1. Dokumen tersebut membahas tentang penyakit kusta, epidemiologi penyakit kusta, dan peran dokter keluarga. Epidemiologi penyakit kusta dipengaruhi oleh agen penyebabnya (Mycobacterium leprae), inangnya (manusia), dan lingkungan yang mendukung penularan penyakit. Dokter keluarga memainkan peran penting dalam pencegahan dan penanganan awal kasus kusta melalui pendekatan keluarga dan komunitas.
Penyakit Hansen atau Penyakit Morbus Hansen yang dahulu dikenal sebagai Penyakit Kusta atau Lepra adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae dan biasanya mempengaruhi kulit serta saraf tepi, namun memiliki berbagai macam manifestasi klinis. (WHO, 2010). Penyakit ini ditandai dengan borok dari tulang dan kulit yang menyebabkan hilangnya sensasi, lumpuh, gangrene, dan deformasi. (The American Heritage-Dictionary of the English language).
[Ringkasan]
Makalah ini membahas tentang penyakit kusta (leprosy), termasuk definisi, epidemiologi, etiologi, manifestasi klinis, dan pengobatan. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae dan menyebabkan berbagai gejala kulit seperti lesi, kehilangan sensasi, dan kerusakan saraf. Diagnosis didasarkan pada gejala klinis dan hasil pemeriksaan bakteriologis.
kusta dengan pelayanan dokter keluarganliyanaramli
Kasus seorang anak laki-laki berusia 14 tahun yang diduga menderita kusta. Dokter melakukan kunjungan rumah dan menemukan kondisi lingkungan yang tidak sehat serta anggota keluarga lain yang pernah sakit kusta. Penanganan kasus ini melibatkan diagnosis, pengobatan, serta upaya mencegah penyebaran penyakit melalui layanan kesehatan keluarga dan komunitas.
Epidemiologi Deskriptif Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Keraton M...sofian.alfarisi
Epidemiologi deskriptif bertujuan untuk menggambarkan masalah kesehatan dalam masyarakat dengan menentukan frekuensi, distribusi, dan faktor-faktor yang berhubungan. Epidemiologi analitik berfokus pada hubungan sebab akibat penyakit."
Penyakit Hansen atau Morbus Hansen adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae dan mempengaruhi kulit serta saraf tepi. Penyakit ini ditandai dengan borok pada kulit dan tulang yang menyebabkan hilangnya sensasi, lumpuh, gangrene, dan deformasi. Pengobatan penyakit ini menggunakan terapi obat kombinasi untuk menyembuhkan pasien dan mencegah penularan serta komplikasi sepert
1. Dokumen tersebut membahas tentang penyakit kusta, epidemiologi penyakit kusta, dan peran dokter keluarga. Epidemiologi penyakit kusta dipengaruhi oleh agen penyebabnya (Mycobacterium leprae), inangnya (manusia), dan lingkungan yang mendukung penularan penyakit. Dokter keluarga memainkan peran penting dalam pencegahan dan penanganan awal kasus kusta melalui pendekatan keluarga dan komunitas.
Penyakit Hansen atau Penyakit Morbus Hansen yang dahulu dikenal sebagai Penyakit Kusta atau Lepra adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae dan biasanya mempengaruhi kulit serta saraf tepi, namun memiliki berbagai macam manifestasi klinis. (WHO, 2010). Penyakit ini ditandai dengan borok dari tulang dan kulit yang menyebabkan hilangnya sensasi, lumpuh, gangrene, dan deformasi. (The American Heritage-Dictionary of the English language).
[Ringkasan]
Makalah ini membahas tentang penyakit kusta (leprosy), termasuk definisi, epidemiologi, etiologi, manifestasi klinis, dan pengobatan. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae dan menyebabkan berbagai gejala kulit seperti lesi, kehilangan sensasi, dan kerusakan saraf. Diagnosis didasarkan pada gejala klinis dan hasil pemeriksaan bakteriologis.
kusta dengan pelayanan dokter keluarganliyanaramli
Kasus seorang anak laki-laki berusia 14 tahun yang diduga menderita kusta. Dokter melakukan kunjungan rumah dan menemukan kondisi lingkungan yang tidak sehat serta anggota keluarga lain yang pernah sakit kusta. Penanganan kasus ini melibatkan diagnosis, pengobatan, serta upaya mencegah penyebaran penyakit melalui layanan kesehatan keluarga dan komunitas.
Epidemiologi Deskriptif Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Keraton M...sofian.alfarisi
Epidemiologi deskriptif bertujuan untuk menggambarkan masalah kesehatan dalam masyarakat dengan menentukan frekuensi, distribusi, dan faktor-faktor yang berhubungan. Epidemiologi analitik berfokus pada hubungan sebab akibat penyakit."
Penyakit Hansen atau Morbus Hansen adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae dan mempengaruhi kulit serta saraf tepi. Penyakit ini ditandai dengan borok pada kulit dan tulang yang menyebabkan hilangnya sensasi, lumpuh, gangrene, dan deformasi. Pengobatan penyakit ini menggunakan terapi obat kombinasi untuk menyembuhkan pasien dan mencegah penularan serta komplikasi sepert
Dokumen tersebut membahas tentang penyakit kusta, termasuk strategi dan aktivitas layanan untuk pengawasan dan pengendalian penyakit, agen infeksi dan ciri-cirinya, faktor risiko, masa pengeraman, rawatan, dan pembagian jenis penyakit kusta.
Teks ini membahas tentang pengetahuan pasien terhadap tuberkulosis. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia dan dunia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan pasien dengan kejadian tuberkulosis berulang pada balita.
Dokumen ini membahas latar belakang HIV/AIDS sebagai masalah global yang menyebar dengan cepat di seluruh dunia. Dokumen ini juga membahas tentang prevalensi HIV/AIDS di Indonesia yang meningkat signifikan, khususnya di Lampung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perilaku seks bebas dengan tingkat kejadian HIV/AIDS di komunitas Gay, Waria dan Lesbi di Pringsewu, Lampung.
Dokumen tersebut membahas tentang malaria sebagai salah satu masalah kesehatan utama di dunia yang menyerang 350-500 juta orang setiap tahunnya. Malaria disebabkan oleh parasit Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles. Dokumen ini juga membahas tentang gejala klinis malaria seperti demam, anemia, splenomegali, dan ikterus serta daur hidup parasit malaria.
Warta Ditjen PP dan PL Edisi I Tahun 2014 ini merupakan media cetak dari Direktorat Jenderal PP dan PL yang menampilkan seputar berita, artikel, tips, potret tokoh terkait kesehatan di lingkungan Ditjen PP dan PL Kemenkes RI. Pada Edisi Perdana di Tahun 2014 ini Headline yang diangkat adalah terkait Ancaman Virus Mers-CoV bagi Dunia dan Indonesia serta berita dan artikel, tips lainnya seperti Indonesia Bebas Polio, Apa itu Zoonosis, dan lainnya serta Profil Tokoh Prof. Agus Purwadianto sebagai Plt. Dirjen PP dan PL yang dapat dilihat secara lengkap di media ini.
Buku ini membahas tentang diagnosis dan penatalaksanaan pneumonia COVID-19 di Indonesia. Buku ini disusun oleh kelompok kerja bidang infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia dan berisi informasi mengenai virus corona, gejala klinis, diagnosis, penatalaksanaan, dan pencegahan penyebaran virus.
1. Program pemberantasan penyakit demam berdarah dengue (DBD) di Puskesmas Helvetia tahun 2017 meliputi penyuluhan, survei jentik, fogging, abatisasi, dan pemberantasan sarang nyamuk.
2. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pelaksanaan program pemberantasan DBD di Puskesmas Helvetia tahun 2017.
3. Manfaat penelitian ini antara lain meningkatkan peran serta masyarakat dalam pencegahan DBD,
Makalah ini membahas tentang imunisasi di Indonesia, termasuk dasar hukum, tujuan, pengertian, manfaat, jenis penyakit yang dapat dicegah, jenis imunisasi, jadwal imunisasi, dan KIPI. Tujuan utama imunisasi adalah untuk mencegah penyakit menular seperti TBC, difteri, pertusis, campak, polio, dan hepatitis B. Imunisasi memberikan kekebalan tubuh untuk mencegah infeksi pen
Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014 ini merupakan media cetak dari Direktorat Jenderal PP dan PL yang menampilkan seputar berita, artikel, tips, potret tokoh terkait kesehatan di lingkungan Ditjen PP dan PL Kemenkes RI. Pada Edisi II di Tahun 2014 ini Headline yang diangkat adalah terkait Virus Ebola yang merebak serta berita dan artikel, tips lainnya seperti Green Office, Penyakit Rabies dan lainnya serta Potret Tokoh dr. H. Mohamad Subuh sebagai Dirjen PP dan PL yang baru saja di lantik pada 17 Oktober 2014, yang dapat dilihat secara lengkap di media ini.
Dokumen tersebut membahas tentang epidemiologi yang mencakup pengertian, definisi, peranan, ruang lingkup, fungsi utama, riwayat alamiah penyakit, dan epidemiologi dalam kesehatan masyarakat."
Dokumen tersebut membahas tentang tuberkulosis paru. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan masih menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Jumlah kasus tuberkulosis paru di Indonesia masih sangat tinggi dan menjadi penyumbang kasus ketiga terbesar di dunia.
Dokumen tersebut membahas tentang pemantauan kesehatan arus mudik lebaran tahun 2013 oleh Kementerian Kesehatan melalui berbagai upaya seperti penyediaan posko kesehatan, pemeriksaan kesehatan pengemudi, dan persiapan fasilitas kesehatan di sepanjang jalur mudik.
Dokumen ini membahas target ke-6 MDGs yaitu memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya. Targetnya adalah mengendalikan penyebaran HIV/AIDS dan menurunkan kasus baru pada 2015, serta mengendalikan malaria dan penyakit lainnya pada 2015. Dokumen ini juga membahas cara pencegahan penyakit-penyakit tersebut seperti sosialisasi, pengawasan, dan memberikan pengobatan yang tepat.
Dokumen tersebut memberikan penjelasan mengenai lepra, termasuk definisi, agen penyebab, epidemiologi, jenis, gejala klinikal, diagnosis, pengurusan, rawatan, komplikasi, pencegahan, dan peranan pembantu perubatan dalam program kawalan lepra.
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENINGKATAN ANGKA PENDERITA HIV/AIDSYakup, Jecko Tamaka
Skripsi ini membahas faktor-faktor yang berhubungan dengan peningkatan angka penderita HIV/AIDS di Wilayah Kerja Komisi Penanggulangan AIDS Kecamatan Wamena Kota Kabupaten Jayawijaya tahun 2015. Penelitian menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan, sikap, tindakan, dan lingkungan sosial media dengan peningkatan jumlah penderita HIV/AIDS. Hasil ini diharapkan dapat meningkatkan penyuluhan masyarakat tent
Dokumen tersebut membahas tentang penyakit Morbus Hansen (kusta), termasuk definisi, etiologi, masa inkubasi, dan proses penularannya. Dokumen ini juga membahas tentang prevalensi penyakit kusta di Sulawesi Selatan serta faktor-faktor lingkungan yang berhubungan dengan penularan penyakit tersebut.
Makalah ini membahas tentang konsep dasar ilmu epidemiologi. Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan penyakit pada populasi manusia beserta penerapannya untuk mengendalikan masalah kesehatan. Secara garis besar makalah ini membahas sejarah, pengantar, studi, dan kebijakan epidemiologi di Indonesia."
Dokumen tersebut membahas tentang penyakit kusta, termasuk strategi dan aktivitas layanan untuk pengawasan dan pengendalian penyakit, agen infeksi dan ciri-cirinya, faktor risiko, masa pengeraman, rawatan, dan pembagian jenis penyakit kusta.
Teks ini membahas tentang pengetahuan pasien terhadap tuberkulosis. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia dan dunia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan pasien dengan kejadian tuberkulosis berulang pada balita.
Dokumen ini membahas latar belakang HIV/AIDS sebagai masalah global yang menyebar dengan cepat di seluruh dunia. Dokumen ini juga membahas tentang prevalensi HIV/AIDS di Indonesia yang meningkat signifikan, khususnya di Lampung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perilaku seks bebas dengan tingkat kejadian HIV/AIDS di komunitas Gay, Waria dan Lesbi di Pringsewu, Lampung.
Dokumen tersebut membahas tentang malaria sebagai salah satu masalah kesehatan utama di dunia yang menyerang 350-500 juta orang setiap tahunnya. Malaria disebabkan oleh parasit Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles. Dokumen ini juga membahas tentang gejala klinis malaria seperti demam, anemia, splenomegali, dan ikterus serta daur hidup parasit malaria.
Warta Ditjen PP dan PL Edisi I Tahun 2014 ini merupakan media cetak dari Direktorat Jenderal PP dan PL yang menampilkan seputar berita, artikel, tips, potret tokoh terkait kesehatan di lingkungan Ditjen PP dan PL Kemenkes RI. Pada Edisi Perdana di Tahun 2014 ini Headline yang diangkat adalah terkait Ancaman Virus Mers-CoV bagi Dunia dan Indonesia serta berita dan artikel, tips lainnya seperti Indonesia Bebas Polio, Apa itu Zoonosis, dan lainnya serta Profil Tokoh Prof. Agus Purwadianto sebagai Plt. Dirjen PP dan PL yang dapat dilihat secara lengkap di media ini.
Buku ini membahas tentang diagnosis dan penatalaksanaan pneumonia COVID-19 di Indonesia. Buku ini disusun oleh kelompok kerja bidang infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia dan berisi informasi mengenai virus corona, gejala klinis, diagnosis, penatalaksanaan, dan pencegahan penyebaran virus.
1. Program pemberantasan penyakit demam berdarah dengue (DBD) di Puskesmas Helvetia tahun 2017 meliputi penyuluhan, survei jentik, fogging, abatisasi, dan pemberantasan sarang nyamuk.
2. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pelaksanaan program pemberantasan DBD di Puskesmas Helvetia tahun 2017.
3. Manfaat penelitian ini antara lain meningkatkan peran serta masyarakat dalam pencegahan DBD,
Makalah ini membahas tentang imunisasi di Indonesia, termasuk dasar hukum, tujuan, pengertian, manfaat, jenis penyakit yang dapat dicegah, jenis imunisasi, jadwal imunisasi, dan KIPI. Tujuan utama imunisasi adalah untuk mencegah penyakit menular seperti TBC, difteri, pertusis, campak, polio, dan hepatitis B. Imunisasi memberikan kekebalan tubuh untuk mencegah infeksi pen
Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014 ini merupakan media cetak dari Direktorat Jenderal PP dan PL yang menampilkan seputar berita, artikel, tips, potret tokoh terkait kesehatan di lingkungan Ditjen PP dan PL Kemenkes RI. Pada Edisi II di Tahun 2014 ini Headline yang diangkat adalah terkait Virus Ebola yang merebak serta berita dan artikel, tips lainnya seperti Green Office, Penyakit Rabies dan lainnya serta Potret Tokoh dr. H. Mohamad Subuh sebagai Dirjen PP dan PL yang baru saja di lantik pada 17 Oktober 2014, yang dapat dilihat secara lengkap di media ini.
Dokumen tersebut membahas tentang epidemiologi yang mencakup pengertian, definisi, peranan, ruang lingkup, fungsi utama, riwayat alamiah penyakit, dan epidemiologi dalam kesehatan masyarakat."
Dokumen tersebut membahas tentang tuberkulosis paru. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan masih menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Jumlah kasus tuberkulosis paru di Indonesia masih sangat tinggi dan menjadi penyumbang kasus ketiga terbesar di dunia.
Dokumen tersebut membahas tentang pemantauan kesehatan arus mudik lebaran tahun 2013 oleh Kementerian Kesehatan melalui berbagai upaya seperti penyediaan posko kesehatan, pemeriksaan kesehatan pengemudi, dan persiapan fasilitas kesehatan di sepanjang jalur mudik.
Dokumen ini membahas target ke-6 MDGs yaitu memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya. Targetnya adalah mengendalikan penyebaran HIV/AIDS dan menurunkan kasus baru pada 2015, serta mengendalikan malaria dan penyakit lainnya pada 2015. Dokumen ini juga membahas cara pencegahan penyakit-penyakit tersebut seperti sosialisasi, pengawasan, dan memberikan pengobatan yang tepat.
Dokumen tersebut memberikan penjelasan mengenai lepra, termasuk definisi, agen penyebab, epidemiologi, jenis, gejala klinikal, diagnosis, pengurusan, rawatan, komplikasi, pencegahan, dan peranan pembantu perubatan dalam program kawalan lepra.
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENINGKATAN ANGKA PENDERITA HIV/AIDSYakup, Jecko Tamaka
Skripsi ini membahas faktor-faktor yang berhubungan dengan peningkatan angka penderita HIV/AIDS di Wilayah Kerja Komisi Penanggulangan AIDS Kecamatan Wamena Kota Kabupaten Jayawijaya tahun 2015. Penelitian menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan, sikap, tindakan, dan lingkungan sosial media dengan peningkatan jumlah penderita HIV/AIDS. Hasil ini diharapkan dapat meningkatkan penyuluhan masyarakat tent
Dokumen tersebut membahas tentang penyakit Morbus Hansen (kusta), termasuk definisi, etiologi, masa inkubasi, dan proses penularannya. Dokumen ini juga membahas tentang prevalensi penyakit kusta di Sulawesi Selatan serta faktor-faktor lingkungan yang berhubungan dengan penularan penyakit tersebut.
Makalah ini membahas tentang konsep dasar ilmu epidemiologi. Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan penyakit pada populasi manusia beserta penerapannya untuk mengendalikan masalah kesehatan. Secara garis besar makalah ini membahas sejarah, pengantar, studi, dan kebijakan epidemiologi di Indonesia."
United multisectoral actions to fight drug-resistant TB in Indonesia: Dr Erli...CNS www.citizen-news.org
"United multisectoral actions to fight drug-resistant TB in Indonesia" presentation was made by Dr Erlina Burhan, Department of Pulmonary Medicine, Persahabatan Hospital, Jakarta, Indonesia; and member, Board of Directors, International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (The Union). She was speaking as faculty at the National Media Workshop in Bali Indonesia on "Reporting using #OneHealth approach on health and development issues" - hosted by Asia Pacific Media Alliance for Health and Development (APCAT Media), Asia Pacific Cities Alliance for Health and Development (APCAT), CNS (Citizen News Service), and partners - before the opening of 7th Asia Pacific Summit of Mayors (APCAT 2022).
Thanks
CNS team
Email: editor@citizen-news.org, website: www.citizen-news.org
Dokumen tersebut membahas tentang epidemiologi penyakit tidak menular dengan fokus pada faktor resiko dan upaya pencegahan. Dibahas mengenai definisi faktor resiko, jenis, kegunaan identifikasi dan contoh-contoh faktor resiko penyakit tidak menular beserta upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit tersebut."
Diagnosis DBD dapat ditegakkan bila ditemukan manifestasi gejala dan tanda utama DBD :
Demam 2–7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus menerus.
petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena maupun berupa uji tourniquet positif
Trombositopnia (Trombosit ≤ 100.000/mm³)
Peningkatan hematokrit
Efusi pleura, asites atau hipoproteinemia/ hipoalbuminemia
Hepatomegali
Syok
Contoh Buku Skrap Tentang PENYAKIT BERJANGKIT010907
Dokumen tersebut membahas beberapa penyakit berjangkit seperti influenza A (H1N1), batuk kering (tuberkulosis), leptospirosis, cacar air, dan demam denggi. Ia menjelaskan gejala, cara penularan, pencegahan, dan rawatan untuk masing-masing penyakit. Dokumen ini bertujuan untuk meningkatkan kesedaran mengenai penyakit-penyakit berjangkit penting di Malaysia.
Pentingnya Satu Kesehatan Dalam Mengembangkan Ketahanan Kesehatan Global dan ...Tata Naipospos
Dokumen tersebut membahas pentingnya pendekatan 'Satu Kesehatan' dalam mengembangkan ketahanan kesehatan global dan mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Pendekatan ini menyatukan kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan untuk mencegah penularan penyakit dari hewan ke manusia seperti COVID-19. 'Satu Kesehatan' juga berkontribusi terhadap capaian Tujuan Pembangunan Berkelan
Dokumen tersebut membahas tentang Demam Berdarah Dengue (DBD) sebagai penyakit menular yang disebabkan virus dengue dan ditularkan nyamuk Aedes. DBD menjadi masalah kesehatan di Indonesia dan Kutai Kartanegara khususnya. Pencapaian angka bebas jentik di desa Muara Badak Ulu masih rendah meski telah dilakukan upaya PSN-DBD. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, dan
Teks ini membahas tentang pengetahuan pasien tuberkulosis (TB) dalam penggunaan masker. Indonesia masih menjadi negara dengan prevalensi TB tinggi di dunia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan pasien TB tentang penggunaan masker dengan pencegahan penularan penyakit. Faktor pengetahuan merupakan aspek penting yang mempengaruhi perilaku pasien dalam mencegah penularan TB.
JURNAL DETERMINAN PENYAKIT KUSTA_SRI WAHYUNI.pdfsriwahyuni25836
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Penelitian menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit kusta di Kabupaten Bireuen tahun 2013 dengan menggunakan pendekatan kasus kontrol dan melibatkan 86 responden.
2. Hasil analisis menunjukkan bahwa pendidikan rendah, perilaku hidup bersih dan sehat yang buruk, riwayat kontak dengan penderita kusta, dan kepadatan penduduk berpengaruh signifikan terhadap
Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan penting di dunia. Dokumen ini membahas tentang prevalensi TB global dan di Indonesia serta upaya penanggulangannya.
WA 081388333722 Jual Dildo Penis IKat Pinggang Di Surabaya Codajongshopp
WA 081–388–333–722 JUAL VAGINA SENTER ELEKTRIK ALAT BANTU SEKS PRIA DI SURABAYA COD
SIAP ANTAR / COD : SURABAYA, SIDOARJO, MOJOKERTO
KUNJUNGI TOKO KAMI DI : TOKO AJONG VITALITASS JL. RAYA KLETEK NO.112 TAMAN SIDOARJO ( sebrang BRI kletek / sebelah jualan bambu )
Wen4D Daftar Situs Slot Gacor Gampang Maxwin Terbaru Hari IniWen4D
Wen4D adalah pilihan situs judi slot terbaik di Indonesia dan terpercaya yang menghadirkan jaminan keamanan dan kenyamanan bagi para pemain yang bergabung. Sistem game yang kami sajikan 100% fairplay di mana artinya memang tidak ada campur tangan pihak manapun yang menentukan kemenangan.
Link Alternatif : https://heylink.me/WEN4D.com/
Wen4D Daftar Situs Slot Gacor Gampang Maxwin Terbaru Hari Ini
Tugas epidemiologi (laksmi nurul suci)
1. MAKALAH
EPIDEMIOLOGI EPIDEMIOLOGI DESKRIPTIF KUSTA
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Epidemiologi
Disusun Oleh :
Nama : LaksmiNurul Suci
Nim : 4002170112
PROGRAM STUDI PASCA SARJANA ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA BANDUNG
2017
2. i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Berkat
karunianya, kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini yang berjudul
Epidemiologi Deskriptif Kusta. Dimana makalah ini sebagai salah satu persyaratan
untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Epidemiologi.
Dalam penyusunan makalah ini tentu banyak kesalahan – keselahan yang
terkandung didalamnya baik dari segi penulisan, isinya maupun kata – katanya, maka
dari itu kami mohon kritik dan sarannya dari Bapak dan Ibu dosen demi perbaikan
makalah - makalah kami diedisi berikutnya.
Terakhir, kami ucapkan terimakasih kami sampaikan kepada semua pihak
yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini, dan kami ucapkan terimakasih
kepada Bapak dan Ibu dosen atas bimbingan dan dukungannya selama ini, kami pun
mengucapkan terima kasih kepada para penulis yang tulisannya kami kutip sebagai
bahan makalah kami. Kami harap makalah ini dapat membantu kita semua dalam
proses pembelajaran.
Bandung, 11 Desember 2017
Penulis
3. ii
DAFTAR ISI
HALAMAN
KATAPENGANTAR ....................................................................................................................................i
DAFTAR ISI .............................................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................................................................1
B. Tujuan Penelitian ..............................................................................................................................2
1. Tujuan Umum ............................................................................................................................2
2. Tujuan Khusus ............................................................................................................................2
C. Manfaat Penelitian............................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Epidemiologi Deskriptif .....................................................................................................................3
B. Jaring-jaring sebab akibat ................................................................................................................20
BAB III PENUTUP
4. iii
A. Kesimpulan dan Saran .....................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA
5. iv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Bagan Diagnosis Klinis Sumber : WHO 1995
Tabel 2.2 Dosis obat penderita Paucibaciler lesi satu
Tabel 2.3 Dosis obat penderita Paucibaciler lesi 2-5
Tabel 2.4 Dosis obat penderita Mulltibaciler
6. v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Penyebaran Kusta di dunia (WHO,2012)
Gambar 2.1 Distribusi penyakit Kusta menurut WHO
Gambar 2.2 Jumlah Tren Kasus Baru Kusta Tahun 2011-2013
Gambar 2.3 Tren proporsi dan Kasus Baru Kusta Pada Anak 0-14 Tahun 2011-2013
Gambar 2.4 Jumlah Kasus Baru Kusta dan NCDR per 100.000 penduduk per Provinsi
Tahun 2011-2012
Gambar 2.5 Proporsi dan Kasus Baru Kusta pada anak per Provinsi Tahun 2011-2012
Gambar 2.6 Kasus Baru Kusta Tahun 2013 Menurut Provinsi
Gambar 2.7 Proporsi dan Tren Penderita Kusta Baru di 12 Provinsi Tahun 2011-2013
Gambar 2.8 Kasus Baru Kusta menurut Jenis Kelamin Per Provinsi Tahun 2013
Gambar 2.9 Kasus Baru Kusta Tipe PB Menurut Provinsi Tahun 2013
Gambar 2.10 Kasus Baru Kusta Tipe MB Menurut Provinsi Tahun 2013
Gambar 2.11 Patofisiologi Kusta
Gambar 2.12 Jaring-jaring sebab akibat Kusta
7. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak setiap warga negara indonesia yang termaktub
pada UUD NRI 1945 pada Pasal 28H (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir
dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Hal ini menjelaskan betapa pentingnya kesehatan bagi suatu negara,
kemajuan suatu negara dapat dilihat dari Indeks Pembanguan
Manusia yang
diukur oleh 3 variabel
yaitu pendidikan,
kesehatan, dan ekonomi.
IPM Indonesia berada
pada urutan ke 108 dari
187 negara dengan nilai
0.684 (UNDP,2013).
Gambar 1.1 Penyebaran Kusta di dunia (WHO,2012)
Indonesia sebagai negara berpenduduk 237.641.326 jiwa (Sensus Penduduk,
2010) yang akan di prediksi mengapi bonus demografi pada tahun 2020-2035
haruslah menjaga produktifitas masyarakatnya. Produktifitas tanpa kesehatan tak
akan ada artinya.
Indonesia merupakan negara dengan letak geografis yang stategis. Dengan
iklim yang dimana banyak virus atau bakteri dapat berkembang dengan baik. Maka
tidak heran Indonesia merupakan negara dengan tingkat prevalensi penyakit
menular yang banyak. Sebanyak 11 dari 20 jenis Neglected Tropical Disease (NTD)
terdapat di Indonesia, yaitu
8. 2
Filariasis, Kecacingan, Schistosomiasis, Dengue Haemorrhagic Fever (DHF),
Rabies, Frambusia, Lepra, Japanese B. Encephalitis, Cysticercosis, Fasciolopsis,
dan Anthrax. Salah satunya adalah kusta. Kusta atau juga biasa disebut
dengan Morbus Hansen dengan segala faktor penyebarannya membuat
Indonesia menjadi negara ke-3 dengan prevalensi kusta tertinggi setelah
(WHO,2012) dengan provinsi Jawa Timur mendominasi sumbangan kasus
sebanyak 4.132 (Pusdatin,2013).
Kusta ini sebenarnya dapat disembuhkan jika diagnosis dilakukan lebih
dini, sehinga pencegahan dilakukan untuk mencegah kecacatan akibat kusta
yang biasanya menyebabkan stigma di masyarakat (WHO,2012).
Rapor merah pemerintah Indonesia yang harus diperjuangkan yaitu
menurunkan penyakit menular agar bisa fokus pada pengembangan negara di
aspek lainnya.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberikan gambaran umum tentang epidemiologi Kusta
2. Tujuan Khusus
a. Menjadi pembelajaran pembaca
b. Sebagai acuan pembuatan program kesehatan mengenai kusta
C. Manfaat
1. Masyarakat
Menjadi referensi penulisan dan ilmu pengetahuan
2. Penulis
Sebagai media pengembangan diri dan mengasah kemampuan menulis
9. 3
BAB II
ISI
A. Epidemiologi Deskriptif
Kusta adalah suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh
Mycobacterium Leprae yang menyerang syaraf tepi, kulit, mukosa pada
saluran pernapasan atas dan jaringan tubuh lainnya. Penyakit ini telah dikenal
hampir 2000 tahun Sebelum Masehi. Hal ini dapat diketahui dari peninggalan
sejarah Mesir. Di India istilah Kusta dikenal dari kitab Weda tahun 600 SM dan
di Cina tahun 400 SM. Pada waktu itu, masyarakat mengenal kusta sebagai
penyakit yang menular, yang menyebabkan kecacatan dan tidak dapat
disembuhkan. Di eropa, kusta pertama kali muncul dalam catatan Yunani kuni
setelah tentara Alexander Agung kembali dari India. Kemudian di Roma pada
62 SM bertepatan dengan kembalinya pasukan pompei dari Asia kecil.
Kuman penyebab kusta ditemukan oleh Dr. Gerhard Armauwer Hansen
pada tahun 1873, maka mulailah era perkembangan baru untuk mencari obat
anti kusta dan usaha dalam penanggulangannya.
Di Indonesia, Dr. Sitanala telah mempelopori perubahan sistem
pengobatan yang tadinya dilakukan secara isolasi, secara bertahap dilakukan
dengan pengobatan berjalan. DDS digunakan sebagai pengobatan penderita
kusta pada tahun 1951. Pada tahun 1969 pemberantasan penyakit kusta
mulai diintegrasikan di Puskesmas dan sejak tahun 1982 Indonesia mulai
melakukan obat Kombinasi Multidrug Therapy (MDT) sesuai dengan
rekomendasi WHO.
Di Indonesia, selama periode 2008-2009, angka penemuan kasus baru
kusta tahun 2013 merupakan yang terendah yaitu sebesar 6,79 per 100.000
penduduk. Sedangkan prevalensi kusta berkisar antara 0,79 hingga 0,98 per
10.000 dan telah mencapai target < 1 per 10.000 penduduk.
10. 4
Namun, kusta merupakan Permasalahan penyakit kusta ini merupakan
permasalahan yang sangat kompleks yang membutuhkan penanganan secara
komprehensif. Masalah yang dihadapi bukan dari sisi medis saja tetapi juga
masalah psikososial sebagai akibat yang ditumbulkan olh penyakit ini.
Penyakit ini sudah tidak asing lagi di masyarakat. Berbagai program
penanggulangan terus dilakukan, namun penyakit ini masih saja menjadi
penyakit yang ditakuti oleh sebagian besar masyarakat karena kurang
memahami tentang penyakit ini yang dapat disembuhkan terdapat type lepra
yang tidak menular ke orang lain.
Gambar 2.1 Distribusi penyakit Kusta menurut WHO
Data di atas menunjukan di beberapa benua mengalami penurunan
prevalensi, namun tidak di Asia Tenggara. Bahkan terjadi kenaikan yang
signifikan. Indonesia menduduki posisi pertama penyumbang prevalensi
tersebut dan menjadi nomer 3 secara global setelah Brazil dan India.
Hal ini bukanlah suatu prestasi, namun jadi nilai merah pemerintah
Indonesia. Dihubungkan dengan kusta adalah penyakit yang biasa diidap oleh
sosio ekonomi rendah maka tergambar bahwa masyarakat Indonesia makin
banyak yang bersosioekonomi rendah. Meskipun IPM tiap tahunnya ada
kenaikan meskipun tidak signifikan. Apalagi kusta sangat erat dengan stigma.
11. 5
Ini sangat berdampak pada produktifitas negara juga banyak yang mengidap
kusta dan akhirnya lebih memilih memasung diri di rumah agar tidak terlabel
oleh masyarakat.
Selama periode 2008-2013, angka penemuan kasus baru kusta pada
tahun 2013 merupakan yang terendah yaitu sebesar 6,79 per 100.000
penduduk. Sedangkan angka prevalensi kusta berkisar antara 0,79 hingga 0,96
per 10.000 (7,9 hingga 9,6 per 100.000 penduduk) dan telah mencapai target
< 1 per 10.000 penduduk atau < 10 per 100.000 penduduk (Profil Kesehatan
2013, Pusdatin). Dan mengalami penurunan dari tahun 2011 sebanyak 3.167
jiwa, terlihat pada grafik berikut.
Gambar 2.2 Jumlah Tren Kasus Baru Kusta Tahun 2011-2013
Sedangkan pada anak periode 2018-2013 angka penemuan kasus baru
pada tahun 2012 merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 11,40 per 100.000
penduduk. Terlihat pada grafik berikut.
Gambar 2.3 Tren proporsi dan Kasus Baru Kusta Pada Anak 0-14 Tahun 2011-2013
12. 6
Berdasarkan bebannya, kusta dibagi menjadi 2 kelompok yaitu beban
kusta tinggi (High Burden) dan beban kusta rendah (Low Burden). Provinsi
disebut high burden jikan NCDR (new case detection rate: angka penemuan
kasus baru) >10 per 100.000 penduduk dan atau jumlah kasus baru lebih dari
1.000, sedangkan low burden jika NCDR < 10 per 100.000 penduduk dan atau
jumlah kasus baru kurang dari 1.000 kasus.
Berdasarkan tabel 1 diantara tahun 2011-2013 terlihat bahwa sebanyak
14 provinsi (42,4%) termasuk dalam beban kusta tinggi. Sedangkan 19 provinsi
lainnya (57,6%) termasuk dalam beban kusta rendah. Hampir seluruh provinsi
dibagian timur Indonesia merupakan daerah dengan beban kusta tinggi.
Gambar 2.4 Jumlah Kasus Baru Kusta dan NCDR per 100.000 penduduk per Provinsi Tahun
2011-2012
13. 7
Sedangkan pada anak beban kusta tinggi terdapat di 11 provinsi pada
tahun 2011, 14 provinsi pada tahun 2012, dan 13 provinsi pada tahun 2013
hampir seluruhnya di provinsi bagian barat indonesia.
Gambar 2.5 Proporsi dan Kasus Baru Kusta pada anak per Provinsi Tahun 2011-2012
14. 8
Dari grafik 3 terlihat bahwa kasus baru kusta terbanyak di provinsi Jawa
Timur (4.132 jiwa), Jawa Barat (2.180 jiwa), Jawa Tengah ( 1.765 jiwa), Papua
(1.180 jiwa) dan Sulawesi Selatan (1.172 jiwa).
Gambar 2.6 Kasus Baru Kusta Tahun 2013 Menurut Provinsi
Dari grafik berikut ini dapat dilihat bahwa jumlah penderita kusta
terbanyak terdapat di provinsi Jawa Timur baik tahun 2011-2013 dengan
penurunan 1.152 kasus, sedangkan provinsi yang mengalami kenaikan jumlah
penderita dalam kurun waktu 2011-2013 terdapat di provinsi Banten
sebanyak 202 kasus.
Gambar 2.7 Proporsi dan Tren Penderita Kusta Baru di 12 Provinsi Tahun 2011-2013
15. 9
Pria memiliki tingkat terkena kusta dua kali lebih tinggi dari wanita.
Provinsi dengan proporsi kusta terbanyak berjenis kelamin laki-laki yaitu Jawa
Timur (23,25%), Jawa Barat (13,50%) dan Jawa Tengah (10,82%).
Gambar 2.8 Kasus Baru Kusta menurut Jenis Kelamin Per Provinsi Tahun 2013
Kusta tipe Pauci Bacilary atau disebut juga kusta kering adalah bilamana
ada bercak keputihan seperti panu dan mati rasa atau kurang merasa,
permukaan bercak kering dan kasar serta tidak berkeringat, tidak tumbuh
rambut/bulu, bercak pada kulit antara 1-5 tempat. Ada kerusakan saraf tepi
pada satu tempat, hasil pemeriksaan bakteriologis negatif (-), tipe kusta ini
tidak menular.
Gambar 2.9 Kasus Baru Kusta Tipe PB Menurut Provinsi Tahun 2013
16. 10
Sedangkan kusta tipe Multi Bacilary atau disebut juga kusta basah
adalah bilamana bercak putih kemerahan yang tersebar satu-satu atau merata
diseluruh kulit badan, terjadi penebalan dan pembengkakan pada bercak,
bercak pada kulit lebih dari 5 tempat, kerusakan banyak saraf tepi dan
pemeriksaan bakteriologis positif (+), tipe ini sangat mudah menular.
Gambar 2.10 Kasus Baru Kusta Tipe MB Menurut Provinsi Tahun 2013
1. Distribusi Menurut Orang
Kejadian penyakit kusta menunjukkan adanya perbedaan distribusi
dapat dilihat karena faktor geografi. Namun, jika diamati dalam satu
Negara atau wilayah yang sama kondisi lingkungannya ternyata perbedaan
distribusi dapat terjadi karena faktor etnik. Di Myanmar kejadian kusta
lepromatosa lebih sering terjadi pada etnik Burma dibandingkan dengan
etnik India. Situasi di Malaysia juga mengindikasikan hal yang sama, yaitu
kejadian kusta lebih banyak pada etnik China dibandingkan etnik Melayu
atau India. Demikian pula kejadian di Indonesia, etnik Madura dan Bugis
lebih banyak menderita kusta dibandingkan etnik Jawa atau Melayu.
Penyakit kusta jarang ditemukan pada bayi. Insiden rate penyakit ini
meningkat sesuai umur dengan puncak pada umur 10-20 tahun dan
kemudian menurun. Prevalensinya juga meningkat sesuai dengan umur
17. 11
dengan puncak antara umur 30-50 tahun dan kemudian secara perlahan-
lahan menurun.
Insiden maupun prevalensi pada laki-laki lebih banyak dari pada
wanita kecuali di Afrika dimana wanita lebih banyak daripada laki-laki.
Faktor fisiologik seperti pubertas, menopause, kehamilan, serta faktor
infeksi dan malnutrisi dapat meningkatkan perubahan klinis penyakit kusta.
2. Distribusi Menurut Tempat dan Waktu
Penyakit kusta tersebar di seluruh dunia dengan endemisitas yang
berbeda-beda. Diantara 122 negara yang endemis pada tahun 1985 dengan
prevalensi >1/10.000 penduduk, hanya tinggal 6 negara yang masih belum
mencapai eliminasi di tahun 2005 yaitu : India, Brazil, Indonesia,
Bangladesh, Congo, dan Nepal Antara tahun 1985 hingga 2005 lebih dari 15
juta penderita telah sembuh. Dan 222.367 kasus masih dalam pengobatan
pada awal tahun 2006.
Dari 10 negara dengan jumlah kasus baru terbesar di dunia,
Indonesia menempati posisi ke-3 setelah India dan Brazil. Di Indonesia,
kasus terbanyak terdapat di Jawa Timur dengan jumlah penderita kusta
terbanyak pada tahun 2011-2013 dengan penurunan 1.152 kasus,
sedangkan provinsi yang mengalami kenaikan jumlah penderita dalam
kurun waktu 2011-2013 terdapat di provinsi Banten sebanyak 202 kasus.
18. 12
3. Determinan
Timbulnya penyakit kusta bagi seseorang tidak mudah, dan tidak
perlu di takuti. Adapun beberapa faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya kusta dipengaruhi oleh host, agent, dan environment antara lain
:
a. Faktor Daya Tahan Tubuh (host)
Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta (95%). Dari
hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 100 orang yang terpapar, 95
orang tidak menjadi sakit, 3 orang sembuh sendiri tanpa obat, dan 2
orang menjadi sakit. Hal ini belum memperhitungkan pengaruh
pengobatan.
b. Faktor Kuman (agent)
Kuman dapat hidup di luar tubuh manusia antara 1-9 hari
tergantung pada suhu atau cuaca, dan hanya kuman kusta yang utuh
(solid) saja yang dapat menimbulkan penularan.
c. Faktor Sumber Penularan (environment)
Sumber penularan adalah penderita kusta tipe Multi Baciler (MB).
Penderita MB ini pun tidak akan menularkan kusta apabila berobat
teratur. Penyakit ini dapat ditularkan melalui pernafasan (droplet) dan
kulit.
19. 13
1. Definisi
Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya
ialah Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer
sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian
atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. (Djuanda
Adhi,2010)
2. Etiologi
Dibandingkan M.Tuberculosis, basil tahan asam Mycobacterium
leprae tidak memproduksi eksotoksin dan enzim litik. Selain itu, kuman ini
merupakan satu-satunya mikobacteria yang belum dibiakkan in vitro.
Mikobakteria ini secara primer menyerang sistem saraf tepi dan terutama
pada tipe lepromatosa, secara sekuder dapat menyerang seluruh organ
tubuh lain seperti kulit, mukosa mulut, mukosa saluran napas bagian atas,
system retikuloendoletial, mata, tulang, dan testis. Reaksi imun penderita
terhadap M.Leprae berupa reaksi imun seluler terutama pada lepra bentuk
lepromatosa. (Wim de Jong et al. 2005)
Kusta tampil dalam dua jenis bentuk klinis utama, yaitu kusta bentuk
kering tau tipe tuberkuloid, dan kusta bentuk basah, disebut juga tipe
lepromatosa. Bentuk ketiga yaitu bentuk peralihan (borderline):(Wim de
Jong et al.2005)
a. Kusta bentuk kering : tidak menular, kelainan kulit berupa bercak
keputihan sebesar uang logam atau lebih besar, sering timbul dipipi,
punggung, pantat, paha, atau lengan. Bercak tampak kering, kulit
kehilangan daya rasa sama sekali.
b. Kusta dalam bentuk basah : bentuk menular karena kumannya banyak
terdapat di selaput lendir hidung, kulit dan organ tubuh lainnya, dapat
berupa bercak kemerahan, kecil-kecil tersebar di seluruh badan, atau
berupa penebalan kulit yang luas sebagai infitrate yang tampak
mengkilap dan berminyak, dapat berupa benjoaln merah sebesar biji
20. 14
jagung yang tersebar di badab, muka dan daun telinga. Disertai
rontoknya alis mata, menebalnya daun telinga.
c. Kusta tipe peralihan : merupakan peralihan antara kedua tipe utama.
Pengobatan tipe ini dimasukkan kedalam jenis kusta basah.
3. Manifestasi Klinis
a. Makula hipopigmentasi
b. Hiperpigmentasi
c. Eritamatosa
d. Gejala kerusakan saraf (sensorik, motorik, autonom)
e. Kerusakan jaringan (kulit, mukosa respiratorius atas, tulang-tulang jari
dan wajah)
f. Kulit kering dan alopesia
Bagan diagnosis klinis menurut WHO (1995)
Kusta PB (Pausabasilar) Kusta MB (Multibasilar)
Lesi kulit (makula
datar, papul ang
meninggi, nodus)
Kerusakan saraf
(menyebabkan
hilangnya
sensasi/kelemahan
otot yang dipersarafi
oleh saraf yang
terkena)
- 1-5 lesi
- Hipopigmentasi/eritema
- Distribusi tidak simetris
- Hilangnya sensasi yang jelas
- Hanya satu cabang saraf
- >5 lesi
- Distribusi lebih simetris
- Hilangnya sensasi kurang
jelas
- Banyak cabang saraf
Tabel 2.1 Bagan DiagnosisKlinis Sumber : WHO 1995 (Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Hal
:74)
21. 15
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Test sensibilitas pada kulit yang mengalami kelainan.
b. Laboratorium : basil tahan asam. Diagnosa pasti apabila adanya mati
rasa dan kuman tahan asam pada kulit yang (+) positif.
c. Pengobatan kusta/leprae lamanya pengobatan tergantung dari
berbagai jenis kusta lepromatus pengobatan minimal 10 tahun, obat
yang diberikan Dapsone (DSS) (dosis 2x seminggu).
5. Penatalaksanaan
Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah menyembuhkan
pasien Kusta (Leprae) dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan
mata rantaipenularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular
kepada orang lain untuk menurunkan insiden penyakit.
Regimen pengobatan kusta di indonesia disesuaikan dengan
rekomendasi WHO (1995), yaitu program Multi Drug Therapy (MDT)
dengan kombinasi obat medikamentosa utama yang terdiri dari rifampisin,
klofazimin (Lamprene) dan DDS (Dapson/4,4-diamino-difenil-sulfon) yang
telah diterapkan sejak tahun 1981. Program MDT ini bertujuan untuk
mengatasi resistensi Dapson yang semakin meningkat, mengurangi
ketidak-taatan pasien, menurunkan angka putus obat, mengefektifkan
waktu pengobatan dan mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam
jaringan.
Regimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai dengan regimen
pengobatan yang direkomendasikan oleh WHO. Regimen tersebut adalah
sebagai berikut :
22. 16
a. Penderita Pauci Basiler (PB)
1)Penderita Paucibaciler (PB) lesi satu
Diberikan dosis tunggal ROM.
Rifampisin Ofloxacin Minocyclin
Dewasa 50-70 kg 600 mg 400 mg 100 mg
Anak 5-14 tahun 300 mg 200 mg 50 mg
Tabel 2.2 Dosis obat penderita Paucibaciler lesi satu
Obat ditelan didepan petugas, anak dibawah 5 tahun dan ibu
hamil tidak diberikan ROM. Pengobatan sekali saja dan langsung
dinyatakan RFT (Released From Treatment=berhenti minum obat
kusta). Dalam program ini ROM yang tidak dipergunakan, penderita
satu lesi diobati dengan regimen PB selama 6 bulan.
2)Penderita Paucibaciler lesi 2-5
Dapson Rifampisin
Dewasa 100 mg/hari 600 mg/bulan, diawasi
Anak 5-14 tahun 50 mg/hari 450 mg/bulan, diawasi
Tabel 2.3 Dosis obat penderita Paucibaciler lesi 2-5
Pengobatan MDT untuk kusta tipe PB dilakukan dalam 6 dosis
minimal yang diselesaikan dalam6-9 bulan dansetelah selesai minum
6 dosis maka dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih
aktif. Menurut WHO (1995) tiak lagi dinyatakan RFT tetpi
menggunakan istilah Completion of Treatment Cure dan pasien tidak
lagi dalam pengawasan.
b. Penderita Multibaciler (MB)
Dapson Rifampisin Klofazimin
Dewasa 100 mg/hari 600 mg/bulan,
diawasi
50 mg/hari dan 300 mg/bulan,
diawasi
Anak 5-14
tahun
50 mg/hari 450 mg/bulan,
diawasi
50 mg selang sehari dan 150
mg/bulan, diawasi
Tabel 2.4 Dosis obat penderita Mulltibaciler
23. 17
Pengobatan MDT untuk kusta tipe MB dilakukan dalam 24 dosis
yang diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan. Setelah selesai
minum 24 dosis maka dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya
masih aktif dan pemeriksaan bakteri BTA positif. Menurut WHO (1998)
pengobatan MB diberikan untuk 12 dosis yang diselesaikan dalam 12-18
bulan dan pasien langsung dinyatakan RFT.
6. Discharge Planning
a. Biasakan hidup bersih dan cuci tangan sebelum melakukan aktivitas
dan sesudah aktivitas
b. Makan makanan yang bergizi seimbang
c. Hindari penularan melalui penggunaan handuk pisau cukur secara
bersamaan
d. Kenali dan kendalikan stress emosional yang dapat memicu terjadinya
masalah kulit
e. Menghilangkan sumber penularan yaitu dengan mengobati semua
penderita.
7. Patofisiologi dan mekanisme penularan (Kusta)
Mekanisme penularan kusta yang tepat belum diketahui. Beberapa
hipotesis telah dikemukakan seperti adanya kontak dekat dan penularan
dari udara. Terdapat bukti bahwa tidak semua orang yang terinfeksi oleh
kuman Mycobacterium leprae menderita kusta, Iklim (cuaca panas dan
lembab) diet, status gizi, status sosial ekonomi dan genetik Juga ikut
berperan, setelah melalui penelitian dan pengamatan pada kelompok
penyakit kusta di keluarga tertentu. Belum diketahui pula mengapa dapat
terjadi tipe kusta yang berbeda pada setiap individu. Faktor ketidak
cukupan gizi juga diduga merupakan faktor penyebab (Menaldi, 2016).
Penyakit kusta dipercaya bahwa penularannya disebabkan oleh
kontak antara orang yang terinfeksi dengan orang sehat. Dalam penelitian
24. 18
terhadap insiden, tingkat infeksi untuk kontak lepra lepramatosa beragam
dari 6.2 per 1000 per tahun di Cebu, Philipina hingga 55.8 per 1000 per
tahun di India Selatan (Menaldi, 2016).
Dua pintu keluar dari Micobacterium leprae dari tubuh manusia
diperkirakan adalah kulit dan mukosa hidung. Telah dibuktikan bahwa
kasus lepramatosa menunjukan adanya sejumlah organisme di dermis kulit.
Bagaimana masih belum dapat dibuktikan bahwa organism tersebut dapat
berpindah ke permukaan kulit. Walaupun telah ditemukan bakteri tahan
asam di epidermis. Walaupun terdapat laporan bahwa ditemukan bakteri
tahan asam di epitel Deskuamosa di kulit, Weddel et al melaporkan bahwa
mereka tidak menemukan bakteri tahan asam di epidermis. Dalam
penelitian terbaru Job etal menemukan adanya sejumlah Mycobacterium
leprae yang besar dilapisan keratin superficial kulit di penderita kusta
lepromatosa. Hal ini menbentuk sebuah pendugaan bahwa organisme
tersebut dapat keluar melalui kelenjar keringat (Menaldi, 2016).
Pentingnya mukosa hidung dalam penularan Mycobacterium leprae
telah ditemukan oleh Schaffer pada tahun 1898. Jumlah bakteri dari lesi
mukosa hidung pada kusta lepromatosa, menurut Shepard, antara 10.000
hingga 10.000.000 bakteri. Pedley melaporkan bahwa sebagian besar
pasien lepromatosa memperlihatkan adanya bakteri di secret hidung
penderita. Devey dan Rees mengindikasi bahwa secret hidung dari pasien
lepromatosa dapat memproduksi 10.000.000 organisme per hari (Menaldi,
2016).
Pintu masuk dari Mycobacterium leprae ke tubuh manusia masih
menjadi tanda tanya. Saat ini diperkirakan kulit dan pernafasan atas
menjadi gerbang masuknya bakteri (Menaldi, 2016).
Masa inkubasi kusta belum dapat dikemukakan. beberapa peneliti
berusaha mengukur masa inkubasi kusta, masa inkubasi kusta minimum
dilaporkan beberapa minggu, berdasarkan adanya kasus kusta pada bayi.
25. 19
Masa inkubasi maksimum dilaporkan selama 30 tahun. Hal ini dilaporkan
berdasarkan pengamatan pada veteran perang yang pernah terekspos di
daerah endemik dan kemudian berpindah ke daerah non endemik. Secara
umum telah ditetapkan masa inkubasi rata-rata dari kusta adalah 3-5 tahun
(Menaldi, 2016).
Gambar 2.11 Patofisiologi Kusta
26. 20
B. Web Of Causation (Jaring-jaring sebab akibat) Kusta
Hygiene
Kepadatan
Penduduk
Lingkungan Fisik :
1. Kondisi fisik
Kusta bangunanSosial
2. Ventilasi
Ekonom i PB & MB
3. Suhu
4. Kelembaban
5. Kepadatan
Pendidikan Pekerjaan hunian
Gambar 2.12 Jaring-jaring sebab akibat Kusta
Perorangan Lingkungan
Status Gizi
Pencahayaan
Imunitas Malnutrisi
27. 21
1. Kondisi fisik bangunan : kondisi fisik bangunan rumah yang ditempati dapat
mempengaruhi status dan derajat kesehatan penghuninya, baik itu rumah
permanen, semi permanen dan non permanen.
2. Ventilasi : ventilasi rumah yang memenuhi syarat kesehatan sehingga
pertukaran oksigen didalam ruangan terjaga.
3. Suhu : suhu rumah yang terjaga serta memenuhi syarat sehingga tidak akan
mempengaruhi derajat kesehatan penghuninya.
4. Kelembaban : kelembaban rumah yang terjaga dan memenuhi syarat
sehingga tidak menjadi tempat media yang baik bagi pertumbuhan
mikroorganisme seperti bakteri.
5. Kepadatan hunian : keadaan dimana kondisi antara jumlah penghuni
dengan luas seluruh rumah seimbang, sehingga tidak mempermudah
penularan penyakit yang ditularkan lewat udara.
Lingkungan Fisik Rumah :
1. Kondisi fisik bangunan
2. Ventilasi
3. Suhu
4. Kelembaban
5. Kepadatan hunian
Penderita
Kusta
28. 22
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN DAN SARAN
Kusta berasal dari bahasa Sensekerta, yakni khusta berarti
kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta atau lepra
disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan
kuman. Kusta adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium Leprae. Kusta menyerang berbagai bagian tubuh
diantaranya saraf dan kulit. Penyakit ini adalah tipe penyakit
granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa saluran pernafasan atas dan
lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila tidak
ditangani kusta dapat sangat pprogresif menyebabkan kerusakan pada
kulit, saraf-saraf, anggota gerak dan mata. Tidak seperti mitos yang
beredar di masyarakat, kusta tidak dapat menyebabkan pelepasan
anggota tubuh sebegitu mudahnya seperti pada penyakit tzaraath yang
digambarkan dan sering disamakan dengan kusta.
Indonesia merupakan negara ke-3 penyumbang terbesar
prevalensi. Maka banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencegahnya.
Membangun perekonomian bangsa salah satunya, ditambah
perlindungan hukum dan perlindungan hak asasi pengidap kusta haruslah
diperjuangkan.
Pemusatan pada promotif dan perventif untuk eliminasi kusta
adalah jalan keluar yang nyata.
29. 23
DAFTAR PUSTAKA
Hafidhah Balqis (2015). Makalah Epidemiologi Penyakit Menular Kusta.
http://www.scribd.com/pdf. Diakses pada tanggal 11 Desember 2017
Hasirun (2015). Epidemiologi Kusta. https://kesmas-epidemiologi-kusta.html.
Diakses pada tanggal 11 Desember 2017
Infodatin (2013). Angka Kejadian Kusta Di Indonesia.
http://www.depkes.go.id/pdf. Diakses pada tanggal 11 Desember 2017
NIC-NOC., (2015). Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional.
Jakarta : EGC.
Nurarif, A. & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jakarta : Mediaction
Makalah Penyakit Kusta. http://eprints.undip.ac.id. Diakses pada tanggal 11
Desember 2017
Reno Ela Zaifa (2008). Konsep Orang, Waktu dan Tempat dalam Epidemiologi.
https://rhenoe.wordpress.com. Diakses pada tanggal 11 Desember 2017
WHO. (2012). WHO Expert Committee on Leprosy : Eight repot. Geneva :
WHO Press