Lampiran iv-PERMEN 81-A IMPLEMENTASI KURIKULUN 2013 (PEDOMAN UMUM PEMBELAJARAN)
Teladan guru anti korupsi
1. Teladan Guru Anti-Korupsi
Wachid Nugroho
Dalam skala makro korupsi berkelompok, besar-besaran, sangat terorganisasi, direkayasa dan
ditutupi bersama—sesuatu yang beberapa waktu terakhir terus diberitakan media—merupakan
sesuatu yang sangat sulit dibayangkan oleh sebagian besar masyarakat awam. Dalam skala
mikro, sepertinya semua orang pernah berbohong dan sebagian besar orang pernah melakukan
korupsi kecil-kecilan. Menggunakan sarana kantor untuk keperluan sendiri, bolos kerja, dan lain-
lain. Jadi korupsi telah menjadi semacam budaya yang bersifat negatif dan membahayakan
kehidupan sosial bermasyarakat
Maraknya korupsi merasuki hampir seluruh lini kehidupan, termasuk dunia pendidikan. Yang
paling nyata dan sering dilakukan banyak siswa adalah menyontek. Bahkan dalam kasus Ujian
Nasional dan sempat menyentakkan naluri dan moralitas bersama, kasus mencontek massal dan
terprogram justru dipelopori guru yang harusnya “digugu dan ditiru”, dengan menyuruh siswa
yang pandai memberikan contekan kepada teman yang lain. Guru mengorbankan harga diri dan
menyalahi kode etik korps-nya sendiri hanya karena mengejar kelulusan UN dan mengharap
nilai siswa yang tinggi.
Pencegahan korupsi perlu dilakukan sangat komprehensif, dari berbagai arah, secara serentak
dan konsisten, serta sejak sedini mungkin. Pendidikan anti-korupsi yang utuh, selain
mengandung telaah berbagai disiplin ilmu, perlu melibatkan keteladanan yang utama. Kejujuran,
moralitas, kebaikan, nilai benar-salah, dan tanggung jawab kependidikan perlu diajarkan dengan
keteladanan. Dalam dunia pendidikan guru bisa memberikan keteladanan anti-korupsi dalam tiga
ranah perilakunya yaitu pra, masa, dan pasca-KBM.
Saat pra-KBM, guru yang bertanggung jawab dan berkarakter anti-korupsi selayaknya
mempersiapkan pengajarannya dengan menyusun RPP, silabus, dan perangkat pembelajaran
lainnya dengan baik. Selama ini guru hanya membuatnya ketika akan kenaikan pangkat karena
dipersyaratkan oleh pengawas dan peraturan perundang-undangan. Atau guru membuat
perangkat tersebut karena diperintahkan kepala sekolah ketika institusi akan diaudit dalam
rangka akreditasi.
2. Semasa KBM jika guru telah membuat perencanaan pembelajaran secara optimal maka ia
akan dapat mengajar dengan enjoy, terstruktur dan terprogram dengan baik sehingga target
pencapaian kompetensi siswa terpenuhi. Tetapi yang banyak terjadi, guru sudah tidak membuat
perencanaan ditambah mengajar tanpa memperhatikan efektivitas dan efisiensi waktu. Banyak
guru yang terlambat masuk kelas dan keluar kelas sebelum tanda bel waktu mengajar habis. Ini
jelas bentuk korupsi waktu yang sadar atau tidak jika terakumulasi setiap saat akan merugikan
siswa dan menurunkan kualitas profesionalisme guru.
Pasca-KBM, guru yang profesional akan mengadakan evaluasi pembelajaran secara berkala
dan berkesinambungan dalam bentuk ulangan ataupun pengamatan langsung terhadap kemajuan
belajar siswa. Jika ini dilakukan, guru akan mempunyai data nilai yang mengindikasikan
pencapaian kemajuan belajar siswa sehingga bisa digunakan untuk mengevaluasi model atau
metode pengajaran. Tetapi lagi-lagi yang terjadi guru memang mengadakan ulangan ataupun
evaluasi tapi kadang-kadang hasil ulangan dikoreksi seenaknya bahkan tidak dikoreksi sama
sekali. Sudah menjadi terminologi umum adanya istilah “ngaji” atau ngarang biji ketika masa-
masa penyusunan nilai sebelum penerimaan rapor. Jadi korupsi dalam bentuk penyalahgunaan
wewenang pemberian nilai bisa dihindari.
Sudah saatnya guru merenung dan berinstropeksi bersama, dengan adanya tunjangan profesi
yang bertujuan bukan sekedar meningkatkan kesejahteraan guru tetapi yang lebih esensi dan
hakiki adalah untuk meningkatkan kualitas pengajaran dalam rangka pencapaian kompetensi
siswa. Sehingga beban minimal 24 jam mengajar selama sepekan adalah “an sich” mengajar
bertatap muka dengan siswa di kelas yang diimbangi tanggung jawab mempersiapkan,
mengevaluasi pembelajaran serta kegiatan lain yang bersifat meningkatkan kualitas pengajaran
baik di sekolah di luar kelas maupun di rumah, misalnya membaca dan mereview kembali teori-
teori pendidikan, membuat PTK, dan lain-lain.
Penulis adalah Guru Matematika
SMK Negeri 2 Salatiga
(wachid.nugroho@yahoo.com)