Dokumen tersebut membahas larangan menikah dengan orang musyrik menurut ayat Al-Quran dan pendapat ulama. Ia menjelaskan bahwa menikah antara Muslim dengan non-Muslim umumnya dilarang kecuali dengan wanita Ahli Kitab asalkan memenuhi syarat-syarat tertentu. Fatwa MUI juga menyatakan perkawinan beda agama adalah haram.
1. LARANGAN MENIKAH DENGAN ORANG MUSYRIK
Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik,
walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang
musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya
budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu.
Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan
dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya)
kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. [QS. Al-Baqarah : 221]
2. Pada hari ini dihalalkan bagi kalian yang baik-baik. Makanan
(sembelihan) orang-orang yang diberi al-Kitab itu halal bagi kalian dan
makanan kalian pun halal bagi mereka. (Halal pula menikahi) wanita yang
menjaga kehormatan di kalangan para wanita yang beriman dan para
wanita yang menjaga kehormatan di kalangan orang-orang yang diberi al-
Kitab sebelum kalian (TQS al-Maidah [5]: 5).
3. Yang dimaksud dengan ahlul kitab adalah orang-orang Yahudi dan
Nasrani yang berasal dari keturunan bangsa Israel asli. Adapun
umat-umat lain yang menganut agama Yahudi dan Nasrani, maka
mereka tidak termasuk dalam kata ahlul kitab. Sebab, Nabi Musa
a.s. dan Nabi Isa a.s. tidak diutus kecuali untuk Israil dan dakwah
mereka juga bukan ditujukan bagi umat-umat setelah Bani Israil.
[Al-Umm, Imam Syafi’i]
Orang nasrani bukan ahlu kitab karena mereka menuhankan Isa.
Mereka adalah orang musyrik sehingga haram dinikahi.
[Pendapat Ibnu Umar dan Ibnu Hazm]
4. BOLEHNYA seorang lelaki Muslim menikah dengan perempuan Kitabiyah,
sifatnya tidak mutlak, tetapi dengan beberapa SYARAT yang WAJIB untuk
diperhatikan, yaitu:
1.
2.
3.
4.
Kitabiyah itu benar-benar berpegang pada ajaran SAMAWI. Tidak ateis, tidak murtad
dan tidak beragama yang bukan agama SAMAWI
Wanita Kitabiyah yang muhshanah (memelihara kehormatan diri dari perbuatan zina)
Ia bukan Kitabiyah yang kaumnya berada pada status permusuhan atau peperangan
dengan kaum Muslimin
Di balik perkawinan dengan Kitabiyah itu tidak akan terjadi fitnah, yaitu mafsadat atau
kemurtadan (keluar dari agama Islam). Makin besar kemungkinan terjadinya kemurtadan
makin besar tingkat larangan dan keharamannya. Nabi Muhammad SAW. pernah
menyatakan, “La dharara wa la dhirara (tidak bahaya dan tidak membahayakan).
5. KEPUTUSAN FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor : 4/MUNAS VII/MUI/8/2005
Tentang
PERKAWINAN BEDA AGAMA
Perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah.
Perkawinan laki-laki muslim dengan wanita Ahlu
Kitab, menurut qaul mu’tamad, adalah haram dan
tidak sah.
22 Jumadil Akhir 1426 H.
29 Juli 2005 M.