Makalah ini membahas tentang tafsir Al-Manar karya Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Secara singkat, dibahas tentang latar belakang penulisan tafsir Al-Manar yaitu situasi sosial, politik, dan budaya di Mesir dan negara-negara Arab pada saat itu. Selanjutnya dibahas metode dan corak penafsiran tafsir Al-Manar yang menekankan fungsi kehidayahan Al-Qur'an untuk manusia.
Tokoh-tokoh ulama hadits beserta kitabnya adalah Imam Bukhari dengan kitab Shahihnya, Imam Muslim dengan kitab Shahihnya, Imam Abu Dawud dengan kitab Sunan, Imam At-Tirmidzi dengan kitab Sunan, dan Imam An Nasa'i dengan kitab Sunan serta Ibnu Majah dengan kitab Sunan.
PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM IMAM AL SYAIBANI
Konsep Teori yang Dikemukakan Imam Al-Syaibani
PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM IMAM AL MAWARDI
Pemikiran Ekonomi Al-Mawardi
Sirah nabawiyah muhammad said ramadhan al buttiAnggit T A W
Teks tersebut membahas pentingnya mempelajari Sirah Nabi untuk memahami Islam secara utuh. Ia juga menjelaskan sumber-sumber Sirah Nabi seperti Al-Quran, hadis shahih, dan kitab-kitab sejarah. Selanjutnya teks tersebut membahas mengapa Arabia dipilih sebagai tempat kelahiran Islam dengan menggambarkan kondisi peradaban di berbagai belahan dunia pada saat itu.
Dokumen tersebut merupakan ringkasan singkat tentang biografi dan metodologi tafsir Ibnu Jarir al-Thabari. Thabari lahir pada tahun 224 H di Thabrasan, belajar al-Qur'an pada usia 7 tahun, dan mulai menulis hadits pada usia 9 tahun. Dia merupakan seorang ahli hadits, sejarah, tafsir, dan fiqih yang banyak menulis karya. Metode tafsirnya didasarkan pada riway
Teks tersebut menjelaskan pentingnya mempelajari Sirah Nabawiyah untuk memahami Islam secara utuh. Sumber-sumber utama Sirah Nabawiyah adalah Al-Quran, hadis-hadis shahih, dan kitab-kitab sejarah. Jazirah Arab dipilih sebagai tempat kelahiran dan perkembangan Islam karena kondisi peradaban di negara-negara lain pada saat itu sudah jatuh ke dalam kebejatan moral dan kesalahan
Bab 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Usaha mempelajari sejarah pertumbuhan dan perkembangan hadis ini diharapkan dapat mengetahui sikap dan tindakan umat Islam yang sebenarnya. Khususnya para ulama ahli hadits terhadap hadits serta usaha pembinaan dan pemeliharaan mereka pada tiap-tiap periodenya sampai akhirnya terwujud kitab-kitab hasil tadwin secara sempurna. Bahkan, menguatnya kajian hadis dalam dunia islam tidak lepas dari upaya umat islam yang melakukan counter balik terhadap sangkaan-sangkaan negatif kalangan orientalis terhadap keaslian hadis. Goldziger misalnya, ia meragukan sebagian besar keaslian (orisinalitas) hadits, oleh yang diriwayatkan oleh Bukhari sekalipun. Salah satu alasannya adalah semenjak wafatnya Nabi Muhammad SAW dengan masa upaya pentadwinan hadis sangat jauh, menurutnya, sangat sulit untuk menjaga tingkat orisinalitas hadis tersebut. Sebab studi tentang keberadaan hadis selalu makin menarik untuk di kaji seiring dengan perkembangan manusia yang semakin kritis. Oleh karena itu mengkaji sejarah ini berarti melakukan upaya mengungkap fakta-fakta yang sebenarnya sehingga sulit untuk ditolak keberadaannya. Perjalanan hadis pada tiap-tiap periodenya mengalami berbagai persoalan dan hambatan yang dihadapinya, yang antara satu periode dengan periode lainnya tidak sama, maka pengungkapan sejarah persoalannya perlu diajukan ciri-ciri khusus dan persoalan-persoalan tersebut.
B. Rumusan Masalah
a. Pengertian sejarah hadits?
b. Hadits pada masa Nabi Muhammad SAW?
c. Sejarah hadits pada masa sahabat dan Tabi’in
d. Hadits pada abad ke-II, III, dan IV H
e. Sejarah pada abad ke-V sampai sekarang perkembangan hadits
Bab 2
PEMBAHASAN
a. Pengertian Sejarah Hadits
Sejarah hadits terdiri dua kata yaitu kata “sejarah” dan kata “hadits”. Kata sejarah sendiri yang digunakan pada masa sekarang ini bersumber dari bahasa Arab yaitu Syajaratun yang berarti pohon. Dari sisi lain, istilah history merupakan terjemahan dari bahasa Yunani yakni histories yang memberikan arti suatu pengkajian. Dalam sebuah tulisan yang berjudul definisi sejarah (2007) mengutip pandangan Bapak Sejarah Herodotus yang menurutnya sejarah ialah satu kajian untuk menceritakan satu perputaran jatuh bangunnya seorang tokoh masyarakat dan peradaban.
Sedangkan menurut Aristoteles sejarah adalah peristiwa-peristiwa masa lalu yang mempunyai catatan, rekam-rekam atau bukti-bukti yang kukuh.
Hadits secara Lughowi (Harfiyah) adalah ism masdar yang fi’il madhi dan mudhori’nya hadatsa-yahdutsu yang berarti baru. Hadits secara istilah ialah segala perkataan (aqwal), perbuatan (af’al) dan persetujuan (taqrir) dan sifat Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sejarah hadits ialah suatu kajian peristiwa-peristiwa masa lalu dari segala perkataan (aqwal), perbuatan (af’al) dan persetujuan (taqrir) dan sifat Nabi Muhammad SAW.
b. Hadits Pada masa Nabi Muhammad SAW
Membicarakan hadis pada masa Rasul SAW berarti membicarak
Makalah ini membahas tentang tafsir Al-Manar karya Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Secara singkat, dibahas tentang latar belakang penulisan tafsir Al-Manar yaitu situasi sosial, politik, dan budaya di Mesir dan negara-negara Arab pada saat itu. Selanjutnya dibahas metode dan corak penafsiran tafsir Al-Manar yang menekankan fungsi kehidayahan Al-Qur'an untuk manusia.
Tokoh-tokoh ulama hadits beserta kitabnya adalah Imam Bukhari dengan kitab Shahihnya, Imam Muslim dengan kitab Shahihnya, Imam Abu Dawud dengan kitab Sunan, Imam At-Tirmidzi dengan kitab Sunan, dan Imam An Nasa'i dengan kitab Sunan serta Ibnu Majah dengan kitab Sunan.
PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM IMAM AL SYAIBANI
Konsep Teori yang Dikemukakan Imam Al-Syaibani
PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM IMAM AL MAWARDI
Pemikiran Ekonomi Al-Mawardi
Sirah nabawiyah muhammad said ramadhan al buttiAnggit T A W
Teks tersebut membahas pentingnya mempelajari Sirah Nabi untuk memahami Islam secara utuh. Ia juga menjelaskan sumber-sumber Sirah Nabi seperti Al-Quran, hadis shahih, dan kitab-kitab sejarah. Selanjutnya teks tersebut membahas mengapa Arabia dipilih sebagai tempat kelahiran Islam dengan menggambarkan kondisi peradaban di berbagai belahan dunia pada saat itu.
Dokumen tersebut merupakan ringkasan singkat tentang biografi dan metodologi tafsir Ibnu Jarir al-Thabari. Thabari lahir pada tahun 224 H di Thabrasan, belajar al-Qur'an pada usia 7 tahun, dan mulai menulis hadits pada usia 9 tahun. Dia merupakan seorang ahli hadits, sejarah, tafsir, dan fiqih yang banyak menulis karya. Metode tafsirnya didasarkan pada riway
Teks tersebut menjelaskan pentingnya mempelajari Sirah Nabawiyah untuk memahami Islam secara utuh. Sumber-sumber utama Sirah Nabawiyah adalah Al-Quran, hadis-hadis shahih, dan kitab-kitab sejarah. Jazirah Arab dipilih sebagai tempat kelahiran dan perkembangan Islam karena kondisi peradaban di negara-negara lain pada saat itu sudah jatuh ke dalam kebejatan moral dan kesalahan
Bab 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Usaha mempelajari sejarah pertumbuhan dan perkembangan hadis ini diharapkan dapat mengetahui sikap dan tindakan umat Islam yang sebenarnya. Khususnya para ulama ahli hadits terhadap hadits serta usaha pembinaan dan pemeliharaan mereka pada tiap-tiap periodenya sampai akhirnya terwujud kitab-kitab hasil tadwin secara sempurna. Bahkan, menguatnya kajian hadis dalam dunia islam tidak lepas dari upaya umat islam yang melakukan counter balik terhadap sangkaan-sangkaan negatif kalangan orientalis terhadap keaslian hadis. Goldziger misalnya, ia meragukan sebagian besar keaslian (orisinalitas) hadits, oleh yang diriwayatkan oleh Bukhari sekalipun. Salah satu alasannya adalah semenjak wafatnya Nabi Muhammad SAW dengan masa upaya pentadwinan hadis sangat jauh, menurutnya, sangat sulit untuk menjaga tingkat orisinalitas hadis tersebut. Sebab studi tentang keberadaan hadis selalu makin menarik untuk di kaji seiring dengan perkembangan manusia yang semakin kritis. Oleh karena itu mengkaji sejarah ini berarti melakukan upaya mengungkap fakta-fakta yang sebenarnya sehingga sulit untuk ditolak keberadaannya. Perjalanan hadis pada tiap-tiap periodenya mengalami berbagai persoalan dan hambatan yang dihadapinya, yang antara satu periode dengan periode lainnya tidak sama, maka pengungkapan sejarah persoalannya perlu diajukan ciri-ciri khusus dan persoalan-persoalan tersebut.
B. Rumusan Masalah
a. Pengertian sejarah hadits?
b. Hadits pada masa Nabi Muhammad SAW?
c. Sejarah hadits pada masa sahabat dan Tabi’in
d. Hadits pada abad ke-II, III, dan IV H
e. Sejarah pada abad ke-V sampai sekarang perkembangan hadits
Bab 2
PEMBAHASAN
a. Pengertian Sejarah Hadits
Sejarah hadits terdiri dua kata yaitu kata “sejarah” dan kata “hadits”. Kata sejarah sendiri yang digunakan pada masa sekarang ini bersumber dari bahasa Arab yaitu Syajaratun yang berarti pohon. Dari sisi lain, istilah history merupakan terjemahan dari bahasa Yunani yakni histories yang memberikan arti suatu pengkajian. Dalam sebuah tulisan yang berjudul definisi sejarah (2007) mengutip pandangan Bapak Sejarah Herodotus yang menurutnya sejarah ialah satu kajian untuk menceritakan satu perputaran jatuh bangunnya seorang tokoh masyarakat dan peradaban.
Sedangkan menurut Aristoteles sejarah adalah peristiwa-peristiwa masa lalu yang mempunyai catatan, rekam-rekam atau bukti-bukti yang kukuh.
Hadits secara Lughowi (Harfiyah) adalah ism masdar yang fi’il madhi dan mudhori’nya hadatsa-yahdutsu yang berarti baru. Hadits secara istilah ialah segala perkataan (aqwal), perbuatan (af’al) dan persetujuan (taqrir) dan sifat Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sejarah hadits ialah suatu kajian peristiwa-peristiwa masa lalu dari segala perkataan (aqwal), perbuatan (af’al) dan persetujuan (taqrir) dan sifat Nabi Muhammad SAW.
b. Hadits Pada masa Nabi Muhammad SAW
Membicarakan hadis pada masa Rasul SAW berarti membicarak
Hadis merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur'an. Hadis berisi perkataan, perbuatan, dan penetapan Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh sahabat. Proses pengumpulan dan penyusunan hadis melewati berbagai fase hingga abad ke-7 Masehi untuk memisahkan hadis yang asli dari yang palsu. Kriteria hadis shahih meliputi sanad perawinya yang terpercaya dan matannya yang tidak bertentangan den
Pengenalan ulum hadis-HADIS RIWAYAH & HADIS DIRAYAHFarra Shahirra
Ringkasan dokumen tersebut adalah sebagai berikut:
Ulum Hadis merujuk kepada kaedah-kaedah yang digunakan untuk menilai sanad dan matan hadis, manakala Hadis Dirayah adalah ilmu untuk mengetahui keadaan sanad dan matan serta perkara berkaitan untuk menerima atau menolak hadis. Ilmu ini berkembang seiring dengan perkembangan Hadis Riwayah untuk membendung pemalsuan hadis.
HADITH ADALAH SATU ILMU YANG KRANG DIKENALI MASYARAKAT. ALLAH SWT TELAH MENYELAMATKAN UMMAH DENGAN ADANYA HADITH2 NABI SAW. ANTARA BEDA UGAMA2 SAMAWI LAIN DENGAN ISLAM ADALAH PENGAJIAN DAN PENYAMPAIAN HADITH HINGGA KE HARI INI
Makalah ini membahas tentang pengertian, sejarah perkembangan, dan cabang-cabang ilmu hadis. Secara garis besar, pengertian ilmu hadis adalah ilmu yang membahas hal-hal yang berkaitan dengan hadis Nabi Muhammad SAW. Sejarah perkembangannya meliputi zaman Rasul, khulafaur rasysidin, masa sahabat dan tabi'in, pembukuan hadis, hingga kodefikasi hadis dewasa ini. Cabang-cabang ilmu hadis antara
Dokumen tersebut membahas tentang latar belakang pentingnya mempelajari ilmu Makki dan Madani dalam memahami Al-Quran. Termasuk didalamnya adalah pengertian, tanda-tanda, dan faedah mempelajari perbedaan surat-surat Makkiyah dan Madaniyah.
Ruang lingkup pembahasan ilmu hadist dan dancabang cabangnyasholihiyyah
Ilmu hadis membahas periwayatan berita tentang sabda, perbuatan, dan sifat Nabi Muhammad SAW. Tujuannya adalah membantu umat Islam memahami ajaran agamanya dengan standar keilmuan tinggi. Ilmu hadis membahas sanad, matan, istilah-istilahnya, serta menentukan status hadis apakah shahih atau lemah.
Hadis merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur'an. Hadis berisi perkataan, perbuatan, dan penetapan Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh sahabat. Proses pengumpulan dan penyusunan hadis melewati berbagai fase hingga abad ke-7 Masehi untuk memisahkan hadis yang asli dari yang palsu. Kriteria hadis shahih meliputi sanad perawinya yang terpercaya dan matannya yang tidak bertentangan den
Pengenalan ulum hadis-HADIS RIWAYAH & HADIS DIRAYAHFarra Shahirra
Ringkasan dokumen tersebut adalah sebagai berikut:
Ulum Hadis merujuk kepada kaedah-kaedah yang digunakan untuk menilai sanad dan matan hadis, manakala Hadis Dirayah adalah ilmu untuk mengetahui keadaan sanad dan matan serta perkara berkaitan untuk menerima atau menolak hadis. Ilmu ini berkembang seiring dengan perkembangan Hadis Riwayah untuk membendung pemalsuan hadis.
HADITH ADALAH SATU ILMU YANG KRANG DIKENALI MASYARAKAT. ALLAH SWT TELAH MENYELAMATKAN UMMAH DENGAN ADANYA HADITH2 NABI SAW. ANTARA BEDA UGAMA2 SAMAWI LAIN DENGAN ISLAM ADALAH PENGAJIAN DAN PENYAMPAIAN HADITH HINGGA KE HARI INI
Makalah ini membahas tentang pengertian, sejarah perkembangan, dan cabang-cabang ilmu hadis. Secara garis besar, pengertian ilmu hadis adalah ilmu yang membahas hal-hal yang berkaitan dengan hadis Nabi Muhammad SAW. Sejarah perkembangannya meliputi zaman Rasul, khulafaur rasysidin, masa sahabat dan tabi'in, pembukuan hadis, hingga kodefikasi hadis dewasa ini. Cabang-cabang ilmu hadis antara
Dokumen tersebut membahas tentang latar belakang pentingnya mempelajari ilmu Makki dan Madani dalam memahami Al-Quran. Termasuk didalamnya adalah pengertian, tanda-tanda, dan faedah mempelajari perbedaan surat-surat Makkiyah dan Madaniyah.
Ruang lingkup pembahasan ilmu hadist dan dancabang cabangnyasholihiyyah
Ilmu hadis membahas periwayatan berita tentang sabda, perbuatan, dan sifat Nabi Muhammad SAW. Tujuannya adalah membantu umat Islam memahami ajaran agamanya dengan standar keilmuan tinggi. Ilmu hadis membahas sanad, matan, istilah-istilahnya, serta menentukan status hadis apakah shahih atau lemah.
Makalah ini membahas tentang tipologi penyusunan kitab hadis. Ada dua jenis kitab hadis induk yaitu Al Ushul Al-Khamsah dan Al-Ushul Al-Sittah. Al Ushul Al-Sittah atau Kutubus Sittah merupakan kitab hadis pokok yang terdiri dari 6 kitab, yaitu Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan At-Tirmidzi, Sunan An-Nasa'i, dan Sunan Ibnu Majah.
KEJAYAAN INTELEKTUAL ULAMA ISLAM MASA DINASTI ABBASIYAH.pptxInezAuliana
Dokumen tersebut membahas kejayaan intelektual ulama Islam pada masa dinasti Abbasiyah, mencakup ulama hadits seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam At-Tirmidzi, Imam An-Nasai, dan Imam Ibnu Majah. Juga membahas ulama fiqih seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi'i, dan Imam Ahmad bin Hambal. Serta ulama tafsir seperti Imam Ibn Jarir At-Th
Kodifikasi hadis dimulai pada abad ke-2 H oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz untuk menghimpun hadis-hadis agar tidak hilang. Pada abad ke-3 H, hadis-hadis disaring dan dibedakan status keabsahannya. Abad ke-4 H menghasilkan kitab-kitab hadis utama. Pada abad ke-5 H dan selanjutnya, hadis-hadis diklasifikasikan dan dikomentari.
Imam Malik bin Anas lahir pada tahun 93-94 H di Madinah. Ia adalah pendiri mazhab Maliki dan dikenal sebagai sosok ulama besar yang memiliki pengaruh luas. Imam Malik mendalami ilmu agama Islam di bawah bimbingan guru-guru besar di Madinah. Karya monumentalnya, Kitab Al-Muwaththa', merupakan kitab hadis pertama yang disusun secara sistematis.
Imam Malik bin Anas lahir pada tahun 93-94 H di Madinah. Ia adalah pendiri mazhab Maliki dan dikenal sebagai sosok ulama besar yang memiliki pengaruh luas. Imam Malik mendalami ilmu agama di bawah bimbingan guru-guru besar di Madinah seperti Rabi'ah al-Ra'yu dan Yahya bin Sa'id. Karya monumentalnya, Kitab Al-Muwaththa', merupakan kitab hadis pertama yang disusun secar
Dokumen tersebut membahas mengenai pengertian dan bidang studi Ulum al-Quran, yang meliputi pembelajaran tentang sejarah penurunan, kompilasi, bacaan, dan aspek-aspek lain yang berkaitan dengan al-Quran. Ia juga menjelaskan perkembangan Ulum al-Quran sejak zaman Nabi Muhammad SAW hingga abad-abad berikutnya.
Ilmu pengetahuan masa d. abbasiah makalah hdIdris Miaus
Makalah ini membahas tentang perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Rasulullah SAW hingga masa Daulah Abbasiyah. Pada masa Rasulullah, ilmu berasal dari wahyu dan hadis, kemudian dituliskan. Pada masa Daulah Abbasiyah, terjadi banyak kemajuan termasuk gerakan penerjemahan, perkembangan filsafat, ekonomi, dan keagamaan. Muncul pula banyak ilmuan seperti Abu Hanifah, Imam Mal
Ringkasan dokumen tersebut adalah sebagai berikut:
Makalah ini membahas ruang lingkup dan pembagian ilmu Ulumul Qur'an, mulai dari sejarah perkembangannya, pengertian, ruang lingkup, dan perkembangannya pada masa tabi'in. Ruang lingkup Ulumul Qur'an mencakup berbagai aspek seperti nuzul, sanad, qiraat, lafal, dan makna ayat Al-Qur'an.
Laman web Nida' al-Iman menyediakan banyak sumber ilmu Islam seperti ensiklopedia Al-Quran, tafsir, hadis, fiqh, karya ulama terpilih, dan jurnal. Ia turut menyediakan perkhidmatan seperti waktu solat dan program percuma. Laman ini dikendalikan oleh Jabatan Teknologi Negara Mesir dan mengandungi banyak maklumat berkaitan Al-Quran, hadis, fiqh, dan kitab-kitab ulama terke
Tidak sepatutnya bagi semua mukminin untuk pergi berperang. Sebaiknya dari setiap golongan di antara mereka mengirimkan sebagian orang untuk mempelajari agama dan memberi peringatan kepada sukunya apabila mereka kembali, agar suku mereka dapat menjaga diri. (Q.S. At-Taubah: 122).
Dokumen tersebut membahas perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Abbasiyah. Terjadi kemajuan di bidang pendidikan, kedokteran, filsafat, matematika, astronomi, bahasa, dan ilmu-ilmu agama seperti tafsir Al-Quran dan hadis melalui proses asimilasi, penerjemahan, dan pendirian lembaga pendidikan seperti maktab dan masjid. Kemajuan ini ditopang oleh tokoh-tokoh ilmuwan muslim seperti
Aksi Nyata Buku Non Teks Bermutu Dan Manfaatnya .pdfDenysErlanders
Buku non teks yang bermutu dapat memperkaya pengalaman
belajar siswa. Buku-buku ini menawarkan konten yang inspiratif,
inovatif, dan mendorong pengembangan karakter siswa.
Pemanfaatan buku non teks bermutu membutuhkan peran aktif
guru untuk memilih dan
mengintegrasikannya ke dalam pembelajaran
1. Daftar Isi
Kata Pengantar ........................................................................................................................2
Daftar Isi...................................................................................................................................3
Bab I Biografi Imam Syafi’i....................................................................................................4
A. Latar Belakang Imam Syafi’i............................................................................................4
B. Kehidupan Imam Syafi’i...................................................................................................4
C. Pemikiran Imam Syafi’i ....................................................................................................5
D. Corak dan Model Istinbath Imam Syafi’i .........................................................................6
1. Kitab Allah (al-Qur’an)..................................................................................................6
2. Sunnah Rasul (al-Hadist)...............................................................................................6
3. Ijma’...............................................................................................................................7
4. Qiyas ..............................................................................................................................8
Bab II Biografi Imam Ahmad Ibn Hanbal............................................................................9
A. Latar Belakang Imam Ahmad Ibn Hanbal ........................................................................9
B. Kehidupan Imam Ahmad Ibn Hanbal ...............................................................................9
C. Pemikiran Imam Ahmad Ibn Hanbal ..............................................................................10
D. Corak dan Model Imam Ahmad ibn Hanbal...................................................................11
1. Al-Nushus yaitu al-Quran dan hadits...........................................................................12
2. Fatwa sahabat...............................................................................................................12
3. Pendapat sahabat yang dekat dengan al-Quran dan sunnah.........................................13
4. Hadits mursal dan dhaif ...............................................................................................13
5. Qiyas ............................................................................................................................13
Daftar Pustaka .......................................................................................................................14
2. Bab I
Biografi Imam Syafi’i
A. Latar Belakang Imam Syafi’i
Imam Syafi’I punya nama asli, Abu Abdullah Muhammad bin Idris asy-Syafi’i al-
Muththalibi al-Qurasyi. Dia lahir di Ashkelon, Gaza, Palestina pada tahun 150 H/767 M.
kemudian meninggal di Fusthat, Mesir, 204 H/819 M Sebagaimana ditulis Wikipedia. Dia
adalah seorang mufti besar Sunni Islam dan juga pendiri mazhab Syafi’i.
Imam Syafi’i juga tergolong kerabat dari Rasulullah. Ia termasuk dalam Bani Muththalib, yaitu
keturunan dari al-Muththalib, saudara dari Hasyim, yang merupakan kakek Muhammad.Saat
usia 13 tahun, Imam Syafi’i dikirim ibunya pergi ke Madinah untuk berguru kepada ulama
besar saat itu, yaitu Imam Malik. Dua tahun kemudian, ia juga pergi ke Irak, untuk berguru
pada murid-murid Imam Hanafi di sana.
B. Kehidupan Imam Syafi’i
Imam Syafi'i berasal dari keturunan bangsawan yang paling tinggi di masanya.
Walaupun hidup dalam keadaan sangat sederhana, namun kedudukannya sebagai putra
bangsawan, menyebabkan ia terpelihara dari Perangai - perangai buruk, tidak mau
merendahkan diri dan berjiwa besar. Ia bergaul rapat dalam masyarakat dan merasakan
penderitaan – penderitaan mereka. Imam Syafi'i dengan usaha ibunya telah dapat menghafal
Al - Qur'an dalam umur yang masih sangat muda. Kemudian ia memusatkan perhatian
menghafal hadiś. Ia menerima hadits dengan jalan membaca dari atas tembikar dan kadang-
kadang di kulit-kulit binatang. Seringkali pergi ke tempat buangan kertas untuk memilih mana-
mana yang masih dapat dipakai. Di samping itu ia mendalami bahasa Arab untuk menjauhkan
diri dari pengaruh Ajamiyah yang sedang melanda bahasa Arab pada masa itu. Ia pergi ke
Kabilah Huzail yang tinggal di pedusunan untuk mempelajari bahasa Arab yang fasih. Sepuluh
tahun lamanya Imam Syafi'i tinggal di pedusunan itu, mempelajari syair, sastra dan sejarah. Ia
terkenal ahli dalam bidang syair yang digubah kabilah Huzail itu, amat indah susunan
bahasanya. Di sana pula ia belajar memanah dan mahir dalam bermain panah.
Dalam masa itu Imam Syafi'i menghafal al-Qur'an, menghafal hadits, mempelajari
sastra Arab dan memahirkan diri dalam mengendarai kuda dan meneliti keadaan penduduk -
penduduk Badiyah. Imam Syafi'i belajar pada ulama-ulama Mekkah, baik pada ulamaulama
fiqih, maupun ulama-ulama hadits, sehingga ia terkenal dalam bidang fiqh dan memperoleh
kedudukan yang tinggi dalam bidang itu.
3. C. Pemikiran Imam Syafi’i
Gurunya Muslim Ibn Khalid Al-Zanji, menganjurkan supaya Imam Syafi'i bertindak
sebagai mufti. Sungguh pun ia telah memperoleh kedudukan yang tinggi itu namun ia terus
juga mencari ilmu Sampai kabar kepadanya bahwa di Madinah Al - Munawwarah ada seorang
ulama besar yaitu Imam Malik, yang memang pada masa itu terkenal di mana-mana dan
mempunyai kedudukan tinggi dalam bidang ilmu dan hadits. Imam Syafi'i ingin pergi belajar
kepadanya, akan tetapi sebelum pergi ke Madinah ia lebih dahulu menghafal Al - Muwatta',
susunan Imam Malik yang telah berkembang pada masa itu. Kemudian ia berangkat ke
Madinah untuk belajar kepada Imam Malik dengan membawa sebuah surat dari gubernur
Mekkah. Mulai ketika itu ia memusatkan perhatian mendalami fiqh di samping mempelajari
Al - Muwatta'.
Imam Syafi'i mengadakan mudarasah dengan Imam Malik dalam masalah-masalah
yang difatwakan Imam Malik. Di waktu Imam Malik meninggal tahun 179 H, Imam Syafi'i
telah mencapai usia dewas dan matang. Di antara hal - hal yang secara serius mendapat
perhatian Imam Syafi'i adalah tentang metode pemahaman Al - Qur'an dan sunnah atau metode
istinbat (ushul fiqih). Meskipun para imam mujtahid sebelumnya dalam berijtihad terikat
dengan kaidah-kaidahnya, namun belum ada kaidah - kaidah yang tersusun dalam sebuah buku
sebagai satu disiplin ilmu yang dapat dipedomani oleh para peminat hukum Islam. Dalam
kondisi demikianlah Imam Syafi'i tampil berperan menyusun sebuah buku ushul fiqih. Idenya
ini didukung pula dengan adanya permintaan dari seorang ahli hadits bernama Abdurrahman
bin Mahdi (W. 198 H) di Baghdad agar Imam Syafi'i menyusun metodologi istinbat Imam
Muhammad Abu Zahrah (w. 1394 H/1974 M; ahli hukum Islam berkebangsaan Mesir)
menyatakan buku itu disusun ketika Imam Syafi'I berada di Baghdad, sedangkan Abdurrahman
bin Mahdi ketika itu berada di Mekkah. Imam Syafi'i memberi judul bukunya dengan "Al -
Kitab" (Kitab, atau Buku) atau "Kitabi" (Kitabku), kemudian lebih dikenal dengan "Al -
Risalah" yang berarti "sepucuk surat." Dinamakan demikian, karena buku itu merupakan surat
Imam Syafi'i kepada Abdurrahman bin Mahdi. Kitab Al - Risalah yang pertama ia susun
dikenal dengan Ar - Risalah Al - Qadimah (Risalah Lama). Dinamakan demikian, karena di
dalamnya termuat buah-buah pikiran: Imam Syafi'i sebelum pindah ke Mesir. Setelah sampai
di Mesir, isinya disusun kembali dalam rangka penyempurnaan bahkan ada yang diubahnya,
sehingga kemudian dikenal dengan sebutan Al - Risalah Al - Jadidah (Risalah Baru).
4. D. Corak dan Model Istinbath Imam Syafi’i
Imam Syafi’i adalah seorang Imam Mazhab yang terkenal dalam sejarah islam. Seorang
pakar ilmu pengetahuan agama yang luas dan memiliki kepandaian yang luar biasa, sehingga
ia mampu merumuskan kaidah-kaidah pokok yang dapat diyakini sebagai metode istinbath,
sebagaimana yang termaktub dalam karyanya yang terkenal yaitu “ar- Risalah”. Kitab ar-
Risalah merupakan sumbangan Imam Syafi’i yang sangat besar dalam dunia intelektual
muslim. Dengan kitab al-Qur’an, as-Sunnah serta teori Imam Syafi’i tentang prinsip-prinsip
jurisprodensi (ushul fiqh) penjabaran hukum islam dapat diawasi keotentikannya secara
obyektif dan sekaligus kreatif dikembangkan dengan suatu penalaran yang rasional.
Imam Syafi’i apabila hendak memutuskan suatu hukum beliau pertama-tema
mendahulukan tingkatan yang lebih tinggi sebagaimana diterangkan dalam kitab ar-Risalah,
bahwa dasar Imam Syafi’i dalam menetapkan hukum adalah:
1. Kitab Allah (al-Qur’an).
2. Sunnah Rasul (al-Hadist).
3. Ijma’
4. Qiyas
1. Kitab Allah (al-Qur’an).
Imam Syafi’i sangat mengutamakan dan menyertakan al-hadist sebagai pemberi
penjelasan terhadap al-Qur’an yang sifatnya masih Zanni. Oleh karena itu jumhur
membolehkan mentahsis al-Qur’an dengan khabar ahad. Adapun yang dimaksud
dengan hadits ahad adalah hadist yang diriwayatkan oleh satu orang dari satu orang dan
demikian seterusnya sampai ke sumbernya, yakni Nabi atau sahabat.
2. Sunnah Rasul (al-Hadist).
Hadist seperti ini tidak dapat menjadi hujjah, kecuali jika orang yang
meriwayatkan terpecaya dalam agamanya, dikenal jujur dalam periwayatan, memahami
apa yang diriwayatkan, menyadari sesuatu lafadz yang mungkin dapat mengubah arti
hadist, dan hendaknya cakap meriwayatkan hadist kata demi kata sebagaimana yang ia
dengar dan bukan hanya meriwayatkan maksudnya, sebab apabila ia hanya
meriwayatkan maksudnya dan tidak menyadari apa yang mungkin dapat mengubah
artinya, tidak diketahui jelas, mungkin dia telah mengubah yang halal kepada yang
haram atau sebaliknya . Disamping itu mereka (jumhur) mengemukakan alasan bahwa
perintah Allah untuk mengikuti Nabi tidak terbatas, karena itu apabila Nabi
5. mengeluarkan suatu ketentuan umat islam wajib mentaatinya andai kata ketentuan dari
Nabi SAW itu menurut lahirya berlawanan dengan keumuman al-Qur’an, hendaklah
diusahakan untuk mengkompromikannya, ialah mentahsiskan keumumannya, dan
mereka konsekuen dengan pendapatnya bahwa dalalah lafadz ‘am sebagian satunya
adalah zanni.
3. Ijma’
Menurut Imam Syafi’i ijma’ merupakan hujjah syar’iyyah, karena ketika Umar
bin Khattab berkunjung ke Ahjabiyah, dia berpidato di muka para sahabat, pada
kesempatan itu beliau mengatakan: “Diceritakan dari Abdullah berkata, bapak saya
menceritakan padaku, diceritakan Ali ibn Ishaq berkata Umar bin Khattab telah
berkutbah di hadapan kaum muslimin di Jabiyah dengan perkataan, Sesunguhnya
Rasulallah SAW berdiri seperti berdirinya aku disini dan bersabda: Berbuat baiklah
kepada sahabat-sahabatku kemudian penerus-penerusnya dan penerus yang
selanjutnya, kemudian tersebarlah kebohongan, kesaksiannya sehingga ada seorang
laki-laki untuk memulai bersaksi sebelum ditanya. Barang siapa yang ingin
memperoleh kelapangan di surga, maka ia harus mengikuti mayoritas ummat, maka
sesungguhnya syaitan beserta orang yang menyendiri, jka seorang bergabung dengan
yang lainnya sehingga menjadi berdua dan seterusnya, maka syaitan semakin menjauh.
Janganlah seorang laki-laki menyendiri dengan seorang wanita, sebab syaitan akan
menjadi teman yang ketiga bagi mereka,dan barang siapa merasa bahagia dengan amal
baiknya dan merasa susah dengan amal buruknya, maka dia adalah mukmin yang
sesungguhnya”.
Menurut Imam Syafi’i yang dimaksud dengan ijma’ adalah Berkumpulnya
ulama disuatu massa tentang hukum syar’i amali dari suatu dalil yang di peganginya.
Kemudian jika tidak terdapat ketentuan hukum sesuatu secara eksplisit, baik dalam al-
Qur’an maupun as-Sunnah dan tidak terdapat pula dalam ijma’ (kesepakatan para
ulama) maka Imam Syafi’i mempergunakan istinbath qiyas (analogi). Dalam kitab ar-
Risalah Imam Syafi’i menyebutkan bahwa semua perseolan yang terjadi dalam
kehidupan seorang muslim tentu ada hukum yang jelas mengikat sekurang-kurangnya
adat ketentuan umum yang menunjukkan kepadanya. Jika tidak, maka ketentuan hukum
itu harus di cari dengan ijtihad dan ijtihad itu tidak lain adalah qiyas.
6. 4. Qiyas
Qiyas menurut bahasa berarti menyamakan sesuatu, sedangkan menurut ahli
ushul fiqh adalah mempersamakan hukum sesuatu peristiwa yang tidak ada nas
hukumnya dengan suatu peristiwa yang ada nash hukumnya, karena persamaan
keduanya itu dalam illat hukumnya.
Sedangkan illat ialah suatu sifat yang ada pada ashal (al-ashl) yang sifat itu
menjadi dasar untuk menetapkan hukum ashal serta untuk mengetahui hukum pada
fara’ (alfara’) yang belum di tetapkan hukumnya. Hikmah hukum berbeda dengan illat
hukum. Hikmah hukum merupakan pendorong pembentukan hukum dan sebagai
tujuannya yang terakhir ialah untuk kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat dengan
memperoleh manfaat dan keuntungan serta terhindar dari segala macam kerusakan. Illat
hukumnya suatu sifat yang nyata dan pasti ada pada suatu peristiwa yang dijadikan
dasar hukum.
7. Bab II
Biografi Imam Ahmad Ibn Hanbal
A. Latar Belakang Imam Ahmad Ibn Hanbal
Imam Ahmad ibn Hanbal adalah imam yang keempat dari fuqoha Islam. Dia memiliki
sifat-sifat yang luhur dan tinggi, imam umat Islam, imam Darussalam, Mufti di Irak, Zahid dan
saleh, sabar menghadapi cobaan, seorang ahli hadits dan contoh teladan bagi orang-orang yang
ahli hadits. Sayyid Rasyid Ridho berpendapat bahwa Ahmad ibn Hanbal adalah seorang
mujaddid (pembaharu) abad ketiga.Bahkan dalam pandangan peneliti lainnya berpendapat
bahwa Imam Ahmad ibn Hanbal lebih utama, dengan gelar tersebut, dari pada Ibnu Suraij,
Syafi’i,Thahawy, al-Khilal dan an-Nasa’i .
Imam Ahmad ibn Hanbal al-Syaibany dilahirkan di Baghdad tepatnya di kota
Maru/Mery, kota kelahiran sang ibu, pada bulan Rabiul awal tahun 164 H atau bulan Nopember
780 Masehi. Nama lengkapnya Abu Abdillah Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal ibn Hilal ibn
Asad Ibn Idris ibn Abdillah ibn Hayyan ibn Abdillah bin Anas ibn Awf ibn Qasitibn Mazin ibn
Syaiban ibn Zulal ibn Ismail ibn Ibrahim. Dengan kata lain, dia keturunan Arab dari suku bani
Syaiban, sehingga diberi laqab al- Syaibany. Nasab keturunannya bertemu dengan Rasulullah
SAW pada nizar ibn Ma’ad bin Adnan.
Pernasaban nama Ibn Hanbal diambil dari nama kakeknya yang bernama Hanbal.
Sehingga orang-orang lebih suka memanggil ibn Hanbal, padahal Hanbal sendiri nama
kakeknya. Sedangkan ayahnya bernama Muhammad. Itu semua disebabkan karena kakeknya
lebih terkenal dari pada ayahnya, Kakeknya, Hanbal ibn Hilal adalah Gubernur di Sarakhs,
Khurasan pada masa Daulah Umayyah.
Ayah ibn Hanbal meninggal dunia ketika dia masih kecil. Karena itulah dia diasuh dan
dibesarkan serta di didik oleh ibunya yang bernama Shatiyah binti Maimunah binti Abdul
Malik Asy-Syaibani dari Bani Amir. Maka ayah dan bunda dia adalah keturunan Arab asli suku
Syaiban yang tinggal di Basrah. Karena itu dia juga diberi gelar al-Basri.
B. Kehidupan Imam Ahmad Ibn Hanbal
Ketika ayah ibn Hanbal meninggal dunia, ayahnya hanya meninggalkan harta pas-
pasan untuk menghidupi keluarganya. Sebuah riwayat menyebutkan bahwa jika Ahmad ibn
Hanbal ditanya asal usulsukunya, dia mengatakan bahwa ia anak dari suku orang-orang miskin.
Dan semenjak kematian ayahnya, ibunya tidak menikah lagi, meskipun diamasih muda dan
8. banyak laki-laki yang melamarnya. Hal itu dilakukan dengan tujuan agar ia bisa memfokuskan
perhatian pada Ahmad ibn Hanbal sehingga bisa tumbuh sebagaimana yang ia harapkan.
Ahmad ibn Hanbal dibesarkan di Baghdad dan mendapatkan pendidikan awalnya di
kota tersebut hingga usia 19 tahun. Sejak kecil Ahmad disekolahkan kepada seorang ahli
Qiroat. Pada umur yang masih relatif muda ia sudah menghafalkan al-Quran, sejak usia enam
belas tahun Ahmad juga belajar hadits. Karena kecintaan Ahmad terhadap hadits pagipagibuta
dia selalu pergi ke masjid-masjid hingga ibunya merindukannya.
Tahun 183 H Ahmad ibn Hanbal pergi ke beberapa kota dalamrangka mencari ilmu.
Dia pergi ke Kuffah pada tahun 183 H, kemudian keBashrah pada tahun 186, ke Makkah pada
tahun 187, dilanjutkan keMadinah, Yaman (197), Siria dan Mesa Mesopotamia. Ibn Hanbal
mempelajari hadits untuk pertama kalinya dari Abu Yusuf Ya’qub bin Ibrahim al-Qodhi,
seorang ahl alra’yi pengikut Abu Hanifah. Dia belajar fiqih dan hadits dari Abi Yusuf. Karena
itulah Abu Yusuf terhitungsebagai guru pertama bagi Ibn Hanbal. Sebagian peneliti
berpendapat bahwa pengaruh Abu Yusuf terhadap Ibn Hanbal tidak begitu kuat. Sehingga ada
yang mengatakan bahwa Abu Yusuf bukan guru pertamanya melainkan Hasyim bin Basyirbin
Abu Hazim al-Wasithy. Sesungguhnya dialah yang memberi pengaruhyang jelas pada diri Ibn
Hanbal. Ibn Hanbal berguru pada Hasyim selama 4 tahun dan mengambil hadits dan
menulisnya sebanyak 3000 hadits.
Imam Syafi’i sebagai salah satu seorang guru dia bertemu dengan Imam Syafi’i di
musim haji ketika sedang mengajar di masjidil Haram. Kesempatan kedua kali mereka bertemu
di Baghdad. Waktu akan pindah ke Mesir Imam Syafi’i menyarankan supaya mengikuti dia ke
Mesir. Diamenyetujui saran itu, tetapi tidak terlaksana. Ibn Hanbal belajar dari Imam Syafi’i
tentang pemahaman istinbath (pengambilan hukum) atau penyimpulan sebuah hukum hingga
Muhammad bin Ishak bin Khuzimahberkata : “Ahmad ibn Hanbal adalah murid imam Syafi’i.
Ibn Hanbal juga pernah belajar dari Ibrahim bin Saad, Yahya bin Al-Qattan Waki’ dan lain-
lain. Dia pernah bercita-cita hendak menuntutilmu dengan Malik bin Anas, tetapi Imam Malik
meninggal sebelum ia menuntut ilmu padanya. Sebagai gantinya dia belajar kepada Sufyan bin
Uyainah yang tinggal di Mekkah. Ibn Hanbal menuntut ilmu sepanjang hayatnya.
C. Pemikiran Imam Ahmad Ibn Hanbal
Kecintaan Ahmad kepada hadis mendorongnya untuk melakukan rihlah (perjalanan)
mencari hadis. Ahmad menemui syaikh-syaikh hadis di berbagai daerah untuk menerima
periwayatan hadis. Dia mulai mempelajari hadis di Baghdad tahun 179 H. Ketika masih
berumur 15 tahun. Selama tujuh tahun dia menekuni hadis di kota ini dengan menemui lebih
9. dari 20 orang syaikh hadis, antara lain Hasyim ibn Basyir. Tahun 186 H, dia belajar ke
Bashrah. Setahun kemudian dia pergi ke Hijaz. Selanjutnya dia melakukan perjalanan lagi ke
Bashrah, Kufah, Hijaz dan Yaman. Tercatat sebanyak lima kali Ahmad berkunjung ke
Bashrah dan lima kali pula ke Hijaz. Ketika pergi ke Mekah, Ahmad bertemu untuk pertama
kalinya dengan Imam Syafi'i dan Ahmad langsung berguru kepadanya tentang fikih dan ushul
fikih. Pertemuan selanjutnya antara mereka terjadi ketika Syafi'i berkunjung ke Baghdad.
Setelah setahun menuntut ilmu dan memiliki perbendaharaan ilmu yang kaya,
terutama tentang hadis dan fikih, Ahmad mendirikan majelis sendiri di kota Baghdad ketika
usianya telah mencapai 40 tahun. Dia mulai berijtihad sendiri, mengeluarkan fatwa dan
mengajari murid-muridnya. Batas usia 40 tahun dipandangnya sebagai ukuran kematangan
pribadi dan pengetahuan seseorang. Rasulullah saw. diangkat menjadi rasul ketika berumur
40 tahun dan Imam Abu Hanifah mulai mendirikan majelis sendiri setelah mencapai usia
tersebut. Meskipun demikian bukan berarti Ahmad sama sekali tidak mengeluarkan fatwa dan
mengajarkan ilmu sebelum berumur 40 tahun. Dia telah juga melakukan kegiatan tersebut
secara terbatas dan tanpa mendirikan majelis sendiri.
Di dalam menuntut dan mengajarkan ilmu, Ahmad lebih percaya kepada dan
mengandalkan catatan dibandingkan dengan hafalan, meskipun semua orang mengakui
kekuatan daya hafalannya. Para muridnya dilarang menulis hadis kecuali setelah dipastikan
berasal dari catatannya. Akan tetapi Ahmad melarang mencatat fatwa-fatwanya dan fatwa-
fatwa orang lain. Kebijakan Ahmad ini mungkin sebagai sikap hati-hati terhadap banyaknya
paham dan fatwa yang menyimpang ketika itu. Oleh karena itu, tidak ada koleksi fatwa
Ahmad yang ditulis sendiri maupun yang didiktekan kepada muridnya.
Di samping menghasilkan karya di bidang fikih dan hadis, Imam Ahmad juga
menyampaikan pemikiran-pemikiran di bidang lain seperti di bidang aqidah dan politik.
Pemikiran dan pendiriannya tentang Alquran sebagai kalam Allah yang qadim menyebabkan
dia disiksa dan dipenjara pada masa pemberlakukan mihnah pada masa khalifah al-Ma'mun,
al-Mu'tashim, dan al-Watsiq. Ketiga khalifah itu menyetujui pendapat Mu'tazilah tetang
kemakhlukan Alquran dan memaksakan pendapatnya kepada umat Islam, terutama para
qadhi dan ulama.
D. Corak dan Model Imam Ahmad ibn Hanbal
Imam Ahmad ibn Hanbal menganggap Imam Syafi’i sebagai guru besarnya, oleh
karena itu di dalam pemikiran ia banyak dipengaruhi oleh Imam Syafi’i. Thaha Jabir Fayadl
al-Ulwani mengatakan bahwa cara ijtihad Imam Ahmad ibn Hanbal sangat dekat dengan cara
10. ijtihad Imam as-Syafi’i. Ibn Qoyyim al-Jauziyyah menjelaskan bahwa pendapatpendapat
Imam Ahmad ibn Hanbal dibangun atas 5 dasar:
1. Al-Nushus yaitu al-Quran dan hadits.
2. Fatwa sahabat.
3. Pendapat sahabat yang dekat dengan al-Quran dan sunnah.
4. Hadits mursal dan hadits dhaif.
5. Qiyas
Adapun penjelasan dari masing-masing pokok gagasan yang digunakan Imam Ahmad
ibn Hanbal dalam membina madzhabnya adalah sebagai berikut:
1. Al-Nushus yaitu al-Quran dan hadits
Al-Quran yaitu perkataan Allah SWT yang diturunkan oleh ruhulamin ke dalam
hati Rasulullah dengan lafadz bahasa Arab, agar supaya menjadi hujjah bagi
Rasulullah bahwa dia adalah utusan Allah SWT .
Al-Hadits yaitu segala ucapan, segala perbuatan, dan segala keadaan atau perilaku Nabi
SAW. Menurut Imam Ahmad ibn Hanbal al-Quran adalah sumber pertama dalam
menggali sumber hukum fiqh dia. Sedangkan sunnahsendiri adalah penjelas al-Quran
dan tafsir hukum- hukumnya makatidak aneh apabila ia menjadikan al-Quran an sunnah
sebagai perintissumber- sumber bagi pendapat fiqh dia. Oleh karena itu ia menolak
terhadap orang-orang yang mengambil teks-teks al-Quran dan meninggalkan sunnah.
Dalam pendahuluan bantahannya ia berkata: “Sesungguhnya Allah SWT telah
mengutus Muhammad dan menurunkan kitab-Nya dengan membawa petunjuk bagi
yangmengikutinya.”Rasulullah adalah penjelas dari kitab Allah SWT danpemberi
petunjuk terhadap makna-makna al Quran. Bila jawabanatas persoalan hukum sudah
didapat dalam nash-nash al-Quran danhadits, ia tidak beranjak ke sumber lain, tidak
pula menggunakan metode ijtihad.
2. Fatwa sahabat
Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, sahabat sebagai generasi Islam pertama
meneruskan ajaran dan misi kerasulan. Sahabatmelakukan penelaahan terhadap al-
Quran dan sunnahdalammenyelesaikan suatu kasus. Apabila tidak didapatkan dalam al-
Quran dan sunnah, mereka melakukan ijtihad dalam menyelesaikan kasusdisebut fatwa,
yaitu suatu pendapat yang muncul karena adanya peristiwa yang terjadi .Jadi fatwa
sahabat merupakan ijtihad parasahabat dalam menyelesaikan suatu kasus.
11. 3. Pendapat sahabat yang dekat dengan al-Quran dan sunnah
Apabila Imam Ahmad ibn Hanbal mendapatkan fatwa dari beberapa sahabat
maka ia mengambil pendapat yang menurutnya lebih dekat dengan al-Quran dan
sunnah. Ia tidak pernah meninggalkan pendapat-pendapat sahabat untuk membuat
ijtihad sendiri. Jika dia tidak yakin pendapat mana yang lebih dekat dengan al-Quran
dan as- Sunah maka dia menerangkan seluruh perbedaan pendapat tersebut tanpa
menegaskan pendapat mana yang harus diambil.
4. Hadits mursal dan dhaif
Hadits ini dipakai apabila tidak ada keterangan atau pendapat yang menolaknya.
Pengertian mengenai hadits dhaif pada masa dahulu tidak sama dengan pengertiannya
di zaman sekarang. Pada masa Imam Ahmad ibn Hanbal hanya ada dua macam hadits:
hadits shahih dan hadis dhaif. Dimaksud dhaif disini bukan dhaif yang batil dan yang
mungkar, tetapi merupakan hadits yang tidak berisnad kuat yang tergolong sahih atau
hasan.Menurut Ahmad hadits tidak terbagi atas sahih, hasan dan dhaif tetapi sahih dan
dhaif.Pembagian hadits atas sahih, hasan, dan dhaif dipopulerkan oleh al-Turmudzi.
Hadits-hadits dhaif ada bertingkat-tingkat, yang dimaksud dhaif disini adalah pada
tingkat yang paling atas.Menggunakan hadits semacam ini lebih utama dari pada
menggunakan qiyas.
5. Qiyas
Apabila hadits mursal dan hadits dhaif sebagaimana disyaratkandi atas tidak
didapatkan, Imam Ahmad ibn Hanbal menganalogikan(menggunakan qiyas) dalam
pandangannya, qiyas adalah dalil yangdipakai dalam keadaan terpaksa.
12. Daftar Pustaka
Al-Syafi'i, Muhammad Ibn Idris, al-Um, Mesir, Maktabah al-Kulliyat al-Ashariyah, 1961.
Jamil, Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, Jakarta, Pustaka Firdaus, 1987.
Al-Syarqawi, Abdurrahman, A'immah al-Fiqh al-Tis'ah, Beirut. Dar al-lqra', 1981.
Dahlan, Abdul Azis (ed.). 1996. Ensiklopedi Hukum Islam. Jilid I-II. Cet.
I Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.
Ismail, Sya'ban Muhammad. 1995. al-Tasyri al-Islami: Mashadiruhu wa Athwaruhu.
Kairo Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyah.
Jundi, Abd. Al-Halim. 1970. Ahmad Ibn Hanbal Imam Ahl al-Sunnah. Uni Emirat Arab.
Al-majlis al-A'la li Syuun al-Islamyyah.
Kholil, Munawar. 1995. Empat Serangkai Imam Mazhab. Jakarta: Bulan Bintang.
Musa, Muhammad Yusuf. 1953. al-Madkhal li al-Dirasah al-Fiqh alIslamy.
Misra: Dar al-Ma'ari
Qaththan, Manna' Kholil. 1989. al-Tasyri wa al-Fiqh fi al-Islamy:Tarikhan wa Manhajan:
Misra; Dar al-Maarif.
Sayis, Muhammad Ali. t.th. Tarikh al-Fiqh al-Islamy. Mesir: Matba'ah
Muhammad al-Shabih.