Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Pentingnya menjalankan agama sesuai dengan ajaran Alquran dan hadis tanpa ada pertentangan.
2) Rukun iman dan islam merupakan pedoman utama dalam beragama.
3) Beribadah harus didasarkan pada ilmu agar pahalanya tidak rusak.
1. Ketidak seimbangan dalam menjalankan agama
Untuk menjaga aqidah tauhid, dan agar ibadah kepada Allah Swt
sesuai dengan apa yang ada dalam al-quran dan hadits. Al quran dan
hadis adalah suatu kesatuan hukum dari Allah Swt dimana didalamnya
saling menjelaskan satu sama lain dan sayogyanya tidak ada
pertentangan antara ayat satu dengan yang lainya melainkan saling
melengkapi untuk menjelaskan suatu perintah maupun larangan. Hal ini
dimaksudkan agar menjaga kemurnian iman (qolbin salim).
Nur Fuanto, email : ukiranfurniture@gmail.com
“Wahai Muhammad, beritahukan kepadaku tentang Islam.” Nabi ﷺ
menjawab :”Islam adalah kamu bersaksi tidak ada yang berhak diibadahi
dengan benar melainkan hanya Allah, dan sesungguhnya Muhammad
adalah utusan Allah; menegakkan shalat; menunaikan zakat; berpuasa di
bulan Ramadhan, dan kamu menunaikan haji ke Baitullah, jika kamu
mampu melakukannya,” lelaki itu berkata,”Kamu benar,” maka kami
heran, ia yang bertanya ia pula yang membenarkannya. Kemudian ia
bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang Iman”. Nabi menjawab:
“Iman adalah, kamu berIman kepada Allah; malaikatNya; kitab-kitabNya;
para RasulNya; hari Akhir, dan berIman kepada takdir Allah yang baik
dan yang buruk,” ia berkata, “Engkau benar.”Dia bertanya lagi:
“Beritahukan kepadaku tentang Ihsan”. Nabi ﷺ menjawab:” Hendaklah
2. kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihatNya, kalaupun
engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu.” Hadits tersebut
adalah hadits yang dikenal dengan sebutan hadits Jibril, hadits yang
memiliki kedudukan tinggi dalam Islam, berkata Imam al-Qurthuby (w
671 H):
1. Mensekutukan Allah
Sungguh, telah kafir orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah itu dialah
Al-Masih putra Maryam.” Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang dapat
menghalang-halangi kehendak Allah, jika Dia hendak membinasakan Al-
Masih putra Maryam beserta ibunya dan seluruh (manusia) yang berada
di bumi?” Dan milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang
ada di antara keduanya. Dia menciptakan apa yang Dia Kehendaki.
Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
Qoidah : orang yang menganggap adanya tuhan yang berhak disembah
yang haq selain Allah Swt adalah termasuk golongan orang kafir.
Termasuk menganggap nabi Isa sebagai tuhan sedang dia (nabi Isa)
adalah salah satu nabi Allah Swt.
2. Menginkari rosul , kitab,
Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami,
mereka itulah penghuni neraka. (Al Maidah : 10)
Qoidah : rukun iman ada 5 : iman kepada Allah , nabi dan rosul
Allah, malaikat, kitab, hari kiamat, qodo’’dan qodar dan jika mengingkari
(tidak beriman) salah satu saja dari enam rukun iman diatas bisa
merusak iman dan menjadikan kita dosa besar.
3. 3. Mendustakan rukun islam
Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya
serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan
hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.
(QS. An Nisa’: 136)
Qoidah : Adapun orang yang mendustakan salah satu saja rukun islam
(syahadat, sholat, zakat, puasa dan haji) maka dikhawatirkan dia
termasuk golongan orang – orang yang munafik.
4. Sembelihan (untuk mendekatkan diri pada Allah Swt) yang
diharamkan
Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan
(sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi
mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang
menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan
perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang
yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin
mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan
untuk menjadikan perempuan piaraan. Barangsiapa kafir setelah beriman,
4. maka sungguh, sia-sia amal mereka, dan di akhirat dia termasuk orang-
orang yang rugi. (QS. Al Maidah : 5)
“Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal
bagimu” (Al Maidah:5).
Qoidah : Adapun penyembelihan (niat mendekatkan diri) hewan qurban
dengan atas nama Allah swt adalah yang dihalalkan, sedangkan yang
tidak menggunakan nama Allah bisa menjadikan barang sembelihan
menjadi haram untuk dimakan,
5. Berlaku Tidak adil
Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak
keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak
adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan
bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Maha teliti terhadap apa yang
kamu kerjakan. (QS. Al maidah : 8)
Qoidah : dan adapun orang – orang yang berlebihan (tidak adil) dalam
menegakkan keadilan hingga mudah untuk mengkafirkan dan
menghalalkan darah sesama muslim atas nama agama adalah salah
satu dosa besar sedangkan (belum jelas kekafirannya).
6. Mengganggap adanya nabi lain sesudah nabi Muhammad Saw
“Muhammad itu bukanlah ayah dari salah seorang lelaki di antara
kalian. Akan tetapi, beliau adalah utusan Allah dan penutup nabi-nabi.
5. Dan Allah terhadap segala sesuatu Maha mengetahui.” (QS. al-Ahzab:
40)
Qoidah : Adapun orang yang menganggap adanya nabi setelah nabi
Muhammad adalah dosa besar, padahal dia (Muhammad Saw) adalah
nabi akhir zaman dan penutup para nabi Allah Swt.
7. Berlebih – lebihan dalam beribadah atau mengejar dunia
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Qasas: 77)
Qoidah : hendaknya beribadah dan mencari penghidupan dunia adalah
seimbang, dimana mencari penghidupan dunia dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan jasmani dan untuk digunakan dalam menunjang
beribadah kepada Allah Swt. Jika berlebihan dalam urusan akhirat
hingga meninggalkan kehidupan duniawi bisa mengakibatkan kefakiran
(melarat) dunia yang bisa mendekatkan kepada kekufuran (kufur nikmat),
sedangkan jika berlebihan mengejar akhirat akan membuat lupa akan
ibadah misalnya meninggalkan sholat, dsb.
Adapun sayogyanya harta dan ibadah bisa berjalan seiringan, karena
berjihad dijalan Allah perlu menggunakan harta, seperti halnya untuk
zakat, shodaqoh, membangun masjid, dan melakukan ibadah haji.
8. Berdakwah tapi tidak berusaha melakukan
6. “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari)
Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa
yang tidak kamu kerjakan. (QS. As Saff : 3)
Qoidah : Berdakwah memang perintah dalam agama islam namun jika
berdakwah dengan tidak hati – hati (tidak berusaha melakukan sesuai
dakwah) adalah suatu dosa yang amat dibenci Allah Swt.
9. Amar Ma’ruf dengan kekerasan
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari
jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk. (QS. An Nahl : 125)
Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri,
berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan
keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap
orang-orang mukmin. (QS. At Taubah : 128)
Qoidah : hendaknya dalam amar ma’ruf adalah mendahulukan cara =
cara yang ma’’ruf (lembut) dan bijaksana, adil tidak menggunakan
kekerasan atas nama agama. Sedangkan rosulullah adalah suri tauladan
(ahlak) yang baik dan toleran dalam berdakwah baik (pendekatan
moral/persuasif) dengan sesama muslim dan non muslim.
Adapun amar ma’ruf nah munkar ini sesuai dengan tupoksinya masing –
masing, pemerintah dengan aturan kebijakannya, ulama’ dengan
7. mengajar dan berdakwah, pedagang dan pebisnis dengan cara amanat
(tidak curang) dalam bedagang.
10.Menambah atau mengurangi sesuatu apa yang datang dari nabi
(hadis)
“Apa yang diberikan oleh Rasul kepadamu maka ambillah dan apa
yang dilarang oleh Rasul maka tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr [59]: 7)
Qoidah : apa yang diberikan rosul dan apa yang dilarang maka
tinggalkanlah , adalah meyakini dan berusaha mengamalkan apa-apa
yang sudah termaktub dalam (Alquran dan hadits) untuk dijadikan
sebagai pedoman hidup manusia dalam kehidupan.
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini
(urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak”
(HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)
Dan adapun sesuatu yang baru yang pada masa nabi belum ada
namun membawa maslahat (kebaikan) bagi umat islam , serta sesuai
dengan ajaran dalam alquran dan hadis adalah bidah hasanah. Seperti
adanya madrasah, speaker adzan, dan dikumpulkannya alquran dalam
satu mushaf pada masa Sayyidina Umar bin Khatab. Namun jika bidah
itu bertentangan dengan ajaran dalam al quran dan hadis adalah bidah
dholalah.
Kemudian perbedaan pandangan terhadap masalah furuiyah (selain
rukun iman dan islam) adalah suatu bentuk ijtihad saja. Seperti tahlil
(tahlil adalah suatu metode untuk berdoa mendoakan mayit yang
memudahkan untuk berdoa dan menjadi adat dan ini sesuai dengan
hadis shahih yang memerintahkan untuk berdoa untuk si mayit
menggunakan surat yasin, doa anak yang solih kepada orang tua yang
sudah meninggal, serta pada malam jumat ahli kubur dating ke rumah
untuk meminta doa ahli waris yang masih hidup).
11.Beribadah tanpa berilmu (dilandasi ilmu)
8. Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami
jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan. (QS. Al – Furqon
: 23)
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu
dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. (QS.
Al Mujadilah : 11)
Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang
Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi
karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang
dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah). (QS. Al Baqarah : 269)
Qoidah : ilmu sangat penting untuk beribadah, karena ibadah yang
tanpa dilandasi ilmu bisa membuat pahala amal ibadah rusak. Dan
mencari ilmu harus melalui seorang guru yang memiliki sanad sambung
hingga nabi agung Muhammad Saw.
12.Mempertentangkan ayat satu dengan yang lainnya (dalam alquran
dan hadits)
9. Kemudian kamu (Bani Israil) membunuh dirimu (saudaramu sebangsa)
dan mengusir segolongan daripada kamu dari kampung halamannya,
kamu bantu membantu terhadap mereka dengan membuat dosa dan
permusuhan; tetapi jika mereka datang kepadamu sebagai tawanan,
kamu tebus mereka, padahal mengusir mereka itu (juga) terlarang
bagimu. Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat)
dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang
yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam
kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada
siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu
perbuat. (QS. Al – baqarah : 85)
Imam Ahmad (w 241 H) dalam musnadnya membawakan sebuah hadits:
“Tenanglah wahai kaum, inilah yang telah membinasakan umat-umat
sebelum kalian, mereka menentang Nabi yang diutus kepada mereka
dan mempertentangkan sebagian Taurot dengan sebagian lainnya.
Sesungguhnya al-Qur’an tidaklah diturunkan untuk mendustakan sebagian
ayat dengan ayat lainnya, justru membenarkan satu sama lain. Apa
yang telah kamu mengerti dari al-Qur’an maka amalkanlah, adapun yang
kamu tidak mengeri, tanyakanlah pada orang alim yang mengetahui
maksudnya”
13.Bersyariat tanpa bertasawuf atau sebaliknya bertasawuf tanpa
bersyariat
Ada sebahagian dari pengamal ajaran ilmu tarekat tauhid hakikat
makrifat mendakwa bahawa mereka sudah gugur bersyariat, tidak perlu
10. bersolat, berpuasa, zakat, mengerjakan haji dan sebagainya kerana
mereka sudah mencapai maqam tauhid haqiqat dan berma’rifat yang
sebenar dan dengan berani melangar syariat malah berbangga
dengannya. Apakah benar dakwaan sebegini? Dan bolehkan mereka
yang mendakwa sedemikian dijadikan ikutan? Dakwaan itu adalah bathil,
kerana hakikat dan ma’rifat setinggi mana sekalipun tidak terpisah
dengan syariat. Dakwaan ini adalah dari golongan yang Tertipu,
Terpedaya dan Keliru dalam perjalanan. Rasulullah saw tetap kekal
bersyariat dan berhakikat sampai kehujung hayatnya... dan tiada manusia
yang lebih mulia dan sempurna dari Rasulullah saw. Mari kita lihat apa
kata para ulama’ terutamanya ulama’ tasawuf atau para masyaikh
thoriqat yang mu’tabarah yang juga merupakan Kata-kata ulama
berkenaan dengan syariat dan tasawuf (thoriqat/hakikat) Syaikh al-
‘Allamah al’Arifbillah Abi al-Qasim Abdul Karim bin Hawazin bin ‘Abdul
Malik bin Talhah bin Muhammad al-Qusyairi an-Naisaburi menyebut di
dalam kitab al-Risalah al-Qusyairiyah: Telah berkata seorang lelaki
kepada Junaid [al-Baghdadi]: Diantara ahli ma’rifah ada satu kaum yang
mengatakan bahwa meninggalkan harakat [amal perbuatan – ubudiah]
termasuk dalam bab berbuat baik dan taqwa. Maka Junaid [al-Baghdadi]
berkata: Ini adalah perkataan orang-orang yang ingin menggugurkan
‘amal [menggugurkan taklif]. Dan mereka disisiku perkara ini besar. Dan
sesungguhnya orang yang mencuri dan berzina pun masih lebih baik
daripada orang yang mengatakan hal tersebut kerana para arifbillah
mereka memperoleh ‘amal dari Allah Ta’ala dan ber’amal kerana Allah
Ta’ala. Dan andaikata aku hidup 1,000 tahun, aku tidak akan
meninggalkan amal-amal kebajikan sebesar zarrahpun.
Syaikh Junaid al-Baghdadi berkata lagi:
Manakala Abu Yazid al-Bistami pula berkata: Andaikata kalian melihat
seorang yang diberikan pelbagai karamah, hingga di dapat terbang
diudara sekalipun, maka janganlah kamu terpedaya, hingga kalian
melihat bagaimana dia mematuhi perintah, larangan dan menjaga batas-
batas Allah (hukum-hukum Allah) dan bagaimana ia menjalankan syariat.
Imam Malik Radhiallahu anhu berkata:
11. Barangsiapa bertasawuf (berhaqiqat) dan tiada berfeqah maka dia
zindiq(orang yang zahirnya Islam tapi menentang ajqran Islam), dan
barangsiapa yang berfeqah tiada bertasawuf maka dia fasiq, dan
barangsiapa yang menghimpun keduanya maka dia tahqiq. (Kitab sharh
‘ain al-ilm wa zain al-Hilm; Mulla Ali Qari) Yang pertama dikatakan
sebagia zindiq kerana ia melihat kepada haqiqat tanpa melaksanakan
hukum-hukum syariat yang ditaklifkan kepadanya. Makakala yang kedua
dikatakan sebagai fasiq kerana syariat zahirnya bagus namun bathinnya
masih bergelumang dengan mazmumah, tiada keikhlasan pada
amalannya. Dan ketiga itu dikatakan tahqiq kerana dia telah
menghimpunkan diantara syariat dan haqiqat. Sempurna zahir dan
batinnya.
Telah berkata Abu Nuaim al-Asbahani didalam kitabnya Hilyatul Auliya:
Abu Hafs [Umar bin Salamah al-Haddad; wafat 260H/874M] berkata:
Barangsiapa yang tidak menimbang perbuatannya dan ahwalnya setiap
waktu dengan al-Kitab (al-Quran) dan as-Sunnah, dan tidak merasa
syak terhadap lintasan-lintasan hatinya, maka ia tidak termasuk di dalam
diwan al-rijal(senarai orang soleh)
Sultanul Auliya’ Shaikh Abdul Qadir al-Jilani عنه هللا رضي berkata:
Setiap haqiqat yang tidak disaksikan baginya dengan syariat, maka ia
adalah zindiq. Terbanglah kepada al-Haq عز وجل dengan sayap al-Kitab
dan as-Sunnah. Masuklah kepadaNya sedangkan tanganmu dalam
genggaman tangan Rasulullah صلى هللا عليه وسلم . – Fathur rabbani –
Meninggalkan ibadat yang fardhu adalah zindiq. Melakukan perkara yang
terlarang adalah ma’siat. Tidak gugur akan kefardhuan daripada
seseorang ketika ia berada di dalam satu hal diantara
ahwalnya(keadaan ektasi bersama Allah). - Fathur rabbani –
Shaikh Abdul Wahab ash-Sha’rani berkata di dalam Thabaqatul Kubra:
12. Barangsiapa yang menghalusi penelitiannya terhadap ilmu tasawuf, ia
mengetahui bahwasanya tidak terkeluar satupun daripada ilmu-ilmu
ahlillah (ilmu sufi atau ilmu haqiqat) daripada landasan syariat. Dan
bagaimana mereka boleh terkeluar daripada landasan syariat sedangkan
ianya merupakan penghubung mereka kepada Allah pada setiap saat.
Shaikh Abul Hasan ash-Shadhzuli رضي هللا عنه berkata:
Apabila kasyafmu bercanggah dengan al-Kitab (al-Quran) dan as-Sunnah,
maka beramal dengan al-Kitab (al-Quran) dan as-Sunnah dan tinggalkan
kasyaf itu. Dan katakanlah kepada dirimu: Sesungguhnya Allah Ta’ala
telah menjaminkan bagiku akan 'ismah (keterpeliharaan) al-Kitab (al-
Quran) dan as-Sunnah, dan Dia tidak pernah menjamin tentang 'ismah
kasyaf, ilham [kecuali jika kasyaf dan ilham itu tidak bercanggah
dengan al-Quran dan as-Sunnah].
Abu al-Hussin al-Warraq berkata:
Tiada sampai seseorang hamba kepada Allah melainkan dengan Allah
dan mengikut syariat kekasihNYA, Nabi Muhammad صلى هللا عليه .وسلم
Sesiapa yang menjadikan jalan untuk sampai kepada Allah tanpa
mengikuti Rasulullah صلى هللا عليه وسلم , dia akan sesat dalam keadaan
dia menyangka diberi petunjuk oleh Allah.
Abu Said Ahamd bin Isa al-Kharraz (wafat 277H) berkata:
Setiap perkara yang batin yang bercanggah dengan perkara yang zahir
(syariat), maka ia adalah batil.
14.Menggap dirinya paling suci padahal belum tentu
13. Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum
datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu
sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan,
serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga
berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah
datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah
itu amat dekat. (QS. Al Baqarah : 214)
Qoidah : janganlah menggangap kita paling baik diantara manusia yang
lain dihadapan Allah sedang kita tidak khawatir itu merupakan ujub
(membanggakan diri) yang dikhawatirkan malah membuat rusaknya amal
dan terjerumus pada hal – hal yang dilarang dalam ajaran agama
islam.
15.Tidak Ridho terhadap Qodo’, dan qodar
Mereka berprasangka yang tidak benar terhadap Allah, seperti sangkaan
jahiliyah, mereka berkata : apakah ada bagi kita sesuatu (hak campur
tangan) dalam urusan ini, katakanlah : sungguh urusan itu seluruhnya
di Tangan Allah.…” (QS. Ali Imran, 154).
“Dan supaya Dia mengadzab orang-orang munafik laki-laki dan orang-
orang munafik perempuan, dan orang-orang Musyrik laki laki dan orang-
orang musyrik perempuan yang mereka itu berprasangka buruk terhadap
Allah, mereka akan mendapat giliran (keburukan) yang amat buruk, dan
14. Allah memurkai dan mengutuk mereka serta menyediakan bagi mereka
neraka jahannam. Dan (neraka jahannam) itulah seburuk-buruk tempat
kembali.” (QS. Al Fath, 6)
Ibnu Qoyyim dalam menafsirkan ayat yang pertama mengatakan :
“Prasangka di sini maksudnya adalah bahwa Allah Subhanahu wata’ala
tidak akan memberikan pertolongannya (kemenangan) kepada Rasulnya,
dan bahwa agama yang beliau bawa akan lenyap.” Dan ditafsirkan pula
: “bahwa apa yang menimpa beliau bukanlah dengan takdir (ketentuan)
dan hikmah (kebijaksanaan) Allah.” Jadi prasangka di sini ditafsirkan
dengan tiga penafsiran : Pertama : mengingkari adanya hikmah dari
Allah. Kedua : mengingkari takdirNya. Ketiga : mengingkari bahwa
agama yang dibawa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam akan
disempurnakan dan dimenangkan Allah atas semua agama. Inilah
prasangka buruk yang dilakukan oleh orang-orang munafik dan orang-
orang musyrik yang terdapat dalam surat Al Fath. Perbuatan ini disebut
dengan prasangka buruk, karena prasangka yang demikian tidak layak
untuk Allah, tidak patut terhadap kagungan dan kebesaran Allah, tidak
sesuai dengan kebijaksanaanNya, PujiNya, dan janjiNya yang pasti
benar.
“Jika anda selamat (selamat) dari sikap tersebut, maka anda selamat
dari malapetaka yang besar, jika tidak, sungguh aku kira anda tidak
akan selamat.” Imam Al-Khattabi Rahimahullah dalam Maalim As-Sunnan
menyatakan: Su'udzon yang dilarang adalah setiap prasangka (diikuti
keyakinan) yang tidak berdasarkan dalil sahih dan tidak diakui dalam
syariat, dan dipendam dalam hati dan orangnya membenarkannya, terus
menerus membicarakannya dan berusaha untuk mendapatkannya.