1. BILANGAN SAPONIFIKASI (ANGKA PENYABUNAN)
I. JUDUL PERCOBAAN :BILANGAN SAPONIFIKASI
(ANGKA PENYABUNAN)
II. PRINSIP PERCOBAAN
Saponifikasi (saponification) adalah reaksi yang terjadi
ketika minyak/lemak dicampur dengan larutan alkali. Ada dua
produk yang dihasilkan dalam proses ini, yaitu sabun dan gliserin.
III. MAKSUD DAN TUJUAN
Mengetahui Proses analisa bilangan penyabunan
IV. REAKSI
Saponifikasi:
C3H3(O2CR)3 + NaOH 3RCOONa + C3H5(OH)3
Lemak/minyak alkali sabun gliserin
V. LANDASAN TEORI
1. Sejarah Sabun
1.1. Awal Sejarah Sabun
Asal dari kebersihan pribadi kembali ke zaman prasejarah.
Sejak air menjadi bagian yang penting untuk kehidupan, orang
pertama hidup dekat air dan tahu sesuatu apa itu properti
kebersihan - sedikitnya bagaimana membilas lumpur ke tangan
mereka. Benda mirip sabun ditemukan dalam bentuk tabung saat
penggalian di Babilonia Kuno adalah fakta tentang pembuatan
sabun diketahui pada tahun 2800 SM. Persembahan di tabung
mengatakan bahwa lemak direbus dengan abu, dimana adalah
metoda membuat sabun, tetapi tidak mengenai kegunaan sabun itu.
Beberapa bahan terakhir digunakan untuk penggaya rambut.
2. Catatan memperlihatkan bahwa orang Mesir Kuno mandi biasa.
Papirus Eber, dokumen kesehatan dar sekitar tahun 1500 SM,
mendeskripsikan kombinasi minyak hewani dan nabati dengan
garam alkali untuk membuat bahan sejenis sabun untuk
menyembuhkan penyakit kulit, juga untuk membersihkan. Di
waktu yang sama, Musa memberi orang Israel peraturan
pemerintah kebersihan pribadi. Dia juga menghubungkan
kebersihan untuk kesehatan dan penyucian agama. Laporan Injil
mengusulkan bahwa orang Israel tahu bahwa campuran abu dan
produk minyak adalah jenis dari gel rambut.
Orang Jerman Kuno dan Gaul juga memasukkan dengan
memjelajahi sesuatu bernama sabun, terbuat dari lemak dan abu,
digunakan untuk mewarnai rambut mereka menjadi merah. Ketika
peradaban Romawi maju, jadi selalu mandi. Tempat mandi
Romawi terkenal pertama, terdapat dengan air dari saluran air,
dibangun sekitar tahun 312 SM. Mandi sangatlah mewah, dan
mandi menjadi populer. Di abad-ke 2 Masehi, dokter Yunani,
Galen menganjurkan sabun untuk pengobatan dan pembersih.
Setelah musim gugur di Roma di 467 Masehi dan hasilnya
kebiasaan mandi menurun, lebih banyak di lakan Eropa pengaruh
yang kuat di kesehatan publik berganti-berganti. Menurunnya
kebersihan pribadi dan berhubungan kondisi kehidupan tanpa
sanitasi menambah beratnya wabah besar di Abad Pertengahan,
dan khususnya Kematian Hitam di abad ke-14. Itu tidak sampai
abad ke-17 bahwa kebersihan dan mandi memulai untuk kembali
ke kebiasaan di banyak tempat di Eropa. Masih sudah di mana
tempat di pertengahan dunia dimana kebersihan pribadi tersisa
penting di pertengahan dunia. Mandi harian adalah adat yang biasa
di Jepang saat Abad Pertengahan. Dan, di Islandia, kolam hangat
dengan air dari mata air panas adalah perkumpulan populer di
Sabtu sore.
3. 1.2. Pertengahan Abad Sejarah Pembuatan Sabun
Pembuatan sabun adalah keahlian yang tidak bisa dipungkiri di
Eropa di abad ke-17. Pembuat sabun serikat pekerja terlindungi
perdagangan rahasia mereka ditutup. Minyak nabati dan hewani
digunakan dengan arang tanaman, terus dengan pewangi. Secara
berangsur-angsur jenis sabun yang lebih banyak lagi menjadi
tersedia untuk mencukur dan mencuci rambut, juga mandi dan
mencuci. Pembuatan sabun komersial di Amerika kolonial dimulai
pada tahun 1608 dengan datangnya beberapa pembuat sabun di
kapal kedua dari Inggris untuk mencapai Jamestown, Virginia.
Langkah utama terhadap pembuatan sabun komersial skala besar
terjadi pada tahun 1791 ketika kimiawan Perancis, Nicholas
Leblanc, mematenkan proses untuk membuat abu soda, atau
sodium karbonat, dari garam biasa. Abu soda adalah alkali terdapat
dari abu bahwa kombinasi dari lemak ke bentuk sabun. Leblanc
memproses hasil kuantitas dari kualitas baik, abu soda murah.
Sains dari pembuatan sabun modern lahir 20 tahun kemudian
dengan pemjelajahan oleh Michel Eugene Chevreul, kimiawan
Perancis lainnya, dari kimia alam and lemak yang terkait, gliserin
dan asam lemak. Penelitiannya yang tidak bisa dipungkiri dasar
untuk lemak dan bahan kimia sabun. Juga penting kepada
kemajuan dari teknologi sabun di pertengahan 1800-an penemuan
oleh kimiawan Belgia, Ernest Solvay, dari proses amonia, di mana
juga menggunakan garam meja biasa, atau sodium klorida, untuk
membuat abu soda. Proses Solvay lebih lanjut dikurangi harga dari
mendapat alkali, dan menambah kualitas dan kuantitas dari abu
soda tersedia untuk manufaktur sabun.
4. Penjelajahan sains ini, bersama dengan pembangunan dari
kekuatan untuk mengoperasikan pabrik, membuat satu pembuatan
sabun di pertunbuhan cepat industri Amerika di tahun 1850. Di
waktu yang sama, ketersediaan luas mengubah sabun dari barang
mewah ke kebutuhan sehari-hari. Dengan penggunaan tersebar luas
ini menjadi perkembangan dari sabun yang lebih lembut untuki
mandi dan sabun untuk digunakan di dalam mesin cuci itu sudah
tersedia untuk konsumen dengan pergantian abad.
1.3. Bahan DasarPembuatan Sabun
1.3.1. Bahan Baku
Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan
sabun adalah trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak
beraturan diesterifikasi dengan gliserol. Masing masing lemak
mengandung sejumlah molekul asam lemak dengan rantai karbon
panjang antara C12 (asam laurik) hingga C18 (asam stearat) pada
lemak jenuh dan begitu juga dengan lemak tak jenuh. Campuran
trigliserida diolah menjadi sabun melalui proses saponifikasi dengan
larutan natrium hidroksida membebaskan gliserol. Sifat sifat sabun
yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan komposisi dari komponen
asam asam lemak yang digunakan. Komposisi asam asam lemak yang
sesuai dalam pembuatan sabun dibatasi panjang rantyai dan tingkat
kejenuhan. Pada umumnya, panjang rantai yang kurang dari 12 atom
karbon dihindari penggunaanya karena dapat membuat iritasi pada
kulit, sebaliknya panjang rantai yang lebih dari 18 atom karbon
membentuk sabun yang sukar larut dan sulit menimbulkan busa.
Terlalu besar bagian asam asam lemak tak jenuh menghasilkan sabun
yang mudah teroksidasi bila terkena udara. Alasan alasan diatas, faktor
ekonomis, dan daya jual menyebabkan lemak dan minyak yang dibuat
menjadi sabun terbatas.
5. Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik
lelehnya lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki
ikatan rangkap, sehingga sabun yang dihasilkan juga akan lebih
lembek dan mudah meleleh pada temperatur tinggi.
Jenis-jenis Minyak atau Lemak :
a. Tallow.
Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri
pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan
dari warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan
FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas
baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow
dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan
stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow.
Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer pada tallow
umumnya di atas 40°C. Tallow dengan titer di bawah 40°C dikenal dengan
nama grease.
b. Lard.
Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam
lemak tak jenuh seperti oleat (60 ~ 65%) dan asam lemak jenuh seperti
stearat (35 ~ 40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus
dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi
ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan
mudah berbusa.
c. Palm Oil (minyak kelapa sawit).
Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow.
Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit.
Minyak kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya
kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai
6. bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun
yang terbuat dari 100% minyak kelapa sawit akan bersifat keras dan sulit
berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku
pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus dicampur dengan bahan
lainnya.
e. Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit).
Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti
sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa
sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti
sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam
lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa.
f. Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin).
Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-
asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana.
Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah stearin.
g. Marine Oil.
Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil
memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga
harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
bahan baku.
h. Castor Oil (minyak jarak).
Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat
sabun transparan.
i. Olive oil (minyak zaitun).
Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan
kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari
minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit.
j. Campuran minyak dan lemak.
Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari
campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering
dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi.
7. Bahan Baku Utama : Alkali
Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah
NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa
dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling
banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam
pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu
soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan
asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak).
Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol. Senyawa
tersebut dapat digunakan untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun yang
dihasilkan sangat mudah larut dalam air, mudah berbusa, dan mampu menurunkan
kesadahan air. Sabun yang terbuat dari ethanolamines dan minyak kelapa
menunjukkan sifat mudah berbusa tetapi sabun tersebut lebih umum digunakan
sebagai sabun industri dan deterjen, bukan sebagai sabun rumah tangga.
Pencampuran alkali yang berbeda sering dilakukan oleh industri sabun dengan
tujuan untuk mendapatkan sabun dengan keunggulan tertentu.
Bahan Baku Pendukung
Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses
penyempurnaan sabun hasil saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan
gliserin) sampai sabun menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan
tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif.
a. NaCl.
NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun.
Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang
terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang
8. digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl
digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak
mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan
sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar
diperoleh sabun yang berkualitas.
b. Bahan aditif.
Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun
yang bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik
konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut antara lain : Builders, Fillers Inert, Anti
oksidan, Pewarna, dan Parfum
1. Builders (Bahan Penguat)
Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat
mineral mineral yang terlarut pada air, sehingga bahan bahan lain yang
berfungsi untuk mengikat lemak dan membasahi permukaan dapat
berkonsentrasi pada fungsi utamanya. Builder juga membantu
menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan
dapat berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan dan
mensuspensikan kotoran yang telah lepas. Yang sering digunakan
sebagai builder adalah senyawa senyawa kompleks fosfat, natrium
sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit.
2. Fillers Inert (Bahan Pengisi)
Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku.
Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar
9. volume. Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku sabun
semata mata ditinjau dari aspek ekonomis. Pada umumnya, sebagai
bahan pengisi sabun digunakan sodium sulfat. Bahan lain yang sering
digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu tetra sodium pyrophosphate.
3. Pewarna
Bahan ini berfungsi untuk memberikan warna kepada sabun. Ini
ditujukan agar memberikan efek yang menarik bagi konsumen untuk
mencoba sabun ataupun membeli sabun dengan warna yang menarik.
Biasanya warna warna sabun itu terdiri dari warna merah, putih, hijau
maupun orange.
4. Parfum
Parfum termasuk bahan pendukung. Keberadaaan parfum memegang
peranan besar dalam hal keterkaitan konsumen akan produk sabun.
Artinya, walaupun secara kualitas sabun yang ditawarkan bagus, tetapi
bila salah memberi parfum akan berakibat fatal dalam penjualannya.
Parfum untuk sabun berbentuk cairan berwarna kekuning kuningan
dengan berat jenis 0,9. Dalam perhitungan, berat parfum dalam gram
(g) dapat dikonversikan ke mililiter. Sebagai patokan 1 g parfum =
1,1ml. Pada dasarnya, jenis parfum untuk sabun dapat dibagi ke dalam
dua jenis, yaitu parfum umum dan parfum ekslusif. Parfum umum
mempunyai aroma yang sudah dikenal umum di masyarakat seperti
aroma mawar dan aroma kenanga. Pada umumnya, produsen sabun
menggunakan jenis parfum yang ekslusif. Artinya, aroma dari parfum
tersebut sangat khas dan tidak ada produsen lain yang
menggunakannya. Kekhasan parfum ekslusif ini diimbangi dengan
harganya yang lebih mahal dari jenis parfum umum. Beberapa nama
parfum yang digunakan dalam pembuatan sabun diantaranya bouquct
deep water, alpine, dan spring flower.
10. Karakteristik memilih bahan baku sabun :
Warna
Lemak dan minyak yang berwarna terang merupakan minyak yang bagus
untuk digunakan sebagai bahan pembuatan sabun.
Angka Saponifikasi
Angka Saponifikasi adalah angka yang terdapat pada milligram kalim
hidroksida yang digunakan dalam proses saponifikasi sempurna pada satu
gram minyak. Angka saponifikasi digunakan untuk menghitung alkali
yang dibutuhkan dalam saponifikasi secara sempurna pada lemak atau
minyak.
Bilangan Iod
Bilangan iod digunakan untuk menghitung katidakjenuhan minyak atau
lemak, semakin besar angka iod, maka asam lemak tersebut semakin tidak
jenuh. Dalam pencampurannya, bilangan iod menjadi sangat penting yaitu
untuk mengidentifikasi ketahanan sabun pada suhu tertentu.
1.4. Teknologi Pembuatan Sabun
Proses pembuatan sabun dapat dibuat dua tahap yaitu proses “batch” atau proses
“continue”
1.4.1. Proses Batch
Pada proses batch, lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali
(NaOH atau KOH) berlebih dalam sebuah ketel. Jika penyabunan telah
selesai, garam garam ditambahkan untuk mengendapkan sabun. Lapisan air
yang mengaundung garam, gliserol dan kelebihan alkali dikeluarkan dan
gliserol diperoleh lagi dari proses penyulingan. Endapan sabun gubal yang
11. industri yang murah. Beberapa bahan pengisi ditambahkan, seperti pasir atau
batu apung dalam pembuatan sabun gosok. Beberapa perlakuan diperlukan
untuk mengubah sabun gubal menjadi sabun mandi, sabun bubuk, sabun
obat, sabun wangi, sabun cuci, sabun cair dan sabun apung (dengan
melarutkan udara di dalamnya).
1.4.2. Proses Continue
Pada proses kontinu, yaitu yang biasa dilakukan sekarang, lemak atau
minyak hidrolisis dengan air pada suhu dan tekanan tinggi, dibantu dengan
katalis seperti sabun seng. Lemak atau minyak dimasukkan secara kontinu
dari salah satu ujung reaktor besar. Asam lemak dan gliserol yang terbentuk
dikeluarkan dari ujung yang berlawanan dengan cara penyulingan. Asam-
asam ini kemudian dinetralkan dengan alkali untuk menjadi sabun.
Safonifikasi adalah reaksi hidrolisis asam lemak oleh adanya basa lemah
(misalnya NaOH)
Reaksi safonifikasi:
Oil + 3 NaOH → 3 soap + glycerol
Selain dari reaksi diatas sabun juga bisa dihasilkan dari reaksi
netralisasi fatty acid (FA), namun disini hanya didapat sabun tanpa adanya
gliserin (glycerol). Karena pada saat proses pembuatan fatty acid, glycerol
sudah dipisahkan tersendiri .
FA + NaOH → soap + water
12. Reaksi penyabunan dapat ditulis sebagai berikut:
C3H5(OOCR)3 + 3NaOH → C3H5(OH)3 + 3NaOOCR
Reaksi pembuatan sabun atau safonifikasi menghasilkan sabun sebagai
produk utama dan gliserin sebagai produk samping. Gliserin sebagai produk
samping juga memiliki nilai jual. Sabun merupakan garam yang terbentuk dari
asam lemak dan alkali. Sabun dengan berat molekul rendah akan lebih mudah
larut dan memiliki struktur sabun yang lebih keras . Sabun memiliki kalarutan
yang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut menjadi partikel yang lebih kecil
melainkan larut dalam bentuk ion.
1.5. Metode Pembuatan Sabun
Berdasarkan reaksi yang terjadi, ada 4 metode proses pembuatan sabun yaitu
sebagai berikut (Y.H.Hui,1996) :
1. Proses pendidihan penuh
Proses pendidihan penuh pada dasarnya sama dengan proses batch yaitu
minyak/lemak dipanaskan didalam ketel dengan menambahkan NaOH yang
telah dipanaskan, selanjutnya campuran tersebut dipanaskan sampai terbentuk
pasta kira-kira setelah 4 jam pemanasan. Setelah terbentuk pasta ditambahkan
NaCl (10-12%) untuk mengendapan sabun. Endapan sabun dipisahkan dengan
menggunakan air panas dan terbentuklah produk utama sabun dan produk
samping gliserin.
2. Proses semi pendidihan
Pada proses semi pendidihan, semua bahan yaitu minyak/lemak dan alkali
langsung dicampur kemudian dipanaskan secara bersamaaan. Terjadilah reaksi
saponifikasi. Setelah reaksi sempurna ditambah sodium silikat dan sabun yang
dihasilkan berwarna gelap.
13. 3. Proses dingin
Pada proses dingin semua bahan yaitu minyak, alkali, dan alkohol dibiarkan
didalam suatu tempat/bejana tanpa dipanaskan (temperatur kamar,250C).
Raksi antara NaOH dan uap air (H2O) merupakan reaksi eksoterm sehingga
dapat menghasilkan panas. Panas tersebut kemudian digunakan untuk
mereaksikan minyak/lemak dan NaOH/alkohol. Proses ini memerlukan waktu
untuk reaksi sempurna selama 24 jam dan dihasilkan sabun berkualitas tinggi.
14. Adapun syarat-syarat terjadinya proses dingin adalah sebagai berikut :
Minyak/lemak yang digunakan harus murni
Konsentrasi NaOH harus terukur dengan teliti
Temperatur harus terkontrol dengan baik
4. Proses netral
Prinsip dasar dari proses netral adalah minyak/lemak ditambah NaOH
sehingga terjadi reaksi saponifikasi dan dihasilkan sabun dan gliserin. Sabun
yang dihasilkan tidak bersifat netral sehingga tidak dapat menghasilkan busa
yang banyak.Oleh karena itu, perlu dilakukan penetralan dengan
menambahkan Na2CO3.
Selain minyak/lemak dari asam lemak, sabun juga dapat diproduksi dari metil
ester. Metil ester dan natrium hidroksida (NaOH) dimasukkan kedalan reaktor
tube flow pada tekanan dan temperatur tinggi. Metanol yang dihasilkan
divolatilisasi dalam flash drum dan setelah didinginkan, metanol tersebut
didaur ulang ke proses transesterifikasi. Sabun dikeringkan secara vakum
(Modul Praktikum, 2006).
1.6. Macam-macam Sabun
Ada beberapa macam sabun, diantaranya:
1. Shaving Cream
Shaving Cream disebut juga dengan sabun kalium. Bahan dasarnya
adalah campuran minyak kelapa dengan asam stearat dengan
perbandingan 2:1.
2. Sabun Cair
Sabun cair dibuat melalui proses saponifikasi dengan menggunakan
minyak jarak serta menggunakan alkali (KOH). Untuk meningkatkan
kejernihan sabun, dapat ditambahkan gliserin atau alkohol
.
15. 3. Sabun Kesehatan
Sabun kesehatan pada dasarnya merupakan sabun mandi dengan kadar
parfum yang rendah, tetapi mengandung bahan-bahan antiseptik dan
bebas dari bakteri adiktif. Bahan-bahan yang digunakan dalam sabun
ini adalah tri-salisil anilida, tri-klor carbanilyda, irgassan Dp300 dan
sulfur.
4. Sabun Chip
Pembutan sabun chip tergantung pada tujuan konsumen dalam
menggunakan sabun yaitu sebagai sabun cuci atau sabun mandi dengan
beberapa pilihan komposisi tertentu. Sabun chip dapat dibuat dengan
berbagai cara yaitu melalui pengeringan, atau menggiling atau
menghancurkan sabun yang berbentuk batangan.
5. Sabun Bubuk untuk mencuci
Sabun bubuk dapat diproduksi melalui dry-mixing. Sabun bubuk
mengandung bermacam-macam komponen seperti sabun, sodium
metaksilat, sodium karbonat, sodium sulfat, dan lain-lain.
1.7. Pembuatan Sabun dalam Industri
1. Saponifikasi Lemak Netral
Pada proses saponifikasi trigliserida dengan suatu alkali, kedua reaktan
tidak mudah bercampur. Reaksi saponifikasi dapat mengkatalis dengan
sendirinya pada kondisi tertentu dimana pembentukan produk sabun
mempengaruhi proses emulsi kedua reaktan tadi, menyebabkan suatu
percepatan pada kecepatan reaksi.
Komponen penting pada sistem ini mencakup pompa berpotongan untuk
memasukkan kuantitas komponen reaksi yang benar ke dalam reaktor
autoclave, yang beroperasi pada temperatur dan tekanan yang sesuai dengan
kondisi reaksi.Campuran saponifikasi disirkulasi kembali dengan
autoclave.Temperatur campuran tersebut diturunkan pada mixer pendingin,
kemudian dipompakan ke separator statis untuk memisahkan sabun yang tidak
16. tercuci dengan larutan alkali yang digunakan.Sabun tersebut kemudian dicuci
dengan larutan alkali pencuci di kolam pencuci untuk memisahkan gliserin
(sebagai larutan alkali yang digunakan) dari sabun. Separator sentrifusi
memisahkan sisa – sisa larutan alkali dari sabun. Sabun murni (60 – 63 %
TFM) dinetralisasi dan dialirkan ke vakum spray dryer untuk menghasilkan
sabun dalam bentuk butiran (78 – 82 % TFM) yang siap untuk diproses
menjadi produk akhir.
2. Pengeringan Sabun
Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun murni)
yang umumnya dikeringkan dengan vakum spray dryer. Kandungan air pada
sabun dikurangi dari 30 –35% pada sabun murni menjadi 8 – 18% pada sabun
butiran atau lempengan. Jenis – jenis vakum spray dryer, dari sistem tunggal
hingga multi sistem, semuanya dapat digunakan pada berbagai proses
pembuatan sabun. Operasi vakum spray dryer sistem tunggal meliputi
pemompaan sabun murni melalui pipa heat exchanger dimana sabun
dipanaskan dengan uap yang mengalir pada bagian luar pipa. Sabun yang
sudah dipanaskan terlebih dahulu disemprotkan di atas dinding ruang vakum
melalui mulut pipa yang berputar.Lapisan tipis sabun yang sudah dikeringkan
dan didinginkan tersimpan pada dinding ruang vakum dan dipindahkan
dengan alat pengerik sehingga jatuh di plodder, yang mengubah sabun ke
bentuk lonjong panjang atau butiran. Dryer dengan multi sistem, yang
merupakan versi pengembangan dari dryer sistem tunggal, memperkenalkan
proses pengeringan sabun yang lebih luas dan lebih efisien daripada dryer
sistem tunggal.
3. Netralisasi Asam Lemak
Reaksi asam basa antara asam-asam lemak dengan alkali untuk
menghasilkan sabun berlangsung lebih cepat daripada reaksi trigliserida
dengan alkali.
RCOOH + NaOH RCOONa + H2O
17. Operasi sistem ini meliputi pemompaan reaktan melalui pemanasan
terlebih dahulu menuju turbodisperser dimana interaksi reaktan – reaktan
tersebut mengawali pembentukan sabun murni. Sabun tersebut, yang
direaksikan sebagian pada tahap ini, kemudian dialirkan ke mixer dimana
sabun tersebut disirkulasi kembali hingga netralisasi selesai. Penyelesaian
proses netralisasi ditentukan oleh suatu pengukuran potensial elektrik (mV)
alkalinitas. Sabun murni kemudian dikeringkan dengan vakum spray dryer
untuk menghasilkan sabun butiran yang siap untuk diolah menjadi sabun
batangan.
4. Penyempurnaan Sabun
Dalam pembuatan produk sabun batangan, sabun butiran dicampurkan
dengan zat pewarna, parfum, dan zat aditif lainnya ke dalam mixer
(amalgamator).Campuran sabun ini kemudian diteruskan untuk digiling untuk
mengolah campuran tersebut menjadi suatu produk yang homogen.Produk
tersebut kemudian dilanjutkan ke tahap pemotongan. Sebuah alat pemotong
dengan mata pisau memotong sabun tersebut menjadi potongan-potongan
terpisah yang dicetak melalui proses penekanan menjadi sabun batangan
sesuai dengan ukuran dan bentuk yang diinginkan.
Proses pembungkusan, pengemasan, dan penyusunan sabun batangan tersebut
merupakan tahap akhir penyelesaian pembuatan sabun. (Saiful, 2009)
18.
19. VI. ALAT DAN BAHAN
A. Alat :
1. Heater
2. Pendingin Tegak
3. Labu Alas Bulat
4. Beaker glass
5. Pipet tetes
6. Erlenmeyer
7. Buret
8. Selang
9. Corong Kecil
10. Spatel
11. Kertas Saring
12. Klem & Statif
B. Bahan :
1. Margarin/minyak
2. KOH
3. NaOH
4. Etanol Teknis & PA
5. HCl
6. PP
20. VII. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Timbang minyak atau margarine sebanyak 2 gram.
2. Untuk sampel minyak gunakan pelarut NaOH 0,5 N 25 ml yang dilarutkan dengan air
masukan kedalam labu alas bulat yang telah terhubung dengan pendingin tegak.
3. Panaskan sampel hingga mendidih, setelah mendidih tambahkan etanol teknis sebanyak 5
ml, panaskan campuran dengan heater selama 30 menit.
4. Dinginkan sampel kemudian titrasi dengan HCl 0,5 N.
5. Buat blanko yang titrasi dengan HCl 0,5 N.
6. Untuk smapel margarine gunakan pelarut KOH 0,5 N 25 ml yang dilarutkan dengan
etanol teknis, masukan ke dalam labu alas bulat yang telah terhubung dengan pendingin
tegak.
7. Panaskan sampel hingga mendidih selama 30 menit.
8. Ulangi proses no 4 dan 5.
9. Hitung angka penyabunan dengan rumus.
Bilangan penyabunan =
( 𝐴−𝐵) 𝑥 𝐶
𝐺
Keterangan :
A = Jumlah ml HCl 0,5 untuk titrasi blanko
B = Jumlah ml HCl 0,5 untuk titrasi Sampel
C = ½ bobot alkali yang digunakan
D = Bobot contoh minyak/margarine (Gram)
21. VIII. GAMBAR RANGKAIAN ALAT
IX. DATA PENGAMATAN
a). Pembuatan HCl 0,5 N dalam 200 ml air
gr = P x N x BE
= 0,2 x 0,5 x 36,5
= 36,5
ml =
𝑔𝑟
𝐵𝐽
=
3,65 𝑔𝑟
1,19
= 3,1 ml
b). Pembuatan NaOH 0,5 N dalam 50 ml air
gr = P x N x BE
= 0,05 x 0,5 x 40
= 1 gr
22. Data Penimbangan
c). Penimbangan Minyak :
Erlenmeyer + minyak = 44,33 gr
Erlenmeyer Kosong = 42,31 gr _
2,02 gr
d). Titrasi Blanko
ml HCl (titran akhir) = 17,8 ml
ml HCl (titran awal) = 7,8 ml _
10 ml
f). Titrasi Sampel
ml HCl (titran akhir) = 23,9 ml
ml HCl (titran awal) = 20 ml _
3,9 ml
g). Perhitungan Kadar
Bilangan Penyabunan =
( 𝑨−𝑩) 𝒙 𝑪
𝑮
=
( 𝟏𝟎−𝟑,𝟗) 𝒙 𝟐𝟎
𝟐
= 61
X. PEMBAHASAN
Dalam percobaan ini dilakukan beberapa perlakuan diantaranya berupa
pemanasan, pemberian katalis, dan titrasi. Dalam percobaan kali ini digunakan
minyak sebagai sampel untuk mengetahui bilangan saponifikasi (angka penyabunan) ,
dalam percobaan ini digunakan NaOH berupa padatan lalu padatan NaOH 0,5 N
dilarutkan kedalam air sebanyak 25 ml. larutan tersebut kemudian dimasukan ke
dalam beaker glass dan dipanaskan dengan burner sampai larutan mendidih,
23. kemudian diberikan etanol teknis sebanyak 5 ml dan dipanaskan kembali,dalam
proses pemanasan suhu dijaga antara 60-70o C. Setelah itu, tunggu larutan hingga
tidak terlalu panas dan tambahkan indicator pp (fhenolptalein),setelah diberikan pp
larutan akan berubah warna menjadi merah muda terang. Pindahkan larutan ke dalam
Erlenmeyer lalu titrasi dengan HCl sampai warnanya berubah menjadi merah muda
seulas.
Setelah proses titrasi berakhir dan diperoleh warna larutan yang diinginkan
yaitu merah muda seulas barulah dapat dihitung bilangan saponifikasi (angka
penyabunan), dari percobaan yang telah kami lakukan diperoleh angka saponifikasi
sebesar 61, angka tersebut menunjukan bahwa rata-rata rantai asam lemak semakin
pendek. Karena menurut teori, semakin kecil bilangan saponifikasi, semakin panjang
rata-rata rantai asam lemak.
XI. METODE PROSES
a. Metode proses
Proses semi pendidihan
Pada proses semi pendidihan, semua bahan yaitu minyak/lemak dan alkali
langsung dicampur kemudian dipanaskan secara bersamaaan. Terjadilah
reaksi saponifikasi.
b. Kelebihan dan kekurangan metode proses
Kelebihan:
1. Lebih mudah dilakukan
2. Efisien waktu
Kekurangan:
1. Sulit untuk menjaga suhu untuk tetap konstan yaitu 60 – 70°C saat
dipanaskan.
2. Sulit mendapatkan warna merah muda seulas saat melakukan titrasi karena
penambahan indikator PP yang sedikit sudah membuat sampel
memdapatkan warna yang sudah agak kemerahan.
24. XII. DIAGRAM ALIR
Untuk Sampel :
Timbang minyakTimbangminyak
Sebanyak2 gr
Campurkan25 ml NaOH
Yang sudahdistandarisasi
Dalam50 ml air.
Panaskanhinggamendidih
dengandijagasuhu60 0
C
-70 0
C
Setelahmendidih, tambahkan
etanol teknis 5ml dan panaskan
kembali hinggamendidih
Dinginkan,lalutambahkanindicator
PPkemudiantitrasi denganHCl yang
sudahdi standarisasi denganair200
ml hinggamerah mudaseulas
25. Untuk blanko :
XIII. KESIMPULAN
1. Bahan dasar pembuatan sabun secara sederhana adalah dengan memanaskan
campuran antara lemak/minyak dengan alkali(basa).
2. Bahan samping pembuatan sabun adalah gliserol.
3. Dari hasil percobaan, diperoleh bilangan saponifikasi (angka penyabunan) adalah
sebesar 61. Bilangan Saponifikasi yang diperoleh cukup besar, hal ini berarti
bahwa semakin panjang rata-rata rantai asam lemak yang ada pada larutan
tersebut.
Panaskanhinggamendidih
25 ml NaOHyang sudah
distandarisasi dalam50ml
air. Dan dijagasuhu60-70 0
C
Setelahmendidih
tambahkan5 ml etanol
teknisdandidihkan
kembali
Dinginkan kemudiantambahkanindicatorPPsedikit
dan titrasi denganHCl yangtelahdistandarisasi ke
dalam200 ml air kemudiantitrasi hinggamerahmuda
seulas
26. XIV. TUGAS
1. Analisa kesalahan min 5!
Jawab:
1. Pada saat menambahkan indikator PP sebaiknya lebih sedikit karena jika
kebanyakan akan membuat dari hasil titrasi tidak mencapai warna merah
muda seulas.
2. Susah untuk menjaga suhu antara 60 – 70°C, sebaiknya saat suhu mencapai
65°C api sebagai pemanas dijauhkan.
3. Saat pemanasan setelah ditambahkan etanol teknis ternyata tidak mencapai 30
menit, jika mendidih sudah agak lama maka segera dimatikan.
4. Hasil dari bilangan penyabunan besar, maka minyak tersebut tersusun dari
asam lemak yang berantai karbon pendek dan memiliki berat molekul yang
relatif kecil.
5. Saat membuat pengenceran HCl 0.5N dalam 200ml, bukan mengencerkan
berapa gram HCl 0.5N namun berapa volume HCl 0.5N dalam 200ml, dengan
cara volume HCl = massa HCl/BJ HCl.
2. Hal-hal yang mempengaruhi kerusakan minyak!
Jawab:
1. Absorpsi bau oleh lemak
2. Aktivitas enzim alam bahan yang mengandung lemak
3. Aktivitas mikroba yang terkandung dalam lemak
4. Oksidasi oleh oksigen dari udara
5. Kombinasi dua atau lebih dari empat penyebab tersebut
Oksigen dan ikatan rangkap Semakin banyak ikatan rangkap
dan oksigen yang terkandung maka minyak akan semakin cepat
teroksidasi.
Suhu Suhu yang semakin tinggi juga akan mempercepat
proses oksidasi.
Cahaya dan ion logam berperan sebagai katalis yang mempercepat
proses oksidasi.
Antioksidan membuat minyak lebih tahan terhadap oksidasi.
27. 3. Pengertian FFA, gliserol, dan PKO!
Jawab:
FFA (Free Fatty Acid) adalah jumlah milligram KOH 0,1 N yang dipakai
untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak
atau lemak. Semakin besar angka asam maka dapat diartikan kandungan
asam lemak bebas dalam sample semakin tinggi, besarnya asam lemak
bebas yang terkandung dalam sampel dapat diakibatkan dari proses
hidrolisis ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik.
Gliserol adalah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas 3 atom karbon.
Jadi tiap atom karbon mempunyai gugus –OH. Satu molekul gliserol dapat
mengikat satu, dua, tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang
disebut monogliserida, digliserida dan trigliserida.
PKO / Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit).
Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti
sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa
sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti
sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam
lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa.
4. Contoh-contoh pengujian lemak dan minyak!
Jawab:
Penentuan Sifat Lemak Minyak:
Penentuan angka penyabunan
Menentukan berat molekul dari suatu lemak/minyak.
Penentuan angka ester
Jumlah asam organik yang bersenyawa sebagai ester.
Penentuan angka iodine
Menunjukkan ketidakjenuhan asam lemak penyusunan lemak dan minyak.
28. Penentuan Kualitas Lemak:
Penentu angka asam
Menunjukkan banyaknya asam lemak bebas yang terdapat dalam suatu
lemak atau minyak.
Penentuan angka peroksida
Menunjukkan tingkat kerusakan dari lemak atau minyak.
5. Proses produksi minyak dari buah-akhir ?
29. Daftar Pustaka
Fessenden & Fessenden. 1982. Kimia Organik Jilid 1. Jakarta: Erlangga..
Luthana, Yissa. 2010. Bahan – bahan Pembuatan
Sabun. http://yissaprayogo.wordpress.com/2010/05/07/bahan-bahan-dalam-
pembuatan-sabun/.
Riawan .S.Drs. 1986. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta : Universitas Indonesia