SlideShare a Scribd company logo
Ujian Tengah Semester Budaya Korporasi
KWA UI
Yayat Hendayana (Yan)
106144273
1. American Multi National Coporations are competitive in global market. Explain what
their driving forces are!
Korporasi multinasional Amerika sangat bersaing di pasar global. Kemampuan
korporasi untuk bersaing dimungkinkan karena adanya kekuatan pendorong. Kekuatan
pendorong tersebut adalah budaya korporasi Amerika, institusi, inovasi dan modal.
Budaya korporasi adalah manifestasi perilaku korporasi dan sering merujuk
pada “DNA organisasi” atau “jiwa organisasi”. Budaya korporasi ini merupakan
penyumbang pokok terhadap kesuksesan atau kegagalan strategi korporasi. Budaya
korporasi yang kuat akan mendorong kompetisi dan menjaga keberlangsungan
korporasi. Budaya korporasi Amerika dipengaruhi oleh budaya nasional Amerika
yang berdasarkan pada pengalaman dan sistem nilai Amerika (diantaranya liberalisme,
individualism dan Protestanisme). Sistem nilai memberikan setiap individu kebebasan
memperoleh kesempatan untuk sukses dan meraih kebahagiaan (American Dream).
Saat diberi kebebasan, individu mempunyai inisiatif dan semangat berkompetisi dalam
lingkungan kerja. Secara umum, inti dari budaya korporasi multinasional Amerika
adalah kompetitif dan fragmatis. Budaya korporasi Amerika menekankan pada kualitas
pribadi (tegas, setia, informatif, supel, antusias, percaya diri, tangguh dan berdedikasi).
Selain dipengaruhi oleh budaya nasional Amerika, budaya korporasi Amerika ini
juga disokong oleh kepemimpinan korporasi. Kepemimpinan korporasi biasanya
ditentukan oleh para CEO. Visi, kebijakan dan tindakan para CEO mencirikan
pengembangan budaya korporasi.
Kekuatan pendorong kedua adalah institusi, baik institusi ekonomi maupun
institusi politis. Kedua institusi ini merujuk pada seperangkat aturan. Institusi ekonomi
membentuk beberapa insentif ekonomi, yaitu insentif untuk menjadi terdidik, insentif
untuk berinovasi dan mengadopsi teknologi baru, insentif untuk berinvestasi, insentif
untuk meluaskan korporasi dan memasarkan produk, dan lain-lain. Insentif untuk
mengadopsi teknologi baru berkaitan erat dengan pendidikan, keahlian dan
kompetensi. Institusi ekonomi harus memastikan keamanan bagi kepemilikan
property rights.
Kemudian, institusi politis memastikan stabilitas dan keberlangsungan bagi
korporasi. Pemilik korporasi harus diyakinkan bahwa pemimpin politik tidak akan
mengganti aturan permainan. Lebih jauh lagi, institusi juga bisa merujuk pada
institusi pemerintah Amerika, terutama Departemen Keuangan dan Departemen
Perdagangan Amerika dan institusi global seperti WTO yang melahirkan aturan yang
memberi legalitas kepada korporasi multinasional Amerika.
Kekuatan pendorong ketiga adalah inovasi. Inovasi sangat berkaitan dengan
teknologi yang memungkinkan korporasi bertransformasi. Penemuan dan penguasaan
teknologi menciptakan peluang bisnis dan akan menjadi amunisi bagi korporasi dalam
berkompetisi di pasar global. Sebagai contoh, kita bisa melihat bagaimana Apple
sebagai consumer electronics corporation dengan inovasi pada produk iphone dan
ipad mampu bersaing di pasar global.
Kekuatan keempat adalah modal. Modal yang kuat sebenarnya lebih cenderung
merupakan faktor keharusan pada korporasi. Dengan modal, korporasi Amerika bisa
melakukan ekpansi ke luar negeri.
2. Many observers of NY Stock Exchange have concluded that Wall Street is motivated
by the greed. What is your opinion? On what argument is your opinion based on?
Para pengamat New York Foreign Exchange menyimpulkan bahwa Wall Street
dimotivasi oleh keserakahan. Kesimpulan ini masuk akal dan sesuai dengan gambaran
tentang Wall Street. Wall Street sendiri adalah bursa perdagangan saham sekaligus
kepentingan finansial yang berpengaruh di Amerika. Wall Street adalah tempat para
profesional keuangan (dan hukum). Mereka terdiri dari bankir, manajer keuangan,
pialang saham,dan bahkan makelar yang bekerja di perusahaan-perusahaan skala
besar milik kapitalis. Wall Street mewakili kelompok elit dan kekuatan politik serta
kapitalisme “pembunuh”. Wall Street telah menjadi lambang dari suatu negara dan
sistem ekonomi yang membuat bangsa Amerika sepertinya tidak dibentuk oleh
kolonialisme dan perampasan namun melalui perdagangan, kapitalisme dan inovasi.
Dalam konteks kapitalisme, greedy atau rakus adalah baik dan kerakusan adalah
manifesto atau perwujudan kapitalis. Tujuan utama kapitalis adalah untuk mencari
keuntungan sebesar-besarnya dengan menempuh berbagai cara. Seorang kapitalis
berpandangan bahwa seseorang perlu menjadi rakus dalam upaya mengejar kekayaan.
Menurut kapitalis, saat semua orang mencari kekayaan, maka seluruh sistem akan
bekerja dan pasar akan mencapai efisiensinya.
Sekarang, kita dihadapkan pada pertanyaan “Mengapa Wall Street disimpulkan
dimotivasi oleh kerakusan?” Jawabannya bisa jadi karena Wall Street penuh dengan
orang-orang rakus, yaitu orang-orang yang mengejar keuntungan pribadi secara egois,
yang tidak mengenal penghargaan terhadap orang lain dan juga tidak mengenal batas
kepuasan. Banyak dari mereka melakukan cara-cara yang bertentangan dengan moral
atau bahkan melanggar hukum. Sebagai contoh, Bernard Madoff, seorang makelar dan
manajer keuangan di Wall street yang ditangkap polisi karena melakukan penipuan
keuangan.
Saya berpendapat bahwa kerakusan itu tidak baik. Ada beberapa argumen yang
akan saya sampaikan disini. Pertama, pendapatan nasional Amerika hanya dimiliki
dan dinikmati oleh segelintir orang yang berada di Wall Street. Kedua, ada perbedaan
gaya hidup yang terlalu menyolok atau berlebihan para bankir yang akan melemahkan
basis solidaritas di kalangan masyarakat. Ketiga, orang yang terlalu rakus akan
cenderung korup. Menurut ajaran Kristen, keserakahan adalah peringkat kedua dari
Seven Deadly Sins. Ada bukti nyata terhadap ketidakbaikan kerakusan di Wall Street.
Kejatuhan ekonomi Amerika karena krisis finansial tahun 2008, yang dikenal dengan
“Subprime Mortage Crisis”, dituding banyak pihak disebabkan oleh bangkrutnya
perusahaan finansial Lehman Brothers di Wall Street. Penyebab kebangkrutan adalah
karena tren suku bunga yang rendah dan aliran dana ke sektor hipotek yang
susah/gagal bayar. Kredit rumah jutaan penduduk Amerika menjadi tidak terbayarkan,
sehingga mereka menjadi tunawisma karena kehilangan tempat tinggal.
Banyak orang menyalahkan para bankir di Wall Street yang menggunakan
interest rate yang rendah untuk mengejar pemberian kredit tanpa evaluasi yang jelas.
Para politisi yang korup dan para pelobi juga dianggap bertanggung jawab karena
mereka tutup mata terhadap sistem di Wall Street yang tidak terregulasi.
Kerakusan di Wall Street sampai mengilhami seorang sutradara untuk membuat
film. Wall Street: Money Never Sleeps adalah film drama Amerika tahun 2010 yang
berlatar kota New York 23 tahun setelah krisis keuangan tahun 2008. Saat menonton
Wall Street, anda mendapat kesan bahwa kerakusan mungkin saja baik, tetapi pada
kenyataannya tidak. Kerakusan akan mematikan jika anda tidak berhati-hati. Michael
Douglas, yang bermain sebagai Gekko, membuktikan bahwa kerakusan adalah seperti
permainan yang tidak pernah bisa dimenangkan karena memang kerakusan tidak
memiliki garis finish. Gekko yang tidak memiliki batas akan kerakusannya
mengabaikan prinsip-prinsip etika dan hukum untuk mengumpulkan lebih banyak uang
dalam upayanya menjadi orang terkaya di Amerika.
3. Joseph Stiglitz is a realist. Explain this statement in essay.
Joseph Stiglitz adalah satu dari ekonom besar dunia. Dia memenangkan Hadiah
Nobel tahun 2001 untuk pemikirannya di bidang ekonomi pasar. Buku yang
ditulisnya, Globalization and Its Discontents, berintikan catatan Stiglitz saat bertugas
selama beberapa tahun di World Bank dan perbedaan pendapatnya dengan IMF and
Departemen Keuangan AS saat dia menjadi anggota-ketua Dewan Penasehat Ekonomi
pada masa Presiden Bill Clinton. Buku tersebut juga merupakan dokumen politik dan
ekonomi yang penting yang menggambarkan realitas keuangan internasional dan
realitas politik.
Stiglitz adalah seorang realis. Dia membabarkan kritik dan solusi terhadap
kebijakan yang diambil institusi globalisasi IMF secara apa adanya, sesuai dengan
realitas yang terjadi di dunia. Stiglitzt juga bukanlah seorang pesimis yang tidak
mempercayai globalisasi. Dia tidak menyangkal kenyataan bahwa globalisasi memang
menciptakan begitu banyak peluang dan kekayaan. Namun, Stiglitz melihat bahwa
dunia yang dibentuk oleh globalisasi tidaklah begitu ramah. Dunia harus diperjuangkan
dengan “senjata” dan dasar yang lebih kuat dibandingkan hanya dengan optimisme
semata. Stiglitz, tanpa daya, telah menyaksikan penderitaan jutaan orang di Asia
Timur dan Rusia akibat institusi global IMF melalui program pasar bebas, yang
memaksa negara-negara melakukan penyesuaian ekonomi secara besar-besaran, dan
yang memusatkan mereka pada sistem ekonomi terbuka pada arus modal swasta.
Penderitaan tersebut tidak diakibatkan oleh ilmu ekonomi yang buruk, tapi oleh
redefinisi peran IMF yang tidak lagi sama seperti definisi peran IMF yang dulu dibuat
oleh Keynes.
Stiglitz tidak hanya mengkritik kebijakan dan tindakan IMF, tapi juga memberi
argumen dan solusi praktis mengenai bagaimana seharusnya IMF bekerja. Berikut
adalah beberapa ciri penting kebijakan yang dijalankan IMF di negara-negara yang
mengambil pinjaman dari lembaga internasional ini. Pertama, pengetatan APBN.
Rekomendasi yang paling terkenal dari IMF adalah pemerintah mengurangi belanja
atau menaikkan pajak, atau keduanya, untuk menyeimbangkan APBN dan
menghapuskan kebutuhan pemerintah untuk mencari pinjaman. Menurut para
pengkritiknya, kebijakan IMF ini salah karena sebenarnya defisit di satu negara adalah
akibat dari berkurangnya pendapatan. Memotong belanja atau menaikkan pajak hanya
akan membuat ekonomi lebih merosot. Memotong belanja dalam berbagai jenis
kebijakan pemerintah juga menimbulkan biaya sosial yang sangat besar, misalnya
terjadi kerusuhan masal seperti yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 akibat
pemerintah memotong subsidi pangan untuk kaum miskin. Kedua, kebijakan moneter
yang ketat berupa peningkatan suku bunga. Menaikkan suku bunga uang membuat
deposito dan aset-aset lain dalam mata uang yang bersangkutan lebih menarik. Para
pengkritik IMF berpendapat bahwa tingkat suku bunga yang diterapkan di negara-
negara telah memperburuk kemerosotan kondisi ekonomi negara-negara tersebut.
Akibatnya, kebijakan IMF itu membuat banyak usaha produksi gulung tikar akibat
tidak bisa memenuhi pembayaran hutang yang tiba-tiba membengkak. Ketiga,
liberalisasi perdagangan. Liberalisasi perdagangan berupa penghapusan tarif bea-
cukai, kuota dagang dan subsidi yang direkomendasikan atau dipaksakan oleh IMF
sebagai syarat untuk memperoleh pinjaman dari IMF. Para pengkritik IMF
menunjukkan bahwa negara-negara industri yang sekarang maju dan kaya, misalnya
Amerika Serikat, tidak menerapkan perdagangan bebas ketika mereka baru mulai
membangun ekonomi mereka. Amerika Serikat yang dianggap sebagai pelopor
liberalisasi, justru meningkatkan subsidi pertanian dan menerapkan hambatan baru
terhadap impor baja ke negeri itu. Memaksa negara-negara yang memang masih belum
siap untuk bersaing dalam liberalisasi perdagang berarti akan menghancurkan industri
dalam negeri mereka. Keempat, liberalisasi pasar modal. Sebagai syarat untuk
memperoleh pinjaman dari IMF, negara-negara berkembang dan miskin diharuskan
membuka pasar finansial sehingga lembaga-lembaga finansial asing bisa ikut aktif di
dalam pasar domestik itu. Para pengkritik IMF menunjukkan bahwa bank-bank asing
yang lebih besar dan lebih efisien itu menggusur bank-bank lokal. Kelima, privatisasi.
Kebijakan menjual perusahaan milik negara ini menjadi kebijakan yang banyak
dilakukan di negara maju maupun berkembang. Alasan dari IMF adalah bahwa
manajemen swasta dianggap bisa menjalankan usaha dengan lebih baik; perusahaan
milik negara dianggap lebih banyak berfungsi sebagai bagian dari kebijakan welfare
state, yaitu memberi pekerjaan, walaupun merugi, atau sebagai sapi perahan. Para
pengkritik IMF keberatan dengan anjuran itu karena banyak dari negara-negara itu
belum memiliki sistem regulasi yang mampu mencegah perilaku merugikan sesudah
perusahaan itu diswastakan.
Sebagai pengkritik IMF yang sangat keras, Stiglitz mengajukan argumen bahwa
kebijakan IMF yang disebut di atas itu bertalian. Kesalahan yang dilakukan IMF
terjadi karena disain kebijakan itu sendiri. Kesalahan itu bukan “tidak disengaja.”
Stiglitz menunjukkan bahwa kebijakan IMF bukan muncul dari analisis dan observasi
tetapi dari ideologi, terutama komitmen ideologis untuk memajukan pasar bebas dan
antipati terhadap peran pemerintah. Ia juga menuduh para pejabat IMF secara sengaja
mengabaikan fakta di lapangan negara-negara yang mereka beri rekomendasi.
Secara lebih spesifik, Stiglitz mengajukan beberapa argumen. Aturan liberalisasi
perdagangan suatu negara memang masuk akal jika industrinya telah cukup “dewasa”
untuk mencapai tingkat kompetitif. Privatisasi perusahaan milik negara juga masuk akal
jika sistem regulasinya sudah siap dan undang-undang corporate governance sudah ada.
Menurut Stiglitz, IMF secara sengaja mengabaikan faktor-faktor itu. IMF justru
menerapkan satu resep untuk semua negara tanpa memperhatikan kondisi negara masing-
masing. Namun, hal itu bisa dimaklumi karena motivasi IMF memang ideologis, yaitu
keyakinan akan superioritas pasar bebas.
Menurut Stiglitz, komitmen IMF pada keyakinan ini akan berakibat pada dua hal.
Pertama, keyakinan akan kebenaran pasar bebas membuat IMF meninggalkan misi aslinya
yang Keynesian, yaitu membantu negara-negara untuk mempertahankan lapangan kerja
penuh ketika mereka harus melakukan penyesuaian neraca pembayaran. Ketika negara-
negara itu mengalami kesulitan neraca pembayaran, IMF malah menganjurkan kebijakan
yang justru membuat persoalan menjadi lebih parah dan menghasilkan pengangguran yang
sangat meluas. Stiglitz memang tidak menuduh IMF berkonspirasi menimbulkan
kesengsaraan rakyat di negara miskin. Ia melihat tindakan IMF itu muncul karena
meyakini keyakinan yang salah, yaitu bahwa mekanisme pasar akan menyelesaikan
persoalan itu secara otomatis jika dibiarkan bebas beroperasi . IMF harus bertanggung-
jawab atas memburuknya beberapa masalah: Dengan menganjurkan negara-negara agar
mempertahankan nilai-tukar yang over-valued, IMF memberi peluang pedagang uang
untuk melakukan spekulasi di pasar uang; dengan memaksa negara-negara yang dalam
kesulitan untuk mengurangi impor, IMF justru mendorong penyebaran resesi ekonomi dari
satu negara ke negara tetangganya; dengan menganjurkan negara-negara menerapkan
tingkat suku bunga uang tinggi yang memerosotkan investasi dan membangkrutkan
perusahaan, IMF mendorong munculnya ketidakpercayaan di pihak pemberi pinjaman
terhadap negara yang bersangkutan; dengan berulang-ulang menyelamatkan para kreditor
itu, IMF justru melonggarkan standar kredit.
Kedua, IMF secara sistematik bertindak demi kepentingan para kreditor, dan kaum
elit kaya pada umumnya; tidak memperhatikan kepentingan buruh, petani, dan kaum
miskin lainnya. Tidak mengherankan kalau IMF berkali-kali memberi uang pada negara
penghutang yang kemudian dipakai untuk membayar hutang kepada bank-bank
internasional dan pemegang saham yang senang menerima pembayaran bunga tinggi untuk
pinjaman yang berisiko tinggi. Bukan kebetulan jika subsidi pangan dan kebijakan sosial
untuk si miskin merupakan yang pertama kali dianjurkan IMF untuk dipotong demi
keseimbangan neraca pembayaran. Menurut Stiglitz, hal tersebut terjadi karena para
pejabat IMF cenderung hanya bertemu dengan menteri keuangan, gubernur bank sentral
dan para bankir; mereka tidak pernah menemui petani miskin atau buruh yang
menganggur. Sekali lagi, kesalahan yang dibuat IMF bukan terjadi secara kebetulan, tetapi
merupakan konsekuensi sistematik dari bias yang sangat mendasar.
Stiglitz juga menunjukkan pilih kasih IMF dalam hal kebijakan. Program stabilisasi
ekonomi diutamakan, tetapi program penciptaan kerja diabaikan. Kebijakan perpajakan
dan segala akibat buruknya didukung, tetapi reformasi tanah ditentang. Uang untuk mem-
bantu bayar hutang ke bank disediakan, tetapi pembiayaan untuk pendidikan dan jasa
kesehatan tidak ada, apalagi kompensasi untuk menolong buruh yang terpaksa
menganggur karena pemerintahnya mengikuti anjuran IMF.
Demikianlah analisis Stiglitz tentang kebijakan IMF yang diterapkan di institusi
negara-negara Dunia Ketiga. Suatu analisis yang realistis, bukan pesimistis, ataupun
idealis. Analisis yang dikemukakan Stiglitz bisa dipakai untuk membentuk ulang institusi
global IMF.
4. Explain with examples how transnational corporations influence communities,
families and individuals. Who are the beneficiariers of global corporations that
advocate free trade globalization?
Berikut ini akan disampaikan secara umum bagaimana korporasi transnasional
mempengaruhi masyarakat, keluarga dan individu di negara-negara
berkembang/negara-negara miskin secara umum. Pertama, saat korporasi transnasional
mulai membangun operasi produksi barang, jasa atau penjualan di suatu negara,
mereka akan mengeksploitasi tenaga kerja (dan sumber daya) di negara tersebut. Para
pekerja diupah rendah dan hak pekerja sering diabaikan sehingga para pekerja hidup
dalam kondisi yang miskin. Pemberian upah rendah kepada pekerja terjadi saat
perusahaan Nike membuka pabrik di China. Pegawai di China tahun 1990 dibayar 13
sen perjam (standar pembayaran di China adalah 69 sen perjam) dan di Amerika adalah
10 dolar perjam). Kedua, korporasi transnasional secara terus menerus mencari pasar
baru bagi barang atau jasa yang mereka produksi. Pasar untuk barang dan jasa tersebut
bisa dipasarkan di negara yang mereka eksploitasi atau di negara yang berbeda. Barang
dan jasa yang membanjiri ini memicu gaya hidup konsumerisme. Ketiga, kerusakan
ruang publik karena aktivitas korporasi transnasional. Tempat rekreasi umum yang
semula tersedia gratis untuk masyarakat, berubah menjadi tempat wisata yang
diprivatisasi atau dikomersialkan. Akibatnya, masyarakat kehilangan taman umum
atau lapangan olahraga.
Berikut ini akan disampaikan secara khusus bagaimana korporasi transnasional
mempengaruhi masyarakat, keluarga dan individu di Ladakh, Tibet. Saat industri
pariwisata masuk akibat arus globalisasi, pola pikir dan perilaku orang Ladakh
berubah. Uang mengubah mereka dari masyarakat yang dulunya mandiri menjadi
masyarakat yang tidak pecaya diri. Hal ini terjadi saat mereka membandingkan
banyaknya uang yang dihabiskan di negara maju dengan di Ladakh. Film India dan
Amerika yang ditayangkan televisi juga membuat pemuda di Ladakh memandang
kehidupan pedesaan di Ladakh nampak primitif, memalukan dan tidak efisien. Mereka
menjadi inferior dan menolak budaya sendiri dan menganggap budaya Barat superior.
Pendidikan bergaya Barat yang diterapkan di Ladakh telah menjauhkan anak-
anak dari kakek nenek, teman-teman dan alam. Dulu anak-anak belajar dari kakek-
nenek, teman-teman dan alam. Tapi, mereka sekarang dilatih untuk menjadi spesialis
dalam teknologi dibandingkan menjadi ahli dalam masyarakat ekologi. Pendidikan
modern juga tidak hanya mengabaikan sumber lokal, tapi membuat anak-anak tidak
mempunyaai kebanggaan atas budaya sendiri. Parahnya, mereka yang lulus tidak bisa
menggunakan sumber daya dari dunianya sendiri.
Dalam bidang ekonomi, banjir produk murah dari industri pertanian dan
industri pakaian dari luar Ladakh membuat masyarakat Ladakh enggan melanjutkan
pekerjaan bertani dan membuat pakaian sendiri. Ekonomi global membuat rakyat
Ladakh menjadi individualis. Perubahan ekonomi paling mendasar adalah
ketergantungan masyarakat Ladakh atas kebutuhan primer dan energi dari luar.
Era modernisasi membuat masyarakat Ladakh terbagi dua, yaitu antara
kelompok kaya dan kelompok miskin dan antara golongan tua dan golongan muda.
Lebih jauh lagi, kompetisi untuk pekerjaan dan representasi politik juga telah membagi
masyarakat Ladakh menjadi kelompok Muslim dan Budha. Kekerasan kerap terjadi di
antara kedua kelompok tersebut.
Jawaban terhadap pertanyaan “siapa yang diuntungkan dari korporasi global?”
adalah relatif, tergantung pada perspektif politik dan keberpihakan siapa yang
menjawabnya. Secara umum, korporasi global dalam jangka panjang memang dapat
menciptakan peluang dalam kesejahteraan dan stabilitas global. Akses pasar yang
terbuka dapat meningkatkan peluang terciptanya lapangan kerja, pertukaran yang
berdasarkan keunggulan dan keuntungan komparatif yang memungkinkan penduduk di
suatu negara menikmati komoditas yang dihasilkan di negara lain, serta harga jual yang
lebih rendah sebagai konsekuensi dari pembukaan situs produksi yang lebih efisien
berdasarkan ketersediaan faktor produksi dan distribusi yang lebih singkat.
Dalam aspek stabilitas, perekonomian antarnegara yang lebih terbuka juga lebih
mendukung perdamaian internasional dibandingkan dengan perekonomian lokal yang
menjebak negara-negara dalam proses timbal-balik saling dumping dan saling
memiskinkan perekonomian negara lain akibat persaingan harga dan prestise nasional.
Akan tetapi, keuntungan jangka pendek yang hanya dinikmati oleh elit-elit
korporasi global (CEO) dan pelaku spekulasi, dan bahkan segelintir elit di negara-
negara berkembang atau negara miskin yang akhirnya merontokkan perekonomian
nasional dapat menimbulkan sentimen negatif terhadap globalisasi yang pada akhirnya
mendorong negara harus turut campur secara lebih besar di tengah-tengah tuntutan
kesejahteraan masyarakat yang merasa dirugikan oleh muatan asing dalam
perekonomian nasional. Sebagai akibatnya, keuntungan jangka pendek yang hanya
dinikmati segelintir orang tersebut dapat membahayakan globalisasi yang pada
gilirannya dapat membahayakan kesinambungan operasi banyak perusahaan.
menjawabnya. Secara umum, korporasi global dalam jangka panjang memang dapat
menciptakan peluang dalam kesejahteraan dan stabilitas global. Akses pasar yang
terbuka dapat meningkatkan peluang terciptanya lapangan kerja, pertukaran yang
berdasarkan keunggulan dan keuntungan komparatif yang memungkinkan penduduk di
suatu negara menikmati komoditas yang dihasilkan di negara lain, serta harga jual yang
lebih rendah sebagai konsekuensi dari pembukaan situs produksi yang lebih efisien
berdasarkan ketersediaan faktor produksi dan distribusi yang lebih singkat.
Dalam aspek stabilitas, perekonomian antarnegara yang lebih terbuka juga lebih
mendukung perdamaian internasional dibandingkan dengan perekonomian lokal yang
menjebak negara-negara dalam proses timbal-balik saling dumping dan saling
memiskinkan perekonomian negara lain akibat persaingan harga dan prestise nasional.
Akan tetapi, keuntungan jangka pendek yang hanya dinikmati oleh elit-elit
korporasi global (CEO) dan pelaku spekulasi, dan bahkan segelintir elit di negara-
negara berkembang atau negara miskin yang akhirnya merontokkan perekonomian
nasional dapat menimbulkan sentimen negatif terhadap globalisasi yang pada akhirnya
mendorong negara harus turut campur secara lebih besar di tengah-tengah tuntutan
kesejahteraan masyarakat yang merasa dirugikan oleh muatan asing dalam
perekonomian nasional. Sebagai akibatnya, keuntungan jangka pendek yang hanya
dinikmati segelintir orang tersebut dapat membahayakan globalisasi yang pada
gilirannya dapat membahayakan kesinambungan operasi banyak perusahaan.

More Related Content

Similar to Uts mk budaya korporasi final

Makalah teori klasik perdagangan internasional
Makalah teori klasik perdagangan internasionalMakalah teori klasik perdagangan internasional
Makalah teori klasik perdagangan internasional
SumandikaAdhy
 
Iklan dan dimensi etisnya, etika pasar bebas, monopoli
Iklan dan dimensi etisnya, etika pasar bebas, monopoliIklan dan dimensi etisnya, etika pasar bebas, monopoli
Iklan dan dimensi etisnya, etika pasar bebas, monopoliMelly Gunawan
 
Neoliberalisme Welfare Pluralism oleh Prof. Sunyoto Usman
Neoliberalisme Welfare Pluralism oleh Prof. Sunyoto UsmanNeoliberalisme Welfare Pluralism oleh Prof. Sunyoto Usman
Neoliberalisme Welfare Pluralism oleh Prof. Sunyoto Usman
HisnuddinLubis
 
Hukum Perdagangan Internasional Mahasiswa Maret 2020.ppt
Hukum Perdagangan Internasional Mahasiswa Maret 2020.pptHukum Perdagangan Internasional Mahasiswa Maret 2020.ppt
Hukum Perdagangan Internasional Mahasiswa Maret 2020.ppt
YusrilMahendra46
 
Bisnis internasional, 2, yulia ayu priscilla, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, m...
Bisnis internasional, 2, yulia ayu priscilla, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, m...Bisnis internasional, 2, yulia ayu priscilla, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, m...
Bisnis internasional, 2, yulia ayu priscilla, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, m...
yuliayupr
 
Bahan Ajar Sistem Eko.Powerpoint.03
Bahan Ajar Sistem Eko.Powerpoint.03Bahan Ajar Sistem Eko.Powerpoint.03
Bahan Ajar Sistem Eko.Powerpoint.03Daryono Soebagiyo
 
E-Sya [Ekonomi-Syari’ah]- Dokter , Penyembuh Penyakit Perekonomian Ummat
E-Sya [Ekonomi-Syari’ah]- Dokter , Penyembuh Penyakit Perekonomian UmmatE-Sya [Ekonomi-Syari’ah]- Dokter , Penyembuh Penyakit Perekonomian Ummat
E-Sya [Ekonomi-Syari’ah]- Dokter , Penyembuh Penyakit Perekonomian Ummat
Viva El-haq
 
Liberalisme Ekonomi.pdf
Liberalisme Ekonomi.pdfLiberalisme Ekonomi.pdf
Liberalisme Ekonomi.pdf
RizkiPujiGustian
 
Kapitalisme melahirkan masyarakat sakit
Kapitalisme melahirkan masyarakat sakitKapitalisme melahirkan masyarakat sakit
Kapitalisme melahirkan masyarakat sakitRizky Faisal
 
KOMUNIKASI POLITIK - Isu Isu Global Kontemporer
KOMUNIKASI POLITIK - Isu Isu Global KontemporerKOMUNIKASI POLITIK - Isu Isu Global Kontemporer
KOMUNIKASI POLITIK - Isu Isu Global Kontemporer
Diana Amelia Bagti
 
Sistem ekonomi kapitalisme
Sistem ekonomi kapitalismeSistem ekonomi kapitalisme
Sistem ekonomi kapitalisme
Deni Irawan
 
Teori Klasik Pembangunan
Teori Klasik PembangunanTeori Klasik Pembangunan
Teori Klasik Pembangunan
HaidirAli17
 
Ekonomi Internasional
Ekonomi InternasionalEkonomi Internasional
Ekonomi Internasional
mellameilawati
 
Paradigma PMII Pada Era Transisi Globalisasi
Paradigma PMII Pada Era Transisi GlobalisasiParadigma PMII Pada Era Transisi Globalisasi
Paradigma PMII Pada Era Transisi Globalisasi
PMII
 
Resume ekonomi internasional
Resume ekonomi internasionalResume ekonomi internasional
Resume ekonomi internasional
NurmalaSari52
 
Globalisasi
GlobalisasiGlobalisasi
Globalisasi
Azlyn Ibrahim
 
Teori dan Konsep Pembangunan.pptx
Teori dan Konsep Pembangunan.pptxTeori dan Konsep Pembangunan.pptx
Teori dan Konsep Pembangunan.pptx
Adie dwiyanto
 
Ekonomi internasional
Ekonomi internasionalEkonomi internasional
Ekonomi internasional
Nenta1005
 
Aminullah assagaf em12 overview_microeconomics_31 okt 2020
Aminullah assagaf em12 overview_microeconomics_31 okt 2020Aminullah assagaf em12 overview_microeconomics_31 okt 2020
Aminullah assagaf em12 overview_microeconomics_31 okt 2020
Aminullah Assagaf
 
Materi Asas-asas Manajemen
Materi Asas-asas ManajemenMateri Asas-asas Manajemen
Materi Asas-asas Manajemen
leli_r
 

Similar to Uts mk budaya korporasi final (20)

Makalah teori klasik perdagangan internasional
Makalah teori klasik perdagangan internasionalMakalah teori klasik perdagangan internasional
Makalah teori klasik perdagangan internasional
 
Iklan dan dimensi etisnya, etika pasar bebas, monopoli
Iklan dan dimensi etisnya, etika pasar bebas, monopoliIklan dan dimensi etisnya, etika pasar bebas, monopoli
Iklan dan dimensi etisnya, etika pasar bebas, monopoli
 
Neoliberalisme Welfare Pluralism oleh Prof. Sunyoto Usman
Neoliberalisme Welfare Pluralism oleh Prof. Sunyoto UsmanNeoliberalisme Welfare Pluralism oleh Prof. Sunyoto Usman
Neoliberalisme Welfare Pluralism oleh Prof. Sunyoto Usman
 
Hukum Perdagangan Internasional Mahasiswa Maret 2020.ppt
Hukum Perdagangan Internasional Mahasiswa Maret 2020.pptHukum Perdagangan Internasional Mahasiswa Maret 2020.ppt
Hukum Perdagangan Internasional Mahasiswa Maret 2020.ppt
 
Bisnis internasional, 2, yulia ayu priscilla, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, m...
Bisnis internasional, 2, yulia ayu priscilla, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, m...Bisnis internasional, 2, yulia ayu priscilla, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, m...
Bisnis internasional, 2, yulia ayu priscilla, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, m...
 
Bahan Ajar Sistem Eko.Powerpoint.03
Bahan Ajar Sistem Eko.Powerpoint.03Bahan Ajar Sistem Eko.Powerpoint.03
Bahan Ajar Sistem Eko.Powerpoint.03
 
E-Sya [Ekonomi-Syari’ah]- Dokter , Penyembuh Penyakit Perekonomian Ummat
E-Sya [Ekonomi-Syari’ah]- Dokter , Penyembuh Penyakit Perekonomian UmmatE-Sya [Ekonomi-Syari’ah]- Dokter , Penyembuh Penyakit Perekonomian Ummat
E-Sya [Ekonomi-Syari’ah]- Dokter , Penyembuh Penyakit Perekonomian Ummat
 
Liberalisme Ekonomi.pdf
Liberalisme Ekonomi.pdfLiberalisme Ekonomi.pdf
Liberalisme Ekonomi.pdf
 
Kapitalisme melahirkan masyarakat sakit
Kapitalisme melahirkan masyarakat sakitKapitalisme melahirkan masyarakat sakit
Kapitalisme melahirkan masyarakat sakit
 
KOMUNIKASI POLITIK - Isu Isu Global Kontemporer
KOMUNIKASI POLITIK - Isu Isu Global KontemporerKOMUNIKASI POLITIK - Isu Isu Global Kontemporer
KOMUNIKASI POLITIK - Isu Isu Global Kontemporer
 
Sistem ekonomi kapitalisme
Sistem ekonomi kapitalismeSistem ekonomi kapitalisme
Sistem ekonomi kapitalisme
 
Teori Klasik Pembangunan
Teori Klasik PembangunanTeori Klasik Pembangunan
Teori Klasik Pembangunan
 
Ekonomi Internasional
Ekonomi InternasionalEkonomi Internasional
Ekonomi Internasional
 
Paradigma PMII Pada Era Transisi Globalisasi
Paradigma PMII Pada Era Transisi GlobalisasiParadigma PMII Pada Era Transisi Globalisasi
Paradigma PMII Pada Era Transisi Globalisasi
 
Resume ekonomi internasional
Resume ekonomi internasionalResume ekonomi internasional
Resume ekonomi internasional
 
Globalisasi
GlobalisasiGlobalisasi
Globalisasi
 
Teori dan Konsep Pembangunan.pptx
Teori dan Konsep Pembangunan.pptxTeori dan Konsep Pembangunan.pptx
Teori dan Konsep Pembangunan.pptx
 
Ekonomi internasional
Ekonomi internasionalEkonomi internasional
Ekonomi internasional
 
Aminullah assagaf em12 overview_microeconomics_31 okt 2020
Aminullah assagaf em12 overview_microeconomics_31 okt 2020Aminullah assagaf em12 overview_microeconomics_31 okt 2020
Aminullah assagaf em12 overview_microeconomics_31 okt 2020
 
Materi Asas-asas Manajemen
Materi Asas-asas ManajemenMateri Asas-asas Manajemen
Materi Asas-asas Manajemen
 

Uts mk budaya korporasi final

  • 1. Ujian Tengah Semester Budaya Korporasi KWA UI Yayat Hendayana (Yan) 106144273 1. American Multi National Coporations are competitive in global market. Explain what their driving forces are! Korporasi multinasional Amerika sangat bersaing di pasar global. Kemampuan korporasi untuk bersaing dimungkinkan karena adanya kekuatan pendorong. Kekuatan pendorong tersebut adalah budaya korporasi Amerika, institusi, inovasi dan modal. Budaya korporasi adalah manifestasi perilaku korporasi dan sering merujuk pada “DNA organisasi” atau “jiwa organisasi”. Budaya korporasi ini merupakan penyumbang pokok terhadap kesuksesan atau kegagalan strategi korporasi. Budaya korporasi yang kuat akan mendorong kompetisi dan menjaga keberlangsungan korporasi. Budaya korporasi Amerika dipengaruhi oleh budaya nasional Amerika yang berdasarkan pada pengalaman dan sistem nilai Amerika (diantaranya liberalisme, individualism dan Protestanisme). Sistem nilai memberikan setiap individu kebebasan memperoleh kesempatan untuk sukses dan meraih kebahagiaan (American Dream). Saat diberi kebebasan, individu mempunyai inisiatif dan semangat berkompetisi dalam lingkungan kerja. Secara umum, inti dari budaya korporasi multinasional Amerika adalah kompetitif dan fragmatis. Budaya korporasi Amerika menekankan pada kualitas pribadi (tegas, setia, informatif, supel, antusias, percaya diri, tangguh dan berdedikasi). Selain dipengaruhi oleh budaya nasional Amerika, budaya korporasi Amerika ini juga disokong oleh kepemimpinan korporasi. Kepemimpinan korporasi biasanya ditentukan oleh para CEO. Visi, kebijakan dan tindakan para CEO mencirikan pengembangan budaya korporasi. Kekuatan pendorong kedua adalah institusi, baik institusi ekonomi maupun institusi politis. Kedua institusi ini merujuk pada seperangkat aturan. Institusi ekonomi membentuk beberapa insentif ekonomi, yaitu insentif untuk menjadi terdidik, insentif untuk berinovasi dan mengadopsi teknologi baru, insentif untuk berinvestasi, insentif untuk meluaskan korporasi dan memasarkan produk, dan lain-lain. Insentif untuk mengadopsi teknologi baru berkaitan erat dengan pendidikan, keahlian dan kompetensi. Institusi ekonomi harus memastikan keamanan bagi kepemilikan property rights.
  • 2. Kemudian, institusi politis memastikan stabilitas dan keberlangsungan bagi korporasi. Pemilik korporasi harus diyakinkan bahwa pemimpin politik tidak akan mengganti aturan permainan. Lebih jauh lagi, institusi juga bisa merujuk pada institusi pemerintah Amerika, terutama Departemen Keuangan dan Departemen Perdagangan Amerika dan institusi global seperti WTO yang melahirkan aturan yang memberi legalitas kepada korporasi multinasional Amerika. Kekuatan pendorong ketiga adalah inovasi. Inovasi sangat berkaitan dengan teknologi yang memungkinkan korporasi bertransformasi. Penemuan dan penguasaan teknologi menciptakan peluang bisnis dan akan menjadi amunisi bagi korporasi dalam berkompetisi di pasar global. Sebagai contoh, kita bisa melihat bagaimana Apple sebagai consumer electronics corporation dengan inovasi pada produk iphone dan ipad mampu bersaing di pasar global. Kekuatan keempat adalah modal. Modal yang kuat sebenarnya lebih cenderung merupakan faktor keharusan pada korporasi. Dengan modal, korporasi Amerika bisa melakukan ekpansi ke luar negeri. 2. Many observers of NY Stock Exchange have concluded that Wall Street is motivated by the greed. What is your opinion? On what argument is your opinion based on? Para pengamat New York Foreign Exchange menyimpulkan bahwa Wall Street dimotivasi oleh keserakahan. Kesimpulan ini masuk akal dan sesuai dengan gambaran tentang Wall Street. Wall Street sendiri adalah bursa perdagangan saham sekaligus kepentingan finansial yang berpengaruh di Amerika. Wall Street adalah tempat para profesional keuangan (dan hukum). Mereka terdiri dari bankir, manajer keuangan, pialang saham,dan bahkan makelar yang bekerja di perusahaan-perusahaan skala besar milik kapitalis. Wall Street mewakili kelompok elit dan kekuatan politik serta kapitalisme “pembunuh”. Wall Street telah menjadi lambang dari suatu negara dan sistem ekonomi yang membuat bangsa Amerika sepertinya tidak dibentuk oleh kolonialisme dan perampasan namun melalui perdagangan, kapitalisme dan inovasi. Dalam konteks kapitalisme, greedy atau rakus adalah baik dan kerakusan adalah manifesto atau perwujudan kapitalis. Tujuan utama kapitalis adalah untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan menempuh berbagai cara. Seorang kapitalis berpandangan bahwa seseorang perlu menjadi rakus dalam upaya mengejar kekayaan. Menurut kapitalis, saat semua orang mencari kekayaan, maka seluruh sistem akan bekerja dan pasar akan mencapai efisiensinya.
  • 3. Sekarang, kita dihadapkan pada pertanyaan “Mengapa Wall Street disimpulkan dimotivasi oleh kerakusan?” Jawabannya bisa jadi karena Wall Street penuh dengan orang-orang rakus, yaitu orang-orang yang mengejar keuntungan pribadi secara egois, yang tidak mengenal penghargaan terhadap orang lain dan juga tidak mengenal batas kepuasan. Banyak dari mereka melakukan cara-cara yang bertentangan dengan moral atau bahkan melanggar hukum. Sebagai contoh, Bernard Madoff, seorang makelar dan manajer keuangan di Wall street yang ditangkap polisi karena melakukan penipuan keuangan. Saya berpendapat bahwa kerakusan itu tidak baik. Ada beberapa argumen yang akan saya sampaikan disini. Pertama, pendapatan nasional Amerika hanya dimiliki dan dinikmati oleh segelintir orang yang berada di Wall Street. Kedua, ada perbedaan gaya hidup yang terlalu menyolok atau berlebihan para bankir yang akan melemahkan basis solidaritas di kalangan masyarakat. Ketiga, orang yang terlalu rakus akan cenderung korup. Menurut ajaran Kristen, keserakahan adalah peringkat kedua dari Seven Deadly Sins. Ada bukti nyata terhadap ketidakbaikan kerakusan di Wall Street. Kejatuhan ekonomi Amerika karena krisis finansial tahun 2008, yang dikenal dengan “Subprime Mortage Crisis”, dituding banyak pihak disebabkan oleh bangkrutnya perusahaan finansial Lehman Brothers di Wall Street. Penyebab kebangkrutan adalah karena tren suku bunga yang rendah dan aliran dana ke sektor hipotek yang susah/gagal bayar. Kredit rumah jutaan penduduk Amerika menjadi tidak terbayarkan, sehingga mereka menjadi tunawisma karena kehilangan tempat tinggal. Banyak orang menyalahkan para bankir di Wall Street yang menggunakan interest rate yang rendah untuk mengejar pemberian kredit tanpa evaluasi yang jelas. Para politisi yang korup dan para pelobi juga dianggap bertanggung jawab karena mereka tutup mata terhadap sistem di Wall Street yang tidak terregulasi. Kerakusan di Wall Street sampai mengilhami seorang sutradara untuk membuat film. Wall Street: Money Never Sleeps adalah film drama Amerika tahun 2010 yang berlatar kota New York 23 tahun setelah krisis keuangan tahun 2008. Saat menonton Wall Street, anda mendapat kesan bahwa kerakusan mungkin saja baik, tetapi pada kenyataannya tidak. Kerakusan akan mematikan jika anda tidak berhati-hati. Michael Douglas, yang bermain sebagai Gekko, membuktikan bahwa kerakusan adalah seperti permainan yang tidak pernah bisa dimenangkan karena memang kerakusan tidak memiliki garis finish. Gekko yang tidak memiliki batas akan kerakusannya
  • 4. mengabaikan prinsip-prinsip etika dan hukum untuk mengumpulkan lebih banyak uang dalam upayanya menjadi orang terkaya di Amerika. 3. Joseph Stiglitz is a realist. Explain this statement in essay. Joseph Stiglitz adalah satu dari ekonom besar dunia. Dia memenangkan Hadiah Nobel tahun 2001 untuk pemikirannya di bidang ekonomi pasar. Buku yang ditulisnya, Globalization and Its Discontents, berintikan catatan Stiglitz saat bertugas selama beberapa tahun di World Bank dan perbedaan pendapatnya dengan IMF and Departemen Keuangan AS saat dia menjadi anggota-ketua Dewan Penasehat Ekonomi pada masa Presiden Bill Clinton. Buku tersebut juga merupakan dokumen politik dan ekonomi yang penting yang menggambarkan realitas keuangan internasional dan realitas politik. Stiglitz adalah seorang realis. Dia membabarkan kritik dan solusi terhadap kebijakan yang diambil institusi globalisasi IMF secara apa adanya, sesuai dengan realitas yang terjadi di dunia. Stiglitzt juga bukanlah seorang pesimis yang tidak mempercayai globalisasi. Dia tidak menyangkal kenyataan bahwa globalisasi memang menciptakan begitu banyak peluang dan kekayaan. Namun, Stiglitz melihat bahwa dunia yang dibentuk oleh globalisasi tidaklah begitu ramah. Dunia harus diperjuangkan dengan “senjata” dan dasar yang lebih kuat dibandingkan hanya dengan optimisme semata. Stiglitz, tanpa daya, telah menyaksikan penderitaan jutaan orang di Asia Timur dan Rusia akibat institusi global IMF melalui program pasar bebas, yang memaksa negara-negara melakukan penyesuaian ekonomi secara besar-besaran, dan yang memusatkan mereka pada sistem ekonomi terbuka pada arus modal swasta. Penderitaan tersebut tidak diakibatkan oleh ilmu ekonomi yang buruk, tapi oleh redefinisi peran IMF yang tidak lagi sama seperti definisi peran IMF yang dulu dibuat oleh Keynes. Stiglitz tidak hanya mengkritik kebijakan dan tindakan IMF, tapi juga memberi argumen dan solusi praktis mengenai bagaimana seharusnya IMF bekerja. Berikut adalah beberapa ciri penting kebijakan yang dijalankan IMF di negara-negara yang mengambil pinjaman dari lembaga internasional ini. Pertama, pengetatan APBN. Rekomendasi yang paling terkenal dari IMF adalah pemerintah mengurangi belanja atau menaikkan pajak, atau keduanya, untuk menyeimbangkan APBN dan menghapuskan kebutuhan pemerintah untuk mencari pinjaman. Menurut para pengkritiknya, kebijakan IMF ini salah karena sebenarnya defisit di satu negara adalah akibat dari berkurangnya pendapatan. Memotong belanja atau menaikkan pajak hanya
  • 5. akan membuat ekonomi lebih merosot. Memotong belanja dalam berbagai jenis kebijakan pemerintah juga menimbulkan biaya sosial yang sangat besar, misalnya terjadi kerusuhan masal seperti yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 akibat pemerintah memotong subsidi pangan untuk kaum miskin. Kedua, kebijakan moneter yang ketat berupa peningkatan suku bunga. Menaikkan suku bunga uang membuat deposito dan aset-aset lain dalam mata uang yang bersangkutan lebih menarik. Para pengkritik IMF berpendapat bahwa tingkat suku bunga yang diterapkan di negara- negara telah memperburuk kemerosotan kondisi ekonomi negara-negara tersebut. Akibatnya, kebijakan IMF itu membuat banyak usaha produksi gulung tikar akibat tidak bisa memenuhi pembayaran hutang yang tiba-tiba membengkak. Ketiga, liberalisasi perdagangan. Liberalisasi perdagangan berupa penghapusan tarif bea- cukai, kuota dagang dan subsidi yang direkomendasikan atau dipaksakan oleh IMF sebagai syarat untuk memperoleh pinjaman dari IMF. Para pengkritik IMF menunjukkan bahwa negara-negara industri yang sekarang maju dan kaya, misalnya Amerika Serikat, tidak menerapkan perdagangan bebas ketika mereka baru mulai membangun ekonomi mereka. Amerika Serikat yang dianggap sebagai pelopor liberalisasi, justru meningkatkan subsidi pertanian dan menerapkan hambatan baru terhadap impor baja ke negeri itu. Memaksa negara-negara yang memang masih belum siap untuk bersaing dalam liberalisasi perdagang berarti akan menghancurkan industri dalam negeri mereka. Keempat, liberalisasi pasar modal. Sebagai syarat untuk memperoleh pinjaman dari IMF, negara-negara berkembang dan miskin diharuskan membuka pasar finansial sehingga lembaga-lembaga finansial asing bisa ikut aktif di dalam pasar domestik itu. Para pengkritik IMF menunjukkan bahwa bank-bank asing yang lebih besar dan lebih efisien itu menggusur bank-bank lokal. Kelima, privatisasi. Kebijakan menjual perusahaan milik negara ini menjadi kebijakan yang banyak dilakukan di negara maju maupun berkembang. Alasan dari IMF adalah bahwa manajemen swasta dianggap bisa menjalankan usaha dengan lebih baik; perusahaan milik negara dianggap lebih banyak berfungsi sebagai bagian dari kebijakan welfare state, yaitu memberi pekerjaan, walaupun merugi, atau sebagai sapi perahan. Para pengkritik IMF keberatan dengan anjuran itu karena banyak dari negara-negara itu belum memiliki sistem regulasi yang mampu mencegah perilaku merugikan sesudah perusahaan itu diswastakan. Sebagai pengkritik IMF yang sangat keras, Stiglitz mengajukan argumen bahwa kebijakan IMF yang disebut di atas itu bertalian. Kesalahan yang dilakukan IMF
  • 6. terjadi karena disain kebijakan itu sendiri. Kesalahan itu bukan “tidak disengaja.” Stiglitz menunjukkan bahwa kebijakan IMF bukan muncul dari analisis dan observasi tetapi dari ideologi, terutama komitmen ideologis untuk memajukan pasar bebas dan antipati terhadap peran pemerintah. Ia juga menuduh para pejabat IMF secara sengaja mengabaikan fakta di lapangan negara-negara yang mereka beri rekomendasi. Secara lebih spesifik, Stiglitz mengajukan beberapa argumen. Aturan liberalisasi perdagangan suatu negara memang masuk akal jika industrinya telah cukup “dewasa” untuk mencapai tingkat kompetitif. Privatisasi perusahaan milik negara juga masuk akal jika sistem regulasinya sudah siap dan undang-undang corporate governance sudah ada. Menurut Stiglitz, IMF secara sengaja mengabaikan faktor-faktor itu. IMF justru menerapkan satu resep untuk semua negara tanpa memperhatikan kondisi negara masing- masing. Namun, hal itu bisa dimaklumi karena motivasi IMF memang ideologis, yaitu keyakinan akan superioritas pasar bebas. Menurut Stiglitz, komitmen IMF pada keyakinan ini akan berakibat pada dua hal. Pertama, keyakinan akan kebenaran pasar bebas membuat IMF meninggalkan misi aslinya yang Keynesian, yaitu membantu negara-negara untuk mempertahankan lapangan kerja penuh ketika mereka harus melakukan penyesuaian neraca pembayaran. Ketika negara- negara itu mengalami kesulitan neraca pembayaran, IMF malah menganjurkan kebijakan yang justru membuat persoalan menjadi lebih parah dan menghasilkan pengangguran yang sangat meluas. Stiglitz memang tidak menuduh IMF berkonspirasi menimbulkan kesengsaraan rakyat di negara miskin. Ia melihat tindakan IMF itu muncul karena meyakini keyakinan yang salah, yaitu bahwa mekanisme pasar akan menyelesaikan persoalan itu secara otomatis jika dibiarkan bebas beroperasi . IMF harus bertanggung- jawab atas memburuknya beberapa masalah: Dengan menganjurkan negara-negara agar mempertahankan nilai-tukar yang over-valued, IMF memberi peluang pedagang uang untuk melakukan spekulasi di pasar uang; dengan memaksa negara-negara yang dalam kesulitan untuk mengurangi impor, IMF justru mendorong penyebaran resesi ekonomi dari satu negara ke negara tetangganya; dengan menganjurkan negara-negara menerapkan tingkat suku bunga uang tinggi yang memerosotkan investasi dan membangkrutkan perusahaan, IMF mendorong munculnya ketidakpercayaan di pihak pemberi pinjaman terhadap negara yang bersangkutan; dengan berulang-ulang menyelamatkan para kreditor itu, IMF justru melonggarkan standar kredit. Kedua, IMF secara sistematik bertindak demi kepentingan para kreditor, dan kaum elit kaya pada umumnya; tidak memperhatikan kepentingan buruh, petani, dan kaum miskin lainnya. Tidak mengherankan kalau IMF berkali-kali memberi uang pada negara
  • 7. penghutang yang kemudian dipakai untuk membayar hutang kepada bank-bank internasional dan pemegang saham yang senang menerima pembayaran bunga tinggi untuk pinjaman yang berisiko tinggi. Bukan kebetulan jika subsidi pangan dan kebijakan sosial untuk si miskin merupakan yang pertama kali dianjurkan IMF untuk dipotong demi keseimbangan neraca pembayaran. Menurut Stiglitz, hal tersebut terjadi karena para pejabat IMF cenderung hanya bertemu dengan menteri keuangan, gubernur bank sentral dan para bankir; mereka tidak pernah menemui petani miskin atau buruh yang menganggur. Sekali lagi, kesalahan yang dibuat IMF bukan terjadi secara kebetulan, tetapi merupakan konsekuensi sistematik dari bias yang sangat mendasar. Stiglitz juga menunjukkan pilih kasih IMF dalam hal kebijakan. Program stabilisasi ekonomi diutamakan, tetapi program penciptaan kerja diabaikan. Kebijakan perpajakan dan segala akibat buruknya didukung, tetapi reformasi tanah ditentang. Uang untuk mem- bantu bayar hutang ke bank disediakan, tetapi pembiayaan untuk pendidikan dan jasa kesehatan tidak ada, apalagi kompensasi untuk menolong buruh yang terpaksa menganggur karena pemerintahnya mengikuti anjuran IMF. Demikianlah analisis Stiglitz tentang kebijakan IMF yang diterapkan di institusi negara-negara Dunia Ketiga. Suatu analisis yang realistis, bukan pesimistis, ataupun idealis. Analisis yang dikemukakan Stiglitz bisa dipakai untuk membentuk ulang institusi global IMF. 4. Explain with examples how transnational corporations influence communities, families and individuals. Who are the beneficiariers of global corporations that advocate free trade globalization? Berikut ini akan disampaikan secara umum bagaimana korporasi transnasional mempengaruhi masyarakat, keluarga dan individu di negara-negara berkembang/negara-negara miskin secara umum. Pertama, saat korporasi transnasional mulai membangun operasi produksi barang, jasa atau penjualan di suatu negara, mereka akan mengeksploitasi tenaga kerja (dan sumber daya) di negara tersebut. Para pekerja diupah rendah dan hak pekerja sering diabaikan sehingga para pekerja hidup dalam kondisi yang miskin. Pemberian upah rendah kepada pekerja terjadi saat perusahaan Nike membuka pabrik di China. Pegawai di China tahun 1990 dibayar 13 sen perjam (standar pembayaran di China adalah 69 sen perjam) dan di Amerika adalah 10 dolar perjam). Kedua, korporasi transnasional secara terus menerus mencari pasar baru bagi barang atau jasa yang mereka produksi. Pasar untuk barang dan jasa tersebut
  • 8. bisa dipasarkan di negara yang mereka eksploitasi atau di negara yang berbeda. Barang dan jasa yang membanjiri ini memicu gaya hidup konsumerisme. Ketiga, kerusakan ruang publik karena aktivitas korporasi transnasional. Tempat rekreasi umum yang semula tersedia gratis untuk masyarakat, berubah menjadi tempat wisata yang diprivatisasi atau dikomersialkan. Akibatnya, masyarakat kehilangan taman umum atau lapangan olahraga. Berikut ini akan disampaikan secara khusus bagaimana korporasi transnasional mempengaruhi masyarakat, keluarga dan individu di Ladakh, Tibet. Saat industri pariwisata masuk akibat arus globalisasi, pola pikir dan perilaku orang Ladakh berubah. Uang mengubah mereka dari masyarakat yang dulunya mandiri menjadi masyarakat yang tidak pecaya diri. Hal ini terjadi saat mereka membandingkan banyaknya uang yang dihabiskan di negara maju dengan di Ladakh. Film India dan Amerika yang ditayangkan televisi juga membuat pemuda di Ladakh memandang kehidupan pedesaan di Ladakh nampak primitif, memalukan dan tidak efisien. Mereka menjadi inferior dan menolak budaya sendiri dan menganggap budaya Barat superior. Pendidikan bergaya Barat yang diterapkan di Ladakh telah menjauhkan anak- anak dari kakek nenek, teman-teman dan alam. Dulu anak-anak belajar dari kakek- nenek, teman-teman dan alam. Tapi, mereka sekarang dilatih untuk menjadi spesialis dalam teknologi dibandingkan menjadi ahli dalam masyarakat ekologi. Pendidikan modern juga tidak hanya mengabaikan sumber lokal, tapi membuat anak-anak tidak mempunyaai kebanggaan atas budaya sendiri. Parahnya, mereka yang lulus tidak bisa menggunakan sumber daya dari dunianya sendiri. Dalam bidang ekonomi, banjir produk murah dari industri pertanian dan industri pakaian dari luar Ladakh membuat masyarakat Ladakh enggan melanjutkan pekerjaan bertani dan membuat pakaian sendiri. Ekonomi global membuat rakyat Ladakh menjadi individualis. Perubahan ekonomi paling mendasar adalah ketergantungan masyarakat Ladakh atas kebutuhan primer dan energi dari luar. Era modernisasi membuat masyarakat Ladakh terbagi dua, yaitu antara kelompok kaya dan kelompok miskin dan antara golongan tua dan golongan muda. Lebih jauh lagi, kompetisi untuk pekerjaan dan representasi politik juga telah membagi masyarakat Ladakh menjadi kelompok Muslim dan Budha. Kekerasan kerap terjadi di antara kedua kelompok tersebut. Jawaban terhadap pertanyaan “siapa yang diuntungkan dari korporasi global?” adalah relatif, tergantung pada perspektif politik dan keberpihakan siapa yang
  • 9. menjawabnya. Secara umum, korporasi global dalam jangka panjang memang dapat menciptakan peluang dalam kesejahteraan dan stabilitas global. Akses pasar yang terbuka dapat meningkatkan peluang terciptanya lapangan kerja, pertukaran yang berdasarkan keunggulan dan keuntungan komparatif yang memungkinkan penduduk di suatu negara menikmati komoditas yang dihasilkan di negara lain, serta harga jual yang lebih rendah sebagai konsekuensi dari pembukaan situs produksi yang lebih efisien berdasarkan ketersediaan faktor produksi dan distribusi yang lebih singkat. Dalam aspek stabilitas, perekonomian antarnegara yang lebih terbuka juga lebih mendukung perdamaian internasional dibandingkan dengan perekonomian lokal yang menjebak negara-negara dalam proses timbal-balik saling dumping dan saling memiskinkan perekonomian negara lain akibat persaingan harga dan prestise nasional. Akan tetapi, keuntungan jangka pendek yang hanya dinikmati oleh elit-elit korporasi global (CEO) dan pelaku spekulasi, dan bahkan segelintir elit di negara- negara berkembang atau negara miskin yang akhirnya merontokkan perekonomian nasional dapat menimbulkan sentimen negatif terhadap globalisasi yang pada akhirnya mendorong negara harus turut campur secara lebih besar di tengah-tengah tuntutan kesejahteraan masyarakat yang merasa dirugikan oleh muatan asing dalam perekonomian nasional. Sebagai akibatnya, keuntungan jangka pendek yang hanya dinikmati segelintir orang tersebut dapat membahayakan globalisasi yang pada gilirannya dapat membahayakan kesinambungan operasi banyak perusahaan.
  • 10. menjawabnya. Secara umum, korporasi global dalam jangka panjang memang dapat menciptakan peluang dalam kesejahteraan dan stabilitas global. Akses pasar yang terbuka dapat meningkatkan peluang terciptanya lapangan kerja, pertukaran yang berdasarkan keunggulan dan keuntungan komparatif yang memungkinkan penduduk di suatu negara menikmati komoditas yang dihasilkan di negara lain, serta harga jual yang lebih rendah sebagai konsekuensi dari pembukaan situs produksi yang lebih efisien berdasarkan ketersediaan faktor produksi dan distribusi yang lebih singkat. Dalam aspek stabilitas, perekonomian antarnegara yang lebih terbuka juga lebih mendukung perdamaian internasional dibandingkan dengan perekonomian lokal yang menjebak negara-negara dalam proses timbal-balik saling dumping dan saling memiskinkan perekonomian negara lain akibat persaingan harga dan prestise nasional. Akan tetapi, keuntungan jangka pendek yang hanya dinikmati oleh elit-elit korporasi global (CEO) dan pelaku spekulasi, dan bahkan segelintir elit di negara- negara berkembang atau negara miskin yang akhirnya merontokkan perekonomian nasional dapat menimbulkan sentimen negatif terhadap globalisasi yang pada akhirnya mendorong negara harus turut campur secara lebih besar di tengah-tengah tuntutan kesejahteraan masyarakat yang merasa dirugikan oleh muatan asing dalam perekonomian nasional. Sebagai akibatnya, keuntungan jangka pendek yang hanya dinikmati segelintir orang tersebut dapat membahayakan globalisasi yang pada gilirannya dapat membahayakan kesinambungan operasi banyak perusahaan.