SlideShare a Scribd company logo
MEREK
Menurut Undang – Undang Republik
Indonesia Nomor 20 tahun 2016 tentang
Merek dan Indikasi Geografis
PIZZA HKI
Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis
berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan
warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga)
dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau
lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau
jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam
kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.
Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang
yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang
secara bersama-sama atau badan hukum untuk
membedakan dengan barang sejenis lainnya.
Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pada jasa yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara
bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan
dengan jasa sejenis lainnya.
Definisi Merek
Merek adalah sesuatu (gambar atau nama) yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi suatu produk atau perusahaan
di pasaran.
Menurut UU Merek Indonesia (Pasal 1 ayat 1) merek
didefinisikan sebagai sebuah tanda yang terdiri dari:
1. Gambar;
2. Nama;
3. Kata;
4. Huruf-huruf
5. Angka angka;
6. Susunan warna;
7. Atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya
pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang
atau jasa
Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang
menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau
produk yang karena faktor lingkungan geografis
termasuk faktor alam, faktor manusia atau
kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan
reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada
barang dan/atau produk yang dihasilkan.
Hak atas Indikasi Geografis adalah hak eksklusif
yang diberikan oleh negara kepada pemegang hak
Indikasi Geografis yang terdaftar, selama reputasi,
kualitas, dan karakteristik yang menjadi dasar
diberikannya pelindungan atas Indikasi Geografis
tersebut masih ada.
Merek yang dilindungi terdiri atas tanda berupa
gambar, logo, nama, kata, huruf, angka,
susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi
dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram,
atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur
tersebut untuk membedakan barang dan/atau
jasa yang diproduksi oleh orang atau badan
hukum dalam kegiatan perdagangan barang
dan/atau jasa.
Hak atas Merek diperoleh setelah Merek
tersebut terdaftar.
Yang tidak dapat didaftarkan sebagai
Merek
Menurut UU Merek Indonesia hal-hal yang tidak dapat didaftarkan
sebagai merek adalah:
1. Merek yang permohonannya diajukan atas dasar itikad tidak baik
(Pasal 4)
2. Merek yang bertentangan dengan moral, perundang-undangan dan
ketertiban umum (Pasal 5 a)
3. Merek yang tidak memiliki daya pembeda (Pasal 5 (b)
4. Tanda-tanda yang telah menjadi milik umum (Pasal 5 c, contohnya
tengkorak dan tulang bersilang sebagai tanda bahaya
5. Merek yang semata-mata menyampaikan keterangan yang
berhubungan dengan barang atau jasa (Pasal 5 (d). Misalnya: “batu
bata bahan bangunan” untuk menggambarkan perusahaan
konstruksi yang khusus beroperasi dalam bidang bangunan dengan
batu bata
Permohonan merek juga harus ditolak
jika
1. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan
merek yang sudah terdaftar milik orang lain dan digunakan dalam
perdagangan barang atau jasa yang sama (Pasal 6 (1.a)
2. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan
merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis
(Pasal 6 (1.b)
3. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan
indikasi geografis yang sudah dikenal (Pasal 6 (1c)
4. Nama dan foto dari orang terkenal tanpa izin darinya (Pasal 6 3 a)
5. Lambang-lambang Negara, bendera tanpa izin dari pemerintah
(Pasal 6 (3b)
6. Tanda atau cap dan stemple resmi tanpa persetujuan tertulis dari
pihak berwenang (Pasal 6 (3c)
Merek Harus Memiliki Daya Pembeda
Salah satu kategori dari merek yang tidak dapat didaftarkan menurut
UU Merek Indonesia adalah merek yang tidak memiliki daya pembeda
(Pasal 5 (b)
Mengapa semua merek harus memiliki daya pembeda?
Karena pendaftaran merek berkaitan dengan pemberian monopoli atas
nama atau symbol (atau dalam bentuk lain), para pejabat hukum di
seluruh dunia enggan memberikan hak ekslusif atas suatu merek
kepada pelaku usaha. Keengganan ini disebabkan karena pemberian
hak ekslusif tadi akan menghalangi orang lain untuk menggunakan
merek tersebut.
Oleh karena itu sebuah merek harus mengandung daya pembeda yang
dapat membedakan barang atau jasa dari pelaku usaha tersebut
dengan barang atau jasa pelaku usaha lain yang sejenis
Merek tidak dapat didaftar jika:
• bertentangan dengan ideologi negara,peraturan perundang-
undangan, moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban
umum;
• sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut
barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya;
• memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang
asal, kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan
barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya atau
merupakan nama varietas tanaman yang dilindungi untuk
barang dan/atau jasa yang sejenis;
• memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas,
manfaat, atau khasiat dari barang dan/atau jasa yang
diproduksi;
• tidak memiliki daya pembeda; dan/atau
• merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum.
Permohonan ditolak jika Merek tersebut
mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya dengan:
– Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan
lebih dahulu oleh pihak lain untuk barang dan/atau
jasa sejenis;
– Merek terkenal milik pihak lain untuk barang
dan/atau jasa sejenis;
– Merek terkenal milik pihak lain untuk barang
dan/atau jasa tidak sejenis yang memenuhi
persyaratan tertentu; atau
– Indikasi Geografis terdaftar.
Permohonan ditolak jika Merek tersebut:
– merupakan atau menyerupai nama atau singkatan nama
orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki
orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang
berhak;
– merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan
nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem suatu
negara, atau lembaga nasional maupun internasional,
kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang
berwenang; atau
– merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau
stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga
Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak
yang berwenang.
Permohonan ditolak jika diajukan oleh Pemohon yang
beriktikad tidak baik.
Terhadap Merek terdaftar yang kemudian
menjadi nama generik, setiap Orang dapat
mengajukan Permohonan Merek dengan
menggunakan nama generik dimaksud dengan
tambahan kata lain sepanjang ada unsur
pembeda.
Ancaman Sanksi Pidana Merek
Pasal 100
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang
sarna pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain
untuk barang dan/ atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp
2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak rnenggunakan Merek yang
mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek terdaftar
milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi
dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 4 (empat) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp
2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
(3) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2), yang jenis barangnya mengakibatkan
gangguan kesehatan, gangguan lingkungan hidup, dan/atau
kematian manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
Ancaman Sanksi Pidana Merek
Pasal 101
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan tanda
yang mempunyai persamaan pada keseluruhan dengan
Indikasi Geografis milik pihak lain untuk barang dan/ atau
produk yang sama atau sejenis dengan barang dan/atau
produk yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan tanda
yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan
Indikasi Geografis milik pihak lain untuk barang dan/ atau
produk yang sama atau sejenis dengan barang dan/atau
produk yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Ancaman Sanksi Pidana Merek
Pasal 102
Setiap Orang yang memperdagangkan barang dan/ atau
jasa dan/atau produk yang diketahui atau patut diduga
mengetahui bahwa barang dan/atau jasa dan/atau
produk tersebut merupakan hasil tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 dan Pasal 101
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)
tahun atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah).
Pasal 103
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100
sampai dengan Pasal 102 merupakan delik aduan.
Ancaman Sanksi Perdata Merek
• Seorang pemilik merek atau penerima lisensi
merek dapat menuntut seseorang yang tanpa
izin, telah menggunakan merek yang emmiliki
persamaan pada pokoknya dengan merek orang
lain yang bergerak dalam bidang perdagangan
atau jasa yang sama (Pasal 76 (1) jo Pasal 77)
• Pengadilan Niaga akan menyidangkan kasus itu
(Pasal 76 (2). Putusan pengadilan Niaga dapat
diajukan kasasi ek Mahkamah Agung (pasal 79)
• Sengketa tentang merek dapat diselesaikan
melalui arbitrase atau ADR (Pasal 84)
Pelanggaran Merek
Ada dua macam pemeriksaan kasus
pelanggaran. Jika salah satu cara terpenuhi,
penggugat akan menang.
Penggugat harus membuktikan bahwa merek
tergugat:
1. Memiliki kesamaan pada pokoknya terhadap
merek yang dimilki penggungat; atau
2. Persamaan yang menyesatkan konsumen
pada saat membeli produk atau jasa
tergugat.
Key Factor
Bagaimana caranya memutuskan bahwa suatu
merek memiliki persamaan pada pokoknya
dengan merek yang lain?
Caranya dengan membandingkan kedua merek,
melihat persamaan-permasaan dan perbedaan-
perbedaannya, memperhatikan ciri-ciri penting
dan kesan kemiripan atau perbedaan yang
timbul. Jika merek-merek tersebut sama atau
hampir sama, pelanggaran merek telah terjadi.
Merek tergugat akan melanggar merek
penggugat jika cenderung mampu menipu
konsumen (begitu sama/mirip sehingga
menyesatkan/menyebabkan kebingungan bagi
konsumen) sampai pada batas dimana mereka
kemungkinan keliru membeli produk tergugat
padahal sebenarny mereka ingin membeli
produk penggugat. Yang perlu diingat disini
adalah tujuan utama dari pengaturan merek
adalah melindungi bisnis dan mencegah orang-
orang “membonceng” reputasi seseorang atau
perusahaan.
Jika merek tergugat tidak memiliki persamaan
pada pokoknya, tetapi memiliki cukup
persamaan yang dapat membingungkan
konsumen, selanjutnya persamaan tersebut
akan mengurangi keuntungan penggugat karena
konsumen berfikir bahwa mereka sedang
membeli produk penggugat. Kenyataannya
mereka membeli produk orang lain.
Diskusi
• Bambang adalah pengusaha Mebel. Agar dikenal
oleh pembelinya maka usaha tersebut diberi
nama “Mebel Bambang”
• Dapatkan Bambang mendaftarkan nama tersebut
sebagai merek usahanya untuk mencegah
pengusaha mebel lainnya menggunakan nama
tersebut dalam usaha mereka?
• Tidak boleh mendaftarkan karena nama tersebut
terlalu umum (general) dan belum memiliki
reputasi. Tetapi jika sudah memiliki reputasi dari
lama, boleh didaftarkan.
INDIKASI GEOGRAFIS
Pengaturan Tentang Indikasi
Geografis
Dalam TRIPS Agreement, indikasi geografis diatur terpisah
dengan merek. Merek/trademarks diatur dalam section 2,
sedangkan indikasi geografis diatur dalam section 3. Dalam
aturan TRIPS indikasi geografis adalah tanda yang
mengidentifikasikan suatu wilayah negara anggota, atau
Kawasan atau daerah di dalam wilayah negara anggota
tersebut yang menunjukan asal barang yang memberikan
reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu dari barang
yang bersangkutan.
Pasal 56 ayat (1) UU No.15 Tahun 2001 menyebutkan
bahwa:
“Indikasi geografis dilindungi sebagai sebuah tanda yang
menunjukan daerah asal suatu barang, yang karena faktor
lingkungan geografis termasuk faktor alam, factor manusia,
atau kombinasi keduanya memberikan ciri dan kualitas
tertentu pada barang yang dihasilkan”
• Barang yang dimohonkan pendaftarannya untuk
mendapatkan perlindungan indikasi geografis
memiliki label yang berbeda dengan barang lainnya.
• Logo barang dan produk yang memiliki indikasi
geografis disertai tanda khusus daerah penghasil
produk tersebut. Sekaligus pembeda dengan produk
lainnya yang sejenis yang tidak dihasilkan oleh
daerah asal indikasi geografis tersebut.
• Pemilik indikasi geografis dapat berupa Pemda atau
lembaga masyarakat yang biasa disebut sebagai
Masyarakat Peduli Indikasi Geografis (MPIG). Sebagai
contoh, pemegang hak perlindungan “Kopi Robusta
Semendo” adalah MPIG Apit Jurai
Tata Cara Pendaftaran Indikasi
Geografis di Indonesia
• Karena bagian dari rezim hukum merek, maka
system prlindungannya juga menggunakan
prinsip yang sama yaitu system pendaftaran (first
to file)
• Tata cara pendaftaran sesuai yang diatur dalam
UU No. 15 tahun 2001 maupun PP No. 1 Tahun
2007 yaitu diawali dengan pengajuan
permohonan secara tertulis kepada Direktorat
Jenderal KI yang dapat dilihat dalam Pasal 56 ayat
(4) UU No. 51 Tahun 2007 dan Pasal 2 ayat (3) PP
No. 51 Tahun 2007
Jangka waktu perlindungan
• Berbeda dengan rezim hukum merek yang jangka waktu
perlindungannya adalah 10 tahun dan dapat
diperpanjang lagi untuk jangka waktu yang sama, begitu
seterusnya sampai sepanjang kehadiran merek tersebut
masih dibutuhkan manfaatnya oleh pemilik maka merek
tersebut dapat diperpanjang secara periodik per 10
tahun
• Indikasi geografis jangka waktu perlindungannya akan
terus berlangsung sepanjang kekhasan dari produk
barang itu masih ada. Pasal 56 ayat (7) UU merek
menyatakan bahwa indikasi geografis terdaftar
mendapat perlindungan hukum yang berlangsung
selama ciri dan atau kualitas yang menjadi dasar bagi
diberikannya perlindungan atas indikasi geografis
tersebut masih ada.
Kekayaan Intelektual
Komunal
Ulil Afwa
Agenda
1. Filosofi Kekayaan
Intelektual Komunal
2. Pengertian Umum
Kekayaan Intelektual
Komunal
3. Inventarisasi Kekayaan
Intelektual Komunal
4. Pusat Data KI Komunal
Presentation title 40
Dasar Hukum KI Komunal
41
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2013 tentang Pengesahan Nagoya Protocol on
Access to Genetic Resources and the Fair and Equitable Sharing of Benefits Arising from Their
Utilization to the Convention on Biological Diversity
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu
Pengetahuan Dan Teknologi
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2011 tentang Sumber Daya Genetik
Hewan dan Perbibitan Ternak
7. Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 67/Permentan/OT.140/12/2006 tentang Pelestarian dan
Pemanfaatan Sumber Daya Genetik Tanaman
8. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 13 tahun 2017 tentang Data Kekayaan
Intelektual Komunal
9. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor
P.2/Menlhk/Setjen/Kum.1/1/2018 Tentang Akses Pada Sumber Daya Genetik Spesies Liar Dan
Pembagian Keuntungan Atas Pemanfaatannya
Filosofi Kekayaan Intelektual
Komunal
• Istilah Pengetahuan Tradisional (PT) dan Ekspresi Budaya
Tradisional
• (EBT) secara umum sebenarnya merujuk kepada “hasil
kreativitas intelektual
• suatu kelompok masyarakat adat yang memiliki (potensi)
nilai komersial
• (dapat diperdagangkan)”.
• PT dan EBT
• tidak dianggap sebagai milik pribadi karena dalam konteks
hukum
• adat, ciptaan seseorang dianggap sebagai milik seluruh
masyarakat adat
Presentation title 42
• EBT: Hasil aktivitas intelektual, pengalaman, atau
pemahaman, yang diekspresikan oleh masyarakat adat
dalam konteks tradisi, yang sifatnya dinamis dan dapat
mengalami perkembangan, termasuk di dalamnya
ekspresi dalam bentuk kata kata, musik, gerakan,
ekspresi dalam bentuk benda atau takbenda, atau
gabungan dari bentuk bentuk tersebut.
• PT: Pengetahuan yang berasal dari masyarakat adat,
yang dapat bersifat dinamis dan berkembang serta
merupakan hasil dari aktivitas intelektual, pengalaman,
pengalaman spiritual, atau pemahaman dalam konteks
tradisi – dan dapat berkaitan dengan tanah dan
lingkungan – termasuk pengetahuan praktis, keahlian,
inovasi, praktik, pengajaran, atau pembelajaran.
Presentation title 43
PENGERTIAN UMUM KEKAYAAN
INTELEKTUAL KOMUNAL
Kedudukan
Dalam penetapan pemilik atau pihak yang berhak mendapatkan
hak ekonomi dan moral atas pelindungan sebuah KIK, perlu
dipahami bahwa hal tersebut tidak mudah untuk dilakukan,
terlebih lagi dalam konteks Indonesia. Sebagai negara yang
memiliki keanekaragaman budaya yang luar biasa (culturally
mega-diversed country), upaya untuk menentukan hal tersebut
dapat membutuhkan waktu yang relatif cukup lama. Oleh karena
itu, apabila diperlukan (karena kesulitan mengidentifikasi pemilik
atau pihak yang berhak mendapatkan hak ekonomi dan moral),
negara dapat berperan sebagai “wali” atau perwakilan yang
bertindak untuk dan atas nama pemilik atau pihak yang memiliki
hak ekonomi dan moral atas pelindungan sebuah kekayaan
intelektual komunal.
peran Pemerintah dan Pemda setempat sebagai “wali” dalam
kepemilikan hak ekonomi khususnya, tidak jarang menimbulkan
perdebatan. Hal ini didasarkan kepada kekhawatiran bahwa
Pemerintah dan Pemda tidak akan dapat menjalankan perannya
secara efektif dan efisien demi kepentingan masyarakat adat yang
memiliki hak ekonomi dan moral.
Kekhawatiran ini pada suatu tingkat tertentu dapat dimaklumi
karena sejumlah masyarakat adat adalah kelompok masyarakat
yang merasa dimarjinalisasi oleh modernisasi sehingga akan
bersikap resisten ketika kepentingannya diwakili oleh Pemerintah
atau Pemda. Oleh karena itu, diperlukan kehatihatian pada saat
menyampaikan kepada para pemangku kepentingan ini mengenai
peran dimaksud. Artinya, Pemerintah dan Pemda perlu memberikan
keyakinan kepada pemangku kepentingan terkait bahwa peran
mewakili masyarakat adat pemilik atau pihak yang memiliki hak
ekonomi dan moral, benar-benar akan dilaksanakan secara efektif
dan efisien.
Di tingkat internasional, hingga saat ini belum ada
satupun instrumen hukum yang dapat memberikan
pelindungan terhadap SDG, PT dan EBT sebagai KIK,
secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, diperlukan
kebijakan Pemerintah untuk secara bertahap dapat
memberikan pelindungan yang efektif dan efisien.
Pelindungan pada tahap pertama adalah dengan
menerapkan pendekatan yang bersifat defensif.
Pendekatan ini bertujuan untuk mencegah pemberian
KI modern/konvensional yang tidak memiliki unsur
kebaruan karena memanfaatkan PT dan EBT. Namun
demikian, mekanisme pelindungan dimaksud tidak
dapat digunakan untuk memberikan hak menuntut
royalti atau pembagian keuntungan (benefit sharing).
Presentation title 47
Pelindungan secara positif melalui aturan hukum yang dapat menjamin
pemberian royalti atau pembagian keuntungan secara adil bagi
masyarakat adat pemilik KIK.
Untuk dapat memberikan pelindungan positif secara efektif terhadap KIK,
diperlukan pertimbangan untuk memilih apakah akan disusun sebuah sui
generis regime atau dilakukan perluasan pengaturan KIK di dalam rezim KI
modern/konvensional. Jika akan dibentuk sui generis regime, maka perlu
dipastikan bahwa tidak akan terjadi tumpang tindih antara berbagai
peraturan perundang-undangan yang saling berkaitan.
Perluasan rezim KI modern/konvensional untuk melindungi KIK juga tidak
dapat dilakukan secara mudah. Ada nilai-nilai masyarakat adat yang tidak
dengan mudah dapat dikonversi menjadi nilai ekonomi. Di samping itu,
dalam kebudayaan masyarakat adat, menilai sesuatu dalam bentuk
keuntungan finansial bukanlah hal yang diberikan penghargaan tinggi. Hal
tersebut hanya terjadi di dalam masyarakat yang menganut paham
kapitalisme. Sebagian pihak berpendapat bahwa KIK sejak awal tidak
ditujukan untuk mendapatkan pelindungan dari segi hak ekonomi. Hal
tersebut dapat dipahami karena pada prinsipnya, sebuah KIK muncul
sebagai respon masyarakat adat pemiliknya terhadap kondisi lingkungan
alam sekitar dalam upaya mereka untuk dapat menjaga keberlangsungan
kehidupannya.
Presentation title 48
1. Ekspresi Budaya Tradisional (EBT)
Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2017 tentang Data Kekayaan
Intelektual Komunal, Ekspresi Budaya Tradisional adalah segala bentuk
ekspresi karya cipta, baik berupa benda maupun tak benda, atau
kombinasi keduanya yang menunjukkan keberadaan suatu budaya
tradisional yang dipegang secara komunal dan lintas generasi.
Ekspresi budaya tradisional atau di dalam wacana tingkat internasional
seringkali digunakan istilah Traditional Cultural Expressions (TCEs)
secara ringkas adalah bentuk-bentuk Ekspresi Budaya Tradisional,
contohnya dapat berupa tarian, lagu, kerajinan tangan, desain,
upacara, cerita rakyat atau ekspresi artistik dan budaya tradisional
lainnya. TCEs diturunkan dari satu generasi ke yang lain,
dipertahankan, digunakan dan dikembangkan oleh komunitas tesebut.
TCEs terus bertumbuh, berkembang dan diciptakan kembali. TCE bisa
berupa benda berwujud (tangible), tidak berwujud (intangible), atau
yang lebih umum kombinasi dari keduanya
Presentation title 49
2. Pengetahuan Tradisional
WIPO mendefinisikan Pengetahuan Tradisional sebagai pengetahuan,
pengetahuan teknik, keterampilan dan praktek yang dikembangkan,
berkelanjutan dan diturunkan dari generasi ke generasi dalam suatu
komunitas, sering kali membentuk bagian dari identitas budaya atau spiritual
komunitas.
Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 13
Tahun 2017 tentang Data Kekayaan Intelektual Komunal, Pengetahuan
Tradisional adalah karya intelektual di bidang pengetahuan dan teknologi
yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang dihasilkan,
dikembangkan dan dipelihara oleh komunitas atau masyarakat tertentu. PT
dapat dibedakan menjadi:
a. kecakapan teknik (know how);
b. keterampilan;
c. pengetahuan pertanian;
d. pengetahuan ekologis;
e. pengetahuan pengobatan termasuk obat terkait dan tata cara
penyembuhan, serta pengetahuan yang terkait dengan Sumber Daya Genetik;
f. kemahiran membuat kerajinan tradisional
50
3. Sumber Daya Genetik
Sumber Daya Genetik adalah tanaman/tumbuhan,
hewan/binatang, jasad renik atau bagian-bagiannya yang
mempunyai nilai nyata atau potensial. Yang dimaksud
dengan nilai nyata atau potensial adalah kegunaan dalam
hal bermanfaat dalam kehidupan manusia.
Sumber daya Genetik tidak terbatas hanya karakter
tumbuhan atau hewan yang dapat diwariskan, dapat
bermanfaat atau berpotensi untuk dimanfaatkan oleh
manusia, tetapi juga semua yang hal yang terkait dengan
mahluk hidup yang memberikan nilai atas komponen
keanekaragaman hayati seperti nilai ekologi, genetik,
sosial, nilai ekonomi, ilmu pengetahuan, pendidikan,
budaya, rekreasi dan estetika keanekaragaman hayati
tersebut dan komponennya.
Presentation title 51
4. Potensi Indikasi Geografis
Dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Nomor 13 Tahun 2017 tentang Data Kekayaan Intelektual
Komunal, Potensi Indikasi Geografis didefinisikan sebagai
suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang
dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis
termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari
kedua faktor tersebut, memberikan reputasi, kualitas dan
karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang
dihasilkan yang memiliki potensi untuk dapat dilindungi
dengan Indikasi Geografis.
Pencatatan Potensi Indikasi Geografis bukan merupakan
pendaftaran atas indikasi geografis sehingga pelapor
nantinya memiliki kewajiban untuk mendaftarkan indikasi
geografis tersebut guna memperoleh pelindungan.
Presentation title 52
Inventarisasi Kekayaan
Intelektual Komunal
“
”
Kegiatan inventarisasi KIK adalah sebuah upaya yang
dilakukan Pemerintah untuk menerapkan sistem
pelindungan defensif atas KIK. Namun demikian,
kegiatan inventarisasi dimaksud dapat berkaitan
dengan pelindungan yang bersifat positif. Hal ini dapat
terjadi apabila kegiatan inventarisasi KIK berkaitan
dengan aturan hukum mengenai akses dan pembagian
keuntungan (access and benefit sharing) atas sebuah
KIK. Sehubungan dengan hal tersebut, ada beberapa
hal yang sangat penting untuk dipahami berkaitan
dengan aktivitas inventarisasi suatu KIK.
Pertama, tujuan utama inventarisasi KIK adalah untuk
melindungi hakhak masyarakat adat agar tidak terjadi
pemanfaatan KIK tanpa izin dan/atau pembagian keuntungan
yang tidak adil bagi mereka.
Kedua, jika dimungkinkan, diperoleh informasi mengenai
kebutuhan pihak-pihak yang berminat untuk memanfaatkan
suatu KIK, baik secara komersial maupun non komersial.
Ketiga, perlu dipastikan bahwa data mengenai KIK yang telah
diinventarisasi tidak dapat diakses secara sembarangan,
terlebih lagi yang telah berbentuk digital.
Keempat, perlu dikomunikasikan secara jelas kepada
masyarakat adat bahwa jika suatu KIK didokumentasikan
untuk kebutuhan inventarisasi, akan muncul Kekayaan
Intelektual Konvensional/Modern.
Kelima, Penentuan masyarakat adat pemilik atau yang
memiliki hak ekonomi dan moral atas sebuah KIK tidak dapat
dilepaskan dari ruang lingkup wilayah geografis penyebaran
KIK itu sendiri.
55
Pusat Data KI Komunal
“
”
PATEN
Pengertian dan Aturan Paten
Pengertian Hak Paten
Paten adalah hak eksklusif yang
diberikan oleh negara kepada inventor
atas hasil invensinya di bidang teknologi
untuk jangka waktu tertentu
melaksanakan sendiri invensi tersebut
atau memberikan persetujuan kepada
pihak lain untuk melaksanakannya.(UU
NO 13 tahun 2016 pasal 1 ayat 1).
Dasar Hukum Hak Paten
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten.
Ketentuan pidana bagi para pelanggar Hak
Paten diatur dalam pasal 161 - 166 UU
Republik Indonesia N0.13 tahun 2016
YANG HARUS DILAKUKAN SEBELUM MENGAJUKAN PATEN
• Melakukan penelusuran (searching) informasi paten di
beberapa Website, antara lain:
http//www.dgip.go.id
http//www.uspto.gov
http//www.jpo.gov
http//www.epo.gov
• Melakukan analisa, apakah ada ciri khusus dari invensi yang
akan diajukan untuk mendapat perlindungan hak paten
dibandingkan dengan invensi terdahulu
• Mengambil keputusan, jika invensi tersebut ternyata
memang ada nilai kebaruan daripada invensi terdahulu,
maka sebaiknya diajukan untuk menghindari kerugian biaya
pendaftaran paten.
PENGAJUAN PERMOHONAN PATEN
Mengajukan surat permohonan ke Kantor Dirjen HKI dalam bahasa
Indonesia dengan menggunakan formulir permohonan paten yang
memuat:
1. Tanggal, bulan, dan tahun permohonan
2. Alamat lengkap dan alamat jelas orang yang mengajukan
permohonan paten
3. Nama lengkap dan kewarganegaraan investor
4. Nama lengkap dan alamat kuasa (apabila permohonan paten
diajukan melalui kuasa)
5. Surat kuasa khusus (dalam hal permohonan diajukan melalui
kuasa)
6. Pernyataan permohonan untuk diberi paten
7. Judul invensi
8. Klaim yang terkandung dalam invensi
9. Deskripsi tentang inversi, yang secara lengkap memuat keterangan
tentang cara melaksanakan invensi
Permohonan dan Pendaftaran paten
Pada pendaftaran paten tahapannya adalah permohonan dan
pemeriksaan.
Sistem ini dikenal pula dengan sebutan Sistem Ujian
(Examination System)
Pengajuan pendaftaran paten harus memenuhi syarat-syarat
yang telah ditentukan, yaitu:
1. Persyaratan formal/administrasi
2. Syarat Substantif
Kedua hal ini nantinya akan melahirkan dua tahap pemeriksaan
yaitu pemeriksaan formal/administrative dan pemeriksaan
substantif
1. Pemeriksaan formal/adminsitatif:
Kelengkapan dalam bidang administatif dan fisik, seperti:
tanggal, bulan, dan tahun surat permintaan paten, nama lengkap,
dan kewarganegaraan dari si penemu/inventor, alamat lengkap,
judul penemuan, klaim yang terkandung dalam penemuan,
deskripsi tertulis tentang penemuan, gambar serta abstraksi
mengenai penemuan.
Pemeriksaan pertama terhadap kelengkapan persyaratan formal
harus sudah selesai sebelum memasuki tahap pemeriksaan
substantif.
2. Pemeriksaan subtantif: pemeriksaan terhadap kebaruan suatu penemuan, ada atau
tidaknya Langkah inventif, serta dapat atau tidaknya penemuan tersebut diterapkan dalam
industri.
Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pemeriksaan substantif:
1) Kebaruan. Suatu penemuan dapat diberikan paten apabila merupakan hasl penemuan
baru dalam bidang teknologi, dengan kata lain harus merupakan hal yang baru (New).
Penemuan itu merupakan penemuan baru yang memiliki kebaruan/Novelty, syarat
kebaruan/novelty ini merupakan syarat mutlak. Suatu penemuan dapat dikatakan baru
jika penemuan tersebut tidak diantisipasi oleh “Prior Art”. Prior Art adalah semua
pengetahuan yang telah ada sebelum tanggal penerimaan suatu permintaan paten
(filling date) atau tanggal prioritas permintaan paten yang bersangkutan, baik melalui
pengungkapan tertulis maupun lisan.
2) Langkah inventif (Inventive steps). Suatu penemuan dikatakan mengandung Langkah
inventif, jika penemuan tersebut bagi seseorang yang mempunyai keahlian tertentu di
bidang Teknik merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya
3) Dapat diterapkan dalam industri (Industrial Applicability). Suatu penemuan agar layak
diberi paten harus dapat diterapkan untuk tujuan-tujuan praktis, artinya penemuan tidak
dapat bersifat teoritis semata-mata, melainkan harus dapat dilaksanakan dalam praktek.
Jika penemuan itu dimaksudkan sebagai produk atau bagian dari produk, maka produk
itu harus mampu dibuat. Jika penemuan dimaksudkan sebagai proses atau bagian dari
proses, maka proses itu harus mampu dijalankan atau digunakan dalam proses.
Ketiga syarat dalam pemeriksaan substantif ini ada pada Pasal 2-5 UU Paten
Jenis Paten
Di Indonesia Paten dikelompokan menjadi dua, yaitu paten biasa dan paten
sederhana
1. Paten Biasa: yang mendapat perlindungan pada jenis paten ini adalah
penemuan di bidang produk dan proses. Paten Biasa terdiri dari Paten
Produk dan Paten Proses. Dalam system paten, invensi yang dapat
diberikan perlindungan meliputi proses, metode menjalankan proses serta
alat untuk menjalankan proses, penggunaan, komposisi dan produk yang
merupakan product by process. Yang dimaksud produk dalam Paten Produk
mencakup alat, mesin, komposisi, formula, product by process, system, dll.
Sedangkan yang dimaksud proses mencakup proses, metode, atau
penggunaan, contohnya daalah proses membuat tinta, dan proses membuat
tissue.
2. Paten Sederhana: Hanya menyangkut penemuan di bidang produk. Tidak
ada patens ederhana untuk proses. Persyaratan paten sederhana lebih
mudah, hanya melihat unsur kebaruan (new) dan kemanfaatan dari inovasi
produk, sedangkan Langkah inventif step tidak dipertanyakan. Patens
ederhana diperuntukan bagi invensi teknologi yang sederhana dan dibatasi
pada hal-hal yang bersifat kasat mata (tangible), berwujud serta bisa
digunakan secara praktis. Patens ederhana merupakan temuan teknologi
dalam bentuk sederhana. Patens ederhana tidak dapat diperpanjang dan
hanya berlaku untuk satu klaim saja. Contoh: alat parutan klapa, alat
perkakas rumah tangga, aksesoris.
HAK DAN KEWAJIBAN PEMEGANG PATEN
Hak Pemegang Paten
1. Pemegang paten memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan
paten yang dimilikinya, dan melarang orang lain yang tanpa
persetujuan:
dalam hal paten produk membuat, menjual, mengimport,
menyewa, menyerahkan, memakai, menyediakan untuk dijual
atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi paten;
dalam hal paten proses: menggunakan proses produksi yang
diberi paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya
sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a
2. Pemegang paten berhak memberikan lisensi kepada orang lain
berdasarkan suran perjanjian lisensi
3. Pemegang paten berhak menggunakan ganti rugi melalui
pengadilan negeri setempat, kepada siapapun, yang dengan
sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam butir 1 diatas
4. Pemegang paten berhak menuntut orang yang sengaja dan tanpa
hak melanggar hak pemegang paten dengan melakukan salah satu
tindakan sebagaimana yang dimaksud dalam butir 1 diatas
Lisensi
Menurut Pasal 1 angka (13) Undang-Undang Paten, Lisensi adalah izin
yang diberikan oleh pemegang paten kepada pihak lain berdasarkan
perjanjian pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu
paten yang diberi perlindungan dalam jangka waktu dan syarat tertentu
Pada prinsipnya sesuai ketentuan Pasal 16 UU Paten, Pemegang Paten
memiliki hak ekslusif untuk melaksanakan Paten yang dimilikinya dan
melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya:
a. Dalam hal paten produk: membuat, menggunakan, menjual,
mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk
dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi paten
b. Dalam hal paten proses, menggunakan proses produksi yang diberi
paten untuk membuat barang dan Tindakan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam huruf a.
Berkaitan dengan hak ekslusif tersebut diatas, pemegang paten berhak
memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian lisensi
untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 16.
Lisensi yang dianut dalam Paten pada prinsipnya adalah lisensi Non
Exclusive.
Penyelesaian sengketa paten
Penyelesaian sengketa paten diserahkan melalui jalur
Pengadilan dan jalur di Luar Pengadilan.
Dalam hal pemegang paten atau penerima lisensi menderita
kerugian akibat paten yang dimilikinya digunakan oleh
orang lain tanpa hak, maka pihak pemegang apten maupun
penerima lisensi yang sah dapat menggugat dan menuntut
ganti rugi kepada pelanggarnya melalui Pengadilan Niaga.
Gugatan ganti rugi dapat diajukan kepada siapapun yang
dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan
membuat, menggunakan, emnjual, mengimpor,
menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual
dan disewakan atau diserahkan suatu produk yang diberi
paten, atau menggunakan proses produksi yang diberi
paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya.
Gugatan ganti rugi hanya dapat diterima apabila produk
atau proses itu terbukti dibuat dengan menggunakan
invensi yang telah diberi paten. Proses pembuktian dalam
sengketa paten menganut Sistem Pembuktian Terbalik
(Pasal 119 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Paten.
Untuk mencegah berlanjutnya pelanggaran Paten, Pengadilan
Niaga dapat menerbitkan Surat Penetapan Sementara Pengadilan
(Injuction) atas permintaan pihak yang patennya dilanggar
Tindakan Injuction dilakukan untuk:
1. Mencegah berlanjutnya pelanggaran paten khsuusnya
mencegah masuknya barang yang diduga melanggar paten ke
dalam jalur perdagangan termasuk Tindakan importasi
2. Menyimpan bukti yang berkaitan dengan pelanggaran paten dan
hak yang berkaitan dengan paten guna menghindari terjadinya
penghilangan barang bukti selain melalui jalur Pengadilan Niaga,
Penyelesaian Sengketa Paten dapat juga dilakukan melalui
Arbitrase dan Alternatif Penyelsaian Snegketa.
Berkaitan dengan pelanggaran Paten, bahwa adanya hak pemilik
paten utnuk mengajukan tuntutan ganti rugi tidak mengurangi hak
negara untuk melakukan tuntutan pidana terhadap pelanggar
paten. Tuntutan pidana atas pelanggaran paten diatur dalam Pasal
130 sampai dengan Pasal 135 Undang-Undang Paten.
Tindak Pidana dalam paten merupakan Delik Aduan
Latihan soal
Dalam kasus paten yang telah diputuskan oleh PN Niaga
Jkt Pst No. 65/Paten/2004, PT Triprima Intibaja Indonesia
mengajukan gugatan pembatalan paten ke PN Niaga
Jakarta Pusat pada tanggal 12 November 2004. Dalam
kasus ini, Penggugat (PT. Triprima) memohon kepada PN
Niaga Jakarta Pusat untuk membatalkan Paten sederhana
No. ID 0000528S milik tergugat (PT. enomoto Srikandi
Industri)
Untuk menguatkan gugatannya, penggugat berargumen
bahwa paten sederhana (No. ID 0000528S) ternyata telah
digunakan secara komersial di Indonesia oleh tergugat
sebelum permintaan paten sederhananya diajukan. Dalam
kasus ini, PT. Triprima Intibaja Indonesia bukanlah investor
dari paten sederhana dengan No. ID 0000528S. Kuasa
hukum PT. Enomoto Srikandi Industries meras anaeh atas
campur tangannya penggugat mengingat penggugat
bukanlah inventor.

More Related Content

Similar to uas hki.pptx

2. legalisasi perusahaan
2. legalisasi perusahaan2. legalisasi perusahaan
2. legalisasi perusahaan
Gindha Wayka
 
2. legalisasi perusahaan
2. legalisasi perusahaan2. legalisasi perusahaan
2. legalisasi perusahaan
EriRomadhon
 
Materi legalitas perusahaan
Materi legalitas perusahaanMateri legalitas perusahaan
Materi legalitas perusahaan
Rosita Dewi
 
Hak Kekayaan Intelektual - Kelompok 8
Hak Kekayaan Intelektual - Kelompok 8Hak Kekayaan Intelektual - Kelompok 8
Hak Kekayaan Intelektual - Kelompok 8
yoraayoraa
 
PPT HKI Kelompok 4.pptx
PPT HKI Kelompok 4.pptxPPT HKI Kelompok 4.pptx
PPT HKI Kelompok 4.pptx
fauzanhafizh1234
 
Uu tahun 2016 no. 20 tentang merek dan indikasi geografis
Uu tahun 2016 no. 20 tentang merek dan indikasi geografisUu tahun 2016 no. 20 tentang merek dan indikasi geografis
Uu tahun 2016 no. 20 tentang merek dan indikasi geografis
Legal Akses
 
Uu tahun 2016 no. 20 tentang merek dan indikasi geografis
Uu tahun 2016 no. 20 tentang merek dan indikasi geografisUu tahun 2016 no. 20 tentang merek dan indikasi geografis
Uu tahun 2016 no. 20 tentang merek dan indikasi geografis
Legal Akses
 
HAK MEREK UU NO. 15 TAHUN 2001.ppt
HAK MEREK UU NO. 15 TAHUN 2001.pptHAK MEREK UU NO. 15 TAHUN 2001.ppt
HAK MEREK UU NO. 15 TAHUN 2001.ppt
JUMADISAFF1
 
13, hbl, riski ariyani, hapzi ali, umb,2019
13, hbl, riski ariyani, hapzi ali, umb,201913, hbl, riski ariyani, hapzi ali, umb,2019
13, hbl, riski ariyani, hapzi ali, umb,2019
riskiariyani2976
 
Pengenalan merek pdf
Pengenalan merek pdfPengenalan merek pdf
Pengenalan merek pdf
eris rachmatturisman
 
Aspek Legalitas Perusahaan
Aspek Legalitas PerusahaanAspek Legalitas Perusahaan
Aspek Legalitas Perusahaan
Pekerja lepas
 
Hbl 13, dyana anggraini, hapzi ali, hak atas kekayaan intelektual, hak merk, ...
Hbl 13, dyana anggraini, hapzi ali, hak atas kekayaan intelektual, hak merk, ...Hbl 13, dyana anggraini, hapzi ali, hak atas kekayaan intelektual, hak merk, ...
Hbl 13, dyana anggraini, hapzi ali, hak atas kekayaan intelektual, hak merk, ...
Dyana Anggraini
 
HKI
 HKI HKI
HKI
RACHMAN7
 
Aspek hukum dalam ekonomi
Aspek hukum dalam ekonomiAspek hukum dalam ekonomi
Aspek hukum dalam ekonomiorintalo
 
13,hbl,an nisa rizki yulianti,hapzi ali,hak atas kekayaan intelektual,univers...
13,hbl,an nisa rizki yulianti,hapzi ali,hak atas kekayaan intelektual,univers...13,hbl,an nisa rizki yulianti,hapzi ali,hak atas kekayaan intelektual,univers...
13,hbl,an nisa rizki yulianti,hapzi ali,hak atas kekayaan intelektual,univers...
An Nisa Rizki Yulianti
 
HAK MILIK INTELEKTUAL
HAK MILIK INTELEKTUALHAK MILIK INTELEKTUAL
HAK MILIK INTELEKTUAL
Muhamad Yogi
 

Similar to uas hki.pptx (20)

2. legalisasi perusahaan
2. legalisasi perusahaan2. legalisasi perusahaan
2. legalisasi perusahaan
 
2. legalisasi perusahaan
2. legalisasi perusahaan2. legalisasi perusahaan
2. legalisasi perusahaan
 
Materi legalitas perusahaan
Materi legalitas perusahaanMateri legalitas perusahaan
Materi legalitas perusahaan
 
Hak Kekayaan Intelektual - Kelompok 8
Hak Kekayaan Intelektual - Kelompok 8Hak Kekayaan Intelektual - Kelompok 8
Hak Kekayaan Intelektual - Kelompok 8
 
PPT HKI Kelompok 4.pptx
PPT HKI Kelompok 4.pptxPPT HKI Kelompok 4.pptx
PPT HKI Kelompok 4.pptx
 
Uu tahun 2016 no. 20 tentang merek dan indikasi geografis
Uu tahun 2016 no. 20 tentang merek dan indikasi geografisUu tahun 2016 no. 20 tentang merek dan indikasi geografis
Uu tahun 2016 no. 20 tentang merek dan indikasi geografis
 
Uu tahun 2016 no. 20 tentang merek dan indikasi geografis
Uu tahun 2016 no. 20 tentang merek dan indikasi geografisUu tahun 2016 no. 20 tentang merek dan indikasi geografis
Uu tahun 2016 no. 20 tentang merek dan indikasi geografis
 
HAK MEREK UU NO. 15 TAHUN 2001.ppt
HAK MEREK UU NO. 15 TAHUN 2001.pptHAK MEREK UU NO. 15 TAHUN 2001.ppt
HAK MEREK UU NO. 15 TAHUN 2001.ppt
 
13, hbl, riski ariyani, hapzi ali, umb,2019
13, hbl, riski ariyani, hapzi ali, umb,201913, hbl, riski ariyani, hapzi ali, umb,2019
13, hbl, riski ariyani, hapzi ali, umb,2019
 
Uu 15 2001
Uu 15 2001Uu 15 2001
Uu 15 2001
 
(Bahan) tentang merek
(Bahan) tentang merek(Bahan) tentang merek
(Bahan) tentang merek
 
Hukum merek
Hukum merekHukum merek
Hukum merek
 
Bab10 haki
Bab10 hakiBab10 haki
Bab10 haki
 
Pengenalan merek pdf
Pengenalan merek pdfPengenalan merek pdf
Pengenalan merek pdf
 
Aspek Legalitas Perusahaan
Aspek Legalitas PerusahaanAspek Legalitas Perusahaan
Aspek Legalitas Perusahaan
 
Hbl 13, dyana anggraini, hapzi ali, hak atas kekayaan intelektual, hak merk, ...
Hbl 13, dyana anggraini, hapzi ali, hak atas kekayaan intelektual, hak merk, ...Hbl 13, dyana anggraini, hapzi ali, hak atas kekayaan intelektual, hak merk, ...
Hbl 13, dyana anggraini, hapzi ali, hak atas kekayaan intelektual, hak merk, ...
 
HKI
 HKI HKI
HKI
 
Aspek hukum dalam ekonomi
Aspek hukum dalam ekonomiAspek hukum dalam ekonomi
Aspek hukum dalam ekonomi
 
13,hbl,an nisa rizki yulianti,hapzi ali,hak atas kekayaan intelektual,univers...
13,hbl,an nisa rizki yulianti,hapzi ali,hak atas kekayaan intelektual,univers...13,hbl,an nisa rizki yulianti,hapzi ali,hak atas kekayaan intelektual,univers...
13,hbl,an nisa rizki yulianti,hapzi ali,hak atas kekayaan intelektual,univers...
 
HAK MILIK INTELEKTUAL
HAK MILIK INTELEKTUALHAK MILIK INTELEKTUAL
HAK MILIK INTELEKTUAL
 

Recently uploaded

PPT KRITERIA KENAIKAN KELAS & KELULUSAN.pptx
PPT KRITERIA KENAIKAN KELAS & KELULUSAN.pptxPPT KRITERIA KENAIKAN KELAS & KELULUSAN.pptx
PPT KRITERIA KENAIKAN KELAS & KELULUSAN.pptx
SriKuntjoro1
 
Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdf
Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdfPanduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdf
Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdf
MildayantiMildayanti
 
Tugas_Rasianto-Refleksi - Pembelajaran Diferensiasi dalam PJOK.pdf
Tugas_Rasianto-Refleksi - Pembelajaran Diferensiasi dalam PJOK.pdfTugas_Rasianto-Refleksi - Pembelajaran Diferensiasi dalam PJOK.pdf
Tugas_Rasianto-Refleksi - Pembelajaran Diferensiasi dalam PJOK.pdf
nurfaridah271
 
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
Pemutakhiran Data dosen pada sister.pptx
Pemutakhiran Data dosen pada sister.pptxPemutakhiran Data dosen pada sister.pptx
Pemutakhiran Data dosen pada sister.pptx
ssuser4dafea
 
Koneksi Antar Materi modul 2.1.pptx Johan martha
Koneksi Antar Materi modul 2.1.pptx Johan marthaKoneksi Antar Materi modul 2.1.pptx Johan martha
Koneksi Antar Materi modul 2.1.pptx Johan martha
johan199969
 
PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1
PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1
PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1
Arumdwikinasih
 
Modul Ajar Kimia Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Kimia Kelas 10 Fase E Kurikulum MerdekaModul Ajar Kimia Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Kimia Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
Pelatihan AI GKA abdi Sabda - Bagaimana memakai AI?
Pelatihan AI GKA abdi Sabda - Bagaimana memakai AI?Pelatihan AI GKA abdi Sabda - Bagaimana memakai AI?
Pelatihan AI GKA abdi Sabda - Bagaimana memakai AI?
SABDA
 
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdf
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdfProjek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdf
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdf
anikdwihariyanti
 
laporan komunitas belajar sekolah dasar negeri botoputih
laporan komunitas belajar sekolah dasar negeri botoputihlaporan komunitas belajar sekolah dasar negeri botoputih
laporan komunitas belajar sekolah dasar negeri botoputih
SDNBotoputih
 
Alur tujuan pembelajaran bahasa inggris kelas x fase e
Alur tujuan pembelajaran bahasa inggris kelas x fase eAlur tujuan pembelajaran bahasa inggris kelas x fase e
Alur tujuan pembelajaran bahasa inggris kelas x fase e
MsElisazmar
 
Demonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdf
Demonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdfDemonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdf
Demonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdf
d2spdpnd9185
 
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaModul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptxPembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Sosdiklihparmassdm
 
peluang kejadian total dan kaidah nbayes
peluang kejadian total dan kaidah nbayespeluang kejadian total dan kaidah nbayes
peluang kejadian total dan kaidah nbayes
ayyurah2004
 
Tokoh Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.pdf
Tokoh Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.pdfTokoh Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.pdf
Tokoh Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.pdf
Mutia Rini Siregar
 
JURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
JURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdfJURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
JURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
HERIHERI52
 
Tugas Refleksi Dwi Mingguan Modul 1.4.pdf
Tugas Refleksi Dwi Mingguan Modul 1.4.pdfTugas Refleksi Dwi Mingguan Modul 1.4.pdf
Tugas Refleksi Dwi Mingguan Modul 1.4.pdf
Thahir9
 
Lembar Kerja Asesmen Awal Paud ke sd.pptx
Lembar Kerja Asesmen Awal Paud ke sd.pptxLembar Kerja Asesmen Awal Paud ke sd.pptx
Lembar Kerja Asesmen Awal Paud ke sd.pptx
opkcibungbulang
 

Recently uploaded (20)

PPT KRITERIA KENAIKAN KELAS & KELULUSAN.pptx
PPT KRITERIA KENAIKAN KELAS & KELULUSAN.pptxPPT KRITERIA KENAIKAN KELAS & KELULUSAN.pptx
PPT KRITERIA KENAIKAN KELAS & KELULUSAN.pptx
 
Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdf
Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdfPanduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdf
Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdf
 
Tugas_Rasianto-Refleksi - Pembelajaran Diferensiasi dalam PJOK.pdf
Tugas_Rasianto-Refleksi - Pembelajaran Diferensiasi dalam PJOK.pdfTugas_Rasianto-Refleksi - Pembelajaran Diferensiasi dalam PJOK.pdf
Tugas_Rasianto-Refleksi - Pembelajaran Diferensiasi dalam PJOK.pdf
 
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
 
Pemutakhiran Data dosen pada sister.pptx
Pemutakhiran Data dosen pada sister.pptxPemutakhiran Data dosen pada sister.pptx
Pemutakhiran Data dosen pada sister.pptx
 
Koneksi Antar Materi modul 2.1.pptx Johan martha
Koneksi Antar Materi modul 2.1.pptx Johan marthaKoneksi Antar Materi modul 2.1.pptx Johan martha
Koneksi Antar Materi modul 2.1.pptx Johan martha
 
PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1
PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1
PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1
 
Modul Ajar Kimia Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Kimia Kelas 10 Fase E Kurikulum MerdekaModul Ajar Kimia Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Kimia Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
 
Pelatihan AI GKA abdi Sabda - Bagaimana memakai AI?
Pelatihan AI GKA abdi Sabda - Bagaimana memakai AI?Pelatihan AI GKA abdi Sabda - Bagaimana memakai AI?
Pelatihan AI GKA abdi Sabda - Bagaimana memakai AI?
 
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdf
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdfProjek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdf
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdf
 
laporan komunitas belajar sekolah dasar negeri botoputih
laporan komunitas belajar sekolah dasar negeri botoputihlaporan komunitas belajar sekolah dasar negeri botoputih
laporan komunitas belajar sekolah dasar negeri botoputih
 
Alur tujuan pembelajaran bahasa inggris kelas x fase e
Alur tujuan pembelajaran bahasa inggris kelas x fase eAlur tujuan pembelajaran bahasa inggris kelas x fase e
Alur tujuan pembelajaran bahasa inggris kelas x fase e
 
Demonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdf
Demonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdfDemonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdf
Demonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdf
 
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaModul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
 
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptxPembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
 
peluang kejadian total dan kaidah nbayes
peluang kejadian total dan kaidah nbayespeluang kejadian total dan kaidah nbayes
peluang kejadian total dan kaidah nbayes
 
Tokoh Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.pdf
Tokoh Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.pdfTokoh Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.pdf
Tokoh Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.pdf
 
JURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
JURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdfJURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
JURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
 
Tugas Refleksi Dwi Mingguan Modul 1.4.pdf
Tugas Refleksi Dwi Mingguan Modul 1.4.pdfTugas Refleksi Dwi Mingguan Modul 1.4.pdf
Tugas Refleksi Dwi Mingguan Modul 1.4.pdf
 
Lembar Kerja Asesmen Awal Paud ke sd.pptx
Lembar Kerja Asesmen Awal Paud ke sd.pptxLembar Kerja Asesmen Awal Paud ke sd.pptx
Lembar Kerja Asesmen Awal Paud ke sd.pptx
 

uas hki.pptx

  • 1. MEREK Menurut Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis
  • 3.
  • 4. Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa. Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang sejenis lainnya. Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa sejenis lainnya.
  • 5. Definisi Merek Merek adalah sesuatu (gambar atau nama) yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu produk atau perusahaan di pasaran. Menurut UU Merek Indonesia (Pasal 1 ayat 1) merek didefinisikan sebagai sebuah tanda yang terdiri dari: 1. Gambar; 2. Nama; 3. Kata; 4. Huruf-huruf 5. Angka angka; 6. Susunan warna; 7. Atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa
  • 6. Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan. Hak atas Indikasi Geografis adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemegang hak Indikasi Geografis yang terdaftar, selama reputasi, kualitas, dan karakteristik yang menjadi dasar diberikannya pelindungan atas Indikasi Geografis tersebut masih ada.
  • 7. Merek yang dilindungi terdiri atas tanda berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa. Hak atas Merek diperoleh setelah Merek tersebut terdaftar.
  • 8. Yang tidak dapat didaftarkan sebagai Merek Menurut UU Merek Indonesia hal-hal yang tidak dapat didaftarkan sebagai merek adalah: 1. Merek yang permohonannya diajukan atas dasar itikad tidak baik (Pasal 4) 2. Merek yang bertentangan dengan moral, perundang-undangan dan ketertiban umum (Pasal 5 a) 3. Merek yang tidak memiliki daya pembeda (Pasal 5 (b) 4. Tanda-tanda yang telah menjadi milik umum (Pasal 5 c, contohnya tengkorak dan tulang bersilang sebagai tanda bahaya 5. Merek yang semata-mata menyampaikan keterangan yang berhubungan dengan barang atau jasa (Pasal 5 (d). Misalnya: “batu bata bahan bangunan” untuk menggambarkan perusahaan konstruksi yang khusus beroperasi dalam bidang bangunan dengan batu bata
  • 9. Permohonan merek juga harus ditolak jika 1. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek yang sudah terdaftar milik orang lain dan digunakan dalam perdagangan barang atau jasa yang sama (Pasal 6 (1.a) 2. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis (Pasal 6 (1.b) 3. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan indikasi geografis yang sudah dikenal (Pasal 6 (1c) 4. Nama dan foto dari orang terkenal tanpa izin darinya (Pasal 6 3 a) 5. Lambang-lambang Negara, bendera tanpa izin dari pemerintah (Pasal 6 (3b) 6. Tanda atau cap dan stemple resmi tanpa persetujuan tertulis dari pihak berwenang (Pasal 6 (3c)
  • 10. Merek Harus Memiliki Daya Pembeda Salah satu kategori dari merek yang tidak dapat didaftarkan menurut UU Merek Indonesia adalah merek yang tidak memiliki daya pembeda (Pasal 5 (b) Mengapa semua merek harus memiliki daya pembeda? Karena pendaftaran merek berkaitan dengan pemberian monopoli atas nama atau symbol (atau dalam bentuk lain), para pejabat hukum di seluruh dunia enggan memberikan hak ekslusif atas suatu merek kepada pelaku usaha. Keengganan ini disebabkan karena pemberian hak ekslusif tadi akan menghalangi orang lain untuk menggunakan merek tersebut. Oleh karena itu sebuah merek harus mengandung daya pembeda yang dapat membedakan barang atau jasa dari pelaku usaha tersebut dengan barang atau jasa pelaku usaha lain yang sejenis
  • 11. Merek tidak dapat didaftar jika: • bertentangan dengan ideologi negara,peraturan perundang- undangan, moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum; • sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya; • memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang asal, kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya atau merupakan nama varietas tanaman yang dilindungi untuk barang dan/atau jasa yang sejenis; • memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat, atau khasiat dari barang dan/atau jasa yang diproduksi; • tidak memiliki daya pembeda; dan/atau • merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum.
  • 12. Permohonan ditolak jika Merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan: – Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu oleh pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis; – Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis; – Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu; atau – Indikasi Geografis terdaftar.
  • 13. Permohonan ditolak jika Merek tersebut: – merupakan atau menyerupai nama atau singkatan nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak; – merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem suatu negara, atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; atau – merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang. Permohonan ditolak jika diajukan oleh Pemohon yang beriktikad tidak baik.
  • 14. Terhadap Merek terdaftar yang kemudian menjadi nama generik, setiap Orang dapat mengajukan Permohonan Merek dengan menggunakan nama generik dimaksud dengan tambahan kata lain sepanjang ada unsur pembeda.
  • 15. Ancaman Sanksi Pidana Merek Pasal 100 (1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang sarna pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/ atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). (2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak rnenggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). (3) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), yang jenis barangnya mengakibatkan gangguan kesehatan, gangguan lingkungan hidup, dan/atau kematian manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
  • 16. Ancaman Sanksi Pidana Merek Pasal 101 (1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan tanda yang mempunyai persamaan pada keseluruhan dengan Indikasi Geografis milik pihak lain untuk barang dan/ atau produk yang sama atau sejenis dengan barang dan/atau produk yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). (2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan tanda yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Indikasi Geografis milik pihak lain untuk barang dan/ atau produk yang sama atau sejenis dengan barang dan/atau produk yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
  • 17. Ancaman Sanksi Pidana Merek Pasal 102 Setiap Orang yang memperdagangkan barang dan/ atau jasa dan/atau produk yang diketahui atau patut diduga mengetahui bahwa barang dan/atau jasa dan/atau produk tersebut merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 dan Pasal 101 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Pasal 103 Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 sampai dengan Pasal 102 merupakan delik aduan.
  • 18. Ancaman Sanksi Perdata Merek • Seorang pemilik merek atau penerima lisensi merek dapat menuntut seseorang yang tanpa izin, telah menggunakan merek yang emmiliki persamaan pada pokoknya dengan merek orang lain yang bergerak dalam bidang perdagangan atau jasa yang sama (Pasal 76 (1) jo Pasal 77) • Pengadilan Niaga akan menyidangkan kasus itu (Pasal 76 (2). Putusan pengadilan Niaga dapat diajukan kasasi ek Mahkamah Agung (pasal 79) • Sengketa tentang merek dapat diselesaikan melalui arbitrase atau ADR (Pasal 84)
  • 19. Pelanggaran Merek Ada dua macam pemeriksaan kasus pelanggaran. Jika salah satu cara terpenuhi, penggugat akan menang. Penggugat harus membuktikan bahwa merek tergugat: 1. Memiliki kesamaan pada pokoknya terhadap merek yang dimilki penggungat; atau 2. Persamaan yang menyesatkan konsumen pada saat membeli produk atau jasa tergugat.
  • 20. Key Factor Bagaimana caranya memutuskan bahwa suatu merek memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek yang lain? Caranya dengan membandingkan kedua merek, melihat persamaan-permasaan dan perbedaan- perbedaannya, memperhatikan ciri-ciri penting dan kesan kemiripan atau perbedaan yang timbul. Jika merek-merek tersebut sama atau hampir sama, pelanggaran merek telah terjadi.
  • 21. Merek tergugat akan melanggar merek penggugat jika cenderung mampu menipu konsumen (begitu sama/mirip sehingga menyesatkan/menyebabkan kebingungan bagi konsumen) sampai pada batas dimana mereka kemungkinan keliru membeli produk tergugat padahal sebenarny mereka ingin membeli produk penggugat. Yang perlu diingat disini adalah tujuan utama dari pengaturan merek adalah melindungi bisnis dan mencegah orang- orang “membonceng” reputasi seseorang atau perusahaan.
  • 22. Jika merek tergugat tidak memiliki persamaan pada pokoknya, tetapi memiliki cukup persamaan yang dapat membingungkan konsumen, selanjutnya persamaan tersebut akan mengurangi keuntungan penggugat karena konsumen berfikir bahwa mereka sedang membeli produk penggugat. Kenyataannya mereka membeli produk orang lain.
  • 23. Diskusi • Bambang adalah pengusaha Mebel. Agar dikenal oleh pembelinya maka usaha tersebut diberi nama “Mebel Bambang” • Dapatkan Bambang mendaftarkan nama tersebut sebagai merek usahanya untuk mencegah pengusaha mebel lainnya menggunakan nama tersebut dalam usaha mereka? • Tidak boleh mendaftarkan karena nama tersebut terlalu umum (general) dan belum memiliki reputasi. Tetapi jika sudah memiliki reputasi dari lama, boleh didaftarkan.
  • 25.
  • 26.
  • 27. Pengaturan Tentang Indikasi Geografis Dalam TRIPS Agreement, indikasi geografis diatur terpisah dengan merek. Merek/trademarks diatur dalam section 2, sedangkan indikasi geografis diatur dalam section 3. Dalam aturan TRIPS indikasi geografis adalah tanda yang mengidentifikasikan suatu wilayah negara anggota, atau Kawasan atau daerah di dalam wilayah negara anggota tersebut yang menunjukan asal barang yang memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu dari barang yang bersangkutan. Pasal 56 ayat (1) UU No.15 Tahun 2001 menyebutkan bahwa: “Indikasi geografis dilindungi sebagai sebuah tanda yang menunjukan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, factor manusia, atau kombinasi keduanya memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan”
  • 28.
  • 29.
  • 30.
  • 31.
  • 32.
  • 33.
  • 34. • Barang yang dimohonkan pendaftarannya untuk mendapatkan perlindungan indikasi geografis memiliki label yang berbeda dengan barang lainnya. • Logo barang dan produk yang memiliki indikasi geografis disertai tanda khusus daerah penghasil produk tersebut. Sekaligus pembeda dengan produk lainnya yang sejenis yang tidak dihasilkan oleh daerah asal indikasi geografis tersebut. • Pemilik indikasi geografis dapat berupa Pemda atau lembaga masyarakat yang biasa disebut sebagai Masyarakat Peduli Indikasi Geografis (MPIG). Sebagai contoh, pemegang hak perlindungan “Kopi Robusta Semendo” adalah MPIG Apit Jurai
  • 35.
  • 36. Tata Cara Pendaftaran Indikasi Geografis di Indonesia • Karena bagian dari rezim hukum merek, maka system prlindungannya juga menggunakan prinsip yang sama yaitu system pendaftaran (first to file) • Tata cara pendaftaran sesuai yang diatur dalam UU No. 15 tahun 2001 maupun PP No. 1 Tahun 2007 yaitu diawali dengan pengajuan permohonan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal KI yang dapat dilihat dalam Pasal 56 ayat (4) UU No. 51 Tahun 2007 dan Pasal 2 ayat (3) PP No. 51 Tahun 2007
  • 37. Jangka waktu perlindungan • Berbeda dengan rezim hukum merek yang jangka waktu perlindungannya adalah 10 tahun dan dapat diperpanjang lagi untuk jangka waktu yang sama, begitu seterusnya sampai sepanjang kehadiran merek tersebut masih dibutuhkan manfaatnya oleh pemilik maka merek tersebut dapat diperpanjang secara periodik per 10 tahun • Indikasi geografis jangka waktu perlindungannya akan terus berlangsung sepanjang kekhasan dari produk barang itu masih ada. Pasal 56 ayat (7) UU merek menyatakan bahwa indikasi geografis terdaftar mendapat perlindungan hukum yang berlangsung selama ciri dan atau kualitas yang menjadi dasar bagi diberikannya perlindungan atas indikasi geografis tersebut masih ada.
  • 38.
  • 40. Agenda 1. Filosofi Kekayaan Intelektual Komunal 2. Pengertian Umum Kekayaan Intelektual Komunal 3. Inventarisasi Kekayaan Intelektual Komunal 4. Pusat Data KI Komunal Presentation title 40
  • 41. Dasar Hukum KI Komunal 41 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2013 tentang Pengesahan Nagoya Protocol on Access to Genetic Resources and the Fair and Equitable Sharing of Benefits Arising from Their Utilization to the Convention on Biological Diversity 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis 4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi 6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2011 tentang Sumber Daya Genetik Hewan dan Perbibitan Ternak 7. Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 67/Permentan/OT.140/12/2006 tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Sumber Daya Genetik Tanaman 8. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 13 tahun 2017 tentang Data Kekayaan Intelektual Komunal 9. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.2/Menlhk/Setjen/Kum.1/1/2018 Tentang Akses Pada Sumber Daya Genetik Spesies Liar Dan Pembagian Keuntungan Atas Pemanfaatannya
  • 42. Filosofi Kekayaan Intelektual Komunal • Istilah Pengetahuan Tradisional (PT) dan Ekspresi Budaya Tradisional • (EBT) secara umum sebenarnya merujuk kepada “hasil kreativitas intelektual • suatu kelompok masyarakat adat yang memiliki (potensi) nilai komersial • (dapat diperdagangkan)”. • PT dan EBT • tidak dianggap sebagai milik pribadi karena dalam konteks hukum • adat, ciptaan seseorang dianggap sebagai milik seluruh masyarakat adat Presentation title 42
  • 43. • EBT: Hasil aktivitas intelektual, pengalaman, atau pemahaman, yang diekspresikan oleh masyarakat adat dalam konteks tradisi, yang sifatnya dinamis dan dapat mengalami perkembangan, termasuk di dalamnya ekspresi dalam bentuk kata kata, musik, gerakan, ekspresi dalam bentuk benda atau takbenda, atau gabungan dari bentuk bentuk tersebut. • PT: Pengetahuan yang berasal dari masyarakat adat, yang dapat bersifat dinamis dan berkembang serta merupakan hasil dari aktivitas intelektual, pengalaman, pengalaman spiritual, atau pemahaman dalam konteks tradisi – dan dapat berkaitan dengan tanah dan lingkungan – termasuk pengetahuan praktis, keahlian, inovasi, praktik, pengajaran, atau pembelajaran. Presentation title 43
  • 45. Kedudukan Dalam penetapan pemilik atau pihak yang berhak mendapatkan hak ekonomi dan moral atas pelindungan sebuah KIK, perlu dipahami bahwa hal tersebut tidak mudah untuk dilakukan, terlebih lagi dalam konteks Indonesia. Sebagai negara yang memiliki keanekaragaman budaya yang luar biasa (culturally mega-diversed country), upaya untuk menentukan hal tersebut dapat membutuhkan waktu yang relatif cukup lama. Oleh karena itu, apabila diperlukan (karena kesulitan mengidentifikasi pemilik atau pihak yang berhak mendapatkan hak ekonomi dan moral), negara dapat berperan sebagai “wali” atau perwakilan yang bertindak untuk dan atas nama pemilik atau pihak yang memiliki hak ekonomi dan moral atas pelindungan sebuah kekayaan intelektual komunal.
  • 46. peran Pemerintah dan Pemda setempat sebagai “wali” dalam kepemilikan hak ekonomi khususnya, tidak jarang menimbulkan perdebatan. Hal ini didasarkan kepada kekhawatiran bahwa Pemerintah dan Pemda tidak akan dapat menjalankan perannya secara efektif dan efisien demi kepentingan masyarakat adat yang memiliki hak ekonomi dan moral. Kekhawatiran ini pada suatu tingkat tertentu dapat dimaklumi karena sejumlah masyarakat adat adalah kelompok masyarakat yang merasa dimarjinalisasi oleh modernisasi sehingga akan bersikap resisten ketika kepentingannya diwakili oleh Pemerintah atau Pemda. Oleh karena itu, diperlukan kehatihatian pada saat menyampaikan kepada para pemangku kepentingan ini mengenai peran dimaksud. Artinya, Pemerintah dan Pemda perlu memberikan keyakinan kepada pemangku kepentingan terkait bahwa peran mewakili masyarakat adat pemilik atau pihak yang memiliki hak ekonomi dan moral, benar-benar akan dilaksanakan secara efektif dan efisien.
  • 47. Di tingkat internasional, hingga saat ini belum ada satupun instrumen hukum yang dapat memberikan pelindungan terhadap SDG, PT dan EBT sebagai KIK, secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan Pemerintah untuk secara bertahap dapat memberikan pelindungan yang efektif dan efisien. Pelindungan pada tahap pertama adalah dengan menerapkan pendekatan yang bersifat defensif. Pendekatan ini bertujuan untuk mencegah pemberian KI modern/konvensional yang tidak memiliki unsur kebaruan karena memanfaatkan PT dan EBT. Namun demikian, mekanisme pelindungan dimaksud tidak dapat digunakan untuk memberikan hak menuntut royalti atau pembagian keuntungan (benefit sharing). Presentation title 47
  • 48. Pelindungan secara positif melalui aturan hukum yang dapat menjamin pemberian royalti atau pembagian keuntungan secara adil bagi masyarakat adat pemilik KIK. Untuk dapat memberikan pelindungan positif secara efektif terhadap KIK, diperlukan pertimbangan untuk memilih apakah akan disusun sebuah sui generis regime atau dilakukan perluasan pengaturan KIK di dalam rezim KI modern/konvensional. Jika akan dibentuk sui generis regime, maka perlu dipastikan bahwa tidak akan terjadi tumpang tindih antara berbagai peraturan perundang-undangan yang saling berkaitan. Perluasan rezim KI modern/konvensional untuk melindungi KIK juga tidak dapat dilakukan secara mudah. Ada nilai-nilai masyarakat adat yang tidak dengan mudah dapat dikonversi menjadi nilai ekonomi. Di samping itu, dalam kebudayaan masyarakat adat, menilai sesuatu dalam bentuk keuntungan finansial bukanlah hal yang diberikan penghargaan tinggi. Hal tersebut hanya terjadi di dalam masyarakat yang menganut paham kapitalisme. Sebagian pihak berpendapat bahwa KIK sejak awal tidak ditujukan untuk mendapatkan pelindungan dari segi hak ekonomi. Hal tersebut dapat dipahami karena pada prinsipnya, sebuah KIK muncul sebagai respon masyarakat adat pemiliknya terhadap kondisi lingkungan alam sekitar dalam upaya mereka untuk dapat menjaga keberlangsungan kehidupannya. Presentation title 48
  • 49. 1. Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2017 tentang Data Kekayaan Intelektual Komunal, Ekspresi Budaya Tradisional adalah segala bentuk ekspresi karya cipta, baik berupa benda maupun tak benda, atau kombinasi keduanya yang menunjukkan keberadaan suatu budaya tradisional yang dipegang secara komunal dan lintas generasi. Ekspresi budaya tradisional atau di dalam wacana tingkat internasional seringkali digunakan istilah Traditional Cultural Expressions (TCEs) secara ringkas adalah bentuk-bentuk Ekspresi Budaya Tradisional, contohnya dapat berupa tarian, lagu, kerajinan tangan, desain, upacara, cerita rakyat atau ekspresi artistik dan budaya tradisional lainnya. TCEs diturunkan dari satu generasi ke yang lain, dipertahankan, digunakan dan dikembangkan oleh komunitas tesebut. TCEs terus bertumbuh, berkembang dan diciptakan kembali. TCE bisa berupa benda berwujud (tangible), tidak berwujud (intangible), atau yang lebih umum kombinasi dari keduanya Presentation title 49
  • 50. 2. Pengetahuan Tradisional WIPO mendefinisikan Pengetahuan Tradisional sebagai pengetahuan, pengetahuan teknik, keterampilan dan praktek yang dikembangkan, berkelanjutan dan diturunkan dari generasi ke generasi dalam suatu komunitas, sering kali membentuk bagian dari identitas budaya atau spiritual komunitas. Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 13 Tahun 2017 tentang Data Kekayaan Intelektual Komunal, Pengetahuan Tradisional adalah karya intelektual di bidang pengetahuan dan teknologi yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang dihasilkan, dikembangkan dan dipelihara oleh komunitas atau masyarakat tertentu. PT dapat dibedakan menjadi: a. kecakapan teknik (know how); b. keterampilan; c. pengetahuan pertanian; d. pengetahuan ekologis; e. pengetahuan pengobatan termasuk obat terkait dan tata cara penyembuhan, serta pengetahuan yang terkait dengan Sumber Daya Genetik; f. kemahiran membuat kerajinan tradisional 50
  • 51. 3. Sumber Daya Genetik Sumber Daya Genetik adalah tanaman/tumbuhan, hewan/binatang, jasad renik atau bagian-bagiannya yang mempunyai nilai nyata atau potensial. Yang dimaksud dengan nilai nyata atau potensial adalah kegunaan dalam hal bermanfaat dalam kehidupan manusia. Sumber daya Genetik tidak terbatas hanya karakter tumbuhan atau hewan yang dapat diwariskan, dapat bermanfaat atau berpotensi untuk dimanfaatkan oleh manusia, tetapi juga semua yang hal yang terkait dengan mahluk hidup yang memberikan nilai atas komponen keanekaragaman hayati seperti nilai ekologi, genetik, sosial, nilai ekonomi, ilmu pengetahuan, pendidikan, budaya, rekreasi dan estetika keanekaragaman hayati tersebut dan komponennya. Presentation title 51
  • 52. 4. Potensi Indikasi Geografis Dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 13 Tahun 2017 tentang Data Kekayaan Intelektual Komunal, Potensi Indikasi Geografis didefinisikan sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan reputasi, kualitas dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan yang memiliki potensi untuk dapat dilindungi dengan Indikasi Geografis. Pencatatan Potensi Indikasi Geografis bukan merupakan pendaftaran atas indikasi geografis sehingga pelapor nantinya memiliki kewajiban untuk mendaftarkan indikasi geografis tersebut guna memperoleh pelindungan. Presentation title 52
  • 54. Kegiatan inventarisasi KIK adalah sebuah upaya yang dilakukan Pemerintah untuk menerapkan sistem pelindungan defensif atas KIK. Namun demikian, kegiatan inventarisasi dimaksud dapat berkaitan dengan pelindungan yang bersifat positif. Hal ini dapat terjadi apabila kegiatan inventarisasi KIK berkaitan dengan aturan hukum mengenai akses dan pembagian keuntungan (access and benefit sharing) atas sebuah KIK. Sehubungan dengan hal tersebut, ada beberapa hal yang sangat penting untuk dipahami berkaitan dengan aktivitas inventarisasi suatu KIK.
  • 55. Pertama, tujuan utama inventarisasi KIK adalah untuk melindungi hakhak masyarakat adat agar tidak terjadi pemanfaatan KIK tanpa izin dan/atau pembagian keuntungan yang tidak adil bagi mereka. Kedua, jika dimungkinkan, diperoleh informasi mengenai kebutuhan pihak-pihak yang berminat untuk memanfaatkan suatu KIK, baik secara komersial maupun non komersial. Ketiga, perlu dipastikan bahwa data mengenai KIK yang telah diinventarisasi tidak dapat diakses secara sembarangan, terlebih lagi yang telah berbentuk digital. Keempat, perlu dikomunikasikan secara jelas kepada masyarakat adat bahwa jika suatu KIK didokumentasikan untuk kebutuhan inventarisasi, akan muncul Kekayaan Intelektual Konvensional/Modern. Kelima, Penentuan masyarakat adat pemilik atau yang memiliki hak ekonomi dan moral atas sebuah KIK tidak dapat dilepaskan dari ruang lingkup wilayah geografis penyebaran KIK itu sendiri. 55
  • 56. Pusat Data KI Komunal “ ”
  • 57. PATEN
  • 58. Pengertian dan Aturan Paten Pengertian Hak Paten Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.(UU NO 13 tahun 2016 pasal 1 ayat 1).
  • 59. Dasar Hukum Hak Paten Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten. Ketentuan pidana bagi para pelanggar Hak Paten diatur dalam pasal 161 - 166 UU Republik Indonesia N0.13 tahun 2016
  • 60.
  • 61.
  • 62.
  • 63. YANG HARUS DILAKUKAN SEBELUM MENGAJUKAN PATEN • Melakukan penelusuran (searching) informasi paten di beberapa Website, antara lain: http//www.dgip.go.id http//www.uspto.gov http//www.jpo.gov http//www.epo.gov • Melakukan analisa, apakah ada ciri khusus dari invensi yang akan diajukan untuk mendapat perlindungan hak paten dibandingkan dengan invensi terdahulu • Mengambil keputusan, jika invensi tersebut ternyata memang ada nilai kebaruan daripada invensi terdahulu, maka sebaiknya diajukan untuk menghindari kerugian biaya pendaftaran paten.
  • 64. PENGAJUAN PERMOHONAN PATEN Mengajukan surat permohonan ke Kantor Dirjen HKI dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan formulir permohonan paten yang memuat: 1. Tanggal, bulan, dan tahun permohonan 2. Alamat lengkap dan alamat jelas orang yang mengajukan permohonan paten 3. Nama lengkap dan kewarganegaraan investor 4. Nama lengkap dan alamat kuasa (apabila permohonan paten diajukan melalui kuasa) 5. Surat kuasa khusus (dalam hal permohonan diajukan melalui kuasa) 6. Pernyataan permohonan untuk diberi paten 7. Judul invensi 8. Klaim yang terkandung dalam invensi 9. Deskripsi tentang inversi, yang secara lengkap memuat keterangan tentang cara melaksanakan invensi
  • 65. Permohonan dan Pendaftaran paten Pada pendaftaran paten tahapannya adalah permohonan dan pemeriksaan. Sistem ini dikenal pula dengan sebutan Sistem Ujian (Examination System) Pengajuan pendaftaran paten harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, yaitu: 1. Persyaratan formal/administrasi 2. Syarat Substantif Kedua hal ini nantinya akan melahirkan dua tahap pemeriksaan yaitu pemeriksaan formal/administrative dan pemeriksaan substantif 1. Pemeriksaan formal/adminsitatif: Kelengkapan dalam bidang administatif dan fisik, seperti: tanggal, bulan, dan tahun surat permintaan paten, nama lengkap, dan kewarganegaraan dari si penemu/inventor, alamat lengkap, judul penemuan, klaim yang terkandung dalam penemuan, deskripsi tertulis tentang penemuan, gambar serta abstraksi mengenai penemuan. Pemeriksaan pertama terhadap kelengkapan persyaratan formal harus sudah selesai sebelum memasuki tahap pemeriksaan substantif.
  • 66. 2. Pemeriksaan subtantif: pemeriksaan terhadap kebaruan suatu penemuan, ada atau tidaknya Langkah inventif, serta dapat atau tidaknya penemuan tersebut diterapkan dalam industri. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pemeriksaan substantif: 1) Kebaruan. Suatu penemuan dapat diberikan paten apabila merupakan hasl penemuan baru dalam bidang teknologi, dengan kata lain harus merupakan hal yang baru (New). Penemuan itu merupakan penemuan baru yang memiliki kebaruan/Novelty, syarat kebaruan/novelty ini merupakan syarat mutlak. Suatu penemuan dapat dikatakan baru jika penemuan tersebut tidak diantisipasi oleh “Prior Art”. Prior Art adalah semua pengetahuan yang telah ada sebelum tanggal penerimaan suatu permintaan paten (filling date) atau tanggal prioritas permintaan paten yang bersangkutan, baik melalui pengungkapan tertulis maupun lisan. 2) Langkah inventif (Inventive steps). Suatu penemuan dikatakan mengandung Langkah inventif, jika penemuan tersebut bagi seseorang yang mempunyai keahlian tertentu di bidang Teknik merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya 3) Dapat diterapkan dalam industri (Industrial Applicability). Suatu penemuan agar layak diberi paten harus dapat diterapkan untuk tujuan-tujuan praktis, artinya penemuan tidak dapat bersifat teoritis semata-mata, melainkan harus dapat dilaksanakan dalam praktek. Jika penemuan itu dimaksudkan sebagai produk atau bagian dari produk, maka produk itu harus mampu dibuat. Jika penemuan dimaksudkan sebagai proses atau bagian dari proses, maka proses itu harus mampu dijalankan atau digunakan dalam proses. Ketiga syarat dalam pemeriksaan substantif ini ada pada Pasal 2-5 UU Paten
  • 67. Jenis Paten Di Indonesia Paten dikelompokan menjadi dua, yaitu paten biasa dan paten sederhana 1. Paten Biasa: yang mendapat perlindungan pada jenis paten ini adalah penemuan di bidang produk dan proses. Paten Biasa terdiri dari Paten Produk dan Paten Proses. Dalam system paten, invensi yang dapat diberikan perlindungan meliputi proses, metode menjalankan proses serta alat untuk menjalankan proses, penggunaan, komposisi dan produk yang merupakan product by process. Yang dimaksud produk dalam Paten Produk mencakup alat, mesin, komposisi, formula, product by process, system, dll. Sedangkan yang dimaksud proses mencakup proses, metode, atau penggunaan, contohnya daalah proses membuat tinta, dan proses membuat tissue. 2. Paten Sederhana: Hanya menyangkut penemuan di bidang produk. Tidak ada patens ederhana untuk proses. Persyaratan paten sederhana lebih mudah, hanya melihat unsur kebaruan (new) dan kemanfaatan dari inovasi produk, sedangkan Langkah inventif step tidak dipertanyakan. Patens ederhana diperuntukan bagi invensi teknologi yang sederhana dan dibatasi pada hal-hal yang bersifat kasat mata (tangible), berwujud serta bisa digunakan secara praktis. Patens ederhana merupakan temuan teknologi dalam bentuk sederhana. Patens ederhana tidak dapat diperpanjang dan hanya berlaku untuk satu klaim saja. Contoh: alat parutan klapa, alat perkakas rumah tangga, aksesoris.
  • 68. HAK DAN KEWAJIBAN PEMEGANG PATEN Hak Pemegang Paten 1. Pemegang paten memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan paten yang dimilikinya, dan melarang orang lain yang tanpa persetujuan: dalam hal paten produk membuat, menjual, mengimport, menyewa, menyerahkan, memakai, menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi paten; dalam hal paten proses: menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a 2. Pemegang paten berhak memberikan lisensi kepada orang lain berdasarkan suran perjanjian lisensi 3. Pemegang paten berhak menggunakan ganti rugi melalui pengadilan negeri setempat, kepada siapapun, yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 diatas 4. Pemegang paten berhak menuntut orang yang sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemegang paten dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana yang dimaksud dalam butir 1 diatas
  • 69.
  • 70.
  • 71. Lisensi Menurut Pasal 1 angka (13) Undang-Undang Paten, Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang paten kepada pihak lain berdasarkan perjanjian pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu paten yang diberi perlindungan dalam jangka waktu dan syarat tertentu Pada prinsipnya sesuai ketentuan Pasal 16 UU Paten, Pemegang Paten memiliki hak ekslusif untuk melaksanakan Paten yang dimilikinya dan melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya: a. Dalam hal paten produk: membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi paten b. Dalam hal paten proses, menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang dan Tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a. Berkaitan dengan hak ekslusif tersebut diatas, pemegang paten berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 16. Lisensi yang dianut dalam Paten pada prinsipnya adalah lisensi Non Exclusive.
  • 72. Penyelesaian sengketa paten Penyelesaian sengketa paten diserahkan melalui jalur Pengadilan dan jalur di Luar Pengadilan. Dalam hal pemegang paten atau penerima lisensi menderita kerugian akibat paten yang dimilikinya digunakan oleh orang lain tanpa hak, maka pihak pemegang apten maupun penerima lisensi yang sah dapat menggugat dan menuntut ganti rugi kepada pelanggarnya melalui Pengadilan Niaga. Gugatan ganti rugi dapat diajukan kepada siapapun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan membuat, menggunakan, emnjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual dan disewakan atau diserahkan suatu produk yang diberi paten, atau menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya. Gugatan ganti rugi hanya dapat diterima apabila produk atau proses itu terbukti dibuat dengan menggunakan invensi yang telah diberi paten. Proses pembuktian dalam sengketa paten menganut Sistem Pembuktian Terbalik (Pasal 119 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Paten.
  • 73. Untuk mencegah berlanjutnya pelanggaran Paten, Pengadilan Niaga dapat menerbitkan Surat Penetapan Sementara Pengadilan (Injuction) atas permintaan pihak yang patennya dilanggar Tindakan Injuction dilakukan untuk: 1. Mencegah berlanjutnya pelanggaran paten khsuusnya mencegah masuknya barang yang diduga melanggar paten ke dalam jalur perdagangan termasuk Tindakan importasi 2. Menyimpan bukti yang berkaitan dengan pelanggaran paten dan hak yang berkaitan dengan paten guna menghindari terjadinya penghilangan barang bukti selain melalui jalur Pengadilan Niaga, Penyelesaian Sengketa Paten dapat juga dilakukan melalui Arbitrase dan Alternatif Penyelsaian Snegketa. Berkaitan dengan pelanggaran Paten, bahwa adanya hak pemilik paten utnuk mengajukan tuntutan ganti rugi tidak mengurangi hak negara untuk melakukan tuntutan pidana terhadap pelanggar paten. Tuntutan pidana atas pelanggaran paten diatur dalam Pasal 130 sampai dengan Pasal 135 Undang-Undang Paten. Tindak Pidana dalam paten merupakan Delik Aduan
  • 74. Latihan soal Dalam kasus paten yang telah diputuskan oleh PN Niaga Jkt Pst No. 65/Paten/2004, PT Triprima Intibaja Indonesia mengajukan gugatan pembatalan paten ke PN Niaga Jakarta Pusat pada tanggal 12 November 2004. Dalam kasus ini, Penggugat (PT. Triprima) memohon kepada PN Niaga Jakarta Pusat untuk membatalkan Paten sederhana No. ID 0000528S milik tergugat (PT. enomoto Srikandi Industri) Untuk menguatkan gugatannya, penggugat berargumen bahwa paten sederhana (No. ID 0000528S) ternyata telah digunakan secara komersial di Indonesia oleh tergugat sebelum permintaan paten sederhananya diajukan. Dalam kasus ini, PT. Triprima Intibaja Indonesia bukanlah investor dari paten sederhana dengan No. ID 0000528S. Kuasa hukum PT. Enomoto Srikandi Industries meras anaeh atas campur tangannya penggugat mengingat penggugat bukanlah inventor.