SlideShare a Scribd company logo
1 of 16
Download to read offline
PROSES BERDIRINYA ASEAN 
A AAA KKKKaaaarrrrddddiiiiyyyyaaaatttt WWWWiiiihhhhaaaarrrryyyyaaaannnnttttoooo 
Abstract 
This article’s aim was to explain the world situation before the formation of ASEAN, the 
Southeast Asian state before the formation of ASEAN, leading to the formation of 
ASEAN, and also the role of Indonesia in the formation of ASEAN. 
Towards the establishment of ASEAN, world situation characterized by competition 
between the Western bloc led by the United States and the Eastern Bloc led by the Soviet 
Union (now Russia). Both blocks were scrambling for power and influence in each region, 
including in Southeast Asia. 
Conditions of Southeast Asia prior to the formation of ASEAN was characterized by 
conflict and struggle for influence of the West Block, East Block. As a result, countries in 
Southeast Asia broke into two groups, ie groups that support America and those who 
support the Soviet Union G30S/PKI incident that occurred in Indonesia change the 
balance of power between pro-state group of the United States and the pro-Soviet Union. 
This is caused due to the event changed from pro-Indonesia East Bloc to be pro-Western 
bloc. These conditions encourage the pro-Western countries to come together to face the 
influence of the Eastern Bloc. 
Indonesia, which began to build a good relationship to the United Nations and 
neighboring countries, offered the concept of assembly to countries in Southeast Asia. The 
concept was greeted positively by the pro-Western countries. These countries that later 
formed the ASEAN. 
A. Pendahuluan 
Sejak PBB dibentuk tahun 1945, gagasan menciptakan pengaturan kerja sama 
regional sebagai sarana penunjang mencapai kerja sama global dilancarkan oleh 
berbagai pihak. Kedua gagasan tadi, yakni kerja sama regional dan kerja sama global 
dalam Piagam PBB dipandang sebagai hal-hal yang amat diperjuangkan guna mencapai 
perdamaian dunia. Keduanya merupakan tekad yang diambil para pemrakarsa PBB 
agar generasi berikutnya tidak lagi mengalami kesengsaraan peperangan seperti yang 
terjadi dalam Perang Dunia I dan II. 
Sejak tahun 1945 itu, berkembanglah berbagai ikrar kerja sama regional di 
hampir seluruh kawasan dunia yang penting seperti di Eropa, Timur Tengah, Asia, 
Afrika dan Amerika Latin. Salah satu asumsi pokok kerja sama regional adalah bahwa 
kedekatan geografis akan memudahkan upaya-upaya saling memahami di antara 
negara-negara yang bertetangga sehingga masalah-masalah yang mungkin dapat 
menjurus kepada pertikaian berlanjut dapat diatasi dengan segera atas dasar hidup 
berdampingan secara damai (C.P.F. Luhulima, 1986: 6). 
Asumsi kerja sama regional kedua ialah pembagian kerja di antara negara- 
Drs. A. Kardiyat Wiharyanto, adalah dosen tetap pada Program Studi Pendidikan Sejarah, FKIP - 
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
negara yang berdekatan secara geografis tadi agar masing-masing negara memusatkan 
diri terutama pada kegiatan-kegiatan ekonomi yang menurut hematnya paling kuat 
dimilikinya sambil menyerahkan bidang kegiatan ekonomi lain kepada tetangga yang 
lebih kuat minatnya terhadap bidang kegiatan tersebut. 
Sedangkan asumsi ketiga, kerja sama regional ialah bahwa negara-negara yang 
melaksanakan kerja sama tadi terlebih dahulu mencapai kata sepakat tentang manfaat 
bersama yang diperoleh dari keterikatannya pada suatu usaha bersama daripada 
menjalankan kegiatan pembangunan secara terpisah dan tersendiri. Asumsi ini dikenal 
sebagai konvergensi kepentingan yang mau tidak mau bersumber pada suatu 
keputusan politik. 
Bertolak dari ketiga asumsi di atas, maka setelah berakhirnya Perang Dunia II 
dan PBB didirikan, di berbagai kawasan dunia diciptakan organisasi kerja sama 
regional. Bermula di Eropa yang pada awalnya ingin mendirikan Masyarakat Eropa 
dan berlandaskan Dewan Pertahanan Eropa tatkala Rencana Marshall dilancarkan pada 
tahun 1947 kawasan-kawasan lainnya pun turut mengusahakan terciptanya berbagai 
bentuk kerja sama regional. 
Pada tahun 1960 di Amerika Latin terbentuk Organisasi Perdagangan Bebas 
Amerika Latin (LAFTA) di kota Montevideo. Namun organisasi regional tersebut kini 
mengalami berbagai kesultan internal yang menyebabkannya, menemui serangkaian 
kegagalan dalam upaya kerjasamanya (M. Rajendran, 1985: 8). 
Yang menarik dari awal bentuk-bentuk kerja sama tersebut, hampir semua 
diprakarsai oleh negara-negara Blok Barat. Hal ini disebabkan perhitungan strategis 
para perancang pembangunan kembali Eropa sehabis Perang Dunia II bahwa suatu 
perang dingin berlangsung antara kubu Amerika Serikat dan kubu Uni Soviet yang 
mulai bersaing dalam bidang ideologi sebelum Perang Dunia II berakhir. 
Benih-benih perang dingin yang menggejala semasa Perang Dunia II terus 
tumbuh dan berkembang, sehingga setelah perang besar tersebut selesai tampillah dua 
kekuatan besar yang lambat laun menggantikan sistem empat-kutub (Amerika Serikat, 
Inggris, Perancis dan Uni Soviet) dan mendominasi persidangan PBB. Selama tahun 
1945-1955 sistem empat-kutub (tiga sekutu Barat dan Uni Soviet) menetapkan program-program 
kerja sama dalam iklim perang dingin Timur-Barat yang berlaku waktu itu. 
Adapun puncak persaingan pembentukan kerja sama regional dalam rangka 
konflik Timur-Barat itu terjadi dengan terbentuknya Pakta Pertahanan Atlantik Utara 
(NATO) pada bulan April 1949 yang disusul dengan terbentuknya Pakta Warsawa pada 
tahun 1955. Bersamaan dengan itu, dibangunlah pula perangkat-perangkat kerja sama 
ekonomi yang akhirnya menjelma melalui pembentukan Masyarakat Ekonomi Eropa 
dan Dewan Kerjasama Ekonomi (COMECON). 
Sementara itu, persaingan ideologi, politik, dan ekonomi Amerika Serikat-Uni 
Soviet meluas ke kawasan-kawasan lain. Dengan beberapa negara Timur Tengah dan 
Pakistan, Amerika Serikat mendirikan Cento (Central Treaty Organization), sementara di 
Asia Pasifik diciptakanlah rangkaian perjanjian persekutuan dengan Filipina, 
Muangthai, Korea Selatan, Taiwan, Jepang, Australia, Selandia Baru. Khusus untuk Asia 
Tenggara, SEATO (Southeast Asia Treaty Organization) yang didirikan pada bulan 
September 1954 dan kemudian pada tahun 1961 berdiri pula ASA (Assotiation of
Southeast Asia). 
Walaupun SEATO dan ASA itu tidak berumur panjang, namun negara-negara 
Asia Tenggara memiliki pengalaman membentuk dan memelihara organisasi regional. 
Pengalaman-pengalaman tersebut bisa menjadi bahan buat kerja sama yang lebih 
konkret di kemudian hari (Estrella D Solidum, 1974: 8). 
Berdasarkan serentetan peristiwa di atas maka dapatlah dilihat bahwa dari 
mulanya, setiap bentuk kerja sama regional selalu dilandasi oleh suatu perhitungan 
politik. Amerika Serikat memprakarsai rangkaian bentuk kerja sama regional karena 
para pemimpinnya dari awal menyadari bahwa sekuat-kuatnya kemampuan ekonomi 
dan militer Amerika Serikat, ia tak akan sanggup menyaingi kekuatan dan pengaruh 
Uni Soviet di setiap kawasan dunia dalam kadar ketangguhan, ketekadan, dan 
perhatian yang sama. Kawasan Eropa memang selamanya menjadi sasaran perhatian 
terpenting karena ikatan-ikatan ekonomi, politik, kebudayaan, dan strategi yang erat 
antara Amerika Serikat dengan Inggris, Perancis, Italia, dan negara-negara Eropa Barat 
lainnya. 
Di kawasan Asia Pasifik, ikhtiar Amerika Serikat adalah untuk menciptakan 
Jepang yang kuat dan yang menjalankan perekonomian negaranya berdasarkan sistem 
ekonomi bebas (kapitalis). Dengan kekuatan industri dan keuletan masyarakat Jepang 
diharapkan dapat dibangun suatu konsentrasi industri yang mampu melayani 
kepentingan strategi, politik, dan ekonomi Amerika Serikat dalam rangka 
pembendungan dua raksasa komunis (Uni Soviet dan China) yang pada waktu itu 
masih bersekutu dengan erat. 
Dalam suasana membangun pola kerjasama regional yang dilandaskan 
keterikatan melalui persekutuan itulah beberapa negara Asia-Afrika memprakarsai 
Konferensi Asia-Afrika di Bandung bulan April 1955. Kecuali prinsip-prinsip yang 
dikemukakan dalam Dasasila Bandung, Konferensi Asia-Afrika sesungguhnya 
menuntut kepada negara-negara besar di PBB bahwa kepentingan pembangunan 
ekonomi dan sosial negara-negara sedang berkembang amat kurang diperhatikan oleh 
negara-negara yang sudah maju. Dalam suasana inilah lahir benih-benih bentuk kerja 
sama regional di kawasan Asia Tenggara yang mengandalkan kemandirian negara 
setempat, bukan penentuan oleh negara-negara luar kawasan. 
Munculnya gejala-gejala lahirnya kerja sama kawasan Asia Tenggara memang 
tidak bisa dilepaskan sama sekali dengan adanya perang dingin, sebab tiada kawasan 
dunia yang penting yang lepas dari salah satu atau berbagai bentuk persaingan 
ideologis Amerika Serikat-Uni Soviet. Asia Tenggara, merupakan kawasan strategis 
pula. Sudah sejak lama diketahui bahwa kawasan Asia Tenggara merupakan 
persimpangan jalan, baik dari sudut kultural, maupun politik, dan dagang. 
Karena letak yang strategis dan hasil yang berlimpah-limpah itu, maka kecuali 
Muangthai, semua daerah pernah jatuh ke bawah kekuasaan kolonial Inggris, Perancis, 
Belanda dan Spanyol (yang kemudian digantikan oleh Amerika Serikat). Tanpa 
mengurangi nilai dan kemampuan survival yang dimiliki Muangthai, yang antara lain 
disebabkan oleh reformasi kerajaan yang tak terlambat, persaingan dan gerak maju 
Inggris (dari Malaya dan Myanmar) dan Perancis (dari Indo-China) merupakan faktor 
yang menguntungkan bagi kedaulatan Muangthai dan kelanjutan dinasti Chakri di
Bangkok. Namun perbedaan kolonial ini, yang antara lain juga ditandai oleh 
penguasaan kelas menengah oleh golongan migran China, diakhiri oleh pendudukan 
Jepang. 
Dalam perjuangan kemerdekaan, bangsa-bangsa di Asia Tenggara mempunyai 
perbedaan-perbedaan. Namun periode sejak 1945 sampai 1965 boleh dianggap sebagai 
periode pemantapan integrasi nasional dan pembentukan negara serta konsolidasi 
politik. Berbagai peristiwa internal dari masing-masing daerah yang kemudian menjadi 
negara, selama periode selama dua dasawarsa itu dapat dikembalikan kepada 
ketegangan dan konflik yang dihasilkan oleh proses pembentukan bangsa dan negara 
serta konsolidasi politik itu. 
Kolonialisme, dengan segala implikasi sosial ekonominya, memang merupakan 
faktor utama dari berbagai peristiwa sosial-politik yang terjadi di abad ke-20 Asia 
Tenggara. Kolonialisme adalah awal dari pecahnya Vietnam dan kemudian berlanjut 
dengan perang-perang yang akhirnya mempersatukan kembali di bawah regim 
komunis. Kolonialisme pula yang jadi awal terjadinya dua belahan Filipina yang 
masing-masing merasa asing dan antagonistik. Dan, barangkali tak berlebihan pula 
kalau dikatakan bahwa tanpa kolonialisme Singapura tidaklah akan menjadi a nation of 
immigrants dan Malaysia merupakan negara yang paling bersifat majemuk dari sudut 
ras. 
Namun, berbagai proses integrasi nasional dari negara Malaysia, sangat 
ditentukan oleh sosial-kultural dari masing-masing kesatuan politik. Dalam hal ini 
dapat dilihat kesamaan yang agak menyolok dari daerah kepulauan dan daratan Asia. 
Keduanya memperlihatkan ekologi alam dan sosial yang terdiri atas daerah pantai (jika 
di kepulauan) atau lembah dan dataran rendah (di daratan), serta pedalaman dan 
pegunungan atau dataran tinggi. Hal ini juga dialami Muangthai yang masih bergumul 
dengan kemantapan integrasi nasionalnya (Sekretariat Nasional ASEAN, 1986: 1). 
Di Indonesia dan Filipina yang tidak bertolak dari konsep adanya kelompok 
etnis yang dominan, masalah integrasi nasional lebih bercorak pencarian komunikasi 
kultural yang sesuai dan perimbangan kekuasaan politik yang sekurang-kurangnya 
dapat ditolerir. Dan untuk mencapai itu berbagai krisis pernah dijalani dan berbagai 
tantangan masih harus dihadapi. 
Dari tinjauan umum di atas dapat dilihat bahwa bentuk dan corak politik 
negara-negara di Asia Tenggara berbeda-beda. Hubungan mereka antara tahun 1945- 
1965 di bawah bayang-bayang persaingan ideologis Amerika Serikat-Uni Soviet. Tulisan 
ini hendak membahas proses lahirnya ASEAN. Tujuannya untuk melihat situasi dunia 
menjelang lahinya ASEAN, kondisi negara-negara Asia Tenggara sebelum lahirnya 
ASEAN, menuju ke arah lahirnya ASEAN, serta peran Indonesia dalam pembentuklan 
ASEAN. 
B. Situasi Dunia Menjelang Lahirnya ASEAN 
Antara tahun 1945 sampai 1965 dunia internasional berada dalam persaingan 
dua kekuatan besar yakni Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat dan Blok Timur 
yang dipimpin Uni Soviet. Puncak persaingan tersebut ditandai dengan pembentukan
pakta perhananan yaitu Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) oleh Amerika Serikat 
dan sekutunya, dan Pakta Warsawa oleh Uni Soviet dan satelit-satelitnya. 
Persaingan kedua negara adikuasa tersebut juga mencakup persaingan ideologi, 
politik dan ekonomi. Sedangkan wilayahnya tidak hanya di Eropa tetapi meluas ke 
kawasan-kawasan lain, baik di Asia maupun di Pasifik. Di wilayah-wilayah tersebut 
muncul organisasi-organisasi yang berpihak pada salah satu kekuatan dunia itu. 
Sedangkan untuk Asia Tenggara muncul organisasi-organisasi regional yang 
bernafaskan persaingan antara dua negara adidaya itu, misalnya SEATO, ASA, ASEAN 
yang pro Amerika Serikat, dan Persekutuan Indocina yang pro Uni Soviet. 
Sejak semula kerja sama regional di Asia Tenggara yang diprakarsai oleh negara-negara 
Barat dalam rangka persaingan Timur-Barat berupaya mencegah terjadinya 
perang; tidak ada satu kawasan pun di dunia yang tidak terpengaruh oleh bentuk-bentuk 
persaingan antara kedua negara adikuasa itu. 
Di wilayah Asia-Pasifik persaingan itu diwarnai oleh hegemoni Amerika Serikat 
yang sejak berakhirnya Perang Dunia II belum berubah; dan setelah perang besar itu 
selesai ia didukung oleh Jepang yang paling dapat diandalkan di kawasan itu. 
Asia Tenggara bukanlah suatu kawasan yang amat penting bagi Amerika Serikat 
maupun Uni Soviet. Kendatipun demikian ia cukup berarti sebagai jalur lalu-lintas laut 
bagi perpindahan armada perang kedua adikuasa dari Samudera Hindia ke Samudera 
Pasifik dan sebaliknya, dan bagi jalur suplai energi dan perdagangan Jepang. 
Dari segi pandangan ini, pembentukan ASEAN dapat berlangsung karena 
perimbangan kekuatan antara Amerika Serikat, Uni Soviet dan China bergeser dari 
wilayah ASEAN ke Indo China, sedangkan dukungan Amerika Serikat dan Jepang 
terhadap ASEAN tidak dilihat sebagai ancaman langsung oleh lawannya sehingga 
kedua raksasa komunis itu tidak berusaha menggagalkannya. 
ASEAN (Association of South East Asian Nations) yang berarti Perhimpunan 
Bangsa-bangsa Asia Tenggara, adalah organisasi regional yang dibentuk oleh kelima 
negara Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Muangthai 
dengan penandatanganan Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok oleh kelima 
Menteri Luar Negeri negara-negara tersebut pada tanggal; 8 Agustus 1967 di Bangkok 
(Alfian dkk., 1986: 1). 
Dalam Deklarasi Bangkok dinyatakan bahwa ASEAN didirikan dengan tujuan 
untuk meletakkan dasar-dasar yang kokoh bagi usaha kerjasama regional dalam usaha 
mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan pengembangan kebudayaan. 
Persamaan kedudukan di dalam keanggotaan merupakan salah satu prinsip dalam 
kerjasama ini tanpa mengurangi kedaulatan negara masing-masing anggota. Kerjasama 
regional ini bukan bersifat integratif seperti halnya organisasi Masyarakat Eropa (ME), 
tetapi bersifat cooperatif. ME sedang menuju kepada terciptanya suatu kesatuan 
Masyarakat Eropa di mana negara anggota menyerahkan sebagian kedaulatannya 
kepada induk organisasi terutama di bidang ekonomi dan apabila mungkin juga dalam 
bidang politiknya. Negara-negara anggota ASEAN masih sepenuhnya memiliki 
kedaulatan ke dalam maupun keluar, sedangkan musyawarah, kepentingan bersama, 
saling membantu dengan semangat ASEAN adalah landasan utama kerjasama ini.
ASEAN tidak bersifat integratif tetapi cooperatif karena hampir setiap negara 
angggota memiliki benih-benih konflik dengan anggota lainnya. Untuk memahami 
benih-benih konflik di antara negara-negara di Asia Tenggara dan masalah-masalah 
keamanannya, kita harus memandang dimensi internal dan eksternal dari masalah-masalah 
tersebut, dan juga hubungannya di antara mereka. 
Hubungan-hubungan ini menjadi lebih kuat dengan memburuknya ketahanan 
masing-masing negara di Asia Tenggara. Jadi semakin besar ancaman keamanan yang 
berasal dari dalam negerinya, maka semakin besar pula ancaman eksternal yang akan 
dihadapi negara itu. Sumber ketidakstabilan dalam negeri adalah bersifat politik, 
ekonomi, sosial, bahkan budaya dan ideologi. Karena itu bidang keamanan di Asia 
Tenggara ini meliputi berbagai issu dan semata-mata merupakan masalah militer dalam 
arti konvensional. 
Seperti diterangkan di atas bahwa setelah Perang Dunia II selesai, dunia tidak 
terus damai tetapi justru tercekam akibat muncul dan merebaknya perang dingin antara 
Amerika Serikat dan Uni Soviet. Dalam rangka untuk mendapatkan dukungan 
internasional, Amerika Serikat dan Uni Soviet aktif bertindak sebagai pemrakarsa 
berbagai bentuk kerjasama regional yang berdimensi politik, ekonomi, dan keamanan. 
Akan halnya kadar aktivitas masing-masing adikuasa dalam berbagai kawasan dunia 
amat tergantung pada prioritas yang diberikan kepada kawasan itu oleh masing-masing 
adikuasa, taruhan yang menjadi awal-mula persaingan kedua negara, dan keinginan 
dari masing-masing negara kawasan yang diajak untuk bersekutu (Christoph Bertram, 
1988: 32). 
Persaingan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet itu mendorong negara-negara 
di dunia untuk mengikat diri dengan salah satu negara adikuasa itu. Di samping itu, 
negara-negara adikuasa melibatkan diri dalam suatu kawasan tertentu untuk 
mendominasi dalam bentuk kerjasama regional. 
Dalam banyak kasus, tampak jelas bahwa kedekatan geografis yang berlebih-lebihan 
pada salah satu adikuasa dapat mengakibatkan negara-negara yang berdekatan 
itu menjadi amat tergantung pada salah satu negara adikuasa. Makin terikat suatu 
adikuasa pada ikhtiar perlindungan terhadap kawasan yang amat berdekatan 
dengannya, makin besar kemungkinan ketergantungan dan hegemoni oleh adikuasa 
yang bersangkutan. 
Ketergantungan dan hegemoni yang tercipta mengakibatkan negara yang 
dibantu atau dilindungi memiliki ruang gerak yang kian berkurang. Bahkan dalam 
persekutuan resmi, negara kecil yang bersangkutan secara nyata terlibat dalam 
persaingan politik, ekonomi, dan keamanan yang semestinya dapat dihindarinya 
apabila berdekatan geografis salah satu adikuasa tak memaksanya untuk bertindak 
demikian. 
Dalam hal kawasan yang letak geografisnya berjauhan dari Amerika Serikat atau 
Uni Soviet, kemungkinan akan keadaan ketergantungan, hegemoni dan sengketa 
kepentingan menjadi berkurang. Paling tidak, perasaan bahwa keinginan yang berlebih-lebihan 
dari suatu adikuasa terhadap negara-negara di kawasan yang bersangkutan 
dapat dikurangi karena bagaimanapun, jarak yang membuat kadar tekanan perasaan 
seperti itu dapat dikecilkan. Maka sepanjang sejarah modern Asia Tenggara, bentuk-
bentuk kerjasama regional yang diinginkan oleh Amerika Serikat sesungguhnya tidak 
pernah mengalami tingkat kecemasan akan adanya ketergantungan, hegemoni, atau 
sengketa kepentingan yang berlarut-larut. 
Di Asia, terdapat serangkaian upaya untuk menciptakan dan mengembangkan 
kerjasama dalam berbagai bentuk dan untuk berbagai tujuan. Upaya yang paling awal, 
melibatkan sejumlah negara Asia Tenggara ialah Konperensi Asia yang diselenggarakan 
di New Delhi pada tanggal 23 Maret sampai 2 April 1947. 
Dalam Konperensi Asia itu, di samping tuan rumah India, 17 negara Asia lain 
ikut hadir dan enam daripadanya adalah wakil-wakil dari Asia Tenggara, masing-masing 
dari Myanmar, Indonesia, Malaya, Filipina, Muangthai dan Vietnam. Pada 
tanggal 20 Januari 1949 konperensi pemerintah negara-negara Asia tersebut 
membicarakan serangan Belanda terhadap Indonesia yang berlangsung mulai tanggal 
19 Desember 1948. 
Dalam bulan Mei 1950 di Filipina diselenggarakan pertemuan Asian Union yang 
dihadari oleh tuan rumah Filipina, Australia, India, Indonesia, Muangthai, Pakistan dan 
Sri Lanka. Konperensi-konperensi yang diselenggarakan antara tahun 1947-1950 itu 
tidak menghasilkan organisasi regional, tetapi lebih merupakan forum komunikasi. 
Namun dengan begini berbagai hal yang menjadi perhatian bersama dapat dibahas 
sehingga dapat dijadikan sebagai bahan-bahan pembentukan kerjasama yang 
sesungguhnya. 
Sejumlah negara-negara baru di Asia menilai bahwa kalau mereka terlibat dalam 
salah satu blok dalam kancah perang dingin, maka akan membahayakan kepentingan 
nasional mereka. Untuk mendirikan blok ketiga secara militer terang tidak mungkin. 
Karena itu mereka yakin bahwa dengan dibentuknya kekuatan ketiga dalam percaturan 
politik internasional dapat mengimbangi dua blok yang saling bersaing. 
Dalam rangka untuk membentuk kekuatan ketiga (di luar Blok Barat dan 
Timur), kelima negara Asia yaitu Myanmar, India, Indonesia, Pakistan dan Sri Lanka 
pada bulan April 1954 bertemu di Colombo (ibukota Sri Lanka). Dalam Konperensi 
Colombo itu Indonesia mengusulkan ide untuk menyelenggarakan Konperensi Negara-negara 
dari Asia dan Afrika. 
Dengan diseponsori oleh Indonesia, India, Mesir, Ghana, dan Sri Lanka maka 
pada tanggal 18 - 25 April 1955 berlangsunglah Konperensi Asia-Afrika di Bandung. 
Meskipun konperensi di Bandung itu tidak sampai menghasilkan sebuah organisasi 
kerjasama regional, tetapi telah berhasil mengubah peta politik internasional karena 
KAA sebagai embrio munculnya Gerakan Nonblok. 
C. Kondisi Asia Tenggara Sebelum Lahirnya ASEAN 
Jatuhnya Vietnam Utara ke tangan komunis dalam tahun 1954 ternyata telah 
merisaukan Amerika Serikat sebagai pelopor Blok Barat, sebab kekalahan pihak Barat 
itu akan membawa akibat berjatuhnya satu persatu negara-negara di kawasan Asia 
Tenggara ke tangan komunis, bagaikan serangkaian kartu domino. Dari situ muncul 
dan berkembang teori domino, yaitu bahwa negara-negara Asia Tenggara akan jatuh 
satu persatu ke tangan komunis seperti kartu domino.
Untuk mencegah bahaya komunis tersebut, Amerika Serikat dengan negara-negara 
Blok Barat lainnya mengambil berbagai langkah pembendungan, yaitu dengan 
memilih salah satu blok. Bagi negara Asia Tenggara yang menyatakan tetap netral 
dinilai sebagai immoral, termasuk negara-negara yang menjadi sponsor KAA yang 
nonblok. 
Dalam rangka pembendungan komunis di Asia Tenggara, maka pada tanggal 8 
September 1954 dibentuklah SEATO (Southeast Asia Treaty Organization) di Manila. 
Dengan demikian SEATO menjadi organisasi regional yang pertama di Asia Tenggara. 
Adapun anggotanya adalah Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Australia, Selandia Baru, 
Pakistan, Filipina dan Muangthai. Karena hanya dua negara saja yang berasal dari Asia 
Tenggara, maka SEATO lemah kredibilitasnya. 
Sewaktu Perdana Menteri Malaysia, Tengku Abdul Rahman, berkunjung ke 
Filipina tahun 1959, ia mengusulkan pembentukan organisasi kerjasama regional yang 
mampu melindungi dan memperjuangkan kepentingan-kepentingan nasionalnya. 
Setelah Filipina setuju, kedua negara lalu mengajak negara-negara di Asia Tenggara, 
namun hanya Muangthai yang menerima. Karena itu pada tanggal 31 Juli 1961 ketiga 
negara tersebut melalui sebuah deklarasi di Bangkok secara resmi mendirikan 
Association of Southeast Asia/ASA (Somsaxdi Xuto, 1973: 35). 
Banyak negara-negara Asia Tenggara yang tidak mau bergabung dengan ASA 
(termasuk Indonesia) dikarenakan bahwa ASA dianggap sebagai antek SEATO dan 
imperialis Amerika Serikat. Tetapi munculnya perselisihan politik antara Malaysia dan 
Filipina tentang Sabah (Kalimantan Utara) yang dimasukkan ke dalam federasi 
Malaysia dalam bulan September 1963 telah melumpuhkan kegiatan organisasi 
kerjasama regional tersebut (Alison Broinowski, 1982: 9). 
Setelah ASA menjadi beku karena masalah Sabah, Filipina mengembangkan ide 
untuk membentuk semacam Konfederasi Melayu Raya (Greater Malay Confederation). Di 
balik ide itu tampaknya terkandung maksud mencari penyelesaian yang memuaskan 
dari perselisihan antara Malaya di satu pihak dengan Filipina dan Indonesia di pihak 
lain tentang Kalimantan Utara (Sabah) yang akan masuk ke dalam Federasi Malaysia. 
Karena itu pada bulan Agustus 1963 terjadilah pertemuan tingkat tinggi di Manila 
antara Soekarno, Tengku Abdul Rahman dan Diosdado Macapagal, di mana mereka 
antara lain menyetujui untuk mengambil langkah-langkah permulaan ke arah 
berdirinya sebuah organisasi kerjasama regional baru yang kemudian dikenal dengan 
Maphilindo (Malaya, Philipina, dan Indonesia). 
Sewaktu Malaysia diresmikan pada tanggal 16 September 1963 yang mencakup 
Sabah, Serawak, Singapura di samping Malaya ke dalamnya, Indonesia meningkatkan 
konfrontasi terhadap federasi baru itu. Filipina yang tidak lagi mempunyai hubungan 
diplomatik dengan Malaya/Malaysia bekerjasama dengan Indonesia. Belum lagi sempat 
bergerak, Maphilindo praktis menjadi lumpuh, meskipun kedua negara anggota yaitu 
Indonesia dan Filipina masih meneruskan pertemuan-pertemuan (Richard Butwell, 
1969: 211). 
Dengan berlangsungnya konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia, mala 
Indonesia membentuk poros Jakarta-Pnom Penh-Beijing, dan keluarnya Indonesia dari 
PBB. Sulit untuk disangkal bahwa hal-hal seperti itu telah merusak citra politik luar
negeri Indonesia yang bebas aktif. Praktek-praktek politik luar negeri yang cenderung 
memihak ke kiri, dalam hal ini terutama China, dan sangat anti Barat menimbulkan dan 
mengembangkan kesangsian di berbagai negara tentang kemurnian prinsip bebas aktif 
politik luar negeri Indonesia. 
Ketika politik luar negeri Indonesia mengalami krisis kredibilitas yang berat di 
luar negeri, dan juga di beberapa kalangan di dalam negeri, terutama kekuatan-kekuatan 
non atau anti komunis seperti di Angkatan Darat dan golongan-golongan 
agama, meletuslah peristiwa G30S/PKI. Kalau seandainya peristiwa itu tidak berhasil 
ditumpas, Indonesia barangkali sudah menjadi negara komunis dan bersamaan dengan 
itu prinsip bebas aktif politik luar negeri kita dengan sendirinya terkubur. 
Keberhasilan penumpasan G30S/PKI menjungkirbalikkan keinginan untuk 
membentuk negara komunis di Indonesia. Lagipula penumpasan tersebut diikuti 
dengan pelarangan PKI serta ideologi Marxisme/Komunisme serta jatuhnya kekuasaan 
Presiden Soekarno. Presiden Soeharto dengan Orde Baru-nya mewarisi kondisi politik, 
sosial, dan ekonomi dalam negeri yang porak-poranda. Di samping itu di dunia 
internasional, Orde baru mewarisi krisis kredibilitas yang berat terhadap prinsip bebas 
aktif dari politik luar negeri Indonesia. Mengembalikan citra yang wajar dan sehat 
tentang prinsip bebas aktif tersebut dalam persepsi dunia internasional merupakan 
salah satu tugas politik luar negeri yang amat mendesak, di samping keperluan untuk 
mencari bantuan yang dibutuhkan buat merekonstruksi dan membangun kembali 
perekonomian yang kondisinya sudah parah. 
Pemerintah Orde Baru berangsur-angsur mengembalikan citra politik luar negeri 
yang bebas aktif. Konfrontasi dengan Malaysia diakhiri dan dalam waktu yang relatif 
singkat keanggotaan Indonesia di PBB dicairkan kembali. Serangkaian dengan itu 
Indonesia memainkan peranan aktif dan menentukan dalam pembentukan organisasi 
regional di Asia Tenggara. 
D. Menuju ke Arah Pembentukan ASEAN 
Berakhirnya konfrontasi Indonesia-Malaysia, ternyata telah membuka lembaran 
baru sejarah Asia Tenggara. Sebelum berakhirnya konfrontasi secara formal, 
pemerintah-pemerintah di Bangkok, Manila, dan Kualalumpur telah memperlihatkan 
keinginan mereka untuk menghidupkan kembali gagasan kerjasama kawasan dan hal 
itu menghasilkan buah dengan pelaksanaan pertemuan menteri-menteri luar negeri 
ASA pada bulan Juli 1966. Regionalisme telah menjadi pokok pembicaraan selama 
berlangsungnya perundingan bilateral informal antara Indonesia dan Malaysia jauh 
sebelum prakarsa pertama yang menentukan guna memberhentikan Soekarno. Hal ini 
juga menjadi agenda pembicaraan resmi antara Adam Malik dan Tun Razak di Bangkok 
pada akhir Mei 1966 (Bernard K. Gordon, 1969: 111). 
Agenda utama yang harus diselesaikan sebelum suatu kecenderungan umum 
terhadap kerjasama kawasan dapat diterjemahkan ke dalam suatu kerangka 
kelembagaan yang lebih besar ialah syarat-syarat yang padanya Indonesia akan 
berperan serta. Kesukaran utama adalah sama dengan apa yang menunda pencapaian
persetujuan akhir untuk mengakhiri konfrontasi; yakni perlunya menghindarkan kesan 
kapitulasi dan implikasi merendahkan martabat bagi Indonesia apabila menerima 
keanggotaan dalam suatu asosiasi yang anggota-anggotanya terdiri atas negara-negara 
yang mempunyai kebijaksanaan luar negeri yang melanggar nilai-nilai yang diperjuang-kan 
oleh Indonesia. 
Mengingat bahwa format bagi kerjasama kawasan yang lebih luas memerlukan 
waktu untuk merundingkannya, maka antusiasme awal Indonesia telah disampaikan 
kepada publik. Dalam suatu pernyataan di depan Dewan Perwakilan Rakyat pada 
tanggal 16 Agustus 1966, dalam mana dia menjelaskan syarat-syarat persetujuan untuk 
membawa konfrontasi ke tahap akhir, Jenderal Soeharto mengungkapkan minat 
terhadap kerjasama kawasan dalam bentuk yang sepenuhnya konsisten dengan 
pandangan tentang tertib kawasan yang telah menjadi buah bibir dan yang dapat 
diterima sebelumnya jatuhnya Soekarno. 
Menurut Jenderal Soeharto, apabila masalah Malaysia selesai, maka negara-negara 
di Asia Tenggara dapat melangkah ke arah kegiatan-kegiatan dalam bidang 
kebijaksanaan luar negeri yang menjalin kerjasama yang erat berdasarkan prinsip saling 
menguntungkan antara negara-negara Asia Tenggara. Bangsa-bangsa di Asia Tenggara 
dapat menghidupkan kembali Maphilindo dalam lingkup yang lebih luas untuk 
mencapai suatu Asia Tenggara yang bekerjasama dalam berbagai bidang, terutama 
bidang-bidang ekonomi, teknik, dan budaya. 
Apabila suatu Asia Tenggara yang bersatu dapat dibentuk, maka bagian dunia 
ini akan mampu menghadapi pengaruh luar dan intervensi dari sudut manapun 
datangnya baik itu sifatnya ekonomi maupun intervensi fisik militer. Suatu Asia 
Tenggara yang bekerjasama, suatu Asia Tenggara yang bersatu, merupakan benteng 
dan dasar yang paling kokoh dalam menghadapi imperialisme dan kolonialisme dalam 
bentuk apapun dan dari sudut manapun datangnya (Michael Leifer, 1986: 174). 
Gagasan Soeharto mengenai kawasan Asia Tenggara masih seperti pandangan 
lama yang dipegang angkatan bersenjata, yakni tentang manajemen hubungan antar 
negara di dalam Asia Tenggara dan juga mengenai peranan utama yang dimainkan 
Indonesia dalam mewujudkan suatu tertib kawasan. Sesungguhnya pandangan itu, 
sebagaimana diartikulasikan pada bulan Agustus 1966, telah dipertahankan sejak lama 
tanpa perubahan yang mendasar. 
Pada tahun 1966, antusiasme bagi kerjasama kawasan dibarengi dengan tekad 
untuk menjamin bahwa setiap usaha ke arah itu akan didasarkan pada syarat-syarat 
Indonesia, meskipun di dalam kerangka rekonsiliasi. Itulah sebabnya, Soeharto 
memberikan rujukan pada penghidupan kembali gagasan Maphlindo (gagasan Dr 
Subandrio yang waktu itu sudah dipenjarakan) dalam lingkup yang lebih luas. Namun 
alasan utamanya ialah Indonesia enggan bergabung ke dalam ASA dengan asosiasi 
negara pengikutnya. 
Suatu permulaan baru diperlukan agar, sebagai anggota pendiri usaha baru itu, 
Indonesia dapat menanamkan jejak pada kerjasama wawasan tersebut. Yang mendasar 
wawasan ini ialah penolakan secara prinsip untuk menerima pentingnya peranan 
kekuasaan luar untuk mengisi setiap apa yang disebut kekosongan kekuasaan yang 
timbul di Asia Tenggara dengan mundurnya kolonialisme. Sesungguhnya konsep
kekosongan kekuasaan kawasan merupakan suatu yang asing bagi perspektif strategis 
yang menentang pemerintahan Soekarno dan Soeharto. 
Perubahan politik di Indonesia berarti dalam satu aspek penting suatu identitas 
wawasan politik ditetapkan antara lima pemerintah Asia Tenggara yang telah 
dilibatkan dalam konfrontasi apakah sebagai musuh ataukah sebagai konsiliator. 
Perubahan dalam sistem politik Indonesia menimbulkan suatu kesesuaian politik yang 
justru tidak ada ketika ASA dibentuk tahun 1961. Walaupun Indonesia menegaskan 
kembali secara formal prinsip-prinsip kebijaksanaan luar negeri yang didasarkan pada 
pencegahan asosiasi yang bersaifat aliansi atau memberikan fasilitator bagi pangkalan 
militer asing, di bawah kepemimpinan Jenderal Soeharto telah bergabung ke dalam 
jaringan informal negara-negara yang berpandangan serupa yang merentang Asia 
Tenggara dan di luarnya, yang di dalamnya Muangthai, Malaysia, Singpura, dan 
Filipina sudah menjadi anggota. Dalam hal ini, Indonesia merupakan mitra yang wajar, 
walaupun tak setara. Sesungguhnya, wilayahnya yang luas, sumber-sumber alam yang 
melimpah dan penduduknya yang besar menambah suatu dimensi ke dalam kerjasama 
kawasan yang tak hanya selama ini tidak ada tetapi juga telah menyebabkan usaha 
sebelumnya tampak lemah. 
Pemerintah-pemerintah di Muangthai dan Filipina menanggapi dengan 
semangat ungkapan minat Jenderal Soeharto dan usaha awalnya yang bertujuan untuk 
memajukan suatu asosiasi Asia Tenggara bagi kerjasama kawasan. Selain persoalan 
mencari rujukan yang tepat hal itu mungkin memakan waktu sedikit untuk meyakinkan 
perdana menteri Malaysia, Tengku Abdul Rahman, akan maksud baik Indonesia 
terutama karena kedua negara ini belum mempunyai hubungan diplomatik. 
Dalam kenyataannya, kebaikan mengkombinasikan suatu kerangka bagi 
rekonsiliasi kawasan dengan suatu format bagi tertib kawasan mempengaruhi saat itu. 
Kerjasama kawasan dengan peran serta Indonesia yang bersemangat menyerupai, 
untuk tahap tertentu, tahap perkembangan sistem antar-Amerika ketika pemasukan 
secara melembaga negara yang paling kuat di kawasan itu dipertimbangkan baik 
sebagai sarana untuk memuaskan ambisinya yang wajar dan juga untuk mengendalikan 
kecenderungan hegemoniknya yang lebih dapat ditolak. Pemerintah Indonesia, baik 
sebagai obyek maupun yang beruntung dari logika ini, sadar sepenuhnya akan kedua 
fungsi sengaja kerjasama kawasan itu sejak dari awal. 
E. Peran Indonesia Dalam Pembentukan ASEAN 
Setelah keluar dari tragedi tahun 1965, Indonesia telah mengalami perubahan 
politik luar negerinya. Pendekatan dan persepsi baru dalam kebijaksanaan politik luar 
negeri ini berpedoman pada dua hal pokok. Pertama, kepentingan nasional yang 
diperhitungkan secara realistis. Kepentingan nasional Indonesia itu antara lain 
mengatasi masalah ekonomi. Kedua, kenyataan-kenyataan yang terdapat dalam dunia 
internasional yang dapat digunakan untuk mencapai cita-cita bangsa Indonesia, 
termasuk perannya dalam menjaga perdamaian dunia. 
Dengan politik luar negeri yang baru itu, Indonesia akan bekerja sama dengan
negara-negara lain di dunia, dengan organisasi-organisasi dan badan-badan 
internasional yang ada, demi kepentingan nasional Indonesia untuk menanggulangi 
kesulitan ekonomi. 
Dengan penegasan kembali prinsip dasar politik luar negeri Indonesia yang 
bebas dan aktif, maka dirumuskanlah langkah-langkah yang akan diambil. Langkah-langkah 
itu ialah memperbaiki kesalahan pengertian dari negara-negara Blok Barat 
maupun Blok Timur. Oleh karena itu Indonesia segera kembali ke PBB, serta melakukan 
pendekatan kepada Blok Barat dan Timur. Dampak yang diharapkan muncul dari 
langkah-langkah ini ialah meningkatnya kredibiltas Indonesia di mata internasional 
sehingga dengan pulihnya kepercayaan ini maka dalam jangka menengah maupun 
jangka panjang bisa dilakukan pembangunan nasional. 
Kebijaksanaan politik luar negeri Indonesia yang baru ini membawa implikasi 
seperti yang diharapkan. Meningkatnya kredibilitas Indonesia di mata internasional 
ditandai dengan meningkatnya jumlah bantuan dan pinjaman luar negeri yang 
diterima, baik yang diterima dari negara-negara sahabat maupun badan-badan 
internasional. Di samping itu, penyelesaian masalah Irian Jaya dan konfrontasi dengan 
Malaysia mendapatkan titik terang. 
Jika pada masa sebelumnya Indonesia terlibat konfrontasi dengan Malaysia dan 
Singapura, maka setelah Orde Baru berkuasa memutuskan bahwa hubungan Indonesia 
dengan Singapura segera dipulihkan. Sekitar dua bulan setelah Indonesia memutuskan 
untuk memulihkan hubungan dengan Singapura, maka pada tanggal 6 Juni 1966 
pemerintah Singapura memutuskan untuk mengakui Indonesia dan menyetujui 
diadakannya pertukaran wakil-wakil diplomatik. PM Malaysia, Tengku Abdul Rahman 
yang semula menentang keputusan Singapura untuk membuka hubungan dengan 
Indonesia, telah menyatakan kegembiraannya. Langkah tersebut dinilai sebagai langkah 
menuju perdamaian dan keamanan daerah Asia Tenggara (Ulkasah Martadisastra, 
1985: 11). 
Perubahan sikap Tengku Abdul Rahman dinyatakan, karena hasil Persetujuan 
Bangkok antara Malaysia-Indonesia menambahkan pula bahwa akan lebih baik lagi 
apabila pembukaan hubungan diplomatik antara Indonesia, Malaysia dan Singapura 
dapat dilakukan serentak. 
Konfrontasi Indonesia-Malaysia yang telah berlangsung selama tiga tahun, 
dihentikan berdasarkan persetujuan bersama yang ditandatangani pada tanggal 11 
Agustus 1966 sebagai hasil persetujuan di Bangkok bulan Juni 1966 antara kedua 
pemerintahan bersangkutan. Dalam persetujuan itu Indonesia diwakili oleh Menteri 
Utama Bidang Politik/Luar Negeri Adam Malik, dan pihak Malaysia oleh Wakil PM 
Tun Abdul Razak. 
Dalam perjanjian yang ditandatangani di Jakarta tersebut dinyatakan bahwa 
kedua pemerintah setuju untuk diselenggarakannya pemilihan umum di Sabah dan 
Serawak dalam waktu secepatnya, secara bebas dan untuk memberi kesempatan kepada 
rakyat kedua daerah tersebut untuk menentukan kedudukannya. Hubungan diplomatik 
Malaysia-Indonesia akan segera dilaksanakan dan pertukaran perwakilan diplomatik 
segera diadakan. 
Setelah hubungan dengan negara-negara terdekatnya membaik, maka pada
akhir tahun 1966 Indonesia menawarkan kepada negara-negara di Asia Tenggara untuk 
berhimpun dalam suatu wadah organisasi kerja sama regional dalam rangka 
membangun dan mengisi kemerdekaan nasional masing-masing. Ide itu disampaikan 
kepada Singapura, Filipina, Malaysia, Thailand, Kamboja dan Myanmar. Terhadap 
tawaran itu, ternyata hanya Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand yang 
menyambut baik. 
Pemerintah Myanmar dalam tanggapannya mengenai rencana kerja sama 
regional di Asia Tenggara itu menyatakan bahwa negara itu tidak menentang proyek 
tersebut; namun Myanmar tidak dapat ikut serta menjadi anggotanya berdasarkan 
pertimbangan politik netralis ketat. Sedangkan Kamboja tidak ingin ikut serta dalam 
usaha-usaha regional apa pun di mana Thailand ikutserta secara aktif. Sebaliknya 
pejabat-pejabatan di Thailand berpendapat bahwa tanpa ikut sertanya Myanmar dan 
Kamboja, maka kelima negara Asia Tenggara tersebut akan lebih mampu membentuk 
suatu organisasi yang sanggup menghadapi pasar dunia bagi kepentingan negara 
anggota. Sementara itu Sri Lanka menyatakan diri ingin bergabung dengan organisasi 
yang akan dibentuk itu, sehingga masalah batas-batas geografis akan ditetapkan dalam 
pertemuan. Namun pada saat pembentukannya, negeri itu ternyata tidak hadir. 
Kerja sama regional yang akan dibentuk itu pada tingkat tertentu memang tidak 
dapat dibedakan dengan organisasi-organisasi regional yang sudah ada seperti ASA, 
tetapi tanpa masuknya Indonesia ke dalam lingkungan kerja sama regional, tidak akan 
terbentuk organisasi regional di Asia Tenggara yang benar-benar representatif. 
Dalam pertemuan tanggal 5 - 8 Agustus 1967 di Bangkok mengenai realisasi 
pembentukan suatu kerja sama regional yang baru, Indonesia menentang pasukan asing 
di wilayah Asia Tenggara; meskipun begitu hendaknya hal ini tidak menjadi rintangan 
bagi usaha pembentukan organisasi baru kerja sama regional Asia Tenggara yang harus 
bersifat nonpolitik dan nonmiliter, dan hal itu hanya dapat terjadi dengan perginya 
pasukan asing dari Asia Tenggara. 
Menanggapi persoalan di atas, Menlu Narcio Ramos dari Filipina, mengadakan 
pembelaan terhadap pandangan pemerintahnya yang menganggap perlu adanya 
pangkalan asing (Amerika Serikat) di Filipina. Sedangkan Singapura dan Malaysia 
menyatakan bahwa pasukan Inggris yang ada di negeri mereka tidak lama lagi akan 
ditarik. 
Karena Indonesia baru saja terlepas dari kekuasaan komunis dan kebijaksanaan 
politik luar negerinya menjauhi garis kiri, dan anggota-anggota lainnya anti komunis 
atau paling tidak non-komunis, maka ada kesan bahwa organisasi regional Asia 
Tenggara yang ditawarkan Indonesia itu disponsori oleh Blok Barat guna membendung 
komunis di Asia Tenggara. Namun kesan tersebut sulit dibuktikan, sebab negara-negara 
anggotanya menghindari perlawanan dengan negara-negara komunis. 
Jika dilihat dari proses pembentukannya, kelihatan bahwa organisasi yang akan 
dibentuk itu lebih sebagai antisipasi terhadap perkembangan politik di masa itu serta 
masa-masa berikutnya. Dan perlu diketahui pula bahwa organisasi gagasan Indonesia 
itu tidak dibentuk sebagai sebuah organisasi dengan konsep-konsep yang dipersiapkan 
secara matang dan terencana untuk jangka panjang. Situasi pada waktu itu memang 
tidak memungkinkan. Oleh karena itu tanpa berbelit-belit keempat negara yang yang
menerima usul Indonesia itu bersama Indonesia berkumpul di Bangkok dan kemudian 
membentuk ASEAN (Ulkasah Martadisastra, 1985: 2). . 
Dengan pemahaman atas keadaan seperti ini, maka seluruh makna yang bisa 
diperoleh Indonesia dari ASEAN tersebut di atas bukanlah makna-makna besar yang 
langsung didapat setelah ASEAN terbentuk. Sejak semula, harapan yang bisa 
ditumpukan pada organisasi baru ini dari pihak Indonesia sebagai penggagas ialah 
bahwa ASEAN bisa berfungsi sebagai sarana peredaan setelah terjadi perubahan politik 
luar negeri Indonesia. 
Setelah terjadi peredaan ketegangan, lalu diambil langkah-langkah pemulihan 
citra politik Indonesia di mata negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara 
khususnya dan dunia internasional pada umumnya. Implikasinya, melalui ketahanan 
ekonomi dan politik, bisa dirasakan makna ketahanan regional dalam bidang 
pertahanan dan keamanan. Dengan demikian pembentukan ASEAN bisa memberi 
harapan baru bagi masa depan Indonesia. 
Penutup 
Kondisi internasional menjelang terbentuknya ASEAN diwarnai oleh persaingan 
antara Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin Uni 
Soviet. Perebutan pengaruh antara kedua negara adidaya itu juga dikenal sebagai 
perang dingin. Kedua blok itu berebut pengaruh di setiap kawasan, termasuk di 
kawasan Asia Tenggara. Sementara itu kondisi Asia Tenggara sebelum terbentuknya 
ASEAN diwarnai oleh perpanjangan konflik akibat perebutan pengaruh Blok Barat dan 
Blok Timur. Akibatnya negara-negara di Asia Tenggara pecah menjadi dua kelompok, 
yaitu kelompok yang mendukung Amerika dan kelompok yang mendukung Uni Soviet 
. 
Pemberontakan dan penumpasan komunis yang terjadi di Indonesia mengubah 
perimbangan kekuatan antara kelompok negara yang pro Amerika Serikat dan yang pro 
Uni Soviet. Hal ini disebabkan karena akibat peristiwa tersebut Indonesia berubah dari 
pro Blok Timur menjadi pro Blok Barat. Kondisi ini mendorong negara-negara pro 
Barat untuk berhimpun menghadapi pengaruh Blok Timur. Indonesia yang mulai 
berbaik dengan PBB dan negara-negara tetangganya, menawarkan konsep 
perhimpunan kepada negara-negara di Asia Tenggara. Konsep tersebut disambut 
dingin oleh negara-negara yang condong ke komunis, namun disambut positif oleh 
negara-negara pro Barat. Negara-negara inilah yang kemudian membentuk ASEAN. 
Daftar Pustaka 
Alfian dkk. 1986. Latar Belakang Terbentuknya ASEAN. Jakarta: Seknas ASEAN Deplu RI. 
Bertram, Christoph. 1988. Konflik Dunia Ketiga dan Keamanan Dunia. Jakarta: Bina Aksara. 
Broinowski, Alison. 1982. Understanding ASEAN, London: The Macmillan Press. 
Butwell, Richard. 1969. Southeast Asian Today and Tomorrow: Problems and Political
Development. New York: Praeger Publish. 
Gordon, Bernard. 1966. Dimensions of Conflict in Southeast Asia. New Jersey : Prentice- 
Hall. 
Leifer, Michael. 1986. Politik Luar Negeri Indonesia. Jakarta: Penerbit PT Gramedia. 
Luhulima, C.P.F., dkk. 1986. Dimensi Kerangka Kegiatan dalam Kerja Sama ASEAN, Jakarta: 
Seknas ASEAN Deplu RI. 
Martadisastra, Ukasah. 1985. Perbandingan Administrasi Negara ASEAN. Bandung: 
Remaja Karya. 
Rajendran, M. 1985. ASEAN’s Foreign Relations: The Shift to Collective Action, 
Kualalumpur: Arena Buku. 
Robison, Richard. 1978. “Towards a Class Analysis of The Indonesian Militery 
Bureaueratic State” Dalam Indonesia No. 25. 
Seknas ASEAN. 1986. ASEAN Selayang Pandang. Jakarta: Departemen Luar Negeri RI.
Solidum, Estrella D. 1974. Toward A Southeast Asian Community. Quezon City: University 
of the Philippines Press. 
Somsaxdi Xuto. 1973. Regional Cooperation in Southeast Asia. Bangkok: Institute of Asian 
Studies, Chulalongkorn University.

More Related Content

What's hot

Politik Luar Negeri Indonesia
Politik Luar Negeri IndonesiaPolitik Luar Negeri Indonesia
Politik Luar Negeri IndonesiaYoollan MW
 
Lembaga - lembaga Internasional dan Peran Indonesia di dalam Kerja Sama Inter...
Lembaga - lembaga Internasional dan Peran Indonesia di dalam Kerja Sama Inter...Lembaga - lembaga Internasional dan Peran Indonesia di dalam Kerja Sama Inter...
Lembaga - lembaga Internasional dan Peran Indonesia di dalam Kerja Sama Inter...Deny Sullivan
 
Landasan Luar Negeri Politik Bebas Aktif Indonesia
Landasan Luar Negeri Politik Bebas Aktif IndonesiaLandasan Luar Negeri Politik Bebas Aktif Indonesia
Landasan Luar Negeri Politik Bebas Aktif IndonesiaNadila Embun Sari
 
Akhir perang dunia 2
Akhir perang dunia 2Akhir perang dunia 2
Akhir perang dunia 2bayuzahran
 
History of Cold War
History of Cold WarHistory of Cold War
History of Cold WarSoya Odut
 
Perbedaan LBB dan PBB
Perbedaan LBB dan PBBPerbedaan LBB dan PBB
Perbedaan LBB dan PBBEsti Dyah
 
Sejarah tingkatan 5 bab 9
Sejarah tingkatan 5 bab 9Sejarah tingkatan 5 bab 9
Sejarah tingkatan 5 bab 9Msabri MNor
 
Politik luar negeri indonesia dan organisasi internasional ppt
Politik luar negeri indonesia dan organisasi internasional pptPolitik luar negeri indonesia dan organisasi internasional ppt
Politik luar negeri indonesia dan organisasi internasional pptDella Ikaningtyas
 
Nota paowerpoint bab9tg5 2
Nota paowerpoint bab9tg5 2Nota paowerpoint bab9tg5 2
Nota paowerpoint bab9tg5 2Hidayati Husain
 
Politik Luar Negeri, Bebas Aktif Indonesia dan Lembaga Internasional (ASEAN, ...
Politik Luar Negeri, Bebas Aktif Indonesia dan Lembaga Internasional (ASEAN, ...Politik Luar Negeri, Bebas Aktif Indonesia dan Lembaga Internasional (ASEAN, ...
Politik Luar Negeri, Bebas Aktif Indonesia dan Lembaga Internasional (ASEAN, ...Alviony Charisa
 
Tingkatan 5 sejarah bab 9
Tingkatan 5 sejarah bab 9Tingkatan 5 sejarah bab 9
Tingkatan 5 sejarah bab 9Hidayati Husain
 
1.perang dunia i
1.perang dunia i1.perang dunia i
1.perang dunia iRessa
 
Kerjasama dan perjanjian internasional yang bermanfaat bagi indonesia
Kerjasama dan perjanjian internasional yang bermanfaat bagi indonesiaKerjasama dan perjanjian internasional yang bermanfaat bagi indonesia
Kerjasama dan perjanjian internasional yang bermanfaat bagi indonesiaEllyvia Trisnawati
 
Politik luar negeri
Politik luar negeriPolitik luar negeri
Politik luar negeriNadiv Sky
 
Teori Strategi dan Perang Dunia
Teori Strategi dan Perang DuniaTeori Strategi dan Perang Dunia
Teori Strategi dan Perang DuniaChartika Chika
 
Organisasi Internasional (PBB)
Organisasi Internasional (PBB)Organisasi Internasional (PBB)
Organisasi Internasional (PBB)Deewani P Sumbadra
 
Konsepsi Politik2
Konsepsi Politik2Konsepsi Politik2
Konsepsi Politik2Fika Monika
 
Politik Luar Negeri dan Hubungan Internasional
Politik Luar Negeri dan Hubungan InternasionalPolitik Luar Negeri dan Hubungan Internasional
Politik Luar Negeri dan Hubungan InternasionalAyu Nuswantari
 

What's hot (20)

Politik Luar Negeri Indonesia
Politik Luar Negeri IndonesiaPolitik Luar Negeri Indonesia
Politik Luar Negeri Indonesia
 
Lembaga - lembaga Internasional dan Peran Indonesia di dalam Kerja Sama Inter...
Lembaga - lembaga Internasional dan Peran Indonesia di dalam Kerja Sama Inter...Lembaga - lembaga Internasional dan Peran Indonesia di dalam Kerja Sama Inter...
Lembaga - lembaga Internasional dan Peran Indonesia di dalam Kerja Sama Inter...
 
Landasan Luar Negeri Politik Bebas Aktif Indonesia
Landasan Luar Negeri Politik Bebas Aktif IndonesiaLandasan Luar Negeri Politik Bebas Aktif Indonesia
Landasan Luar Negeri Politik Bebas Aktif Indonesia
 
Akhir perang dunia 2
Akhir perang dunia 2Akhir perang dunia 2
Akhir perang dunia 2
 
History of Cold War
History of Cold WarHistory of Cold War
History of Cold War
 
Perbedaan LBB dan PBB
Perbedaan LBB dan PBBPerbedaan LBB dan PBB
Perbedaan LBB dan PBB
 
Sejarah tingkatan 5 bab 9
Sejarah tingkatan 5 bab 9Sejarah tingkatan 5 bab 9
Sejarah tingkatan 5 bab 9
 
Politik luar negeri indonesia dan organisasi internasional ppt
Politik luar negeri indonesia dan organisasi internasional pptPolitik luar negeri indonesia dan organisasi internasional ppt
Politik luar negeri indonesia dan organisasi internasional ppt
 
Nota paowerpoint bab9tg5 2
Nota paowerpoint bab9tg5 2Nota paowerpoint bab9tg5 2
Nota paowerpoint bab9tg5 2
 
Cold war
Cold warCold war
Cold war
 
Politik Luar Negeri, Bebas Aktif Indonesia dan Lembaga Internasional (ASEAN, ...
Politik Luar Negeri, Bebas Aktif Indonesia dan Lembaga Internasional (ASEAN, ...Politik Luar Negeri, Bebas Aktif Indonesia dan Lembaga Internasional (ASEAN, ...
Politik Luar Negeri, Bebas Aktif Indonesia dan Lembaga Internasional (ASEAN, ...
 
Tingkatan 5 sejarah bab 9
Tingkatan 5 sejarah bab 9Tingkatan 5 sejarah bab 9
Tingkatan 5 sejarah bab 9
 
1.perang dunia i
1.perang dunia i1.perang dunia i
1.perang dunia i
 
Kerjasama dan perjanjian internasional yang bermanfaat bagi indonesia
Kerjasama dan perjanjian internasional yang bermanfaat bagi indonesiaKerjasama dan perjanjian internasional yang bermanfaat bagi indonesia
Kerjasama dan perjanjian internasional yang bermanfaat bagi indonesia
 
Pbb dan asean
Pbb dan aseanPbb dan asean
Pbb dan asean
 
Politik luar negeri
Politik luar negeriPolitik luar negeri
Politik luar negeri
 
Teori Strategi dan Perang Dunia
Teori Strategi dan Perang DuniaTeori Strategi dan Perang Dunia
Teori Strategi dan Perang Dunia
 
Organisasi Internasional (PBB)
Organisasi Internasional (PBB)Organisasi Internasional (PBB)
Organisasi Internasional (PBB)
 
Konsepsi Politik2
Konsepsi Politik2Konsepsi Politik2
Konsepsi Politik2
 
Politik Luar Negeri dan Hubungan Internasional
Politik Luar Negeri dan Hubungan InternasionalPolitik Luar Negeri dan Hubungan Internasional
Politik Luar Negeri dan Hubungan Internasional
 

Viewers also liked

Organisasi Internasional (ASEAN)
Organisasi Internasional (ASEAN)Organisasi Internasional (ASEAN)
Organisasi Internasional (ASEAN)Deewani P Sumbadra
 
Makalah hubungan internasional dengan organisasi internasional
Makalah hubungan internasional dengan organisasi internasionalMakalah hubungan internasional dengan organisasi internasional
Makalah hubungan internasional dengan organisasi internasionalAbdillah Arief
 
PPT Media Pembelajaran ICT tentang materi ASEAN
PPT Media Pembelajaran ICT tentang materi ASEANPPT Media Pembelajaran ICT tentang materi ASEAN
PPT Media Pembelajaran ICT tentang materi ASEANdiyahcantik94
 
TEDx Manchester: AI & The Future of Work
TEDx Manchester: AI & The Future of WorkTEDx Manchester: AI & The Future of Work
TEDx Manchester: AI & The Future of WorkVolker Hirsch
 

Viewers also liked (9)

Sejarah Pembentukan ASEAN
Sejarah Pembentukan ASEANSejarah Pembentukan ASEAN
Sejarah Pembentukan ASEAN
 
Arti lambang asean
Arti lambang aseanArti lambang asean
Arti lambang asean
 
Organisasi Internasional (ASEAN)
Organisasi Internasional (ASEAN)Organisasi Internasional (ASEAN)
Organisasi Internasional (ASEAN)
 
Makalah hubungan internasional dengan organisasi internasional
Makalah hubungan internasional dengan organisasi internasionalMakalah hubungan internasional dengan organisasi internasional
Makalah hubungan internasional dengan organisasi internasional
 
ASEAN
ASEAN ASEAN
ASEAN
 
PPT Media Pembelajaran ICT tentang materi ASEAN
PPT Media Pembelajaran ICT tentang materi ASEANPPT Media Pembelajaran ICT tentang materi ASEAN
PPT Media Pembelajaran ICT tentang materi ASEAN
 
ASEAN
ASEANASEAN
ASEAN
 
Asean
AseanAsean
Asean
 
TEDx Manchester: AI & The Future of Work
TEDx Manchester: AI & The Future of WorkTEDx Manchester: AI & The Future of Work
TEDx Manchester: AI & The Future of Work
 

Similar to Proses berdirinya asean kardiyat

MODUL 9 PENGARUH LINGKUNGAN LUAR terhadap SISTEMN POLITIK DAN PELAKSANAAN POL...
MODUL 9 PENGARUH LINGKUNGAN LUAR terhadap SISTEMN POLITIK DAN PELAKSANAAN POL...MODUL 9 PENGARUH LINGKUNGAN LUAR terhadap SISTEMN POLITIK DAN PELAKSANAAN POL...
MODUL 9 PENGARUH LINGKUNGAN LUAR terhadap SISTEMN POLITIK DAN PELAKSANAAN POL...Srikuat
 
Makalah perang dingin
Makalah perang dinginMakalah perang dingin
Makalah perang dinginWarnet Raha
 
Perang Dingin Dri Inter.ppt
Perang Dingin Dri Inter.pptPerang Dingin Dri Inter.ppt
Perang Dingin Dri Inter.pptUdhynBachdym
 
DOKUMEN - 3 PERSOALAN HUBUNGAN INTERNASIONAL.pdf
DOKUMEN - 3 PERSOALAN HUBUNGAN INTERNASIONAL.pdfDOKUMEN - 3 PERSOALAN HUBUNGAN INTERNASIONAL.pdf
DOKUMEN - 3 PERSOALAN HUBUNGAN INTERNASIONAL.pdfWidanFauzan
 
Akhir perang dunia 2
Akhir perang dunia 2Akhir perang dunia 2
Akhir perang dunia 2nadyafitriani
 
jiptummpp-gdl-s1-2011-rizkydwita-21928-BAB+I.pdf
jiptummpp-gdl-s1-2011-rizkydwita-21928-BAB+I.pdfjiptummpp-gdl-s1-2011-rizkydwita-21928-BAB+I.pdf
jiptummpp-gdl-s1-2011-rizkydwita-21928-BAB+I.pdfMFikri32
 
3. PERAN AKTIF BANGSA INDONESIA PADA MASA PERANG DINGIN.pptx
3. PERAN AKTIF BANGSA  INDONESIA PADA MASA PERANG DINGIN.pptx3. PERAN AKTIF BANGSA  INDONESIA PADA MASA PERANG DINGIN.pptx
3. PERAN AKTIF BANGSA INDONESIA PADA MASA PERANG DINGIN.pptxRafaGibraltar1
 
Hubungan IPTEK dengan Perang Dunia II serta Perang Dingin
Hubungan IPTEK dengan Perang Dunia II serta Perang DinginHubungan IPTEK dengan Perang Dunia II serta Perang Dingin
Hubungan IPTEK dengan Perang Dunia II serta Perang DinginMilantika Dyah Puspitasari
 
BAB 3 Perang Dingin sejarah peminatan kelas xii
BAB 3 Perang Dingin sejarah peminatan kelas xiiBAB 3 Perang Dingin sejarah peminatan kelas xii
BAB 3 Perang Dingin sejarah peminatan kelas xiiAnggraeni18
 
Peran aktif indonesia pada masa perang dingin
Peran aktif  indonesia pada masa perang dinginPeran aktif  indonesia pada masa perang dingin
Peran aktif indonesia pada masa perang dingingadinggilang
 
Pasca Cold War
Pasca Cold WarPasca Cold War
Pasca Cold WarSoya Odut
 

Similar to Proses berdirinya asean kardiyat (20)

Perang dingin
Perang dinginPerang dingin
Perang dingin
 
MODUL 9 PENGARUH LINGKUNGAN LUAR terhadap SISTEMN POLITIK DAN PELAKSANAAN POL...
MODUL 9 PENGARUH LINGKUNGAN LUAR terhadap SISTEMN POLITIK DAN PELAKSANAAN POL...MODUL 9 PENGARUH LINGKUNGAN LUAR terhadap SISTEMN POLITIK DAN PELAKSANAAN POL...
MODUL 9 PENGARUH LINGKUNGAN LUAR terhadap SISTEMN POLITIK DAN PELAKSANAAN POL...
 
Makalah perang dingin
Makalah perang dinginMakalah perang dingin
Makalah perang dingin
 
Makalah perang dingin
Makalah perang dinginMakalah perang dingin
Makalah perang dingin
 
Perang Dingin
Perang DinginPerang Dingin
Perang Dingin
 
Makalah perang dingin
Makalah perang dinginMakalah perang dingin
Makalah perang dingin
 
Makalah perang dingin
Makalah perang dinginMakalah perang dingin
Makalah perang dingin
 
Makalah perang dingin
Makalah perang dinginMakalah perang dingin
Makalah perang dingin
 
Perang Dingin Dri Inter.ppt
Perang Dingin Dri Inter.pptPerang Dingin Dri Inter.ppt
Perang Dingin Dri Inter.ppt
 
cold-war.ppt
cold-war.pptcold-war.ppt
cold-war.ppt
 
DOKUMEN - 3 PERSOALAN HUBUNGAN INTERNASIONAL.pdf
DOKUMEN - 3 PERSOALAN HUBUNGAN INTERNASIONAL.pdfDOKUMEN - 3 PERSOALAN HUBUNGAN INTERNASIONAL.pdf
DOKUMEN - 3 PERSOALAN HUBUNGAN INTERNASIONAL.pdf
 
Akhir perang dunia 2
Akhir perang dunia 2Akhir perang dunia 2
Akhir perang dunia 2
 
jiptummpp-gdl-s1-2011-rizkydwita-21928-BAB+I.pdf
jiptummpp-gdl-s1-2011-rizkydwita-21928-BAB+I.pdfjiptummpp-gdl-s1-2011-rizkydwita-21928-BAB+I.pdf
jiptummpp-gdl-s1-2011-rizkydwita-21928-BAB+I.pdf
 
3. PERAN AKTIF BANGSA INDONESIA PADA MASA PERANG DINGIN.pptx
3. PERAN AKTIF BANGSA  INDONESIA PADA MASA PERANG DINGIN.pptx3. PERAN AKTIF BANGSA  INDONESIA PADA MASA PERANG DINGIN.pptx
3. PERAN AKTIF BANGSA INDONESIA PADA MASA PERANG DINGIN.pptx
 
Hubungan IPTEK dengan Perang Dunia II serta Perang Dingin
Hubungan IPTEK dengan Perang Dunia II serta Perang DinginHubungan IPTEK dengan Perang Dunia II serta Perang Dingin
Hubungan IPTEK dengan Perang Dunia II serta Perang Dingin
 
BAB 3 Perang Dingin sejarah peminatan kelas xii
BAB 3 Perang Dingin sejarah peminatan kelas xiiBAB 3 Perang Dingin sejarah peminatan kelas xii
BAB 3 Perang Dingin sejarah peminatan kelas xii
 
Materi sejarah-semester-2
Materi sejarah-semester-2Materi sejarah-semester-2
Materi sejarah-semester-2
 
Peran aktif indonesia pada masa perang dingin
Peran aktif  indonesia pada masa perang dinginPeran aktif  indonesia pada masa perang dingin
Peran aktif indonesia pada masa perang dingin
 
perangdingin.ppt
perangdingin.pptperangdingin.ppt
perangdingin.ppt
 
Pasca Cold War
Pasca Cold WarPasca Cold War
Pasca Cold War
 

Recently uploaded

PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiEdukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiIntanHanifah4
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...MarwanAnugrah
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxDwiYuniarti14
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdftsaniasalftn18
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...Kanaidi ken
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxSyaimarChandra1
 
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docxSILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docxrahmaamaw03
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxMATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxrofikpriyanto2
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaNadia Putri Ayu
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdfShintaNovianti1
 
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau tripletMelianaJayasaputra
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxalalfardilah
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 

Recently uploaded (20)

PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiEdukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
 
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docxSILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxMATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
 
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 

Proses berdirinya asean kardiyat

  • 1. PROSES BERDIRINYA ASEAN A AAA KKKKaaaarrrrddddiiiiyyyyaaaatttt WWWWiiiihhhhaaaarrrryyyyaaaannnnttttoooo Abstract This article’s aim was to explain the world situation before the formation of ASEAN, the Southeast Asian state before the formation of ASEAN, leading to the formation of ASEAN, and also the role of Indonesia in the formation of ASEAN. Towards the establishment of ASEAN, world situation characterized by competition between the Western bloc led by the United States and the Eastern Bloc led by the Soviet Union (now Russia). Both blocks were scrambling for power and influence in each region, including in Southeast Asia. Conditions of Southeast Asia prior to the formation of ASEAN was characterized by conflict and struggle for influence of the West Block, East Block. As a result, countries in Southeast Asia broke into two groups, ie groups that support America and those who support the Soviet Union G30S/PKI incident that occurred in Indonesia change the balance of power between pro-state group of the United States and the pro-Soviet Union. This is caused due to the event changed from pro-Indonesia East Bloc to be pro-Western bloc. These conditions encourage the pro-Western countries to come together to face the influence of the Eastern Bloc. Indonesia, which began to build a good relationship to the United Nations and neighboring countries, offered the concept of assembly to countries in Southeast Asia. The concept was greeted positively by the pro-Western countries. These countries that later formed the ASEAN. A. Pendahuluan Sejak PBB dibentuk tahun 1945, gagasan menciptakan pengaturan kerja sama regional sebagai sarana penunjang mencapai kerja sama global dilancarkan oleh berbagai pihak. Kedua gagasan tadi, yakni kerja sama regional dan kerja sama global dalam Piagam PBB dipandang sebagai hal-hal yang amat diperjuangkan guna mencapai perdamaian dunia. Keduanya merupakan tekad yang diambil para pemrakarsa PBB agar generasi berikutnya tidak lagi mengalami kesengsaraan peperangan seperti yang terjadi dalam Perang Dunia I dan II. Sejak tahun 1945 itu, berkembanglah berbagai ikrar kerja sama regional di hampir seluruh kawasan dunia yang penting seperti di Eropa, Timur Tengah, Asia, Afrika dan Amerika Latin. Salah satu asumsi pokok kerja sama regional adalah bahwa kedekatan geografis akan memudahkan upaya-upaya saling memahami di antara negara-negara yang bertetangga sehingga masalah-masalah yang mungkin dapat menjurus kepada pertikaian berlanjut dapat diatasi dengan segera atas dasar hidup berdampingan secara damai (C.P.F. Luhulima, 1986: 6). Asumsi kerja sama regional kedua ialah pembagian kerja di antara negara- Drs. A. Kardiyat Wiharyanto, adalah dosen tetap pada Program Studi Pendidikan Sejarah, FKIP - Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
  • 2. negara yang berdekatan secara geografis tadi agar masing-masing negara memusatkan diri terutama pada kegiatan-kegiatan ekonomi yang menurut hematnya paling kuat dimilikinya sambil menyerahkan bidang kegiatan ekonomi lain kepada tetangga yang lebih kuat minatnya terhadap bidang kegiatan tersebut. Sedangkan asumsi ketiga, kerja sama regional ialah bahwa negara-negara yang melaksanakan kerja sama tadi terlebih dahulu mencapai kata sepakat tentang manfaat bersama yang diperoleh dari keterikatannya pada suatu usaha bersama daripada menjalankan kegiatan pembangunan secara terpisah dan tersendiri. Asumsi ini dikenal sebagai konvergensi kepentingan yang mau tidak mau bersumber pada suatu keputusan politik. Bertolak dari ketiga asumsi di atas, maka setelah berakhirnya Perang Dunia II dan PBB didirikan, di berbagai kawasan dunia diciptakan organisasi kerja sama regional. Bermula di Eropa yang pada awalnya ingin mendirikan Masyarakat Eropa dan berlandaskan Dewan Pertahanan Eropa tatkala Rencana Marshall dilancarkan pada tahun 1947 kawasan-kawasan lainnya pun turut mengusahakan terciptanya berbagai bentuk kerja sama regional. Pada tahun 1960 di Amerika Latin terbentuk Organisasi Perdagangan Bebas Amerika Latin (LAFTA) di kota Montevideo. Namun organisasi regional tersebut kini mengalami berbagai kesultan internal yang menyebabkannya, menemui serangkaian kegagalan dalam upaya kerjasamanya (M. Rajendran, 1985: 8). Yang menarik dari awal bentuk-bentuk kerja sama tersebut, hampir semua diprakarsai oleh negara-negara Blok Barat. Hal ini disebabkan perhitungan strategis para perancang pembangunan kembali Eropa sehabis Perang Dunia II bahwa suatu perang dingin berlangsung antara kubu Amerika Serikat dan kubu Uni Soviet yang mulai bersaing dalam bidang ideologi sebelum Perang Dunia II berakhir. Benih-benih perang dingin yang menggejala semasa Perang Dunia II terus tumbuh dan berkembang, sehingga setelah perang besar tersebut selesai tampillah dua kekuatan besar yang lambat laun menggantikan sistem empat-kutub (Amerika Serikat, Inggris, Perancis dan Uni Soviet) dan mendominasi persidangan PBB. Selama tahun 1945-1955 sistem empat-kutub (tiga sekutu Barat dan Uni Soviet) menetapkan program-program kerja sama dalam iklim perang dingin Timur-Barat yang berlaku waktu itu. Adapun puncak persaingan pembentukan kerja sama regional dalam rangka konflik Timur-Barat itu terjadi dengan terbentuknya Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) pada bulan April 1949 yang disusul dengan terbentuknya Pakta Warsawa pada tahun 1955. Bersamaan dengan itu, dibangunlah pula perangkat-perangkat kerja sama ekonomi yang akhirnya menjelma melalui pembentukan Masyarakat Ekonomi Eropa dan Dewan Kerjasama Ekonomi (COMECON). Sementara itu, persaingan ideologi, politik, dan ekonomi Amerika Serikat-Uni Soviet meluas ke kawasan-kawasan lain. Dengan beberapa negara Timur Tengah dan Pakistan, Amerika Serikat mendirikan Cento (Central Treaty Organization), sementara di Asia Pasifik diciptakanlah rangkaian perjanjian persekutuan dengan Filipina, Muangthai, Korea Selatan, Taiwan, Jepang, Australia, Selandia Baru. Khusus untuk Asia Tenggara, SEATO (Southeast Asia Treaty Organization) yang didirikan pada bulan September 1954 dan kemudian pada tahun 1961 berdiri pula ASA (Assotiation of
  • 3. Southeast Asia). Walaupun SEATO dan ASA itu tidak berumur panjang, namun negara-negara Asia Tenggara memiliki pengalaman membentuk dan memelihara organisasi regional. Pengalaman-pengalaman tersebut bisa menjadi bahan buat kerja sama yang lebih konkret di kemudian hari (Estrella D Solidum, 1974: 8). Berdasarkan serentetan peristiwa di atas maka dapatlah dilihat bahwa dari mulanya, setiap bentuk kerja sama regional selalu dilandasi oleh suatu perhitungan politik. Amerika Serikat memprakarsai rangkaian bentuk kerja sama regional karena para pemimpinnya dari awal menyadari bahwa sekuat-kuatnya kemampuan ekonomi dan militer Amerika Serikat, ia tak akan sanggup menyaingi kekuatan dan pengaruh Uni Soviet di setiap kawasan dunia dalam kadar ketangguhan, ketekadan, dan perhatian yang sama. Kawasan Eropa memang selamanya menjadi sasaran perhatian terpenting karena ikatan-ikatan ekonomi, politik, kebudayaan, dan strategi yang erat antara Amerika Serikat dengan Inggris, Perancis, Italia, dan negara-negara Eropa Barat lainnya. Di kawasan Asia Pasifik, ikhtiar Amerika Serikat adalah untuk menciptakan Jepang yang kuat dan yang menjalankan perekonomian negaranya berdasarkan sistem ekonomi bebas (kapitalis). Dengan kekuatan industri dan keuletan masyarakat Jepang diharapkan dapat dibangun suatu konsentrasi industri yang mampu melayani kepentingan strategi, politik, dan ekonomi Amerika Serikat dalam rangka pembendungan dua raksasa komunis (Uni Soviet dan China) yang pada waktu itu masih bersekutu dengan erat. Dalam suasana membangun pola kerjasama regional yang dilandaskan keterikatan melalui persekutuan itulah beberapa negara Asia-Afrika memprakarsai Konferensi Asia-Afrika di Bandung bulan April 1955. Kecuali prinsip-prinsip yang dikemukakan dalam Dasasila Bandung, Konferensi Asia-Afrika sesungguhnya menuntut kepada negara-negara besar di PBB bahwa kepentingan pembangunan ekonomi dan sosial negara-negara sedang berkembang amat kurang diperhatikan oleh negara-negara yang sudah maju. Dalam suasana inilah lahir benih-benih bentuk kerja sama regional di kawasan Asia Tenggara yang mengandalkan kemandirian negara setempat, bukan penentuan oleh negara-negara luar kawasan. Munculnya gejala-gejala lahirnya kerja sama kawasan Asia Tenggara memang tidak bisa dilepaskan sama sekali dengan adanya perang dingin, sebab tiada kawasan dunia yang penting yang lepas dari salah satu atau berbagai bentuk persaingan ideologis Amerika Serikat-Uni Soviet. Asia Tenggara, merupakan kawasan strategis pula. Sudah sejak lama diketahui bahwa kawasan Asia Tenggara merupakan persimpangan jalan, baik dari sudut kultural, maupun politik, dan dagang. Karena letak yang strategis dan hasil yang berlimpah-limpah itu, maka kecuali Muangthai, semua daerah pernah jatuh ke bawah kekuasaan kolonial Inggris, Perancis, Belanda dan Spanyol (yang kemudian digantikan oleh Amerika Serikat). Tanpa mengurangi nilai dan kemampuan survival yang dimiliki Muangthai, yang antara lain disebabkan oleh reformasi kerajaan yang tak terlambat, persaingan dan gerak maju Inggris (dari Malaya dan Myanmar) dan Perancis (dari Indo-China) merupakan faktor yang menguntungkan bagi kedaulatan Muangthai dan kelanjutan dinasti Chakri di
  • 4. Bangkok. Namun perbedaan kolonial ini, yang antara lain juga ditandai oleh penguasaan kelas menengah oleh golongan migran China, diakhiri oleh pendudukan Jepang. Dalam perjuangan kemerdekaan, bangsa-bangsa di Asia Tenggara mempunyai perbedaan-perbedaan. Namun periode sejak 1945 sampai 1965 boleh dianggap sebagai periode pemantapan integrasi nasional dan pembentukan negara serta konsolidasi politik. Berbagai peristiwa internal dari masing-masing daerah yang kemudian menjadi negara, selama periode selama dua dasawarsa itu dapat dikembalikan kepada ketegangan dan konflik yang dihasilkan oleh proses pembentukan bangsa dan negara serta konsolidasi politik itu. Kolonialisme, dengan segala implikasi sosial ekonominya, memang merupakan faktor utama dari berbagai peristiwa sosial-politik yang terjadi di abad ke-20 Asia Tenggara. Kolonialisme adalah awal dari pecahnya Vietnam dan kemudian berlanjut dengan perang-perang yang akhirnya mempersatukan kembali di bawah regim komunis. Kolonialisme pula yang jadi awal terjadinya dua belahan Filipina yang masing-masing merasa asing dan antagonistik. Dan, barangkali tak berlebihan pula kalau dikatakan bahwa tanpa kolonialisme Singapura tidaklah akan menjadi a nation of immigrants dan Malaysia merupakan negara yang paling bersifat majemuk dari sudut ras. Namun, berbagai proses integrasi nasional dari negara Malaysia, sangat ditentukan oleh sosial-kultural dari masing-masing kesatuan politik. Dalam hal ini dapat dilihat kesamaan yang agak menyolok dari daerah kepulauan dan daratan Asia. Keduanya memperlihatkan ekologi alam dan sosial yang terdiri atas daerah pantai (jika di kepulauan) atau lembah dan dataran rendah (di daratan), serta pedalaman dan pegunungan atau dataran tinggi. Hal ini juga dialami Muangthai yang masih bergumul dengan kemantapan integrasi nasionalnya (Sekretariat Nasional ASEAN, 1986: 1). Di Indonesia dan Filipina yang tidak bertolak dari konsep adanya kelompok etnis yang dominan, masalah integrasi nasional lebih bercorak pencarian komunikasi kultural yang sesuai dan perimbangan kekuasaan politik yang sekurang-kurangnya dapat ditolerir. Dan untuk mencapai itu berbagai krisis pernah dijalani dan berbagai tantangan masih harus dihadapi. Dari tinjauan umum di atas dapat dilihat bahwa bentuk dan corak politik negara-negara di Asia Tenggara berbeda-beda. Hubungan mereka antara tahun 1945- 1965 di bawah bayang-bayang persaingan ideologis Amerika Serikat-Uni Soviet. Tulisan ini hendak membahas proses lahirnya ASEAN. Tujuannya untuk melihat situasi dunia menjelang lahinya ASEAN, kondisi negara-negara Asia Tenggara sebelum lahirnya ASEAN, menuju ke arah lahirnya ASEAN, serta peran Indonesia dalam pembentuklan ASEAN. B. Situasi Dunia Menjelang Lahirnya ASEAN Antara tahun 1945 sampai 1965 dunia internasional berada dalam persaingan dua kekuatan besar yakni Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin Uni Soviet. Puncak persaingan tersebut ditandai dengan pembentukan
  • 5. pakta perhananan yaitu Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) oleh Amerika Serikat dan sekutunya, dan Pakta Warsawa oleh Uni Soviet dan satelit-satelitnya. Persaingan kedua negara adikuasa tersebut juga mencakup persaingan ideologi, politik dan ekonomi. Sedangkan wilayahnya tidak hanya di Eropa tetapi meluas ke kawasan-kawasan lain, baik di Asia maupun di Pasifik. Di wilayah-wilayah tersebut muncul organisasi-organisasi yang berpihak pada salah satu kekuatan dunia itu. Sedangkan untuk Asia Tenggara muncul organisasi-organisasi regional yang bernafaskan persaingan antara dua negara adidaya itu, misalnya SEATO, ASA, ASEAN yang pro Amerika Serikat, dan Persekutuan Indocina yang pro Uni Soviet. Sejak semula kerja sama regional di Asia Tenggara yang diprakarsai oleh negara-negara Barat dalam rangka persaingan Timur-Barat berupaya mencegah terjadinya perang; tidak ada satu kawasan pun di dunia yang tidak terpengaruh oleh bentuk-bentuk persaingan antara kedua negara adikuasa itu. Di wilayah Asia-Pasifik persaingan itu diwarnai oleh hegemoni Amerika Serikat yang sejak berakhirnya Perang Dunia II belum berubah; dan setelah perang besar itu selesai ia didukung oleh Jepang yang paling dapat diandalkan di kawasan itu. Asia Tenggara bukanlah suatu kawasan yang amat penting bagi Amerika Serikat maupun Uni Soviet. Kendatipun demikian ia cukup berarti sebagai jalur lalu-lintas laut bagi perpindahan armada perang kedua adikuasa dari Samudera Hindia ke Samudera Pasifik dan sebaliknya, dan bagi jalur suplai energi dan perdagangan Jepang. Dari segi pandangan ini, pembentukan ASEAN dapat berlangsung karena perimbangan kekuatan antara Amerika Serikat, Uni Soviet dan China bergeser dari wilayah ASEAN ke Indo China, sedangkan dukungan Amerika Serikat dan Jepang terhadap ASEAN tidak dilihat sebagai ancaman langsung oleh lawannya sehingga kedua raksasa komunis itu tidak berusaha menggagalkannya. ASEAN (Association of South East Asian Nations) yang berarti Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara, adalah organisasi regional yang dibentuk oleh kelima negara Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Muangthai dengan penandatanganan Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok oleh kelima Menteri Luar Negeri negara-negara tersebut pada tanggal; 8 Agustus 1967 di Bangkok (Alfian dkk., 1986: 1). Dalam Deklarasi Bangkok dinyatakan bahwa ASEAN didirikan dengan tujuan untuk meletakkan dasar-dasar yang kokoh bagi usaha kerjasama regional dalam usaha mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan pengembangan kebudayaan. Persamaan kedudukan di dalam keanggotaan merupakan salah satu prinsip dalam kerjasama ini tanpa mengurangi kedaulatan negara masing-masing anggota. Kerjasama regional ini bukan bersifat integratif seperti halnya organisasi Masyarakat Eropa (ME), tetapi bersifat cooperatif. ME sedang menuju kepada terciptanya suatu kesatuan Masyarakat Eropa di mana negara anggota menyerahkan sebagian kedaulatannya kepada induk organisasi terutama di bidang ekonomi dan apabila mungkin juga dalam bidang politiknya. Negara-negara anggota ASEAN masih sepenuhnya memiliki kedaulatan ke dalam maupun keluar, sedangkan musyawarah, kepentingan bersama, saling membantu dengan semangat ASEAN adalah landasan utama kerjasama ini.
  • 6. ASEAN tidak bersifat integratif tetapi cooperatif karena hampir setiap negara angggota memiliki benih-benih konflik dengan anggota lainnya. Untuk memahami benih-benih konflik di antara negara-negara di Asia Tenggara dan masalah-masalah keamanannya, kita harus memandang dimensi internal dan eksternal dari masalah-masalah tersebut, dan juga hubungannya di antara mereka. Hubungan-hubungan ini menjadi lebih kuat dengan memburuknya ketahanan masing-masing negara di Asia Tenggara. Jadi semakin besar ancaman keamanan yang berasal dari dalam negerinya, maka semakin besar pula ancaman eksternal yang akan dihadapi negara itu. Sumber ketidakstabilan dalam negeri adalah bersifat politik, ekonomi, sosial, bahkan budaya dan ideologi. Karena itu bidang keamanan di Asia Tenggara ini meliputi berbagai issu dan semata-mata merupakan masalah militer dalam arti konvensional. Seperti diterangkan di atas bahwa setelah Perang Dunia II selesai, dunia tidak terus damai tetapi justru tercekam akibat muncul dan merebaknya perang dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Dalam rangka untuk mendapatkan dukungan internasional, Amerika Serikat dan Uni Soviet aktif bertindak sebagai pemrakarsa berbagai bentuk kerjasama regional yang berdimensi politik, ekonomi, dan keamanan. Akan halnya kadar aktivitas masing-masing adikuasa dalam berbagai kawasan dunia amat tergantung pada prioritas yang diberikan kepada kawasan itu oleh masing-masing adikuasa, taruhan yang menjadi awal-mula persaingan kedua negara, dan keinginan dari masing-masing negara kawasan yang diajak untuk bersekutu (Christoph Bertram, 1988: 32). Persaingan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet itu mendorong negara-negara di dunia untuk mengikat diri dengan salah satu negara adikuasa itu. Di samping itu, negara-negara adikuasa melibatkan diri dalam suatu kawasan tertentu untuk mendominasi dalam bentuk kerjasama regional. Dalam banyak kasus, tampak jelas bahwa kedekatan geografis yang berlebih-lebihan pada salah satu adikuasa dapat mengakibatkan negara-negara yang berdekatan itu menjadi amat tergantung pada salah satu negara adikuasa. Makin terikat suatu adikuasa pada ikhtiar perlindungan terhadap kawasan yang amat berdekatan dengannya, makin besar kemungkinan ketergantungan dan hegemoni oleh adikuasa yang bersangkutan. Ketergantungan dan hegemoni yang tercipta mengakibatkan negara yang dibantu atau dilindungi memiliki ruang gerak yang kian berkurang. Bahkan dalam persekutuan resmi, negara kecil yang bersangkutan secara nyata terlibat dalam persaingan politik, ekonomi, dan keamanan yang semestinya dapat dihindarinya apabila berdekatan geografis salah satu adikuasa tak memaksanya untuk bertindak demikian. Dalam hal kawasan yang letak geografisnya berjauhan dari Amerika Serikat atau Uni Soviet, kemungkinan akan keadaan ketergantungan, hegemoni dan sengketa kepentingan menjadi berkurang. Paling tidak, perasaan bahwa keinginan yang berlebih-lebihan dari suatu adikuasa terhadap negara-negara di kawasan yang bersangkutan dapat dikurangi karena bagaimanapun, jarak yang membuat kadar tekanan perasaan seperti itu dapat dikecilkan. Maka sepanjang sejarah modern Asia Tenggara, bentuk-
  • 7. bentuk kerjasama regional yang diinginkan oleh Amerika Serikat sesungguhnya tidak pernah mengalami tingkat kecemasan akan adanya ketergantungan, hegemoni, atau sengketa kepentingan yang berlarut-larut. Di Asia, terdapat serangkaian upaya untuk menciptakan dan mengembangkan kerjasama dalam berbagai bentuk dan untuk berbagai tujuan. Upaya yang paling awal, melibatkan sejumlah negara Asia Tenggara ialah Konperensi Asia yang diselenggarakan di New Delhi pada tanggal 23 Maret sampai 2 April 1947. Dalam Konperensi Asia itu, di samping tuan rumah India, 17 negara Asia lain ikut hadir dan enam daripadanya adalah wakil-wakil dari Asia Tenggara, masing-masing dari Myanmar, Indonesia, Malaya, Filipina, Muangthai dan Vietnam. Pada tanggal 20 Januari 1949 konperensi pemerintah negara-negara Asia tersebut membicarakan serangan Belanda terhadap Indonesia yang berlangsung mulai tanggal 19 Desember 1948. Dalam bulan Mei 1950 di Filipina diselenggarakan pertemuan Asian Union yang dihadari oleh tuan rumah Filipina, Australia, India, Indonesia, Muangthai, Pakistan dan Sri Lanka. Konperensi-konperensi yang diselenggarakan antara tahun 1947-1950 itu tidak menghasilkan organisasi regional, tetapi lebih merupakan forum komunikasi. Namun dengan begini berbagai hal yang menjadi perhatian bersama dapat dibahas sehingga dapat dijadikan sebagai bahan-bahan pembentukan kerjasama yang sesungguhnya. Sejumlah negara-negara baru di Asia menilai bahwa kalau mereka terlibat dalam salah satu blok dalam kancah perang dingin, maka akan membahayakan kepentingan nasional mereka. Untuk mendirikan blok ketiga secara militer terang tidak mungkin. Karena itu mereka yakin bahwa dengan dibentuknya kekuatan ketiga dalam percaturan politik internasional dapat mengimbangi dua blok yang saling bersaing. Dalam rangka untuk membentuk kekuatan ketiga (di luar Blok Barat dan Timur), kelima negara Asia yaitu Myanmar, India, Indonesia, Pakistan dan Sri Lanka pada bulan April 1954 bertemu di Colombo (ibukota Sri Lanka). Dalam Konperensi Colombo itu Indonesia mengusulkan ide untuk menyelenggarakan Konperensi Negara-negara dari Asia dan Afrika. Dengan diseponsori oleh Indonesia, India, Mesir, Ghana, dan Sri Lanka maka pada tanggal 18 - 25 April 1955 berlangsunglah Konperensi Asia-Afrika di Bandung. Meskipun konperensi di Bandung itu tidak sampai menghasilkan sebuah organisasi kerjasama regional, tetapi telah berhasil mengubah peta politik internasional karena KAA sebagai embrio munculnya Gerakan Nonblok. C. Kondisi Asia Tenggara Sebelum Lahirnya ASEAN Jatuhnya Vietnam Utara ke tangan komunis dalam tahun 1954 ternyata telah merisaukan Amerika Serikat sebagai pelopor Blok Barat, sebab kekalahan pihak Barat itu akan membawa akibat berjatuhnya satu persatu negara-negara di kawasan Asia Tenggara ke tangan komunis, bagaikan serangkaian kartu domino. Dari situ muncul dan berkembang teori domino, yaitu bahwa negara-negara Asia Tenggara akan jatuh satu persatu ke tangan komunis seperti kartu domino.
  • 8. Untuk mencegah bahaya komunis tersebut, Amerika Serikat dengan negara-negara Blok Barat lainnya mengambil berbagai langkah pembendungan, yaitu dengan memilih salah satu blok. Bagi negara Asia Tenggara yang menyatakan tetap netral dinilai sebagai immoral, termasuk negara-negara yang menjadi sponsor KAA yang nonblok. Dalam rangka pembendungan komunis di Asia Tenggara, maka pada tanggal 8 September 1954 dibentuklah SEATO (Southeast Asia Treaty Organization) di Manila. Dengan demikian SEATO menjadi organisasi regional yang pertama di Asia Tenggara. Adapun anggotanya adalah Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Australia, Selandia Baru, Pakistan, Filipina dan Muangthai. Karena hanya dua negara saja yang berasal dari Asia Tenggara, maka SEATO lemah kredibilitasnya. Sewaktu Perdana Menteri Malaysia, Tengku Abdul Rahman, berkunjung ke Filipina tahun 1959, ia mengusulkan pembentukan organisasi kerjasama regional yang mampu melindungi dan memperjuangkan kepentingan-kepentingan nasionalnya. Setelah Filipina setuju, kedua negara lalu mengajak negara-negara di Asia Tenggara, namun hanya Muangthai yang menerima. Karena itu pada tanggal 31 Juli 1961 ketiga negara tersebut melalui sebuah deklarasi di Bangkok secara resmi mendirikan Association of Southeast Asia/ASA (Somsaxdi Xuto, 1973: 35). Banyak negara-negara Asia Tenggara yang tidak mau bergabung dengan ASA (termasuk Indonesia) dikarenakan bahwa ASA dianggap sebagai antek SEATO dan imperialis Amerika Serikat. Tetapi munculnya perselisihan politik antara Malaysia dan Filipina tentang Sabah (Kalimantan Utara) yang dimasukkan ke dalam federasi Malaysia dalam bulan September 1963 telah melumpuhkan kegiatan organisasi kerjasama regional tersebut (Alison Broinowski, 1982: 9). Setelah ASA menjadi beku karena masalah Sabah, Filipina mengembangkan ide untuk membentuk semacam Konfederasi Melayu Raya (Greater Malay Confederation). Di balik ide itu tampaknya terkandung maksud mencari penyelesaian yang memuaskan dari perselisihan antara Malaya di satu pihak dengan Filipina dan Indonesia di pihak lain tentang Kalimantan Utara (Sabah) yang akan masuk ke dalam Federasi Malaysia. Karena itu pada bulan Agustus 1963 terjadilah pertemuan tingkat tinggi di Manila antara Soekarno, Tengku Abdul Rahman dan Diosdado Macapagal, di mana mereka antara lain menyetujui untuk mengambil langkah-langkah permulaan ke arah berdirinya sebuah organisasi kerjasama regional baru yang kemudian dikenal dengan Maphilindo (Malaya, Philipina, dan Indonesia). Sewaktu Malaysia diresmikan pada tanggal 16 September 1963 yang mencakup Sabah, Serawak, Singapura di samping Malaya ke dalamnya, Indonesia meningkatkan konfrontasi terhadap federasi baru itu. Filipina yang tidak lagi mempunyai hubungan diplomatik dengan Malaya/Malaysia bekerjasama dengan Indonesia. Belum lagi sempat bergerak, Maphilindo praktis menjadi lumpuh, meskipun kedua negara anggota yaitu Indonesia dan Filipina masih meneruskan pertemuan-pertemuan (Richard Butwell, 1969: 211). Dengan berlangsungnya konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia, mala Indonesia membentuk poros Jakarta-Pnom Penh-Beijing, dan keluarnya Indonesia dari PBB. Sulit untuk disangkal bahwa hal-hal seperti itu telah merusak citra politik luar
  • 9. negeri Indonesia yang bebas aktif. Praktek-praktek politik luar negeri yang cenderung memihak ke kiri, dalam hal ini terutama China, dan sangat anti Barat menimbulkan dan mengembangkan kesangsian di berbagai negara tentang kemurnian prinsip bebas aktif politik luar negeri Indonesia. Ketika politik luar negeri Indonesia mengalami krisis kredibilitas yang berat di luar negeri, dan juga di beberapa kalangan di dalam negeri, terutama kekuatan-kekuatan non atau anti komunis seperti di Angkatan Darat dan golongan-golongan agama, meletuslah peristiwa G30S/PKI. Kalau seandainya peristiwa itu tidak berhasil ditumpas, Indonesia barangkali sudah menjadi negara komunis dan bersamaan dengan itu prinsip bebas aktif politik luar negeri kita dengan sendirinya terkubur. Keberhasilan penumpasan G30S/PKI menjungkirbalikkan keinginan untuk membentuk negara komunis di Indonesia. Lagipula penumpasan tersebut diikuti dengan pelarangan PKI serta ideologi Marxisme/Komunisme serta jatuhnya kekuasaan Presiden Soekarno. Presiden Soeharto dengan Orde Baru-nya mewarisi kondisi politik, sosial, dan ekonomi dalam negeri yang porak-poranda. Di samping itu di dunia internasional, Orde baru mewarisi krisis kredibilitas yang berat terhadap prinsip bebas aktif dari politik luar negeri Indonesia. Mengembalikan citra yang wajar dan sehat tentang prinsip bebas aktif tersebut dalam persepsi dunia internasional merupakan salah satu tugas politik luar negeri yang amat mendesak, di samping keperluan untuk mencari bantuan yang dibutuhkan buat merekonstruksi dan membangun kembali perekonomian yang kondisinya sudah parah. Pemerintah Orde Baru berangsur-angsur mengembalikan citra politik luar negeri yang bebas aktif. Konfrontasi dengan Malaysia diakhiri dan dalam waktu yang relatif singkat keanggotaan Indonesia di PBB dicairkan kembali. Serangkaian dengan itu Indonesia memainkan peranan aktif dan menentukan dalam pembentukan organisasi regional di Asia Tenggara. D. Menuju ke Arah Pembentukan ASEAN Berakhirnya konfrontasi Indonesia-Malaysia, ternyata telah membuka lembaran baru sejarah Asia Tenggara. Sebelum berakhirnya konfrontasi secara formal, pemerintah-pemerintah di Bangkok, Manila, dan Kualalumpur telah memperlihatkan keinginan mereka untuk menghidupkan kembali gagasan kerjasama kawasan dan hal itu menghasilkan buah dengan pelaksanaan pertemuan menteri-menteri luar negeri ASA pada bulan Juli 1966. Regionalisme telah menjadi pokok pembicaraan selama berlangsungnya perundingan bilateral informal antara Indonesia dan Malaysia jauh sebelum prakarsa pertama yang menentukan guna memberhentikan Soekarno. Hal ini juga menjadi agenda pembicaraan resmi antara Adam Malik dan Tun Razak di Bangkok pada akhir Mei 1966 (Bernard K. Gordon, 1969: 111). Agenda utama yang harus diselesaikan sebelum suatu kecenderungan umum terhadap kerjasama kawasan dapat diterjemahkan ke dalam suatu kerangka kelembagaan yang lebih besar ialah syarat-syarat yang padanya Indonesia akan berperan serta. Kesukaran utama adalah sama dengan apa yang menunda pencapaian
  • 10. persetujuan akhir untuk mengakhiri konfrontasi; yakni perlunya menghindarkan kesan kapitulasi dan implikasi merendahkan martabat bagi Indonesia apabila menerima keanggotaan dalam suatu asosiasi yang anggota-anggotanya terdiri atas negara-negara yang mempunyai kebijaksanaan luar negeri yang melanggar nilai-nilai yang diperjuang-kan oleh Indonesia. Mengingat bahwa format bagi kerjasama kawasan yang lebih luas memerlukan waktu untuk merundingkannya, maka antusiasme awal Indonesia telah disampaikan kepada publik. Dalam suatu pernyataan di depan Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 16 Agustus 1966, dalam mana dia menjelaskan syarat-syarat persetujuan untuk membawa konfrontasi ke tahap akhir, Jenderal Soeharto mengungkapkan minat terhadap kerjasama kawasan dalam bentuk yang sepenuhnya konsisten dengan pandangan tentang tertib kawasan yang telah menjadi buah bibir dan yang dapat diterima sebelumnya jatuhnya Soekarno. Menurut Jenderal Soeharto, apabila masalah Malaysia selesai, maka negara-negara di Asia Tenggara dapat melangkah ke arah kegiatan-kegiatan dalam bidang kebijaksanaan luar negeri yang menjalin kerjasama yang erat berdasarkan prinsip saling menguntungkan antara negara-negara Asia Tenggara. Bangsa-bangsa di Asia Tenggara dapat menghidupkan kembali Maphilindo dalam lingkup yang lebih luas untuk mencapai suatu Asia Tenggara yang bekerjasama dalam berbagai bidang, terutama bidang-bidang ekonomi, teknik, dan budaya. Apabila suatu Asia Tenggara yang bersatu dapat dibentuk, maka bagian dunia ini akan mampu menghadapi pengaruh luar dan intervensi dari sudut manapun datangnya baik itu sifatnya ekonomi maupun intervensi fisik militer. Suatu Asia Tenggara yang bekerjasama, suatu Asia Tenggara yang bersatu, merupakan benteng dan dasar yang paling kokoh dalam menghadapi imperialisme dan kolonialisme dalam bentuk apapun dan dari sudut manapun datangnya (Michael Leifer, 1986: 174). Gagasan Soeharto mengenai kawasan Asia Tenggara masih seperti pandangan lama yang dipegang angkatan bersenjata, yakni tentang manajemen hubungan antar negara di dalam Asia Tenggara dan juga mengenai peranan utama yang dimainkan Indonesia dalam mewujudkan suatu tertib kawasan. Sesungguhnya pandangan itu, sebagaimana diartikulasikan pada bulan Agustus 1966, telah dipertahankan sejak lama tanpa perubahan yang mendasar. Pada tahun 1966, antusiasme bagi kerjasama kawasan dibarengi dengan tekad untuk menjamin bahwa setiap usaha ke arah itu akan didasarkan pada syarat-syarat Indonesia, meskipun di dalam kerangka rekonsiliasi. Itulah sebabnya, Soeharto memberikan rujukan pada penghidupan kembali gagasan Maphlindo (gagasan Dr Subandrio yang waktu itu sudah dipenjarakan) dalam lingkup yang lebih luas. Namun alasan utamanya ialah Indonesia enggan bergabung ke dalam ASA dengan asosiasi negara pengikutnya. Suatu permulaan baru diperlukan agar, sebagai anggota pendiri usaha baru itu, Indonesia dapat menanamkan jejak pada kerjasama wawasan tersebut. Yang mendasar wawasan ini ialah penolakan secara prinsip untuk menerima pentingnya peranan kekuasaan luar untuk mengisi setiap apa yang disebut kekosongan kekuasaan yang timbul di Asia Tenggara dengan mundurnya kolonialisme. Sesungguhnya konsep
  • 11. kekosongan kekuasaan kawasan merupakan suatu yang asing bagi perspektif strategis yang menentang pemerintahan Soekarno dan Soeharto. Perubahan politik di Indonesia berarti dalam satu aspek penting suatu identitas wawasan politik ditetapkan antara lima pemerintah Asia Tenggara yang telah dilibatkan dalam konfrontasi apakah sebagai musuh ataukah sebagai konsiliator. Perubahan dalam sistem politik Indonesia menimbulkan suatu kesesuaian politik yang justru tidak ada ketika ASA dibentuk tahun 1961. Walaupun Indonesia menegaskan kembali secara formal prinsip-prinsip kebijaksanaan luar negeri yang didasarkan pada pencegahan asosiasi yang bersaifat aliansi atau memberikan fasilitator bagi pangkalan militer asing, di bawah kepemimpinan Jenderal Soeharto telah bergabung ke dalam jaringan informal negara-negara yang berpandangan serupa yang merentang Asia Tenggara dan di luarnya, yang di dalamnya Muangthai, Malaysia, Singpura, dan Filipina sudah menjadi anggota. Dalam hal ini, Indonesia merupakan mitra yang wajar, walaupun tak setara. Sesungguhnya, wilayahnya yang luas, sumber-sumber alam yang melimpah dan penduduknya yang besar menambah suatu dimensi ke dalam kerjasama kawasan yang tak hanya selama ini tidak ada tetapi juga telah menyebabkan usaha sebelumnya tampak lemah. Pemerintah-pemerintah di Muangthai dan Filipina menanggapi dengan semangat ungkapan minat Jenderal Soeharto dan usaha awalnya yang bertujuan untuk memajukan suatu asosiasi Asia Tenggara bagi kerjasama kawasan. Selain persoalan mencari rujukan yang tepat hal itu mungkin memakan waktu sedikit untuk meyakinkan perdana menteri Malaysia, Tengku Abdul Rahman, akan maksud baik Indonesia terutama karena kedua negara ini belum mempunyai hubungan diplomatik. Dalam kenyataannya, kebaikan mengkombinasikan suatu kerangka bagi rekonsiliasi kawasan dengan suatu format bagi tertib kawasan mempengaruhi saat itu. Kerjasama kawasan dengan peran serta Indonesia yang bersemangat menyerupai, untuk tahap tertentu, tahap perkembangan sistem antar-Amerika ketika pemasukan secara melembaga negara yang paling kuat di kawasan itu dipertimbangkan baik sebagai sarana untuk memuaskan ambisinya yang wajar dan juga untuk mengendalikan kecenderungan hegemoniknya yang lebih dapat ditolak. Pemerintah Indonesia, baik sebagai obyek maupun yang beruntung dari logika ini, sadar sepenuhnya akan kedua fungsi sengaja kerjasama kawasan itu sejak dari awal. E. Peran Indonesia Dalam Pembentukan ASEAN Setelah keluar dari tragedi tahun 1965, Indonesia telah mengalami perubahan politik luar negerinya. Pendekatan dan persepsi baru dalam kebijaksanaan politik luar negeri ini berpedoman pada dua hal pokok. Pertama, kepentingan nasional yang diperhitungkan secara realistis. Kepentingan nasional Indonesia itu antara lain mengatasi masalah ekonomi. Kedua, kenyataan-kenyataan yang terdapat dalam dunia internasional yang dapat digunakan untuk mencapai cita-cita bangsa Indonesia, termasuk perannya dalam menjaga perdamaian dunia. Dengan politik luar negeri yang baru itu, Indonesia akan bekerja sama dengan
  • 12. negara-negara lain di dunia, dengan organisasi-organisasi dan badan-badan internasional yang ada, demi kepentingan nasional Indonesia untuk menanggulangi kesulitan ekonomi. Dengan penegasan kembali prinsip dasar politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif, maka dirumuskanlah langkah-langkah yang akan diambil. Langkah-langkah itu ialah memperbaiki kesalahan pengertian dari negara-negara Blok Barat maupun Blok Timur. Oleh karena itu Indonesia segera kembali ke PBB, serta melakukan pendekatan kepada Blok Barat dan Timur. Dampak yang diharapkan muncul dari langkah-langkah ini ialah meningkatnya kredibiltas Indonesia di mata internasional sehingga dengan pulihnya kepercayaan ini maka dalam jangka menengah maupun jangka panjang bisa dilakukan pembangunan nasional. Kebijaksanaan politik luar negeri Indonesia yang baru ini membawa implikasi seperti yang diharapkan. Meningkatnya kredibilitas Indonesia di mata internasional ditandai dengan meningkatnya jumlah bantuan dan pinjaman luar negeri yang diterima, baik yang diterima dari negara-negara sahabat maupun badan-badan internasional. Di samping itu, penyelesaian masalah Irian Jaya dan konfrontasi dengan Malaysia mendapatkan titik terang. Jika pada masa sebelumnya Indonesia terlibat konfrontasi dengan Malaysia dan Singapura, maka setelah Orde Baru berkuasa memutuskan bahwa hubungan Indonesia dengan Singapura segera dipulihkan. Sekitar dua bulan setelah Indonesia memutuskan untuk memulihkan hubungan dengan Singapura, maka pada tanggal 6 Juni 1966 pemerintah Singapura memutuskan untuk mengakui Indonesia dan menyetujui diadakannya pertukaran wakil-wakil diplomatik. PM Malaysia, Tengku Abdul Rahman yang semula menentang keputusan Singapura untuk membuka hubungan dengan Indonesia, telah menyatakan kegembiraannya. Langkah tersebut dinilai sebagai langkah menuju perdamaian dan keamanan daerah Asia Tenggara (Ulkasah Martadisastra, 1985: 11). Perubahan sikap Tengku Abdul Rahman dinyatakan, karena hasil Persetujuan Bangkok antara Malaysia-Indonesia menambahkan pula bahwa akan lebih baik lagi apabila pembukaan hubungan diplomatik antara Indonesia, Malaysia dan Singapura dapat dilakukan serentak. Konfrontasi Indonesia-Malaysia yang telah berlangsung selama tiga tahun, dihentikan berdasarkan persetujuan bersama yang ditandatangani pada tanggal 11 Agustus 1966 sebagai hasil persetujuan di Bangkok bulan Juni 1966 antara kedua pemerintahan bersangkutan. Dalam persetujuan itu Indonesia diwakili oleh Menteri Utama Bidang Politik/Luar Negeri Adam Malik, dan pihak Malaysia oleh Wakil PM Tun Abdul Razak. Dalam perjanjian yang ditandatangani di Jakarta tersebut dinyatakan bahwa kedua pemerintah setuju untuk diselenggarakannya pemilihan umum di Sabah dan Serawak dalam waktu secepatnya, secara bebas dan untuk memberi kesempatan kepada rakyat kedua daerah tersebut untuk menentukan kedudukannya. Hubungan diplomatik Malaysia-Indonesia akan segera dilaksanakan dan pertukaran perwakilan diplomatik segera diadakan. Setelah hubungan dengan negara-negara terdekatnya membaik, maka pada
  • 13. akhir tahun 1966 Indonesia menawarkan kepada negara-negara di Asia Tenggara untuk berhimpun dalam suatu wadah organisasi kerja sama regional dalam rangka membangun dan mengisi kemerdekaan nasional masing-masing. Ide itu disampaikan kepada Singapura, Filipina, Malaysia, Thailand, Kamboja dan Myanmar. Terhadap tawaran itu, ternyata hanya Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand yang menyambut baik. Pemerintah Myanmar dalam tanggapannya mengenai rencana kerja sama regional di Asia Tenggara itu menyatakan bahwa negara itu tidak menentang proyek tersebut; namun Myanmar tidak dapat ikut serta menjadi anggotanya berdasarkan pertimbangan politik netralis ketat. Sedangkan Kamboja tidak ingin ikut serta dalam usaha-usaha regional apa pun di mana Thailand ikutserta secara aktif. Sebaliknya pejabat-pejabatan di Thailand berpendapat bahwa tanpa ikut sertanya Myanmar dan Kamboja, maka kelima negara Asia Tenggara tersebut akan lebih mampu membentuk suatu organisasi yang sanggup menghadapi pasar dunia bagi kepentingan negara anggota. Sementara itu Sri Lanka menyatakan diri ingin bergabung dengan organisasi yang akan dibentuk itu, sehingga masalah batas-batas geografis akan ditetapkan dalam pertemuan. Namun pada saat pembentukannya, negeri itu ternyata tidak hadir. Kerja sama regional yang akan dibentuk itu pada tingkat tertentu memang tidak dapat dibedakan dengan organisasi-organisasi regional yang sudah ada seperti ASA, tetapi tanpa masuknya Indonesia ke dalam lingkungan kerja sama regional, tidak akan terbentuk organisasi regional di Asia Tenggara yang benar-benar representatif. Dalam pertemuan tanggal 5 - 8 Agustus 1967 di Bangkok mengenai realisasi pembentukan suatu kerja sama regional yang baru, Indonesia menentang pasukan asing di wilayah Asia Tenggara; meskipun begitu hendaknya hal ini tidak menjadi rintangan bagi usaha pembentukan organisasi baru kerja sama regional Asia Tenggara yang harus bersifat nonpolitik dan nonmiliter, dan hal itu hanya dapat terjadi dengan perginya pasukan asing dari Asia Tenggara. Menanggapi persoalan di atas, Menlu Narcio Ramos dari Filipina, mengadakan pembelaan terhadap pandangan pemerintahnya yang menganggap perlu adanya pangkalan asing (Amerika Serikat) di Filipina. Sedangkan Singapura dan Malaysia menyatakan bahwa pasukan Inggris yang ada di negeri mereka tidak lama lagi akan ditarik. Karena Indonesia baru saja terlepas dari kekuasaan komunis dan kebijaksanaan politik luar negerinya menjauhi garis kiri, dan anggota-anggota lainnya anti komunis atau paling tidak non-komunis, maka ada kesan bahwa organisasi regional Asia Tenggara yang ditawarkan Indonesia itu disponsori oleh Blok Barat guna membendung komunis di Asia Tenggara. Namun kesan tersebut sulit dibuktikan, sebab negara-negara anggotanya menghindari perlawanan dengan negara-negara komunis. Jika dilihat dari proses pembentukannya, kelihatan bahwa organisasi yang akan dibentuk itu lebih sebagai antisipasi terhadap perkembangan politik di masa itu serta masa-masa berikutnya. Dan perlu diketahui pula bahwa organisasi gagasan Indonesia itu tidak dibentuk sebagai sebuah organisasi dengan konsep-konsep yang dipersiapkan secara matang dan terencana untuk jangka panjang. Situasi pada waktu itu memang tidak memungkinkan. Oleh karena itu tanpa berbelit-belit keempat negara yang yang
  • 14. menerima usul Indonesia itu bersama Indonesia berkumpul di Bangkok dan kemudian membentuk ASEAN (Ulkasah Martadisastra, 1985: 2). . Dengan pemahaman atas keadaan seperti ini, maka seluruh makna yang bisa diperoleh Indonesia dari ASEAN tersebut di atas bukanlah makna-makna besar yang langsung didapat setelah ASEAN terbentuk. Sejak semula, harapan yang bisa ditumpukan pada organisasi baru ini dari pihak Indonesia sebagai penggagas ialah bahwa ASEAN bisa berfungsi sebagai sarana peredaan setelah terjadi perubahan politik luar negeri Indonesia. Setelah terjadi peredaan ketegangan, lalu diambil langkah-langkah pemulihan citra politik Indonesia di mata negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara khususnya dan dunia internasional pada umumnya. Implikasinya, melalui ketahanan ekonomi dan politik, bisa dirasakan makna ketahanan regional dalam bidang pertahanan dan keamanan. Dengan demikian pembentukan ASEAN bisa memberi harapan baru bagi masa depan Indonesia. Penutup Kondisi internasional menjelang terbentuknya ASEAN diwarnai oleh persaingan antara Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin Uni Soviet. Perebutan pengaruh antara kedua negara adidaya itu juga dikenal sebagai perang dingin. Kedua blok itu berebut pengaruh di setiap kawasan, termasuk di kawasan Asia Tenggara. Sementara itu kondisi Asia Tenggara sebelum terbentuknya ASEAN diwarnai oleh perpanjangan konflik akibat perebutan pengaruh Blok Barat dan Blok Timur. Akibatnya negara-negara di Asia Tenggara pecah menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang mendukung Amerika dan kelompok yang mendukung Uni Soviet . Pemberontakan dan penumpasan komunis yang terjadi di Indonesia mengubah perimbangan kekuatan antara kelompok negara yang pro Amerika Serikat dan yang pro Uni Soviet. Hal ini disebabkan karena akibat peristiwa tersebut Indonesia berubah dari pro Blok Timur menjadi pro Blok Barat. Kondisi ini mendorong negara-negara pro Barat untuk berhimpun menghadapi pengaruh Blok Timur. Indonesia yang mulai berbaik dengan PBB dan negara-negara tetangganya, menawarkan konsep perhimpunan kepada negara-negara di Asia Tenggara. Konsep tersebut disambut dingin oleh negara-negara yang condong ke komunis, namun disambut positif oleh negara-negara pro Barat. Negara-negara inilah yang kemudian membentuk ASEAN. Daftar Pustaka Alfian dkk. 1986. Latar Belakang Terbentuknya ASEAN. Jakarta: Seknas ASEAN Deplu RI. Bertram, Christoph. 1988. Konflik Dunia Ketiga dan Keamanan Dunia. Jakarta: Bina Aksara. Broinowski, Alison. 1982. Understanding ASEAN, London: The Macmillan Press. Butwell, Richard. 1969. Southeast Asian Today and Tomorrow: Problems and Political
  • 15. Development. New York: Praeger Publish. Gordon, Bernard. 1966. Dimensions of Conflict in Southeast Asia. New Jersey : Prentice- Hall. Leifer, Michael. 1986. Politik Luar Negeri Indonesia. Jakarta: Penerbit PT Gramedia. Luhulima, C.P.F., dkk. 1986. Dimensi Kerangka Kegiatan dalam Kerja Sama ASEAN, Jakarta: Seknas ASEAN Deplu RI. Martadisastra, Ukasah. 1985. Perbandingan Administrasi Negara ASEAN. Bandung: Remaja Karya. Rajendran, M. 1985. ASEAN’s Foreign Relations: The Shift to Collective Action, Kualalumpur: Arena Buku. Robison, Richard. 1978. “Towards a Class Analysis of The Indonesian Militery Bureaueratic State” Dalam Indonesia No. 25. Seknas ASEAN. 1986. ASEAN Selayang Pandang. Jakarta: Departemen Luar Negeri RI.
  • 16. Solidum, Estrella D. 1974. Toward A Southeast Asian Community. Quezon City: University of the Philippines Press. Somsaxdi Xuto. 1973. Regional Cooperation in Southeast Asia. Bangkok: Institute of Asian Studies, Chulalongkorn University.