1. LOGO
TOKOH-TOKOH FIQH
INDONESIA
Disusun Oleh:
Ahmad Musthofa
2. 1. Mbah Ma‟shum Lasem
Beliau adalah seorang ulama, salah satu diantara
para ulama yang mendirikan organisasi Islam
besar di Indonesia (NU)
Beliau orangnya berperawa-
kan tinggi, berjenggot tipis,
Berdahi luas, berkulit putih,
Jika berjalan tenang dan ber-
Wibawa, rajin berdzikir dan
bertahajjud, selalu ber-amar
ma‟ruf nahi munkar, serta sen-
ang silaturrahmi.
(Terjemahan tulisan Abu Sulayman
Asy-Syafi‟i dalam buku Tasyniful-
Asma‟ Bi-Syuyukhi al-Ijazah wa
as-Sima‟)
3. Biografi Singkat Beliau
Lahir di Lasem Kabupaten Rembang
Tahun Kelahiran. “Naliko udan awu, aku iseh joko
cilik...” (diperkirakan beliau lahir tahun 1870 M)
Nama asli: Muhammadun bin Ahmad bin Abdul Karim
Beliau kurang dikenal pada tingkat nasional, namun
kematianya pada 1972 menimbulkan goncangan hebat
dari ujung jaringan satu ke jaringan yang lain*.
Sebelum menjadi seorang guru (kiai) mata pencaharian
beliau sebagai pedagang.
Pengembaraan Ilmiah, sejak kecil hingga masa-masa
demasa beliau menimba ilmu dari berbagai kiai, baik di
Lasem maupun di luar Lasem, seperti Jepara, Kajen,
Kudus, Sarang, Solo, Semarang, Jombang, Madura
(Sebelum ke Makah 1235-1923H /1923M), hingga ke
Makah (1338 H/1919M).
Semua para gurunya mutabahhir (ilmunya sedalam
lautan).
Putra pertama beliau yaitu Kiai Ali Ma‟shum seorang
pengasuh pesantren besar di Krapyak Yogyakarta.
* Denys Lombard, dalam Le Carrefour Javanais: Essai d’Histoire Globale.
4. Guru-Guru Mbah Ma‟shum
Guru-Guru Mbah Ma‟shum
(sesuai urutan abjad)*
o Kiai Abdullah (Kajen)
o Kiai Abdussalam (Kajen)
o Kiai Ahmad bin Abdul Karim (ayah)
o Kiai Dimyati at-Turmusi (Termas)
o Kiai Hasyim Asy’ari (Tebu Ireng)
o Kiai Idris (Jamsaren, solo)
o Kiai Kholil Abdul-Latif (Bangkalan)
o Kiai Mahfudz at-Turmusi (di Makah)
o Kiai Ma’shum (Damaran Kudus)
o Kiai Nawawi (Jepara)
o Kiai Ridwan (Semarang)
o Kiai Siroj (Kajen)
o Kiai Syarofuddin (Kudus)
o Kiai Umar bin Harun (Sarang)
* Tidak ada informasi yang dapat memberikan data guru Mbah Ma’shum secara berurutan sesuai dengan
rentang waktu semasa beliau belajar. Draft ini adalah perkiraan belaka, yang penulis (M. Luthfi
Thomafi)urutkan melalui kesimpulan-kesimpulan dari berbagai sumber
5. Beliau Pernah Dawuh…
Bahwa Fiqh itu telah ada
dalam dadanya.
Jadi, kalau beliau
mengatakan sesuatu yang
berhubungan dengan
fiqh, beliau sudah merasa
kesulitan untuk
menyebutkan sumbernya
karena terlalu banyak
kitab Fiqh yang beliau
baca.
6. Kontekstualitas Pemikiran Mbah Ma‟shum
Ditinjau dari satu perspektif tertentu, Pemikiran beliau
tidak berbeda dengan pemikiran para kiai pada
umumnya: sangat teguh memegang syari‟at dan
secara spesifik fiqh syafi‟i. Beliau bisa saja
mempraktikan fiqh Hanafi, misalnya, karena beliau
juga menguasainya. Akan tetapi, hal itu tidak
dilakukan dan lebih tertarik untuk mengembangkan
fiqh Syafi‟i. Hal itu terjadi pada kasus
mahrommiyah, yang mana beliau sering menikahkan
seseorang dengan kerabatnya supaya menjadi
mahrom dengan beliau. Gagasan ini muncul seiring
kebiasaan atau bertemunya laki-laki dan perempuan
yang bukan mahrom. Memperhatikan hal ini beliau
tidak menggunakan fiqh Hanafi yang
membolehkanya.
7. Perubahan-Perubahan Pandangan Fiqh
Dalam berdialog dengan fenomena-
fenomena yang terjadi pada
masyarakat pun beliau mempunyai
pandangan yang moderat (realistis).
Beliau, misalnya, hukum pemakaian
dasi, hukum mendengarkan radio, dan
pemakaian sepatu.
8. Kenapa Mbah Ma‟shum sepertinya
terlalu mengubah pandangan fiqhnya?
Disini kita bisa memahami bahwa Mbah
Ma‟shum selama itu menggunakan
kaidah ushul al-fiqh yang
menyatakan:
Bahwa hukum yang diputuskan senantiasa harus
mengikuti alasan-alasan yang mendasarinya.
9. PERAN KEBANGSAAN & NASIONALISME
“… Engkau jangan sekali-kali membenci NU.
Sebab, membenci NU sama dengan
membenci padaku. Karena NU itu saya yang
mendirikan bersama-sama ulama yang lain.
Tetapi engkau pun jangan membenci
Muhammadiyah. Jangan pula membenci PNI
dan partai-partai yang lain lain. Sebagai
seorang Mentri Agama, engkau harus dapat
berdiri di tengah-tengah dan berbuat adil
terhadap mereka. Dan negara harus kau
junjung tinggi…” (nasehat yang diberikan
kepada prof. Dr. KH. Mukti Ali pada saat
menjadi Mentri Agama).
10. Warisan Mbah Ma‟shum
Surah Ad-Dhuha
Mbah Ma’shum dawuh: Dengan membaca ayat
itu (khusus fa-hada dibaca 8 kali), insya Allah
barang yang hilang akan kembali.
Potongan Syair dalam Qashidatul Burdah
karangan Imam al-Bushiri.
(Potongan tersebut, pesan beliau kepada santrinya supaya dibaca setiap hari 1000 kali
dan tidak terikat oleh waktu yang penting dalam satu hari berjumlah seribu kali)
Syair al-burdah tersebut dibacanya sebanyak (lebih kurang ) 80 kali dan dilanjutkan
dengan berdo‟a. Menurut Bapak Zulkifli, wirid istighosah itu jika diamalkan sangat
manjur Bi-masyiatillah*.
* Naskah cerita diriwayatkan dari Bapak Zulkifli.
11. Prinsip Mbah Ma‟shum
Bahwa beliau pernah
menyatakan: “…
selama bekerja
bersama manusia,
saya merasa tidak
pernah berhasil.
Lain saat saya
bekerja bersama
Allah swt…”
12. 2. Kiai Sahal Mahfudh
www.themegallery.com Company Logo
13. Riwayat Hidup Beliau
Nama lengkapnya Muhammad Ahmad Sahal bin Mahfudh al-Hafidz bin
Abd Salam Al-Hajaini.
Lahir di Kajen, Margoyoso Kabupaten Pati, pada tanggal 17 Desember
1937.
Pendidikan formal sahal dimulai sejak usia 6 tahun (1943).
1) Di Perguruan Islam Mathali‟ul Falah selama 9 tahun.
2) Di PONPES Bendo Kediri. (pasanan di Pondok Lirboyo dan
Kedunglo), Selama 4 tahun. Kiai Muhajjir
3) Di PONPES Al-Anwar Sarang Rembang. Kiai Zubair
4) Di Makkah al-Mukarromah Syeh Yasin bin Isah al-Fadani
Salah satu kunci sukses Gus Sahal dalam belajar adalah adanya target
Selama di Mathaliul Falah, PONPES Bendo dan di Sarang, hal istimewa
yang dirasakan Gus Sahal terhadap guru-gurunya adalah semangatnya
mendorong para murid untuk bertanya.
Mengasuh para santri di PONPES Maslakul Huda Polgarut
Utara, direktur Perguruan Islam Mathali‟ul Falah, Dosen, di NU dan
melayani ummat adalah kesibukan beliau.
Pernah mendapatkan Gelar Doktor Honoric Causa (Dr. HC.) dari UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dalam keteguhan fiqh sosial Indonesia.
14. Suka Memotivasi Adalah cara lain
Beliau Dalam mendidik Santrinya
Dalam suatu kesempatan beliau berkata “Dengan
memahami kitab kuning, kita mempunyai kemampuan yang
luar biasa. Tadi aku baru baca tulisan Cak Nur tentang
teologi, itu khan pelajaran kelas 4-5, cuman, dia pintar
membahasakan saja”. Artinya dengan menguasai kitab
kuning para santri akan menjadi seseorang ilmuwan besar,
tinggal bagaimana cara membahasakan secara sistematis,
kritis, ilmiah, dan kontekstual. Itu nanti, yang penting saat
ini adalah kitab kuning harus dikuasai dulu.
Ketika ada muridnya berpuasa sehingga malas belajar, Kiai
Sahal berseloroh “Anggetmu ilmu teko dewe mbok pasani,
ora tau sinahu”. Kiai Sahal ingin menanamkan watak
otodidak, belajar keras, menggali ilmu setinggi-tingginya,
karena ilmu tidak akan habis dikaji manusia sepanjang
masa.
15. Landasan Pemikiran Filosofi
Shahibul Fikrah
Yang dijadikan pijakan, antara lain:
1. Definisi Syari‟ah/din. Kiai Sahal selalu menekankan kajian
mendalam tentang pengertian din, yaitu:
“Ketentuan Ketuhanan yang mendorong orang yang berakal sehat
untuk mencapai sesuatu yang lebih baik dalam kehidupan dunia
dan akhirat” . Dari definisi ini Kiai Sahal menyimpulkan, bahwa
syariat/agama tidak hanya berkutat dalam masalah hubungan
hablum minallah, tapi juga mengembang dalam wilayah hablum
minannas.
2. Definisi fiqh. Kiai Sahal selalu menjelaskan secara detail definisi
fiqh untuk dijadikan entry point gagasan fiqh sosialnya. Defini fiqh
adalah:
Definisi ini mengandung tiga substansi dasar yang sangat krusial.
Pertama, ilmu fiqh adalah ilmu yang paling dinamis karena ia
menjadi petunjuk moral bagi dinamika sosial yang selalu berubah
dan kompetitif. Kedua, ilmu fiqh sangat rasional, mengingat ia
adalah ilmu iktisabi. Ketiga, fiqh adalah ilmu yang menekankan
pada aktualisasi, real action, atau bisa dikatakan
amaliyah, bersifat praktis sehari-hari.
16. Lanjutan...
3. Aplikasi qawa‟id ushuliyyah dan fiqhiyyah. Kaidah fiqhiyyah yang sering
dipakai Kiai Sa hal adalah:
“Apabila dua kerusakan bertentangan, maka dijaga bahaya
yang paling besar dengan memilih bahaya yang paling
sedikit.
17. Istimroorun...
4. Pengembangan teori
Masalik illah adalah cara/metode untuk menemukan illat/alasan penetapan
hukum.
5. Maslahah ammah
Secara etimologi adalah setiap sesuatu yang menimbulkan suatu
perbuatan, berupa hal-hal baik
6. Tradisi masyarakat („adah ijtimaiyyah)
Ada kaidah populer al adah muhakkamah, tradisi yang berkembang pada
suatu masyarakat duijadikan sebagai sumber hukum
7. Ijtihad jama‟i
18. Kitab Karangan Kiai Sahal
Kitab yang sudah terbit
1. Thoriqul Husul ila Ghayah al-Wushul
2. Al-Bayan al-Mulamma‟ „an Alafazh al-Luma‟
3. Al-Tsamaratul al-Hajeniah
4. Al-Faraid al-Ajibah
5. Faidh al-Hija
6. Intifah al-Wadajaian fi Munazharati Ulama Hajein
7. Luma‟ah al-Himmah ila Musalsalat al-Muhimmah
8. Enslikopedia Ijma‟, Terjemahan bersama KH.A. Mustofa Bisri
9. Nuansa Fiqh Sosial
10. Pesantren Mencari Makna
11. Telaah Fiqh Sosial, Dialog dengan KH. M. Sahal
12. Dialog dengan Kiai Sahal Mahfudh, Solusi Problematika Umat
13. Wajah Baru Fiqh Pesantren
14. dll*
Kitab yang belum terbit
Ta‟liqat (komentar) Kiai Sahal kepada kitab Asyobah wa al-Nazhair,
Syarah Izhah al-Mubham, dll
* Dalam bentuk makalah hampir tidak terhitung
20. 3. KH. A. Mustofa Bisri (Gus Mus)
www.themegallery.com Company Logo
21. Biografi Singkat
Nama lengkapnya Achmad Mustofa Bisri dilahirkan di
Rembang pada 10 Agustus 1944. Gus Mus (panggilan
populernya) memperdalam ilmu di Pesantren Lirboyo
Kediri dibawah asuhan KH. Marzuki dan KH. Machrus
Ali. Gus Mus juga suntuk di Pondok Pesantren
Krapyak, Yogyakarta dibawah asuhan KH. Ali
Maksum dan KH. Abdul Qodir. Puncaknya belajar di
Universitas Al Azhar, Kairo. Di Al Azhar itulah, untuk
pertama kali Gus Mus bertemu dan berkenalan
dengan Gus Dur, yang kemudian menjadi Presiden
Republik Indonesia. Seperti pengakuannya sendiri,
mereka kemudian tinggal di satu kamar. Gus Dur
banyak membantu Gus Mus selama di perguruan
tinggi tersebut. Bahkan sampai memperoleh
beasiswa
22. Aktifitas & Perjuangan GUS MUS
Gus Mus adalah seorang kiai yang
wawasannya luas dan serba bisa.
Di Indonesia jarang ditemukan kiai
serba bisa seperti halnya Gus Mus,
apalagi jika dibatasi lagi dalam
konteks kiai Nahdlatul Ulama (NU).
Sebagai seorang intelektual dan
cendekiawan, beliau termasuk
produktif melansir pemikiran dan
menerbitkan buku.
23. Diantara KARYA-KARYA GUS MUS
Ensiklopedi Ijmak (Terjemahan bersama KH.MA.
Ahmad Sahal Mahfudz).
Fiqh Keseharian Gus Mus.
Canda nabi & Tawa Sufi.
Maha Kiai Hasyim Asy‟ari.
Membuka Pintu Langit.
Kumpulan Cerpen Luksan Kaligrafi.
Saleh Ritual Saleh Sosial, Esai-esai Moral.
Koridor Renungan A. MUSTOFA BISRI.
Pesan Islam Sehari-hari.
Syi'iran Asmaul Husna.
Sya‟ir Asmal uHusna.
dan lain-lain.
24. Kerangka Metodologis Pemikiran
Hukum Islam KH. Mustofa Bisri
1) Beristidlal dengan Nash al-
Qur'an dan al-Haditsh
2) Mempertimbangkan
Maslahah.
3) Menggunakan Kaidah
Fiqhiyyah.
4) Memperhatikan Tradisi
Masyarakat („Adah
Ijtimaiyyah).
5) Pola pikir
konstektual, praktis, & tidak
kaku.
6) Banyak menggunakan pola
madhhab qawliy daripada
madhhab manhajiy.
25. Komentar Buku Fiqh Keseharian
GUS MUS*
Kapasitas sebagai pemberi
fatwa dalam berbagai
pendapatnya dapat
digolongkan sebagai ulama
yang berpegang pada akidah:
sangat sedikit penggunaan
kaidah-kaidah ushuliyah
maupun kaidah-kaidah
fiqhiyyah sebagai pendukung
ketika beliau memberikan
fatwanya.
Untuk khalayak umum cukup
memadai, akan tetapi untuk
setingkat perguruan tinggi
masih diperlukan
penyempurnaan-
penyempurnaan. Soalnya
beliau tidak menuliskan
referensinya secara jelas..
*Dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada penulis. Ringkasan disertasi Sutrisno RS
26. Kontribusi KH. A. Mustofa Bisri tarhadap
pengembangan hukum islam.
Sikapnya dalam berfatwa yang tidak terikat
oleh suatu madhhab tertentu. Sikap ini
menjadi penting di tengah digalakkannya
pengembangan pemikiran hukum Islam yang
mensharatkan adanya kebebasan berpikir dan
tidak terikat pada suatu madhhab tertentu.
Tentu saja kebebasan berpikir versi KH.
Mustofa Bisri adalah kebebasan yang terukur
dan terbingkai dalam maqasid as-shari'ah
yang menjadi tujuan diturunkannya shari'ah
Islam
27. 4. Prof. DR. KH. Said Aqiel Siradj MA
PENAKLUK
MUSHADEQ
Company Logo
28. Riwayat Hidup dan Pendidikan
Lahir di Cirebon, 3 Juli 1953
Panggilan akrab beliau Kang Said
Pendidikanya diawali ngaji dipesantren ayahnya, sambil
Sekolah Rakyat, Kemudian melanjutkan studi ke Pondok
Pesantren Hidayatul Mubtadi‟in Lirboyo Kediri, sambil
menyelesaikan SMA & UIT, selepas itu beliau mengayunkah
langkah ke kota gudeg Yogyakarta utk menimba ilmu dari
KH. Ali Ma‟shum (Al-maghfurlah) di PONPES
Krapyak, sambil studi sarjana di Kulliyatul Adab IAIN
SUKA. Merasa belum puas di kota Yogyakarta beliau
melanjutkan studi lagi di Makkah selama lebih 14
tahun, hingga menyabet gelar doktor pada universitas
Ummul Qura pada tahun 1994 dengan predikat caumlaude .
Dalam mengisi pengajian beliau mampu menyebutkan 32
mata rantai keilmuwan para ulama yang terus
menyambung sampai Nabi Muhammad SAW.
Saat ini menjadi Professor dan Direktur pasca sarjana
Unisma Malang, dosen pasca sarjana IAIN Sahid Jakarta
dan Rais „Am PBNU dlsb.
29. Fatwa-Fatwa Kang Said*
1) PRESIDEN WANITA
Menurut Kang Said, wanita memiliki
kesempatan yang sama dengan pria
dalam menggapai hak untuk dipilih
sebagai presiden. Pemahaman yang
menghalangi tempilnya kaum hawa‟
sebagai pemimpin (presiden),
hanya didasarkan pada pemahaman
nash secara tekstual-interpertatif.
Jika nash yang dianggap sebagai
landasan larangan itu dipahami
dengan memberikan interpretasi
secara kontekstual, akan diperolah
hukum sebaliknya, jawaz (boleh).
Alangkah baiknya, jika wacana ini
dipahami?
* Dalam bukunya Islam Kebangsaan Fiqih Demokratik Kaum Santri
30. Istimrorun.
..
2. Golput dalam Prespektif Islam
Menurut Kang Said, sebagai upaya
untuk menegakkan kedaulatan
rakyat, Pemilu merupakan suatu
keharusan bagi kontinuitas
pemerintahan yang konstitusional
sebagai pengatur urusan kaum
muslimin (rakyat). Disamping
sebagai usaha mengaplikasikan
kaidah „maa la yatimmu al-wajib
illa bihi fahuwa wajib‟ Artinya:
Sesuatu yang tanpa
kehadiranya, suatu kewajiban
(dalam syari‟at Islam) tidak
sempurna, maka perkara tersebut
hukumnya wajib.