Peraturan Daerah ini merubah beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah sebelumnya tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tangerang dengan menambahkan definisi kawasan perdesaan dan perkotaan, memperjelas tujuan dan sasaran RTRW, serta mengubah fungsi RTRW sebagai pedoman utama dalam penyusunan rencana pembangunan daerah.
1. LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG
Nomor 23 Tahun 2001 Seri E
PERATU RAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG
NOMOR 5 TAHUN 2002
TENTAN G
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II
TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 1996 TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI TANGERANG
Menimbang : a. bahwa Pembangunan Kabupaten Tangerang ditekankan pada upaya
meningkatkan daya guna dan hasil guna pembangunan, sesuai
dengan potensi dan prioritas Daerah;
b. bahwa untuk mewujudkan pembangunan tersebut pada huruf a di
atas, perlu adanya penataan dan pemanfaatan ruang Kabupaten
Tangerang secara pasti, optimal, serasi, seimbang dan
berkelanjutan;
c. bahwa untuk menjaga peran dan fungsi rencana tata ruang
tersebut pada huruf b, suatu rencana tata ruang harus selaras
dengan dinamika pembangunan;
d. bahwa sehubungan dengan hal tersebut huruf a, b dan c di atas,
dipandang perlu merubah Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Tangerang dalam Peraturan Daerah.
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok
Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8, Tambahan
Lembaran Negara Tahun 2823);
3. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang ketentuan-
ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967
Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2831);
4. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan
(Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3046);
5. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan (Lembaran
Negara Tahun 1980 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3186);
6. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 1976, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3209);
7. Undang .......
2. - 2 -
7. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
(Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaga
Negara Nomor 3274);
8. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (lembaran Negara Tahun 1990
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);
9. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan
(Lembaga Negara Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3427);
10. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3469);
11. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3501);
12. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
13. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3829);
14. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan
Propinsi Banten (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 142,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4010);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata
Pengaturan Air (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 37,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3225);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi
(Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 38, Tambahan Lembaran
Nomor 3226);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan
(Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 37, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3293);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan
Hutan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 39, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3294);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai
(Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor, Tambahan Lembaran
Negara Nomor);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaga Negara Tahun 1993
Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3538); yang
diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999
tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan ;
21. Peraturan .....
3. - 3 -
21. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan
Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta
Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1996
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3660);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 96,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3721);
23. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap
Bangun dan Lingkungan Siap Bangun Yang berdiri Sendiri
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 171, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3892);
24. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat
Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara
Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3934);
25. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Pemerintah Propinsi Sebagai Daerah (Lembaran
Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3952);
26. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang Nomor 9
Tahun 1985 tentang Penunjukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang
melakukan Penyidikan terhadap Pelanggaran Peraturan Daerah
yang Memuat Ketentuan Pidana;
27. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang Nomor 3
Tahun 1996 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Daerah Tingkat II Tangerang.
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANGERANG
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH
TINGKAT II TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 1996 TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang
Nomor 3 Tahun 1996 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II
Tangerang diubah sebagai berikut :
1. Ketentuan Pasal 1, ditambah huruf m dan n sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai
berikut :
Pasal ......
4. - 4 -
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
a. Daerah adalah Kabupaten Tangerang;
b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Tangerang;
c. Bupati Kepala Daerah adalah Bupati Kabupaten Tangerang;
d. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara
sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan
melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya;
e. Tata Ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan
maupun tidak;
f. Penataan Ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang;
g. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang;
h. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tangerang yang selanjutnya disebut RTRW
Kabupaten Tangerang adalah Kebijaksanaan Pemerintahan Daerah dalam
menetapkan kawasan yang harus dilindungi, lokasi pengembangan kawasan budidaya
termasuk kawasan produksi dan non produksi, pusat-pusat permukiman, dan pola
jaringan prasarana wilayah dalam wilayah Kabupaten Tangerang yang akan
diprioritaskan pengembangannya dalam kurun waktu perencanaan;
i. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya;
j. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya
buatan;
k. Kawasan Budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia dan sumber daya buatan;
l. Kawasan Prioritas adalah kawasan yang memiliki tingkat kepentingan tinggi yang
perlu perhatian lebih besar atau penanganan yang lebih segera.
m. Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian
termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi;
n. Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,
pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi.
2. Ketentuan Pasal 2 ditambah huruf e, sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 2
RTRW Kabupaten didasarkan atas dasar :
a. Manfaat, yaitu pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara optimal yang
tercermin dalam penentuan jenjang fungsi pelayanan kegiatan dan sistem jaringan;
b. Keseimbangan dan keserasian, yaitu menciptakan keseimbangan dan keserasian
fungsi dan intensitas pemanfaatan ruang dalam suatu wilayah;
c. Kelestarian .....
5. - 5 -
c. Kelestarian, yaitu menciptakan hubungan yang serasi antara manusia dan lingkungan
yang tercermin dari pola intensitas pemanfaatan ruang;
d. Keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum.
e. Berkelanjutan, yaitu bahwa penataan ruang menjamin kelestarian, kemampuan daya
dukung sumber daya alam dengan memperhatikan kepentingan lahir batin antar
generasi.
3. Ketentuan Pasal 3, diubah sehingga secara keseluruhan Pasal 3 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 3
RTRW Kabupaten bertujuan untuk :
a. Terselenggaranya pemanfaatan ruang Daerah berwawasan lingkungan;
b. Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan
budidaya;
c. Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas.
Pasal 4
Sasaran RTRW Kabupaten adalah untuk :
a. Memantapkan kawasan berfungsi lindung, kawasan budidaya dan kawasan prioritas;
b. Memberikan arahan pengembangan struktur tata ruang wilayah, sistem prasarana
wilayah dan kawasan yang perlu diprioritaskan pengembangannya;
c. Menetapkan kebijakan-kebijakan penatagunaan tanah, penatagunaan air,
penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam serta kebijakan
penunjang penataan ruang yang direncanakan.
4. Ketentuan Pasal 5 huruf a diubah sehingga keseluruhan Pasal 5 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 5
Fungsi RTRW Kabupaten adalah :
a. Sebagai matra ruang dari Pola Dasar Pembangunan Daerah dan menjadi pedoman
untuk penyusunan Rencana Pembangunan Tahunan Daerah (REPETADA);
b. Memberikan kebijakan pokok tentang pemanfaatan ruang di Daerah sesuai dengan
kondisi wilayah dan berazaskan pembangunan yang berkelanjutan;
c. Mewujudkan keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar wilayah di Daerah;
d. Memberikan kejelasan arahan investasi yang dilakukan Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, masyarakat dan swasta;
e. Sebagai pedoman bagi Daerah dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah
Daerah yang lebih rinci serta rencana tata ruang kawasan.
5. Ketentuan .....
6. - 6 -
5. Ketentuan Pasal 6 huruf b diubah, sehingga menjadi berbunyi sebagai berikut :
Pasal 6
Kedudukan RTRW Kabupaten adalah :
a. Merupakan penjabaran dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata
Ruang Propinsi dan merupakan matra ruang dari Program Pembangunan Daerah;
b. Menjadi dasar pertimbangan dalam penyusunan Program Pembangunan Daerah
(PROPEDA) dan Rencana Strategis Kabupaten (RENSTRA);
c. Menjadi dasar penyusunan Rencana Tata Ruang yang lebih rinci serta rencana tata
ruang kawasan.
Pasal 7
Wilayah perencanaan dalam RTRW Kabupaten Tangerang adalah Daerah dalam
pengertian wilayah administrasi seluas 111.083 Ha.
6. Ketentuan Pasal 8 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 8 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 8
Jangka waktu RTRW Kabupaten adalah 10 (sepuluh) tahun yaitu dari tahun 2002 sampai
dengan tahun 2011.
7. Ketentuan Pasal 9 diubah dan disempurnakan, sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 9
Sistem pusat pertumbuhan dan wilayah pelayanannya di Daerah adalah sebagai berikut :
a. Pusat Pertumbuhan Strata I : Kota-kota yang berfungsi sebagai pusat pelayanan
skala regional yang melayani seluruh wilayah
Kabupaten Tangerang dan wilayah yang lebih luas
yaitu : Serpong, Balaraja, dan Teluknaga.
b. Pusat Pertumbuhan Strata II : Kota-kota yang mempunyai skala pelayanan sub-
regional yang memiliki perkembangan cepat dan
akan dipercepat pertumbuhannya yaitu : Pondok
Aren, Pamulang, Sepatan, Pasar Kemis, Curug,
Ciputat, Tigaraksa, dan Kronjo.
c. Pusat Pertumbuhan Strata III : Kota-kota pusat kecamatan yang melayani wilayah
kecamatannya sendiri dan diproyeksikan dapat
melayani wilayah kecamatan yang lain yaitu :
Kosambi, Cikupa, Mauk, dan Jambe.
d. Pusat Pertumbuhan Strata IV : Kota-kota pusat kecamatan yang melayani wilayah
kecamatannya sendiri yaitu : Pakuhaji, Panongan,
Cisoka, Kresek, Legok, Pagedangan, Rajeg, Jayanti,
Cisauk, Kemiri, dan Sukadiri.
8. Ketentuan .....
7. - 7 -
8. Ketentuan Pasal 10 huruf a.1, a.2, a.3, a.5, a.6, a.8, b.2, c.1, c.2 diubah dan
disempurnakan serta ditambah huruf b..3, sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 10
Perencanaan sistem transportasi Daerah ditetapkan dengan mengakomodasikan sistem
yang sudah ada di DKI Jakarta dan Wilayah DEBOTABEK, sehingga terdapat kontinuitas
dan interkoneksi antar sistem, dengan strategi pengembangan sebagai berikut :
a. Sistem Perhubungan Darat :
1. Sistem jaringan jalan lingkar utara, meliputi ruas jalan mulai dari Batas DKI
Jakarta-Kosambi-Teluknaga-Mauk-Sukadiri-Kemiri-Kronjo-Kresek, yang
interkoneksinya dengan jalur luar Pantai Utara Jawa dihubungkan pada ruas
Kronjo-Kabupaten Serang dan pengembangan jaringan jalan pesisir pantai
(coastal road) yang mendukung pengembangan kawasan wisata pantai terpadu
dan pengembangan pelabuhan niaga, pelabuhan perikanan dan pelabuhan kayu.
Fungsi jaringan jalan lingkar utara dan pesisir pantai adalah kolektor primer
dengan ROW 40 meter.
2. Sistem jaringan lingkar selatan terutama untuk mendukung aksesibilitas pada
kawasan permukiman, ruas jalan ini mulai dari batas akhir jalan Toll Pondok Aren
– Serpong – Cisauk – Legok – Jambe – Tigaraksa – Cisoka dan berfungsi sebagai
jalan kolektor primer dengan ROW 40 meter. Sedangkan untuk ruas Serpong-Kota
Tangerang dengan ROW 40 meter.
3. Sistem jaringan jalan poros tengah merupakan jaringan pendukung kawasan
industri, dan merupakan bagian dari jalan Negara Jakarta – Merak dan
dihubungkan dengan sistem jaringan jalan poros Utara – Selatan yang merupakan
peningkatan jalan eksisting yaitu poros Teluknaga – Kota Tangerang – Serpong;
poros Mauk – Sepatan – Kota Tangerang – Serpong; poros Mauk – Rajeg –
Pasarkemis – Cikupa – Tigaraksa – Jambe; poros Kronjo – Balaraja – Tigaraksa –
Jambe; poros jalan Pasarkemis – Kota Tangerang – Serpong. Fungsi dan peranan
jaringan jalan poros tengah adalah arteri primer dengan ROW 40 meter, dan
fungsi dan peranan jaringan jalan poros Utara – Selatan adalah kolektor primer
dengan ROW 40 meter.
4. Sistem jaringan jalan bebas hambatan adalah ruas jalan Toll Jakarta-Merak dan
Jalan Toll Jakarta-Serpong; pembangunan luas jalan Toll Lingkar Serpong – Cisoka
– Balaraja – Toll Bandara Soekarno-Hatta, jalan Toll Serpong – Kota Tangerang,
jalan Toll Pasar Jum’at – Ciputat – Pamulang – Sawangan.
5. Sistem jaringan jalan arteri sekunder, jaringan jalan ini direncanakan terintegrasi
dengan jaringan jalan yang sudah ada pada rencana Kota Tangerang dan DKI
Jakarta dengan ROW 40 meter.
6. Sistem jaringan jalan kolektor yang merupakan pengembangan dari jaringan jalan
arteri sekunder. Sistem jaringan jalan ini mengutamakan pendistribusian lalu lintas
ke jalan utama dengan ROW 30 meter.
7. Sistem jaringan jalan angkutan umum Bus dan angkutan perkotaan/perdesaan
berkaitan dengan keadaan terminal dan sub terminal yang ada, yaitu terletak di
Kecamatan Pamulang, Balaraja dan Cisoka. Khusus di Jalur Serpong-DKI Jakarta
sistem angkutan umum bersifat medium/mass rapid transportation system.
8. Sistem jaringan Kereta Api, dikembangkan untuk mengurangi beban yang terjadi
di jalan raya, yang andal, cepat, dan berdaya muat tinggi serta perlu adanya rel
kereta api ganda (double track).
b. Perhubungan .....
8. - 8 -
b. Perhubungan laut :
1. Pengembangan perhubungan laut yang berorientasi pada pendayagunaan sumber
daya laut (perikanan, pariwisata, transportasi laut, pertahanan dan keamanan
laut) serta pelestariannya dengan upaya pencegahan pencemaran laut dan
menata serta meningkatkan kualitas lingkungan pantai.
2. Pelabuhan Perikanan yang saat ini berada di Kecamatan Mauk, Teluknaga dan
Pakuhaji dikembangkan untuk mengantisipasi meningkatnya intensitas hubungan
dengan Kepulauan Seribu.
3. Pembangunan Pelabuhan Kayu di Kecamatan Pakuhaji, dan Pelabuhan Perikanan
di Kecamatan Kronjo, serta Pelabuhan Niaga di Kecamatan Mauk dan Kecamatan
Kosambi.
c. Perhubungan Udara :
1. Pengembangan perhubungan udara yang berorientasi pada pendayagunaan ruang
dirgantara untuk menunjang kepentingan transportasi udara, pariwisata,
pertahanan dan keamanan udara, serta upaya pelestariannya dengan
mengutamakan pada keselamatan penerbangan dan penataan ruang sekitar
bandar udara. Untuk mengantisipasi peningkatan intensitas angkutan udara di
Bandar Udara Soekarno-Hatta, pengembangan dan perluasan lahan diarahkan ke
Utara yaitu di Kecamatan Teluknaga dan Kosambi.
2. Lapangan Terbang yang berpengaruh terhadap penataan ruang Daerah adalah
Bandar Udara Soekarno-Hatta di Kota Tangerang dan Lapangan Terbang Budiarto
di Kecamatan Curug (PLP) serta Lapangan Terbang Pelita Air Service di Kecamatan
Pamulang.
9. Ketentuan Pasal 11 ayat (2) diubah dan disempurnakan sehingga Pasal 11 berbunyi
sebagai berikut :
Pasal 11
(1). Pengembangan sarana dan prasarana meliputi pengembangan sistem drainase,
sistem penyediaan air bersih, sistem penyediaan energi listrik, sistem penyediaan
telekomunikasi, sistem pembuangan limbah, sistem persampahan dan sistem jalan
lingkungan.
(2) Pengembangan sarana wilayah meliputi Perumahan, Tempat Pemakaman Umum
(TPU), Penanganan Limbah, Persampahan, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dan
Pasar Induk.
10. Ketentuan Pasal 12 ditambah huruf h, yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 12
Pengembangan sistem drainase diarahkan dengan :
a. Pola aliran dan jenis pengalirannya di desain sedemikian rupa sehingga mendukung
prinsip desain saluran yang memerlukan pemeliharaan seminimal mungkin meliputi :
pembenahan pola aliran pada Daerah Pantai, pembenahan pola aliran pada pantai
yang belum berkembang dan sodetan;
b. Normalisasi sungai-sungai dan saluran drainase;
c. Mengembalikan .......
9. - 9 -
c. Mengembalikan fungsi bantaran sungai;
d. Menetapkan garis sempadan pantai, sungai, saluran dan situ sebagai berikut :
1. 100 meter untuk pantai dari titik pasang tertinggi kedarat;
2. 100 meter untuk sungai besar pasang surut diukur dari tepi sungai atau pasang
tertinggi;
3. 50 meter untuk sungai kecil pasang surut diukur dari tepi sungai atau pasang
tertinggi;
4. 3 meter – 100 meter untuk sungai non pasang surut bervariasi.
5. 50 meter untuk situ/danau diukur dari batas muka air tertinggi;
e. Meningkatkan kapasitas dan pemanfaatan situ;
f. Pemeliharaan sarana drainase;
g. Penanggulangan erosi lahan;
h. Pengendalian banjir.
Pasal 13
(1). Sistem penyediaan air bersih oleh PDAM Daerah ini diarahkan untuk menjangkau 60
% dari jumlah Kepala Keluarga.
(2) Pengembangan penyediaan air bersih oleh PDAM di Daerah dimaksudkan untuk
mengurangi pengambilan air tanah yang dapat menyebabkan menurunnya muka air
tanah.
Pasal 14
(1) Sistem penyediaan energi listrik domestik di Daerah didasarkan pada asumsi
konsumsi energi listrik menurut type rumah.
(2) Pengembangan energi listrik di Daerah ditujukan untuk menambah jumlah kapasitas
terpasang dan kapasitas terpakai.
Pasal 15
(1). Pengembangan jaringan telekomunikasi ditempatkan pada pusat-pusat kegiatan :
a. Pemerintahan
b. Perdagangan dan jasa
c. Industri
d. Permukiman
e. Rekreasi, hiburan, sekolah dan lain lain.
(2) Pengembangan jaringan telekomunikasi di kecamatan-kecamatan yang berbatasan
dengan DKI Jakarta seperti : Ciputat, Pamulang dan Pondok Aren diarahkan sesuai
dengan pengembangan jaringan telekomunikasi DKI Jakarta.
11. Ketentuan Pasal 16 ayat (2), ayat (3), dan ayat (6) huruf b diubah dan
disempurnakan serta ditambah ayat (7), dan ayat (8), yang berbunyi sebagai
berikut :
Pasal ......
10. - 10 -
Pasal 16
(1) Perumahan yang dikembangkan di Daerah terdiri dari tipe rumah besar, sedang dan
kecil dengan perbandingan 1 : 3 : 6.
(2) Tempat Pemakaman Umum (TPU) secara parsial akan tersebar di masing-masing
desa atau kecamatan dengan memanfaatkan TPU yang sudah ada. Sedangkan
dalam skala besar akan dialokasikan di :
a. Kecamatan Serpong di Desa Suradita;
b. Kecamatan Pondok Aren di Desa Perigi Baru;
c. Kecamatan Balaraja di Desa Buniayu;
d. Kecamatan Legok di Desa Medang dan Desa Ciangir;
e. Kecamatan Pagedangan di Desa Karang Tengah.
(3) Perumahan-perumahan yang dikembangkan swasta (developers) harus
menyediakan fasilitas sosial termasuk diantaranya TPU sebesar 2 % dari luas lahan
perumahan yang dibebaskan.
(4) Luas Lahan Tempat Pemakaman Umum (TPU) yang dibutuhkan sampai dengan
tahun 2011 seluas 104 Ha.
(5) Penanganan limbah dilaksanakan melalui :
a. Terpusat dan Individual untuk limbah rumah tangga.
b. Sistem Waste Water Treatment untuk limbah industri.
(6) Penanganan persampahan melalui :
a. Sistem Terpusat dan Individual yaitu yang pengelolaannya sampai ke Tempat
Pembuangan Sementara Sampah (TPSS).
b. Sistem Sanitary Land Fill yaitu pengelolaan sampah dari Tempat Pembuangan
Sampah Sementara (TPSS) ke Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPSA) yang
lokasinya di Desa Jatiwaringin Kecamatan Mauk dan Desa Pasir Muncang
Kecamatan Jayanti.
(7) Penyediaan Sarana Rumah Sakit untuk Umum (RSUD) type B di Kecamatan
Balaraja ;
(8) Penyediaan Sarana Pasar Induk di Kecamatan Balaraja sebagai Pasar Sentra Barat
Kabupaten Tangerang untuk menampung berbagai komoditas sembilan bahan pokok
dari luar Kabupaten Tangerang Wilayah Barat.
Pasal 17
Kawasan lindung di Daerah adalah kawasan yang dimaksud dalam ketentuan Keputusan
Presiden Nomor 32 tahun 1990 yaitu :
a. Kawasan perlindungan setempat.
b. Kawasan suaka alam.
c. Kawasan cagar budaya.
12. Ketentuan ......
11. - 11 -
12. Ketentuan Pasal 18 ayat (4) dihapus sehingga Pasal 18 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 18
Kawasan perlindungan setempat sebagaimana tercantum pada pasal 17 huruf a adalah :
1. Kawasan sempadan sungai yang meliputi : Sungai Cidurian, Sungai Cimanceuri,
Sungai Cirarab, Sungai Cisadane, Sungai-sungai kecil dan jaringan irigasi, ditetapkan
selebar 100 m di kiri kanan sungai besar dan 50 m di kiri kanan anak sungai diukur
dari air pasang tertinggi.
2. Kawasan sempadan pantai meliputi kawasan sepanjang garis pantai di Kecamatan
Kronjo, Kemiri, Mauk, Sukadiri, Pakuhaji, Teluknaga dan Kosambi yang lebarnya
proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 m diukur dari air
pasang tertinggi ke darat.
3. Kawasan sekitar situ / danau atau waduk di Kecamatan Kronjo, Kresek, Pasar Kemis
dan Legok ditetapkan antara 50 m – 100 m dari titik pasang tertinggi kearah darat.
Pasal 19
Kawasan Suaka Alam sebagaimana dimaksud pada pasal 17 huruf b adalah kawasan
hutan bakau yang terdapat di Kecamatan Kosambi, Teluknaga, Pakuhaji, Sukadiri, Kronjo
dan Kemiri.
Pasal 20
Kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud pasal 17 huruf c adalah kawasan
pelestarian situs dan budaya yang terdapat di Pulau Cangkir Kecamatan Kronjo dan Desa
Solear Kecamatan Cisoka, Kecamatan Mauk dan Pakuhaji.
Pasal 21
Kawasan budidaya di Daerah terdiri atas :
a. Kawasan Budidaya Pertanian;
b. Kawasan Budidaya non Pertanian.
13. Ketentuan Pasal 22 ayat (1) dan (2) diubah dan ditambah ayat (3), ayat (4), ayat (5)
dan ayat (6) sehingga secara keseluruhan Pasal 22 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 22
(1) Kawasan Budidaya Pertanian dimaksud pasal 21 huruf a meliputi :
a. Kawasan Pertanian Tanaman Pangan Lahan Basah;
b. Kawasan Pertanian Tanaman Lahan Kering;
c. Kawasan Pertanian Tanaman Tahunan;
d. Kawasan Perikanan;
e. Kawasan Peternakan.
(2) Penyebaran kawasan pertanian tanaman pangan lahan basah diarahkan di bagian
Utara terutama di Kecamatan Pasar Kemis, Sepatan, Pakuhaji, Teluknaga, Kronjo,
Cisoka, Kresek, Mauk, Rajeg, Kemiri, dan Sukadiri.
(3) Penyebaran kawasan pertanian tanaman pangan lahan kering hampir di semua
kecamatan terutama di bagian Selatan.
(4) Penyebaran .......
12. - 12 -
(4) Penyebaran kawasan pertanian tanaman tahunan umumnya di kawasan bagian
Selatan.
(5) Kegiatan perikanan ini umumnya merupakan perikanan tambak yang tersebar
terutama di bagian Utara. Kegiatan ini dialokasikan di Kecamatan Pakuhaji,
Teluknaga, Kronjo, Mauk, Kemiri, dan Sukadiri.
(6) Kegiatan peternakan yang ada umumnya merupakan peternakan rakyat yang hampir
merata di semua kecamatan. Untuk kegiatan peternakan besar akan dialokasikan di
Kecamatan Cisoka, Teluknaga, Cisauk, Rajeg, Kemiri, Kresek, Kronjo, dan Jambe.
14. Ketentuan Pasal 23 huruf a, b dan c diubah dan diganti menjadi ayat dan disisipkan
1 (satu) yaitu ayat (4), sehingga keseluruhan Pasal 23 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 23
Kawasan budidaya non pertanian sebagaimana dimaksud pasal 21 huruf b Peraturan
Daerah ini adalah :
(1). Kawasan Permukiman yang meliputi Kawasan Permukiman Perkotaan dan Perdesaan.
a. Kawasan Permukiman Perkotaan ini meliputi kawasan pusat pemerintahan
kabupaten dan kecamatan serta perumahan-perumahan yang dikembangkan
swasta. Luas kawasan ini diproyeksikan sekitar 22.327 Ha atau 20,10% dari luas
total Daerah dimana kota Ciputat, Pondok Aren, dan Pamulang telah
menunjukkan intensitas tinggi dan perlu dikendalikan.
b. Kawasan Permukiman Perdesaan ini meliputi pusat-pusat permukiman di tiap
desa di luar kawasan permukiman perkotaan. Luas kawasan permukiman
perdesaan ini sebesar 11.613 Ha atau 10,45% dari luas total Daerah.
(2). Kawasan industri dibedakan pengembangannya dalam :
a. Pengembangan kawasan industri dialokasikan di Kecamatan Pasar Kemis, Cikupa,
Legok, Balaraja, dan Serpong.
b. Pengembangan kawasan dengan peruntukkan kegiatan industri (non-kawasan)
terutama di Kecamatan Ciputat, Pasar Kemis, Sepatan, Cikupa, Curug, Legok,
Tigaraksa, Balaraja, dan Rajeg.
c. Pengembangan kawasan Pergudangan dan industri terbatas (penunjang
pergudangan) di Kecamatan Kosambi, Sepatan, Teluknaga dan Balaraja.
d. Kawasan Pelabuhan Kering (dry port) di Kecamatan Balaraja dan Jambe serta
Cikupa, Pasarkemis dan Kosambi.
(3) Kawasan Pariwisata diarahkan pada pengembangan kawasan wisata pantai
terpadu :
a. Kawasan Pariwisata pantai Tanjung Pasir di Kecamatan Teluknaga dan di
Pakuhaji.
b. Kawasan Pariwisata pantai Tanjung Kait di Kecamatan Mauk.
c. Kawasan Pariwisata pantai Dadap di Kecamatan Kosambi.
d. Kawasan Pariwisata Pulai Cangkir di Kecamatan Kronjo.
e. Kegiatan pariwisata objek juga dikembangkan terutama di Kecamatan Cisoka
(Makam Solear), Curug (kerajinan bambu dan Bumi Perkemahan Kitri Bhakti),
serta Situ-situ Daerah dan Curug Palayangan.
(4) Kawasan ......
13. - 13 -
(4). Kawasan Pertambangan Galian C yang ada tetap dipertahankan untuk memenuhi
kebutuhan material bangunan di Daerah tetapi wilayah eksploitasi tidak diperluas.
Pasal 24
Pengembangan kawasan prioritas pada dasarnya mengacu pada kepentingan Sektor/Sub
Sektor atau permasalahan yang mendesak penanganannya.
15. Ketentuan Pasal 25 huruf c diubah dan huruf d dihapuskan, sehingga menjadi
berbunyi sebagai berikut :
Pasal 25
Kawasan prioritas di Daerah yang harus ditangani terdiri dari :
a. Kawasan yang tumbuh cepat yaitu Kecamatan Ciputat, Pamulang dan Pondok Aren
perlu dikendalikan dengan pertimbangan memelihara fungsi resapan air.
b. Kawasan yang menjadi ruang atau mewadahi kegiatan atau sektor-sektor strategis
bagi pengembangan Daerah yaitu :
1. Kawasan Tigaraksa yang merupakan Pusat Pemerintahan Daerah;
2. Kawasan Teluknaga untuk pemerataan dan penjalaran pusat-pusat pertumbuhan
di bagian Utara Daerah dengan penekanan pengembangan jaringan infra struktur
dan mempertahankan keberadaan Hutan Bakau;
3. Kawasan Industri Balaraja, Cikupa dan Pasarkemis yang merupakan kawasan
andalan untuk dapat memacu pertumbuhan Daerah dengan penekanan penyiapan
kawasan permukiman bagi pekerja, penyediaan dan peningkatan sumberdaya
manusia serta penyediaan prasarana dasar penunjang industri.
c. Kawasan Kronjo yang belum berkembang di bagian Utara Daerah perlu dipacu untuk
menghilangkan fenomena kesenjangan wilayah.
Pasal 26
Penyusunan dan pelaksanaan program-program serta proyek-proyek di kawasan
budidaya dan kawasan yang berfungsi lindung, yang diselenggarakan oleh Instansi
Pemerintah, Swasta dan Masyarakat harus berdasarkan pada pokok-pokok kebijaksanaan
sebagaimana dimaksud dalam BAB V Peraturan Daerah ini.
16. Ketentuan Pasal 27 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 27
Peta rencana pengelolaan kawasan non-budidaya, rencana pengelolaan kawasan
budidaya, struktur tata ruang dan rencana sistem jaringan jalan pada skala 1 : 85.000
dan 1 : 70.000 sebagaimana terlampir merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Pasal 28
RTRW Kabupaten bersifat terbuka untuk umum dan ditempatkan di Kantor Pemerintah
Daerah dan tempat-tempat umum lainnya yang mudah dilihat oleh masyarakat.
Pasal ......
14. - 14 -
Pasal 29
Masyarakat berhak untuk mendapatkan informasi mengenai RTRW Kabupaten secara
cepat, tepat dan mudah.
17. Ketentuan Pasal 30 ayat (1) diubah, sehingga menjadi berbunyi sebagai berikut :
Pasal 30
(1). Pengendalian dan Pengawasan Pemanfaatan RTRW Kabupaten menurut Peraturan
Daerah ini dimaksudkan guna menjamin tercapainya tujuan dan sasaran rencana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan 4 Peraturan Daerah ini dilakukan Bupati
Kepala Daerah melalui Instansi/Lembaga yang ditunjuk oleh Bupati sesuai dengan
fungsinya.
(2). Keterpaduan pelaksanaan RTRW Kabupaten dikoordinasikan oleh Bupati Kepala
Daerah.
18. Ketentuan Pasal 31 ayat (1) dan (2) diubah, dan ditambah ayat (4), ayat (5) dan
ayat (6), sehingga Pasal 31 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 31
(1). Pengendalian pembangunan fisik di kawasan Budidaya dilakukan oleh Bupati melalui
Instansi/Lembaga yang mempunyai fungsi pengendalian pembangunan.
(2) Pelaksanaan tindakan penertiban dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui
Instansi/Lembaga yang mempunyai fungsi penertiban atas pelaksanaan RTRW
Kabupaten.
(3) Pemantauan dan pencegahan segala kegiatan pembangunan yang bertentangan
dengan Peraturan Daerah ini, menjadi wewenang Bupati Kepala Daerah.
(4) Pengendalian dan Pengawasan sebagaimana dimaksud pada Pasal 30 ayat (1)
diselenggarakan dengan kegiatan pelaporan oleh Instansi/Lembaga yang
mengeluarkan perizinan kepada Instansi/Lembaga yang mempunyai fungsi
pengendalian dan pengawasan, pemantauan, penelitian dan evaluasi terhadap
kinerja pemanfaatan ruang.
(5) Sistem pelaporan dan materi laporan perkembangan pemanfaatan ruang
dilaksanakan melalui sistem pelaporan secara periodik kepada Instansi/Lembaga
yang mempunyai fungsi pengendalian dan pengawasan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian pelaporan
serta lembaga/unit pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4),
dan ayat (5) ditetapkan oleh Bupati.
Pasal 32
(1) RTRW Kabupaten yang telah ditetapkan dapat dirubah untuk disesuaikan dengan
perkembangan keadaan.
(2). Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini ditetapkan dengan
Peraturan Daerah.
Pasal ......
15. - 15 -
Pasal 33
(1). Barang siapa melanggar pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam BAB V
Peraturan Daerah ini diancam Pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau
denda sebesar-besarnya Rp. 50.000,- (Lima puluh ribu rupiah).
(2). Tidak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini adalah pelanggaran.
(3). Selain tindak pidana sebagaimana ayat (1) Pasal ini, tindak pidana yang
mengakibatkan perusakan dan pencemaran lingkungan diancam pidana sesuai
dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
19. Ketentuan pasal 34 ayat (2) a, ayat (2)c, ayat (2) h dan ayat (3)b diubah, sehingga
Pasal 34 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 34
(1). Selain oleh Pejabat Penyidik Umum, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) Peraturan Daerah ini dapat juga dilakukan oleh
Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dilingkungan Pemerintah Daerah yang
pengangkatannya sesuai dengan Peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2). Dalam melaksanakan tugas penyidikan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
sebagaimana tersebut pada ayat (1) Pasal ini berwenang :
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang atau lembaga/badan tentang
adanya tindak pidana pelanggaran;
b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan
pemeriksaan;
c. Menghentikan kegiatan seseorang atau badan tersangka dan memeriksa tanda
pengenal diri tersangka;
d. Melakukan penyitaan benda dan atau surat;
e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
h. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari hasil
penyidik umum bahwa tidak terdapat cukup bukti, atau peristiwa tersebut bukan
merupakan tindak pidana, memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum,
tersangka atau keluarga;
i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dipertanggungjawabkan.
(3). Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) membuat Berita Acara setiap tindakan
tentang :
a. Pemeriksaan tersangka;
b. memasuki rumah;
c. Penyitaan benda;
d. Pemeriksaan surat;
e. Pemeriksaan saksi;
f. Pemeriksaan ditempat kejadian dan mengirimnya kepada Kejaksaan Negeri
melalui Penyidik POLRI.
20. Ketentuan ......
16. - 16 -
20. Ketentuan Pasal 35 huruf b diubah sehingga secara keseluruhan berbunyi sebagai
berikut :
Pasal 35
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka :
a. Kegiatan budidaya yang telah ditetapkan dan berada di kawasan lindung dapat
diteruskan sejauh tidak mengganggu fungsi lindung;
b. Dalam hal kegiatan budidaya yang telah ada dan dinilai mengganggu fungsi lindung
dan atau terpaksa mengkonversi kawasan berfungsi lindung, diatur sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang
Analisa Mengenai Dampak Lingkungan;
c. Kegiatan budidaya yang sudah ada di kawasan lindung dan dinilai mengganggu fungsi
lindungnya harus segera dicegah perkembangannya.
Pasal 36
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan daerah ini sepanjang mengenai
pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati Kepala Daerah.
Pasal II
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan penempatan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Tangerang.
Ditetapkan di Tangerang
pada tanggal 24 Juni 2002
BUPATI TANGERANG
ttd
H. AGUS DJUNARA
Diundangkan di Tangerang
pada tanggal 1 Juli 2002
SEKRETARIS DAERAH
ttd
H. ISMET ISKANDAR
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 23 TAHUN 2002
17. PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG
NOMOR 5 TAHUN 2002
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II
TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 1996 TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
UMUM
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tangerang hasil perubahan ini dapat
menjadi masukan bagi penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Banten
dan merupakan pedoman untuk :
a. Perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten
Tangerang;
b. Mewujudkan keterpaduan, ketertiban, dan kesinambungan perkembangan antar
bagian wilayah di Kabupaten Tangerang serta keseimbangan antar sektor;
c. Penetapan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah dan atau masyarakat
Kabupaten Tangerang;
d. Pelaksanaan pembangunan dalam memanfaatkan ruang bagi kegiatan
pembangunan.
Disamping hal tersebut, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tangerang
menjadi dasar untuk penerbitan perizinan lokasi pembangunan.
PASAL DEMI PASAL
Pasal I
Angka
Pasal 1 huruf m, n
Cukup jelas
Angka 2
Pasal 2 huruf e
Cukup jelas
Angkas 3
Pasal 3 huruf c
1. Mewujudkan kehidupan masyarakat yang maju, mandiri, cerdas,
berbudi luhur dan sejahtera;
2. Mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam
dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya
manusia;
3. Meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber buatan
secara berdaya guna, berhasil guna dan tepat guna untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia;
4. Mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta
menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan;
5. Mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan
keamanan.
Angka ......
18. - 2 -
Angka 4
Pasal 5 huruf a
Cukup jelas
Angka 5
Pasal 6 huruf b
Cukup jelas
Angka 6
Pasal 8
Cukup jelas
Angka 7
Pasal 9
Stratifikasi kota-kota berdasarkan Strata menunjukkan tingkat hirarkhi
kota-kota tersebut yang urutannya sangat tergantung kepada skala
wilayah pelayanannya.
Angka 8
Pasal 10 huruf a.1.
ROW (Right of Way) atau disebut juga Daerah Milik Jalan untuk jalan
kolektor primer ini disesuaikan dengan ROW jalan Toll dalam sistem
Metropolitan Jabotabek yaitu sebesar 60 meter agar tercipta kontinuitas
dan interkoneksi dalam sistem wilayah tersebut. Sedangkan untuk ruas
Serpong-Kota Tangerang karena bukan merupakan jalan Toll ROW-nya
ditetapkan 40 meter.
Angka 9
Pasal 12 huruf h
Cukup jelas
Angka 10
Pasal 16
Ayat (2)
Berkembangnya sektor perumahan yang dibangun swasta telah
membebani penyediaan TPU, oleh karena itu para pengembang
(developers) harus juga menyediakan fasilitas ini minimal 2 (dua) %
dari luas lahan perumahan yang dapat dibebaskan untuk memenuhi
kebutuhan perkembangan penghuni perumahannya atau melalui suatu
bentuk kerjasama dengan tingkat pemerintahan desa dan atau
kecamatan setempat.
Angka 11
Pasal 18
Cukup jelas
Angka 12
Pasal 22
Cukup jelas
Angka .....
19. - 3 -
Angka 13
Pasal 23
Ayat (2) huruf b
Kawasan ini merupakan lokasi kegiatan industri yang kini telah ada atau
yang diproyeksikan yang berlokasi di luar Kawasan Industri.
Ayat (2) huruf c
Kawasan pergudangan ini disiapkan untuk menampung kegiatan
industri di sekitar kawasan terutama dari DKI Jakarta (Jakarta Barat)
dan Bandar Udara Soekarno-Hatta, serta dapat dikembangkan menjadi
pelabuhan kering (dry port). Kawasan tersebut dalam perkembangan-
nya dapat juga dimanfaatkan untuk kegiatan industri tetapi secara
terbatas dalam pengertian kegiatan industri non-polutan yang
menunjang fungsi pergudangan. Pengembangan kegiatan ini harus
didukung oleh upaya peningkatan prasarana perhubungan yang
memadai sehingga meningkatkan “nilai jual” kawasan.
Angka 14
Pasal 25 huruf c
Cukup jelas
Angka 15
Pasal 27
Cukup jelas
Angka 16
Pasal 35 huruf b
Cukup jelas
Pasal II
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 2302