Makalah ini membahas tentang sosialisasi dan penyesuaian diri yang terjadi di lingkungan sekolah dan keluarga. Sosialisasi adalah proses pemberian bimbingan individu agar mampu memasuki dunia sosial masyarakat, sedangkan penyesuaian diri adalah proses belajar individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Di sekolah, siswa belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial baru dan memperluas k
filsafatt tidak bertentangan dengan islam. bahkan umat islam wajib atau sekurang-kurangnya dianjurkan mempelajarinya. sebab, tugas filsafat tidak lain adalah berfikir secara mendalam tentang wujud untuk mengetahui pencipta segala yang ada.
Psikologi sosial pengaruh sosial-kelompok 10Sely Ai
Tugas Mata Kuliah Psikologi Sosial
Pengaruh Sosial (Konformitas, Compliance, dan Obidience)
Disusun Oleh :
1. Sely Ananda
2. Desi Nurmalasari
3. Alita Destyanda Pertiwi
Universitas Mercubuana
Fakultas Psikologi
Teori humanistik adalah salah satu dari gerbong psikolgi. Teri ini lahir dikarenakan adanya penolakan dan sanggahan dari teori psikoanalisa dan behavirisme.
Teori ini dikenal dengan teori memanusiakan manusia. Bagaimana caranya? Silahkan dilihat dan di download ringkasan mengenai pendekatan teori humanistik ini.
Semoga bermanfaat!
filsafatt tidak bertentangan dengan islam. bahkan umat islam wajib atau sekurang-kurangnya dianjurkan mempelajarinya. sebab, tugas filsafat tidak lain adalah berfikir secara mendalam tentang wujud untuk mengetahui pencipta segala yang ada.
Psikologi sosial pengaruh sosial-kelompok 10Sely Ai
Tugas Mata Kuliah Psikologi Sosial
Pengaruh Sosial (Konformitas, Compliance, dan Obidience)
Disusun Oleh :
1. Sely Ananda
2. Desi Nurmalasari
3. Alita Destyanda Pertiwi
Universitas Mercubuana
Fakultas Psikologi
Teori humanistik adalah salah satu dari gerbong psikolgi. Teri ini lahir dikarenakan adanya penolakan dan sanggahan dari teori psikoanalisa dan behavirisme.
Teori ini dikenal dengan teori memanusiakan manusia. Bagaimana caranya? Silahkan dilihat dan di download ringkasan mengenai pendekatan teori humanistik ini.
Semoga bermanfaat!
Pembelajaran Al-Qur'an Hadist kelas V MI. Materi Surah Al-Kafiruunsiyatik
Pembelajaran Al-Qur-an Hadist materi Surah Al-Kafirun ini diperuntukkan siswa kelas V MI. di dalamnya terdapat silabus , bunyi ayat , terjemahan surah al-Kafiruun, dan evaluasi latihan soal.Semoga dapat bermanfaat. amin
Reformasi Birokrasi Kementerian Pertanian Republik Indonesia Tahun 2020-2024Universitas Sriwijaya
Selama periode 2014-2021, Kementerian Pertanian Indonesia mencapai beberapa keberhasilan, termasuk penurunan jumlah penduduk miskin dari 11,5% menjadi 9,78%. Ketahanan pangan Indonesia juga meningkat, dengan peringkat ke-13 di Asia Pasifik pada tahun 2021. Berdasarkan Global Food Security Index, Indonesia naik dari peringkat 68 pada tahun 2021 ke peringkat 63 pada tahun 2022. Meskipun ada 81 kabupaten dan 7 kota yang rentan pangan pada tahun 2018, volume ekspor pertanian meningkat menjadi 41,26 juta ton dengan nilai USD 33,05 miliar pada tahun 2017. Walaupun pertumbuhan ekonomi menurun 2,07% pada tahun 2020, ini membuka peluang untuk reformasi dan restrukturisasi di berbagai sektor.
Moderasi agama memegang peranan vital dalam mempertahankan kerukunan antar umat beragama, menjaga stabilitas sosial, dan mempromosikan nilai-nilai toleransi serta kerjasama lintas agama. Dalam konteks Indonesia, negara dengan beragam kepercayaan dan keyakinan, moderasi agama menjadi fondasi utama bagi keberlangsungan kehidupan beragama yang damai dan harmonis. Moderasi agama merupakan konsep yang mengajarkan pendekatan yang seimbang dalam praktik keagamaan, dengan menekankan toleransi, penghargaan terhadap perbedaan, serta penolakan terhadap ekstremisme dan intoleransi. Di Indonesia, moderasi agama tidak hanya menjadi prinsip panduan dalam praktik keagamaan, tetapi juga menjadi bagian dari identitas nasional yang memperkuat persatuan dan kesatuan dalam keberagaman. Kehadiran Islam di Indonesia telah memberikan kontribusi besar dalam membentuk karakter moderasi agama. Sejak masuknya Islam pada abad ke-13, agama ini telah meresap ke dalam budaya dan masyarakat Indonesia dengan pendekatan yang toleran dan inklusif. Selain itu, keberadaan agama-agama lain seperti Hindu, Buddha, dan Kristen juga turut membentuk lanskap keberagaman agama di Indonesia. Moderasi agama membantu masyarakat Indonesia untuk menjaga kerukunan antar umat beragama dalam kehidupan sehari-hari. Melalui dialog antar agama, kegiatan lintas agama, dan kerjasama sosial, moderasi agama memfasilitasi pertukaran budaya dan pemahaman yang lebih dalam antar penganut agama. Hal ini mengurangi potensi konflik antar kelompok agama dan mendorong terbentuknya hubungan yang harmonis di antara mereka. Pemerintah Indonesia memiliki peran penting dalam mempromosikan moderasi agama melalui kebijakan-kebijakan yang mendukung kerukunan antar umat beragama. Salah satu contohnya adalah Pancasila, yang menekankan pada prinsip-prinsip seperti keadilan sosial, demokrasi, dan persatuan Indonesia dalam keberagaman. Selain itu, pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Dewan Gereja Indonesia (DGI) merupakan upaya konkret untuk mendorong dialog antaragama dan pencegahan ekstremisme agama. Meskipun moderasi agama memiliki dampak positif yang besar dalam masyarakat Indonesia, tetapi masih ada beberapa tantangan yang perlu dihadapi dalam mewujudkannya sepenuhnya. Salah satunya adalah adanya kelompok-kelompok radikal yang mempromosikan ideologi ekstremisme agama. Kelompok-kelompok ini seringkali menimbulkan konflik dan ketegangan antar umat beragama, serta mengancam stabilitas sosial dan keamanan nasional. Selain itu, ketidaksetaraan dalam perlakuan terhadap umat beragama juga menjadi masalah serius dalam konteks moderasi agama. Diskriminasi dan intoleransi terhadap minoritas agama masih terjadi di beberapa daerah, memperumit upaya untuk mencapai kerukunan antar umat beragama secara menyeluruh. Untuk mengatasi tantangan tersebut, penting untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya moderasi agama melalui pendidikan agama yang inklusif dan holistik.
Implementasi transformasi pemberdayaan aparatur negara di Indonesia telah difokuskan pada tiga aspek utama: penyederhanaan birokrasi, transformasi digital, dan pengembangan kompetensi ASN. Penyederhanaan birokrasi bertujuan untuk membuat ASN lebih lincah dan inovatif dalam pelayanan publik melalui struktur yang lebih sederhana dan mekanisme kerja baru yang relevan di era digital. Transformasi digital memerlukan perubahan mendasar dan menyeluruh dalam sistem kerja di instansi pemerintah, yang meliputi penyempurnaan mekanisme kerja dan proses bisnis birokrasi untuk mempercepat pengambilan keputusan dan meningkatkan pelayanan publik. Selain itu, pengembangan kompetensi ASN mencakup penyesuaian sistem kerja yang lebih lincah dan dinamis, didukung oleh pengelolaan kinerja yang optimal serta pengembangan sistem kerja berbasis digital, termasuk penyederhanaan eselonisasi.
Reformasi Administrasi Publik di Indonesia (1998-2023): Strategi, Implementas...Universitas Sriwijaya
Reformasi tahun 1998 di Indonesia dilakukan sebagai respons terhadap krisis ekonomi, ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintahan otoriter dan korup, tuntutan demokratisasi, hak asasi manusia, serta tekanan dari lembaga keuangan internasional. Tujuannya adalah memperbaiki kondisi ekonomi, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan memperkuat fondasi demokrasi dan tata kelola pemerintahan. Reformasi ini mencakup bidang politik, ekonomi, hukum, birokrasi, sosial, budaya, keamanan, dan otonomi daerah. Meskipun masih menghadapi tantangan seperti korupsi dan ketidaksetaraan sosial, reformasi berhasil meningkatkan demokratisasi, investasi, penurunan kemiskinan, efisiensi pelayanan publik, dan memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah daerah. Tetap berpegang pada ideologi bangsa dan berkontribusi dalam pembangunan negara sangat penting untuk masa depan Indonesia.
Disusun oleh :
Kelas 6D-MKP
Hera Aprilia (11012100601)
Ade Muhita (11012100614)
Nurhalifah (11012100012)
Meutiah Rizkiah. F (11012100313)
Wananda PM (11012100324)
Teori ini kami kerjakan untuk memenuhi tugas
Matakuliah : KEPEMIMPINAN
Dosen : Dr. Angrian Permana, S.Pd.,MM.
UNIVERSITAS BINA BANGSA
sosiologi pendidikan sosialisasi dan penyesuaian diri di lingkungan sekolah dan keluarga
1. 0
SOSIALISASI DAN PENYESUAIAN DIRI DI LINGKUNGAN SEKOLAH
DAN KELUARGA
Makalah
Di susun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Sosiologi Pendidikan
Dosen Pengampu : Hj. Nur Khasanah M.Ag
Di susun oleh
Kelompok: 8
Khoridah (2021113109)
Mia Arismaya (2021113131)
Agyana Nadia Nur I (2021113179)
Indah Nur Baiti (2021113270)
Kelas: C
JURUSAN TARBIYAH/PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2015
2. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah sosialisasi sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari, hal
tersebut dikarenakan setiap individu pasti bersosialisasi dengan individu yang
lain. Sosialisasi merupakan proses pemberian bimbingan individu agar
mampu memasuki dunia sosial masyarakat.
Sosialisasi terjadi ketika seseorang berhubungan dengan orang lain.
Melalui sosialisasi membuat individu mampu mempelajari polala-pola yang
ada dalam masyarakat, baik berupa pola kebudayaan maupun pola dalam
berinteraksi satu sama lain.
Sosialisasi dilakukan dengan mendidik individu tentang kebudayaan
yang harus dimiliki dan diikutinya, agar ia menjadi anggota yang baik dalam
masyarakat. Sosialisasi dapat tercapai melalui komunikasi antara satu anggota
dengan anggota yang lain dalam masyarakat
Sosialisasi dapat terjadi dimanapun dan kapanpun, namun dalam
pembahasan kali ini kami akan menguraikan mengenai sosialisasi dan
penyesuaian diri di sekolah dan dikeluarga. Mengenai hal-hal apa saja yang
terkait akan kami bahas didalam poin-poin yang dijabarkan dalam pembahsan
materi
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat ditarik rumusan
masalah sebagai berikut.
1. Apa pengertian dari sosialisasi dan penyesuaian diri?
2. Bagaimana penyesuaian diri yang terjadi di lingkungan sekolah?
3. Bagaimana penyesuaian diri yang terjadi di lingkungan keluarga?
3. 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sosialisasi dan Penyesuaian Diri
Proses membimbing individu kedalam dunia sosial disebut sosialisasi.
Sosialisasi dilakukan dengan mendidik individu tentang kebudayaan yang
harus dimiliki dan di ikutinya, agar ia menjadi anggota yang baik dalam
masyarakat dan dalam berbagai kelompok khusus, sosialisasi dapat di anggap
sama dengan pendidikan.
Sosialisasi adalah soal belajar. Dalam proses sosialisasi individu belajar
tingkah laku, kebiasaan serta pola-pola kebudayaan lainnya, juga
keterampilan-keterampilan sosial serta berbahasa, bergaul, berpakaian, cara
makan dan sebagainya.1 Sosialisasi identik dengan makna penyesuaian diri
(adjusment).
Terdapat berbagai pengertian menurut para ahli, diantaranya yaitu,
Kimball young dalam Ary H. Gunawan mengatakan bahwa sosialisasi
merupakan hubungan interaktif dimana seorang dapat mempelajari kebutuhan
sosial dan kultural yang menjadikan sebagai anggota masyarakat.
Thomas ford hoult mengatakan bahwa sosialisasi merupakann proses
belajar individu untuk bertingkah laku sesuai dengan standar dalam
kebudayaan suatu masyarakat. S. Nasution menuturkan bahwa sosialisasi
merupakan proses bimbingan individu kedalam dunia sosial.2
1. Proses Sosialisasi
Proses sosialisasi terjadi melalui “conditioning” oleh lingkungan
yang menyebabkan individu mempelajari pola kebudayaan yang
fundamental seperti berbahasa, cara jalan, duduk, makan, apa yang di
makan, berkelakuan sopan, mengembangkan sikap yang di anut dalam
masyarakat seperti sikap terhadap agama, seks, orang yang lebih tua,
pekerjaan, rekreasi, dan segala sesuatu yang perlu bagi warga masyarakat
1 S. Nasution, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011), hlm.126.
2 Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan Individu,Masyarakat,dan Pendidikan (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 100.
4. 3
yang baik. Belajar norma-norma kebudayaan pada mulanya banyak
terjadi di rumah dan sekitar, kemudian di sekolah, bioskop, televisi dan
lingkungan lain.
Sosialisasi tercapai melalui komunikasi dengan anggota
masyarakat lainnya. Pola kelakuan yang di harapkan dari anak terus-
menerus di sampaikan dalam segala situasi dimana ia terlibat. Kelakuan
yang sesuai dengan norma yang di harapkan dimantapkan dan yang tidak
sesuai norma dikesampingkan.3
Terdapat beberapa jenis sosialisasi yang dapat dilihat dari berbagai
sisi, yaitu sebagai berikut:
1. Sosialisasi berdasarkan kebutuhan.
a. Sosialisasi Primer
Sosialisasi primer menunjukan pada suatu proses melaluinya
seorang anak manusia mempelajari atau menerima pengetahuan, sikap,
nilai, norma, perilaku esensial dan harapan agar mampu berpartisipasi
efektif dalam masyarakat dan menjadi anggota masyarakat.
b. Sosialisasi Sekunder
Sosialisasi sekunder menurut berger dan luckman adalah setiap
proses selanjutnya yang mengimbas individu yang telah
disosialisasikan itu ke dalam sektor-sektor baru dari dunia objektif
masyarakat. Sosialisasi sekunder dikenal juga sebagai resosialisasi
yaitu suatu proses mempelajari norma, nilai, sikap dan perilaku baru
agar sepadan dengan situasi baru yang mereka hadapi dalam
kehidupan.
2. Sosialisasi berdasarkan cara yang di pakai.
Kamanto sunarto menerangkan sosialisasi berdasarkan cara yang di
gunakan dapat berlangsung dalam dua bentuk, yaitu:
a. Sosialisasi Represif, yaitu sosialisasi yang menekankan pada
kepatuhan anak dan penghukuman terhadap perilaku yang keliru.
3 S. Nasution, Op.,Cit, hlm. 127.
5. 4
b. Sosialisasi Partisipasif, yaitu sosialisasi yang menekankan pada
otonomi anak dan memberikan imbalan terhadap perilaku anak
yang baik.
3. Sosialisasi berdasarkan keberadaan perencanaan.
a. Sosialisasi berdasarkan perencanaan, yaitu sosialisasi dilakuakan
atas dasar rencana yang berkelanjutan dan sistematis.
b. Sosialisasi tanpa perencanaan, yaitu sosialisasi yang terjadi secara
spontan dan tanpa adanya perencanaan terlebih dahulu. Sosialisasi
ini terjadi dalam suatu proses interaksi dalam masyarakat misalnya
dalam keluarga, kelompok teman sebaya, atau lingkungan tempat
tinggal.4
Dalam sosialisasi anak didik terdapat sejumlah media, yaitu:
1. Keluarga.
2. Teman sepermainan dan sekolah.
3. Lingkungan kerja.
4. Media massa.5
2. Proses Penyesuaian Diri
Proses penyesuaian diri dapat di pandang dari dua sudut yaitu:
1. Kualitas atau Efesiensinya.
Apabila proses penyesuaian diri di tinjau dari sudut kualitas atau
efesiensinya berarti kita menilai proses itu, kita membedakan proses
penyesuaian diri yang berhasil dan yang gagal, yang efisien dan yang
tidak efisien.
2. Proses Berlangsungnya.
Apabila penyesuaian diri di tinjau dari sudut prosesnya, maka yang
di pandang adalah berlangsungnya penyesuaian diri itu. Proses
4 Damsar, PengantarSosiologi Pendidikan (Jakarta: KENCANA, 2012), hlm. 69.
5Abdullah Idi, op.,cit. Hlm. 112-113.
6. 5
penyesuaian diri itu suatu proses progresif yang memungkinkan
individu makin menguasai impuls-impulsnya dan lingkungannya.
Proses perkembangan manusia sebagai makhluk sosial atau
kepribadian itu di pengaruhi oleh banyak faktor. Menurut F.G.
Robbins ada lima faktor yang menjadi dasar perkembangan
kepribadian itu. Kelima faktor tersebut ialah:
a) Sifat dasar.
b) Lingkungan prenatal
c) Perbedaan individual
d) Lingkungan
e) Motivasi.6
B. Sosialisasi dan Penyesuaian Diri di Sekolah
Sekolah memegang peranan yang penting dalam proses sosialisasi anak,
walaupun sekolah merupakan hanya salah satu lembaga yang bertanggung
jawab atas pendidikan anak. Anak mengalami perubahan dalam kelakuan
sosial setelah ia masuk ke sekolah. Dirumah ia hanya bergaul dengan orang
yang terbatas jumlahnya. Di sekolah anak mengalami suasana yang berlainan.
Ia bukan lagi anak istimewa yang diberi perhatian khusus oleh ibu guru,
melainkan hanya salah seorang diantara puluhan murid lainnya di dalam
kelas. Guru tidak mungkin memberikan perhatian banyak kepadanya karena
harus mengutamakan kepentingan kelas sebagai keseluruhan. Untuk itu anak-
anak harus mengikuti peraturan yang bersifat formal yang tidak dialami anak
dirumah, yang dengan sendirinya membatasi kebebasannya.
Dengan demikian anak melihat dirinya sebagai salah seorang diantara
anak-anak lainnya. Jadi di sekolah anak itu belajar menyesuaikan diri dengan
lingkungan sosial yang baru yang memperluas ketrampilan sosialnya. Dalam
perkembangan fisik dan psikologis anak, selanjutnya anak memperoleh
pengalaman-pengalaman baru dalam hubungan sosialnya dengan anak-anak
6 Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991), hlm. 158.
7. 6
lain yang berbeda status sosial, kesukuan, agama, jenis kelamin, dan
kepribadiannya.
Sekolah merupakan lembaga tempat anak terutama untuk diberi
pendidikan intelektual, yakni mempersiapkan anak untuk sekolah yang lebih
lanjut. Oleh sebab tugas itu cukup penting dan berat , maka perhatian sekolah
sebagian besar ditujukan kepada aspek intelektual itu. Aspek lain seperti
pendidikan moral melalui pendidikan agama dan moral pancasila juga
diperhatikan, namun dapat kita katakan bahwa pendidikan sosial masih belum
mendapat tempat yang menonjol.
Untuk mengetahui hingga manakah pendidikan sosial di sekolah
dilakukan, kita perlu mempelajari hal-hal berikut:
1. Nilai-nilai yang dianut di sekolah
Untuk seluruh warga negara Indonesia berlaku Pancasila sebagai
falsafah dan pandangan hidup Bangsa dan dasar Negara. Dalam hal ini
terdapat kesamaan bagi seluruh bangsa dan dengan demikian bagi seluruh
masyarakat sekolah. Norma-norma yang diajarkan di sekolah tidak boleh
bertentangan dengan adat istiadat masyarakat sekitar.
Dalam hal nilai-nilai moral sekolah kebanyakan berpedoman pada
norma-norma yang berlaku bagi golongan menengah misalnya menghargai
nilai-nilai seperti kejujuran, kebersihan, kerajinan, rasa tanggung jawab,
ketekunan, ketertiban, dan sebagainya. Perbuatan seperti penipuan,
kekerasan, pelanggaran seks, pencurian dipandang sebagai kelakuan yang
melanggar norma yang baik.
2. Pengaruh Iklim Sosial terhadap Sosialisasi Anak
Dalam iklim demokratis anak-anak mendapat lebih banyak
kebebasan untuk berkelakuan menurut kepribadian masing-masing sedang
dalam iklim otokratis kelakuan anak dikontrol ketat oleh guru. Namun
individu yang hanya dapat berbuat menurut perintah orang lain tanpa
diberi kesempatan untuk memberi pertimbangannya sendiri, sukar akan
berkembang menjadi manusia yang sanggup berpikir dan berdiri sendiri,
bahkan sulit menjalankan peranannya dengan baik dalam iklim demokrasi.
8. 7
Dalam iklim otokratis lebih banyak dikeluarkan kecaman tajam
yang bersifat pribadi, sedangkan dalam iklim demokratis terdapat suasana
kerja sama, pujian terhadap sesama teman, saran-saran konstruktif, dan
kesediaan menerima buah pikiran orang lain. Dalam iklim otokratis lebih
ditonjolkan diri sendiri, misalkan “aku”, sedangkan dalam suasana
demokratis terasa ke-“kita”-an. Individualitas murid dapat berkembang
dalam iklim demokrasi, sedangkan perkembangannya tertekan dalam
suasana otokratis.
Iklim kelompok banyak ditentukan oleh guru atau pemimpin. Oleh
sebab pemimpin atau guru ada bersifat demokratis dan ada pula yang
otokratis, maka murid tiap kali akan beralih dari iklim demokratis ke iklim
otokratis setiap kali gurunya berganti.
Iklim otokratis dianggap lebih serasi untuk mencapai prestasi
akademis yang diutamakan oleh sekolah “tradisional”, sedangkan sekolah
yang “progresif” lebih mengutamakan perkembangan kepribadian anak
yang dianggap lebih mungkin tercapai dalam suasana demokratis. Dapat
pula dipersoalkan apakah prestasi akademis memang hanya diperoleh
dalam iklim otokratis atau dapat juga dicapai dalam iklim demokratis.
3. Persaingan dan Kerja sama
Dalam banyak hal murid harus bersaing dengan murid-murid lain.
Persaingan itu paling menonjol dalam hal angka-angka. Murid yang
mempunyai prestasi yang baik mendapat angka tinggi sedangkan mereka
yang prestasinya buruk mendapat angka rendah, seperti diadakannya
“rangking” dalam buku rapor.
Dalam masyarakat sendiri persaingan senantiasa timbul dalam
usaha untuk meningkatkan mutu serta melebihi lawan. Kerja sama atau
gotong-royong sangat dihargai dalam masyarakat kita dan karena itu sudah
selayaknya dipupuk pula di sekolah. Dapat kita lihat bahwa kesempatan
kerja sama ini di sekolah kurang mendapat perhatian. Kerja kelompok
9. 8
sebagai metode mengajar jarang dilakukan. Murid-murid justru dilarang
bekerja sama atau bertukar pikiran selama jam pelajaran.7
C. Sosialisasi dan Penyesuaiandiri di Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan agen sosialisasi primer. Keluarga adalah kelompok
sosial terkecil yang pada umumnya terdiri dari ayah, ibu dan anak. Namun
pada lingkup yang lebih luas keluarga juga terdiri atas nenek, kakek, pamam,
bibi, saudara-saudara dan lainnya.
Hubungan sosial antar anggota keluarga dijiwai oleh rasa afeksi atau
kasih sayang dan rasa tanggung jawab. Hubungan tersebut relatif tetap
karena didasari oleh ikatan darah, perkawinan atau adopsi. Keluarga
berfungsi untukmemelihara, merawat dan melindungi anak dalam rangka
sosialisasi agar mereka mampu mengendalikan diri dan berjiwa sosial.8
Sosialisasi dilakukan berdasarkan pola keluarga yang dimiliki. Bernstein
menemukan dua tipa ideal dari pola sosoalisasi dalam keluarga, yaitu:
1. Berorientasi pada posisi atau keluarga posisional (psition–centered family).
Pola keluarga dimana terjadi pemisahan peran yang jelas di antara
para anggotanya, sebagai ayah, ibu, anak atau pada usia tertentu sebagai
kakek dan nenek. Sosialisasi dalam pola ini terjadi dalam suatu kerangka
yang jelas karena mengikuti perannya masing-masing. Dengan
menggunakan pola ini maka anak akan sangat memperhatikan posisi
mereka dalam hubunganya dengan orang lain. Mereka juga mampu
memahami kedudukan yang dimiliki antrara berbagai posisi yang ada
dalam masyarakat.
2. Berorientasi pada pribadi (person-centered family).
Merupakan pola keluarga dimana anak dipandang dalam rangka
karakteristik unik yang dimilikinya sebagai pribadi. Sejak anak masih
kecil, telah pekadan secara aktif dirangsang perkembanganya agar dapat
dikontrol sesuai cara mereka sendiri. Mereka disosialisasikan melelui
7 S Nasution, op.,cit. Hlm. 129-138.
8 Abu Ahmadi, op.,cit. Hlm. 167.
10. 9
keluarga yang terpusat pada pribadi akan didik, diuji dan dikembangakan
sesuai dengan format keluarga. Dengan kata lain bakat, potensi dan
kompetensi yang dimilikinya dikembangkan tidak jauh dari apa yang
dimiliki oleh keluarga.9
Seiring dengan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat maka
mempengaruhi fungsi-fungsi sosial keluarga sehingga mengalami perubahan.
Fungsi-fungsi sosial keluarga yang mengalami perubahan yaitu, sebagai
berikut:
1. Fungsi Pendidikan
Dahulu keluaraga merupakan satu-satunya institusi pendidikan,
namun sekarang ini fungsi tersebut telah mengalami banyak perubahan.
Secara informal fungsi pendidikan keluarga masih tetap penting, namun
secara formal fungsi tersebut sudah diambil alih oleh sekolah.
2. Fungsi Rekreasi
Dahulu keluarga merupakan pusat rekreasi dan hiburan bagi anggota
keluarga, namun pada saat ini telah banyak pusat rekreasi di luar keluarga,
seperti gedung bioskop, taman-taman kota, supermarket dan lain
sebagainya.
3. Fungsi Keagamaan
Pada awalnya keluarga merupakan pusat bagi seorang anak untuk
mendapat pendidikan keagamaan seperti praktik-praktik ibadah selain
peranan yang dilakukan oleh institusi agama. Namun dikarenakan
sekularisasi dalam masyarakat dan merosotnya pengaruh institusi agama
menmbulkan kemunduran fungsi keagamaan dalam keluarga.
4. Fungsi Perlindungan
Dahulu keluarga berfungsi memberikan perlindungan, baik fisik
maupun sosial bagi anggotanya. Sekarang ini fungsi tersebut diambil alih
oleh badan-badan sosial, seperti tempat perawatan bagi anak-anak cacat
tubuh dan mental, anak yatim piatu, panti jompo , dan lain sebagainya.
9 Damsar, op.,cit. hlm. 70-71.
11. 10
Sebagai kelompok yang primer, keluarga memberikan pengaruh-
pengaruh bagi anggota keluarganya, meliputi sebagai berikut:
1. Keluarga memberikan kesempatan yang unik kepada anggotanya untuk
menyadari dan memperkuat nilai kepribadianya.
2. Keluarga mengatur dan menjadi perantara bagi anggotanya kepada dunia
luar.
Keluarga merupakan institusi yang paling penting pengaruhnya terhadap
proses sosialisasi anak. Penyebab pentingnya peranan keluarga dalam proses
sosialisasi anak adalah, sebagai berikut:
1. Keluarga merupakan kelompok kecil yang anggotanya berinteraksi
secara langsung dan tetap.
2. Orang tua mempunyai motivasi yang kuat untuk mendidik anak, dengan
hal tersebut akan melahirkan hubungan emosional antara orang tua dan
anak.
3. Karena sosialisasi dalam keluarga bersifat relatif tetap, maka orang tua
memainakan peranan yang sangat penting terhadapproses sosial anak.
Dalam lingkungan keluarga terdapat tiga tujuan sosialisasi, yaitu:
1. Penguasaan diri. Seorang anak diberi pelajaran untuk mampu menguasai
diri secara emosial, sehingga membuatnya mampu berhubungan dengan
masyarakat luas.
2. Nilai-nilai. Selain penguasaan diri anak juga diberi pelajaran mengenai
nilai-nilai, seperti nilai kerjasama dan lain sebagainya.
3. Peranan-peranan sosial. Mempelajari peranan-peranan sosial terjadi
melalui interaksi sosial dalam keluarga.10
10 Abu Ahmadi, op.,cit. Hal. 170-177.
12. 11
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sosialisasi merupakan proses membimbing individu kedalam dunia sosial.
Makna sosialisasi identik dengan penyesuaian diri (adjusment). Didalam
sosialisasi terdapat hubungan interaktif dimana seseorang dapat mempelajari
kebutuhan sosial dan kultural yang menjadikannya sebagai anggota masyarakat.
Dengan sosialisasi individu belajar untuk bertingkah lakuyang sesuai dengan
kebudayaan yang ada dalam masyarakat.
Sekolah memegang peranan yang penting dalam proses sosialisasi anak,
meskipun sekolah hanya merupakan lembaga yang bertanggung jawab atas
pendidikan anak. Anak mengalami perubahan dalam kelakuan sosial setelah ia
masuk ke sekolah. Ketika dirumah anak hanya bergaul dengan orang yang
terbatas jumlahnya, setelah masuk ke dunia sekolah anak mengalami suasana
yang berbeda. Didalam sekolah anak tidak hanya belajar pengetahuan intelektual,
namun di sekolah anak belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial yang
baru yang memperluas ketrampilan sosialnya.
Selain sekolah, keluarga merupakan institusi yang paling penting
pengaruhnya terhadap proses sosialisasi anak. Hubungan sosial dalam keluarga
dijiwai oleh rasa kasih sayang dan berlangsung relatif tetap. Keluarga berfungsi
untul memelihara, merawat dan melindungi anak dalam rangka sosialisasi agar
mampu mengendalikan diri dan berjiwa sosial.
13. 12
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 1991. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Damsar. 2012. Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta: KENCANA.
Idi, Abdullah. 2011. Sosiologi Pendidikan Individu, Masyarakat, dan
Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Nasution, S. 2011. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.