Revolusi Perancis dipicu oleh ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintahan monarki absolut dan sistem feodal yang membebani rakyat dengan berbagai pajak. Pendapat para pemikir seperti Voltaire dan Rousseau yang mendukung demokrasi dan hak asasi manusia turut memengaruhi meletusnya revolusi ini. Rakyat akhirnya merebut kekuasaan dengan menyerbu penjara Bastille pada 1789.
Revolusi Prancis (1789-1891) merupakan peristiwa penting yang mengakhiri sistem monarki absolut dan meletakkan dasar-dasar negara demokrasi, hak asasi manusia, serta nasionalisme di Prancis."
Revolusi Prancis terjadi karena beberapa sebab umum seperti utang negara yang menumpuk, kekalahan perang, dan pajak yang tinggi, serta sebab khusus seperti pengaruh revolusi Amerika dan pemborosan Marie Antoinette. Revolusi ini mengakhiri monarki absolut dan mendirikan pemerintahan demokratis di Prancis.
Revolusi Perancis terjadi akibat ketidakpuasan rakyat terhadap sistem pemerintahan absolut dan ketidakadilan sosial di bawah kekuasaan Raja Louis XVI. Dimulai dari serangan terhadap Penjara Bastille pada 1789 dan berakhir dengan dieksekusinya Raja Louis XVI dan perubahan sistem pemerintahan Prancis menjadi republik. Revolusi ini mempengaruhi perkembangan demokrasi dan hak asasi manusia di dunia.
Revolusi Prancis adalah perubahan besar di Prancis pada 1789-1804 yang merupakan bentuk ketidakpuasan rakyat terhadap sistem monarki absolut. Penyebabnya adalah ketidakadilan sosial, pengaruh pikiran rasionalis dan kemerdekaan Amerika, serta kekosongan kekuasaan. Dampaknya meliputi tersebarnya liberalisme, demokrasi, dan nasionalisme serta lahirnya republik dan hukum modern.
Revolusi Perancis dipicu oleh ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintahan monarki absolut dan sistem feodal yang membebani rakyat dengan berbagai pajak. Pendapat para pemikir seperti Voltaire dan Rousseau yang mendukung demokrasi dan hak asasi manusia turut memengaruhi meletusnya revolusi ini. Rakyat akhirnya merebut kekuasaan dengan menyerbu penjara Bastille pada 1789.
Revolusi Prancis (1789-1891) merupakan peristiwa penting yang mengakhiri sistem monarki absolut dan meletakkan dasar-dasar negara demokrasi, hak asasi manusia, serta nasionalisme di Prancis."
Revolusi Prancis terjadi karena beberapa sebab umum seperti utang negara yang menumpuk, kekalahan perang, dan pajak yang tinggi, serta sebab khusus seperti pengaruh revolusi Amerika dan pemborosan Marie Antoinette. Revolusi ini mengakhiri monarki absolut dan mendirikan pemerintahan demokratis di Prancis.
Revolusi Perancis terjadi akibat ketidakpuasan rakyat terhadap sistem pemerintahan absolut dan ketidakadilan sosial di bawah kekuasaan Raja Louis XVI. Dimulai dari serangan terhadap Penjara Bastille pada 1789 dan berakhir dengan dieksekusinya Raja Louis XVI dan perubahan sistem pemerintahan Prancis menjadi republik. Revolusi ini mempengaruhi perkembangan demokrasi dan hak asasi manusia di dunia.
Revolusi Prancis adalah perubahan besar di Prancis pada 1789-1804 yang merupakan bentuk ketidakpuasan rakyat terhadap sistem monarki absolut. Penyebabnya adalah ketidakadilan sosial, pengaruh pikiran rasionalis dan kemerdekaan Amerika, serta kekosongan kekuasaan. Dampaknya meliputi tersebarnya liberalisme, demokrasi, dan nasionalisme serta lahirnya republik dan hukum modern.
Revolusi Prancis terjadi antara 1789-1799 karena ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintahan absolut Raja Louis XVI yang memberlakukan pajak tinggi dan ketidakadilan sosial. Prosesnya dimulai dengan pembentukan Dewan Konstituante, penyerbuan Bastille, penghapusan monarki, dan pembentukan pemerintahan republik. Revolusi ini berdampak luas dengan menyebarkan gagasan liberalisme, demokrasi, dan nasionalisme
Revolusi Prancis terjadi pada akhir abad ke-18 akibat ketidakadilan sistem feodal, kondisi pemerintahan yang buruk, dan pengaruh paham rasionalisme. Rakyat melakukan demonstrasi besar-besaran dan menyerbu Penjara Bastille pada 1789, memulai revolusi yang menggulingkan monarki absolut dan mendirikan pemerintahan republik.
1. Pemerintahan absolut Raja Louis XVI yang membebani rakyat dengan pajak tinggi.
2. Keuangan negara Perancis yang kacau akibat perang dan kepentingan istana.
3. Pembentukan Estates General oleh Raja Louis XVI untuk menghadapi krisis keuangan namun tidak mencapai kesepakatan.
Dokumen tersebut merangkum sejarah Hindia Belanda pada abad ke-19, dimulai dari kemunduran VOC dan berpindahnya kekuasaan ke pemerintah Belanda. Pada awal abad tersebut, Belanda menerapkan kebijakan ekonomi liberal namun kemudian beralih ke sistem cultuurstelsel pada 1830-an untuk memaksa penduduk Jawa menanam komoditas ekspor. Sistem ini menghasilkan keuntungan besar namun sangat memeras pendudu
Dokumen tersebut membahas tentang Revolusi Perancis, mulai dari kondisi sebelum revolusi, sebab-sebab terjadinya, proses dan dampaknya. Kondisi sebelum revolusi diwarnai oleh pemerintahan absolut Raja Louis XVI yang memberatkan rakyat dengan pajak tinggi. Hal ini memicu terjadinya revolusi pada 1789 yang mengubah sistem politik Perancis menjadi berdasarkan konstitusi dan hak asasi manusia.
Revolusi Amerika terjadi akibat ketegangan yang muncul antara 13 koloni Inggris di Amerika dengan pemerintah Inggris akibat berbagai undang-undang dan pajak baru yang dianggap tidak adil oleh koloni. Peristiwa Boston Tea Party memancing kemarahan Inggris dan memicu pertempuran Lexington dan Concord yang menandai dimulainya perang kemerdekaan Amerika. Setelah beberapa kemenangan militer Amerika dan dukungan dari Prancis, Inggris
Napoleon banoparte adalah satu sosok individu yang berjaya membentuk sebuah empayar yang besar selepas Revolusi Perancis.
Slide ini membincangkan bagaimana Napoleon banoparte menaiki takhta kekuasaan perancis, memicu kejayaan dan zaman kejatuhan beliau.
Semoga bermanfaat.
Hand Out (Revolusi - Revolusi Besar di Dunia)SMA Al Muslim
Revolusi Amerika terjadi akibat kebijakan pajak berat Inggris kepada koloni Amerika tanpa adanya perwakilan mereka. Pada 1776, Deklarasi Kemerdekaan Amerika menyatakan kemerdekaan dari Inggris. Revolusi Prancis terjadi karena ketidakadilan sistem feodal dan absolutisme raja. Pada 1789, deklarasi hak asasi manusia mengubah Prancis menjadi republik. Revolusi Rusia terjadi karena
Pertikaian raja berkuasa mutlak dan raja berpelembagaansmk batu sapi
Dokumen tersebut membandingkan sistem pemerintahan raja berkuasa mutlak dan raja berperlembagaan di England dari abad ke-16 hingga abad ke-18. Sistem raja berkuasa mutlak dilaksanakan di bawah Dinasti Tudor dan Stuart namun menimbulkan tentangan dari golongan puritan dan parlimen, yang akhirnya menyebabkan tercetusnya revolusi puritan. Sistem ini kemudian digantikan dengan raja berperlembagaan selepas Revolusi C
Revolusi Amerika dan Revolusi Perancis memiliki dampak yang luas bagi dunia. Revolusi Amerika mengakhiri kekuasaan Britania atas 13 koloni dan membentuk Amerika Serikat, sementara Revolusi Perancis menjatuhkan monarki absolut dan mendirikan pemerintahan republik. Kedua revolusi ini meluasnya paham liberalisme, demokrasi, dan nasionalisme, serta menginspirasi pergerakan kemerdekaan di berbagai belahan dunia.
Revolusi Perancis bermula dari ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintahan Raja Louis XVI yang absolut dan tidak memperhatikan kondisi ekonomi rakyat. Hal ini memicu terbentuknya Majelis Nasional pada 1789 yang menuntut hak-hak rakyat dan membatasi kekuasaan raja. Revolusi ini berlanjut dengan terbentuknya republik pada 1792 dan eksekusi Louis XVI pada 1793.
Dokumen tersebut membahas tentang anggota kelompok penelitian dan latar belakang terjadinya Revolusi Perancis, yang antara lain disebabkan oleh masalah keuangan, ketidakadilan sistem feodalisme, dan pemerintahan yang buruk pada masa itu.
Revolusi Perancis mendorong berkembangnya paham-paham liberalisme, demokrasi, dan nasionalisme di Eropa. Revolusi ini juga memengaruhi perkembangan di Indonesia dengan lahirnya gerakan melawan imperialisme dan kolonialisme serta dihapuskannya sistem tanam paksa.
Revolusi Prancis terjadi antara 1789-1799 karena ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintahan absolut Raja Louis XVI yang memberlakukan pajak tinggi dan ketidakadilan sosial. Prosesnya dimulai dengan pembentukan Dewan Konstituante, penyerbuan Bastille, penghapusan monarki, dan pembentukan pemerintahan republik. Revolusi ini berdampak luas dengan menyebarkan gagasan liberalisme, demokrasi, dan nasionalisme
Revolusi Prancis terjadi pada akhir abad ke-18 akibat ketidakadilan sistem feodal, kondisi pemerintahan yang buruk, dan pengaruh paham rasionalisme. Rakyat melakukan demonstrasi besar-besaran dan menyerbu Penjara Bastille pada 1789, memulai revolusi yang menggulingkan monarki absolut dan mendirikan pemerintahan republik.
1. Pemerintahan absolut Raja Louis XVI yang membebani rakyat dengan pajak tinggi.
2. Keuangan negara Perancis yang kacau akibat perang dan kepentingan istana.
3. Pembentukan Estates General oleh Raja Louis XVI untuk menghadapi krisis keuangan namun tidak mencapai kesepakatan.
Dokumen tersebut merangkum sejarah Hindia Belanda pada abad ke-19, dimulai dari kemunduran VOC dan berpindahnya kekuasaan ke pemerintah Belanda. Pada awal abad tersebut, Belanda menerapkan kebijakan ekonomi liberal namun kemudian beralih ke sistem cultuurstelsel pada 1830-an untuk memaksa penduduk Jawa menanam komoditas ekspor. Sistem ini menghasilkan keuntungan besar namun sangat memeras pendudu
Dokumen tersebut membahas tentang Revolusi Perancis, mulai dari kondisi sebelum revolusi, sebab-sebab terjadinya, proses dan dampaknya. Kondisi sebelum revolusi diwarnai oleh pemerintahan absolut Raja Louis XVI yang memberatkan rakyat dengan pajak tinggi. Hal ini memicu terjadinya revolusi pada 1789 yang mengubah sistem politik Perancis menjadi berdasarkan konstitusi dan hak asasi manusia.
Revolusi Amerika terjadi akibat ketegangan yang muncul antara 13 koloni Inggris di Amerika dengan pemerintah Inggris akibat berbagai undang-undang dan pajak baru yang dianggap tidak adil oleh koloni. Peristiwa Boston Tea Party memancing kemarahan Inggris dan memicu pertempuran Lexington dan Concord yang menandai dimulainya perang kemerdekaan Amerika. Setelah beberapa kemenangan militer Amerika dan dukungan dari Prancis, Inggris
Napoleon banoparte adalah satu sosok individu yang berjaya membentuk sebuah empayar yang besar selepas Revolusi Perancis.
Slide ini membincangkan bagaimana Napoleon banoparte menaiki takhta kekuasaan perancis, memicu kejayaan dan zaman kejatuhan beliau.
Semoga bermanfaat.
Hand Out (Revolusi - Revolusi Besar di Dunia)SMA Al Muslim
Revolusi Amerika terjadi akibat kebijakan pajak berat Inggris kepada koloni Amerika tanpa adanya perwakilan mereka. Pada 1776, Deklarasi Kemerdekaan Amerika menyatakan kemerdekaan dari Inggris. Revolusi Prancis terjadi karena ketidakadilan sistem feodal dan absolutisme raja. Pada 1789, deklarasi hak asasi manusia mengubah Prancis menjadi republik. Revolusi Rusia terjadi karena
Pertikaian raja berkuasa mutlak dan raja berpelembagaansmk batu sapi
Dokumen tersebut membandingkan sistem pemerintahan raja berkuasa mutlak dan raja berperlembagaan di England dari abad ke-16 hingga abad ke-18. Sistem raja berkuasa mutlak dilaksanakan di bawah Dinasti Tudor dan Stuart namun menimbulkan tentangan dari golongan puritan dan parlimen, yang akhirnya menyebabkan tercetusnya revolusi puritan. Sistem ini kemudian digantikan dengan raja berperlembagaan selepas Revolusi C
Revolusi Amerika dan Revolusi Perancis memiliki dampak yang luas bagi dunia. Revolusi Amerika mengakhiri kekuasaan Britania atas 13 koloni dan membentuk Amerika Serikat, sementara Revolusi Perancis menjatuhkan monarki absolut dan mendirikan pemerintahan republik. Kedua revolusi ini meluasnya paham liberalisme, demokrasi, dan nasionalisme, serta menginspirasi pergerakan kemerdekaan di berbagai belahan dunia.
Revolusi Perancis bermula dari ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintahan Raja Louis XVI yang absolut dan tidak memperhatikan kondisi ekonomi rakyat. Hal ini memicu terbentuknya Majelis Nasional pada 1789 yang menuntut hak-hak rakyat dan membatasi kekuasaan raja. Revolusi ini berlanjut dengan terbentuknya republik pada 1792 dan eksekusi Louis XVI pada 1793.
Dokumen tersebut membahas tentang anggota kelompok penelitian dan latar belakang terjadinya Revolusi Perancis, yang antara lain disebabkan oleh masalah keuangan, ketidakadilan sistem feodalisme, dan pemerintahan yang buruk pada masa itu.
Revolusi Perancis mendorong berkembangnya paham-paham liberalisme, demokrasi, dan nasionalisme di Eropa. Revolusi ini juga memengaruhi perkembangan di Indonesia dengan lahirnya gerakan melawan imperialisme dan kolonialisme serta dihapuskannya sistem tanam paksa.
Revolusi Amerika, Prancis, dan Tiongkok memainkan peran penting dalam melawan kolonialisme dan memperjuangkan nasionalisme, demokrasi, serta hak asasi manusia. Revolusi-revolusi ini memberi pengaruh besar terhadap perkembangan politik dunia.
Revolusi industri, Perancis, Amerika dan RusiaAnisa Salma
Revolusi Rusia terjadi pada 1917 yang menggulingkan pemerintahan Tsar dan mendirikan Uni Soviet. Penyebabnya adalah pemerintahan Tsar yang otoriter dan tidak memberikan hak-hak rakyat. Revolusi dimulai dari demonstrasi besar-besaran di Petrograd pada Februari 1917 yang mengakhiri pemerintahan Tsar. Pada November 1917, Bolshevik yang dipimpin Lenin merebut kekuasaan dan mendirikan pemerintahan komunis.
Revolusi China terjadi akibat ketidakpuasan rakyat terhadap Dinasti Manchu yang memerintah secara otoriter dan feodal, menyebabkan penderitaan rakyat. Peristiwa penting seperti Perang Candu dan kekalahan dari Jepang memicu semangat nasionalisme dan dorongan untuk merdeka.
[Ringkasan]
Penduduk asli Amerika bermigrasi ke benua Amerika dari Asia sejak ribuan tahun lalu. Kontak pertama dengan penjelajah Eropa menyebabkan wabah penyakit yang menewaskan jutaan penduduk asli. Koloni-koloni Inggris didirikan di sepanjang pesisir Atlantik sejak abad ke-17, yang kemudian memerdekakan diri dari Inggris melalui Revolusi Amerika dan membentuk negara Amerika Serikat. Perluasan wil
Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Pemerintahan Raja Louis XIV di Perancis mencontohkan sistem monarki mutlak, namun ketidakpuasan rakyat akhirnya memicu Revolusi Perancis 1789 yang menghapuskan sistem feodal dan monarki mutlak, menetapkan pemerintahan berperlembagaan.
Dokumen tersebut membahas tentang revolusi-revolusi besar di dunia seperti Revolusi Amerika, Revolusi Prancis, Revolusi Cina, Revolusi Rusia, dan Revolusi Indonesia. Juga dibahas tentang hubungan antara paham-paham besar seperti demokrasi, liberalisme, sosialisme, nasionalisme, dan pan-Islamisme dengan gerakan nasionalisme di Asia dan Afrika.
1. Peradaban Yunani-Romawi Kuno yang dipengaruhi pemikiran filosof Socrates, Plato, dan Aristoteles tentang polis dan keseimbangan kekuasaan.
2. Berkembangnya agama Kristen selaras dengan Imperium Romawi.
3. Masa Abad Pertengahan ditandai dominasi gereja yang meredupkan kebebasan berpikir.
Revolusi Indonesia berhasil menggulingkan penjajahan Belanda dan memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Perjuangan bersenjata melawan Belanda dan sekutu dilakukan di berbagai daerah di Indonesia. Sementara itu, diplomasi dilakukan dalam berbagai konferensi untuk meraih pengakuan kedaulatan. Revolusi memberi pengaruh besar bagi semangat anti kolonialisme di Asia dan Afrika.
PPT SEJARAH PEMINATAN PERGERAKAN NASIONALISME ASIA DAN AFRIKAZulfira Farah Nubua
Ringkasan dari dokumen tersebut adalah:
1. Gerakan nasionalisme di Mesir, Turki, India, dan Filipina muncul sebagai reaksi terhadap imperialisme dan ketidakadilan yang dilakukan oleh penjajah masing-masing negara.
2. Peristiwa penting yang memicu munculnya nasionalisme antara lain pemberontakan rakyat, timbulnya kaum intelektual, dan pengaruh paham-paham baru seperti liberalisme dan
Dokumen tersebut membahas sejarah perkembangan akuntansi mulai dari zaman Mesopotamia hingga periode setelah sistem pencatatan ganda. Periode penting yang menandai perkembangan akuntansi adalah pengenalan sistem pencatatan ganda pada abad ke-15 di Italia oleh Luca Pacioli. Sistem ini kemudian berkembang luas dan digunakan dalam dunia bisnis. Periode setelahnya menandai penggunaan akuntansi manajemen dalam industri
Aksi Nyata Buku Non Teks Bermutu Dan Manfaatnya .pdfDenysErlanders
Buku non teks yang bermutu dapat memperkaya pengalaman
belajar siswa. Buku-buku ini menawarkan konten yang inspiratif,
inovatif, dan mendorong pengembangan karakter siswa.
Pemanfaatan buku non teks bermutu membutuhkan peran aktif
guru untuk memilih dan
mengintegrasikannya ke dalam pembelajaran
AKSI NYATA PENDIDIKAN INKLUSIF (perubahan kecil dengan dampak besar)
Revolusi perancis
1. Revolusi Perancis
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Revolusi
Révolution française
Perancis
Penyerbuan Bastille, 14 Juli 1789.
Partisipan Rakyat Perancis
Perancis
Lokasi
Tanggal 1789–1799
Dihapuskannya kekuasaan raja,
aristokrat, gereja, dan digantikan
oleh republik demokratik sekuler
dan radikal yang lebih otoriter
dan termiliteristik.
Perubahan sosial radikal yang
berdasarkan pada prinsip-prinsip
Hasil
nasionalisme, demokrasi, dan
Pencerahan
mengenai
kewarganegaraan dan hak asasi.
Naiknya Napoleon Bonaparte.
Konflik
bersenjata
dengan
negara-negara Eropa lainnya.
Revolusi Perancis (bahasa Perancis: Révolution française; 1789–1799), adalah suatu periode
sosial radikal dan pergolakan politik di Perancis yang memiliki dampak abadi terhadap sejarah
Perancis, dan lebih luas lagi, terhadap Eropa secara keseluruhan. Monarki absolut yang telah
memerintah Perancis selama berabad-abad runtuh dalam waktu tiga tahun. Rakyat Perancis
mengalami transformasi sosial politik yang epik; feodalisme, aristokrasi, dan monarki mutlak
diruntuhkan oleh kelompok politik radikal sayap kiri, oleh massa di jalan-jalan, dan oleh
masyarakat petani di perdesaan.[1] Ide-ide lama yang berhubungan dengan tradisi dan hierarki
monarki, aristokrat, dan Gereja Katolik digulingkan secara tiba-tiba dan digantikan oleh prinsip-
2. prinsip baru; Liberté, égalité, fraternité (kebebasan, persamaan, dan persaudaraan). Ketakutan
terhadap penggulingan menyebar pada monarki lainnya di seluruh Eropa, yang berupaya
mengembalikan tradisi-tradisi monarki lama untuk mencegah pemberontakan rakyat.
Pertentangan antara pendukung dan penentang Revolusi terus terjadi selama dua abad
berikutnya.
Di tengah-tengah krisis keuangan yang melanda Perancis, Louis XVI naik takhta pada tahun
1774. Pemerintahan Louis XVI yang tidak kompeten semakin menambah kebencian rakyat
terhadap monarki. Didorong oleh sedang berkembangnya ide Pencerahan dan sentimen radikal,
Revolusi Perancis pun dimulai pada tahun 1789 dengan diadakannya pertemuan Etats-Généraux
pada bulan Mei. Tahun-tahun pertama Revolusi Perancis diawali dengan diproklamirkannya
Sumpah Lapangan Tenis pada bulan Juni oleh Etats Ketiga, diikuti dengan serangan terhadap
Bastille pada bulan Juli, Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara pada bulan Agustus,
dan mars kaum wanita di Versailles yang memaksa istana kerajaan pindah kembali ke Paris pada
bulan Oktober. Beberapa tahun kedepannya, Revolusi Perancis didominasi oleh perjuangan
kaum liberal dan sayap kiri pendukung monarki yang berupaya menggagalkan reformasi.
Sebuah negara republik didirikan pada bulan Desember 1792 dan Raja Louis XVI dieksekusi
setahun kemudian. Perang Revolusi Perancis dimulai pada tahun 1792 dan berakhir dengan
kemenangan Perancis secara spektakuler. Perancis berhasil menaklukkan Semenanjung Italia,
Negara-Negara Rendah, dan sebagian besar wilayah di sebelah barat Rhine – prestasi terbesar
Perancis selama berabad-abad.
Secara internal, sentimen radikal Revolusi berpuncak pada naiknya kekuasaan Maximilien
Robespierre, Jacobin, dan kediktatoran virtual oleh Komite Keamanan Publik selama
Pemerintahan Teror dari tahun 1793 hingga 1794. Selama periode ini, antara 16.000 hingga
40.000 rakyat Perancis tewas.[2] Setelah jatuhnya Jacobin dan pengeksekusian Robespierre,
Direktori mengambilalih kendali negara pada 1795 hingga 1799, lalu ia digantikan oleh Konsulat
di bawah pimpinan Napoleon Bonaparte pada tahun 1799.
Revolusi Perancis telah menimbulkan dampak yang mendalam terhadap perkembangan sejarah
Modern. Pertumbuhan republik dan demokrasi liberal, menyebarnya sekularisme, perkembangan
ideologi modern, dan penemuan gagasan perang total adalah beberapa warisan Revolusi
Perancis.[3] Peristiwa berikutnya yang juga terkait dengan Revolusi ini adalah Perang Napoleon,
dua peristiwa restorasi monarki terpisah; Restorasi Bourbon dan Monarki Juli, serta dua revolusi
lainnya pada tahun 1834 dan 1848 yang melahirkan Perancis modern.
Penyebab
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Penyebab Revolusi Perancis
3. Pemerintah Perancis menghadapi krisis keuangan pada tahun 1780-an, dan Louis XVI dikritik karena
tidak mampu menangani masalah ini.
Sebagian besar sejarawan berpendapat bahwa sebab utama Revolusi Perancis adalah
ketidakpuasan terhadap Ancien Régime. Lebih khusus, para sejarawan juga menekankan adanya
konflik kelas dari perspektif Marxis; hal yang umum terjadi pada akhir abad ke-19.
Perekonomian yang tidak sehat, panen yang buruk, kenaikan harga pangan, dan sistem
transportasi yang tidak memadai adalah hal-hal yang memicu kebencian rakyat terhadap
pemerintah. Rentetan peristiwa yang mengarah ke revolusi dipicu oleh kebangkrutan pemerintah
karena sistem pajak yang buruk dan utang yang besar akibat keterlibatan Perancis dalam
berbagai perang besar. Upaya Perancis dalam menantang Inggris – kekuatan militer utama di
dunia pada saat itu – dalam Perang Tujuh Tahun berakhir dengan bencana, menyebabkan
hilangnya jajahan Perancis di Amerika Utara dan hancurnya Angkatan Laut Perancis. Tentara
Perancis dibangun kembali dan kemudian berhasil menang dalam Perang Revolusi Amerika,
namun perang ini sangat mahal dan secara khusus tidak menghasilkan keuntungan yang nyata
bagi Perancis. Sistem keuangan Perancis terpuruk dan kerajaan tidak mampu menangani utang
negara yang besar. Karena dihadapkan pada krisis keuangan ini, raja lalu memanggil Majelis
Bangsawan pada tahun 1787, pertama kalinya selama lebih dari satu abad.
Sementara itu, keluarga kerajaan hidup nyaman di Versailles dan terkesan acuh tak acuh
terhadap krisis yang semakin meningkat. Meskipun secara teori pemerintahan Raja Louis XVI
berbentuk monarki absolut, namun dalam prakteknya ia sering ragu-ragu dan akan mundur jika
menghadapi oposisi yang kuat. Louis XVI memang berusaha mengurangi pengeluaran
pemerintah, namun lawannya di parlement berhasil menggagalkan upayanya untuk
memberlakukan reformasi yang lebih luas. Penentang kebijakan Louis semakin banyak dan
berupaya menjatuhkan kerajaan dengan berbagai cara, misalnya dengan membagikan pamflet
4. yang melaporkan informasi palsu dan dilebih-lebihkan untuk mengkritik pemerintah dan
aparatnya, yang semakin memperkuat opini publik dalam melawan monarki.[4]
Faktor lainnya yang dianggap sebagai penyebab Revolusi Perancis adalah kebencian terhadap
pemerintah, yang muncul seiring dengan berkembangnya cita-cita Pencerahan. Ini termasuk
kebencian terhadap absolutisme kerajaan; kebencian oleh masyarakat petani, buruh, dan kaum
borjuis terhadap hak-hak istimewa yang dimiliki oleh kaum bangsawan; kebencian terhadap
Gereja Katolik atas pengaruhnya dalam kebijakan publik dan di lembaga-lembaga negara;
keinginan untuk memperjuangkan kebebasan beragama; kebencian para pendeta perdesaan
miskin terhadap uskup aristokrat; keinginan untuk mewujudkan kesetaraan sosial, politik,
ekonomi, serta (khususnya saat Revolusi berlangsung) republikanisme; kebencian terhadap Ratu
Marie Antoinette, yang dituduh sebagai seorang pemboros dan mata-mata Austria; serta
kemarahan terhadap Raja karena memecat bendahara keuangan Jacques Necker, salah satu orang
yang dianggap sebagai wakil rakyat di kerajaan.[5]
Pra-revolusi
Krisis keuangan
Karikatur Etats Ketiga yang membawa Etats Pertama (pendeta) dan Etats Kedua (bangsawan) di
punggungnya.
Louis XVI naik takhta menjadi raja Perancis di tengah-tengah krisis keuangan; negara sudah
hampir bangkrut dan pengeluaran negara melebihi pendapatan.[6] Krisis ini terutama sekali
disebabkan oleh keterlibatan Perancis dalam Perang Tujuh Tahun dan Perang Revolusi
Amerika.[7] Pada bulan Mei 1776, menteri keuangan Turgot dipecat setelah ia gagal
melaksanakan reformasi keuangan. Setahun kemudian, seorang warga asing bernama Jacques
Necker ditunjuk menjadi Bendahara Keuangan. Necker tidak bisa menjadi menteri keuangan
resmi karena ia adalah seorang Protestan.[8]
5. Necker menyadari bahwa sistem pajak di Perancis sangat regresif; masyarakat kelas bawah
dikenakan pajak yang lebih besar,[8] sementara kaum bangsawan dan pendeta diberikan banyak
pengecualian.[9] Necker beranggapan bahwa pembebasan pajak untuk kaum bangsawan dan
pendeta harus dikurangi, dan mengusulkan untuk meminjam lebih banyak uang agar
permasalahan keuangan negara bisa teratasi. Necker menerbitkan sebuah laporan untuk
mendukung anggapannya ini, yang menunjukkan bahwa defisit negara menembus angka 36 juta
livre. Necker juga mengusulkan pembatasan kekuasaan parlement.[8]
Usulan Necker ini tidak diterima dengan baik oleh para menteri Raja, dan Necker, yang berharap
bisa memperkuat posisinya, berpendapat bahwa ia harus diangkat sebagai menteri, namun Raja
menolaknya. Necker dipecat dan Charles Alexandre de Calonne ditunjuk menjadi bendahara
yang baru.[8] Calonne dengan cepat menyadari situasi keuangan negara yang sedang kritis dan
mengusulkan pembentukan kode pajak yang baru.[10]
Usulan Calonne ini termasuk penarikan pajak bumi yang konsisten, yang juga dipungut pada
kaum bangsawan dan pendeta. Karena ditentang oleh parlement, Calonne mengadakan
pertemuan dengan Majelis Bangsawan, berharap mendapat dukungan. Namun bukannya
mendukung rencana Calonne, Majelis malah melemahkan posisi Calonne dengan mengkritiknya.
Sebagai tanggapan, untuk pertama kalinya sejak 1614, Raja memanggil Etats-Généraux pada
bulan Mei 1789. Pemanggilan ini sekaligus menjadi pertanda bahwa monarki Bourbon sedang
dalam keadaan lemah dan tunduk pada tuntutan rakyatnya.[11]
Etats-Généraux 1789
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Etats-Généraux 1789
Etats-Généraux (wakil rakyat dari berbagai golongan) terbagi menjadi tiga golongan (etats):
pendeta (Etats Pertama), kaum bangsawan (Etats Kedua), dan sisanya adalah rakyat biasa
Perancis (Etats Ketiga).[12] Dalam pertemuan terakhir Etats-Généraux pada tahun 1614, masingmasing golongan memiliki satu suara, dan dua diantaranya bisa membatalkan suara ketiga.
Parlement Paris khawatir bahwa pemerintah akan berusaha meng-gerrymander majelis untuk
mencurangi hasil. Oleh sebab itu, mereka memutuskan bahwa susunan Etats harus sama dengan
susunan 1614.[13] Aturan Etats 1614 ini berbeda dengan praktek pada majelis daerah; di daerahdaerah, masing-masing anggota memiliki satu suara dan Etats Ketiga memiliki anggota dua kali
lipat lebih banyak dari Etats lainnya. Sebagai contoh, di Dauphiné, majelis provinsi sepakat
untuk menggandakan jumlah anggota Etats Ketiga, mengadakan pemilihan keanggotaan, dan
memperbolehkan satu suara per anggota, bukannya satu suara per etats.[14]
Sebelum pertemuan berlangsung, "Komite Tiga Puluh", sebuah kelompok liberal yang
beranggotakan warga Paris, mulai melakukan agitasi terhadap suara etats. Kelompok ini
sebagian besarnya terdiri dari orang-orang kaya, dan mereka berpendapat bahwa sistem suara di
Etats-Généraux harus sama dengan sistem yang berlaku di Dauphiné. Kelompok ini beranggapan
bahwa sistem lama sudah tidak efisien karena "rakyatlah yang berdaulat".[15] Necker lalu
menggelar Sidang Kedua Majelis, yang menghasilkan keputusan penolakan terhadap usulan
perwakilan ganda, dengan suara 111-333.[15][16]
6. Pemilihan diadakan pada musim semi 1789; persyaratan hak pilih untuk Etats Ketiga adalah
harus laki-laki kelahiran Perancis atau naturalisasi, setidaknya berusia 25 tahun, berkediaman di
lokasi tempat pemilihan berlangsung, dan membayar pajak.
Pour être électeur du tiers état, il faut avoir 25 ans, être français ou naturalisé, être domicilié au
lieu de vote et compris au rôle des impositions.[17]
Pemilihan menghasilkan 1.201 delegasi, yang terdiri dari: 291 bangsawan, 300 pendeta, dan 610
anggota Etats Ketiga.[16] Untuk mengarahkan delegasi, "Dokumen Keluhan" (Cahiers de
Doléances) disusun sebagai pengarah yang memuat daftar permasalahan yang dihadapi
negara.[12][13][18]
Pamflet yang disebarkan oleh para bangsawan dan pendeta liberal semakin merebak setelah
dicabutnya penyensoran pers.[15] Abbé Sieyès, seorang teoretikus dan pendeta Katolik,
berpendapat mengenai betapa pentingnya keberadaan Etats Ketiga dalam pamflet Qu'est-ce que
le tiers état? (bahasa Inggris: "What is the Third Estate?"), yang diterbitkan pada bulan Januari
1789. Ia menegaskan: "Apa itu Etats Ketiga? Segalanya. Apa posisinya dalam tatanan politik?
Tidak ada. Ia ingin menjadi apa? Sesuatu."[13][19]
Pertemuan Etats-Généraux pada tanggal 5 Mei 1789 di Versailles.
Etats-Généraux kembali menggelar pertemuan di Grands Salles des Menus-Plaisirs, Versailles,
pada tanggal 5 Mei 1789. Pertemuan ini dibuka dengan pidato tiga jam oleh Necker. Etats Ketiga
menuntut agar verifikasi deputi secara kredensial harus dilakukan bersama oleh semua deputi,
bukannya masing-masing etats memverifikasi anggotanya secara internal; negosiasi dengan etats
lainnya gagal mewujudkan hal ini.[18] Golongan rakyat jelata bersitegang dengan kaum pendeta
yang menjawab kalau mereka membutuhkan lebih banyak waktu untuk memutuskan. Necker
pada akhirnya memutuskan bahwa setiap etats harus memverifikasi anggotanya masing-masing
dan "Raja bertindak sebagai penengah".[20] Namun, negosiasi dengan dua etats lainnya tetap
tidak berhasil.[21]
Majelis Nasional (1789)
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Majelis Nasional (Revolusi Perancis)
7. Majelis Nasional mengambil Sumpah Lapangan Tenis (sketsa oleh Jacques-Louis David).
Pada 10 Juni 1789, Abbé Sieyès pindah keanggotaan menjadi Etats Ketiga, dan sekarang
mengikuti pertemuan sebagai Communes (Rakyat Biasa). Ia mengajak dua etats lainnya untuk
ikut serta, namun ajakannya ini tidak diindahkan.[22] Etats Ketiga yang sekarang menjadi lebih
radikal mendeklarasikan diri sebagai Majelis Nasional, majelis yang bukan berasal dari etats,
namun dari golongan "Rakyat". Mereka mengajak yang lainnya untuk bergabung, namun
menegaskan bahwa "dengan atau tanpa bantuan, mereka tetap akan mengatasi permasalahan
bangsa."[23]
Dalam upayanya untuk tetap mengontrol dan mencegah Majelis mengadakan pertemuan, Louis
XVI memerintahkan penutupan Salle des États, tempat Majelis biasanya mengadakan pertemuan.
Di saat yang bersamaan, cuaca tidak memungkinkan Majelis untuk menggelar pertemuan di luar
ruangan, sehingga Majelis pada akhirnya memindahkan pertemuan mereka ke sebuah lapangan
tenis dalam ruangan. Di tempat ini, mereka mengambil Sumpah Lapangan Tenis pada 20 Juni
1789, yang menyatakan bahwa Majelis tidak akan berpisah hingga mereka bisa memberikan
sebuah konstitusi bagi Perancis.[24]
Mayoritas perwakilan pendeta segera bergabung dengan Majelis, serta 47 orang dari kaum
bangsawan. Pada tanggal 27 Juni, pihak kerajaan secara terang-terangan telah menunjukkan
penentangannya terhadap Majelis, dan sejumlah besar pasukan militer mulai diterjunkan ke
seantero Paris dan Versailles. Dukungan bagi Majelis juga mengalir dari warga Paris dan dari
kota-kota lainnya di Perancis. Pada tanggal 9 Juli, majelis itu disusun kembali menjadi Majelis
Konstituante Nasional.[24]
Majelis Konstituante Nasional (1789–1791)
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Majelis Konstituante Nasional
Penyerbuan Bastille
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Penyerbuan Bastille
Sementara itu, Necker semakin dimusuhi oleh keluarga kerajaan Perancis karena dianggap
memanipulasi opini publik secara terang-terangan. Ratu Marie Antoinette, adik Raja Comte
d'Artois, dan anggota konservatif lainnya dari dewan privy mendesak Raja agar memecat Necker
sebagai penasihat keuangan. Pada 11 Juli 1789, setelah Necker menerbitkan laporan keuangan
8. pemerintah kepada publik, Raja memecatnya, dan segera merestrukturisasi kementerian
keuangan tidak lama berselang.[25]
Kebanyakan warga Paris menganggap bahwa tindakan Louis secara tak langsung ditujukan pada
Majelis dan segera memulai pemberontakan terbuka setelah mereka mendengar kabar tersebut
pada keesokan harinya. Mereka juga khawatir terhadap banyaknya tentara – kebanyakan tentara
asing – yang ditugaskan untuk menutup Majelis Konstituante Nasional. Dalam sebuah pertemuan
di Versailles, Majelis bersidang secara non-stop untuk berjaga-jaga jika nanti tempat pertemuan
digusur secara tiba-tiba. Paris dengan cepat dipenuhi oleh berbagai kerusuhan, kekacauan, dan
penjarahan. Massa juga mendapat dukungan dari beberapa Garda Perancis yang dipersenjatai dan
dilatih sebagai tentara.[26]
Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara, 26 Agustus 1789.
Pada tanggal 14 Juli, para pemberontak mengincar sejumlah besar senjata dan amunisi di
benteng dan penjara Bastille, yang juga dianggap sebagai simbol kekuasaan monarki. Setelah
beberapa jam pertempuran, benteng jatuh ke tangan pemberontak pada sore harinya. Meskipun
terjadi gencatan senjata untuk mencegah pembantaian massal, Gubernur Marquis Bernard de
Launay dipukuli, ditusuk, dan dipenggal, kepalanya diletakkan di ujung tombak dan diarak ke
sekeliling kota. Walaupun hanya menahan tujuh tahanan (empat pencuri, dua bangsawan yang
ditahan karena tindakan tak bermoral, dan seorang tersangka pembunuhan), Bastille telah
menjadi simbol kebencian terhadap Ancien Régime. Di Hôtel de Ville (balai kota), massa
menuduh prévôt des marchands (setara dengan wali kota) Jacques de Flesselles sebagai
pengkhianat, dan membantainya.[27]
Raja Louis yang khawatir dengan tindak kekerasan terhadapnya mundur untuk sementara waktu.
Marquis de la Fayette mengambilalih komando Garda Nasional di Paris. Jean-Sylvain Bailly,
presiden Majelis pada saat Sumpah Lapangan Tenis, menjadi wali kota di bawah struktur
9. pemerintahan baru yang dikenal dengan komune. Raja mengunjungi Paris pada tanggal 17 Juli
dan menerima sebuah simpul pita triwarna, diiringi dengan teriakan Vive la Nation ("Hidup
Bangsa") dan Vive le Roi ("Hidup Raja").[28]
Necker kembali menduduki jabatannya, namun kejayaannya berumur pendek. Necker memang
seorang ahli keuangan yang cerdik, namun sebagai politisi, ia kurang terampil. Necker dengan
cepat kehilangan dukungan rakyat setelah menuntut amnesti umum.[29]
Setelah kemenangan Majelis, situasi di Perancis masih tetap memburuk. Kekerasan dan
penjarahan terjadi di seantero negeri. Kaum bangsawan yang mengkhawatirkan keselamatan
mereka berbondong-bondong pindah ke negara tetangga. Dari negara-negara tersebut, para
émigré ini mendanai kelompok-kelompok kontra-revolusi di Perancis dan mendesak monarki
asing untuk memberikan dukungan pada kontra-revolusi.[30]
Pada akhir Juli, semangat kedaulatan rakyat telah menyebar di seluruh Perancis. Di daerah
pedesaan, rakyat jelata mulai membentuk milisi dan mempersenjatai diri melawan invasi asing:
beberapa di antaranya menyerang châteaux kaum bangsawan sebagai bagian dari pemberontakan
agraria umum yang dikenal dengan "la Grande Peur" ("Ketakutan Besar"). Selain itu, rumor liar
dan paranoia kolektif menyebabkan meluasnya kerusuhan dan kekacauan sipil yang
berkontribusi terhadap runtuhnya hukum dan kacaunya ketertiban.[31]
Perumusan konstitusi baru
Pada tanggal 4 Agustus 1789, Majelis Konstituante Nasional menghapuskan feodalisme
(meskipun pada saat itu telah terjadi pemberontakan petani yang hampir mengakhiri feodalisme).
Keputusan ini dituangkan dalam dokumen yang dikenal dengan Dekrit Agustus, yang
menghapuskan seluruh hak istimewa kaum Estate Kedua dan hak dîme (menerima zakat) yang
dimiliki oleh Estate Pertama. Hanya dalam waktu beberapa jam, bangsawan, pendeta, kota,
provinsi, dan perusahaan kehilangan hak-hak istimewanya.
Pada tanggal 26 Agustus 1789, Majelis menerbitkan Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga
Negara, yang memuat pernyataan prinsip, bukannya konstitusi dengan efek hukum. Majelis
Konstituante Nasional tidak hanya berfungsi sebagai legislatif, namun juga sebagai badan untuk
menyusun konstitusi baru.
Necker, Mounier, Lally-Tollendal dan yang lainnya tidak berhasil mencapai kesepakatan dengan
senat, yang keanggotaannya ditunjuk oleh Raja dan dicalonkan oleh rakyat. Sebagian besar
bangsawan mengusulkan agar majelis tinggi dipilih oleh kaum bangsawan. Sidang segera
dilakukan pada hari itu, yaang memutuskan bahwa Perancis akan memiliki majelis tunggal dan
unikameral. Kekuasaan Raja terbatas hanya untuk "menangguhkan veto"; ia bisa menunda
implementasi undang-undang, namun tidak bisa membatalkannya. Pada akhirnya, Majelis
menggantikan provinsi bersejarah di Perancis dengan 83 départements, yang dikelola secara
seragam menurut daerah dan jumlah penduduk.
Di tengah kegiatan Majelis yang disibukkan dengan urusan konstitusional, krisis keuangan terus
berlanjut, sebagian besarnya belum terselesaikan, dan defisit negara semakin meningkat. Honoré
10. Mirabeau kemudian memimpin gerakan untuk mengatasi permasalahan ini, dan Majelis memberi
Necker hak penuh untuk mengelola keuangan negara.
Mars perempuan di Versailles
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Mars perempuan di Versailles
Lukisan Mars perempuan di Versailles, 5 Oktober 1789.
Dipicu oleh rumor telah diinjak-injaknya simpul pita nasional saat penerimaan pengawal Raja
pada tanggal 1 Oktober 1789, kerumunan perempuan mulai berkumpul di pasar Paris pada
tanggal 5 Oktober 1789. Kerumunan pertama berbaris menuju Hôtel de Ville, menuntut agar
pejabat kota segera menindak permasalahan mereka.[32] Para perempuan ini mencurahkan segala
permasalahan ekonomi yang mereka hadapi, terutama masalah kekurangan roti. Mereka juga
menuntut agar kerajaan menghentikan upayanya dalam memblokir Majelis Nasional, dan
menyerukan agar Raja dan keluarganya segera pindah ke Paris sebagai bentuk itikad baik dalam
mengatasi kemiskinan yang semakin meluas.
Karena mendapatkan respon yang tidak memuaskan dari pejabat kota, sebanyak 7.000 wanita
bergerak menuju Versailles dengan membawa meriam dan berbagai senjata ringan. Sekitar
20.000 pasukan Garda Nasional di bawah komando La Fayette ditugaskan untuk mengawasi
jalannya protes, namun situasi menjadi tidak terkendali. Massa yang marah menyerbu istana,
membunuh beberapa penjaga. La Fayette akhirnya berhasil membujuk Raja untuk menyetujui
permintaan massa, dan Raja beserta keluarganya bersedia untuk kembali ke Paris. Pada tanggal 6
Oktober 1789, Raja dan keluarga kerajaan pindah dari Versailles ke Paris di bawah
"perlindungan" dari Garda Nasional.[33]
Revolusi dan Gereja
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Dekristenisasi Perancis selama Revolusi Perancis dan
Konstitusi Sipil Pendeta
11. Dalam karikatur ini, biarawan dan biarawati menikmati kebebasan mereka setelah dekrit 16 Februari
1790.
Revolusi ini menyebabkan perubahan besar kekuasaan, dari yang sebelumnya dikuasai oleh
Gereja Katolik Roma menjadi dikuasai negara. Berdasarkan Ancien Régime, Gereja menjadi
pemilik tanah terbesar di Perancis, memiliki sekitar 10% tanah kerajaan.[34] Gereja dibebaskan
dari kewajiban membayar pajak kepada pemerintah, dan juga berhak menerima dîme (zakat)
10% dari pajak penghasilan, seringkali dikumpulkan dalam bentuk bahan pangan, dan hanya
sebagian kecil dari dîme tersebut yang diberikan kepada masyarakat miskin.[34] Kekuatan dan
kekayaan Gereja yang begitu besar telah menimbulkan kebencian dari beberapa kelompok.
Kelompok minoritas penganut Protestan yang tinggal di Perancis seperti Huguenots,
menginginkan rezim yang anti-Katolik dan berhasrat untuk membalas dendam kepada para
pendeta yang melakukan diskriminasi terhadap mereka. Pemikir Pencerahan seperti Voltaire
membantu mengobarkan semangat anti-Katolik dengan merendahkan Gereja Katolik dan
mendestabilisasi monarki Perancis.[35] Menurut sejarawan John McManners, "Pada abad
kedelapan belas, takhta Perancis dan altar berhubungan erat; dan hubungan ini runtuh..."[36]
Kebencian terhadap Gereja melemah kekuatannya saat dibukanya pertemuan Etats-Généraux
pada bulan Mei 1789. Gereja memiliki sekitar 130.000 anggota pendeta dalam Etats Pertama.
Ketika Majelis Nasional didirikan pada bulan Juni 1789 oleh Etats Ketiga, para pendeta memilih
untuk bergabung dengan Majelis.[37] Majelis Nasional mulai memberlakukan reformasi sosial
dan ekonomi. Undang-undang baru pada tanggal 4 Juli 1789 menghapuskan kewenangan gereja
untuk memungut zakat. Dalam upayanya untuk mengatasi krisis keuangan, pada tanggal 2
November 1789, Majelis memutuskan bahwa properti Gereja menjadi "milik negara".[38] Properti
ini digunakan untuk mendukung peredaran mata uang baru, assignats. Dengan demikian, mulai
saat itu keberlangsungan Gereja juga menjadi tanggungjawab negara, termasuk membayar para
pendeta untuk merawat orang-orang miskin, orang sakit, dan yatim piatu.[39] Pada bulan
Desember, Majelis mulai menjual tanah-tanah milik Gereja kepada penawar tertinggi untuk
meningkatkan pendapatan negara. Hal ini efektif menaikkan nilai assignats sebesar 25% dalam
waktu dua tahun.[40] Pada musim gugur 1789, undang-undang baru yang menghapuskan sumpah
monastik dirumuskan, dan pada 13 Februari 1790, semua ordo keagamaan dibubarkan.[41] Para
biarawan dan biarawati disarankan untuk kembali ke kehidupan pribadi mereka, dan beberapa di
antaranya akhirnya menikah.[42]
12. Konstitusi Sipil Pendeta, yang disahkan pada tanggal 12 Juli 1790, menetapkan bahwa pendeta
adalah pekerja negara. Keputusan ini membentuk sistem pemilihan pastor dan uskup paroki,
serta menetapkan upah bagi para pendeta. Sebagian besar pendeta Katolik keberatan dengan
sistem pemilihan ini karena hal itu berarti bahwa mereka secara efektif menolak otoritas Paus di
Roma atas Gereja Perancis. Akhirnya, pada bulan November 1790, Majelis Nasional mulai
mewajibkan "sumpah setia pada Konstitusi Sipil" bagi semua pendeta Katolik.[42] Hal ini
menyebabkan timbulnya perpecahan antara pendeta yang mengambil sumpah dengan pendeta
yang tetap setia kepada Paus. Secara keseluruhan, 24% dari semua pendeta di Perancis telah
mengambil sumpah.[43] Pendeta yang menolak bersumpah setia pada konstitusi akan "dibuang,
dideportasi secara paksa, atau dieksekusi dengan tuduhan pengkhianat."[40] Paus Pius VI tidak
pernah mengakui Konstitusi Sipil Pendeta ini, yang berakibat pada semakin terisolasinya Gereja
Perancis. Selama Pemerintahan Teror, upaya besar-besaran de-Kristianisasi di Perancis terjadi,
termasuk memenjarakan dan membantai para pendeta, serta pengrusakan Gereja dan gambargambar relijius di seluruh Perancis. Upaya untuk menggantikan kedudukan Gereja Katolik
dilakukan, misalnya dengan mengganti festival agama dengan festival sipil. Pembentukan Kultus
Alasan adalah langkah terakhir dalam de-Kristenisasi radikal di Perancis. Peristiwa ini
menyebabkan munculnya kekecewaan dan penentangan terhadap Revolusi di seluruh Perancis.
Warga seringkali menolak de-Kristenisasi dengan cara menyerang agen revolusioner dan
menyembunyikan pendeta yang sedang diburu. Pada akhirnya, Robespierre dan Komite
Keamanan Publik dipaksa untuk menentang kampanye dengan menggantikan Kultus Alasan
dengan deisme, walaupun masih non-Kristen.[44] Konkordat 1801 antara Napoleon dan Gereja
mengakhiri periode de-Kristenisasi dan mulai membentuk aturan-aturan yang mengatur
mengenai hubungan antara Gereja Katolik dengan negara, yang tetap berlaku hingga tahun 1905,
kemudian diubah oleh Republik Ketiga dengan memisahkan urusan Gereja dengan urusan negara
pada tanggal 11 Desember 1905. Penganiayaan terhadap pendeta menyebabkan munculnya
gerakan-gerakan kontra-revolusi, yang berpuncak dalam Pemberontakan Vendee.
Kemunculan berbagai faksi
Untuk diskusi lebih jelas, lihat Majelis Konstituante Nasional.
Faksi-faksi dalam majelis tersebut mulai bermunculan. Kaum ningrat Jacques Antoine Marie
Cazalès dan pendeta Jean-Sifrein Maury memimpin yang kelak dikenal sebagai sayap kanan
yang menentang revolusi. "Royalis Demokrat" atau Monarchien, bersekutu dengan Necker,
cenderung mengorganisir Perancis sejajar garis yang mirip dengan model Konstitusi Inggris:
mereka termasuk Jean Joseph Mounier, Comte de Lally-Tollendal, Comte de ClermontTonnerre, dan Pierre Victor Malouet, Comte de Virieu.
"Partai Nasional" yang mewakili faksi tengah atau kiri-tengah majelis tersebut termasuk Honoré
Mirabeau, Lafayette, dan Bailly; sedangkan Adrien Duport, Barnave dan Alexander Lameth
mewakili pandangan yang lebih ekstrem. Yang hampir sendiri dalam radikalismenya di sisi kiri
adalah pengacara Arras Maximilien Robespierre.
Sieyès memimpin pengusulan legislasi pada masa ini dan berhasil menempa konsensus selama
beberapa waktu antara pusat politik dan pihak kiri.
13. Di Paris, sejumlah komite, wali kota, majelis perwakilan, dan distrik-distrik perseorangan
mengklaim otoritas yang bebas dari yang. Kelas menengah Garda Nasional yang juga naik
pamornya di bawah Lafayette juga perlahan-lahan muncul sebagai kekuatan dalam haknya
sendiri, begitupun majelis yang didirikan sendiri lainnya.
Melihat model Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat, pada tanggal 26 Agustus 1789, majelis
mendirikan Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warganegara. Seperti Deklarasi AS, deklarasi ini
terdiri atas pernyataan asas daripada konstitusi dengan pengaruh resmi.
Ke arah konstitusi
Untuk diskusi lebih lanjut, lihat Ke arah Konstitusi.
Majelis Konsituante Nasional tak hanya berfungsi sebagai legislatur, namun juga sebagai badan
untuk mengusulkan konstitusi baru.
Necker, Mounier, Lally-Tollendal, dll tidak berhasil mengusulkan sebuah senat, yang
anggotanya diangkat oleh raja pada pencalonan rakyat. Sebagian besar bangsawan mengusulkan
majelis tinggi aristokrat yang dipilih oleh para bangsawan. Kelompok rakyat menyatakan di hari
itu: Perancis akan memiliki majelis tunggal dan unikameral. Raja hanya memiliki "veto
suspensif": ia dapat menunda implementasi hukum, namun tidak bisa mencabutnya sama sekali.
Rakyat Paris menghalangi usaha kelompok Royalis untuk mencabut tatanan baru ini: mereka
berbaris di Versailles pada tanggal 5 Oktober 1789. Setelah sejumlah perkelahian dan insiden,
raja dan keluarga kerajaan merelakan diri dibawa kembali dari Versailles ke Paris.
Majelis itu menggantikan sistem provinsi dengan 83 département, yang diperintah secara
seragam dan kurang lebih sederajat dalam hal luas dan populasi.
Awalnya dipanggil untuk mengurusi krisis keuangan, hingga saat itu majelis ini memusatkan
perhatian pada masalah lain dan hanya memperburuk defisit itu. Mirabeau kini memimpin
gerakan itu untuk memusatkan perhatian pada masalah ini, dengan majelis itu yang memberikan
kediktatoran penuh dalam keuangan pada Necker.
Ke arah Konstitusi Sipil Pendeta
Untuk diskusi lanjutan, lihat Konstitusi Sipil Pendeta.
Ke tingkatan yang tidak lebih sempit, majelis itu memusatkan perhatian pada krisis keuangan ini
dengan meminta bangsa mengambil alih harta milik gereja (saat menghadapi pengeluaran gereja)
melalui hukum tanggal 2 Desember 1789. Agar memonter sejumlah besar harta benda itu dengan
cepat, pemerintah meluncurkan mata uang kertas baru, assignat, diongkosi dari tanah gereja
yang disita.
Legislasi lebih lanjut pada tanggal 13 Februari 1790 menghapuskan janji biara. Konstitusi Sipil
Pendeta, yang disahkan pada tanggal 12 Juli 1790 (meski tak ditandatangani oleh raja pada
14. tanggal 26 Desember 1790), mengubah para pendeta yang tersisa sebagai pegawai negeri dan
meminta mereka bersumpah setia pada konstitusi. Konstitusi Sipil Pendeta juga membuat gereja
Katolik sebagai tangan negara sekuler.
Menanggapi legislasi ini, uskup agung Aix dan uskup Clermont memimpin pemogokan pendeta
dari Majelis Konstituante Nasional. Sri Paus tak pernah menyetujui rencana baru itu, dan hal ini
menimbulkan perpecahan antara pendeta yang mengucapkan sumpah yang diminta dan
menerima rencana baru itu ("anggota juri" atau "pendeta konstitusi") dan "bukan anggota juri"
atau "pendeta yang keras hati" yang menolak berbuat demikian.
Dari peringatan Bonjour ke kematian Mirabeau
Untuk diskusi lebih detail tentang peristiwa antara 14 Juli 1790 - 30 September 1791, lihat Dari
peringatan Bastille ke kematian Mirabeau.
Majelis itu menghapuskan perlengkapan simbolik ancien régime, baringan lapis baja, dll., yang
lebih lanjut mengasingkan bangsawan yang lebih konservatif, dan menambahkan pangkat
émigré.
Pada tanggal 14 Juli 1790, dan beberapa hari berikutnya, kerumuman di Champ-de-Mars
memperingati jatuhnya Bastille; Talleyrand melakukan sumpah massal untuk "setia pada negara,
hukum, dan raja"; raja dan keluarga raja ikut serta secara aktif.
Para pemilih awalnya memilih anggota Dewan Jenderal untuk bertugas dalam setahun, namun
dengan Sumpah Lapangan Tenis, commune tersebut telah sepakat bertemu terus menerus hingga
Perancis memiliki konstitusi. Unsur sayap kanan kini mengusulkan pemilu baru, namun
Mirabeau menang, menegaskan bahwa status majelis itu telah berubah secara fundamental, dan
tiada pemilu baru yang terjadi sebelum sempurnanya konstitusi.
Pada akhir 1790, beberapa huru-hara kontrarevolusi kecil-kecilan pecah dan berbagai usaha
terjadi untuk mengembalikan semua atau sebagian pasukan pasukan terhadap revolusi yang
semuanya gagal. Pengadilan kerajaan, dalam kata-kata François Mignet, "mendorong setiap
kegiatan antirevolusi dan tak diakui lagi." [1]
Militer menghadapi sejumlah kerusuhan internal: Jenderal Bouillé berhasil meredam sebuah
pemberontakan kecil, yang meninggikan reputasinya (yang saksama) untuk simpatisan
kontrarevolusi.
Kode militer baru, yang dengannya kenaikan pangkat bergantung senioritas dan bukti
kompetensi (daripada kebangsawanan) mengubah beberapa korps perwira yang ada, yang yang
bergabung dengan pangkat émigré atau menjadi kontrarevolusi dari dalam.
Masa ini menyaksikan kebangkitan sejumlah "klub" politik dalam politik Perancis, yang paling
menonjol di antaranya adalah Klub Jacobin: menurut 1911 Encyclopædia Britannica, 152 klub
berafiliasi dengan Jacobin pada tanggal 10 Agustus 1790. Saat Jacobin menjadi organisasi
terkenal, beberapa pendirinya meninggalkannya untuk membentuk Klub '89. Para royalis
15. awalnya mendirikan Club des Impartiaux yang berumur pendek dan kemudian Club
Monarchique. Mereka tak berhasil mencoba membujuk dukungan rakyat untuk mencari nama
dengan membagi-bagikan roti; hasilnya, mereka sering menjadi sasaran protes dan malahan
huru-hara, dan pemerintah kotamadya Paris akhirnya menutup Club Monarchique pada bulan
Januari 1791.
Di tengah-tengah intrik itu, majelis terus berusaha untuk mengembangkan sebuah konstitusi.
Sebuah organisasi yudisial membuat semua hakim sementara dan bebas dari tahta. Legislator
menghapuskan jabatan turunan, kecuali untuk monarki sendiri. Pengadilan juri dimulai untuk
kasus-kasus kejahatan. Raja akan memiliki kekuasaan khusus untuk mengusulkan perang,
kemudian legislator memutuskan apakah perang diumumkan atau tidak. Majelis itu
menghapuskan semua penghalang perdagangan dan menghapuskan gilda, ketuanan, dan
organisasi pekerja: setiap orang berhak berdagang melalui pembelian surat izin; pemogokan
menjadi ilegal.
Di musim dingin 1791, untuk pertama kalinya majelis tersebut mempertimbangkan legislasi
terhadap émigré. Debat itu mengadu keamanan negara terhadap kebebasan perorangan untuk
pergi. Mirabeau menang atas tindakan itu, yang disebutnya "patutu ditempatkan di kode Drako."
[2]
Namun, Mirabeau meninggal pada tanggal 2 Maret 1791. Mignet berkata, "Tak seorang pun
yang menyamainya dalam hal kekuatan dan popularitas," dan sebelum akhir tahun, Majelis
Legislatif yang baru akan mengadopsi ukuran "drako" ini.
Pelarian ke Varennes
Untuk diskusi lebih jelas, lihat Pelarian ke Varennes.
Louis XVI, yang ditentang pada masa revolusi, namun menolak bantuan yang kemungkinan
berbahaya ke penguasa Eropa lainnya, membuat kesatuan dengan Jenderal Bouillé, yang
menyalahkan emigrasi dan majelis itu, dan menjanjikannya pengungsian dan dukungan di
kampnya di Montmedy.
Pada malam 20 Juni 1791, keluarga kerajaan lari ke Tuileries. Namun, keesokan harinya, sang
Raja yang terlalu yakin itu dengan sembrono menunjukkan diri. Dikenali dan ditangkap di
Varennes (di département Meuse) di akhir 21 Juni, ia kembali ke Paris di bawah pengawalan.
Pétion, Latour-Maubourg, dan Antoine Pierre Joseph Marie Barnave, yang mewakili majelis,
bertemu anggota kerajaan itu di Épernay dan kembali dengan mereka. Dari saat ini, Barnave
became penasihat dan pendukung keluarga raja.
Saat mencapai Paris, kerumunan itu tetap hening. Majelis itu untuk sementara menangguhkan
sang raja. Ia dan Ratu Marie Antoinette tetap ditempatkan di bawah pengawalan.
Hari-hari terakhir Majelis Konstituante Nasional
16. Untuk diskusi lebih jelas, silakan lihat Hari-hari terakhir Majelis Konstituante Nasional.
Dengan sebagian besar anggota majelis yang masih menginginkan monarki konstitusional
daripada republik, sejumlah kelompok itu mencapai kompromi yang membiarkan Louis XVI
tidak lebih dari penguasa boneka: ia terpaksa bersumpah untuk konstitusi, dan sebuah dekrit
menyatakan bahwa mencabut sumpah, mengepalai militer untuk mengumumkan perang atas
bangsa, atau mengizinkan tiap orang untuk berbuat demikian atas namanya berarti turun tahta
secara de facto.
Jacques Pierre Brissot mencadangkan sebuah petisi, bersikeras bahwa di mata bangsa Louis XVI
dijatuhkan sejak pelariannya. Sebuah kerumunan besar berkumpul di Champ-de-Mars untuk
menandatangani petisi itu. Georges Danton dan Camille Desmoulins memberikan pidato berapiapi. Majelis menyerukan pemerintah kotamadya untuk "melestarikan tatanan masyarakat". Garda
Nasional di bawah komando Lafayette menghadapi kerumuman itu. Pertama kali para prajurit
membalas serangan batu dengan menembak ke udara; kerumunan tidak bubar, dan Lafayette
memerintahkan orang-orangnya untuk menembak ke kerumunan, menyebabkan pembunuhan
sebanyak 50 jiwa.
Segera setelah pembantaian itu pemerintah menutup banyak klub patriot, seperti surat kabar
radikal seperti L'Ami du Peuple milik Jean-Paul Marat. Danton lari ke Inggris; Desmoulins dan
Marat lari bersembunyi.
Sementara itu, ancaman baru dari luar muncul: Leopold II, Kaisar Romawi Suci, Friedrich
Wilhelm II dari Prusia, dan saudara raja Charles-Phillipe, comte d'Artois mengeluarkan
Deklarasi Pilnitz yang menganggap perkara Louis XVI seperti perkara mereka sendiri, meminta
pembebasannya secara penuh dan pembubaran majelis itu, dan menjanjikan serangan ke Perancis
atas namanya jika pemerintah revolusi menolak syarat tersebut.
Jika tidak, pernyataan itu secara langsung membahayakan Louis. Orang Perancis tidak
mengindahkan perintah penguasa asing itu, dan ancaman militer hanya menyebabkan militerisasi
perbatasan.
Malahan sebelum "Pelarian ke Varennes", para anggota majelis telah menentukan untuk
menghalangi diri dari legislatur yang akan menggantikan mereka, Majelis Legislatif. Kini
mereka mengumpulkan sejumlah hukum konstitusi yang telah mereka sahkan ke dalam
konstitusi tunggal, menunjukkan keuletan yang luar biasa dalam memilih untuk tidak
menggunakan hal ini sebagai kesempatan untuk revisi utama, dan mengajukannya ke Louis XVI
yang dipulihkan saat itu, yang menyetujuinya, menulis "Saya mengajak mempertahankannya di
dalam negeri, mempertahankannya dari semua serangan luar; dan menyebabkan pengesahannya
yang tentu saja ditempatkan di penyelesaian saya". Raja memuji majelis dan menerima tepukan
tangan penuh antusias dari para anggota dan penonton. Majelis mengakhiri masa jabatannya
pada tanggal 29 September 1791.
Mignet menulis, "Konstitusi 1791... adalah karya kelas menengah, kemudian yang terkuat;
seperti yang diketahui benar, karena kekuatan yang mendominasi pernah mengambil
17. kepemilikan lembaga itu... Dalam konstitusi ini rakyat adalah sumber semua, namun tak
melaksanakan apapun." [3]
Majelis Legislatif dan kejatuhan monarki
Untuk penjelasan lebih jelas tentang peristiwa antara 1 Oktober 1791 - 19 September 1792, lihat Majelis
Legislatif dan jatuhnya monarki Perancis.
Majelis Legislatif
Di bawah Konstitusi 1791, Perancis berfungsi sebagai monarki konstitusional. Raja harus
berbagi kekuasaan dengan Majelis Legislatif yang terpilih, namun ia masih bisa
mempertahankan vetonya dan kemampuan memilih menteri.
Majelis Legislatif pertama kali bertemu pada tanggal 1 Oktober 1791, dan jatuh dalam keadaan
kacau hingga kurang dari setahun berikutnya. Dalam kata-kata 1911 Encyclopædia Britannica:
"Dalam mencba memerintah, majelis itu sama sekali gagal. Majelis itu membiarkan kekosongan
keuangan, ketidakdisiplinan pasukan dan angkatan laut, dan rakyat yang rusak moralnya oleh
huru-hara yang aman dan berhasil."
Majelis Legislatif terdiri atas sekitar 165 anggota Feuillant (monarkis konstitusional) di sisi
kanan, sekitar 330 Girondin (republikan liberal) dan Jacobin (revolusioner radikal) di sisi kiri,
dan sekitar 250 wakil yang tak berafiliasi dengan faksi apapun.
Sejak awal, raja memveto legislasi yang mengancam émigré dengan kematian dan hal itu
menyatakan bahwa pendeta non-juri harus menghabiskan 8 hari untuk mengucapkan sumpah
sipil yang diamanatkan oleh Konstitusi Sipil Pendeta. Lebih dari setahun, ketidaksetujuan atas
hal ini akan menimbulkan krisis konstitusi.
Perang
Politik masa itu membawa Perancis secara tak terelakkan ke arah perang terhadap Austria dan
sekutu-sekutunya. Sang Raja, kelompok Feuillant dan Girondin khususnya menginginkan
perang. Sang Raja (dan banyak Feuillant bersamanya) mengharapkan perang akan menaikkan
popularitasnya; ia juga meramalkan kesempatan untuk memanfaatkan tiap kekalahan: yang
hasilnya akan membuatnya lebih kuat. Kelompok Girondin ingin menyebarkan revolusi ke
seluruh Eropa. Hanya beberapa Jacobin radikal yang menentang perang, lebih memilih
konsolidasi dan mengembangkan revolusi di dalam negeri. Kaisar Austria Leopold II, saudara
Marie Antoinette, berharap menghindari perang, namun meninggal pada tanggal 1 Maret 1792.
Perancis menyatakan perang pada Austria (20 April 1792) dan Prusia bergabung di pihak Austria
beberapa minggu kemudian. Perang Revolusi Perancis telah dimulai.
Setelah pertempuran kecil awal berlangsung sengit untuk Perancis, pertempuran militer yang
berarti atas perang itu terjadi dengan Pertempuran Valmy yang terjadi antara Perancis dan Prusia
(20 September 1792). Meski hujan lebat menghambat resolusi yang menentukan, artileri
18. Perancis membuktikan keunggulannya. Namun, dari masa ini, Perancis menghadapi huru-hara
dan monarki telah menjapada masa lalu.
Krisis konstitusi
10 Agustus 1792 di Komune Paris
Artikel utama untuk bagian ini adalah: 10 Agustus (Revolusi Perancis) dan Pembantaian September
Pada malam 10 Agustus 1792, para pengacau, yang didukung oleh kelompok revolusioner baru
Komuni Paris, menyerbu Tuileries. Raja dan ratu akhirnya menjadi tahanan dan sidang
muktamar Majelis Legislatif menunda monarki: tak lebih dari sepertiga wakil, hampir semuanya
Jacobin.
Akhirnya pemerintahan nasional bergabung pada dukungan commune. Saat commune
mengirimkan sejumlah kelompok pembunuh ke penjara untuk menjagal 1400 korban, dan
mengalamatkan surat edaran ke kota lain di Perancis untuk mengikuti conth mereka, majelis itu
hanya bisa melancarkan perlawanan yang lemah. Keadaan ini berlangsung terus menerus hingga
Konvensi, yang diminta menulis konstitusi baru, bertemu pada tanggal 20 September 1792 dan
menjadi pemerintahan de facto baru di Perancis. Di hari berikutnya konvensi itu menghapuskan
monarki dan mendeklarasikan republik. Tanggal ini kemudian diadopsi sebagai awal Tahun Satu
dari Kalender Revolusi Perancis.
Konvensi
19. Eksekusi Louis XVI
Untuk penjelasan lebih lanjut tentang peristiwa antara 20 September 1792- 26 September 1795, lihat
Konvensi Nasional.
Kuasa legislatif di republik baru jatuh ke Konvensi, sedangkan kekuasaan eksekutif jatuh ke
sisanya di Komite Keamanan Umum. Kaum Girondin pun menjadi partai paling berpengaruh
dalam konvensi dan komite itu.
Dalam Manifesto Brunswick, tentara kerajaan dan Prusia mengancam pembalasan ke penduduk
Perancis jika hal itu menghambat langkah majunya atau dikembalikannya monarki. Sebagai
akibatnya, Raja Louis dipandang berkonspirasi dengan musuh-musuh Perancis. 17 Januari 1793
menyaksikan tuntutan mati kepada Raja Louis untuk "konspirasi terhadap kebebasan publik dan
keamanan umum" oleh mayoritas lemah di konvensi. Eksekusi tanggal 21 Januari menimbulkan
banyak perang dengan negara Eropa lainnya. Permaisuri Louis yang kelahiran Austria, Marie
Antoinette, menyusulnya ke guillotine pada tanggal 16 Oktober.
Saat perang bertambah sengit, harga naik dan sans-culottes (buruh miskin dan Jacobin radikal)
memberontak; kegiatan kontrarevolusi mulai bermunculan di beberapa kawasan. Hal ini
mendorong kelompok Jacobin merebut kekuasaan melalui kup parlemen, yang ditunggangi oleh
kekuatan yang didapatkan dengan menggerakkan dukungan publik terhadap faksi Girondin, dan
dengan memanfaatkan kekuatan khayalak sans-culottes Paris. Kemudian persekutuan Jacobin
dan unsur-unsur sans-culottes menjadi pusat yang efektif bagi pemerintahan baru. Kebijakan
menjadi agak lebih radikal.
20. Guillotine: antara 18.000-40.000 jiwa dieksekusi selama Pemerintahan Teror
Komite Keamanan Publik berada di bawah kendali Maximilien Robespierre, dan Jacobin
melepaskan tali Pemerintahan Teror (1793-1794). Setidaknya 1200 jiwa menemui kematiannya
dengan guillotine dsb; setelah tuduhan kontrarevolusi. Gambaran yang sedikit saja atas pikiran
atau kegiatan kontrarevolusi (atau, pada kasus Jacques Hébert, semangat revolusi yang melebihi
semangat kekuasaan) bisa menyebabkan seseorang dicurigai, dan pengadilan tidak berjalan
dengan teliti.
Pada tahun 1794 Robespierre memerintahkan tokoh-tokoh Jacobin yang ultraradikal dan moderat
dieksekusi; namun, sebagai akibatnya, dukungan rakyat terhadapnya terkikis sama sekali. Pada
tanggal 27 Juli 1794, orang-orang Perancis memberontak terhadap Pemerintahan Teror yang
sudah kelewatan dalam Reaksi Thermidor, yang menyebabkan anggota konvensi yang moderat
menjatuhkan hukuman mati buat Robespierre dan beberapa anggota terkemuka lainnya di
Komite Keamanan Publik. Pemerintahan baru itu sebagian besar tersusun atas Girondis yang
lolos dari teror, dan setelah mengambil kekuasaan menuntut balas dengan penyiksaan yang juga
dilakukan terhadap Jacobin yang telah membantu menjatuhkan Robespierre, melarang Klub
Jacobin, dan menghukum mati sejumlah besar bekas anggotanya pada apa yang disebut sebagai
Teror Putih.
21. Konvensi menyetujui "Konstitusi Tahun III" yang baru pada tanggal 17 Agustus 1795; sebuah
plebisit meratifikasinya pada bulan September; dan mulai berpengaruh pada tanggal 26
September 1795.
Direktorat
Untuk informasi lebih banyak tentang peristiwa antara 26 September 1795 - 9 November 1799, lihat
Direktorat Perancis.
Konstitusi baru itu melantik Directoire (bahasa Indonesia: Direktorat) dan menciptakan
legislatur bikameral pertama dalam sejarah Perancis. Parlemen ini terdiri atas 500 perwakilan
(Conseil des Cinq-Cents/Dewan Lima Ratus) dan 250 senator (Conseil des Anciens/Dewan
Senior). Kuasa eksekutif dipindahkan ke 5 "direktur" itu, dipilih tahunan oleh Conseil des
Anciens dari daftar yang diberikan oleh Conseil des Cinq-Cents.
Régime baru bertemu dengan oposisi dari Jacobin dan royalis yang tersisa. Pasukan meredam
pemberontakan dan kegiatan kontrarevolusi. Dengan cara ini pasukan tersebut dan jenderalnya
yang berhasil, Napoleon Bonaparte memperoleh lebih banyak kekuasaan.
Pada tanggal 9 November 1799 (18 Brumaire dari Tahun VIII) Napoleon mengadakan kup yang
melantik Konsulat; secara efektif hal ini memulai kediktatorannya dan akhirnya (1804)
pernyataannya sebagai kaisar, yang membawa mendekati fase republikan spesifik pada masa
Revolusi Perancis.