Dokumen tersebut membahas mengenai blunder kebijakan program Askeskin pemerintah yang mengakibatkan efek domino negatif pada tahun 2008. Pemerintah melakukan kesalahan perhitungan anggaran Askeskin sehingga dana habis lebih awal. Hal ini menyebabkan keterlambatan klaim rumah sakit dan berpotensi terulangnya masalah serupa. Pemerintah perlu memperbaiki kebijakan pendataan sasaran Askeskin dan mengalok
1. BLUNDER KEBIJAKAN ASKESKIN
Motivasi tinggi dari pemerintah untuk memberi pelayanan kesehatan yang murah/ gratis
sekaligus paripurna bagi masyarkat miskin (Maskin) melalui program askeskin patut mendapat
apresiasi meskpuni masih menemui banyak kendala. bahkan meninggalkan sejumlah pekerjaan
rumah yang harus segera dicarikan solusinya di tahun 2008.
Pada tahun 2007 sasaran program askeskin disesuaikan dengan jumlah rumah tangga miskin
(RTM) penerima subsidi tunai langsung (SLT) yaitu 19,1 juta RTM atau sekitar 76,4 juta jiwa. Data
terakhir versi BPS kemungkinan akan dikeluarkan sekitar bulan Maret 2008, diharapkan jumlah
penduduk miskin akan dapat diperkecil. Bagaimana kinerja pelayanan kesehatan untuk Maskin
melalui program askeskin saat ini dan proyeksinya di tahun 2008 tentu tidak terlepas dari berbagai
pola kebijakan yang telah dan akan dikeluarkan oleh pemerintah.
Trend Positif
Secara umum kinerja pelaksanaan program askeskin sejak tahun 2005 sampai pertengahan
2007 telah menunjukkan adanya trend positif berdasarkan keberhasilan meningkatkan pemanfaatan
pelayanan kesehatan oleh Maskin. Setidaknya bila dilihat dari pemanfaatan RS untuk rawat jalan
meningkat hampir lima kali lipat, yaitu dari 1,4 juta kunjungan pada tahun 2005 menjadi 6,9 juta
kunjungan pada tahun 2006. Sedangkan untuk rawat inap meningkat hampir tiga kali lipat, yaitu
dari 562.167 kasus menjadi 1,6 juta kasus pada tahun 2006. Sementara itu pada semester pertama
tahun 2007, rawat jalan di RS sudah mencapai 2,6 juta kunjungan, dan rawat inap sudah mencapai
831.139 kasus. Pemanfaatan RS juga tampak mulai dari kasus biasa sampai dengan kasus-kasus
khusus (katastropik) yang membutuhkan biaya besar seperti operasi jantung, operasi kanker,
hemodialisa, operasi cesar dan sebagainya. Sebagai contoh tindakan operasi jantung meningkat
hampir delapan kali lipat, dari 380 orang pada tahun 2005 menjadi 2.950 orang pada tahun 2006,
dan hemodialisa meningkat dari 4.862 orang pada tahun 2005 menjadi 5.418 orang pada tahun
2006.
Kemungkinan besar trend positif dari pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh Maskin akan
terus berlanjut di tahun 2008 sehingga konsekuensi logisnya harus ada alokasi anggaran yang
memadai oleh pemerintah. Masalahnya saat ini pemerintah terkesan masih enggan membuat asumsi
anggaran yang berbasiskan pada fakta tingkat utilisasi pelayanan yang makin meningkat tersebut.
Hal ini yang kemudian memicu serangkaian blunder kebijakan dari program askeskin aeperti yang
terjadi selama tahun 2007.
Blunder
Salah satu kekhawatiran kita apabila pemerintah masih membuat blunder kebijakan berupa
kesalahan perhitungan dalam penganggaran program askeskin. Jika dilihat dari pengalaman tahun
2007, pemerintah justru menurunkan jumlah anggaran program askeskin hanya sebesar Rp. 1,7
triliun meskipun sudah jelas ada trend peningkatan utilisasi di tahun 2006 dan makin
membengkaknya jumlah sasaran Maskin di tahun 2007. Proyeksi kebutuhan dana seharusnya
mencapai Rp.4,6 triliun berdasarkan premi sebesar Rp. 5000,-/jiwa/bulan untuk melayani 76,4 juta
jiwa peserta askeskin.
Terbukti dengan kesalahan penganggaran tersebut, menyebabkan dana askeskin telah habis
sebelum waktunya. Kedepan jangan sampai terulang lagi akibat habisnya dana askeskin kemudian
memicu konflik berkepanjangan yang menjemukan dan memalukan antara Depkes dan PT. Askes
2. terkait banyaknya keterlambatan pencairan klaim yang mengganggu cash flow dan pelayanan di
rumah sakit. Perlu disadari juga meskipun akhirnya dilakukan penambahan dana askeskin sehingga
total menjadi Rp. 3.526 triliun di tahun 2007, akan tetapi dampak dari blunder terlanjur memakan
banyak korban dan yang jelas telah merugikan hak dari Maskin.
Blunder pemerintah yang lain yang perlu diwaspadai adalah apabila membiarkan munculnya
kembali “dosa klise” terkait ruwetnya kebijakan pendataan Maskin. Hal ini disebabkan data Maskin
terbaru versi BPS tahun 2007 yang menjadi dasar utama penentuan kepesertaan askeskin tahun
2008 masih berbasis nama Kepala Rumah Tangga (KRT), bukan berbasis nama individu semua
anggota keluarga miskin sesuai syarat kepesertaan askeskin. Kelihatannya kondisi inipun akan tetap
menjadi senjata utama dari PT. Askes untuk menjustifikasi apabila kelak terjadi lagi kemacetan dan
kevakuman pendistribusian kartu askeskin di daerah.
Efek Domino
Dampak lanjutan yang perlu diantisipasi apabila berbagai blunder kebijakan tersebut belum
tertangani adalah munculnya berbagai efek domino di tahun 2008 antara lain: Pertama, pemerintah
terpaksa kembali mengambil jalan pintas dengan tetap melegalkan pemanfaatan Surat Keterangan
Tidak Mampu (SKTM) atau bentuk lain karena alasan untuk mengisi kevakuman pendistribusian
kartu askeskin yang terlambat. Kondisi ini berpotensi menimbulkan lagi preseden tarik ulur
kebijakan tentang pencabutan dan pemberlakukan kembali SKTM oleh Menkes seperti yang pernah
terjadi di medio tahun ini. Kebijakan dilematis ini harus ditempuh ditengah ada indikasi kuat makin
maraknya isu penyalahgunaan SKTM. Kedua, respon dan kesiapan yang tidak adekuat dalam
proses sinkronisasi dan pengesahan data Maskin di tiap daerah, apalagi alokasi waktu untuk
kegiatan itu biasanya sangat singkat atau mendadak. Akibatnya pemerintah daerah kembali harus
melakukan berbagai “jurus akrobat”, apabila tidak maka Maskin di wilayahnya terancam tidak akan
terlayani. Ini yang kemudian membuat hasil sinkronisasi & verifikasi data tersebut tidak akan lebih
valid dibanding tahun sebelumnya. Ketiga, pemerintah daerah akan makin dipusingkan karena
tidak semua jumlah Maskin yang sudah terverifikasi tersebut dapat tercover dana askeskin dari
pusat di tahun 2008. Masih jarang pemerintah daerah benar-benar paham dan mau mengalokasikan
APBD-nya secara khusus untuk membiayai Maskin yang tidak tercover program askeskin.
Sungguh ironis mengingat ditengah komitmen APBD sektor kesehatan saat ini masih sangat kecil,
tetapi sebagian pemerintah daerah malah berlomba-lomba secara royal akan memberi subsidi
melalui penggratisan pelayanan di level puskesmas tanpa pandang bulu. Sedangkan disisi lain
mungkin mereka sama sekali belum memikirkan berapa dan dari mana harus membiayai maskin
yang tidak tercover program askeskin di tahun 2008. Kalau sudah begitu, jangan harap Maskin
yang non askeskin di daerah akan memperoleh hak pelayanan kesehatannya secara murah apalagi
gratis.
.Sutopo Patria Jati
(staf pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP)