SlideShare a Scribd company logo
MAKALAH
EPIDEMIOLOGI EPIDEMIOLOGI DESKRIPTIF KUSTA
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Epidemiologi
Disusun Oleh :
Nama : LaksmiNurul Suci
Nim : 4002170112
PROGRAM STUDI PASCA SARJANA ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA BANDUNG
2017
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Berkat
karunianya, kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini yang berjudul
Epidemiologi Deskriptif Kusta. Dimana makalah ini sebagai salah satu persyaratan
untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Epidemiologi.
Dalam penyusunan makalah ini tentu banyak kesalahan – keselahan yang
terkandung didalamnya baik dari segi penulisan, isinya maupun kata – katanya, maka
dari itu kami mohon kritik dan sarannya dari Bapak dan Ibu dosen demi perbaikan
makalah - makalah kami diedisi berikutnya.
Terakhir, kami ucapkan terimakasih kami sampaikan kepada semua pihak
yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini, dan kami ucapkan terimakasih
kepada Bapak dan Ibu dosen atas bimbingan dan dukungannya selama ini, kami pun
mengucapkan terima kasih kepada para penulis yang tulisannya kami kutip sebagai
bahan makalah kami. Kami harap makalah ini dapat membantu kita semua dalam
proses pembelajaran.
Bandung, 11 Desember 2017
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN
KATAPENGANTAR ....................................................................................................................................i
DAFTAR ISI .............................................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................................................................1
B. Tujuan Penelitian ..............................................................................................................................2
1. Tujuan Umum ............................................................................................................................2
2. Tujuan Khusus ............................................................................................................................2
C. Manfaat Penelitian............................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Epidemiologi Deskriptif .....................................................................................................................3
B. Jaring-jaring sebab akibat ................................................................................................................20
BAB III PENUTUP
iii
A. Kesimpulan dan Saran .....................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Bagan Diagnosis Klinis Sumber : WHO 1995
Tabel 2.2 Dosis obat penderita Paucibaciler lesi satu
Tabel 2.3 Dosis obat penderita Paucibaciler lesi 2-5
Tabel 2.4 Dosis obat penderita Mulltibaciler
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Penyebaran Kusta di dunia (WHO,2012)
Gambar 2.1 Distribusi penyakit Kusta menurut WHO
Gambar 2.2 Jumlah Tren Kasus Baru Kusta Tahun 2011-2013
Gambar 2.3 Tren proporsi dan Kasus Baru Kusta Pada Anak 0-14 Tahun 2011-2013
Gambar 2.4 Jumlah Kasus Baru Kusta dan NCDR per 100.000 penduduk per Provinsi
Tahun 2011-2012
Gambar 2.5 Proporsi dan Kasus Baru Kusta pada anak per Provinsi Tahun 2011-2012
Gambar 2.6 Kasus Baru Kusta Tahun 2013 Menurut Provinsi
Gambar 2.7 Proporsi dan Tren Penderita Kusta Baru di 12 Provinsi Tahun 2011-2013
Gambar 2.8 Kasus Baru Kusta menurut Jenis Kelamin Per Provinsi Tahun 2013
Gambar 2.9 Kasus Baru Kusta Tipe PB Menurut Provinsi Tahun 2013
Gambar 2.10 Kasus Baru Kusta Tipe MB Menurut Provinsi Tahun 2013
Gambar 2.11 Patofisiologi Kusta
Gambar 2.12 Jaring-jaring sebab akibat Kusta
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak setiap warga negara indonesia yang termaktub
pada UUD NRI 1945 pada Pasal 28H (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir
dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Hal ini menjelaskan betapa pentingnya kesehatan bagi suatu negara,
kemajuan suatu negara dapat dilihat dari Indeks Pembanguan
Manusia yang
diukur oleh 3 variabel
yaitu pendidikan,
kesehatan, dan ekonomi.
IPM Indonesia berada
pada urutan ke 108 dari
187 negara dengan nilai
0.684 (UNDP,2013).
Gambar 1.1 Penyebaran Kusta di dunia (WHO,2012)
Indonesia sebagai negara berpenduduk 237.641.326 jiwa (Sensus Penduduk,
2010) yang akan di prediksi mengapi bonus demografi pada tahun 2020-2035
haruslah menjaga produktifitas masyarakatnya. Produktifitas tanpa kesehatan tak
akan ada artinya.
Indonesia merupakan negara dengan letak geografis yang stategis. Dengan
iklim yang dimana banyak virus atau bakteri dapat berkembang dengan baik. Maka
tidak heran Indonesia merupakan negara dengan tingkat prevalensi penyakit
menular yang banyak. Sebanyak 11 dari 20 jenis Neglected Tropical Disease (NTD)
terdapat di Indonesia, yaitu
2
Filariasis, Kecacingan, Schistosomiasis, Dengue Haemorrhagic Fever (DHF),
Rabies, Frambusia, Lepra, Japanese B. Encephalitis, Cysticercosis, Fasciolopsis,
dan Anthrax. Salah satunya adalah kusta. Kusta atau juga biasa disebut
dengan Morbus Hansen dengan segala faktor penyebarannya membuat
Indonesia menjadi negara ke-3 dengan prevalensi kusta tertinggi setelah
(WHO,2012) dengan provinsi Jawa Timur mendominasi sumbangan kasus
sebanyak 4.132 (Pusdatin,2013).
Kusta ini sebenarnya dapat disembuhkan jika diagnosis dilakukan lebih
dini, sehinga pencegahan dilakukan untuk mencegah kecacatan akibat kusta
yang biasanya menyebabkan stigma di masyarakat (WHO,2012).
Rapor merah pemerintah Indonesia yang harus diperjuangkan yaitu
menurunkan penyakit menular agar bisa fokus pada pengembangan negara di
aspek lainnya.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberikan gambaran umum tentang epidemiologi Kusta
2. Tujuan Khusus
a. Menjadi pembelajaran pembaca
b. Sebagai acuan pembuatan program kesehatan mengenai kusta
C. Manfaat
1. Masyarakat
Menjadi referensi penulisan dan ilmu pengetahuan
2. Penulis
Sebagai media pengembangan diri dan mengasah kemampuan menulis
3
BAB II
ISI
A. Epidemiologi Deskriptif
Kusta adalah suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh
Mycobacterium Leprae yang menyerang syaraf tepi, kulit, mukosa pada
saluran pernapasan atas dan jaringan tubuh lainnya. Penyakit ini telah dikenal
hampir 2000 tahun Sebelum Masehi. Hal ini dapat diketahui dari peninggalan
sejarah Mesir. Di India istilah Kusta dikenal dari kitab Weda tahun 600 SM dan
di Cina tahun 400 SM. Pada waktu itu, masyarakat mengenal kusta sebagai
penyakit yang menular, yang menyebabkan kecacatan dan tidak dapat
disembuhkan. Di eropa, kusta pertama kali muncul dalam catatan Yunani kuni
setelah tentara Alexander Agung kembali dari India. Kemudian di Roma pada
62 SM bertepatan dengan kembalinya pasukan pompei dari Asia kecil.
Kuman penyebab kusta ditemukan oleh Dr. Gerhard Armauwer Hansen
pada tahun 1873, maka mulailah era perkembangan baru untuk mencari obat
anti kusta dan usaha dalam penanggulangannya.
Di Indonesia, Dr. Sitanala telah mempelopori perubahan sistem
pengobatan yang tadinya dilakukan secara isolasi, secara bertahap dilakukan
dengan pengobatan berjalan. DDS digunakan sebagai pengobatan penderita
kusta pada tahun 1951. Pada tahun 1969 pemberantasan penyakit kusta
mulai diintegrasikan di Puskesmas dan sejak tahun 1982 Indonesia mulai
melakukan obat Kombinasi Multidrug Therapy (MDT) sesuai dengan
rekomendasi WHO.
Di Indonesia, selama periode 2008-2009, angka penemuan kasus baru
kusta tahun 2013 merupakan yang terendah yaitu sebesar 6,79 per 100.000
penduduk. Sedangkan prevalensi kusta berkisar antara 0,79 hingga 0,98 per
10.000 dan telah mencapai target < 1 per 10.000 penduduk.
4
Namun, kusta merupakan Permasalahan penyakit kusta ini merupakan
permasalahan yang sangat kompleks yang membutuhkan penanganan secara
komprehensif. Masalah yang dihadapi bukan dari sisi medis saja tetapi juga
masalah psikososial sebagai akibat yang ditumbulkan olh penyakit ini.
Penyakit ini sudah tidak asing lagi di masyarakat. Berbagai program
penanggulangan terus dilakukan, namun penyakit ini masih saja menjadi
penyakit yang ditakuti oleh sebagian besar masyarakat karena kurang
memahami tentang penyakit ini yang dapat disembuhkan terdapat type lepra
yang tidak menular ke orang lain.
Gambar 2.1 Distribusi penyakit Kusta menurut WHO
Data di atas menunjukan di beberapa benua mengalami penurunan
prevalensi, namun tidak di Asia Tenggara. Bahkan terjadi kenaikan yang
signifikan. Indonesia menduduki posisi pertama penyumbang prevalensi
tersebut dan menjadi nomer 3 secara global setelah Brazil dan India.
Hal ini bukanlah suatu prestasi, namun jadi nilai merah pemerintah
Indonesia. Dihubungkan dengan kusta adalah penyakit yang biasa diidap oleh
sosio ekonomi rendah maka tergambar bahwa masyarakat Indonesia makin
banyak yang bersosioekonomi rendah. Meskipun IPM tiap tahunnya ada
kenaikan meskipun tidak signifikan. Apalagi kusta sangat erat dengan stigma.
5
Ini sangat berdampak pada produktifitas negara juga banyak yang mengidap
kusta dan akhirnya lebih memilih memasung diri di rumah agar tidak terlabel
oleh masyarakat.
Selama periode 2008-2013, angka penemuan kasus baru kusta pada
tahun 2013 merupakan yang terendah yaitu sebesar 6,79 per 100.000
penduduk. Sedangkan angka prevalensi kusta berkisar antara 0,79 hingga 0,96
per 10.000 (7,9 hingga 9,6 per 100.000 penduduk) dan telah mencapai target
< 1 per 10.000 penduduk atau < 10 per 100.000 penduduk (Profil Kesehatan
2013, Pusdatin). Dan mengalami penurunan dari tahun 2011 sebanyak 3.167
jiwa, terlihat pada grafik berikut.
Gambar 2.2 Jumlah Tren Kasus Baru Kusta Tahun 2011-2013
Sedangkan pada anak periode 2018-2013 angka penemuan kasus baru
pada tahun 2012 merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 11,40 per 100.000
penduduk. Terlihat pada grafik berikut.
Gambar 2.3 Tren proporsi dan Kasus Baru Kusta Pada Anak 0-14 Tahun 2011-2013
6
Berdasarkan bebannya, kusta dibagi menjadi 2 kelompok yaitu beban
kusta tinggi (High Burden) dan beban kusta rendah (Low Burden). Provinsi
disebut high burden jikan NCDR (new case detection rate: angka penemuan
kasus baru) >10 per 100.000 penduduk dan atau jumlah kasus baru lebih dari
1.000, sedangkan low burden jika NCDR < 10 per 100.000 penduduk dan atau
jumlah kasus baru kurang dari 1.000 kasus.
Berdasarkan tabel 1 diantara tahun 2011-2013 terlihat bahwa sebanyak
14 provinsi (42,4%) termasuk dalam beban kusta tinggi. Sedangkan 19 provinsi
lainnya (57,6%) termasuk dalam beban kusta rendah. Hampir seluruh provinsi
dibagian timur Indonesia merupakan daerah dengan beban kusta tinggi.
Gambar 2.4 Jumlah Kasus Baru Kusta dan NCDR per 100.000 penduduk per Provinsi Tahun
2011-2012
7
Sedangkan pada anak beban kusta tinggi terdapat di 11 provinsi pada
tahun 2011, 14 provinsi pada tahun 2012, dan 13 provinsi pada tahun 2013
hampir seluruhnya di provinsi bagian barat indonesia.
Gambar 2.5 Proporsi dan Kasus Baru Kusta pada anak per Provinsi Tahun 2011-2012
8
Dari grafik 3 terlihat bahwa kasus baru kusta terbanyak di provinsi Jawa
Timur (4.132 jiwa), Jawa Barat (2.180 jiwa), Jawa Tengah ( 1.765 jiwa), Papua
(1.180 jiwa) dan Sulawesi Selatan (1.172 jiwa).
Gambar 2.6 Kasus Baru Kusta Tahun 2013 Menurut Provinsi
Dari grafik berikut ini dapat dilihat bahwa jumlah penderita kusta
terbanyak terdapat di provinsi Jawa Timur baik tahun 2011-2013 dengan
penurunan 1.152 kasus, sedangkan provinsi yang mengalami kenaikan jumlah
penderita dalam kurun waktu 2011-2013 terdapat di provinsi Banten
sebanyak 202 kasus.
Gambar 2.7 Proporsi dan Tren Penderita Kusta Baru di 12 Provinsi Tahun 2011-2013
9
Pria memiliki tingkat terkena kusta dua kali lebih tinggi dari wanita.
Provinsi dengan proporsi kusta terbanyak berjenis kelamin laki-laki yaitu Jawa
Timur (23,25%), Jawa Barat (13,50%) dan Jawa Tengah (10,82%).
Gambar 2.8 Kasus Baru Kusta menurut Jenis Kelamin Per Provinsi Tahun 2013
Kusta tipe Pauci Bacilary atau disebut juga kusta kering adalah bilamana
ada bercak keputihan seperti panu dan mati rasa atau kurang merasa,
permukaan bercak kering dan kasar serta tidak berkeringat, tidak tumbuh
rambut/bulu, bercak pada kulit antara 1-5 tempat. Ada kerusakan saraf tepi
pada satu tempat, hasil pemeriksaan bakteriologis negatif (-), tipe kusta ini
tidak menular.
Gambar 2.9 Kasus Baru Kusta Tipe PB Menurut Provinsi Tahun 2013
10
Sedangkan kusta tipe Multi Bacilary atau disebut juga kusta basah
adalah bilamana bercak putih kemerahan yang tersebar satu-satu atau merata
diseluruh kulit badan, terjadi penebalan dan pembengkakan pada bercak,
bercak pada kulit lebih dari 5 tempat, kerusakan banyak saraf tepi dan
pemeriksaan bakteriologis positif (+), tipe ini sangat mudah menular.
Gambar 2.10 Kasus Baru Kusta Tipe MB Menurut Provinsi Tahun 2013
1. Distribusi Menurut Orang
Kejadian penyakit kusta menunjukkan adanya perbedaan distribusi
dapat dilihat karena faktor geografi. Namun, jika diamati dalam satu
Negara atau wilayah yang sama kondisi lingkungannya ternyata perbedaan
distribusi dapat terjadi karena faktor etnik. Di Myanmar kejadian kusta
lepromatosa lebih sering terjadi pada etnik Burma dibandingkan dengan
etnik India. Situasi di Malaysia juga mengindikasikan hal yang sama, yaitu
kejadian kusta lebih banyak pada etnik China dibandingkan etnik Melayu
atau India. Demikian pula kejadian di Indonesia, etnik Madura dan Bugis
lebih banyak menderita kusta dibandingkan etnik Jawa atau Melayu.
Penyakit kusta jarang ditemukan pada bayi. Insiden rate penyakit ini
meningkat sesuai umur dengan puncak pada umur 10-20 tahun dan
kemudian menurun. Prevalensinya juga meningkat sesuai dengan umur
11
dengan puncak antara umur 30-50 tahun dan kemudian secara perlahan-
lahan menurun.
Insiden maupun prevalensi pada laki-laki lebih banyak dari pada
wanita kecuali di Afrika dimana wanita lebih banyak daripada laki-laki.
Faktor fisiologik seperti pubertas, menopause, kehamilan, serta faktor
infeksi dan malnutrisi dapat meningkatkan perubahan klinis penyakit kusta.
2. Distribusi Menurut Tempat dan Waktu
Penyakit kusta tersebar di seluruh dunia dengan endemisitas yang
berbeda-beda. Diantara 122 negara yang endemis pada tahun 1985 dengan
prevalensi >1/10.000 penduduk, hanya tinggal 6 negara yang masih belum
mencapai eliminasi di tahun 2005 yaitu : India, Brazil, Indonesia,
Bangladesh, Congo, dan Nepal Antara tahun 1985 hingga 2005 lebih dari 15
juta penderita telah sembuh. Dan 222.367 kasus masih dalam pengobatan
pada awal tahun 2006.
Dari 10 negara dengan jumlah kasus baru terbesar di dunia,
Indonesia menempati posisi ke-3 setelah India dan Brazil. Di Indonesia,
kasus terbanyak terdapat di Jawa Timur dengan jumlah penderita kusta
terbanyak pada tahun 2011-2013 dengan penurunan 1.152 kasus,
sedangkan provinsi yang mengalami kenaikan jumlah penderita dalam
kurun waktu 2011-2013 terdapat di provinsi Banten sebanyak 202 kasus.
12
3. Determinan
Timbulnya penyakit kusta bagi seseorang tidak mudah, dan tidak
perlu di takuti. Adapun beberapa faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya kusta dipengaruhi oleh host, agent, dan environment antara lain
:
a. Faktor Daya Tahan Tubuh (host)
Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta (95%). Dari
hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 100 orang yang terpapar, 95
orang tidak menjadi sakit, 3 orang sembuh sendiri tanpa obat, dan 2
orang menjadi sakit. Hal ini belum memperhitungkan pengaruh
pengobatan.
b. Faktor Kuman (agent)
Kuman dapat hidup di luar tubuh manusia antara 1-9 hari
tergantung pada suhu atau cuaca, dan hanya kuman kusta yang utuh
(solid) saja yang dapat menimbulkan penularan.
c. Faktor Sumber Penularan (environment)
Sumber penularan adalah penderita kusta tipe Multi Baciler (MB).
Penderita MB ini pun tidak akan menularkan kusta apabila berobat
teratur. Penyakit ini dapat ditularkan melalui pernafasan (droplet) dan
kulit.
13
1. Definisi
Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya
ialah Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer
sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian
atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. (Djuanda
Adhi,2010)
2. Etiologi
Dibandingkan M.Tuberculosis, basil tahan asam Mycobacterium
leprae tidak memproduksi eksotoksin dan enzim litik. Selain itu, kuman ini
merupakan satu-satunya mikobacteria yang belum dibiakkan in vitro.
Mikobakteria ini secara primer menyerang sistem saraf tepi dan terutama
pada tipe lepromatosa, secara sekuder dapat menyerang seluruh organ
tubuh lain seperti kulit, mukosa mulut, mukosa saluran napas bagian atas,
system retikuloendoletial, mata, tulang, dan testis. Reaksi imun penderita
terhadap M.Leprae berupa reaksi imun seluler terutama pada lepra bentuk
lepromatosa. (Wim de Jong et al. 2005)
Kusta tampil dalam dua jenis bentuk klinis utama, yaitu kusta bentuk
kering tau tipe tuberkuloid, dan kusta bentuk basah, disebut juga tipe
lepromatosa. Bentuk ketiga yaitu bentuk peralihan (borderline):(Wim de
Jong et al.2005)
a. Kusta bentuk kering : tidak menular, kelainan kulit berupa bercak
keputihan sebesar uang logam atau lebih besar, sering timbul dipipi,
punggung, pantat, paha, atau lengan. Bercak tampak kering, kulit
kehilangan daya rasa sama sekali.
b. Kusta dalam bentuk basah : bentuk menular karena kumannya banyak
terdapat di selaput lendir hidung, kulit dan organ tubuh lainnya, dapat
berupa bercak kemerahan, kecil-kecil tersebar di seluruh badan, atau
berupa penebalan kulit yang luas sebagai infitrate yang tampak
mengkilap dan berminyak, dapat berupa benjoaln merah sebesar biji
14
jagung yang tersebar di badab, muka dan daun telinga. Disertai
rontoknya alis mata, menebalnya daun telinga.
c. Kusta tipe peralihan : merupakan peralihan antara kedua tipe utama.
Pengobatan tipe ini dimasukkan kedalam jenis kusta basah.
3. Manifestasi Klinis
a. Makula hipopigmentasi
b. Hiperpigmentasi
c. Eritamatosa
d. Gejala kerusakan saraf (sensorik, motorik, autonom)
e. Kerusakan jaringan (kulit, mukosa respiratorius atas, tulang-tulang jari
dan wajah)
f. Kulit kering dan alopesia
Bagan diagnosis klinis menurut WHO (1995)
Kusta PB (Pausabasilar) Kusta MB (Multibasilar)
Lesi kulit (makula
datar, papul ang
meninggi, nodus)
Kerusakan saraf
(menyebabkan
hilangnya
sensasi/kelemahan
otot yang dipersarafi
oleh saraf yang
terkena)
- 1-5 lesi
- Hipopigmentasi/eritema
- Distribusi tidak simetris
- Hilangnya sensasi yang jelas
- Hanya satu cabang saraf
- >5 lesi
- Distribusi lebih simetris
- Hilangnya sensasi kurang
jelas
- Banyak cabang saraf
Tabel 2.1 Bagan DiagnosisKlinis Sumber : WHO 1995 (Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Hal
:74)
15
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Test sensibilitas pada kulit yang mengalami kelainan.
b. Laboratorium : basil tahan asam. Diagnosa pasti apabila adanya mati
rasa dan kuman tahan asam pada kulit yang (+) positif.
c. Pengobatan kusta/leprae lamanya pengobatan tergantung dari
berbagai jenis kusta lepromatus pengobatan minimal 10 tahun, obat
yang diberikan Dapsone (DSS) (dosis 2x seminggu).
5. Penatalaksanaan
Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah menyembuhkan
pasien Kusta (Leprae) dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan
mata rantaipenularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular
kepada orang lain untuk menurunkan insiden penyakit.
Regimen pengobatan kusta di indonesia disesuaikan dengan
rekomendasi WHO (1995), yaitu program Multi Drug Therapy (MDT)
dengan kombinasi obat medikamentosa utama yang terdiri dari rifampisin,
klofazimin (Lamprene) dan DDS (Dapson/4,4-diamino-difenil-sulfon) yang
telah diterapkan sejak tahun 1981. Program MDT ini bertujuan untuk
mengatasi resistensi Dapson yang semakin meningkat, mengurangi
ketidak-taatan pasien, menurunkan angka putus obat, mengefektifkan
waktu pengobatan dan mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam
jaringan.
Regimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai dengan regimen
pengobatan yang direkomendasikan oleh WHO. Regimen tersebut adalah
sebagai berikut :
16
a. Penderita Pauci Basiler (PB)
1)Penderita Paucibaciler (PB) lesi satu
Diberikan dosis tunggal ROM.
Rifampisin Ofloxacin Minocyclin
Dewasa 50-70 kg 600 mg 400 mg 100 mg
Anak 5-14 tahun 300 mg 200 mg 50 mg
Tabel 2.2 Dosis obat penderita Paucibaciler lesi satu
Obat ditelan didepan petugas, anak dibawah 5 tahun dan ibu
hamil tidak diberikan ROM. Pengobatan sekali saja dan langsung
dinyatakan RFT (Released From Treatment=berhenti minum obat
kusta). Dalam program ini ROM yang tidak dipergunakan, penderita
satu lesi diobati dengan regimen PB selama 6 bulan.
2)Penderita Paucibaciler lesi 2-5
Dapson Rifampisin
Dewasa 100 mg/hari 600 mg/bulan, diawasi
Anak 5-14 tahun 50 mg/hari 450 mg/bulan, diawasi
Tabel 2.3 Dosis obat penderita Paucibaciler lesi 2-5
Pengobatan MDT untuk kusta tipe PB dilakukan dalam 6 dosis
minimal yang diselesaikan dalam6-9 bulan dansetelah selesai minum
6 dosis maka dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih
aktif. Menurut WHO (1995) tiak lagi dinyatakan RFT tetpi
menggunakan istilah Completion of Treatment Cure dan pasien tidak
lagi dalam pengawasan.
b. Penderita Multibaciler (MB)
Dapson Rifampisin Klofazimin
Dewasa 100 mg/hari 600 mg/bulan,
diawasi
50 mg/hari dan 300 mg/bulan,
diawasi
Anak 5-14
tahun
50 mg/hari 450 mg/bulan,
diawasi
50 mg selang sehari dan 150
mg/bulan, diawasi
Tabel 2.4 Dosis obat penderita Mulltibaciler
17
Pengobatan MDT untuk kusta tipe MB dilakukan dalam 24 dosis
yang diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan. Setelah selesai
minum 24 dosis maka dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya
masih aktif dan pemeriksaan bakteri BTA positif. Menurut WHO (1998)
pengobatan MB diberikan untuk 12 dosis yang diselesaikan dalam 12-18
bulan dan pasien langsung dinyatakan RFT.
6. Discharge Planning
a. Biasakan hidup bersih dan cuci tangan sebelum melakukan aktivitas
dan sesudah aktivitas
b. Makan makanan yang bergizi seimbang
c. Hindari penularan melalui penggunaan handuk pisau cukur secara
bersamaan
d. Kenali dan kendalikan stress emosional yang dapat memicu terjadinya
masalah kulit
e. Menghilangkan sumber penularan yaitu dengan mengobati semua
penderita.
7. Patofisiologi dan mekanisme penularan (Kusta)
Mekanisme penularan kusta yang tepat belum diketahui. Beberapa
hipotesis telah dikemukakan seperti adanya kontak dekat dan penularan
dari udara. Terdapat bukti bahwa tidak semua orang yang terinfeksi oleh
kuman Mycobacterium leprae menderita kusta, Iklim (cuaca panas dan
lembab) diet, status gizi, status sosial ekonomi dan genetik Juga ikut
berperan, setelah melalui penelitian dan pengamatan pada kelompok
penyakit kusta di keluarga tertentu. Belum diketahui pula mengapa dapat
terjadi tipe kusta yang berbeda pada setiap individu. Faktor ketidak
cukupan gizi juga diduga merupakan faktor penyebab (Menaldi, 2016).
Penyakit kusta dipercaya bahwa penularannya disebabkan oleh
kontak antara orang yang terinfeksi dengan orang sehat. Dalam penelitian
18
terhadap insiden, tingkat infeksi untuk kontak lepra lepramatosa beragam
dari 6.2 per 1000 per tahun di Cebu, Philipina hingga 55.8 per 1000 per
tahun di India Selatan (Menaldi, 2016).
Dua pintu keluar dari Micobacterium leprae dari tubuh manusia
diperkirakan adalah kulit dan mukosa hidung. Telah dibuktikan bahwa
kasus lepramatosa menunjukan adanya sejumlah organisme di dermis kulit.
Bagaimana masih belum dapat dibuktikan bahwa organism tersebut dapat
berpindah ke permukaan kulit. Walaupun telah ditemukan bakteri tahan
asam di epidermis. Walaupun terdapat laporan bahwa ditemukan bakteri
tahan asam di epitel Deskuamosa di kulit, Weddel et al melaporkan bahwa
mereka tidak menemukan bakteri tahan asam di epidermis. Dalam
penelitian terbaru Job etal menemukan adanya sejumlah Mycobacterium
leprae yang besar dilapisan keratin superficial kulit di penderita kusta
lepromatosa. Hal ini menbentuk sebuah pendugaan bahwa organisme
tersebut dapat keluar melalui kelenjar keringat (Menaldi, 2016).
Pentingnya mukosa hidung dalam penularan Mycobacterium leprae
telah ditemukan oleh Schaffer pada tahun 1898. Jumlah bakteri dari lesi
mukosa hidung pada kusta lepromatosa, menurut Shepard, antara 10.000
hingga 10.000.000 bakteri. Pedley melaporkan bahwa sebagian besar
pasien lepromatosa memperlihatkan adanya bakteri di secret hidung
penderita. Devey dan Rees mengindikasi bahwa secret hidung dari pasien
lepromatosa dapat memproduksi 10.000.000 organisme per hari (Menaldi,
2016).
Pintu masuk dari Mycobacterium leprae ke tubuh manusia masih
menjadi tanda tanya. Saat ini diperkirakan kulit dan pernafasan atas
menjadi gerbang masuknya bakteri (Menaldi, 2016).
Masa inkubasi kusta belum dapat dikemukakan. beberapa peneliti
berusaha mengukur masa inkubasi kusta, masa inkubasi kusta minimum
dilaporkan beberapa minggu, berdasarkan adanya kasus kusta pada bayi.
19
Masa inkubasi maksimum dilaporkan selama 30 tahun. Hal ini dilaporkan
berdasarkan pengamatan pada veteran perang yang pernah terekspos di
daerah endemik dan kemudian berpindah ke daerah non endemik. Secara
umum telah ditetapkan masa inkubasi rata-rata dari kusta adalah 3-5 tahun
(Menaldi, 2016).
Gambar 2.11 Patofisiologi Kusta
20
B. Web Of Causation (Jaring-jaring sebab akibat) Kusta
Hygiene
Kepadatan
Penduduk
Lingkungan Fisik :
1. Kondisi fisik
Kusta bangunanSosial
2. Ventilasi
Ekonom i PB & MB
3. Suhu
4. Kelembaban
5. Kepadatan
Pendidikan Pekerjaan hunian
Gambar 2.12 Jaring-jaring sebab akibat Kusta
Perorangan Lingkungan
Status Gizi
Pencahayaan
Imunitas Malnutrisi
21
1. Kondisi fisik bangunan : kondisi fisik bangunan rumah yang ditempati dapat
mempengaruhi status dan derajat kesehatan penghuninya, baik itu rumah
permanen, semi permanen dan non permanen.
2. Ventilasi : ventilasi rumah yang memenuhi syarat kesehatan sehingga
pertukaran oksigen didalam ruangan terjaga.
3. Suhu : suhu rumah yang terjaga serta memenuhi syarat sehingga tidak akan
mempengaruhi derajat kesehatan penghuninya.
4. Kelembaban : kelembaban rumah yang terjaga dan memenuhi syarat
sehingga tidak menjadi tempat media yang baik bagi pertumbuhan
mikroorganisme seperti bakteri.
5. Kepadatan hunian : keadaan dimana kondisi antara jumlah penghuni
dengan luas seluruh rumah seimbang, sehingga tidak mempermudah
penularan penyakit yang ditularkan lewat udara.
Lingkungan Fisik Rumah :
1. Kondisi fisik bangunan
2. Ventilasi
3. Suhu
4. Kelembaban
5. Kepadatan hunian
Penderita
Kusta
22
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN DAN SARAN
Kusta berasal dari bahasa Sensekerta, yakni khusta berarti
kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta atau lepra
disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan
kuman. Kusta adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium Leprae. Kusta menyerang berbagai bagian tubuh
diantaranya saraf dan kulit. Penyakit ini adalah tipe penyakit
granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa saluran pernafasan atas dan
lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila tidak
ditangani kusta dapat sangat pprogresif menyebabkan kerusakan pada
kulit, saraf-saraf, anggota gerak dan mata. Tidak seperti mitos yang
beredar di masyarakat, kusta tidak dapat menyebabkan pelepasan
anggota tubuh sebegitu mudahnya seperti pada penyakit tzaraath yang
digambarkan dan sering disamakan dengan kusta.
Indonesia merupakan negara ke-3 penyumbang terbesar
prevalensi. Maka banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencegahnya.
Membangun perekonomian bangsa salah satunya, ditambah
perlindungan hukum dan perlindungan hak asasi pengidap kusta haruslah
diperjuangkan.
Pemusatan pada promotif dan perventif untuk eliminasi kusta
adalah jalan keluar yang nyata.
23
DAFTAR PUSTAKA
Hafidhah Balqis (2015). Makalah Epidemiologi Penyakit Menular Kusta.
http://www.scribd.com/pdf. Diakses pada tanggal 11 Desember 2017
Hasirun (2015). Epidemiologi Kusta. https://kesmas-epidemiologi-kusta.html.
Diakses pada tanggal 11 Desember 2017
Infodatin (2013). Angka Kejadian Kusta Di Indonesia.
http://www.depkes.go.id/pdf. Diakses pada tanggal 11 Desember 2017
NIC-NOC., (2015). Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional.
Jakarta : EGC.
Nurarif, A. & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jakarta : Mediaction
Makalah Penyakit Kusta. http://eprints.undip.ac.id. Diakses pada tanggal 11
Desember 2017
Reno Ela Zaifa (2008). Konsep Orang, Waktu dan Tempat dalam Epidemiologi.
https://rhenoe.wordpress.com. Diakses pada tanggal 11 Desember 2017
WHO. (2012). WHO Expert Committee on Leprosy : Eight repot. Geneva :
WHO Press

More Related Content

What's hot

PENYAKIT KUSTA (LEPROSY)
PENYAKIT KUSTA (LEPROSY)PENYAKIT KUSTA (LEPROSY)
PENYAKIT KUSTA (LEPROSY)
Muhammad Nasrullah
 
Jurnal pengetahuan masker
Jurnal pengetahuan maskerJurnal pengetahuan masker
Jurnal pengetahuan masker
nrukmana rukmana
 
Presentasi SINOVIK
Presentasi SINOVIKPresentasi SINOVIK
Presentasi SINOVIK
rumah sakit kusta sumberglagah
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
Handoko aa
 
Proposal kti keperawatan
Proposal kti keperawatanProposal kti keperawatan
Proposal kti keperawatan
DinnurAulia
 
Hubungan pola perawatan pada anak uberkulosis paru primer dengan lama penyemb...
Hubungan pola perawatan pada anak uberkulosis paru primer dengan lama penyemb...Hubungan pola perawatan pada anak uberkulosis paru primer dengan lama penyemb...
Hubungan pola perawatan pada anak uberkulosis paru primer dengan lama penyemb...Operator Warnet Vast Raha
 
Warta Ditjen PP dan PL Edisi I Tahun 2014
Warta Ditjen PP dan PL Edisi I Tahun 2014Warta Ditjen PP dan PL Edisi I Tahun 2014
Warta Ditjen PP dan PL Edisi I Tahun 2014
Ditjen P2P Kemenkes
 
Buku pneumonia covid 19 pdpi 2020
Buku pneumonia covid 19  pdpi 2020Buku pneumonia covid 19  pdpi 2020
Buku pneumonia covid 19 pdpi 2020
Surya Amal
 
Bab i
Bab iBab i
Hubungan pemberian imunisasi bcg dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak ...
Hubungan pemberian imunisasi bcg dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak ...Hubungan pemberian imunisasi bcg dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak ...
Hubungan pemberian imunisasi bcg dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak ...Operator Warnet Vast Raha
 
Ayo cegah kusta
Ayo cegah kustaAyo cegah kusta
Ayo cegah kusta
ari panggulu
 
Makalah imunisasi
Makalah imunisasiMakalah imunisasi
Makalah imunisasi
dedi supardi
 
Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014
Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014
Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014
Ditjen P2P Kemenkes
 
Epidemiologi klp1
Epidemiologi klp1Epidemiologi klp1
Epidemiologi klp1
Suchi Purwantydj Gogi
 
Bab 1 2 uda siap
Bab 1 2 uda siapBab 1 2 uda siap
Bab 1 2 uda siap
Borkatt Parsobar
 
Nl.edisi 3.2013
Nl.edisi 3.2013Nl.edisi 3.2013
Nl.edisi 3.2013
humasditjenppdanpl
 
6. memerangi hiv
6. memerangi hiv6. memerangi hiv
6. memerangi hiv
Jenita 'Nytha' Pangku
 
Hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi polio dengan tingka...
Hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi polio dengan tingka...Hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi polio dengan tingka...
Hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi polio dengan tingka...Operator Warnet Vast Raha
 
LEPROSY
LEPROSYLEPROSY
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENINGKATAN ANGKA PENDERITA HIV/AIDS
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENINGKATAN ANGKA PENDERITA HIV/AIDSFAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENINGKATAN ANGKA PENDERITA HIV/AIDS
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENINGKATAN ANGKA PENDERITA HIV/AIDS
Yakup, Jecko Tamaka
 

What's hot (20)

PENYAKIT KUSTA (LEPROSY)
PENYAKIT KUSTA (LEPROSY)PENYAKIT KUSTA (LEPROSY)
PENYAKIT KUSTA (LEPROSY)
 
Jurnal pengetahuan masker
Jurnal pengetahuan maskerJurnal pengetahuan masker
Jurnal pengetahuan masker
 
Presentasi SINOVIK
Presentasi SINOVIKPresentasi SINOVIK
Presentasi SINOVIK
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Proposal kti keperawatan
Proposal kti keperawatanProposal kti keperawatan
Proposal kti keperawatan
 
Hubungan pola perawatan pada anak uberkulosis paru primer dengan lama penyemb...
Hubungan pola perawatan pada anak uberkulosis paru primer dengan lama penyemb...Hubungan pola perawatan pada anak uberkulosis paru primer dengan lama penyemb...
Hubungan pola perawatan pada anak uberkulosis paru primer dengan lama penyemb...
 
Warta Ditjen PP dan PL Edisi I Tahun 2014
Warta Ditjen PP dan PL Edisi I Tahun 2014Warta Ditjen PP dan PL Edisi I Tahun 2014
Warta Ditjen PP dan PL Edisi I Tahun 2014
 
Buku pneumonia covid 19 pdpi 2020
Buku pneumonia covid 19  pdpi 2020Buku pneumonia covid 19  pdpi 2020
Buku pneumonia covid 19 pdpi 2020
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Hubungan pemberian imunisasi bcg dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak ...
Hubungan pemberian imunisasi bcg dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak ...Hubungan pemberian imunisasi bcg dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak ...
Hubungan pemberian imunisasi bcg dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak ...
 
Ayo cegah kusta
Ayo cegah kustaAyo cegah kusta
Ayo cegah kusta
 
Makalah imunisasi
Makalah imunisasiMakalah imunisasi
Makalah imunisasi
 
Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014
Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014
Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014
 
Epidemiologi klp1
Epidemiologi klp1Epidemiologi klp1
Epidemiologi klp1
 
Bab 1 2 uda siap
Bab 1 2 uda siapBab 1 2 uda siap
Bab 1 2 uda siap
 
Nl.edisi 3.2013
Nl.edisi 3.2013Nl.edisi 3.2013
Nl.edisi 3.2013
 
6. memerangi hiv
6. memerangi hiv6. memerangi hiv
6. memerangi hiv
 
Hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi polio dengan tingka...
Hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi polio dengan tingka...Hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi polio dengan tingka...
Hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi polio dengan tingka...
 
LEPROSY
LEPROSYLEPROSY
LEPROSY
 
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENINGKATAN ANGKA PENDERITA HIV/AIDS
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENINGKATAN ANGKA PENDERITA HIV/AIDSFAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENINGKATAN ANGKA PENDERITA HIV/AIDS
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENINGKATAN ANGKA PENDERITA HIV/AIDS
 

Similar to Tugas epidemiologi (laksmi nurul suci)

86646107 case-control
86646107 case-control86646107 case-control
86646107 case-control
homeworkping3
 
MAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docx
MAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docxMAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docx
MAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docx
JessicaConstantia
 
makalah komunitas REGINA.docx
makalah komunitas REGINA.docxmakalah komunitas REGINA.docx
makalah komunitas REGINA.docx
AyuAndira59
 
Case DF.docx
Case DF.docxCase DF.docx
Case DF.docx
nurulhidayah887063
 
United multisectoral actions to fight drug-resistant TB in Indonesia: Dr Erli...
United multisectoral actions to fight drug-resistant TB in Indonesia: Dr Erli...United multisectoral actions to fight drug-resistant TB in Indonesia: Dr Erli...
United multisectoral actions to fight drug-resistant TB in Indonesia: Dr Erli...
CNS www.citizen-news.org
 
BUKU PANDUAN KUSTA FRAMBUSIA - PKK.pdf
BUKU PANDUAN KUSTA FRAMBUSIA -  PKK.pdfBUKU PANDUAN KUSTA FRAMBUSIA -  PKK.pdf
BUKU PANDUAN KUSTA FRAMBUSIA - PKK.pdf
hermanto dr
 
BUKU PANDUAN KUSTA FRAMBUSIA - PKK.pdf
BUKU PANDUAN KUSTA FRAMBUSIA -  PKK.pdfBUKU PANDUAN KUSTA FRAMBUSIA -  PKK.pdf
BUKU PANDUAN KUSTA FRAMBUSIA - PKK.pdf
ImPutri
 
MATERI penaggulangan dbd - dr Asik Surya MPPM_2.pdf
MATERI  penaggulangan dbd - dr Asik Surya MPPM_2.pdfMATERI  penaggulangan dbd - dr Asik Surya MPPM_2.pdf
MATERI penaggulangan dbd - dr Asik Surya MPPM_2.pdf
igdsadikin
 
Faktor resiko dan upaya pencegahan
Faktor resiko dan upaya pencegahan Faktor resiko dan upaya pencegahan
Faktor resiko dan upaya pencegahan
iradatul aini
 
Dengue Fever.pptx
Dengue Fever.pptxDengue Fever.pptx
Dengue Fever.pptx
RimaAmalia14
 
demam berdarah dengue
demam berdarah denguedemam berdarah dengue
demam berdarah dengue
MellyniaYuniarti
 
Contoh Buku Skrap Tentang PENYAKIT BERJANGKIT
Contoh Buku Skrap Tentang PENYAKIT BERJANGKITContoh Buku Skrap Tentang PENYAKIT BERJANGKIT
Contoh Buku Skrap Tentang PENYAKIT BERJANGKIT
010907
 
Pentingnya Satu Kesehatan Dalam Mengembangkan Ketahanan Kesehatan Global dan ...
Pentingnya Satu Kesehatan Dalam Mengembangkan Ketahanan Kesehatan Global dan ...Pentingnya Satu Kesehatan Dalam Mengembangkan Ketahanan Kesehatan Global dan ...
Pentingnya Satu Kesehatan Dalam Mengembangkan Ketahanan Kesehatan Global dan ...
Tata Naipospos
 
59022671 bab-i-sd-v
59022671 bab-i-sd-v59022671 bab-i-sd-v
59022671 bab-i-sd-v
Kartikasari Irdan
 
Jurnal pengetahuan masker
Jurnal pengetahuan maskerJurnal pengetahuan masker
Jurnal pengetahuan masker
nrukmana rukmana
 
Laporan pkm fogging
Laporan pkm foggingLaporan pkm fogging
Laporan pkm fogging
iankurniawan019
 
JURNAL DETERMINAN PENYAKIT KUSTA_SRI WAHYUNI.pdf
JURNAL DETERMINAN PENYAKIT KUSTA_SRI WAHYUNI.pdfJURNAL DETERMINAN PENYAKIT KUSTA_SRI WAHYUNI.pdf
JURNAL DETERMINAN PENYAKIT KUSTA_SRI WAHYUNI.pdf
sriwahyuni25836
 
Surveilans TBC
Surveilans TBC Surveilans TBC
Surveilans TBC
Riri Santu
 
Kelompok 3 Mitigasi Bencana (DBD) (1).pptx
Kelompok 3 Mitigasi Bencana (DBD) (1).pptxKelompok 3 Mitigasi Bencana (DBD) (1).pptx
Kelompok 3 Mitigasi Bencana (DBD) (1).pptx
athika5
 

Similar to Tugas epidemiologi (laksmi nurul suci) (20)

86646107 case-control
86646107 case-control86646107 case-control
86646107 case-control
 
MAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docx
MAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docxMAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docx
MAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docx
 
makalah komunitas REGINA.docx
makalah komunitas REGINA.docxmakalah komunitas REGINA.docx
makalah komunitas REGINA.docx
 
Case DF.docx
Case DF.docxCase DF.docx
Case DF.docx
 
United multisectoral actions to fight drug-resistant TB in Indonesia: Dr Erli...
United multisectoral actions to fight drug-resistant TB in Indonesia: Dr Erli...United multisectoral actions to fight drug-resistant TB in Indonesia: Dr Erli...
United multisectoral actions to fight drug-resistant TB in Indonesia: Dr Erli...
 
BUKU PANDUAN KUSTA FRAMBUSIA - PKK.pdf
BUKU PANDUAN KUSTA FRAMBUSIA -  PKK.pdfBUKU PANDUAN KUSTA FRAMBUSIA -  PKK.pdf
BUKU PANDUAN KUSTA FRAMBUSIA - PKK.pdf
 
BUKU PANDUAN KUSTA FRAMBUSIA - PKK.pdf
BUKU PANDUAN KUSTA FRAMBUSIA -  PKK.pdfBUKU PANDUAN KUSTA FRAMBUSIA -  PKK.pdf
BUKU PANDUAN KUSTA FRAMBUSIA - PKK.pdf
 
MATERI penaggulangan dbd - dr Asik Surya MPPM_2.pdf
MATERI  penaggulangan dbd - dr Asik Surya MPPM_2.pdfMATERI  penaggulangan dbd - dr Asik Surya MPPM_2.pdf
MATERI penaggulangan dbd - dr Asik Surya MPPM_2.pdf
 
Faktor resiko dan upaya pencegahan
Faktor resiko dan upaya pencegahan Faktor resiko dan upaya pencegahan
Faktor resiko dan upaya pencegahan
 
Dengue Fever.pptx
Dengue Fever.pptxDengue Fever.pptx
Dengue Fever.pptx
 
demam berdarah dengue
demam berdarah denguedemam berdarah dengue
demam berdarah dengue
 
Contoh Buku Skrap Tentang PENYAKIT BERJANGKIT
Contoh Buku Skrap Tentang PENYAKIT BERJANGKITContoh Buku Skrap Tentang PENYAKIT BERJANGKIT
Contoh Buku Skrap Tentang PENYAKIT BERJANGKIT
 
Pentingnya Satu Kesehatan Dalam Mengembangkan Ketahanan Kesehatan Global dan ...
Pentingnya Satu Kesehatan Dalam Mengembangkan Ketahanan Kesehatan Global dan ...Pentingnya Satu Kesehatan Dalam Mengembangkan Ketahanan Kesehatan Global dan ...
Pentingnya Satu Kesehatan Dalam Mengembangkan Ketahanan Kesehatan Global dan ...
 
59022671 bab-i-sd-v
59022671 bab-i-sd-v59022671 bab-i-sd-v
59022671 bab-i-sd-v
 
Jurnal pengetahuan masker
Jurnal pengetahuan maskerJurnal pengetahuan masker
Jurnal pengetahuan masker
 
Laporan pkm fogging
Laporan pkm foggingLaporan pkm fogging
Laporan pkm fogging
 
JURNAL DETERMINAN PENYAKIT KUSTA_SRI WAHYUNI.pdf
JURNAL DETERMINAN PENYAKIT KUSTA_SRI WAHYUNI.pdfJURNAL DETERMINAN PENYAKIT KUSTA_SRI WAHYUNI.pdf
JURNAL DETERMINAN PENYAKIT KUSTA_SRI WAHYUNI.pdf
 
Surveilans TBC
Surveilans TBC Surveilans TBC
Surveilans TBC
 
Kelompok 3 Mitigasi Bencana (DBD) (1).pptx
Kelompok 3 Mitigasi Bencana (DBD) (1).pptxKelompok 3 Mitigasi Bencana (DBD) (1).pptx
Kelompok 3 Mitigasi Bencana (DBD) (1).pptx
 
148130910 ppt-ispa
148130910 ppt-ispa148130910 ppt-ispa
148130910 ppt-ispa
 

Recently uploaded

PPT Mekflu power point mekanika fluida .pptx
PPT Mekflu power point mekanika fluida .pptxPPT Mekflu power point mekanika fluida .pptx
PPT Mekflu power point mekanika fluida .pptx
riopriangga
 
WA 081388333722 Jual Dildo Penis IKat Pinggang Di Surabaya Cod
WA 081388333722 Jual Dildo Penis IKat Pinggang Di Surabaya CodWA 081388333722 Jual Dildo Penis IKat Pinggang Di Surabaya Cod
WA 081388333722 Jual Dildo Penis IKat Pinggang Di Surabaya Cod
ajongshopp
 
Pedoman BOS Kinerja Sekolah Prestasi Tahun 2024.pdf
Pedoman BOS Kinerja Sekolah Prestasi Tahun 2024.pdfPedoman BOS Kinerja Sekolah Prestasi Tahun 2024.pdf
Pedoman BOS Kinerja Sekolah Prestasi Tahun 2024.pdf
sigitpurwanto62
 
1.1.d.2. Refleksi - Framework dan Model-model Refleksi.pdf
1.1.d.2. Refleksi - Framework dan Model-model Refleksi.pdf1.1.d.2. Refleksi - Framework dan Model-model Refleksi.pdf
1.1.d.2. Refleksi - Framework dan Model-model Refleksi.pdf
sonymoita41
 
Presentation1.pptxhdhdhdhhdhhdhhddddddddddddddd
Presentation1.pptxhdhdhdhhdhhdhhdddddddddddddddPresentation1.pptxhdhdhdhhdhhdhhddddddddddddddd
Presentation1.pptxhdhdhdhhdhhdhhddddddddddddddd
enzianamaharani
 
Makalah Bahasa Arab. Inna waahwa Tuha .Kelompok 4
Makalah Bahasa Arab. Inna waahwa Tuha .Kelompok 4Makalah Bahasa Arab. Inna waahwa Tuha .Kelompok 4
Makalah Bahasa Arab. Inna waahwa Tuha .Kelompok 4
renaldifebriansyahed
 
Wen4D Daftar Situs Slot Gacor Gampang Maxwin Terbaru Hari Ini
Wen4D Daftar Situs Slot Gacor Gampang Maxwin Terbaru Hari IniWen4D Daftar Situs Slot Gacor Gampang Maxwin Terbaru Hari Ini
Wen4D Daftar Situs Slot Gacor Gampang Maxwin Terbaru Hari Ini
Wen4D
 

Recently uploaded (7)

PPT Mekflu power point mekanika fluida .pptx
PPT Mekflu power point mekanika fluida .pptxPPT Mekflu power point mekanika fluida .pptx
PPT Mekflu power point mekanika fluida .pptx
 
WA 081388333722 Jual Dildo Penis IKat Pinggang Di Surabaya Cod
WA 081388333722 Jual Dildo Penis IKat Pinggang Di Surabaya CodWA 081388333722 Jual Dildo Penis IKat Pinggang Di Surabaya Cod
WA 081388333722 Jual Dildo Penis IKat Pinggang Di Surabaya Cod
 
Pedoman BOS Kinerja Sekolah Prestasi Tahun 2024.pdf
Pedoman BOS Kinerja Sekolah Prestasi Tahun 2024.pdfPedoman BOS Kinerja Sekolah Prestasi Tahun 2024.pdf
Pedoman BOS Kinerja Sekolah Prestasi Tahun 2024.pdf
 
1.1.d.2. Refleksi - Framework dan Model-model Refleksi.pdf
1.1.d.2. Refleksi - Framework dan Model-model Refleksi.pdf1.1.d.2. Refleksi - Framework dan Model-model Refleksi.pdf
1.1.d.2. Refleksi - Framework dan Model-model Refleksi.pdf
 
Presentation1.pptxhdhdhdhhdhhdhhddddddddddddddd
Presentation1.pptxhdhdhdhhdhhdhhdddddddddddddddPresentation1.pptxhdhdhdhhdhhdhhddddddddddddddd
Presentation1.pptxhdhdhdhhdhhdhhddddddddddddddd
 
Makalah Bahasa Arab. Inna waahwa Tuha .Kelompok 4
Makalah Bahasa Arab. Inna waahwa Tuha .Kelompok 4Makalah Bahasa Arab. Inna waahwa Tuha .Kelompok 4
Makalah Bahasa Arab. Inna waahwa Tuha .Kelompok 4
 
Wen4D Daftar Situs Slot Gacor Gampang Maxwin Terbaru Hari Ini
Wen4D Daftar Situs Slot Gacor Gampang Maxwin Terbaru Hari IniWen4D Daftar Situs Slot Gacor Gampang Maxwin Terbaru Hari Ini
Wen4D Daftar Situs Slot Gacor Gampang Maxwin Terbaru Hari Ini
 

Tugas epidemiologi (laksmi nurul suci)

  • 1. MAKALAH EPIDEMIOLOGI EPIDEMIOLOGI DESKRIPTIF KUSTA diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Epidemiologi Disusun Oleh : Nama : LaksmiNurul Suci Nim : 4002170112 PROGRAM STUDI PASCA SARJANA ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA BANDUNG 2017
  • 2. i KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Berkat karunianya, kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini yang berjudul Epidemiologi Deskriptif Kusta. Dimana makalah ini sebagai salah satu persyaratan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Epidemiologi. Dalam penyusunan makalah ini tentu banyak kesalahan – keselahan yang terkandung didalamnya baik dari segi penulisan, isinya maupun kata – katanya, maka dari itu kami mohon kritik dan sarannya dari Bapak dan Ibu dosen demi perbaikan makalah - makalah kami diedisi berikutnya. Terakhir, kami ucapkan terimakasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini, dan kami ucapkan terimakasih kepada Bapak dan Ibu dosen atas bimbingan dan dukungannya selama ini, kami pun mengucapkan terima kasih kepada para penulis yang tulisannya kami kutip sebagai bahan makalah kami. Kami harap makalah ini dapat membantu kita semua dalam proses pembelajaran. Bandung, 11 Desember 2017 Penulis
  • 3. ii DAFTAR ISI HALAMAN KATAPENGANTAR ....................................................................................................................................i DAFTAR ISI .............................................................................................................................................ii DAFTAR TABEL .......................................................................................................................................iii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang..................................................................................................................................1 B. Tujuan Penelitian ..............................................................................................................................2 1. Tujuan Umum ............................................................................................................................2 2. Tujuan Khusus ............................................................................................................................2 C. Manfaat Penelitian............................................................................................................................2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Epidemiologi Deskriptif .....................................................................................................................3 B. Jaring-jaring sebab akibat ................................................................................................................20 BAB III PENUTUP
  • 4. iii A. Kesimpulan dan Saran .....................................................................................................................22 DAFTAR PUSTAKA
  • 5. iv DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Bagan Diagnosis Klinis Sumber : WHO 1995 Tabel 2.2 Dosis obat penderita Paucibaciler lesi satu Tabel 2.3 Dosis obat penderita Paucibaciler lesi 2-5 Tabel 2.4 Dosis obat penderita Mulltibaciler
  • 6. v DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Penyebaran Kusta di dunia (WHO,2012) Gambar 2.1 Distribusi penyakit Kusta menurut WHO Gambar 2.2 Jumlah Tren Kasus Baru Kusta Tahun 2011-2013 Gambar 2.3 Tren proporsi dan Kasus Baru Kusta Pada Anak 0-14 Tahun 2011-2013 Gambar 2.4 Jumlah Kasus Baru Kusta dan NCDR per 100.000 penduduk per Provinsi Tahun 2011-2012 Gambar 2.5 Proporsi dan Kasus Baru Kusta pada anak per Provinsi Tahun 2011-2012 Gambar 2.6 Kasus Baru Kusta Tahun 2013 Menurut Provinsi Gambar 2.7 Proporsi dan Tren Penderita Kusta Baru di 12 Provinsi Tahun 2011-2013 Gambar 2.8 Kasus Baru Kusta menurut Jenis Kelamin Per Provinsi Tahun 2013 Gambar 2.9 Kasus Baru Kusta Tipe PB Menurut Provinsi Tahun 2013 Gambar 2.10 Kasus Baru Kusta Tipe MB Menurut Provinsi Tahun 2013 Gambar 2.11 Patofisiologi Kusta Gambar 2.12 Jaring-jaring sebab akibat Kusta
  • 7. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak setiap warga negara indonesia yang termaktub pada UUD NRI 1945 pada Pasal 28H (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Hal ini menjelaskan betapa pentingnya kesehatan bagi suatu negara, kemajuan suatu negara dapat dilihat dari Indeks Pembanguan Manusia yang diukur oleh 3 variabel yaitu pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. IPM Indonesia berada pada urutan ke 108 dari 187 negara dengan nilai 0.684 (UNDP,2013). Gambar 1.1 Penyebaran Kusta di dunia (WHO,2012) Indonesia sebagai negara berpenduduk 237.641.326 jiwa (Sensus Penduduk, 2010) yang akan di prediksi mengapi bonus demografi pada tahun 2020-2035 haruslah menjaga produktifitas masyarakatnya. Produktifitas tanpa kesehatan tak akan ada artinya. Indonesia merupakan negara dengan letak geografis yang stategis. Dengan iklim yang dimana banyak virus atau bakteri dapat berkembang dengan baik. Maka tidak heran Indonesia merupakan negara dengan tingkat prevalensi penyakit menular yang banyak. Sebanyak 11 dari 20 jenis Neglected Tropical Disease (NTD) terdapat di Indonesia, yaitu
  • 8. 2 Filariasis, Kecacingan, Schistosomiasis, Dengue Haemorrhagic Fever (DHF), Rabies, Frambusia, Lepra, Japanese B. Encephalitis, Cysticercosis, Fasciolopsis, dan Anthrax. Salah satunya adalah kusta. Kusta atau juga biasa disebut dengan Morbus Hansen dengan segala faktor penyebarannya membuat Indonesia menjadi negara ke-3 dengan prevalensi kusta tertinggi setelah (WHO,2012) dengan provinsi Jawa Timur mendominasi sumbangan kasus sebanyak 4.132 (Pusdatin,2013). Kusta ini sebenarnya dapat disembuhkan jika diagnosis dilakukan lebih dini, sehinga pencegahan dilakukan untuk mencegah kecacatan akibat kusta yang biasanya menyebabkan stigma di masyarakat (WHO,2012). Rapor merah pemerintah Indonesia yang harus diperjuangkan yaitu menurunkan penyakit menular agar bisa fokus pada pengembangan negara di aspek lainnya. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Memberikan gambaran umum tentang epidemiologi Kusta 2. Tujuan Khusus a. Menjadi pembelajaran pembaca b. Sebagai acuan pembuatan program kesehatan mengenai kusta C. Manfaat 1. Masyarakat Menjadi referensi penulisan dan ilmu pengetahuan 2. Penulis Sebagai media pengembangan diri dan mengasah kemampuan menulis
  • 9. 3 BAB II ISI A. Epidemiologi Deskriptif Kusta adalah suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium Leprae yang menyerang syaraf tepi, kulit, mukosa pada saluran pernapasan atas dan jaringan tubuh lainnya. Penyakit ini telah dikenal hampir 2000 tahun Sebelum Masehi. Hal ini dapat diketahui dari peninggalan sejarah Mesir. Di India istilah Kusta dikenal dari kitab Weda tahun 600 SM dan di Cina tahun 400 SM. Pada waktu itu, masyarakat mengenal kusta sebagai penyakit yang menular, yang menyebabkan kecacatan dan tidak dapat disembuhkan. Di eropa, kusta pertama kali muncul dalam catatan Yunani kuni setelah tentara Alexander Agung kembali dari India. Kemudian di Roma pada 62 SM bertepatan dengan kembalinya pasukan pompei dari Asia kecil. Kuman penyebab kusta ditemukan oleh Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1873, maka mulailah era perkembangan baru untuk mencari obat anti kusta dan usaha dalam penanggulangannya. Di Indonesia, Dr. Sitanala telah mempelopori perubahan sistem pengobatan yang tadinya dilakukan secara isolasi, secara bertahap dilakukan dengan pengobatan berjalan. DDS digunakan sebagai pengobatan penderita kusta pada tahun 1951. Pada tahun 1969 pemberantasan penyakit kusta mulai diintegrasikan di Puskesmas dan sejak tahun 1982 Indonesia mulai melakukan obat Kombinasi Multidrug Therapy (MDT) sesuai dengan rekomendasi WHO. Di Indonesia, selama periode 2008-2009, angka penemuan kasus baru kusta tahun 2013 merupakan yang terendah yaitu sebesar 6,79 per 100.000 penduduk. Sedangkan prevalensi kusta berkisar antara 0,79 hingga 0,98 per 10.000 dan telah mencapai target < 1 per 10.000 penduduk.
  • 10. 4 Namun, kusta merupakan Permasalahan penyakit kusta ini merupakan permasalahan yang sangat kompleks yang membutuhkan penanganan secara komprehensif. Masalah yang dihadapi bukan dari sisi medis saja tetapi juga masalah psikososial sebagai akibat yang ditumbulkan olh penyakit ini. Penyakit ini sudah tidak asing lagi di masyarakat. Berbagai program penanggulangan terus dilakukan, namun penyakit ini masih saja menjadi penyakit yang ditakuti oleh sebagian besar masyarakat karena kurang memahami tentang penyakit ini yang dapat disembuhkan terdapat type lepra yang tidak menular ke orang lain. Gambar 2.1 Distribusi penyakit Kusta menurut WHO Data di atas menunjukan di beberapa benua mengalami penurunan prevalensi, namun tidak di Asia Tenggara. Bahkan terjadi kenaikan yang signifikan. Indonesia menduduki posisi pertama penyumbang prevalensi tersebut dan menjadi nomer 3 secara global setelah Brazil dan India. Hal ini bukanlah suatu prestasi, namun jadi nilai merah pemerintah Indonesia. Dihubungkan dengan kusta adalah penyakit yang biasa diidap oleh sosio ekonomi rendah maka tergambar bahwa masyarakat Indonesia makin banyak yang bersosioekonomi rendah. Meskipun IPM tiap tahunnya ada kenaikan meskipun tidak signifikan. Apalagi kusta sangat erat dengan stigma.
  • 11. 5 Ini sangat berdampak pada produktifitas negara juga banyak yang mengidap kusta dan akhirnya lebih memilih memasung diri di rumah agar tidak terlabel oleh masyarakat. Selama periode 2008-2013, angka penemuan kasus baru kusta pada tahun 2013 merupakan yang terendah yaitu sebesar 6,79 per 100.000 penduduk. Sedangkan angka prevalensi kusta berkisar antara 0,79 hingga 0,96 per 10.000 (7,9 hingga 9,6 per 100.000 penduduk) dan telah mencapai target < 1 per 10.000 penduduk atau < 10 per 100.000 penduduk (Profil Kesehatan 2013, Pusdatin). Dan mengalami penurunan dari tahun 2011 sebanyak 3.167 jiwa, terlihat pada grafik berikut. Gambar 2.2 Jumlah Tren Kasus Baru Kusta Tahun 2011-2013 Sedangkan pada anak periode 2018-2013 angka penemuan kasus baru pada tahun 2012 merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 11,40 per 100.000 penduduk. Terlihat pada grafik berikut. Gambar 2.3 Tren proporsi dan Kasus Baru Kusta Pada Anak 0-14 Tahun 2011-2013
  • 12. 6 Berdasarkan bebannya, kusta dibagi menjadi 2 kelompok yaitu beban kusta tinggi (High Burden) dan beban kusta rendah (Low Burden). Provinsi disebut high burden jikan NCDR (new case detection rate: angka penemuan kasus baru) >10 per 100.000 penduduk dan atau jumlah kasus baru lebih dari 1.000, sedangkan low burden jika NCDR < 10 per 100.000 penduduk dan atau jumlah kasus baru kurang dari 1.000 kasus. Berdasarkan tabel 1 diantara tahun 2011-2013 terlihat bahwa sebanyak 14 provinsi (42,4%) termasuk dalam beban kusta tinggi. Sedangkan 19 provinsi lainnya (57,6%) termasuk dalam beban kusta rendah. Hampir seluruh provinsi dibagian timur Indonesia merupakan daerah dengan beban kusta tinggi. Gambar 2.4 Jumlah Kasus Baru Kusta dan NCDR per 100.000 penduduk per Provinsi Tahun 2011-2012
  • 13. 7 Sedangkan pada anak beban kusta tinggi terdapat di 11 provinsi pada tahun 2011, 14 provinsi pada tahun 2012, dan 13 provinsi pada tahun 2013 hampir seluruhnya di provinsi bagian barat indonesia. Gambar 2.5 Proporsi dan Kasus Baru Kusta pada anak per Provinsi Tahun 2011-2012
  • 14. 8 Dari grafik 3 terlihat bahwa kasus baru kusta terbanyak di provinsi Jawa Timur (4.132 jiwa), Jawa Barat (2.180 jiwa), Jawa Tengah ( 1.765 jiwa), Papua (1.180 jiwa) dan Sulawesi Selatan (1.172 jiwa). Gambar 2.6 Kasus Baru Kusta Tahun 2013 Menurut Provinsi Dari grafik berikut ini dapat dilihat bahwa jumlah penderita kusta terbanyak terdapat di provinsi Jawa Timur baik tahun 2011-2013 dengan penurunan 1.152 kasus, sedangkan provinsi yang mengalami kenaikan jumlah penderita dalam kurun waktu 2011-2013 terdapat di provinsi Banten sebanyak 202 kasus. Gambar 2.7 Proporsi dan Tren Penderita Kusta Baru di 12 Provinsi Tahun 2011-2013
  • 15. 9 Pria memiliki tingkat terkena kusta dua kali lebih tinggi dari wanita. Provinsi dengan proporsi kusta terbanyak berjenis kelamin laki-laki yaitu Jawa Timur (23,25%), Jawa Barat (13,50%) dan Jawa Tengah (10,82%). Gambar 2.8 Kasus Baru Kusta menurut Jenis Kelamin Per Provinsi Tahun 2013 Kusta tipe Pauci Bacilary atau disebut juga kusta kering adalah bilamana ada bercak keputihan seperti panu dan mati rasa atau kurang merasa, permukaan bercak kering dan kasar serta tidak berkeringat, tidak tumbuh rambut/bulu, bercak pada kulit antara 1-5 tempat. Ada kerusakan saraf tepi pada satu tempat, hasil pemeriksaan bakteriologis negatif (-), tipe kusta ini tidak menular. Gambar 2.9 Kasus Baru Kusta Tipe PB Menurut Provinsi Tahun 2013
  • 16. 10 Sedangkan kusta tipe Multi Bacilary atau disebut juga kusta basah adalah bilamana bercak putih kemerahan yang tersebar satu-satu atau merata diseluruh kulit badan, terjadi penebalan dan pembengkakan pada bercak, bercak pada kulit lebih dari 5 tempat, kerusakan banyak saraf tepi dan pemeriksaan bakteriologis positif (+), tipe ini sangat mudah menular. Gambar 2.10 Kasus Baru Kusta Tipe MB Menurut Provinsi Tahun 2013 1. Distribusi Menurut Orang Kejadian penyakit kusta menunjukkan adanya perbedaan distribusi dapat dilihat karena faktor geografi. Namun, jika diamati dalam satu Negara atau wilayah yang sama kondisi lingkungannya ternyata perbedaan distribusi dapat terjadi karena faktor etnik. Di Myanmar kejadian kusta lepromatosa lebih sering terjadi pada etnik Burma dibandingkan dengan etnik India. Situasi di Malaysia juga mengindikasikan hal yang sama, yaitu kejadian kusta lebih banyak pada etnik China dibandingkan etnik Melayu atau India. Demikian pula kejadian di Indonesia, etnik Madura dan Bugis lebih banyak menderita kusta dibandingkan etnik Jawa atau Melayu. Penyakit kusta jarang ditemukan pada bayi. Insiden rate penyakit ini meningkat sesuai umur dengan puncak pada umur 10-20 tahun dan kemudian menurun. Prevalensinya juga meningkat sesuai dengan umur
  • 17. 11 dengan puncak antara umur 30-50 tahun dan kemudian secara perlahan- lahan menurun. Insiden maupun prevalensi pada laki-laki lebih banyak dari pada wanita kecuali di Afrika dimana wanita lebih banyak daripada laki-laki. Faktor fisiologik seperti pubertas, menopause, kehamilan, serta faktor infeksi dan malnutrisi dapat meningkatkan perubahan klinis penyakit kusta. 2. Distribusi Menurut Tempat dan Waktu Penyakit kusta tersebar di seluruh dunia dengan endemisitas yang berbeda-beda. Diantara 122 negara yang endemis pada tahun 1985 dengan prevalensi >1/10.000 penduduk, hanya tinggal 6 negara yang masih belum mencapai eliminasi di tahun 2005 yaitu : India, Brazil, Indonesia, Bangladesh, Congo, dan Nepal Antara tahun 1985 hingga 2005 lebih dari 15 juta penderita telah sembuh. Dan 222.367 kasus masih dalam pengobatan pada awal tahun 2006. Dari 10 negara dengan jumlah kasus baru terbesar di dunia, Indonesia menempati posisi ke-3 setelah India dan Brazil. Di Indonesia, kasus terbanyak terdapat di Jawa Timur dengan jumlah penderita kusta terbanyak pada tahun 2011-2013 dengan penurunan 1.152 kasus, sedangkan provinsi yang mengalami kenaikan jumlah penderita dalam kurun waktu 2011-2013 terdapat di provinsi Banten sebanyak 202 kasus.
  • 18. 12 3. Determinan Timbulnya penyakit kusta bagi seseorang tidak mudah, dan tidak perlu di takuti. Adapun beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kusta dipengaruhi oleh host, agent, dan environment antara lain : a. Faktor Daya Tahan Tubuh (host) Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta (95%). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 100 orang yang terpapar, 95 orang tidak menjadi sakit, 3 orang sembuh sendiri tanpa obat, dan 2 orang menjadi sakit. Hal ini belum memperhitungkan pengaruh pengobatan. b. Faktor Kuman (agent) Kuman dapat hidup di luar tubuh manusia antara 1-9 hari tergantung pada suhu atau cuaca, dan hanya kuman kusta yang utuh (solid) saja yang dapat menimbulkan penularan. c. Faktor Sumber Penularan (environment) Sumber penularan adalah penderita kusta tipe Multi Baciler (MB). Penderita MB ini pun tidak akan menularkan kusta apabila berobat teratur. Penyakit ini dapat ditularkan melalui pernafasan (droplet) dan kulit.
  • 19. 13 1. Definisi Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. (Djuanda Adhi,2010) 2. Etiologi Dibandingkan M.Tuberculosis, basil tahan asam Mycobacterium leprae tidak memproduksi eksotoksin dan enzim litik. Selain itu, kuman ini merupakan satu-satunya mikobacteria yang belum dibiakkan in vitro. Mikobakteria ini secara primer menyerang sistem saraf tepi dan terutama pada tipe lepromatosa, secara sekuder dapat menyerang seluruh organ tubuh lain seperti kulit, mukosa mulut, mukosa saluran napas bagian atas, system retikuloendoletial, mata, tulang, dan testis. Reaksi imun penderita terhadap M.Leprae berupa reaksi imun seluler terutama pada lepra bentuk lepromatosa. (Wim de Jong et al. 2005) Kusta tampil dalam dua jenis bentuk klinis utama, yaitu kusta bentuk kering tau tipe tuberkuloid, dan kusta bentuk basah, disebut juga tipe lepromatosa. Bentuk ketiga yaitu bentuk peralihan (borderline):(Wim de Jong et al.2005) a. Kusta bentuk kering : tidak menular, kelainan kulit berupa bercak keputihan sebesar uang logam atau lebih besar, sering timbul dipipi, punggung, pantat, paha, atau lengan. Bercak tampak kering, kulit kehilangan daya rasa sama sekali. b. Kusta dalam bentuk basah : bentuk menular karena kumannya banyak terdapat di selaput lendir hidung, kulit dan organ tubuh lainnya, dapat berupa bercak kemerahan, kecil-kecil tersebar di seluruh badan, atau berupa penebalan kulit yang luas sebagai infitrate yang tampak mengkilap dan berminyak, dapat berupa benjoaln merah sebesar biji
  • 20. 14 jagung yang tersebar di badab, muka dan daun telinga. Disertai rontoknya alis mata, menebalnya daun telinga. c. Kusta tipe peralihan : merupakan peralihan antara kedua tipe utama. Pengobatan tipe ini dimasukkan kedalam jenis kusta basah. 3. Manifestasi Klinis a. Makula hipopigmentasi b. Hiperpigmentasi c. Eritamatosa d. Gejala kerusakan saraf (sensorik, motorik, autonom) e. Kerusakan jaringan (kulit, mukosa respiratorius atas, tulang-tulang jari dan wajah) f. Kulit kering dan alopesia Bagan diagnosis klinis menurut WHO (1995) Kusta PB (Pausabasilar) Kusta MB (Multibasilar) Lesi kulit (makula datar, papul ang meninggi, nodus) Kerusakan saraf (menyebabkan hilangnya sensasi/kelemahan otot yang dipersarafi oleh saraf yang terkena) - 1-5 lesi - Hipopigmentasi/eritema - Distribusi tidak simetris - Hilangnya sensasi yang jelas - Hanya satu cabang saraf - >5 lesi - Distribusi lebih simetris - Hilangnya sensasi kurang jelas - Banyak cabang saraf Tabel 2.1 Bagan DiagnosisKlinis Sumber : WHO 1995 (Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Hal :74)
  • 21. 15 4. Pemeriksaan Penunjang a. Test sensibilitas pada kulit yang mengalami kelainan. b. Laboratorium : basil tahan asam. Diagnosa pasti apabila adanya mati rasa dan kuman tahan asam pada kulit yang (+) positif. c. Pengobatan kusta/leprae lamanya pengobatan tergantung dari berbagai jenis kusta lepromatus pengobatan minimal 10 tahun, obat yang diberikan Dapsone (DSS) (dosis 2x seminggu). 5. Penatalaksanaan Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah menyembuhkan pasien Kusta (Leprae) dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantaipenularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insiden penyakit. Regimen pengobatan kusta di indonesia disesuaikan dengan rekomendasi WHO (1995), yaitu program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi obat medikamentosa utama yang terdiri dari rifampisin, klofazimin (Lamprene) dan DDS (Dapson/4,4-diamino-difenil-sulfon) yang telah diterapkan sejak tahun 1981. Program MDT ini bertujuan untuk mengatasi resistensi Dapson yang semakin meningkat, mengurangi ketidak-taatan pasien, menurunkan angka putus obat, mengefektifkan waktu pengobatan dan mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan. Regimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai dengan regimen pengobatan yang direkomendasikan oleh WHO. Regimen tersebut adalah sebagai berikut :
  • 22. 16 a. Penderita Pauci Basiler (PB) 1)Penderita Paucibaciler (PB) lesi satu Diberikan dosis tunggal ROM. Rifampisin Ofloxacin Minocyclin Dewasa 50-70 kg 600 mg 400 mg 100 mg Anak 5-14 tahun 300 mg 200 mg 50 mg Tabel 2.2 Dosis obat penderita Paucibaciler lesi satu Obat ditelan didepan petugas, anak dibawah 5 tahun dan ibu hamil tidak diberikan ROM. Pengobatan sekali saja dan langsung dinyatakan RFT (Released From Treatment=berhenti minum obat kusta). Dalam program ini ROM yang tidak dipergunakan, penderita satu lesi diobati dengan regimen PB selama 6 bulan. 2)Penderita Paucibaciler lesi 2-5 Dapson Rifampisin Dewasa 100 mg/hari 600 mg/bulan, diawasi Anak 5-14 tahun 50 mg/hari 450 mg/bulan, diawasi Tabel 2.3 Dosis obat penderita Paucibaciler lesi 2-5 Pengobatan MDT untuk kusta tipe PB dilakukan dalam 6 dosis minimal yang diselesaikan dalam6-9 bulan dansetelah selesai minum 6 dosis maka dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif. Menurut WHO (1995) tiak lagi dinyatakan RFT tetpi menggunakan istilah Completion of Treatment Cure dan pasien tidak lagi dalam pengawasan. b. Penderita Multibaciler (MB) Dapson Rifampisin Klofazimin Dewasa 100 mg/hari 600 mg/bulan, diawasi 50 mg/hari dan 300 mg/bulan, diawasi Anak 5-14 tahun 50 mg/hari 450 mg/bulan, diawasi 50 mg selang sehari dan 150 mg/bulan, diawasi Tabel 2.4 Dosis obat penderita Mulltibaciler
  • 23. 17 Pengobatan MDT untuk kusta tipe MB dilakukan dalam 24 dosis yang diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan. Setelah selesai minum 24 dosis maka dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan pemeriksaan bakteri BTA positif. Menurut WHO (1998) pengobatan MB diberikan untuk 12 dosis yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien langsung dinyatakan RFT. 6. Discharge Planning a. Biasakan hidup bersih dan cuci tangan sebelum melakukan aktivitas dan sesudah aktivitas b. Makan makanan yang bergizi seimbang c. Hindari penularan melalui penggunaan handuk pisau cukur secara bersamaan d. Kenali dan kendalikan stress emosional yang dapat memicu terjadinya masalah kulit e. Menghilangkan sumber penularan yaitu dengan mengobati semua penderita. 7. Patofisiologi dan mekanisme penularan (Kusta) Mekanisme penularan kusta yang tepat belum diketahui. Beberapa hipotesis telah dikemukakan seperti adanya kontak dekat dan penularan dari udara. Terdapat bukti bahwa tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman Mycobacterium leprae menderita kusta, Iklim (cuaca panas dan lembab) diet, status gizi, status sosial ekonomi dan genetik Juga ikut berperan, setelah melalui penelitian dan pengamatan pada kelompok penyakit kusta di keluarga tertentu. Belum diketahui pula mengapa dapat terjadi tipe kusta yang berbeda pada setiap individu. Faktor ketidak cukupan gizi juga diduga merupakan faktor penyebab (Menaldi, 2016). Penyakit kusta dipercaya bahwa penularannya disebabkan oleh kontak antara orang yang terinfeksi dengan orang sehat. Dalam penelitian
  • 24. 18 terhadap insiden, tingkat infeksi untuk kontak lepra lepramatosa beragam dari 6.2 per 1000 per tahun di Cebu, Philipina hingga 55.8 per 1000 per tahun di India Selatan (Menaldi, 2016). Dua pintu keluar dari Micobacterium leprae dari tubuh manusia diperkirakan adalah kulit dan mukosa hidung. Telah dibuktikan bahwa kasus lepramatosa menunjukan adanya sejumlah organisme di dermis kulit. Bagaimana masih belum dapat dibuktikan bahwa organism tersebut dapat berpindah ke permukaan kulit. Walaupun telah ditemukan bakteri tahan asam di epidermis. Walaupun terdapat laporan bahwa ditemukan bakteri tahan asam di epitel Deskuamosa di kulit, Weddel et al melaporkan bahwa mereka tidak menemukan bakteri tahan asam di epidermis. Dalam penelitian terbaru Job etal menemukan adanya sejumlah Mycobacterium leprae yang besar dilapisan keratin superficial kulit di penderita kusta lepromatosa. Hal ini menbentuk sebuah pendugaan bahwa organisme tersebut dapat keluar melalui kelenjar keringat (Menaldi, 2016). Pentingnya mukosa hidung dalam penularan Mycobacterium leprae telah ditemukan oleh Schaffer pada tahun 1898. Jumlah bakteri dari lesi mukosa hidung pada kusta lepromatosa, menurut Shepard, antara 10.000 hingga 10.000.000 bakteri. Pedley melaporkan bahwa sebagian besar pasien lepromatosa memperlihatkan adanya bakteri di secret hidung penderita. Devey dan Rees mengindikasi bahwa secret hidung dari pasien lepromatosa dapat memproduksi 10.000.000 organisme per hari (Menaldi, 2016). Pintu masuk dari Mycobacterium leprae ke tubuh manusia masih menjadi tanda tanya. Saat ini diperkirakan kulit dan pernafasan atas menjadi gerbang masuknya bakteri (Menaldi, 2016). Masa inkubasi kusta belum dapat dikemukakan. beberapa peneliti berusaha mengukur masa inkubasi kusta, masa inkubasi kusta minimum dilaporkan beberapa minggu, berdasarkan adanya kasus kusta pada bayi.
  • 25. 19 Masa inkubasi maksimum dilaporkan selama 30 tahun. Hal ini dilaporkan berdasarkan pengamatan pada veteran perang yang pernah terekspos di daerah endemik dan kemudian berpindah ke daerah non endemik. Secara umum telah ditetapkan masa inkubasi rata-rata dari kusta adalah 3-5 tahun (Menaldi, 2016). Gambar 2.11 Patofisiologi Kusta
  • 26. 20 B. Web Of Causation (Jaring-jaring sebab akibat) Kusta Hygiene Kepadatan Penduduk Lingkungan Fisik : 1. Kondisi fisik Kusta bangunanSosial 2. Ventilasi Ekonom i PB & MB 3. Suhu 4. Kelembaban 5. Kepadatan Pendidikan Pekerjaan hunian Gambar 2.12 Jaring-jaring sebab akibat Kusta Perorangan Lingkungan Status Gizi Pencahayaan Imunitas Malnutrisi
  • 27. 21 1. Kondisi fisik bangunan : kondisi fisik bangunan rumah yang ditempati dapat mempengaruhi status dan derajat kesehatan penghuninya, baik itu rumah permanen, semi permanen dan non permanen. 2. Ventilasi : ventilasi rumah yang memenuhi syarat kesehatan sehingga pertukaran oksigen didalam ruangan terjaga. 3. Suhu : suhu rumah yang terjaga serta memenuhi syarat sehingga tidak akan mempengaruhi derajat kesehatan penghuninya. 4. Kelembaban : kelembaban rumah yang terjaga dan memenuhi syarat sehingga tidak menjadi tempat media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri. 5. Kepadatan hunian : keadaan dimana kondisi antara jumlah penghuni dengan luas seluruh rumah seimbang, sehingga tidak mempermudah penularan penyakit yang ditularkan lewat udara. Lingkungan Fisik Rumah : 1. Kondisi fisik bangunan 2. Ventilasi 3. Suhu 4. Kelembaban 5. Kepadatan hunian Penderita Kusta
  • 28. 22 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN DAN SARAN Kusta berasal dari bahasa Sensekerta, yakni khusta berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta atau lepra disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kuman. Kusta adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium Leprae. Kusta menyerang berbagai bagian tubuh diantaranya saraf dan kulit. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa saluran pernafasan atas dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila tidak ditangani kusta dapat sangat pprogresif menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak dan mata. Tidak seperti mitos yang beredar di masyarakat, kusta tidak dapat menyebabkan pelepasan anggota tubuh sebegitu mudahnya seperti pada penyakit tzaraath yang digambarkan dan sering disamakan dengan kusta. Indonesia merupakan negara ke-3 penyumbang terbesar prevalensi. Maka banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencegahnya. Membangun perekonomian bangsa salah satunya, ditambah perlindungan hukum dan perlindungan hak asasi pengidap kusta haruslah diperjuangkan. Pemusatan pada promotif dan perventif untuk eliminasi kusta adalah jalan keluar yang nyata.
  • 29. 23 DAFTAR PUSTAKA Hafidhah Balqis (2015). Makalah Epidemiologi Penyakit Menular Kusta. http://www.scribd.com/pdf. Diakses pada tanggal 11 Desember 2017 Hasirun (2015). Epidemiologi Kusta. https://kesmas-epidemiologi-kusta.html. Diakses pada tanggal 11 Desember 2017 Infodatin (2013). Angka Kejadian Kusta Di Indonesia. http://www.depkes.go.id/pdf. Diakses pada tanggal 11 Desember 2017 NIC-NOC., (2015). Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional. Jakarta : EGC. Nurarif, A. & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jakarta : Mediaction Makalah Penyakit Kusta. http://eprints.undip.ac.id. Diakses pada tanggal 11 Desember 2017 Reno Ela Zaifa (2008). Konsep Orang, Waktu dan Tempat dalam Epidemiologi. https://rhenoe.wordpress.com. Diakses pada tanggal 11 Desember 2017 WHO. (2012). WHO Expert Committee on Leprosy : Eight repot. Geneva : WHO Press