Dokumen ini membahas penggunaan induk F1 hasil budidaya tambak pada pembenihan rajungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa induk F1 dapat digunakan sebagai induk pembenihan meskipun sintasan dan hasil telurnya sedikit lebih rendah dibandingkan induk alami. Keduanya memiliki periode latensi, derajat kematangan ovarium, ukuran dan lama inkubasi telur yang serupa. Dapat disimpulkan bahwa induk F1 has
PENGGUNAAN INDUK F1 HASIL BUDIDAYA TAMBAK PADA PEMBENIHAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus, Linn) sebagai alternatif
1. PENGGUNAAN INDUK F1 HASIL BUDIDAYA TAMBAK PADA PEMBENIHAN
RAJUNGAN (Portunus pelagicus, Linn)
OLEH :
EDDY NURCAHYONO
KASTURI
BALAI BUDIDAYA AIR PAYAU TAKALAR
DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA
DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN
2008
2. PENGGUNAAN INDUK F1 HASIL BUDIDAYA TAMBAK PADA PEMBENIHAN
RAJUNGAN (Portunus pelagicus, Linn)
THE UTILIZATION OF F1 CULTURE-SOURCED BROODSTOCK IN THE SWIMMING
CRAB HATCHERY
Eddy Nurcahyono*, Kasturi
Email : crabcenter.bbapt@gmail.com
Balai Budidaya Air Payau Takalar
Desa Bontoloe Kec. Galesong Selatan Kab. Takalar Sulawesi Selatan 92254
Abstrak
Permintaan benih rajungan khususnya di daerah sulawesi selatan selam dua
tahun terakhir terus meningkat. Peningkatan produksi yang dilakukan terkendala pada
ketersediaan induk yang matang gonad sehingga mengganggu kontinyuitas produksi.
Keberhasilan pengembangan budidaya ditambak mendorong untuk menggunakan
induk F1 hasil budidaya tambak. Kurangnya informasi mengenai performance induk F1
hasil budidaya sehingga diperlukan kajian lebi lanjut . Tujuan dari kegiatan rekayasa ini
adalah mengetahui performance produktifitas induk F1 hasil budidaya ditambak. Hasil
dari kegiatan perekayasaan menunjukkan sintasan induk alam lebih tingggi yaitu
mencapai 80 % dan 40 % untuk induk F1 hasil budidaya. Peride latensi keduanya
cenderung sama yaitu berkisar antara 3 – 7 hari. Derajat kematangan ovarium juga
cenderung sama yaitu 80 %. Lama inkubasi dan diameter telur juga sama yaitu 7 – 9
hari dan 300 – 400 µm. Hatching rate induk dari alam cenderung lebih baik dibanding
induk F1 hasil budidaya yaitu mencapai 90 %. Jumlah larva yang dihasilkan induk alam
803.000 ekor dan hasil induk F1 budidaya tambak 625.000 ekor. Sintasan larva yang
dihasilkan hingga crablet 10 tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dimana
induk alam 11,47 + 3,05 % dan induk F1 hasil budidaya ditambak mencapai 10,85 +
2,21% Dari hasil kegiatan tersebut dapat disimpulkan bahwa induk hasil F1 budidaya
tambak dapat digunakan dalam produksi benih rajungan.
Kata Kunci : Induk Rajungan, F1, Induk.
Abstract
In two last year the requirement of crablet in South Sulawesi was increased. The
problem in increasing mass producing crablet is la nature broodstock resources. The
successfully of swimming crab culture in the pond was supported to use it’s brood for
broodstock resources. This engineering was aimed to know the reproducing
performance of broodstock. Result showed that Survival rate of F1 broodstock from
the pond was less than nature broodstock, 40 %, 80% respectively. Latency period was
3 – 7 days both crab broodstocks. The rate of ovary maturation relatively same was 80
%. Incubation time and egg diameter was also the same i.e. 7 – 9 days and 300 – 400
µm. Hatching rate of nature-source broodstock was 90 %, its better than cultured-
source broodstock. Larva production of nature-source broodstock was 803,000 larva
and the F1 cultured-source broodstock was 625,000 larva. Survival rate of zoea to crab
3. 10 showed no different significantly, the nature-source broodstock was 11,47 + 3,05 %
and the F1 cultured-source broodstock was 10,85 + 2,21%. The conclusion of this
engineering was cultured- F1 source broodstock available to use as broodstock in
swimming crab seed production.
Key words ; swimming crab, F1, broodstock