SlideShare a Scribd company logo
1 of 8
Download to read offline
_______________________________________________________________
Pengembangan dan Evaluasi Stabilitas Formulasi Gel yang Mengandung
Etil p-metoksisinamat
Nelly Suryani*, Deani Nurul Mubarika, Ismiarni Komala
Program Studi Farmasi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Tangerang Selatan 15419, Indonesia
*Corresponding author: nelly.suryani@uinjkt.ac.id
Diterima: 24 September 2019; Disetujui: 18 November 2019
Abstract: Ethyl p-methoxycinamate (EPMC) is the main anti-inflammatory compound found in the rhizome of Kaempferia
galanga that has anti-inflammatory activity. The purpose of this study was to develop a gel preparation containing EPMC by
using a combination of HPMC and carbopol 940 as a gelling agent. Gel preparation was prepared in three formulas F1, F2,
and F3 with variations combination of HPMC: carbopol 940 used were 0.4: 0.4%, 0.5: 0.5%, and 1.0: 0.5 %, respectively.
These formulas were further evaluated for their physical and chemical stability properties. The physical evaluation results
showed that organoleptically the three formulas F1, F2, and F3 fulfilled the gel preparation requirements, and were stable in
centrifugation and cycling tests. It suggested that F2 was the best formula for EPMC gel preparations. Evaluation of
chemical stability showed that the concentration of EPMC in gel preparations at day 0, 7, 14, and 21 were in the range of 91-
100%. Gel preparations showed decreased EPMC concentration by 9% (F1), 5% (F2) and 6% (F3).
Keywords: ethyl p-methoxycinnamate, gel, HPMC, Carbopol, Kaempferia galanga
Abstrak: Etil p-metoksisinamat (EPMS) merupakan senyawa utama aktif anti-inflamasi yang terdapat dalam rimpang
kencur (Kaempferia galanga). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan sediaan gel yang mengandung EPMS
dengan menggunakan kombinasi HPMC dan karbopol 940 sebagai gelling agent. Sediaan gel di buat dalam tiga formula F1,
F2 dan F3 dengan variasi persentase kombinasi HPMC : karbopol 940 yang digunakan masing-masingnya adalah 0,4 : 0,4%,
0,5 : 0,5%, dan 1.0 : 0,5%. Masing-masing formula selanjutnya dievaluasi sifat fisik dan kimianya. Hasil evaluasi fisik
menunjukkan bahwa secara organoleptis ketiga formula F1, F2 dan F3 memenuhi syarat sediaan gel, serta stabil ketika
dilakukan pengujian sentrifugasi dan cycling test. Formuala F2 merupakan sediaan terbaik dalam pembuatan sediaan gel
EPMS. Evaluasi stabilitas kimia menunjukkan bahwa kadar EPMS dalam sediaan gel hari ke- 0, 7, 14, dan 21 berada dalam
rentang 91–100%. Sediaan gel mengalami penurunan kadar EPMS masing-masingnya sebesar 9% (F1), 5% (F2) dan 6%,
(F3).
Kata kunci: etil p-metoksisinamat, gel, HPMC, karbopol 940, Kaempferia galanga
1. PENDAHULUAN
Semenjak zaman dahulu, masyarakat Indonesia telah
menggunakan rimpang kencur (Kaempferia galanga)
sebagai bumbu masakan dan bahan pembuatan jamu.
Jamu beras kencur yang mengandung rimpang
kencur sebagai bahan utamanya telah dipercaya oleh
masyarakat Indonesia mampu meningkatkan nafsu
makan dan dapat meredakan rasa nyeri otot dan pegal
linu (Komala, Supandi and Hardiansyah, 2018).
Beberapa penelitian sebelumnya telah melaporkan
bahwa komponen utama dari kencur adalah senyawa
ester etil p-metoksisinamat (EPMS) dan senyawa ini
diketahui memiliki berbagai aktivitas farmakologis
diataranya adalah anti-inflamasi, anti-tuberkolosis,
sedative dan antikanker (Umar dkk., 2012; Komala
dkk., 2017, 2018). Studi in vivo telah menunjukkan
bahwa EPMS dapat menghambat inflamasi pada kaki
tikus yang diinduksi dengan karagenan dengan
konsentrasi hambat minimum (KHM) adalah 100
mg/kg berat badan. Efek anti-inflamasi kencur
terutama berasal dari komponen utama yang terdapat
didalamnya yaitu etil p-metoksisinamat (EMPS)
(Umar dkk., 2012).
Inflamasi merupakan suatu respons spesifik terhadap
kerusakan jaringan dan digunakan oleh sistem imun
bawaan dan adaptif untuk melawan serangan patogen.
Inflamasi terjadi selama gangguan parah homeostasis,
Pharmaceutical and Biomedical Sciences Journal
Volume 1(1), November 2019, 29-36
30 Pharmaceutical and Biomedical Sciences Journal, 2019, Vol. 1(1) Suryani et. al.
seperti infeksi, cedera, dan paparan kontaminan, dan
dipicu oleh reseptor imun bawaan yang mengenali
patogen dan sel yang rusak (Ashley, Weil and Nelson,
2012). Obat anti inflamasi non steroid (AINS)
merupakan salah satu obat penghilang rasa sakit yang
paling umum diresepkan. Obat ini merupakan kelas
obat yang sangat efektif untuk rasa sakit dan
peradangan, namun AINS diketahui memiliki
beberapa efek samping, diantaranya adalah
pendarahan saluran cerna, efek samping
kardiovaskular dan nefrotoksisitas yang diinduksi
oleh AINS. Obat anti-inflamasi nonsteroid topikal
merupakan alternatif yang relatif baru untuk AINS
oral. AINS topikal dirancang untuk menargetkan
efek terapeutiknya secara lokal ke jaringan yang
rusak sambil meminimalkan paparan sistemik
(Klinge and Sawyer, 2013). Berbagai macam bentuk
sediaan farmasi dapat digunakan untuk obat topikal.
Bentuk sediaan yang paling banyak digunakan adalah
gel, krim, dan salep, diikuti oleh semprotan dan
sediaan cair (Dantas dkk, 2016).
Studi literatur menunjukkan bahwa belum ada
penelitian sebelumnya yang dilakukan dalam rangka
mengembangkan EPMS sebagai sediaan topikal gel
anti-inflamasi. Oleh karena itu kami melakukan
penelitian dalam mengembangkan sediaan topikal gel
anti-inflamasi yang mengandung EPMS dengan
menggunakan kombinasi HPMC dan karbopol 940
sebagai agent. Gel adalah bentuk sediaan semi padat
yang mengandung zat pembentuk gel (gelling agent)
untuk memberikan kekakuan pada larutan atau
dispersi koloid yang digunakan untuk pemakaian luar
pada kulit (Mayba and Gooderham, 2018).
Gel memiliki beberapa keuntungan di antaranya
adalah fitur kosmetik yang menarik bagi pasien, tidak
lengket, mudah diaplikasikan dan dicuci (Verma dkk
2013; Mayba and Gooderham, 2018). Berdasarkan
penelitian sebelumnya, kombinasi karbopol dan
HPMC sebagai gelling agent dapat menghasilkan
formula yang baik, kombinasi keduanya mampu
melepaskan obat dengan baik, serta menghasilkan pH
yang mendekati rentang pH kulit manusia dan
memiliki nilai daya sebar yang masuk ke dalam
rentang nilai daya sebar sediaan gel yang baik
(Verma dkk., 2013).
2. BAHAN DAN METODE
2.1 Ekstraksi dan Isolasi
Rimpang kencur (Kaempferia galanga) diperoleh
dari kebun di daerah Ciamis, Jawa Barat pada bulan
Desember 2017. Spesimen tumbuhan dideterminasi
di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi,
LIPI, Indonesia. Proses ekstraksi dan isolasi etil p-
metoksosinamat dilakukan sesuai dengan prosedur
yang dilakukan sebelumnya oleh Komala dkk
(Komala dkk., 2017). Senyawa EPMS yang telah
diisolasi diidentifikasi dengan melakukan
pengukuran titik leleh dan analisa MS data dengan
menggunakan GCMS.
2.2 Pembuatan Sediaan Gel
Karbopol 940 didispersikan ke dalam air dingin
sampai terdispersi seluruhnya yang selanjutnya
disebut sebagai bahan A. Di wadah terpisah, HPMC
didispersikan ke dalam air dingin sehingga
terdispersi sempurna dan selanjutnya disebut sebagai
bahan B. Bahan A ditambahkan sedikit demi sedikit
ke dalam bahan B, diaduk dengan menggunakan
homogenizer dengan kecepatan 250 rpm sampai
campuran menjadi homogen. Campuran ini
selanjutnya disebut sebagai bahan AB. Metil paraben
dan propil paraben yang telah dilarutkan didalam
propilen glikol ditambahkan kedalam bahan AB,
dilanjutkan dengan penambahan EPMS yang telah
didispersikan sebelumnya didalam etanol 96 %.
Campuran diaduk sampai homogen dan dilanjutkan
dengan penambahan sisa aquades sedikit demi sedikit
dan sambil terus diaduk dengan homogenizer.
Pharmaceutical and Biomedical Sciences, 2019, Vol. 1(1) 31
Kedalam campuran yang telah homogen, diteteskan
TEA sedikit demi sedikit hingga diperoleh nilai pH
pada rentang pH kulit ( 4,5-6,5). Sediaan gel dibuat
dalam bentuk variasi gelling agent dengan masing-
masing variasinya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabe1 1. Rancangan formula sediaan gel EPMS
Bahan Konsentrasi Bahan (%)
F1 F 2 F 3
EPMS 1 1 1
HPMC 0,4 0,5 1
Karbopol 940 0,4 0,5 0,5
Propilen glikol 15 15 15
Etanol 96 % 40 40 40
Metil Paraben 0,3 0,3 0,3
Propil Paraben 0,6 0,6 0,6
Trietanolamin qs Qs qs
Akuades qs Qs qs
2.3 Evaluasi Fisika dan Kimia Sediaan Gel
a. Pemeriksaan Organoleptis
Pemeriksaan organoleptis dilakukan dengan cara
melakukan pengamatan terhadap bentuk tampilan
fisik dari sediaan yang meliputi bentuk, warna, dan
bau. Pengamatan dilakukan pada hari ke- 0, 7, 14,
dan 21 (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
1995).
b. Pengukuran Viskositas Sediaan
Pengukuran viskositas sediaan gel dilakukan dengan
menggunakan viskometer Haake 6R (Thermo
Scientific, Jerman). Pengukuran viskositas sediaan
dilakukan pada hari ke- 0, 7, 14, dan 21 dengan
kecepatan 30 rpm (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 1995).
c. Pengukuran pH Sediaan
Pengukuran pH sediaan dilakukan pada hari ke- 0, 7,
14, dan 21 dengan menggunakan alat pHmeter yang
telah terkalibrasi (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 1995).
d. Pengujian Daya Sebar
Pengujian daya sebar dilakukan dengan cara
meletakkan sediaan uji (sekitar 1 gram) diantara 2
kaca akrilik. Sebelumnya, kaca akrilik bagian atas
ditimbang terlebih dahulu, sediaan uji diletakkan di
atasnya dan biarkan selama 1 menit. Selanjutnya di
atasnya diberi beban 19 gram, biarkan selama 1
menit, dan dilanjutkan dengan pengukuran diameter
sebarnya. Pengujian dilanjutkan dengan penambahan
beban dengan berat 20 gram, kemudian dilakukan
kembali pengukuran diameter sebarnya. Penambahan
dilakukan hingga beban maksimum di atas sediaan
adalah 99 gram. Lebih lanjut, dibuat grafik hubungan
antara beban dan luas sebar sediaan
e. Uji Stabilitas
Uji stabilitas suhu dilakukan dengan melakukan
pengamatan organoleptis, pH, homogenitas, daya
sebar, dan uji mekanik pada 2 kondisi suhu yang
berbeda, yaitu suhu 27 ± 20
C dan suhu 40 ± 20
C.
Pengamatan dilakukan selama 21 hari (Chandira dkk.,
2010).
Cycling Test dilakukan dengan menyimpanan
sediaan gel pada suhu 4o
± 2o
C selama 24 jam,
dilanjutkan dengan pemindahan ke dalam oven yang
bersuhu 40o
± 2o
C selama 24 jam (satu siklus).
Pengujian ini dilakukan sebanyak 6 siklus (selama
12 hari). Pengamatan dilakukan dengan melihat
apakah terjadi pemisahan fase atau tidak.
f. Uji Sentrifugasi
Pengujian sentrifugasi dilakukan dengan cara
memasukkan sediaan uji kedalam alat sentrifugator
(kecepatan 5000 rpm selama 30 menit). Perlakuan
terhadap sedian uji tersebut sebanding dengan
adanya gravitasi selama 1 tahun. Selanjutnya
pengamatan dilakukan dengan melihat ada atau
tidaknya pemisahan.
32 Pharmaceutical and Biomedical Sciences Journal, 2019, Vol. 1(1) Suryani et. al.
2.4 Analisis Stabilitas Kimia EPMS dalam
Sediaan Gel
a. Kurva Kalibrasi EPMS
Utuk membuat larutan induk 1000 ppm, EPMS
sebanyak 5 mg dilarutkan dalam 50 mL metanol.
Dari larutan induk selanjutnya dibuat seri konsentrasi
1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm, 5 ppm, 6 ppm, 7 ppm,
8 ppm. Serapan masing-masing konsentrasi diukur
pada panjang gelombang maksimum senyawa EPMS
yang telah didapatkan. Data yang dihasilkan
selanjutnya digunakan untuk membuat kurva
kalibrasi.
b. Pengukuran Kadar EPMS dalam Sediaan
Ekstraksi EPMS dari masing-masing sediaan
dilakukan dengan menggunakan pelarut metanol.
Optimasi kurva kalibrasi serta pengukuran kadar
EPMS dilakukan pada panjang gelombang 308,6 nm
yang merupakan panjang gelombang maksimum dari
EPMS. Pengukuran kadar EPMS dalam sediaan
dilakukan pada hari ke 0, 7, 14, dan 21. Nilai
serapan yang diperoleh dikurangi dengan nilai
serapan blanko (basis kosong tanpa zat aktif). Nilai
akhir yang telah didapatkan selanjutnya
disubstitusikan ke persamaan regresi linier kurva
kalibrasi, sehingga didapatkan nilai konsentrasinya.
Kadar EPMS dalam sediaan ditentukan dalam persen
yang diperoleh dengan cara membagi hasil
konsentrasi sebenarnya dengan konsentrasi teoritis
dikalikan seratus persen.
c. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara
statistik dengan analisis varian satu arah (one way
ANNOVA) yang dilanjutkan dengan uji Tukey HSD
dengan taraf kepercayaan 95% (α = 0,05) untuk
mengetahui perbedaan yang bermakna antara
formula dan hasil pengujian.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Isolasi dan Karakterisasi EPMS
Sebanyak 600 gram serbuk kering rimpang kencur (K.
galanga) diekstraksi dengan etanol sehingga
menghasilkan ekstrak kental sebanyak 337 gram
(rendemen 56,2 %). Ekstrak selanjutnya didiamkan
pada suhu kamar dalam beberapa hari sampai
memberikan kristal tak berwarna EPMS yang masih
bercampur. Proses pemurnian dilakukan melalui
teknik rekristalisasi menggunakan n-heksana yang
menghasilkan senyawa murni EPMS berbentuk
kristal jarum dan beraroma khas lemah sebanyak
51,56 gram (rendemen 15,3 %). Titik leleh senyawa
yang telah diisolasi adalah 49-50o
C dan sesuai
dengan nilai titik leleh senyawa EPMS menurut
literatur (Komala dkk., 2017). Analisa spektrum
GCMS memperlihatkan waktu retensi EPMS adalah
9,85 menit. MS data menunjukkan keberadaan
puncak ion molekul pada 206 m/z yang
mengindikaasikan berat molekul senyawa adalah 206.
Puncak utama yang muncul pada 161 m/z
mengindikasikan struktur senyawa telah kehilangan
O-CH2-CH3 dari molekul induk yang merupakan
karakteristik dari keberadaan kerangka senyawa
golongan p-metoksi sinamat. Beberapa fragment
yang muncul pada 134, 118, 89, 63, dan 44 m/z
selanjutnya mendukung bahwa senyawa yang telah
diisolasi dari rimpang kencur (Kaempferia galanga)
merupakan senyawa EPMS. Data ini sesuai dengan
data MS dari EPMS yang terdapat dalam publikasi
sebelumnya (Umar dkk., 2012).
3.2 Uji Stabilitas Fisik Sediaan Gel EPMS
a. Pemeriksaan organoleptis
Pengamatan secara organoleptis dari sediaan yang
dihasilkan menunjukkan bahwa sediaan berwarna
bening, berbau khas, menghasilkan gel yang
transparan, tidak lengket, dan dingin. Pengamatan
pada suhu ruang pada hari ke- 7, 14, dan 21
Pharmaceutical and Biomedical Sciences, 2019, Vol. 1(1) 33
menunjukkan bahwa sedian gel yang dihasilkan
stabil secara organoleptik. Begitupun pada pengujian
suhu tinggi, sediaan tidak mengalami perubahan dari
secara pengamatan organoleptik. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa melalui pengamatan secara
organoleptis sediaan yang dihasilkan tidak
terpengaruh oleh perubahan suhu pada saat
penyimpanan. Seperti terlihat pada gambar 1, sedian
gel juga tidak memperlihatkan adanya butiran-
butiran dan gumpalan-gumpalan .
Gambar 1. Pengamatan organoleptis sediaan gel EPMS
b. Pengukuran Viskositas Sediaan
Pengukuran viskositas sediaan uji dilakukan pada
hari ke-- 0, 7, 14, dan 21. Nilai viskositas sediaan gel
yang baik disarankan berada pada rentang nilai
2000-4000 cps (Garg dkk., 2002). Hasil pengukuran
yang diperoleh menunjukkan bahwa sediaan gel yang
dihasilkan berada di luar rentang viskositas yang baik
yaitu pada F1 sebesar 17.300 cps, F2 sebesar 22.100
cps dan F3 sebesar 38.400 cps (Tabel 2). Namun,
walaupun berada di luar rentang nilai viskositas yang
baik, Formula F1 dan F2 masih mudah mengalir dari
wadah serta tidak lengket. Formula F3 mempunyai
nilai viskositas yang lebih tinggi dibandingkan
dengan nilai viskositas sediaan F1 dan F2. Hal ini
terjadi karena perbandingan konsentrasi HPMC dan
karbopol 940 pada F3 lebih besar yaitu 1:0,5
dibandingkan dengan F1 dan F2. Berdasarkan data,
terlihat bahwa peningkatan nilai viskositas sebanding
dengan meningkatnya konsentrasi polimer yang
digunakan dalam sediaan. Pada pengukuran
viskositas pada suhu tinggi seperti terlihat pada tabel
3, terjadi penurunan viskositas rata-rata 700-1000 cps
pada ketiga formula. Namun penurunan ini tidak
berpengaruh karena nilai daya sebar ketiga sediaan
tetap stabil. Pada pengukuran viskositas selama 21
hari, nilai viskositas yang didapatkan cenderung
tidak berubah sampai hari ke-21, sehingga dapat
disimpulkan bahwa nilai viskositas pada ketiga
formula stabil. Data viskositas yang diperoleh
selanjutnya diuji secara statistik untuk melihat
normalitas dengan metode Kolmogorov Smirnov dan
Saphiro-Wilk. Analisa statistik menunjukan adanya
ketidaknormalan populasi data uji dengan nilai
signifikansi 0,005 (p >0,05), sehingga analisa dapat
dilanjutkan dengan uji Kruskal wallis. Hasil uji
Kruskal wallis menunjukkan terjadi perubahan nilai
viskositas pada ketiga formula berbeda bermakna (p
<0.05).
Tabel 2. Nilai viskositas sediaan gel pada pada pengujian
suhu ruang (27±2O
C)
Hari ke- F1 F2 F3
0 17300 22100 38400
7 17400 22300 38300
14 17400 22200 38800
21 17400 22000 38300
Tabel 3. Nilai viskositas sediaan gel pada pada pengujian
suhu tinggi (40±2 O
C)
Hari ke- F1 F2 F3
0 17300 22100 38400
7 16700 21100 37100
14 16800 21200 37200
21 16900 21200 37100
c. Pemeriksaan pH Sediaan
Sebuah sediaan topikal disarankan untuk dibuat
dalam rentang pH kulit yaitu 4,5-6,5 (Tranggono and
Latifah, 2007). Hasil pengukuran pH (Tabel 4 dan
34 Pharmaceutical and Biomedical Sciences Journal, 2019, Vol. 1(1) Suryani et. al.
Tabel 5) menunjukan bahwa ketiga formula memiliki
pH yang masih masuk ke dalam rentang pH kulit
manusia. Pada Formula F1 dan F3, terjadi kenaikan
dan penurunan pH yang bervariasi sedangkan untuk
F2 cenderung stabil. Namun, kenaikan dan
penurunan pH pada F1 dan F3 masih masuk ke
dalam rentang pH kulit manusia. Nilai pH masing-
masing sediaan uji selanjutnya diuji statistik dengan
menggunakan metode Kolmogorov Smirnov dan
Saphiro-Wilk. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa
populasi data uji mengindikasikan adanya perbedaan
signifikan dengan nilai signifikansinya adalah 0,470
(p>0,05). Hasil uji Test Homogenity of Variance
Levene menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,184
(p>0,05). Hasil uji statistk ini mengindikasikan
bahwa populasi data uji yang dimiliki telah homogen
dan dapat dilanjutkan untuk uji One-Way ANOVA.
Pada akhirnya, penguiian One-Way ANOVA
menunjukkan bahwa nilai pH dari ketiga formula
sediaan gel berbeda secara bermakna (p<0,05).
Tabel 4. Nilai pH sediaan gel EPMS pada suhu ruang
(27±2o
C)
Hari ke- F1 F2 F3
0 6,29 ± 0,01 6,25 ± 0,00 6,29 ± 0,00
7 6,32 ± 0,01 6,26 ± 0,00 6,25 ± 0,00
4 6,36 ± 0,01 6,25 ± 0,00 6,28 ± 0,03
21 6,32 ± 0,01 6,26 ± 0,00 6,29 ± 0,01
Tabel 5. Nilai pH sediaan gel EPMS pada suhu tinggi
(40±2o
C)
Hari ke- F1 F2 F3
0 6,29 ± 0,01 6,25 ± 0,00 6,29 ± 0,00
7 6,36 ± 0,01 6,25 ± 0,00 6,30 ± 0,04
14 6,31 ± 0,007 6,25 ± 0,00 6,30 ± 0,01
21 6,33 ± 0,009 6,26 ± 0,00 6,30 ± 0,01
d. Uji Daya Sebar
Uji daya sebar dari setiap sediaan dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui kecepatan penyebaran dan
pemerataan sediaan saat diaplikasikan pada kulit.
Viskositas mempengaruhi luas penyebaran, dimana
dengan semakin kecilnya nilai viskositas sediaan gel,
maka akan mengakibatkan tahanan atau hambatan
sediaan gel untuk menyebar juga semakin kecil,
sehingga mengakibatkan nilai daya sebar akan
meningkat. Sebaliknya, jika nilai viskositas sediaan
gel semakin besar, maka akan mengakibatkan
tahanan atau hambatan sediaan gel untuk menyebar
juga semakin besar sehingga nilai daya sebar
menurun dan gel akan semakin kental. Menurut
Garg, dkk. (2002) diameter sediaan semi padat yang
baik untuk penggunaan topikal berada dalam rentang
nilai diameter 3 – 5 cm atau dapat dinyatakan bahwa
luas daya sebarnya antara 7,605 – 19,625 cm2
.
Formula yang memiliki daya sebar yang terbaik
adalah F2 yang berada pada kisaran 7,605 – 19,625
cm2
.
e. Cycling Test
Pengujian cycling test dilakukan dengan tujuan
untuk mengamati apakah terjadi sineresis atau
kondisi gejala seidaan gel mengerut secara alamiah
dan sebagian dari cairannya terlepas ke luar. Hasil
pengamatan terhadap 3 sediaan F1, F2 dan F3
menunjukkan bahwa ketiga formula memiliki
stabilitas yang cukup baik karena dalam pengujian
cycling test sebanyak 6 siklus, ketiga formula F1, F2
dan F3 tidak memperlihatkan terjadinya pemisahan
fase atau tidak terjadinya sineresis.
f. Uji Sentrifugasi
Gambar 2. Hasil uji sentrifugasi sediaan gel
Uji sentrifugasi dilakukan dengan tujuan untuk
mengamati apakah terjadi pemisahan fase dari
Pharmaceutical and Biomedical Sciences, 2019, Vol. 1(1) 35
sediaan dan melihat kestabilan sedian gel setelah
dilakukan pengocokan yang sangat kuat. Pada
pengujian ini sediaan disentrifugasi dengan
kecepatan 5000 rpm selama 30 menit. Efek gaya
sentrifugal yang diberikan ini setara dengan gaya
gravitasi yang diterima sediaan uji selama setahun.
Hasil uji yang diperoleh seperti terlihat pada gambar
2, menunjukan bahwa ketiga formula F1, F2 dan F3
tidak mengalami pemisahan fase atau sineresis,
sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga sediaan gel
yang dihasilkan stabil.
3.4 Evaluasi Kimia Sediaan Gel EPMS
a. Kurva Kalibrasi EPMS
Pengukuran serapan EPMS untuk pembuatan kurva
kalibrasi dilakukan pada panjang gelombang 308,6
nm, yang merupakan panjang gelombang maksimum
dari EPMS. Pengukuran kadar EPMS dalam sediaan
gel dilakukan pada hari ke-0, 7, 14, dan 21. Kurva
kalibrasi yang didapatkan menunjukkan persamaan
linier y = 0,134x + 0,0083 dengan nilai regresi R² =
0,9991. Persamaan ini, kemudian digunakan pada
perhitungan kadar EPMS dalam sediaan gel.
b. Pengukuran Kadar EPMS dalam Sediaan
Hasil pengukuran kadar EPMS dalam sediaan gel
pada hari ke-0, 7, 14, dan 21 menunjukkan bahwa
konsentrasi EPMS berada pada rentang 91–100%.
Hasil pengukuran memperlihatkan terjadinya
penurunan kadar EPMS pada ketiga formula sebesar
9% pada F1, 5% pada F2, dan 6% pada F3 seperti
terlihat pada Tabel 6. Terjadinya penurunan ini
berkemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor
antaralain karena faktor kelembapan, pengaruh
cahaya, atau sifat wadah serta penutup sediaan yang
digunakan selama pengujian. Penurunan kadar EPMS
yang terjadi masih dapat diterima karena kadar
EPMS masih berada pada rentang syarat kadar dalam
sediaan, dimana senyawa dalam suatu sediaan dapat
diterima jika berada pada rentang 80-120% dari
kadar yang sebenarnya (Mulja dan Suharman, 1995).
Tabel 6. Kadar EPMS dalam sediaan gel
Hari ke-
Kadar EPMS dalam Sediaan (%)
F1 F2 F3
0 1 0,96 0,97
7 0,95 0,96 0,95
14 0,92 0,92 0,93
21 0,91 0,91 0,91
4. KESIMPULAN
Pengembangan sediaan gel anti-inflamasi yang
mengandung EPMS telah berhasil dilakukan dengan
menggunakan kombinasi HPMC : karbopol 940
sebagai agen pembuat gel (gelating agent). Gelating
agent yang digunakan dibuat dalam berbagai variasi
kombinasinya yaitu 0,4 : 0,4% (F1), 0,5 : 0,5% (F2),
dan 1.0 : 0,5% (F3). Masing-masing formula, F1, F2
dan F3 dievaluasi sifat fisik dan kimianya.
Penyimpanan sediaan F1, F2 dan F3 selama 21 hari
pada suhu ruang (27±2o
C) dan suhu tinggi (40±2 o
C)
dan melalui pengamatan secara organoleptik
menunjukkan bahwa sediaan gel yang mengandung
EPMS stabil secara fisik serta mempunyai nilai pH
yang stabil, tidak terjadi pemisahan fase pada saat
pengujian sentrifugasi dan cyling test. Kadar EPMS
dalaaam sediaan gel yang telah dibuat berada dalam
rentang 91–100%.
5. DAFTAR PUSTAKA
Ashley, N. T., Weil, Z. M. and Nelson, R. J. (2012)
‘Inflammation: Mechanisms, Costs, and Natural
Variation’, Annual Review of Ecology, Evolution,
and Systematics, 43(1), p. 120913143848009.
Chandira, R. M. dkk (2010) ‘Design, Development
and Formulation of Antiacne Dematological Gel’,
Journal of Chemical and Pharmaceutical Research,
2(1), pp. 401–414.
Dantas, M. G. B. dkk. (2016) ‘Development and
Evaluation of Stability of a Gel Formulation
Containing the Monoterpene Borneol’, Scientific
World Journal, 2016, pp. 10–13.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995)
Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta.
36 Pharmaceutical and Biomedical Sciences Journal, 2019, Vol. 1(1) Suryani et. al.
Garg, A. dkk (2002) ‘Spreading of Semisolid
Formulations’, Pharmaceutical Technology, 26(9), pp.
84–105.
Klinge, S. A. and Sawyer, G. A. (2013)
‘Effectiveness and Safety of Topical Versus Oral
Nonsteroidal Anti-inflammatory Drugs: A
comprehensive Review’, Physician and
Sportsmedicine, 41(2), pp. 64–74.
Komala, I. dkk (2017) ‘Microwave Assisted
Synthesis of p-methoxycinnamamides and p-
methoxy-β-nitrosytrenes from Ethyl p-
Methoxycinnamate and Screening their Anti-
Inflammatory Activity’, Natural Product
Communications, 12(8), pp. 1265–1268.
Komala, I. dkk (2018) ‘Structure-activity
Relationship Study on the Ethyl p-
Methoxycinnamate as an Anti-inflammatory agent’,
Indonesian journal of chemistry, 18(1), pp. 60–65.
Komala, I., Supandi and Hardiansyah, M. M. (2018)
‘Direct Amidation of Ethyl p-Methoxycinnamate to
Produce N , N -bis- ( 2-hydroxyethyl ) - p -
methoxycinnamamide’, Jurnal Kimia Valensi, 4(1),
pp. 22–25.
Mayba, J. N. and Gooderham, M. J. (2018) ‘A Guide
to Topical Vehicle Formulations’, Journal of
Cutaneous Medicine and Surgery, 22(2), pp. 207–212.
Tranggono, R. I. and Latifah, F. (2007) Buku
Pegangan Ilmu Kosmetik. Penerbit Gramedia
Pustaka Utama.
Umar, M. I. dkk. (2012) ‘Bioactivity-guided Isolation
of Ethyl-p-methoxycinnamate, an Anti-inflammatory
Constituent, from Kaempferia galanga L. extracts’,
Molecules, 17(7), pp. 8720–8734.
Verma, A. dkk. (2013) ‘Formulation and Evaluation
of Clobetaso; Propionate gel’, 6, pp. 4–7.

More Related Content

Similar to Terafik Lirint

Infografis farkel proses pembuatan kosmetika
Infografis farkel proses pembuatan kosmetikaInfografis farkel proses pembuatan kosmetika
Infografis farkel proses pembuatan kosmetikasalni nindita
 
27212-69474-1-PB.pdf
27212-69474-1-PB.pdf27212-69474-1-PB.pdf
27212-69474-1-PB.pdfIsoSuwarso1
 
KELOMPOK 1.pptx
KELOMPOK 1.pptxKELOMPOK 1.pptx
KELOMPOK 1.pptxAlizaRahma
 
Identifikasi Antioksidan
Identifikasi AntioksidanIdentifikasi Antioksidan
Identifikasi AntioksidanIshakZw
 
Dr.-Keri-pentahelix-dlm-pengembangan-bahan-obat-Dies-Unpad15-September-2016 (...
Dr.-Keri-pentahelix-dlm-pengembangan-bahan-obat-Dies-Unpad15-September-2016 (...Dr.-Keri-pentahelix-dlm-pengembangan-bahan-obat-Dies-Unpad15-September-2016 (...
Dr.-Keri-pentahelix-dlm-pengembangan-bahan-obat-Dies-Unpad15-September-2016 (...mohrivaldimappa
 
Fix pemanfaatan perbandingan visual copy
Fix pemanfaatan perbandingan visual   copyFix pemanfaatan perbandingan visual   copy
Fix pemanfaatan perbandingan visual copyAullyha
 
EKSTRAK SECANG BERUKURAN NANO DENGAN KAOLIN SEBAGAI PEMBAWA
EKSTRAK SECANG BERUKURAN NANO DENGAN KAOLIN SEBAGAI PEMBAWAEKSTRAK SECANG BERUKURAN NANO DENGAN KAOLIN SEBAGAI PEMBAWA
EKSTRAK SECANG BERUKURAN NANO DENGAN KAOLIN SEBAGAI PEMBAWARepository Ipb
 
Artikel 13 3 3 siti fatimah
Artikel 13 3 3 siti fatimahArtikel 13 3 3 siti fatimah
Artikel 13 3 3 siti fatimahtantri_ta
 
PERBANYAKAN IN VITRO dan INDUKSI AKUMULASI ALKALOID pada TANAMAN JERUJU (Hydr...
PERBANYAKAN IN VITRO dan INDUKSI AKUMULASI ALKALOID pada TANAMAN JERUJU (Hydr...PERBANYAKAN IN VITRO dan INDUKSI AKUMULASI ALKALOID pada TANAMAN JERUJU (Hydr...
PERBANYAKAN IN VITRO dan INDUKSI AKUMULASI ALKALOID pada TANAMAN JERUJU (Hydr...Repository Ipb
 
FITOTERAPI DAUN PEPAYA SEBAGAI ANTIPIRETIK
FITOTERAPI DAUN PEPAYA SEBAGAI ANTIPIRETIKFITOTERAPI DAUN PEPAYA SEBAGAI ANTIPIRETIK
FITOTERAPI DAUN PEPAYA SEBAGAI ANTIPIRETIKSofiaNofianti
 
46 1-180-1-10-20170126
46 1-180-1-10-2017012646 1-180-1-10-20170126
46 1-180-1-10-20170126kukuh agustina
 
Pusat Studi Tumbuhan Obat
Pusat Studi Tumbuhan ObatPusat Studi Tumbuhan Obat
Pusat Studi Tumbuhan ObatHermansyah Oky
 
ppt review jurnal fenolik surya estetika putri.pptx
ppt review jurnal fenolik surya estetika putri.pptxppt review jurnal fenolik surya estetika putri.pptx
ppt review jurnal fenolik surya estetika putri.pptxSuryaEstetikaPutri
 
13519-29355-4-PB.pdf
13519-29355-4-PB.pdf13519-29355-4-PB.pdf
13519-29355-4-PB.pdfDianPisesa
 
12.-Uji-Pre-Klinik-dan-Klinik-Obat-Bahan-Alam tugas.pptx
12.-Uji-Pre-Klinik-dan-Klinik-Obat-Bahan-Alam tugas.pptx12.-Uji-Pre-Klinik-dan-Klinik-Obat-Bahan-Alam tugas.pptx
12.-Uji-Pre-Klinik-dan-Klinik-Obat-Bahan-Alam tugas.pptxbengkel2saudara
 

Similar to Terafik Lirint (20)

Infografis farkel proses pembuatan kosmetika
Infografis farkel proses pembuatan kosmetikaInfografis farkel proses pembuatan kosmetika
Infografis farkel proses pembuatan kosmetika
 
27212-69474-1-PB.pdf
27212-69474-1-PB.pdf27212-69474-1-PB.pdf
27212-69474-1-PB.pdf
 
KELOMPOK 1.pptx
KELOMPOK 1.pptxKELOMPOK 1.pptx
KELOMPOK 1.pptx
 
Identifikasi Antioksidan
Identifikasi AntioksidanIdentifikasi Antioksidan
Identifikasi Antioksidan
 
Dr.-Keri-pentahelix-dlm-pengembangan-bahan-obat-Dies-Unpad15-September-2016 (...
Dr.-Keri-pentahelix-dlm-pengembangan-bahan-obat-Dies-Unpad15-September-2016 (...Dr.-Keri-pentahelix-dlm-pengembangan-bahan-obat-Dies-Unpad15-September-2016 (...
Dr.-Keri-pentahelix-dlm-pengembangan-bahan-obat-Dies-Unpad15-September-2016 (...
 
JURNAL
JURNALJURNAL
JURNAL
 
Fix pemanfaatan perbandingan visual copy
Fix pemanfaatan perbandingan visual   copyFix pemanfaatan perbandingan visual   copy
Fix pemanfaatan perbandingan visual copy
 
EKSTRAK SECANG BERUKURAN NANO DENGAN KAOLIN SEBAGAI PEMBAWA
EKSTRAK SECANG BERUKURAN NANO DENGAN KAOLIN SEBAGAI PEMBAWAEKSTRAK SECANG BERUKURAN NANO DENGAN KAOLIN SEBAGAI PEMBAWA
EKSTRAK SECANG BERUKURAN NANO DENGAN KAOLIN SEBAGAI PEMBAWA
 
53 109-1-pb
53 109-1-pb53 109-1-pb
53 109-1-pb
 
Intern Tertum
Intern TertumIntern Tertum
Intern Tertum
 
Artikel 13 3 3 siti fatimah
Artikel 13 3 3 siti fatimahArtikel 13 3 3 siti fatimah
Artikel 13 3 3 siti fatimah
 
Jurnal Ilmiah Tentang Laktosa
Jurnal Ilmiah Tentang LaktosaJurnal Ilmiah Tentang Laktosa
Jurnal Ilmiah Tentang Laktosa
 
PERBANYAKAN IN VITRO dan INDUKSI AKUMULASI ALKALOID pada TANAMAN JERUJU (Hydr...
PERBANYAKAN IN VITRO dan INDUKSI AKUMULASI ALKALOID pada TANAMAN JERUJU (Hydr...PERBANYAKAN IN VITRO dan INDUKSI AKUMULASI ALKALOID pada TANAMAN JERUJU (Hydr...
PERBANYAKAN IN VITRO dan INDUKSI AKUMULASI ALKALOID pada TANAMAN JERUJU (Hydr...
 
FITOTERAPI DAUN PEPAYA SEBAGAI ANTIPIRETIK
FITOTERAPI DAUN PEPAYA SEBAGAI ANTIPIRETIKFITOTERAPI DAUN PEPAYA SEBAGAI ANTIPIRETIK
FITOTERAPI DAUN PEPAYA SEBAGAI ANTIPIRETIK
 
46 1-180-1-10-20170126
46 1-180-1-10-2017012646 1-180-1-10-20170126
46 1-180-1-10-20170126
 
Pusat Studi Tumbuhan Obat
Pusat Studi Tumbuhan ObatPusat Studi Tumbuhan Obat
Pusat Studi Tumbuhan Obat
 
ppt review jurnal fenolik surya estetika putri.pptx
ppt review jurnal fenolik surya estetika putri.pptxppt review jurnal fenolik surya estetika putri.pptx
ppt review jurnal fenolik surya estetika putri.pptx
 
13519-29355-4-PB.pdf
13519-29355-4-PB.pdf13519-29355-4-PB.pdf
13519-29355-4-PB.pdf
 
jurnal 4.pdf
jurnal 4.pdfjurnal 4.pdf
jurnal 4.pdf
 
12.-Uji-Pre-Klinik-dan-Klinik-Obat-Bahan-Alam tugas.pptx
12.-Uji-Pre-Klinik-dan-Klinik-Obat-Bahan-Alam tugas.pptx12.-Uji-Pre-Klinik-dan-Klinik-Obat-Bahan-Alam tugas.pptx
12.-Uji-Pre-Klinik-dan-Klinik-Obat-Bahan-Alam tugas.pptx
 

More from rindaaulutamii (20)

Restikim Vertum
Restikim VertumRestikim Vertum
Restikim Vertum
 
Integral Entrasif
Integral EntrasifIntegral Entrasif
Integral Entrasif
 
Integral Retrim
Integral RetrimIntegral Retrim
Integral Retrim
 
Identer Center
Identer CenterIdenter Center
Identer Center
 
Identer Vettum
Identer VettumIdenter Vettum
Identer Vettum
 
Pre Post Intern
Pre Post InternPre Post Intern
Pre Post Intern
 
Sertum Termik
Sertum TermikSertum Termik
Sertum Termik
 
Termik Stream
Termik StreamTermik Stream
Termik Stream
 
Restik Termal
Restik TermalRestik Termal
Restik Termal
 
PrePost Restik
PrePost RestikPrePost Restik
PrePost Restik
 
Propost Sertik
Propost SertikPropost Sertik
Propost Sertik
 
Restorn Wern
 Restorn Wern Restorn Wern
Restorn Wern
 
Prepost Retrum
Prepost RetrumPrepost Retrum
Prepost Retrum
 
Pre Retmik
Pre RetmikPre Retmik
Pre Retmik
 
Prepost Rail
Prepost RailPrepost Rail
Prepost Rail
 
Standar Restrim
Standar RestrimStandar Restrim
Standar Restrim
 
Sertifik Sistem
Sertifik SistemSertifik Sistem
Sertifik Sistem
 
Pretermik Dertik
Pretermik DertikPretermik Dertik
Pretermik Dertik
 
Prepost Termik
Prepost TermikPrepost Termik
Prepost Termik
 
Pretermik Restrik
Pretermik RestrikPretermik Restrik
Pretermik Restrik
 

Recently uploaded

Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdfvebronialite32
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxherisriwahyuni
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxmtsmampunbarub4
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsAdePutraTunggali
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxsudianaade137
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxMateri Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxc9fhbm7gzj
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfTaqdirAlfiandi1
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxHeruFebrianto3
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdfShintaNovianti1
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...MarwanAnugrah
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxErikaPuspita10
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdftsaniasalftn18
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 

Recently uploaded (20)

Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public Relations
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxMateri Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 

Terafik Lirint

  • 1. _______________________________________________________________ Pengembangan dan Evaluasi Stabilitas Formulasi Gel yang Mengandung Etil p-metoksisinamat Nelly Suryani*, Deani Nurul Mubarika, Ismiarni Komala Program Studi Farmasi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Tangerang Selatan 15419, Indonesia *Corresponding author: nelly.suryani@uinjkt.ac.id Diterima: 24 September 2019; Disetujui: 18 November 2019 Abstract: Ethyl p-methoxycinamate (EPMC) is the main anti-inflammatory compound found in the rhizome of Kaempferia galanga that has anti-inflammatory activity. The purpose of this study was to develop a gel preparation containing EPMC by using a combination of HPMC and carbopol 940 as a gelling agent. Gel preparation was prepared in three formulas F1, F2, and F3 with variations combination of HPMC: carbopol 940 used were 0.4: 0.4%, 0.5: 0.5%, and 1.0: 0.5 %, respectively. These formulas were further evaluated for their physical and chemical stability properties. The physical evaluation results showed that organoleptically the three formulas F1, F2, and F3 fulfilled the gel preparation requirements, and were stable in centrifugation and cycling tests. It suggested that F2 was the best formula for EPMC gel preparations. Evaluation of chemical stability showed that the concentration of EPMC in gel preparations at day 0, 7, 14, and 21 were in the range of 91- 100%. Gel preparations showed decreased EPMC concentration by 9% (F1), 5% (F2) and 6% (F3). Keywords: ethyl p-methoxycinnamate, gel, HPMC, Carbopol, Kaempferia galanga Abstrak: Etil p-metoksisinamat (EPMS) merupakan senyawa utama aktif anti-inflamasi yang terdapat dalam rimpang kencur (Kaempferia galanga). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan sediaan gel yang mengandung EPMS dengan menggunakan kombinasi HPMC dan karbopol 940 sebagai gelling agent. Sediaan gel di buat dalam tiga formula F1, F2 dan F3 dengan variasi persentase kombinasi HPMC : karbopol 940 yang digunakan masing-masingnya adalah 0,4 : 0,4%, 0,5 : 0,5%, dan 1.0 : 0,5%. Masing-masing formula selanjutnya dievaluasi sifat fisik dan kimianya. Hasil evaluasi fisik menunjukkan bahwa secara organoleptis ketiga formula F1, F2 dan F3 memenuhi syarat sediaan gel, serta stabil ketika dilakukan pengujian sentrifugasi dan cycling test. Formuala F2 merupakan sediaan terbaik dalam pembuatan sediaan gel EPMS. Evaluasi stabilitas kimia menunjukkan bahwa kadar EPMS dalam sediaan gel hari ke- 0, 7, 14, dan 21 berada dalam rentang 91–100%. Sediaan gel mengalami penurunan kadar EPMS masing-masingnya sebesar 9% (F1), 5% (F2) dan 6%, (F3). Kata kunci: etil p-metoksisinamat, gel, HPMC, karbopol 940, Kaempferia galanga 1. PENDAHULUAN Semenjak zaman dahulu, masyarakat Indonesia telah menggunakan rimpang kencur (Kaempferia galanga) sebagai bumbu masakan dan bahan pembuatan jamu. Jamu beras kencur yang mengandung rimpang kencur sebagai bahan utamanya telah dipercaya oleh masyarakat Indonesia mampu meningkatkan nafsu makan dan dapat meredakan rasa nyeri otot dan pegal linu (Komala, Supandi and Hardiansyah, 2018). Beberapa penelitian sebelumnya telah melaporkan bahwa komponen utama dari kencur adalah senyawa ester etil p-metoksisinamat (EPMS) dan senyawa ini diketahui memiliki berbagai aktivitas farmakologis diataranya adalah anti-inflamasi, anti-tuberkolosis, sedative dan antikanker (Umar dkk., 2012; Komala dkk., 2017, 2018). Studi in vivo telah menunjukkan bahwa EPMS dapat menghambat inflamasi pada kaki tikus yang diinduksi dengan karagenan dengan konsentrasi hambat minimum (KHM) adalah 100 mg/kg berat badan. Efek anti-inflamasi kencur terutama berasal dari komponen utama yang terdapat didalamnya yaitu etil p-metoksisinamat (EMPS) (Umar dkk., 2012). Inflamasi merupakan suatu respons spesifik terhadap kerusakan jaringan dan digunakan oleh sistem imun bawaan dan adaptif untuk melawan serangan patogen. Inflamasi terjadi selama gangguan parah homeostasis, Pharmaceutical and Biomedical Sciences Journal Volume 1(1), November 2019, 29-36
  • 2. 30 Pharmaceutical and Biomedical Sciences Journal, 2019, Vol. 1(1) Suryani et. al. seperti infeksi, cedera, dan paparan kontaminan, dan dipicu oleh reseptor imun bawaan yang mengenali patogen dan sel yang rusak (Ashley, Weil and Nelson, 2012). Obat anti inflamasi non steroid (AINS) merupakan salah satu obat penghilang rasa sakit yang paling umum diresepkan. Obat ini merupakan kelas obat yang sangat efektif untuk rasa sakit dan peradangan, namun AINS diketahui memiliki beberapa efek samping, diantaranya adalah pendarahan saluran cerna, efek samping kardiovaskular dan nefrotoksisitas yang diinduksi oleh AINS. Obat anti-inflamasi nonsteroid topikal merupakan alternatif yang relatif baru untuk AINS oral. AINS topikal dirancang untuk menargetkan efek terapeutiknya secara lokal ke jaringan yang rusak sambil meminimalkan paparan sistemik (Klinge and Sawyer, 2013). Berbagai macam bentuk sediaan farmasi dapat digunakan untuk obat topikal. Bentuk sediaan yang paling banyak digunakan adalah gel, krim, dan salep, diikuti oleh semprotan dan sediaan cair (Dantas dkk, 2016). Studi literatur menunjukkan bahwa belum ada penelitian sebelumnya yang dilakukan dalam rangka mengembangkan EPMS sebagai sediaan topikal gel anti-inflamasi. Oleh karena itu kami melakukan penelitian dalam mengembangkan sediaan topikal gel anti-inflamasi yang mengandung EPMS dengan menggunakan kombinasi HPMC dan karbopol 940 sebagai agent. Gel adalah bentuk sediaan semi padat yang mengandung zat pembentuk gel (gelling agent) untuk memberikan kekakuan pada larutan atau dispersi koloid yang digunakan untuk pemakaian luar pada kulit (Mayba and Gooderham, 2018). Gel memiliki beberapa keuntungan di antaranya adalah fitur kosmetik yang menarik bagi pasien, tidak lengket, mudah diaplikasikan dan dicuci (Verma dkk 2013; Mayba and Gooderham, 2018). Berdasarkan penelitian sebelumnya, kombinasi karbopol dan HPMC sebagai gelling agent dapat menghasilkan formula yang baik, kombinasi keduanya mampu melepaskan obat dengan baik, serta menghasilkan pH yang mendekati rentang pH kulit manusia dan memiliki nilai daya sebar yang masuk ke dalam rentang nilai daya sebar sediaan gel yang baik (Verma dkk., 2013). 2. BAHAN DAN METODE 2.1 Ekstraksi dan Isolasi Rimpang kencur (Kaempferia galanga) diperoleh dari kebun di daerah Ciamis, Jawa Barat pada bulan Desember 2017. Spesimen tumbuhan dideterminasi di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi, LIPI, Indonesia. Proses ekstraksi dan isolasi etil p- metoksosinamat dilakukan sesuai dengan prosedur yang dilakukan sebelumnya oleh Komala dkk (Komala dkk., 2017). Senyawa EPMS yang telah diisolasi diidentifikasi dengan melakukan pengukuran titik leleh dan analisa MS data dengan menggunakan GCMS. 2.2 Pembuatan Sediaan Gel Karbopol 940 didispersikan ke dalam air dingin sampai terdispersi seluruhnya yang selanjutnya disebut sebagai bahan A. Di wadah terpisah, HPMC didispersikan ke dalam air dingin sehingga terdispersi sempurna dan selanjutnya disebut sebagai bahan B. Bahan A ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam bahan B, diaduk dengan menggunakan homogenizer dengan kecepatan 250 rpm sampai campuran menjadi homogen. Campuran ini selanjutnya disebut sebagai bahan AB. Metil paraben dan propil paraben yang telah dilarutkan didalam propilen glikol ditambahkan kedalam bahan AB, dilanjutkan dengan penambahan EPMS yang telah didispersikan sebelumnya didalam etanol 96 %. Campuran diaduk sampai homogen dan dilanjutkan dengan penambahan sisa aquades sedikit demi sedikit dan sambil terus diaduk dengan homogenizer.
  • 3. Pharmaceutical and Biomedical Sciences, 2019, Vol. 1(1) 31 Kedalam campuran yang telah homogen, diteteskan TEA sedikit demi sedikit hingga diperoleh nilai pH pada rentang pH kulit ( 4,5-6,5). Sediaan gel dibuat dalam bentuk variasi gelling agent dengan masing- masing variasinya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabe1 1. Rancangan formula sediaan gel EPMS Bahan Konsentrasi Bahan (%) F1 F 2 F 3 EPMS 1 1 1 HPMC 0,4 0,5 1 Karbopol 940 0,4 0,5 0,5 Propilen glikol 15 15 15 Etanol 96 % 40 40 40 Metil Paraben 0,3 0,3 0,3 Propil Paraben 0,6 0,6 0,6 Trietanolamin qs Qs qs Akuades qs Qs qs 2.3 Evaluasi Fisika dan Kimia Sediaan Gel a. Pemeriksaan Organoleptis Pemeriksaan organoleptis dilakukan dengan cara melakukan pengamatan terhadap bentuk tampilan fisik dari sediaan yang meliputi bentuk, warna, dan bau. Pengamatan dilakukan pada hari ke- 0, 7, 14, dan 21 (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995). b. Pengukuran Viskositas Sediaan Pengukuran viskositas sediaan gel dilakukan dengan menggunakan viskometer Haake 6R (Thermo Scientific, Jerman). Pengukuran viskositas sediaan dilakukan pada hari ke- 0, 7, 14, dan 21 dengan kecepatan 30 rpm (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995). c. Pengukuran pH Sediaan Pengukuran pH sediaan dilakukan pada hari ke- 0, 7, 14, dan 21 dengan menggunakan alat pHmeter yang telah terkalibrasi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995). d. Pengujian Daya Sebar Pengujian daya sebar dilakukan dengan cara meletakkan sediaan uji (sekitar 1 gram) diantara 2 kaca akrilik. Sebelumnya, kaca akrilik bagian atas ditimbang terlebih dahulu, sediaan uji diletakkan di atasnya dan biarkan selama 1 menit. Selanjutnya di atasnya diberi beban 19 gram, biarkan selama 1 menit, dan dilanjutkan dengan pengukuran diameter sebarnya. Pengujian dilanjutkan dengan penambahan beban dengan berat 20 gram, kemudian dilakukan kembali pengukuran diameter sebarnya. Penambahan dilakukan hingga beban maksimum di atas sediaan adalah 99 gram. Lebih lanjut, dibuat grafik hubungan antara beban dan luas sebar sediaan e. Uji Stabilitas Uji stabilitas suhu dilakukan dengan melakukan pengamatan organoleptis, pH, homogenitas, daya sebar, dan uji mekanik pada 2 kondisi suhu yang berbeda, yaitu suhu 27 ± 20 C dan suhu 40 ± 20 C. Pengamatan dilakukan selama 21 hari (Chandira dkk., 2010). Cycling Test dilakukan dengan menyimpanan sediaan gel pada suhu 4o ± 2o C selama 24 jam, dilanjutkan dengan pemindahan ke dalam oven yang bersuhu 40o ± 2o C selama 24 jam (satu siklus). Pengujian ini dilakukan sebanyak 6 siklus (selama 12 hari). Pengamatan dilakukan dengan melihat apakah terjadi pemisahan fase atau tidak. f. Uji Sentrifugasi Pengujian sentrifugasi dilakukan dengan cara memasukkan sediaan uji kedalam alat sentrifugator (kecepatan 5000 rpm selama 30 menit). Perlakuan terhadap sedian uji tersebut sebanding dengan adanya gravitasi selama 1 tahun. Selanjutnya pengamatan dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya pemisahan.
  • 4. 32 Pharmaceutical and Biomedical Sciences Journal, 2019, Vol. 1(1) Suryani et. al. 2.4 Analisis Stabilitas Kimia EPMS dalam Sediaan Gel a. Kurva Kalibrasi EPMS Utuk membuat larutan induk 1000 ppm, EPMS sebanyak 5 mg dilarutkan dalam 50 mL metanol. Dari larutan induk selanjutnya dibuat seri konsentrasi 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm, 5 ppm, 6 ppm, 7 ppm, 8 ppm. Serapan masing-masing konsentrasi diukur pada panjang gelombang maksimum senyawa EPMS yang telah didapatkan. Data yang dihasilkan selanjutnya digunakan untuk membuat kurva kalibrasi. b. Pengukuran Kadar EPMS dalam Sediaan Ekstraksi EPMS dari masing-masing sediaan dilakukan dengan menggunakan pelarut metanol. Optimasi kurva kalibrasi serta pengukuran kadar EPMS dilakukan pada panjang gelombang 308,6 nm yang merupakan panjang gelombang maksimum dari EPMS. Pengukuran kadar EPMS dalam sediaan dilakukan pada hari ke 0, 7, 14, dan 21. Nilai serapan yang diperoleh dikurangi dengan nilai serapan blanko (basis kosong tanpa zat aktif). Nilai akhir yang telah didapatkan selanjutnya disubstitusikan ke persamaan regresi linier kurva kalibrasi, sehingga didapatkan nilai konsentrasinya. Kadar EPMS dalam sediaan ditentukan dalam persen yang diperoleh dengan cara membagi hasil konsentrasi sebenarnya dengan konsentrasi teoritis dikalikan seratus persen. c. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara statistik dengan analisis varian satu arah (one way ANNOVA) yang dilanjutkan dengan uji Tukey HSD dengan taraf kepercayaan 95% (α = 0,05) untuk mengetahui perbedaan yang bermakna antara formula dan hasil pengujian. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Isolasi dan Karakterisasi EPMS Sebanyak 600 gram serbuk kering rimpang kencur (K. galanga) diekstraksi dengan etanol sehingga menghasilkan ekstrak kental sebanyak 337 gram (rendemen 56,2 %). Ekstrak selanjutnya didiamkan pada suhu kamar dalam beberapa hari sampai memberikan kristal tak berwarna EPMS yang masih bercampur. Proses pemurnian dilakukan melalui teknik rekristalisasi menggunakan n-heksana yang menghasilkan senyawa murni EPMS berbentuk kristal jarum dan beraroma khas lemah sebanyak 51,56 gram (rendemen 15,3 %). Titik leleh senyawa yang telah diisolasi adalah 49-50o C dan sesuai dengan nilai titik leleh senyawa EPMS menurut literatur (Komala dkk., 2017). Analisa spektrum GCMS memperlihatkan waktu retensi EPMS adalah 9,85 menit. MS data menunjukkan keberadaan puncak ion molekul pada 206 m/z yang mengindikaasikan berat molekul senyawa adalah 206. Puncak utama yang muncul pada 161 m/z mengindikasikan struktur senyawa telah kehilangan O-CH2-CH3 dari molekul induk yang merupakan karakteristik dari keberadaan kerangka senyawa golongan p-metoksi sinamat. Beberapa fragment yang muncul pada 134, 118, 89, 63, dan 44 m/z selanjutnya mendukung bahwa senyawa yang telah diisolasi dari rimpang kencur (Kaempferia galanga) merupakan senyawa EPMS. Data ini sesuai dengan data MS dari EPMS yang terdapat dalam publikasi sebelumnya (Umar dkk., 2012). 3.2 Uji Stabilitas Fisik Sediaan Gel EPMS a. Pemeriksaan organoleptis Pengamatan secara organoleptis dari sediaan yang dihasilkan menunjukkan bahwa sediaan berwarna bening, berbau khas, menghasilkan gel yang transparan, tidak lengket, dan dingin. Pengamatan pada suhu ruang pada hari ke- 7, 14, dan 21
  • 5. Pharmaceutical and Biomedical Sciences, 2019, Vol. 1(1) 33 menunjukkan bahwa sedian gel yang dihasilkan stabil secara organoleptik. Begitupun pada pengujian suhu tinggi, sediaan tidak mengalami perubahan dari secara pengamatan organoleptik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa melalui pengamatan secara organoleptis sediaan yang dihasilkan tidak terpengaruh oleh perubahan suhu pada saat penyimpanan. Seperti terlihat pada gambar 1, sedian gel juga tidak memperlihatkan adanya butiran- butiran dan gumpalan-gumpalan . Gambar 1. Pengamatan organoleptis sediaan gel EPMS b. Pengukuran Viskositas Sediaan Pengukuran viskositas sediaan uji dilakukan pada hari ke-- 0, 7, 14, dan 21. Nilai viskositas sediaan gel yang baik disarankan berada pada rentang nilai 2000-4000 cps (Garg dkk., 2002). Hasil pengukuran yang diperoleh menunjukkan bahwa sediaan gel yang dihasilkan berada di luar rentang viskositas yang baik yaitu pada F1 sebesar 17.300 cps, F2 sebesar 22.100 cps dan F3 sebesar 38.400 cps (Tabel 2). Namun, walaupun berada di luar rentang nilai viskositas yang baik, Formula F1 dan F2 masih mudah mengalir dari wadah serta tidak lengket. Formula F3 mempunyai nilai viskositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai viskositas sediaan F1 dan F2. Hal ini terjadi karena perbandingan konsentrasi HPMC dan karbopol 940 pada F3 lebih besar yaitu 1:0,5 dibandingkan dengan F1 dan F2. Berdasarkan data, terlihat bahwa peningkatan nilai viskositas sebanding dengan meningkatnya konsentrasi polimer yang digunakan dalam sediaan. Pada pengukuran viskositas pada suhu tinggi seperti terlihat pada tabel 3, terjadi penurunan viskositas rata-rata 700-1000 cps pada ketiga formula. Namun penurunan ini tidak berpengaruh karena nilai daya sebar ketiga sediaan tetap stabil. Pada pengukuran viskositas selama 21 hari, nilai viskositas yang didapatkan cenderung tidak berubah sampai hari ke-21, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai viskositas pada ketiga formula stabil. Data viskositas yang diperoleh selanjutnya diuji secara statistik untuk melihat normalitas dengan metode Kolmogorov Smirnov dan Saphiro-Wilk. Analisa statistik menunjukan adanya ketidaknormalan populasi data uji dengan nilai signifikansi 0,005 (p >0,05), sehingga analisa dapat dilanjutkan dengan uji Kruskal wallis. Hasil uji Kruskal wallis menunjukkan terjadi perubahan nilai viskositas pada ketiga formula berbeda bermakna (p <0.05). Tabel 2. Nilai viskositas sediaan gel pada pada pengujian suhu ruang (27±2O C) Hari ke- F1 F2 F3 0 17300 22100 38400 7 17400 22300 38300 14 17400 22200 38800 21 17400 22000 38300 Tabel 3. Nilai viskositas sediaan gel pada pada pengujian suhu tinggi (40±2 O C) Hari ke- F1 F2 F3 0 17300 22100 38400 7 16700 21100 37100 14 16800 21200 37200 21 16900 21200 37100 c. Pemeriksaan pH Sediaan Sebuah sediaan topikal disarankan untuk dibuat dalam rentang pH kulit yaitu 4,5-6,5 (Tranggono and Latifah, 2007). Hasil pengukuran pH (Tabel 4 dan
  • 6. 34 Pharmaceutical and Biomedical Sciences Journal, 2019, Vol. 1(1) Suryani et. al. Tabel 5) menunjukan bahwa ketiga formula memiliki pH yang masih masuk ke dalam rentang pH kulit manusia. Pada Formula F1 dan F3, terjadi kenaikan dan penurunan pH yang bervariasi sedangkan untuk F2 cenderung stabil. Namun, kenaikan dan penurunan pH pada F1 dan F3 masih masuk ke dalam rentang pH kulit manusia. Nilai pH masing- masing sediaan uji selanjutnya diuji statistik dengan menggunakan metode Kolmogorov Smirnov dan Saphiro-Wilk. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa populasi data uji mengindikasikan adanya perbedaan signifikan dengan nilai signifikansinya adalah 0,470 (p>0,05). Hasil uji Test Homogenity of Variance Levene menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,184 (p>0,05). Hasil uji statistk ini mengindikasikan bahwa populasi data uji yang dimiliki telah homogen dan dapat dilanjutkan untuk uji One-Way ANOVA. Pada akhirnya, penguiian One-Way ANOVA menunjukkan bahwa nilai pH dari ketiga formula sediaan gel berbeda secara bermakna (p<0,05). Tabel 4. Nilai pH sediaan gel EPMS pada suhu ruang (27±2o C) Hari ke- F1 F2 F3 0 6,29 ± 0,01 6,25 ± 0,00 6,29 ± 0,00 7 6,32 ± 0,01 6,26 ± 0,00 6,25 ± 0,00 4 6,36 ± 0,01 6,25 ± 0,00 6,28 ± 0,03 21 6,32 ± 0,01 6,26 ± 0,00 6,29 ± 0,01 Tabel 5. Nilai pH sediaan gel EPMS pada suhu tinggi (40±2o C) Hari ke- F1 F2 F3 0 6,29 ± 0,01 6,25 ± 0,00 6,29 ± 0,00 7 6,36 ± 0,01 6,25 ± 0,00 6,30 ± 0,04 14 6,31 ± 0,007 6,25 ± 0,00 6,30 ± 0,01 21 6,33 ± 0,009 6,26 ± 0,00 6,30 ± 0,01 d. Uji Daya Sebar Uji daya sebar dari setiap sediaan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kecepatan penyebaran dan pemerataan sediaan saat diaplikasikan pada kulit. Viskositas mempengaruhi luas penyebaran, dimana dengan semakin kecilnya nilai viskositas sediaan gel, maka akan mengakibatkan tahanan atau hambatan sediaan gel untuk menyebar juga semakin kecil, sehingga mengakibatkan nilai daya sebar akan meningkat. Sebaliknya, jika nilai viskositas sediaan gel semakin besar, maka akan mengakibatkan tahanan atau hambatan sediaan gel untuk menyebar juga semakin besar sehingga nilai daya sebar menurun dan gel akan semakin kental. Menurut Garg, dkk. (2002) diameter sediaan semi padat yang baik untuk penggunaan topikal berada dalam rentang nilai diameter 3 – 5 cm atau dapat dinyatakan bahwa luas daya sebarnya antara 7,605 – 19,625 cm2 . Formula yang memiliki daya sebar yang terbaik adalah F2 yang berada pada kisaran 7,605 – 19,625 cm2 . e. Cycling Test Pengujian cycling test dilakukan dengan tujuan untuk mengamati apakah terjadi sineresis atau kondisi gejala seidaan gel mengerut secara alamiah dan sebagian dari cairannya terlepas ke luar. Hasil pengamatan terhadap 3 sediaan F1, F2 dan F3 menunjukkan bahwa ketiga formula memiliki stabilitas yang cukup baik karena dalam pengujian cycling test sebanyak 6 siklus, ketiga formula F1, F2 dan F3 tidak memperlihatkan terjadinya pemisahan fase atau tidak terjadinya sineresis. f. Uji Sentrifugasi Gambar 2. Hasil uji sentrifugasi sediaan gel Uji sentrifugasi dilakukan dengan tujuan untuk mengamati apakah terjadi pemisahan fase dari
  • 7. Pharmaceutical and Biomedical Sciences, 2019, Vol. 1(1) 35 sediaan dan melihat kestabilan sedian gel setelah dilakukan pengocokan yang sangat kuat. Pada pengujian ini sediaan disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 30 menit. Efek gaya sentrifugal yang diberikan ini setara dengan gaya gravitasi yang diterima sediaan uji selama setahun. Hasil uji yang diperoleh seperti terlihat pada gambar 2, menunjukan bahwa ketiga formula F1, F2 dan F3 tidak mengalami pemisahan fase atau sineresis, sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga sediaan gel yang dihasilkan stabil. 3.4 Evaluasi Kimia Sediaan Gel EPMS a. Kurva Kalibrasi EPMS Pengukuran serapan EPMS untuk pembuatan kurva kalibrasi dilakukan pada panjang gelombang 308,6 nm, yang merupakan panjang gelombang maksimum dari EPMS. Pengukuran kadar EPMS dalam sediaan gel dilakukan pada hari ke-0, 7, 14, dan 21. Kurva kalibrasi yang didapatkan menunjukkan persamaan linier y = 0,134x + 0,0083 dengan nilai regresi R² = 0,9991. Persamaan ini, kemudian digunakan pada perhitungan kadar EPMS dalam sediaan gel. b. Pengukuran Kadar EPMS dalam Sediaan Hasil pengukuran kadar EPMS dalam sediaan gel pada hari ke-0, 7, 14, dan 21 menunjukkan bahwa konsentrasi EPMS berada pada rentang 91–100%. Hasil pengukuran memperlihatkan terjadinya penurunan kadar EPMS pada ketiga formula sebesar 9% pada F1, 5% pada F2, dan 6% pada F3 seperti terlihat pada Tabel 6. Terjadinya penurunan ini berkemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor antaralain karena faktor kelembapan, pengaruh cahaya, atau sifat wadah serta penutup sediaan yang digunakan selama pengujian. Penurunan kadar EPMS yang terjadi masih dapat diterima karena kadar EPMS masih berada pada rentang syarat kadar dalam sediaan, dimana senyawa dalam suatu sediaan dapat diterima jika berada pada rentang 80-120% dari kadar yang sebenarnya (Mulja dan Suharman, 1995). Tabel 6. Kadar EPMS dalam sediaan gel Hari ke- Kadar EPMS dalam Sediaan (%) F1 F2 F3 0 1 0,96 0,97 7 0,95 0,96 0,95 14 0,92 0,92 0,93 21 0,91 0,91 0,91 4. KESIMPULAN Pengembangan sediaan gel anti-inflamasi yang mengandung EPMS telah berhasil dilakukan dengan menggunakan kombinasi HPMC : karbopol 940 sebagai agen pembuat gel (gelating agent). Gelating agent yang digunakan dibuat dalam berbagai variasi kombinasinya yaitu 0,4 : 0,4% (F1), 0,5 : 0,5% (F2), dan 1.0 : 0,5% (F3). Masing-masing formula, F1, F2 dan F3 dievaluasi sifat fisik dan kimianya. Penyimpanan sediaan F1, F2 dan F3 selama 21 hari pada suhu ruang (27±2o C) dan suhu tinggi (40±2 o C) dan melalui pengamatan secara organoleptik menunjukkan bahwa sediaan gel yang mengandung EPMS stabil secara fisik serta mempunyai nilai pH yang stabil, tidak terjadi pemisahan fase pada saat pengujian sentrifugasi dan cyling test. Kadar EPMS dalaaam sediaan gel yang telah dibuat berada dalam rentang 91–100%. 5. DAFTAR PUSTAKA Ashley, N. T., Weil, Z. M. and Nelson, R. J. (2012) ‘Inflammation: Mechanisms, Costs, and Natural Variation’, Annual Review of Ecology, Evolution, and Systematics, 43(1), p. 120913143848009. Chandira, R. M. dkk (2010) ‘Design, Development and Formulation of Antiacne Dematological Gel’, Journal of Chemical and Pharmaceutical Research, 2(1), pp. 401–414. Dantas, M. G. B. dkk. (2016) ‘Development and Evaluation of Stability of a Gel Formulation Containing the Monoterpene Borneol’, Scientific World Journal, 2016, pp. 10–13. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995) Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta.
  • 8. 36 Pharmaceutical and Biomedical Sciences Journal, 2019, Vol. 1(1) Suryani et. al. Garg, A. dkk (2002) ‘Spreading of Semisolid Formulations’, Pharmaceutical Technology, 26(9), pp. 84–105. Klinge, S. A. and Sawyer, G. A. (2013) ‘Effectiveness and Safety of Topical Versus Oral Nonsteroidal Anti-inflammatory Drugs: A comprehensive Review’, Physician and Sportsmedicine, 41(2), pp. 64–74. Komala, I. dkk (2017) ‘Microwave Assisted Synthesis of p-methoxycinnamamides and p- methoxy-β-nitrosytrenes from Ethyl p- Methoxycinnamate and Screening their Anti- Inflammatory Activity’, Natural Product Communications, 12(8), pp. 1265–1268. Komala, I. dkk (2018) ‘Structure-activity Relationship Study on the Ethyl p- Methoxycinnamate as an Anti-inflammatory agent’, Indonesian journal of chemistry, 18(1), pp. 60–65. Komala, I., Supandi and Hardiansyah, M. M. (2018) ‘Direct Amidation of Ethyl p-Methoxycinnamate to Produce N , N -bis- ( 2-hydroxyethyl ) - p - methoxycinnamamide’, Jurnal Kimia Valensi, 4(1), pp. 22–25. Mayba, J. N. and Gooderham, M. J. (2018) ‘A Guide to Topical Vehicle Formulations’, Journal of Cutaneous Medicine and Surgery, 22(2), pp. 207–212. Tranggono, R. I. and Latifah, F. (2007) Buku Pegangan Ilmu Kosmetik. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Umar, M. I. dkk. (2012) ‘Bioactivity-guided Isolation of Ethyl-p-methoxycinnamate, an Anti-inflammatory Constituent, from Kaempferia galanga L. extracts’, Molecules, 17(7), pp. 8720–8734. Verma, A. dkk. (2013) ‘Formulation and Evaluation of Clobetaso; Propionate gel’, 6, pp. 4–7.