi dengan
Daisaku Ikeda, Presiden Soka Gakkai, pendiri Universitas Soka, pendiri Institute
Filsafat Timur, seniman, budayawan dan seorang Budhisme Nichiren dari Jepang.
Meski belum tuntas pembacaan saya secara mendalam terhadap buku ini,
saya telah terilhami bagaimana seharusnya membangun ketrampilan toleransi dan
dialog menciptakan perdamaian antar-peradaban. Saya sungguh takjub dan
mendapat sesuatu yang baru. Kemampuan toleransi dan perdamaian sebenarnya
didasari oleh kematangan seorang diri dan bukan kematangan yang diwujudkan
dalam skala besar seperti negara. Perdamaian tidak bisa diwujudkan hanya dengan
pidato tetapi kemampuan dialogis untuk menginternalisasi kehadiran orang lain
dalam diri sendiri (Hal. 161) Ketika kematangan diri belum mampu dirajut untuk
merangkai kebijaksanaan diri, rasanya sulit kita bisa mencapai totalitas otentik
menjadi duta toleransi dan perdamaian. Dibutuhkan kemampuan transformasi
intersubyektif seperti Gus Dur dan Ikeda. Apa itu transformasi intersubyektif yang
saya maksud. Kemampuan subyek untuk memasuki dunia kebijaksanaan orang lain
yang berbeda identitas sehingga memperoleh makna terdalam tentang kearifan,
keindahan, keunggulan, spirit hidup, kesatuan kemanusiaan orang lain untuk
direfleksikan kedalam pandangan hidup diri sendiri.
Bak seperti seorang teman akrab, sejatinya disitulah saya memahami
toleransi dan perdamaian itu mengejawantah kedalam sosok ketrampilan hidup
seseorang. Dialognya bukan seremonial. Bertemu sekilas antarpemimpin dengan
seperangkat kaidah protokoler seperti dapat dilihat di berita televisi. Dialog
seorang teman. Bercerita tentang kegemaran, kisah hidup dan keluarga serta
tokoh idola yang menginspirasi mereka berdua. Mereka saling membicarakan
kekhasan individualnya dan negara masing-masing. Mecoba membandingkan
antara milik dirinya dengan orang lain sebagai teman dialog.
Saya merasa dialog ini sungguh istimewa. Seperti seorang mursyid dengan
Bedah Buku Dialog Peradaban bersama GARUDA Malang

1
mursyid. Mereka tidak egosentris tetapi seorang mursyid yang sedang menjadi
santri, dan seorang santri yang juga seorang mursyid. Peran ini silih bergantian.
Mereka dua orang yang saling belajar dan saling mengunggulkan. Sungguh silih
berganti. Di sinilah sebenarnya toleransi dan perdamaian itu setara persahabatan.
Seorang sahabat mengatasi perbedaan, menemukan persamaan dan hikmah dari
sahabat itu sendiri. Begitu kesan saya secara psikologis setelah membaca buku ini.
Sementara itu, pipihan ringkas nilai-nilai toleransi dan perdamaian dari hasil
dialog dua tokoh ini melahirkan gambaran psikologis seperti apa ide dasar buku ini.
Pemihakan terhadap kemanusiaan. Dua sosok ini sungguh berkomitmen
dalam mewujudkan nilai-nilai humanisme. Dua orang ini hadir untuk menggerakkan
terwujudnya kemanusiaan global. Bebas dari tindakan kekerasan dalam bentuk
apapun. Menolak perang dan bentuk lain kekerasan. Ikeda meminta maaf terhadap
masyarakat Indonesia atas pendudukan Jepang karena telah menyebabkan
kesengsaraan bangsa di Asia. Ikeda berkomitmen memperluas pergerakan rakyat
untuk membangun perdamaian dunia terutama melalui pendidikan agar anak-anak
mampu menjadi generasi berbakat yang mampu memberi kontribusi bagi
perdamaian dunia. Pendidikan menurut perbincangan dua tokoh besar ini memiliki
peran sentral sebagai pusat membangun peradaban damai. Bagi Ikeda, Universitas
Soka adalah sentrum dan bagi Wahid/Gus Dur, pesantrenlah miniatur lahirnya
toleransi dsn pergerakan Indonesia.
Pendidikan bagi dua tokoh ini menjadi tempat generasi memahami
kebudayaan dan kehidupan bermasyarakat serta memahami lingkungan alam
sekitar. Pendidikan yang tidak mengasingkan dengan kehidupan dan kedekatannya
dengan kenyataan potensi sumberdaya, ia akan mengasah perasaan dan kesadaran.
Anak-anak akan dilatih bertanggungjawab terhadap masyarakatnya. Pendidikan
adalah belajar mengalami hidup. Lebih jauh, pendidikan yang didasari oleh
menejemen kehidupan akhirnya menjadi dasar lahirnya sikap budaya. Ia dapat
mengantarkan menjadi prakarsa perdamaian. Pendidikan adalah reformulasi
pendidikan budi pekerti dan semangat kemajuan. Gus Dur sendiri mengatakan
bahwa pendidikan mengantarkan anak-anak muda belajar kehidupan. Ia dilatih
kejujuran, keterbukaaan dan kesiapan bertindak untuk kepentingan umum (hal.
247). Pendidikan menopang generasi muda mampu menemukan figur positif.
Idealisme pendidikan Gus Dur sampailah pada gagasan tokoh pendidikan nasional
Ki Hajar Dewantoro, ing ngarso sung tulodo, in madya mangun karso, dan tutwuri
handayani..
Dan membaca dialog dua tokoh ini, sikap dan kecintaan mereka untuk
membangun toleransi dan perdamaian juga dipengaruhi oleh figur dunia baik figur
dari Budha, filusuf dunia, para Nabi, Mahatma Gandhi. Dua sosok ini saling belajar
memahami figur suci untuk ditransformasi menjadi spirit memaknai dan menjadi
laku perjuangan toleransi dan perdamaian. Jadi secara psikologi toleransi dan
perdamaian akan bisa tetap dilestarikan atau diwujudkan juga sangat ditentukan
oleh kemampuan menyerap dan menghadirkan figur suci ini kedalam pribadipribadi kita. Seperti Gus Dur, figur suci seperti Gandhilah, toleransi, laku hidup
tanpa kekerasan dan sikap selalu menghormati kemanusiaan menjadi komitmen
perjuangan Gus Dur.
Melalui figur-figur besar dari tokoh suci masa lalu dan orang-orang
terdekat yang menginspirasi tersebut, dua sosok ini bertransformasi mengatasi
penganiayaan dan menghidupkan semangat budaya dan beragama pantang
Bedah Buku Dialog Peradaban bersama GARUDA Malang

2
kekerasan. afirmasi dialogis keduanya sampai pada persinggungan figur-figur
sentral dalam Budhisme dan Islam. Mereka saling menghayati. Memetik spirit
anti-penganiayaan dan menemukan jati diri suci untuk menghargai perbedaan
tanpa prasangka.
Modal toleransi atau menghargai perbedaan. Belajar dari pendahulu mengenai
komitmen dan kepedulian mewujudkan
penghargaan terhadap hak-hak
kemanusiaan. Ikeda memahami secara mendalam bagaimana moralitas Islam
merasa terlibat dengan penderitaan sesama. Termasuk melawan penderitaan kaum
miskin. Pemahaman empati ini adalah buah pembacaan Ikeda dari pandangan
meluas dan daya juang Kyai Hasyim Asy'ari. Keduanya, baik Ikeda dan Gus Dur
terinspirasi dari pemahaman dan komitmen Kyai Hasyim Asy'ari mengenai
toleransi. Inspirasi tersebut yang mentransformasi kekuatan Gus Dur selalu
berada dalam perjuangan menghargai perbedaan. Keteladanan orang terdekat
merupakan mahaguru kebijaksanaan. Mereka mewarisi gagasan perdamaian dan
merasa harus melanjutkan perjuangan etik tersebut untuk perubahan dunia penuh
damai. Gus Dur juga mengatakan "parameter kemampuan memelihara keragaman
adalah dengan kemampuan mengelola toleransi" (hal. 267).
Kemampuan menerima dan menginternalisasi adanya perbedaan dan
kemampuan berdialog melalui ruh perbedaan ini merupakan wujud padatnya
demokrasi. Oleh karena itu, kedua tokoh ini menyepakati dialog adalah sarana
komunikasi diantara dua perbedaan watak, budaya dan bangsa. Tetapi perbedaan
mampu disingkirkan karena hati nurani merefleksikan titik temu sehingga dalam
sebuah dialog perbedaan harkat, pangkat dan kedudukan mampu dihargai sebagai
wakta humanistik. Dalam dialog, semua bisa tertawa, menangis, saling mendukung
dan memberi semangat. Komunikasi dialogis yang sehat tidak menimbulkan
prasangka tetapi menumbuhkan kepercayaan sehingga dialog bisa sampai pada
pertemuan dari hati ke hati (Hal 163). Bahkan dialog merupakan cerminan
kemampuan kita untuk saling memberi dan menerima. Inilah intinya meningkatkan
harkat kemanusiaan satu dengan yang lainnya.

Musik dan titik temu perdamaian estetik. Khazanah budaya dan kepaduan
makna musik dunia (Hal. 263) telah membawa kedua tokoh ini mendalami makna
perdamaian dan arti kebijaksanaan. Ketika keduanya mencoba melihat dan
memaknai aransemen musik Mozart dan Beethoven, musik ini mereka terima
melintasi budaya dan negara sehingga menjadi jembatan penghubung
penerjemahan toleransi. Pertunjukkan aransemen kedua musik di berbagai belahan
dunia melalui peran konduktor dunia dan pertunjukan para pianis ini mampu
menabur spirit perdamaian karena telah menembus lintas negara dengan beragam
budaya. Disinilah musik bernafas dunia mampu menjadi substansi perdamaian
menemukan makna estetisnya. Dasar estetik itu telah menghidupi spirit toleransi
dan menjadi titik singgung lahirnya warna dialog peradaban. Di sinilah kesenian
juga
menjadi instrumen membangun toleransi. Keindahan aransemen musik
setingkat Mozart dan Beethoven telah mencapai tingkatan tertinggi keindahan
hubungan antarmanusia. Perasaan indah itu telah memporakporandakan perbedaan.
Lantunan piano dan tata atur ritem notasinya telah membangkitkan makna bahwa
keindahan itu dapat dirasakan bagi setiap manusia.

Empati. Kedua tokoh saling menyelami keutamaan orang lain. Mereka
belajar memahami dan menginternalisasi keutamaan itu menjadi kekuatan
Bedah Buku Dialog Peradaban bersama GARUDA Malang

3
menerima perbedaan. Perbedaan memahamkan bahwa keutamaan orang lain
menjadi sumber belajar bagi keutamaan diri sendiri. Disinilah dialog perdamaian
diawali dari kemampuan berempati memahami keutamaan orang lain dan menerima
bagian dari keindahan kehidupan. Dialog peradaban adalah kemampuan setiap
individu untuk mengenali keutamaan orang lain dan memahami keutamaan sebagai
kekuatan pentingnya memahami orang lain. Ikeda kembali memegang seruan
penulis Austria Stefan Zweig, "Aku hidup dan aku juga membawa orang lain untuk
hidup" (hal. 263). Dasar kebijaksanaan dikembangkan untuk menghargai
keragaman suku, dan budaya. Semuanya diprioritaskan untuk mewujudkan
harmonisasi dan hubungan simbiosis mutualis bagi perdamaian. Oleh karena itu
atas dasar spirit mendengarkan penderitaan orang lain, kedua tokoh ini memiliki
kesamaan pemahaman menolak setiap tindakan yang membuat orang lain atau
kelompok lain menderita. Apalagi kelompok mayoritas menganiaya kelompok
minoritas.
Secara psikologis kemampuan membangun dialog perdamaian sejatinya
dimulai dengan melepaskan ego. Seseorang yang berdialog untuk perdamaian
telah menuntas persoalan dirinya dan melakukan lompatan kebajikan yang
bersumber dari teman dialog atau orang lain. Hubungan ini jauh membebaskan
prasangka (evaluasi negatif) dalam menilai orang lain. Bagi Gus Dur prasangka
adalah masa lalu yang harus dihancurkan. Setiap yang menghalangi terwujudkan
perdamaian dan toleransi, harus dihancurkan. Sikap suci ini ditegaskan oleh Gus
Dur. Dia sangat memahami pendudukan Jepang. Dia tidak membenci Jepang
sebagai masa lalu Indonesia. Karenanya Gus Dur tidak memberikan evaluasi
negatif (prasangka) atas sejarah tersebut (hal. 64).
Terbersit pelajaran komunikasi interpersonal yang menyehatkan. Menjawab
kebutuhan sosial dan menjadi contoh pertemuan dua kebijaksanaan yang saling
menopang satu dengan yang lainnya untuk bergerak mewujudkan toleransi dan
perdamaian. Saya melihat tumbuhnya komunikasi otentik. Dua orang terlibat untuk
saling belajar, mengajar, menemukan hikmah dan mereproduksi kekuatannya
dalam menjaga dan mewujudkan toleransi dan perdamaian. Hikmah bagi saya,
dialog dua tokoh ini merupakan ketrampilan komunikasi orang suci. Mereka
dipertemukan dalam episentrum sama, yakni spiritualitas kebudayaan humanisme.
Saya bahkan bisa belajar dari dua tokoh suci ini untuk mewujudkan toleransi dan
dialog perdamaian. Saya merasa, keduanya sudah tuntas untuk tidak melihat
perbedaan kedalam penjara egosentris. Perbedaan itu justru menjadi sumber
cerita bagaimana kualitas diri mampu dikisahkan kepada orang lain untuk
mendapatkan gagasan-gagasan kunci tentang kebijaksanaan, sistem hidup, praktik
berbudaya itu sendiri. Ketika mereka berbicara tentang dirinya sendiri, satu
diantara yang lain, membuat kisah-kisah hidupnya terbukti mereka adalah sosok
yang berwawasan luas, mencintai dan menginternalisasi pengetahuan, sastra, seni
dan budaya adiluhung. Satu dengan yang lainnya tidak terlibat kontroversi.
Pemahaman mereka saling menguatkan karena keduanya telah sampai pada kata
kunci kebijaksanaan. Jadi yang dikomunikasikan adalah kebijaksanaan, bukan
kontroversi.
Itulah makna dan hikmah atas penghayatan buku ini. Saya menjadi paham
toleransi dan dialog perdamaian membutuhkan ketrampilan komunikasi agung.
Substansi komunikasinya adalah kebijaksanaan. Dua karakteristik komunikasi
inilah pada akhirnya saya mendapatkan pencerahan bagaimana sebagai seorang
Bedah Buku Dialog Peradaban bersama GARUDA Malang

4
Gusdurian, saya memcoba memperbaiki komunikasi untuk menjembatani
perbedaan dalam mencapai toleransi dan perdamaian. Saya juga menjadi semangat,
kebijaksanaan mereka dihidupi oleh internasilasi pengetahuan dari karya-karya
besar dunia, produk seni musik, sastra dan hubungan persahabatan antarorang
dalam skala dunia. Inilah hikmah bagi saya setelah diberi kesempatan oleh temanteman Garuda Malang untuk membedah buku ini. Semoga anda juga terinspirasi.

Mohammad Mahpur

GusDurian Community (GDC) Malang
Malang, 04 Desember 2013

Bedah Buku Dialog Peradaban bersama GARUDA Malang

5

More Related Content

Similar to Dialog perdamaian

Membangun budaya dialog
Membangun budaya dialogMembangun budaya dialog
Membangun budaya dialogLina Abu Bakar
 
PPT PKN kelompok 4.pptx
PPT PKN kelompok 4.pptxPPT PKN kelompok 4.pptx
PPT PKN kelompok 4.pptxAndini70675
 
PERBEDAAN KARAKTER DALAM BERINTERAKSI SOSIAL YANG MENYEBABKAN PERPECAHAN
PERBEDAAN  KARAKTER DALAM BERINTERAKSI SOSIAL YANG MENYEBABKAN PERPECAHANPERBEDAAN  KARAKTER DALAM BERINTERAKSI SOSIAL YANG MENYEBABKAN PERPECAHAN
PERBEDAAN KARAKTER DALAM BERINTERAKSI SOSIAL YANG MENYEBABKAN PERPECAHANardeliatriyaniPutri
 
Makalah Metodologi Studi Islam - Keluarga dan Masyarakat dalam Islam
Makalah Metodologi Studi Islam - Keluarga dan Masyarakat dalam IslamMakalah Metodologi Studi Islam - Keluarga dan Masyarakat dalam Islam
Makalah Metodologi Studi Islam - Keluarga dan Masyarakat dalam IslamNasruddin Asnah
 
Ciri ciri karya agung
Ciri ciri karya agungCiri ciri karya agung
Ciri ciri karya agungJasmine Eng
 
Keberagaman dan kesederajatan
Keberagaman dan kesederajatanKeberagaman dan kesederajatan
Keberagaman dan kesederajatanImmawan Awaluddin
 
Keberagaman dan kesederajatan
Keberagaman dan kesederajatanKeberagaman dan kesederajatan
Keberagaman dan kesederajatanImmawan Awaluddin
 
Konseling lintas sosial
Konseling lintas sosialKonseling lintas sosial
Konseling lintas sosialSarahBela25
 
KONFLIK KOMUNIKASI ATAS MAHASISWA BERBEDA SUKU.pdf
KONFLIK KOMUNIKASI ATAS MAHASISWA BERBEDA SUKU.pdfKONFLIK KOMUNIKASI ATAS MAHASISWA BERBEDA SUKU.pdf
KONFLIK KOMUNIKASI ATAS MAHASISWA BERBEDA SUKU.pdfKayyishaFakhirah
 
Meningkatkan ukhuwah islamiyah
Meningkatkan ukhuwah islamiyahMeningkatkan ukhuwah islamiyah
Meningkatkan ukhuwah islamiyahNgainun Naim
 

Similar to Dialog perdamaian (20)

Tugas ISBD
Tugas ISBDTugas ISBD
Tugas ISBD
 
TBM dan Pancasila sebagai Rumah Kita
TBM dan Pancasila sebagai Rumah KitaTBM dan Pancasila sebagai Rumah Kita
TBM dan Pancasila sebagai Rumah Kita
 
Membangun budaya dialog
Membangun budaya dialogMembangun budaya dialog
Membangun budaya dialog
 
PPT PKN kelompok 4.pptx
PPT PKN kelompok 4.pptxPPT PKN kelompok 4.pptx
PPT PKN kelompok 4.pptx
 
Pluralisme
PluralismePluralisme
Pluralisme
 
PERBEDAAN KARAKTER DALAM BERINTERAKSI SOSIAL YANG MENYEBABKAN PERPECAHAN
PERBEDAAN  KARAKTER DALAM BERINTERAKSI SOSIAL YANG MENYEBABKAN PERPECAHANPERBEDAAN  KARAKTER DALAM BERINTERAKSI SOSIAL YANG MENYEBABKAN PERPECAHAN
PERBEDAAN KARAKTER DALAM BERINTERAKSI SOSIAL YANG MENYEBABKAN PERPECAHAN
 
Makalah Metodologi Studi Islam - Keluarga dan Masyarakat dalam Islam
Makalah Metodologi Studi Islam - Keluarga dan Masyarakat dalam IslamMakalah Metodologi Studi Islam - Keluarga dan Masyarakat dalam Islam
Makalah Metodologi Studi Islam - Keluarga dan Masyarakat dalam Islam
 
Makalah 123
Makalah 123Makalah 123
Makalah 123
 
Kepelbagaian budaya
Kepelbagaian budayaKepelbagaian budaya
Kepelbagaian budaya
 
Ciri ciri karya agung
Ciri ciri karya agungCiri ciri karya agung
Ciri ciri karya agung
 
Ppt alfaza 17060484163[1]
Ppt alfaza 17060484163[1]Ppt alfaza 17060484163[1]
Ppt alfaza 17060484163[1]
 
Keberagaman dan kesederajatan
Keberagaman dan kesederajatanKeberagaman dan kesederajatan
Keberagaman dan kesederajatan
 
Keberagaman dan kesederajatan
Keberagaman dan kesederajatanKeberagaman dan kesederajatan
Keberagaman dan kesederajatan
 
Konseling lintas sosial
Konseling lintas sosialKonseling lintas sosial
Konseling lintas sosial
 
KONFLIK KOMUNIKASI ATAS MAHASISWA BERBEDA SUKU.pdf
KONFLIK KOMUNIKASI ATAS MAHASISWA BERBEDA SUKU.pdfKONFLIK KOMUNIKASI ATAS MAHASISWA BERBEDA SUKU.pdf
KONFLIK KOMUNIKASI ATAS MAHASISWA BERBEDA SUKU.pdf
 
Sofa gus dur
Sofa gus durSofa gus dur
Sofa gus dur
 
Pendahuluan
PendahuluanPendahuluan
Pendahuluan
 
Meningkatkan ukhuwah islamiyah
Meningkatkan ukhuwah islamiyahMeningkatkan ukhuwah islamiyah
Meningkatkan ukhuwah islamiyah
 
PLURALISME AGAMA.pptx
 PLURALISME AGAMA.pptx PLURALISME AGAMA.pptx
PLURALISME AGAMA.pptx
 
Karya agung komplete
Karya agung kompleteKarya agung komplete
Karya agung komplete
 

Dialog perdamaian

  • 1. KETRAMPILAN PSIKOLOGI WUJUDKAN PERDAMAIAN Oleh : Mohammad Mahpur Pencapaian kemampuan hidup damai sudah selazimnya dibentuk melalui kekuatan diri setiap orang. Begitu juga modal dalam membangun capaian perdamaian dalam skala yang lebih luas, yakni perdamaian global. Prakarsa perdamaian dunia juga sangat penting ditopang oleh figur pemimpin sebuah bangsa, baik pemimpin negara atau pemimpin umat. Keteladanan mereka adalah keterwakilan mengenai jati diri masyarakat karena kekuatan mereka menimbulkan impresi budaya dan citra keadaban dari sebuah bangsa. Oleh karena itu modal personal pemimpin atau figur bangsa adalah karakter yang mewakili citra sebuah bangsa dalam merepresentasikan kekuatan mewujudkan perdamaian. Buku yang saat ini dibedah adalah dialog ekslusif antara Abdurrahman Wahid, seorang mantan Ketua NU, Mantan Presiden RI, Budayawan, Ilmuwan, Pejuang demokrasi dengan Daisaku Ikeda, Presiden Soka Gakkai, pendiri Universitas Soka, pendiri Institute Filsafat Timur, seniman, budayawan dan seorang Budhisme Nichiren dari Jepang. Meski belum tuntas pembacaan saya secara mendalam terhadap buku ini, saya telah terilhami bagaimana seharusnya membangun ketrampilan toleransi dan dialog menciptakan perdamaian antar-peradaban. Saya sungguh takjub dan mendapat sesuatu yang baru. Kemampuan toleransi dan perdamaian sebenarnya didasari oleh kematangan seorang diri dan bukan kematangan yang diwujudkan dalam skala besar seperti negara. Perdamaian tidak bisa diwujudkan hanya dengan pidato tetapi kemampuan dialogis untuk menginternalisasi kehadiran orang lain dalam diri sendiri (Hal. 161) Ketika kematangan diri belum mampu dirajut untuk merangkai kebijaksanaan diri, rasanya sulit kita bisa mencapai totalitas otentik menjadi duta toleransi dan perdamaian. Dibutuhkan kemampuan transformasi intersubyektif seperti Gus Dur dan Ikeda. Apa itu transformasi intersubyektif yang saya maksud. Kemampuan subyek untuk memasuki dunia kebijaksanaan orang lain yang berbeda identitas sehingga memperoleh makna terdalam tentang kearifan, keindahan, keunggulan, spirit hidup, kesatuan kemanusiaan orang lain untuk direfleksikan kedalam pandangan hidup diri sendiri. Bak seperti seorang teman akrab, sejatinya disitulah saya memahami toleransi dan perdamaian itu mengejawantah kedalam sosok ketrampilan hidup seseorang. Dialognya bukan seremonial. Bertemu sekilas antarpemimpin dengan seperangkat kaidah protokoler seperti dapat dilihat di berita televisi. Dialog seorang teman. Bercerita tentang kegemaran, kisah hidup dan keluarga serta tokoh idola yang menginspirasi mereka berdua. Mereka saling membicarakan kekhasan individualnya dan negara masing-masing. Mecoba membandingkan antara milik dirinya dengan orang lain sebagai teman dialog. Saya merasa dialog ini sungguh istimewa. Seperti seorang mursyid dengan Bedah Buku Dialog Peradaban bersama GARUDA Malang 1
  • 2. mursyid. Mereka tidak egosentris tetapi seorang mursyid yang sedang menjadi santri, dan seorang santri yang juga seorang mursyid. Peran ini silih bergantian. Mereka dua orang yang saling belajar dan saling mengunggulkan. Sungguh silih berganti. Di sinilah sebenarnya toleransi dan perdamaian itu setara persahabatan. Seorang sahabat mengatasi perbedaan, menemukan persamaan dan hikmah dari sahabat itu sendiri. Begitu kesan saya secara psikologis setelah membaca buku ini. Sementara itu, pipihan ringkas nilai-nilai toleransi dan perdamaian dari hasil dialog dua tokoh ini melahirkan gambaran psikologis seperti apa ide dasar buku ini. Pemihakan terhadap kemanusiaan. Dua sosok ini sungguh berkomitmen dalam mewujudkan nilai-nilai humanisme. Dua orang ini hadir untuk menggerakkan terwujudnya kemanusiaan global. Bebas dari tindakan kekerasan dalam bentuk apapun. Menolak perang dan bentuk lain kekerasan. Ikeda meminta maaf terhadap masyarakat Indonesia atas pendudukan Jepang karena telah menyebabkan kesengsaraan bangsa di Asia. Ikeda berkomitmen memperluas pergerakan rakyat untuk membangun perdamaian dunia terutama melalui pendidikan agar anak-anak mampu menjadi generasi berbakat yang mampu memberi kontribusi bagi perdamaian dunia. Pendidikan menurut perbincangan dua tokoh besar ini memiliki peran sentral sebagai pusat membangun peradaban damai. Bagi Ikeda, Universitas Soka adalah sentrum dan bagi Wahid/Gus Dur, pesantrenlah miniatur lahirnya toleransi dsn pergerakan Indonesia. Pendidikan bagi dua tokoh ini menjadi tempat generasi memahami kebudayaan dan kehidupan bermasyarakat serta memahami lingkungan alam sekitar. Pendidikan yang tidak mengasingkan dengan kehidupan dan kedekatannya dengan kenyataan potensi sumberdaya, ia akan mengasah perasaan dan kesadaran. Anak-anak akan dilatih bertanggungjawab terhadap masyarakatnya. Pendidikan adalah belajar mengalami hidup. Lebih jauh, pendidikan yang didasari oleh menejemen kehidupan akhirnya menjadi dasar lahirnya sikap budaya. Ia dapat mengantarkan menjadi prakarsa perdamaian. Pendidikan adalah reformulasi pendidikan budi pekerti dan semangat kemajuan. Gus Dur sendiri mengatakan bahwa pendidikan mengantarkan anak-anak muda belajar kehidupan. Ia dilatih kejujuran, keterbukaaan dan kesiapan bertindak untuk kepentingan umum (hal. 247). Pendidikan menopang generasi muda mampu menemukan figur positif. Idealisme pendidikan Gus Dur sampailah pada gagasan tokoh pendidikan nasional Ki Hajar Dewantoro, ing ngarso sung tulodo, in madya mangun karso, dan tutwuri handayani.. Dan membaca dialog dua tokoh ini, sikap dan kecintaan mereka untuk membangun toleransi dan perdamaian juga dipengaruhi oleh figur dunia baik figur dari Budha, filusuf dunia, para Nabi, Mahatma Gandhi. Dua sosok ini saling belajar memahami figur suci untuk ditransformasi menjadi spirit memaknai dan menjadi laku perjuangan toleransi dan perdamaian. Jadi secara psikologi toleransi dan perdamaian akan bisa tetap dilestarikan atau diwujudkan juga sangat ditentukan oleh kemampuan menyerap dan menghadirkan figur suci ini kedalam pribadipribadi kita. Seperti Gus Dur, figur suci seperti Gandhilah, toleransi, laku hidup tanpa kekerasan dan sikap selalu menghormati kemanusiaan menjadi komitmen perjuangan Gus Dur. Melalui figur-figur besar dari tokoh suci masa lalu dan orang-orang terdekat yang menginspirasi tersebut, dua sosok ini bertransformasi mengatasi penganiayaan dan menghidupkan semangat budaya dan beragama pantang Bedah Buku Dialog Peradaban bersama GARUDA Malang 2
  • 3. kekerasan. afirmasi dialogis keduanya sampai pada persinggungan figur-figur sentral dalam Budhisme dan Islam. Mereka saling menghayati. Memetik spirit anti-penganiayaan dan menemukan jati diri suci untuk menghargai perbedaan tanpa prasangka. Modal toleransi atau menghargai perbedaan. Belajar dari pendahulu mengenai komitmen dan kepedulian mewujudkan penghargaan terhadap hak-hak kemanusiaan. Ikeda memahami secara mendalam bagaimana moralitas Islam merasa terlibat dengan penderitaan sesama. Termasuk melawan penderitaan kaum miskin. Pemahaman empati ini adalah buah pembacaan Ikeda dari pandangan meluas dan daya juang Kyai Hasyim Asy'ari. Keduanya, baik Ikeda dan Gus Dur terinspirasi dari pemahaman dan komitmen Kyai Hasyim Asy'ari mengenai toleransi. Inspirasi tersebut yang mentransformasi kekuatan Gus Dur selalu berada dalam perjuangan menghargai perbedaan. Keteladanan orang terdekat merupakan mahaguru kebijaksanaan. Mereka mewarisi gagasan perdamaian dan merasa harus melanjutkan perjuangan etik tersebut untuk perubahan dunia penuh damai. Gus Dur juga mengatakan "parameter kemampuan memelihara keragaman adalah dengan kemampuan mengelola toleransi" (hal. 267). Kemampuan menerima dan menginternalisasi adanya perbedaan dan kemampuan berdialog melalui ruh perbedaan ini merupakan wujud padatnya demokrasi. Oleh karena itu, kedua tokoh ini menyepakati dialog adalah sarana komunikasi diantara dua perbedaan watak, budaya dan bangsa. Tetapi perbedaan mampu disingkirkan karena hati nurani merefleksikan titik temu sehingga dalam sebuah dialog perbedaan harkat, pangkat dan kedudukan mampu dihargai sebagai wakta humanistik. Dalam dialog, semua bisa tertawa, menangis, saling mendukung dan memberi semangat. Komunikasi dialogis yang sehat tidak menimbulkan prasangka tetapi menumbuhkan kepercayaan sehingga dialog bisa sampai pada pertemuan dari hati ke hati (Hal 163). Bahkan dialog merupakan cerminan kemampuan kita untuk saling memberi dan menerima. Inilah intinya meningkatkan harkat kemanusiaan satu dengan yang lainnya. Musik dan titik temu perdamaian estetik. Khazanah budaya dan kepaduan makna musik dunia (Hal. 263) telah membawa kedua tokoh ini mendalami makna perdamaian dan arti kebijaksanaan. Ketika keduanya mencoba melihat dan memaknai aransemen musik Mozart dan Beethoven, musik ini mereka terima melintasi budaya dan negara sehingga menjadi jembatan penghubung penerjemahan toleransi. Pertunjukkan aransemen kedua musik di berbagai belahan dunia melalui peran konduktor dunia dan pertunjukan para pianis ini mampu menabur spirit perdamaian karena telah menembus lintas negara dengan beragam budaya. Disinilah musik bernafas dunia mampu menjadi substansi perdamaian menemukan makna estetisnya. Dasar estetik itu telah menghidupi spirit toleransi dan menjadi titik singgung lahirnya warna dialog peradaban. Di sinilah kesenian juga menjadi instrumen membangun toleransi. Keindahan aransemen musik setingkat Mozart dan Beethoven telah mencapai tingkatan tertinggi keindahan hubungan antarmanusia. Perasaan indah itu telah memporakporandakan perbedaan. Lantunan piano dan tata atur ritem notasinya telah membangkitkan makna bahwa keindahan itu dapat dirasakan bagi setiap manusia. Empati. Kedua tokoh saling menyelami keutamaan orang lain. Mereka belajar memahami dan menginternalisasi keutamaan itu menjadi kekuatan Bedah Buku Dialog Peradaban bersama GARUDA Malang 3
  • 4. menerima perbedaan. Perbedaan memahamkan bahwa keutamaan orang lain menjadi sumber belajar bagi keutamaan diri sendiri. Disinilah dialog perdamaian diawali dari kemampuan berempati memahami keutamaan orang lain dan menerima bagian dari keindahan kehidupan. Dialog peradaban adalah kemampuan setiap individu untuk mengenali keutamaan orang lain dan memahami keutamaan sebagai kekuatan pentingnya memahami orang lain. Ikeda kembali memegang seruan penulis Austria Stefan Zweig, "Aku hidup dan aku juga membawa orang lain untuk hidup" (hal. 263). Dasar kebijaksanaan dikembangkan untuk menghargai keragaman suku, dan budaya. Semuanya diprioritaskan untuk mewujudkan harmonisasi dan hubungan simbiosis mutualis bagi perdamaian. Oleh karena itu atas dasar spirit mendengarkan penderitaan orang lain, kedua tokoh ini memiliki kesamaan pemahaman menolak setiap tindakan yang membuat orang lain atau kelompok lain menderita. Apalagi kelompok mayoritas menganiaya kelompok minoritas. Secara psikologis kemampuan membangun dialog perdamaian sejatinya dimulai dengan melepaskan ego. Seseorang yang berdialog untuk perdamaian telah menuntas persoalan dirinya dan melakukan lompatan kebajikan yang bersumber dari teman dialog atau orang lain. Hubungan ini jauh membebaskan prasangka (evaluasi negatif) dalam menilai orang lain. Bagi Gus Dur prasangka adalah masa lalu yang harus dihancurkan. Setiap yang menghalangi terwujudkan perdamaian dan toleransi, harus dihancurkan. Sikap suci ini ditegaskan oleh Gus Dur. Dia sangat memahami pendudukan Jepang. Dia tidak membenci Jepang sebagai masa lalu Indonesia. Karenanya Gus Dur tidak memberikan evaluasi negatif (prasangka) atas sejarah tersebut (hal. 64). Terbersit pelajaran komunikasi interpersonal yang menyehatkan. Menjawab kebutuhan sosial dan menjadi contoh pertemuan dua kebijaksanaan yang saling menopang satu dengan yang lainnya untuk bergerak mewujudkan toleransi dan perdamaian. Saya melihat tumbuhnya komunikasi otentik. Dua orang terlibat untuk saling belajar, mengajar, menemukan hikmah dan mereproduksi kekuatannya dalam menjaga dan mewujudkan toleransi dan perdamaian. Hikmah bagi saya, dialog dua tokoh ini merupakan ketrampilan komunikasi orang suci. Mereka dipertemukan dalam episentrum sama, yakni spiritualitas kebudayaan humanisme. Saya bahkan bisa belajar dari dua tokoh suci ini untuk mewujudkan toleransi dan dialog perdamaian. Saya merasa, keduanya sudah tuntas untuk tidak melihat perbedaan kedalam penjara egosentris. Perbedaan itu justru menjadi sumber cerita bagaimana kualitas diri mampu dikisahkan kepada orang lain untuk mendapatkan gagasan-gagasan kunci tentang kebijaksanaan, sistem hidup, praktik berbudaya itu sendiri. Ketika mereka berbicara tentang dirinya sendiri, satu diantara yang lain, membuat kisah-kisah hidupnya terbukti mereka adalah sosok yang berwawasan luas, mencintai dan menginternalisasi pengetahuan, sastra, seni dan budaya adiluhung. Satu dengan yang lainnya tidak terlibat kontroversi. Pemahaman mereka saling menguatkan karena keduanya telah sampai pada kata kunci kebijaksanaan. Jadi yang dikomunikasikan adalah kebijaksanaan, bukan kontroversi. Itulah makna dan hikmah atas penghayatan buku ini. Saya menjadi paham toleransi dan dialog perdamaian membutuhkan ketrampilan komunikasi agung. Substansi komunikasinya adalah kebijaksanaan. Dua karakteristik komunikasi inilah pada akhirnya saya mendapatkan pencerahan bagaimana sebagai seorang Bedah Buku Dialog Peradaban bersama GARUDA Malang 4
  • 5. Gusdurian, saya memcoba memperbaiki komunikasi untuk menjembatani perbedaan dalam mencapai toleransi dan perdamaian. Saya juga menjadi semangat, kebijaksanaan mereka dihidupi oleh internasilasi pengetahuan dari karya-karya besar dunia, produk seni musik, sastra dan hubungan persahabatan antarorang dalam skala dunia. Inilah hikmah bagi saya setelah diberi kesempatan oleh temanteman Garuda Malang untuk membedah buku ini. Semoga anda juga terinspirasi. Mohammad Mahpur GusDurian Community (GDC) Malang Malang, 04 Desember 2013 Bedah Buku Dialog Peradaban bersama GARUDA Malang 5