lingkungan pemasaran adalah lingkungan perusahaan yang terdiri dari pelaku dan kekuatan diluar pemasaran yanng mempengaruhi kemampuan manajemen pemasaran untuk membangun dan mempertahankan hubungan yang berhasil dengan pelanggan sasaran
lingkungan pemasaran adalah lingkungan perusahaan yang terdiri dari pelaku dan kekuatan diluar pemasaran yanng mempengaruhi kemampuan manajemen pemasaran untuk membangun dan mempertahankan hubungan yang berhasil dengan pelanggan sasaran
Iklan dan dimensi etisnya, etika pasar bebas, monopoli
1. I.
IKLAN DAN DIMENSI ETISNYA
Salah satu topik lain dari etika bisnis yang banyak mendapat perhatian sampai
sekarang,yaitu mengenai iklan. Sudah umum diketahui bahhwa abad kita ini adalah abad
informasi. Dalam abad informasi ini,iklan memainkan peran yang sangat penting untuk
menyampaikan informasi tentang suatu produk kepada masyarakat. Dengan demikian,suka
atau tidak suka,iklan mempunyai pengaruh ynag sangat besar terhaap kehidupan manusia
baik secara positif maupun negative.
Citra ini semakin mengental dalam sistem pasar bebas yang mengenal kompetisi yang
ketat diantara
banyak perusahaan dalam menjual barang dagangan sejenis.Lebih dari
itu,dalam masyarakat modern iklan berperan besar dalam menciptakan budaya masyarakat
modern. Kebudayaan masyarakat modern adalah kebudayaan massa,kebudayaan serba instan,
kebudayaaan serba tiruan, akhirnya kebudayaan serba polesan kalau bukan palsu penuh
tipuan sebagaimana iklan yang penuh dengan tipuan mata dan kata-kata. Iklan itu sendiri
pada hakikatnya merupakan salah satu strategi pemasaran yang bermaksud untuk
mendekatkan barang yang hendak dijual kepada konsumen dengan produsen. Sasaran akhir
seluruh kegiatan bisnis adalah agar barang yang telah dihasilkan bisa dijual kepada
konsumen.
Untuk malihat personal iklan dari segi etika bisnis,kami ingin menyoroti empat hal
penting,yaitu :
1. Fungsi iklan,
2. Beberapa personal etis sehubungan dengan iklan,
3. Arti etis dari iklan yang menipu,
4. Kebebasan konsumen.
Pengertian Iklan
Iklan adalah berita atau pesan untuk mendorong, membujuk khalayak ramai agar
tertarik pada barang dan jasa yang ditawarkan
2. Tujuan Iklan
Tujuan iklan adalah suatu strategi
pemasaran untuk mendekatkan barang yang
hendak dijual kepada konsumen. Citra negative iklan terhadap bisnis seakan bisnis adalah
kegiatan tipu-menipu yang menghalalkan segala cara untuk meraih keuntungan tanpa
memperhatikan berbagai norma dan nilai moral.
Fungsi iklan
Iklan sebagai pemberi informasi tentang produk yang ditawarkan dipasarIklan sebagai
pembentuk pendapat umum tentang sebuah produk
Beberapa persoalan etis
Pola konsumsi manusia moderen sesungguhnya adalah pilihan iklan. Manusia didikte
oleh iklan dan tunduk pada kemauan iklan khususnya iklan manipulasi dan prsuasif yang
tidak rasional.Iklan merongrong otonomi dan kebebasan manusia. Iklan yang manipulative
dan persuasive non-rasional menjanjikan manusia yang konsumtif. Iklan yang merongrong
rasa keadilan social dan memicu kesenjangan social. Menciptakan manusia moderen menjadi
konsumtif. Iklan dapat membentuk dan menciptakan identitas atau citra diri manusia.
Makna etis menipu dalam iklan
Iklan membentuk citra sebuah produk bahkan sebuah perusahaan ditengah
masyarakat. Iklan yang membuat pernyataan yang salah atau yang tidak benar oleh pembuat
iklan dan produsen barang tersebut dengan maksud memperdaya atau mengecoh konsumen
dalam sebuah tipuan dan arena itu dinilai sebagai iklan yang tidak etis.
Prinsip-prinsip dalam iklan
Iklan tidak boleh menyampaikan informasi yang palsu dengan maksud memperdaya
konsumen. Iklan wajib menyampaikan semua informasi tentang produk yang diiklankan.
Iklan tidak boleh mengarahkan pada pemaksaan. Iklan tidak boleh mengarah pada tindakan
yang bertantangan dengan moralitas. Pernyataan yang salah itu berkaitan dengan janji-janji
kepada pihak yang dituju untuk mengatakan apa adanya. Pernyataan salah itu diberikan
kepada orang yang berhak mengetahui kebenaran.
3. Kebebasan konsumen
Sebagai makhluk social kita memang tidak lepas dari pengaruh dari informasi dari
orang lain. Tapi tidak berarti bahwa pengaruh tadi akan membelenggu dan miniadakan
kebebasan individu.Untuk membuat iklan yang berkualitas harus melibatkan ahli etika,
konsumen, ahli hokum, pengusaha, pemerintah,tokoh agama dan tokoh masyarakat tertentu,
kalau perlu dibuat undang-undang yang mengikat tetapi tidak merampas kemandirian biro
iklan.
II.
Etika Pasar Bebas
Pasar bebas adalah system ekonomi yang lahir untuk mendongkrak sistem ekonomi
yang tidak etis dan yang menghambat pertumbuhan ekonomi dengan memberi kesempatan
berusaha yang sama, bebas, dan fair kepada semua pelaku ekonomi. Rasanya sia-sia kita
mengharapkan suatu bisnis yang baik dan etis kalau tidak di tunjang sistem sosial politik dan
ekonomi yang memungkinan untuk itu. Dengan kata lain, betapapun etisnya etika pelaku
bisnis, jika sistem ekonomi yang berklaku sangat bertentangan dengan nilai-nilai moral yang
dianutnya, akan sangat menyulitkan. Betapa etisnya pelaku ekonomi, kalaupun sistem yang
ada melanggengkan praktek-praktek bisnis yang tidak fair seperti monopoli, kolusi,
manipulasi, dan nepotisme secara transparan dan arogan, akan sulit sekali mengharapkan
iklim bisnis yang baik dan etis.
Ini berarti, supaya bisnis dapat dijalankan secara baik dan etis, dibutuhkan perangkat hukum
yang baik dan adil. Harus ada aturan main yang fair, yang dijiwai oleh etika dan moralitas.
1. Keunggulan moral pasar bebas
a) Sistem ekonomi pasar bebas menjamin keadilan melalui jaminan perlakuan yang
sama dan fair bagi semua pelaku ekonomi.
b) Ada aturan yang jelas dan fair, dan karena itu etis. Aturan ini diberlakukan juga
secara fair,transparan,konsekuen, dan objektif. Maka, semua pihak secara objektif
tunduk dan dapat merujuknya secara terbuka.
c) Pasar memberi peluang optimal, kendati belum sempurna, bagi persingan bebas
yang sehat dan fair.
d) Dari segi pemerataan ekonomi, pada tingkat pertama ekonomi pasar jauh lebih
mampu menjamin pertumbuhan ekonomi.
e) Pasar juga memberi peluang yang optimal bagi terwujudnya kebebasan manusia.
4. 1. Peran Pemerintah
Syarat utama untuk menjamin sebuah sistem ekonomi pasar yang fair dan adil adalah
perlunya suatu peran pemerintah yang sangat canggih yang merupakan kombinasi dari
prinsip non-intervention dan prinsip campur tangan, khususnya demi menegakan
keadilan.Dengan kata lain, syarat utama bagi terwujudnya sistem pasar yang adil dan
dengan demikian syarat utama bagi kegiatan bisnis yang baik dan etis adalah perlunya
suatu pemerintah yang adil juga. Artinya, Pemerintah yang benar-benar bersikap
netral dan tunduk pada aturan main yang ada, berupa aturan keadilan yang menjamin
hak dan kepentingan setiap orang secara sama dan fair.Maka siapa saja yang
melanggar aturan main akan ditindak secara konsekuen, siapa saja yang dirugikan dak
dan kepentingannya akan dibela dan dilindungi oleh pemerintah terlepas dari stastus
social dan ekonominya.Di pintu gerbang era berlakunya Perjanjian Perdagangan Pasar
Bebas ASEAN-Cina, industri dalam negeri diliputi kekhawatiran yang sangat tinggi.
Yang dikhawatirkan adalah hancurnya industri dalam negeri karena kalah bersaing di
tengah membanjirnya produk luar negeri, khususnya Cina, yang telah bertahun-tahun
menguasai Indonesia. Di samping itu, Indonesia belakangan ini masih juga terus
membanggakan pertumbuhan ekonominya. Namun, sebenarnya, keadaan ini tidak
berkualitas lantaran hanya ditopang konsumsi dan ekspor produk primer. Semua itu
tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan dan mengurangi angka kemiskinan
secara absolut. Masyarakat pun terus saja rentan menjadi miskin jika penguasaan
teknologi ekonomi kita tidak berkembang. Hal ini mengingat apa yang dikatakan J
Gremillion, seorang ekonom yang sangat mendukung pasar bebas, bahwa salah satu
ukuran kemajuan suatu bangsa dan keberhasilan suatu pemerintahan di era pasar
bebas adalah tingkat kemampuannya untuk menguasai teknologi ekonomi.Namun,
persoalan yang dihadapi Indonesia sebenarnya bukanlah sendirian. Masih banyak
negara lain, khususnya negara-negara berkembang, yang mengalami nasib yang sama.
Sehingga, kepincangan dan ketidakadilan global akan terus membuntuti kencangnya
persaingan di era pasar bebas ini.
5. Etika global
Apabila pola pergerakan investasi dan hasil produksi, misalnya, mengalami
perubahan drastis, perlu diperhatikan berbagai hal. Pertama, tindakan tertentu dari suatu
pemerintahan sebuah negara untuk melindungi tujuan nasionalnya akan mengakibatkan
menurunnya kesejahteraan secara global. Meskipun tindakan itu memberikan manfaat bagi
ekonomi domestiknya, tidak dapat dimungkiri bahwa
net cost akan muncul di tempat
lain.Kedua, harus disadari bahwa negara memiliki fungsi legitimasi yang menimbulkan gejala
untuk korporasi global. Maka, munculah pertanyaan, bagaimana membedakan antara fungsi
legitimasi pemerintah dengan fungsi mendorong kesejahteraan dunia.Ketiga, konflik akan
muncul antara pemerintah berbagai negara dan antara berbagai kepentingan usaha. Apabila
konflik ini terus berlangsung, yang terjadi adalah terabainya kesejahteraan masyarakat. Maka,
solusi apa yang yang harus diambil?
Menurut Bergsten dan Graham, dua ahli ekonomi pembangunan dan politik,
menegaskan bahwa diperlukan semacam konklusi, yakni adanya strategi untuk restrukturisasi
dan tertib internasional untuk menjamin terbentuknya pola investasi internasional beserta
barang-barang produksinya, di mana alokasi yang tidak efisien dapat dihindarkan agar nasib
rakyat miskin di dunia tidak terabaikan, kesejahteraan masyarakat dunia dapat tercipta, dan
jurang ketidakadilan antarnegara dapat dipersempit.Yang terpenting adalah diperlukan
bangunan etika global yang berperan mem-back up setiap penyelewengan yang terjadi di
belantara pasar bebas. Kemiskinan, kemelaratan, dan ketidakadilan yang terdapat di dunia
yang menimpa negara-negara miskin hakikatnya tidak lagi akibat kesalahan negara-negara
bersangkutan sehingga itu pun menjadi tanggung jawab global pula. Kesejahteraan bersama
dan keadilan global pun merupakan sebuah fiksi moral dan wujud perilaku etis global pula.
Kesejahteraan dan keadilan global merupakan sesuatu yang tercipta oleh keharmonisan
berbagai kepentingan yang selalu memerhatikan nilai-nilai moral dan tata etika yang dianut
umum. Maksudnya, perilaku etis global adalah perilaku negara-negara yang bertanggung
jawab atas nasib masyarakat dunia. Negara-negara yang bertindak etis adalah negara-negara
yang bertanggung jawab atas nasib dunia yang pincang akibat menggelindingnya pasar bebas
ini. Jika ini terjadi, perwajahan ekonomi dan politik global tidak akan kehilangan rona
kemanusiaannya.
6. III.
MONOPOLI
1. Pasar monopoli (dari bahasa Yunani: monos, satu + polein, menjual) adalah
suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar.
Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut
sebagai "monopolis".Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis
dapat menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah
barang yang akan diproduksi; semakin sedikit barang yang diproduksi,
semakin mahal harga barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun
demikian, penjual juga memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga.
Apabila penetapan harga terlalu mahal, maka orang akan menunda pembelian
atau berusaha mencari atau membuat barang subtitusi (pengganti) produk
tersebut atau —lebih buruk lagi— mencarinya di pasar gelap (black market).
Ciri dan sifat monopoli
Ada beberapa ciri dan sifat dasar pasar monopoli. Ciri utama pasar ini adalah
adanya seorang penjual yang menguasai pasar dengan jumlah pembeli yang
sangat banyak. Ciri lainnya adalah tidak terdapatnya barang pengganti yang
memiliki persamaan dengan produk monopolis; dan adanya hambatan yang
besar untuk dapat masuk ke dalam pasar.
Hambatan itu sendiri, secara langsung maupun tidak langsung, diciptakan oleh
perusahaan yang mempunyai kemampuan untuk memonopoli pasar.
Perusahaan monopolis akan berusaha menyulitkan pendatang baru yang ingin
masuk ke pasar tersebut dengan beberapa cara; salah satu di antaranya adalah
dengan cara menetapkan harga serendah mungkin.Dengan menetapkan harga
ke tingkat yang paling rendah, perusahaan monopoli menekan kehadiran
perusahaan baru yang memiliki modal kecil. Perusahaan baru tersebut tidak
akan mampu bersaing dengan perusahaan monopolis yang memiliki kekuatan
pasar, image produk, dan harga murah, sehingga lama kelamaan perusahaan
tersebut akan mati dengan sendirinya.
Cara lainnya adalah dengan menetapkan hak paten atau hak cipta dan hak
eksklusif pada suatu barang, yang biasanya diperoleh melalui peraturan
pemerintah. Tanpa kepemilikan hak paten, perusahaan lain tidak berhak
menciptakan produk sejenis sehingga menjadikan perusahaan monopolis
sebagai satu-satunya produsen di pasar.
7. Monopoli yang Tidak Dilarang
1. Monopoli by Law
Monopoli oleh negara untuk cabang-cabang produksi penting bagi negara
dan menguasai hajat hidup orang banyak.
2. Monopoli by Nature
Monopoli yang lahir dan tumbuh secara alamiah karena didukung iklim
dan lingkungan tertentu.
3. Monopoli by Lisence
Izin penggunaan hak atas kekayaan intelektual.
2. OLIGOPOLI
Oligopoli dari segi bahasa berasal dari kata olio yang berarti beberapa dan poli
yang artinya penjual adalah pasar di mana penawaran satu jenis barang dikuasai
oleh beberapa perusahaan. Umumnya jumlah perusahaan lebih dari dua tetapi
kurang dari sepuluh.
Dalam pasar oligopoli, setiap perusahaan memosisikan dirinya sebagai bagian
yang terikat dengan permainan pasar, di mana keuntungan yang mereka dapatkan
tergantung dari tindak-tanduk pesaing mereka. Sehingga semua usaha promosi,
iklan, pengenalan produk baru, perubahan harga, dan sebagainya dilakukan
dengan tujuan untuk menjauhkan konsumen dari pesaing mereka.
Praktik oligopoli umumnya dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menahan
perusahaan-perusahaan potensial untuk masuk ke dalam pasar, dan juga
perusahaan-perusahaan melakukan oligopoli sebagai salah satu usaha untuk
menikmati laba normal di bawah tingkat maksimum dengan menetapkan harga
jual terbatas, sehingga menyebabkan kompetisi harga di antara pelaku usaha yang
melakukan praktik oligopoli menjadi tidak ada.Struktur pasar oligopoli umumnya
terbentuk pada industri-industri yang memiliki capital intensive yang tinggi,
seperti, industri semen, industri mobil, dan industri kertas.
Dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1999, oligopoli dikelompokkan ke dalam
kategori perjanjian yang dilarang, padahal umumnya oligopoli terjadi melalui
keterkaitan reaksi, khususnya pada barang-barang yang bersifat homogen atau
identik dengan kartel, sehingga ketentuan yang mengatur mengenai oligopoli ini
sebaiknya digabung dengan ketentuan yang mengatur mengenai kartel
8. 3. SUAP
Definisi suap (Undang-undang No. 11 tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap)
Pasal 2
... memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk
supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan
dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, ...
Pasal 3
... menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa
pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat
sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang
menyangkut kepentingan umum, ...
Pengaturan dan batasan/definisi suap dan gratifikasi beserta ancaman sanksi bagi masingmasing tindak pidana tersebut kami sajikan dalam tabel di bawah ini:
Perbedaan
Suap
Pengaturan
1.
Gratifikasi
Kitab Undang-Undang Hukum
1.
UU No. 20 Tahun 2001 tentang
Pidana (Wetboek van Strafrecht,
Staatsblad 1915 No 73)
2.
Perubahan UU No. 31 Tahun
1999
UU No. 11 Tahun 1980tentang
Tindak
Pidana
Tindak
Suap(“UU
Pemberantasan
Korupsiserta
tentang
Pidana
Pemberantasan
Korupsi serta
diatur pula dalam UU No. 30
Korupsi (“UU
Pemberantasan Tipikor”)
Perubahan UU No. 31 Tahun
Tindak
Pidana
Tahun 2002 tentang Komisi
UU No. 20 Tahun 2001 tentang
1999
Pemberantasan
diatur pula dalam UU No. 30
11/1980”)
3.
tentang
2.
Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 03/PMK.06/2011 tentang
Pengelolaan
Barang
Milik
9. Tahun
2002
tentang
Komisi
Korupsi (“UU
Pemberantasan
Pemberantasan Tipikor”)
Definisi
Negara
yang
Berasal
Dari
Barang Rampasan Negara dan
Barang Gratifikasi.
Barangsiapa menerima sesuatuatau
janji, sedangkan ia mengetahui atau
Pemberian dalam arti luas, yakni
patut
bahwa
meliputi pemberian uang, barang,
pemberian sesuatu atau janji itu
rabat (discount), komisi, pinjaman
dimaksudkan
tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas
dapat
menduga
supaya
ia
berbuat
sesuatu atau tidak berbuat sesuatu
penginapan,
dalam tugasnya, yang berlawanan
pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas
dengan
atau
lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang
menyangkut
diterima di dalam negeri maupun di
kepentingan umum, dipidana karena
luar negeri dan yang dilakukan dengan
menerima suap dengan pidana penjara
menggunakan sarana elektronik atau
selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau
tanpa sarana elektronik (Penjelasan
denda
Pasal
kewenangan
kewajibannya
yang
sebanyak-banyaknya
Rp.15.000.000.-
(lima
belas
juta
12B
perjalanan
UU
wisata,
Pemberantasan
Tipikor)
rupiah) (Pasal 3 UU 3/1980).
UU 11/1980:
Pidana penjara selama-lamanya 3
(tiga) tahun atau denda sebanyakbanyaknya
Rp.15.000.000.-
belas
rupiah) (Pasal
juta
(lima
3
UU
3/1980).
Pidana penjara seumur hidup atau
pidana
KUHP:
pidana penjara paling lama sembilan
bulan
Sanksi
atau
pidana
denda
paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah
penjara
4
(empat) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun, dan pidana denda paling
sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus
1.000.000.000,00
dengan
pidana
penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 5 (lima) tahun dan atau
denda
paling
(satu
miliar
rupiah) (Pasal 12B ayat [2] UU
UU Pemberantasan Tipikor:
pidana
singkat
juta rupiah) dan paling banyak Rp
(Pasal 149)
Dipidana
paling
sedikit
Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp 250.000.000,00
(dua ratus lima puluh juta rupiah)
Pemberantasan TipikoR)
10. pegawai negeri atau penyelenggara
negara yang menerima hadiah atau
janji padahal diketahui atau patut
diduga, bahwa hadiah atau janji
tersebut diberikan karena kekuasaan
atau kewenangan yang berhubungan
dengan jabatannya, atau yang menurut
pikiran
orang
hadiah
atau
yang
janji
memberikan
tersebut
ada
hubungan dengan jabatannya(Pasal 11
UU Pemberantasan Tipikor).
Jadi, selain pengaturan suap dan gratifikasi berbeda, definisi dan sanksinya juga berbeda.
Dari definisi tersebut di atas, tampak bahwa suap dapat berupa janji, sedangkan gratifikasi
merupakan pemberian dalam arti luas dan bukan janji. Jika melihat pada ketentuan-ketentuan
tersebut, dalam suap ada unsur “mengetahui atau patut dapat menduga” sehingga ada intensi
atau maksud untuk mempengaruhi pejabat publik dalam kebijakan maupun keputusannya.
Sedangkan untuk gratifikasi, diartikan sebagai pemberian dalam arti luas, namun dapat
dianggap sebagai suap apabilaberhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan
dengan kewajiban atau tugasnya.
Jadi, dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia memang masih belum terlalu jelas
pemisahan antara perbuatan pidana suap dan perbuatan pidana gratifikasi karena perbuatan
gratifikasi dapat dianggap sebagai suap jika diberikan terkait dengan jabatan dari pejabat
negara yang menerima hadiah tersebut.
Hal tersebut berbeda dengan pengaturan di Amerika yang mana antara suap dan gratifikasi
yang dilarang dibedakan. Perbedaannya adalah jika dalam gratifikasi yang dilarang, pemberi
gratifikasi memiliki maksud bahwa pemberian itu sebagai penghargaan atas dilakukannya
suatu tindakan resmi, sedangkan dalam suap pemberi memiliki maksud (sedikit
banyak)untuk mempengaruhi suatu tindakan resmi (sumber: “Defining Corruption: A
Comparison of the Substantive Criminal Law of Public Corruption in the United States and
the United Kingdom”, Greg Scally: 2009). Sehingga jelas pembedaan antara suap dan
gratifikasi adalah padatempus (waktu) dan intensinya (maksudnya).
Mengenai faktor apa yang mendasari adanya perumusan mengenai delik gratifikasi, kami
merujuk pada salah satu penjelasan yang diamuat dalamBuku Saku Memahami
11. Gratifikasi yang diterbitkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di dalam buku
tersebut (hal. 1) dijelaskan sebagai berikut:
Terbentuknya peraturan tentang gratifikasi ini merupakan bentuk kesadaran bahwa
gratifikasi dapat mempunyai dampak yang negatif dan dapat disalahgunakan, khususnya
dalam rangka penyelenggaraan pelayanan publik, sehingga unsur ini diatur dalam
perundang-undangan mengenai tindak pidana korupsi. Diharapkan jika budaya pemberian
dan penerimaan gratifikasi kepada/oleh Penyelenggara Negara dan Pegawai Negeri dapat
dihentikan, maka tindak pidana pemerasan dan suap dapat diminimalkan atau bahkan
dihilangkan.
Di dalam buku tersebut juga dijelaskan contoh-contoh pemberian yang dapat dikategorikan
sebagai gratifikasi yang sering terjadi, yaitu (hal. 19):
1. Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat pada saat hari raya keagamaan,
oleh rekanan atau bawahannya
2. Hadiah atau sumbangan pada saat perkawinan anak dari pejabat oleh rekanan
kantor pejabat tersebut
3. Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat atau keluarganya untuk keperluan
pribadi secara cuma-Cuma
4. Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat untuk pembelian barang dari
rekanan
5. Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada pejabat
6. Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari
rekanan
7. Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat pada saat kunjungan kerja
8. Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad
1915 No 73);
2. Undang-Undang No. 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap;
3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
4. Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Korupsi;
12. 5. Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
03/PMK.06/2011
tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal Dari Barang Rampasan
Negara dan Barang Gratifikasi.
IV.
UU ANTI MONOPOLI DAN OLIGOPOLI
MONOPOLI
Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada
monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang
dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok
pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli .Sementara
yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan
ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya
produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga
menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan
kepentingan umum Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti
Monopoli.
1. Asas dan Tujuan Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan
demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan
pelaku usaha dan kepentingan umum.
2. Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
(UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari
pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau
menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha
adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.
3. Kegiatan yang dilarang dalan antimonopoly
Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2
adalah:Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai
pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar
yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara
pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan,
kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk
13. menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.Menurut
pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor
ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara
tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya.
4. Perjanjian yang dilarang dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Jika dibandingkan dengan pasal 1313 KUH Perdata, UU No.5/199 lebih
menyebutkan secara tegas pelaku usaha sebagai subyek hukumnya, dalam
undang-undang tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu
atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku
usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis . Hal ini
namun masih menimbulkan kerancuan. Perjanjian dengan ”understanding”
apakah dapat disebut sebagai perjanjian. Perjanjian yang lebih sering disebut
sebagai tacit agreement ini sudah dapat diterima oleh UU Anti Monopoli di
beberapa negara, namun dalam pelaksanaannya di UU No.5/1999 masih
belum
dapat
menerima
adanya
”perjanjian
dalam
anggapan”
tersebut.Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/1999 tersebut adalah
perjanjian dalam bentuk sebgai berikut :
1.Oligopoli
2.Penetapan harga
3.Pembagian wilayah
4.Pemboikotan
5.Kartel
6.Trust
7.Oligopsoni
8.Integrasi vertical
9.Perjanjian tertutup
10.
Perjanjian dengan pihak luar negeri
5. Perjanjian yang dilarang penggabungan, peleburan, dan pengambil-alihan.
Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu
Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk menggabungkan diri dengan
Perseroan/Badan Usaha lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan
pasivadari Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan beralih karena
hukum kepadaPerseroan/Badan Usaha yang menerima Penggabungan dan
14. selanjutnya Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan diri berakhir karena
hukum.
Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan
Usaha atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu
Perseroan/Badan Usaha baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan
pasiva
dari
Perseroan/Badan
Usaha
yang
meleburkan
diri
dan
Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri berakhir karena hukum.
Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha
untuk memperoleh atau mendapatkan baik seluruh atau sebagian saham dan
atau aset Perseroan/Badan Usaha. yang dapat mengakibatkan beralihnya
pengendalian terhadap Perseroan/Badan Usaha tersebut
6. Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar.
a) Monopoli
b) Monopsoni
c) Penguasaan pasar
d) Persekongkolan