Dokumen tersebut membahas beberapa permasalahan dan langkah kebijakan yang diambil dalam revitalisasi proses desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, termasuk belum selesainya peraturan terkait, keterbatasan kapasitas daerah, dan upaya untuk meningkatkan kerjasama antar daerah.
Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerin...Penataan Ruang
Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Derah, Dan Indormasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Dearah Kepada Masyarakat
PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN,
TATACARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN, DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA
PEMBANGUNAN DAERAH
Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerin...Penataan Ruang
Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Derah, Dan Indormasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Dearah Kepada Masyarakat
PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN,
TATACARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN, DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA
PEMBANGUNAN DAERAH
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.Tri Widodo W. UTOMO
Seri Penelitian Administrasi Negara
PKP2A III LAN Samarinda
Tahun 2009
(mendokumentasikan hasil kerja lebih 1 dekade yang lalu, sebagai salah satu legacy agar tetap bisa memberi kemanfaatan bagi publik)
Apa itu SP2DK Pajak?
SP2DK adalah singkatan dari Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pajak (KPP) kepada Wajib Pajak (WP). SP2DK juga sering disebut sebagai surat cinta pajak.
Apa yang harus dilakukan jika mendapatkan SP2DK?
Biasanya, setelah mengirimkan SPT PPh Badan, DJP akan mengirimkan SP2DK. Namun, jangan khawatir, dalam webinar ini, enforce A akan membahasnya. Kami akan memberikan tips tentang bagaimana cara menanggapi SP2DK dengan tepat agar kewajiban pajak dapat diselesaikan dengan baik dan perusahaan tetap efisien dalam biaya pajak. Kami juga akan memberikan tips tentang bagaimana mencegah diterbitkannya SP2DK.
Daftar isi enforce A webinar:
https://enforcea.com/
Dapat SP2DK,Harus Apa? enforce A
Apa Itu SP2DK? How It Works?
How to Response SP2DK?
SP2DK Risk Management & Planning
SP2DK? Surat Cinta DJP? Apa itu SP2DK?
How It Works?
Garis Waktu Kewajiban Pajak
Indikator Risiko Ketidakpatuhan Wajib Pajak
SP2DK adalah bagian dari kegiatan Pengawasan Kepatuhan Pajak
Penelitian Kepatuhan Formal
Penelitian Kepatuhan Material
Jenis Penelitian Kepatuhan Material
Penelitian Komprehensif WP Strategis
Data dan/atau Keterangan dalam Penelitian Kepatuhan Material
Simpulan Hasil Penelitian Kepatuhan Material Umum di KPP
Pelaksanaan SP2DK
Penelitian atas Penjelasan Wajib Pajak
Penerbitan dan Penyampaian SP2DK
Kunjungan Dalam Rangka SP2DK
Pembahasan dan Penyelesaian SP2DK
How DJP Get Data?
Peta Kepatuhan dan Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Potensi (DSP3)
Sumber Data SP2DK Ekualisasi
Sumber Data SP2DK Ekualisasi Penghasilan PPh Badan vs DPP PPN
Sumber Data SP2DK Ekualisasi Biaya Gaji , Bonus dll vs PPh Pasal 21
Sumber Data SP2DK Ekualisasi Biaya Jasa, Sewa & Bunga vs PPh Pasal 23/2 & 4 Ayat (2)/15
Sumber Data SP2DK Mirroring
Sumber Data SP2DK Benchmark
Laporan Hasil P2DK (LHP2DK)
Simpulan dan Rekomendasi Tindak Lanjut LHP2DK
Tindak lanjut SP2DK
Kaidah utama SP2DK
How to Response SP2DK?
Bagaimana Menyusun Tanggapan SP2DK yang Baik
SP2DK Risk Management & Planning
Bagaimana menghindari adanya SP2DK?
Kaidah Manajemen Perpajakan yang Baik
Tax Risk Management enforce A APPTIMA
Tax Efficiency : How to Achieve It?
Tax Diagnostic enforce A Discon 20 % Free 1 month retainer advisory (worth IDR 15 million)
Corporate Tax Obligations Review (Tax Diagnostic) 2023 enforce A
Last but Important…
Bertanya atau konsultasi Tax Help via chat consulting Apps enforce A
Materi ini telah dibahas di channel youtube EnforceA Konsultan Pajak https://youtu.be/pbV7Y8y2wFE?si=SBEiNYL24pMPccLe
PPT SEMPRO PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN MOTIVASI DAN MODAL USAHA TERHADAP PERK...
Revitalisasi proses desentralisasi
1. BAB 13
REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI
DAN OTONOMI DAERAH
Pada saat memasuki tahap akhir pelaksanakan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004–
2009, pelaksanaan revitalisasi proses desentralisasi dan otonomi
daerah telah menunjukkan sejumlah pencapaian dan keberhasilan di
samping adanya beberapa permasalahan pokok yang masih
memerlukan penyelesaian lebih lanjut.
Untuk mempercepat proses desentralisasi dan penguatan
otonomi daerah sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang (UU)
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-
Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, beberapa isu
strategis yang terkait dengan upaya percepatan peningkatan
kesejahtraan masyarakat, peningkatan kualitas pelayanan publik dan
penguatan daya saing daerah, diprioritaskan penanganannya melalui
enam program, yaitu (1) program penataan peraturan perundang-
undangan mengenai desentralisasi dan otonomi daerah; (2) program
peningkatan kerja sama antarpemda (pemerintah daerah) ; (3)
program peningkatan kapasitas kelembagaan pemda; (4) program
peningkatan profesionalisme aparat pemda; (5) program peningkatan
kapasitas keuangan pemda; serta (6) program penataan DOB (daerah
otonom baru).
2. I. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI
Permasalahan yang masih dihadapi sampai dengan akhir
semester I tahun 2009, terkait dengan penataan peraturan perundang-
undangan mengenai desentralisasi dan otonomi daerah, di antaranya:
(1) belum selesainya beberapa peraturan pelaksanaan dari amanat
UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu tiga
Peraturan Pemerintah (PP) dan satu Peraturan Presiden (Perpres) dari
27 PP, 2 Perpres, dan 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri
(Permendagri) yang diamanatkan; (2) masih terdapat 1 peraturan
pelaksanaan UU No. 33 Tahun 2004 yang belum diterbitkan, yaitu
PP tentang Pengelolaan Dana Darurat; (3) beberapa regulasi
peraturan yang masih tumpang tindih dengan beberapa peraturan
amanat UU No. 32 Tahun 2004; serta (4) masih belum optimalnya
pelaksanaan desentralisasi di daerah-daerah yang memiliki
karakteristik khusus dan istimewa, karena masih ada beberapa
peraturan yang belum tersusun dan tersosialisasi.
Permasalahan yang dihadapi dalam upaya peningkatan
kapasitas kelembagaan pemerintah daerah secara umum dan
peningkatan pelayanan publik di daerah selama ini di antaranya
adalah (1) peningkatan kapasitas daerah belum berdasarkan pada
hasil evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah, dan belum
tersusunnya kerangka nasional kebijakan peningkatan kapasitas
daerah, sebagaimana yang dimanatkan oleh PP No. 6 Tahun 2008
tentang Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; (2) belum
optimalnya implementasi PP Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Organisasi Perangkat Daerah karena berbagai kendala teknis dan
politis di daerah; (3) belum tersusunnya secara lengkap norma,
standar, pedoman, dan kriteria (NSPK) di berbagai sektor yang
digunakan sebagai pedoman bagi daerah, termasuk peraturan sektoral
tentang penerapan standar pelayanan minimal (SPM); (4) belum
disusunnya Rencana Aksi Nasional (RAN) di bidang pelayanan
publik khususnya bidang administrasi kependudukan dan perizinan
investasi; (5) belum optimalnya koordinasi penyelenggaraan kegiatan
dekonsentrasi dan tugas pembantuan antara kementerian/lembaga
dan pemerintah daerah; serta (6) belum tuntasnya penyelesaian
beberapa kasus pilkada (sekitar 209 kasus) yang digugat di
Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. Beberapa faktor pemicu
13 - 2
3. timbulnya permasalahan di lapangan terkait dengan pelaksanaan
pilkada, antara lain tingkat akurasi data pemilih, persyaratan calon
yang tidak lengkap, atau tidak memenuhi persyaratan (ijazah
palsu/tidak punya ijazah), permasalahan internal parpol dalam hal
pengusulan pasangan calon, adanya dugaan Komisi Pemilihan
Umum Daerah (KPUD) yang tidak independen, adanya dugaan
terjadinya politik uang (money politics), adanya pelanggaran
kampanye, dan penghitungan suara yang dianggap tidak akurat.
Permasalahan dalam program peningkatan profesionalisme
aparatur pemerintah daerah, di antaranya: (1) kemampuan aparat
pemda yang belum memadai, khususnya di tingkat kecamatan dan
kelurahan/desa di dalam bidang kependudukan, kesempatan kerja,
strategi investasi, keamanan dan ketertiban (tramtib), serta
perlindungan masyarakat (linmas); (2) belum tersusunnya NSPK
yang baik terhadap penetapan formasi, pengadaan, pengembangan,
penetapan gaji, program kesejahteraan (program pensiun, tabungan
hari tua, asuransi kesehatan, tabungan perumahan, asuransi
pendidikan bagi putra-putri pegawai), dan pemberhentian aparatur
pemda; (3) belum adanya standar kompetensi dalam sistem karier
dan sistem prestasi kerja; serta (4) manajemen aparatur pemda belum
optimal, baik di dalam penataan jabatan negeri, jabatan negara,
maupun karier (jabatan fungsional dan struktural) berdasarkan
kompetensi dan keahliannya.
Permasalahan yang dihadapi dalam upaya peningkatan kerja
sama antarpemerintah daerah adalah (1) masih banyak daerah yang
belum memahami sepenuhnya adanya peluang dan manfaat yang
dapat diperoleh dari kerja sama antardaerah di berbagai bidang
(ekonomi dan keuangan, pelayanan publik, pengelolaan sumber daya
alam), dan/atau memiliki keterbatasan kapasitas untuk
mewujudkannya; (2) belum tersosialisasikannya dengan baik PP No.
50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah;
(3) belum dikembangkannya sistem insentif yang jelas untuk
mendorong daerah dalam melakukan kerja sama; serta (4) belum
tersedianya model best practices nasional kerja sama antardaerah di
berbagai bidang, yang dapat digunakan sebagai rujukan bagi daerah.
Secara umum, daerah-daerah di kawasan perbatasan, daerah
tertinggal, dan daerah kepulauan, memiliki kendala yang relatif lebih
13 - 3
4. banyak jika dibandingkan dengan daerah lain dalam menggalang
kerja sama antardaerah.
Permasalahan yang dihadapi dalam upaya penataan DOB
selama ini, di antaranya adalah (1) belum tersedianya grand
design/strategy tentang penataan daerah otonom dalam kerangka
NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia); (2) belum sepenuhnya
efektif dilaksanakannya PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah karena
pengaturan/pedoman tentang evaluasi kinerja penyelenggaraan DOB
baru diterbitkan setelah itu, yaitu dalam PP No. 6 Tahun 2008
tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
serta (3) adanya keterbatasan dalam kemampuan keuangan negara
dan keuangan daerah untuk membiayai penyediaan prasarana dan
sarana pemerintahan di daerah, baik prasarana dan sarana instansi
vertikal maupun SKPD (satuan kerja perangkat daerah) termasuk
kantor kecamatan sebagai unit terdepan pelayanan masyarakat. Di
samping itu, penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di
DOB masih pula diwarnai oleh permasalahan terkait dengan
pengelolaan aset daerah, penyediaan aparatur pemerintahan, dan
batas wilayah.
Di bidang pengelolaan keuangan daerah, beberapa
permasalahan yang masih sering ditemui adalah (1) proses penetapan
APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) di beberapa
daerah yang sering mengalami keterlambatan sebagai akibat adanya
perbedaan persepsi antara pemerintah daerah dengan DPRD (Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah) serta adanya keterlambatan dalam
penyampaian informasi tentang dana transfer ke daerah; (2) belum
diterapkannya dengan konsisten penganggaran berbasis kinerja dan
kerangka pengeluaran jangka menengah; (3) terbatasnya jumlah
sumber daya manusia (SDM) pengelola keuangan daerah yang
memiliki kompetensi di bidang akuntansi yang menyebabkan relatif
rendahnya kualitas laporan keuangan pemerintah daerah berdasarkan
standar akuntansi pemerintahan; (4) belum tersedianya/digunakannya
standar biaya kegiatan dalam perencanaan anggaran daerah, sehingga
tidak jarang menimbulkan inefisiensi anggaran; (5) diterapankannya
pajak daerah dan retribusi daerah yang bertentangan dengan
kepentingan umum dan/atau peraturan perundangan yang lebih
13 - 4
5. tinggi; (6) belum optimalnya pengelolaan barang milik daerah,
menyangkut kewenangan, penghapusan, pemindahtanganan dan
pemanfaatannya; (7) belum efisiennya pengelolaan BUMD (Badan
Usaha Milik Daerah) sehingga kontribusinya terhadap penerimaan
daerah masih sangat terbatas; (8) adanya beberapa daerah yang
mengalami kesulitan dalam pengembalian pinjaman (utang) daerah
serta adanya penggunaan pinjaman daerah yang tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan yang berlaku; (9) belum efektifnya
SIKD (Sistem Informasi Keuangan Daerah) dan SIPKD (Sitem
Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah) secara nasional karena
masih dalam tahap uji coba (pilot project) di 171 daerah; serta (10)
belum efektifnya monitoring, evaluasi, dan pengawasan internal
daerah terhadap penggunaan dana transfer ke daerah termasuk dana
Otsus (Otonomi Khusus) Papua, Papua Barat dan NAD (Nanggroe
Aceh Darusalam).
Disamping itu, masih terdapat beberapa permasalahan yang
terkait dengan pelaksanaan DAK (Dana Alokasi Khusus) Tahun
2009, antara lain: (1) petunjuk teknis DAK masih mengatur
mengenai penganggaran sehingga menyulitkan daerah dalam
pelaksanaannya karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
mengenai pengelolaan keuangan daerah; (2) kurangnya transparansi
dalam penghitungan alokasi DAK sehingga mengakibatkan terdapat
beberapa daerah yang menerima alokasi DAK tidak sesuai dengan
prioritas dan kebutuhan daerah; (3) capaian sasaran hasil kegiatan
DAK belum terukur karena data yang dimiliki daerah masih sangat
terbatas; (4) rendahnya daya serap dana dan realisasi capaian fisik
pelaksanaan DAK. Hal tersebut, antara lain disebabkan oleh faktor
keterlambatan proses penetapan Perda tentang APBD, belum
dianggarkannya dana pendamping sehingga pelaksanaan kegiatan
harus menunggu persetujuan dari DPRD; (5) Pemda belum tertib
dalam penyampaian laporan penggunaan DAK sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; (6) daerah pemekaran dan
daerah yang mengalami dampak pemekaran walaupun telah
memperoleh DAK Prasarana Pemerintahan, tetapi pada umumnya
masih belum memenuhi standardisasi prasarana kerja pemerintahan
yang berlaku; (7) masih banyak daerah nonpemekaran yang sarana
dan prasarana pemerintahannya belum memadai, termasuk di
dalamnya daerah-daerah yang tergolong daerah tertinggal, daerah
13 - 5
6. terpencil, daerah pesisir dan kepulauan, daerah perbatasan darat
dengan negara lain, daerah rawan bencana dan daerah pascakonflik;
serta (8) masih banyak dana APBN yang disalurkan kepada daerah
dalam bentuk dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan untuk
mendanai prasarana pemerintahan sehingga menimbulkan tumpang
tindih (overlapping) pendanaan dengan DAK Prasarana
Pemerintahan.
II. LANGKAH –LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL-
HASIL YANG DICAPAI
Dalam program penataan peraturan perundang-undangan yang
terkait desentralisasi dan otonomi daerah, kebijakan yang ditempuh,
diantaranya (1) melanjutkan upaya harmonisasi peraturan perundang-
undangan sektoral dengan peraturan perundang-undangan mengenai
desentralisasi dan otonomi daerah melalui fasilitasi penyusunan
NSPK; serta (2) memantapkan kebijakan dan regulasi otonomi
daerah dan otonomi khusus seperti Provinsi NAD, Provinsi Papua
dan Provinsi Papua Barat dan daerah berkarakter khusus seperti
Provinsi DKI (Daerah Khusus Ibukota) Jakarta dan Provinsi DI
(Daerah Istimewa) Yogyakarta.
Dalam program peningkatan kapasitas kelembagaan
pemerintah daerah, kebijakan yang ditempuh, diantaranya (1)
mempercepat penyusunan RAN dalam pelayanan publik khususnya
bidang administrasi kependudukan dan perizinan investasi; (2)
meningkatkan kapasitas kelembagaan Pemda melalui penataan
kelembagaan daerah sesuai dengan PP No. 41 Tahun 2007, termasuk
di daerah otonomi khusus dan daerah berkarakter khusus/istimewa;
(3) penyusunan pedoman rencana pencapaian SPM di beberapa
bidang, seperti bidang Lingkungan Hidup, Kesehatan, Sosial,
Pemberdayaan Perempuan dan Pemerintahan Dalam Negeri; (4)
meningkatkan keserasian hubungan antara Pemerintah dengan
pemerintah daerah melalui Forum Muspida (Musyawarah Pimpinan
Daerah) dalam upaya memantapkan sistem dan tata cara
penyelenggaraan kebijakan/program pemerintahan guna
mewujudkan stabilitas lokal, regional, dan nasional; serta (5)
13 - 6
7. meningkatkan hubungan koordinasi antarhirarkhi pemerintahan
dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah dan membina
keserasian hubungan antara pemerintah dengan pemerintah provinsi
dan kabupaten/kota dan hubungan antarpemerintahan daerah.
Dalam program peningkatan profesionalisme aparatur
Pemda, kebijakan yang ditempuh, diantaranya (1) meningkatkan
kompetensi dan kapasitas aparatur Pemda pada bidang penanganan
bencana dan pengurangan resiko bencana, analisis kependudukan,
perencanaan kesempatan kerja, penyusunan strategi investasi daerah,
penanganan kententraman, ketertiban, dan perlindungan masyarakat
(tramtib dan linmas), serta penyelenggaraan pemerintahan daerah;
serta (2) meningkatkan etika kepemimpinan daerah bagi kepala
daerah dan DPRD.
Dalam program peningkatan kerja sama antarpemerintah
daerah, kebijakan yang ditempuh, diantaranya (1) mendorong
kerjasama antarpemerintah daerah termasuk penguatan peran
pemerintah provinsi dalam rangka peningkatan pelayanan publik dan
kesejahteraan masyarakat; (2) menyosialisasikan PP No. 50 Tahun
2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah; (3)
meningkatkan peran gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk
memfasilitasi dan menyelesaikan perselisihan antar daerah di
wilayahnya; (4) mengoptimalkan dan meningkatkan efektivitas SIPD
(Sistem Informasi Profil Daerah) untuk memperkuat kerjasama
antarpemerintah daerah dan Pemerintah; (5) mendorong dan
memfasilitasi pemerintahan daerah agar mampu berinisiatif
mengelola potensi yang ada di daerahnya baik melalui kerjasama
antardaerah maupun melalui kerjasama Pemda dengan pihak ketiga;
serta (6) mengembangkan sistem insentif kerja sama antardaerah.
Dalam program penataan DOB, kebijakan yang ditempuh,
diantaranya: (1) menyusun grand design/strategy tentang penataan
daerah otonom; (2) melakukan evaluasi kebijakan pembentukan
DOB dengan memperhatikan pertimbangan (kelayakan teknis,
administratif, politis, dan potensi daerah), dalam upaya
meningkatkan kualitas pelayanan publik dan kesejahteraan
masyarakat sesuai dengan PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah; (3)
mengembangkan skema alternatif dalam meningkatkan kualitas
13 - 7
8. pelayanan publik di antaranya adalah melalui kerja sama
antarpemerintah daerah, yang mampu memberikan perubahan
“image”, bahwa peningkatan pelayanan publik tidak hanya dilakukan
melalui pemekaran daerah; serta (4) meningkatkan kinerja penataan
pemerintah daerah dan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan
DOB.
Dalam program peningkatan kapasitas keuangan pemerintah
daerah, kebijakan yang ditempuh, diantaranya (1) mendorong agar
dilaksanakan fasilitasi secara terus-menerus terkait dengan
pemantapan implementasi pengelolaan keuangan daerah melalui
kegiatan penyusunan berbagai pedoman, penyebarluasan informasi
regulasi keuangan daerah dan melaksanakan bimbingan teknis
kepada tiap-tiap PPKD (pejabat pengelola keuangan daerah), dan
melaksanakan asistensi ke seluruh provinsi dan kabupaten/kota; (2)
menyusun basis data (data base) keuangan daerah dan analisis
keuangan daerah yang bersumber dari data APBD dan APBD
Perubahan di seluruh Indonesia; (3) mendorong terwujudnya
kesamaan persepsi dan pemahaman pejabat/aparat Pemda terhadap
materi dan substansi yang terkandung dalam petunjuk teknis
penyusunan analisis standar belanja; (4) mendorong terwujudnya
kesamaan persepsi dan pemahaman pejabat/aparat Pemda dalam
menyusun dan menerapkan Belanja Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah; (5) dilakukan upaya evaluasi Rancangan Perda
APBD Provinsi terhadap penyertaan modal pada BUMD yang dinilai
berdasarkan manfaat yang diperoleh dibandingkan dengan besaran
modal yang disertakan, yang bagi BUMD yang tidak dapat
menghasilkan keuntungan dan dinilai kurang sehat disarankan untuk
di gabung (merger) atau dialihkan kepemilikannya; (6) terus
meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan daerah melalui
penerapan teknologi informasi dalam bentuk SIPKD; (7) dengan
terbitnya PP No. 38 Tahun 2008 perlu dilakukan sosialisasi kepada
daerah dan dilakukan evaluasi terhadap Permendagri No. 17 Tahun
2007 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah; (8)
mendorong dilaksanakannya sosialisasi regulasi yang terkait dengan
pinjaman daerah kepada provinsi dan kabupaten/kota; (9) terkait
dengan BLUD akan dilaksanakan sosialisasi tentang BLUD, dan
akan disusun instrumen pendukung dalam penerapan BLUD dalam
bentuk SE Mendagri (Surat Edaran Menteri Dalam Negeri) ; (10)
13 - 8
9. segera dilaksanakan evaluasi penggunaan Dana Otsus dan
Dana Infrastruktur di Papua, Papua Barat, dan NAD yang
bertujuan meningkatnya mutu pendidikan, kesehatan,
perekonomian sesuai ketentuan perundang-undangan yang
berlaku dan sesuai dengan azas umum pengelolaan keuangan
daerah yang efektif, efisien, ekonomis, dan bertanggungjawab
sesuai azas keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat;
(11) untuk sinergisme dan harmonisasi kebijakan teknis
pelaksanaan DAK di daerah, perlu dilakukan koordinasi yang
baik antara Depdagri, Depkeu, Bappenas, dan Departemen
teknis; (12) untuk DAK Prasarana Pemerintahan, hendaknya
pada tahun mendatang dialokasikan tidak hanya kepada daerah
pemekaran dan daerah yang terkena dampak pemekaran tetapi juga
kepada daerah-daerah yang belum memiliki sarana dan prasarana
pemerintahan yang memadai, termasuk di dalamnya daerah-daerah
yang tergolong daerah tertinggal/terpencil, daerah pesisir dan
kepulauan, daerah perbatasan darat dengan negara lain, serta daerah
rawan bencana dan daerah pasca konflik; serta (13) mendorong
dilaksanakannya kegiatan monitoring dan evaluasi pengelolaan DAK
Prasarana Pemerintahan dengan memberikan supervisi dan asistensi
kepada para pelaksana DAK Prasarana Pemerintahan di daerah
sehingga hasil yang diharapkan segera teridentifikasi
permasalahannya dan hambatan dalam pengelolaannya di daerah.
Dalam program penataan peraturan perundang-undangan
terkait desentralisasi dan otonomi daerah, hasil-hasil yang telah
dicapai diantaranya, yaitu (1) PP yang sudah diterbitkan sebanyak 24
peraturan, RPP yang sedang dalam proses harmonisasi ke Setneg
sebanyak 2 rancangan, dan draf RPP yang sedang difinalisasi di
tingkat Departemen sebanyak 2 (dua) rancangan, sedangkan 1 (satu)
RPP tidak dilanjutkan pembahasannya yaitu RPP tentang Tatacara
Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Penggunaan Dana Darurat
karena substansinya telah diatur dalam PP No. 58 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; (2) Perpres yang sudah
diterbitkan sebanyak 1 (satu) peraturan dan 1 (satu) draf final
Rancangan Perpres sudah disampaikan ke Setkab yaitu Rancangan
Perpres tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Peraturan
13 - 9
10. Daerah; (3) Permendagri yang telah diterbitkan sebanyak 2 (dua)
peraturan; (4) telah diterbitkan UU No. 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah; serta (5) sejak tahun 2008 Pemerintah menginisiasi
penyusunan 2 (dua) buah draft RUU berkaitan dengan
penyempurnaan UU No. 32 Tahun 2004, yaitu mengenai RUU
tentang Pemerintahan Daerah dan RUU tentang Pemilihan Umum
Kepala Daerah.
Sebagai amanat dari UU No. 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh, diperlukan penyusunan 5 (lima) PP dan 3 (tiga)
Perpres. Sampai dengan saat ini, sudah disusun PP No. 21 Tahun
2007 tentang Partai Politik Lokal dan Perpres No. 75 Tahun 2008
tentang Tata Cara Konsultasi, serta 5 (lima) Rancangan telah
dikonsultasikan kepada Pemerintah Aceh.
Disamping itu, pelaksanaan otonomi khusus di Provinsi Papua
telah diberlakukan sejak tahun 2001 dengan diterbitkannya UU No.
21 Tahun 2001, Pemerintah telah menerbitkan PP No. 54 Tahun
2004 tentang Majelis Rakyat Papua yang merupakan lembaga
representasi kultural rakyat Papua.. Dalam perjalanan otonomi
khusus tersebut, telah terbentuk Provinsi Irian Jaya Barat yang
kemudian berubah menjadi Papua Barat sejak diterbitkannya
Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2003 tentang Percepatan Pelaksanaan
UU No. 45 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya
Tengah, Provinsi Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten
Mimika, Kabupaten Puncak Jaya dan Kota Sorong. Di samping itu,
Pemerintah telah menerbitkan PP Pengganti UU No. 1 Tahun 2008
tentang Perubahan Atas UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi
Khusus Bagi Provinsi Papua. Dengan persetujuan bersama DPR RI,
telah diterbitkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang
Penetapan PP Pengganti UU No. 1 Tahun 2008 menjadi UU.
Selanjutnya, untuk lebih mendorong peningkatan kinerja Majelis
Rakyat Papua, diperlukan penyesuaian hak-hak keuangan Pimpinan
dan Anggota Majelis Rakyat Papua secara lebih memadai,
Pemerintah telah menerbitkan PP No. 64 Tahun 2008 tentang
Perubahan Atas PP No. 54 Tahun 2004 tentang Majelis Rakyat
Papua.
13 - 10
11. Terkait dengan Provinsi DKI Jakarta, telah diterbitkan UU No.
29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta sebagai Ibukota NKRI (Negara Kesatuan Republik
Indonesia). Selanjutnya, Pemerintah telah menerbitkan PP No. 55
Tahun 2008 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Tanggung Jawab
Deputi Gubernur Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta. Tugas deputi dimaksud adalah membantu penyelenggaraan
pemerintahan daerah Provinsi DKI Jakarta yang karena
kedudukannya sebagai Ibukota NKRI.
Terkait dengan status keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, Pemerintah telah menyusun RUU tentang Keistimewaan
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan saat ini sedang dalam
tahap pembahasan bersama DPR RI yang direncanakan akan selesai
pada tahun ini.
Dalam program peningkatan kapasitas kelembagaan
pemerintah daerah, hasil-hasil yang telah dicapai, diantaranya, yaitu
(1) telah selesai dan diterbitkannya PP No. 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan
Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota; (2)
Depdagri sudah memfasilitasi penyusunan NSPK dari 31 bidang
urusan wajib; (3) telah selesai disusun dan diterbitkannya PP No. 41
Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah; (4) telah selesai
disusun dan diterbitkannya PP No. 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Penyusunan Laporan Penyelenggaraaan Pemerintahan Daerah,
Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah, dan
Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada
masyarakat; (5) telah diselesaikannya Rancangan Perpres tentang
Kerangka Nasional Pengembangan dan Peningkatan Kapasitas dalam
rangka Mendukung Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah; (6)
tersusunnya Pedoman (Handbook) Penyelenggaraan Pemda tahun
2007, 2008, dan 2009; (7) telah diterbitkannya PP No. 6 tahun 2008
tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
(8) telah diterbitkan PP No. 7 tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan
Tugas Pembantuan; (9) tersusunnya Peraturan Pemerintah No. 8
Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian
dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah; (10)
tersusunnya SE No. 050/ 1123/II/Bangda tanggal 30 Agustus 2005
13 - 11
12. tentang Petunjuk Penyusunan Dokumen RPJPD dan RPJMD; (11)
telah ditebitkannya SE Mendagri No. 640/751/SJ perihal Penyusunan
Rencana Kerja Pemerintah Daerah dan Musrenbang Tahun 2010;
(12) telah diterbitkannya PP No. 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan;
(13) untuk mendorong pelaksanaan pelayanan publik, dalam kurun
waktu tahun 2005 s/d 2009, Pemerintah melalui Depdagri telah
membantu pembangunan sarana dan prasarana kantor pemerintahan
(Kantor, Rumah Dinas Camat dan Aula) sebanyak 438 kecamatan,
dan 54 kantor SKPD di 174 kabupaten/kota; (14) Terkait dengan
pelaksanaan Pilkada sejak tahun 2005-2009 telah dilaksanakan
Pilkada sebanyak 485 dengan rincian 32 provinsi, 363 kabupaten dan
90 kota, yang melaksanakannya secara umum telah berjalan tertib
dan lancar hingga dilantiknya kepala daerah dan wakil kepala daerah
terpilih; serta (15) dengan mengacu pada PP No. 65 Tahun 2005
tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan SPM, telah diterbitkan
Permendagri No. 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan
dan Penetapan SPM, Permendagri No. 79 Tahun 2007 tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian SPM, Keputusan Menteri
Dalam Negeri No. 100.05-76 Tahun 2007 tentang Pembentukan Tim
Konsultasi Penyusunan SPM dan Surat Edaran Menteri Dalam
Negeri kepada Gubernur/Bupati/Walikota tentang Pelaksanaan SPM
di daerah; serta (16) terbitnya permen tentang SPM yang ditetapkan
oleh departemen sektor dan menjadi acuan daerah yang sampai saat
ini baru (lima) Departemen yang telah menetapkan permen SPMnya,
yaitu, Lingkungan Hidup, Kesehatan, Sosial, Pemberdayaan
Perempuan dan Pemerintahan Dalam Negeri.
Dalam program pengelolaan aparatur, hasil-hasil yang telah
dicapai, adalah (1) telah diterbitkannya Permendagri No. 27 Tahun
2007 tentang Pedoman Penyiapan Sarana dan Prasarana dalam
Penanggulangan Bencana; (2) terselenggaranya pengelenggaraan
diklat sebanyak 900 orang dalam 30 angkatan yang mendukung
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan peningkatan koordinasi
dan kerja sama antar lembaga diklat unggulan/prioritas dan diklat
teknis-fungsional; serta (3) terselenggaranya berbagai diklat
unggulan/prioritas dan diklat teknis-fungsional, seperti diklat
kepemimpinan pemerintahan daerah sebanyak 210 orang dalam 7
kegiatan, dan berbagai diklat yang bertujuan menunjang penerapan
manajemen SPM sebanyak 630 orang dalam 21 kegiatan.
13 - 12
13. Dalam program peningkatan kerja sama antarpemerintah
daerah, hasil-hasil yang telah dicapai, di antaranya (1) telah
difasilitasi dan dilakukan kerja sama antardaerah dengan kesepakatan
kerja sama antara Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Gubernur Jawa
Barat, Gubernur Banten, Bupati Bogor, Walikota Bogor, Walikota
Depok, Bupati Tangerang, Walikota Tangerang, Bupati Bekasi,
Walikota Bekasi, dan Bupati Cianjur (Jabodetabekjur); kesepakatan
kerja sama antarkabupaten dan kota Yogyakarta, Sleman, dan Bantul
(Karmantul); kesepakatan kerja sama antara Banjarnegara,
Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Kebumen (Barlingmascakeb);
kesepakatan kerja sama antara Kabupaten dan Kota Surakarta,
Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, dan Klaten
(Subosukawonostraten), kesepakatan kerja sama antara Kabupaten
dan Kota Makasar, Maros dan Sungguminasa, Kabupaten dan Kota
Denpasar, Gianyar, dan Tabanan (Sarbagita); (2) telah difasilitasi dan
dilakukan penandatanganan kesepakatan bersama kerja sama oleh 5
gubernur yang berbatasan di wilayah Sumatra (Sumatra Utara,
Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi, dan Riau) dalam rangka
peningkatan pendayagunaan potensi perekonomian, pengembangan
jaringan ekonom regional, dan pengembangan daerah perbatasan;
serta (3) telah disusun dan diterbitkannya PP No. 50 Tahun 2007
tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah yang diharapkan
menjadi dasar hukum yang lebih memantapkan hubungan dan
keterikatan antar daerah dalam kerangka NKRI.
Dalam program penataan DOB, sampai bulan Juni 2009 telah
terbentuk sebanyak 205 daerah otonom yang terdiri atas 7 provinsi,
164 kabupaten, dan 34 kota. Dengan demikian, total daerah otonom
saat ini berjumlah 33 Provinsi dan 497 Kabupaten/Kota (398
Kabupaten dan 93 Kota, serta 5 Kota administratif dan 1 Kabupaten
administratif di Provinsi DKI Jakarta). Di samping itu telah
diterbitkan PP No. 78 Tahun 2007 (revisi PP No. 129 Tahun 2000)
tentang Tatacara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan
Daerah, yang diharapkan menjadi pedoman hukum yang lebih baik
bagi proses pemekaran dan penggabungan daerah ke depan, sesuai
dengan persyaratan administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.
Dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan DOB, Pemerintah
melalui Depdagri sejak Tahun 2005 telah mengembangkan suatu
program bantuan, khususnya kepada Kabupaten-kabupaten
13 - 13
14. pemekaran untuk membangun sarana dan prasarana kantor
kecamatan melalui mekanisme tugas pembantuan. Pada Tahun 2005
sejumlah 19 kabupaten/kota telah menerima dana bantuan tersebut,
sedangkan pada tahun 2006 yang menerima dana bantuan berjumlah
46 kabupaten/kota. Pada tahun 2007 telah dialokasikan bantuan dana
untuk 66 kabupaten/kota, dan 1 provinsi. Pada tahun 2008
dialokasikan anggaran kepada 42 kabupaten/kota, dan pada tahun
2009 dialokasikan untuk 9 kabupaten/kota. Selain itu, Pemerintah
juga telah menyelesaikan beberapa masalah perebutan aset daerah
dan kasus batas administrasi daerah di DOB.
Dalam program peningkatan kapasitas keuangan Pemda, hasil-
hasil yang telah dicapai, di antaranya telah disusun dan diterbitkan
beberapa peraturan terbaru terkait dengan pelaksanaan dan
pengelolaan keuangan daerah, sekaligus menampung implikasi
lahirnya peraturan perundang-undangan sebelumnya yang terdiri atas
8 PP, 26 Permendagri, 1 Peraturan Bersama Menteri, dan 2 Draft
RUU, di antaranya adalah:
(1) PP No. 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan
Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD;
(2) PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah;
(3) PP No. 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah;
(4) PP No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan
(5) PP No. 57 Tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah;
(6) PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
(7) PP No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah;
(8) PP No. 21 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas PP. No.
24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan
Pimpinan dan Anggota DPRD;
(9) Permendagri No. 2 Tahun 2005 tentang Penghitungan Dasar
Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor Tahun 2006;
13 - 14
15. (10) Permendagri No. 3 Tahun 2005 tentang Pedoman Penetapan
Nomor Kode Kendaraan Bermotor;
(11) Permendagri No. 7 Tahun 2006 tentang Standardisasi Sarana
dan Prasarana Kerja Pemerintahan Daerah;
(12) Permendagri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah;
(13) Permendagri No. 22 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengolaan
Bank Perkreditan Rakyat Milik Pemerintah Daerah;
(14) Permendagri No. 23 Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis dan
Tata Cara'" Pengaturan Tarif Air Minum pada Perusahaan
Daerah Air Minum;
(15) Permendagri No. 2 Tahun 2007 tentang Organisasi dan
Kepegawaian Perusahaan Daerah Air Minum;
(16) Permendagri No. 9 tahun 2007 tentang Penghitungan Dasar
Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama
Tahun 2007;
(17) Permendagri No. 10 tahun 2007 tentang Penghitungan Dasar
Pengenaan Pajak Kendaraan di atas Air Tahun 2007;
(18) Permendagri No. 16 Tahun 2007 tentang Tatacara Evaluasi
Rancangan Perda tentang APBD dan Rancangan Peraturan
Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD;
(19) Permendagri No. 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Barang Milik Daerah;
(20) Permendagri No. 21 Tahun 2007 tentang Pengelompokan
Kemampuan Keuangan Daerah, Penganggaran dan
Pertanggungjawaban Penggunaan Belanja Penunjang
Operasional Pimpinan DPRD serta Tatacara Pengembalian
Tunjangan Komunikasi Intensif dan Dana Operasional;
(21) Permendagri No. 30 Tahun 2007 tentang Pedoman
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun
anggaran 2008;
13 - 15
16. (22) Permendagri No. 44 tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan
Belanja Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah;
(23) Permendagri No. 59 Tahun2007 tentang Perubahan atas
Permendagri No. 13 Tahun 2007 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah;
(24) Permendagri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK
BLUD);
(25) Permendagri No. 65 Tahun 2007 tentang Pedoman Evaluasi
Rancangan Peraturan Daerah tentang Pertanggungjawaban
Pelaksanaan APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah
tentang Penjabaran Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD;
(26) Permendagri No. 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan
Reviu Atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah;
(27) Permendagri No. 22 Tahun 2008 tentang Penghitungan Dasar
Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor Tahun 2008;
(28) Permendagri No. 23 Tahun 2008 tentang Perhitungan Dasar
Pengenaan Pajak Kendaraan Di Atas Air dan Bea Balik Nama
Kendaraan Di Atas Air Tahun 2008;
(29) Permendagri No. 26 Tahun 2008 tentang Penghitungan Dasar
Pengenaan Pajak, Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor Yang Belum Tercantum dalam
Permendagri No. 22 Tahun 2008 tentang Penghitungan Dasar
Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor Tahun 2008;
(30) Permendagri No. 32 Tahun 2008 tentang Pedoman
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun
Anggaran 2009;
(31) Permendagri No. 40 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua
Atas Permendagri No. 26 Tahun 2008 tentang Penghitungan
Dasar Pengenaan Pajak, Kendaraan Bermotor dan Bea Balik
Nama Kendaraan Bermotor Yang Belum Tercantum dalam
13 - 16
17. Permendagri No. 22 Tahun 2008 tentang Penghitungan Dasar
Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor Tahun 2008;
(32) Permendagri No. 55 Tahun 2008 tentang Tata Cara
Penatausahaan Dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban
Bendahara Serta Penyampaiannya;
(33) Permendagri No. 20 Tahun 2009 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan DAK di daerah;
(34) Permendagri No. 25 Tahun 2009 tentang Pedoman
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun
Anggaran 2010.
(35) Peraturan Bersama Kapolri, Menteri Keuangan dan. Menteri
Dalam Negeri tentang Kerja sama Pelayanan Pendaftaran
Kendaraan Bermotor dalam Pemungutan Penerimaan Negara
Bukan Pajak, dan Pemberian Surat Tanda Kendaraan
Bermotor, Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor,
Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor dan Sumbangan
Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan melalul SAMSAT;
(36) Draft RUU tentang Badan Usaha Milik Daerah, telah
disampaikan ke Departemen Hukum dan HAM; serta
(37) Draft RUU tentang Pajak daerah dan retribusi Daerah masih
dibahas di DPR.
Di samping capaian pelaksanaan kegiatan penyusunan
peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan keuangan
daerah, capaian kegiatan lainnya terkait dengan capaian kegiatan
sosialisasi peraturan, kebijakan, dan fasilitasi pengelolaan keuangan
daerah di Tahun 2005, 2006, 2007, 2008, dan 2009 meliputi kegiatan
antara lain adalah sebagai berikut
(1) Evaluasi Rancangan Perda APBD Provinsi Tahun 2005, 2006,
2007 dan 2008.
(2) Sosialisasi PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah,
13 - 17
18. (3) Sosialisasi Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan daerah.
(4) Sosialisasi PP No. 37 Tahun 2005 tentang Perubahan Pertama
Atas PP No. 24 Tahun 2004 Kedudukan Protokeler dan
Keuangan Pimpinan dan Anggeta DPRD;
(5) Asistensi penyusunan APBD Tahun Anggaran 2007, 2008,
dan 2009 serta asistensi penyusunan perubahan APBD Tahun
Anggaran 2006, 2007, dan 2008 di 33 Provinsi;
(6) Kegiatan asistensi penyusunan dan pertanggungjawaban
pelaksanaan anggaran daerah pemekaran;
(7) Sosialisasi Permendagri No. 59 Tahun 2007 (Revisi
Permendagri No. 13 Tahun 2006).
(8) Kegiatan pembinaan administrasi pemungutan pajak daerah
dan retribusi daerah;
(9) Fasilitasi administrasi pinjaman daerah;
(10) Sosialisasi PP No. 6 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah;
(11) Sosialisasi Permendagri No. 17 tahun 2007 Tentang Pedoman
Teknis Barang Milik Daerah dan Sosialisasi Permendagri No.
7 Tahun 2006 dan No. 11 Tahun 2007 Tentang Standarisasi
Sarana dan Prasarana Kerja Pemda;
(12) Fasilitasi Administrasi Pengelolaan Barang Daerah (Dalam
Rangka Fasilitasi Bintek Pengelolaan Barang Daerah,
Penilaian Aset Daerah, kebijakan Perubahan Status Hukum
Barang Daerah dan Penyerahan Barang dan Hutang Piutang
pada Daerah yang baru dibentuk);
(13) Sosialisasi PP tentang Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah;
(14) Pemutahiran data dasar DAU dan konfirmasi data belanja
pegawai daerah dalam perhitungan DAU.
(15) Penyusunan Juknis DAK;
(16) Konsultasi teknis daerah penerima DAK;
13 - 18
19. (17) Supervisi, monitoring dan evaluasi pengelolaan DAK
prasarana pemerintahan;
(18) Konfirmasi Data Daerah Dalam Penghitungan DAU tahun
2005, 2006, 2007, dan 2008;
(19) Rekonsiliasi Data Dasar DAU dan DAK Daerah Pemekaran
tahun 2005,2006,2007, dan 2008;
(20) Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan DAU dan Program
Dekonsentrasi 2006, 2007 dan 2008;
(21) Asistensi Penyusunan RD bagi Daerah Penerima DAK dan
Sosialisasi serta Implementasi Juknis DAK;
(22) Penyusunan Petunjuk Teknis DAK Bidang Prasarana
Pemerintahan;
(23) Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan DAK tahun 2005,
2006,2007, dan 2008;
(24) Fasilitasi Pengelolaan Dana Bagi Hasil (DBH);
(25) Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan Penerimaan DBH
Sumber Daya Alam dan Pajak;
(26) Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Dana Otonomi Khusus;
(27) Pembinaan dan Fasilitasi Dana Perimbangan;
(28) Asistensi Penatausahaan dan Akuntasi Keuangan Pemerintah
Daerah;
(29) Sosialisasi Permendagri No. 55 Tahun 2008 tentang Tata Cara
Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban
Bendahara serta Penyampaiannya;
(30) Pemantauan dan Evaluasi Implementasi Penatausahaan dan
Akuntansi, Pelaporan dan Pertanggungjawaban di 33 Provinsi;
(31) Sosialisasi Permendagri No. 32 Tahun 2008 tentang Pedoman
Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2009;
(32) Evaluasi Rancangan Perda Provinsi tentang Perubahan APBD
Tahun Anggaran 2008 dan Rancangan Peraturan Gubernur
13 - 19
20. tentang Penjabaran Perubahan APBD Tahun Anggaran 2008
untuk 33 Provinsi;
(33) Evaluasi Rancangan Perda provinsi tentang APBD Tahun
Anggaran 2009 dan Rancangan Peraturan Gubernur tentang
Penjabaran Perubahan APBD Tahun Anggaran 2009 untuk 33
Provinsi;
(34) Fasilitasi Penerapan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD; serta
(35) Fasilitasi Pengelolaan Dana Bergulir Bersumber dari APBD.
Sampai dengan bulan Mei 2009 telah dilakukan evaluasi
terhadap 7.375 perda pajak dan retribusi daerah oleh Departemen
Dalam Negeri, Departemen Keuangan bersama dengan departemen
teknis terkait. Hasil evaluasi terhadap perda tersebut adalah 4.434
perda layak untuk tetap dilaksanakan dan 2.932 perda disarankan
untuk direvisi/dibatalkan. Dari 2.932 Perda yang disarankan untuk
direvisi/dibatalkan, 1.047 perda telah dibatalkan dengan Permendagri
dan 1.885 perda masih dalam proses pembatalan. Alasan pembatalan
perda tersebut pada umumnya berkaitan dengan adanya ketentuan
yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi, kepentingan umum dan adanya kecenderungan untuk
menimbulkan ekonomi biaya tinggi dan menghambat investasi.
Sementara itu, capaian kegiatan lain pada program
Peningkatan Kapasitas Keuangan Pemerintah Daerah khususnya
untuk mendorong desentralisasi fiskal, yakni pelaksanaan proyek
Local Government Finance Governance Reform (LGFGR), melalui
kegiatan Pengembangan SIPKD yang akan diterapkan di 171 daerah.
Depdagri, melalui Direktorat Jenderal BAKD, bertanggung jawab
terhadap pengadaan aplikasi/perangkat lunak (software) dan
implementasinya, sedangkan Depkeu, melalui Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan, bertanggung jawab terhadap pengadaan
perangkat keras (hardware).
Selanjutnya, dalam rangka menyikapi permasalahan nasional
sebagai implikasi dari tekanan global terkait dengan kenaikan harga
minyak dunia, harga pangan dunia dan masalah keuangan, Menteri
Dalam Negeri telah menerbitkan Surat Edaran No. 541/1264/SJ
13 - 20
21. tanggal 15 Mei 2008 sebagai pedoman pemda menjaga stabilitas
penyelenggaraan pemerintahan, serta stabilitas politik lokal yang
berisi antara lain (1) mendukung program pemerintah dalam
pemberian bantuan sosial dan Jamkesmas (jaminan kesehatan
masyarakat) dan Raskin (beras untuk rakyat miskin), pemberdayaan
masyarakat melalui PNPM Mandiri, dan bantuan Kredit untuk rakyat
(KUR); (2) melakukan efisiensi belanja daerah melalui penataan
kembali program dan kegiatan yang tidak memberikan manfaat
langsung kepada masyarakat, dengan mengutamakan
program/kegiatan pemberdayaan masyarakat, penciptaan lapangan
kerja dan pengentasan kemiskinan; (3) secara khusus perlu
pembatasan perjalanan dinas, kunjungan kerja, studi banding,
penyelenggaraan rapat-rapat yang dilaksanakan di luar kantor, dan
mengurangi berbagai kegiatan workshop, seminar, dan lokakarya;
serta (4) melakukan penghematan penggunaan energi listrik di
kantor-kantor pemda, bangunan yang dikelola oleh Pemda, dan
BUMD.
III. TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
Dalam penataan peraturan perundang-undangan mengenai
desentralisasi dan otonomi daerah, tindak lanjut yang diperlukan
antara lain adalah (1) finalisasi penyusunan dan sosialisasi UU
tentang Pemerintahan Daerah dan UU tentang Pemilihan Umum
(Revisi UU Nomor 32 tentang Pemerintahan Daerah); (2)
harmonisasi berbagai Peraturan Perundang-undangan Sektoral
dengan Peraturan Perudang-undangan mengenai Desentralisasi
(revisi UU Nomor 32); serta (3) penyelesaian peraturan pelaksanaan
dan peraturan pendukung (revisi UU Nomor 32).
Dalam rangka fasilitasi pelaksanaan otonomi daerah di daerah
berkarakter khusus dan istimewa, tindak lanjut ke depan yang
diharapkan, adalah (1) menyelesaikan peraturan pelaksanaan UU No.
11 Tahun 2006 pada tahun 2009, (2) melakukan fasilitasi penguatan
kapasitas penyelenggaraan Pemerintahan Aceh sebagai daerah
berotonomi khusus; (3) memantapkan implementasi otonomi khusus
di Papua terkait dengan telah dilakukan penyempurnaan terhadap
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 bahwa otonomi khusus di
samping berlaku bagi Provinsi Papua juga berlaku di Provinsi Papua
13 - 21
22. Barat; serta (4) sosialisasi dan fasilitasi penguatan kelembagaan
Pemerintahan Daerah Provinsi DIY (amanat RUU tentang
Keistimewaan Provinsi DIY).
Terkait dengan program kelembagaan, beberapa tindak lanjut
yang diperlukan antara lain, adalah (1) percepatan penyusunan RAN
dalam pelayanan publik khususnya dalam bidang administrasi
kependudukan dan perizinan investasi; (2) peningkatan kapasitas
kelembagaan pemda melalui penataan kelembagaan daerah sesuai
dengan PP No. 41 tahun 2007, termasuk di daerah otonomi khusus
dan daerah berkarakter khusus/istimewa; (3) fasilitasi penerapan
SPM tentang Lingkungan Hidup, Kesehatan, Sosial, Pemberdayaan
Perempuan dan Pemerintahan Dalam Negeri di Provinsi dan
Kabupaten/Kota; (4) memfasilitasi sektor dalam penyelesaian
penyusunan SPM (seperti pendidikan); (5) peningkatan kapasitas
DPRD dalam penyusunan peraturan daerah, anggaran dan
pengawasan; serta (6) pemantauan dan evaluasi pelaksanaan
desentralisasi dan penyelenggaraan otonomi daerah, sebagai amanat
dari PP No. 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Sehubungan dengan program peningkatan profesionalisme
aparatur pemerintah daerah, beberapa tindak lanjut yang diperlukan
antara lain, adalah (1) meningkatkan profesionalisme, kompetensi,
dan kapasitas aparatur pemerintah daerah dalam bidang penanganan
bencana dan pengurangan risiko bencana, analisis kependudukan,
perencanaan kesempatan kerja, penyusunan strategi investasi,
penanganan tramtib dan linmas, penerapan SPM, pelayanan satu
atap, serta penyelenggaraan pemerintahan daerah secara luas; serta
(2) meningkatkan etika kepemimpinan Kepala Daerah dan DPRD.
Dalam hubungan dengan upaya peningkatan kerja sama
antardaerah, beberapa tindak lanjut yang diperlukan antara lain,
adalah (1) meningkatkan inisiatif kerja sama antar pemerintah daerah
dalam bidang pelayanan publik, bidang investasi, bidang ekonomi
dan bidang-bidang strategis lainnya, (2) diseminasi model-model
kerja sama antardaerah yang dapat diaplikasikan pada beberapa
kabupaten/kota; (3) memberi fasilitas kerja sama pembangunan
regional dan antardaerah melalui penguatan peran gubernur dalam
rangka pembinaan kerja sama wilayah; (4) meningkatkan peran
13 - 22
23. gubernur selaku wakil Pemerintah dalam Penyelenggaraan
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan; (5) memberi fasilitas
Kebijakan Program Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dari
Kementerian/Lembaga; (6) memberi fasilitas, asistensi, dan supervisi
pelaksanaan kerja sama antardaerah serta evaluasi pelaksanaan kerja
sama daerah; (7) menyusun norma, standar, pedoman dan manual
tindak lanjut PP No. 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan; (8) melakukan sosialisasi Permendagri tentang Kerja
sama Pemda dengan pihak ketiga; serta (9) fasilitasi dan koordinasi
penanganan masalah kerja sama Pemda dengan pihak ketiga.
Sehubungan dengan upaya penataan DOB, beberapa tindak
lanjut yang diperlukan antara lain, adalah (1) mempercepat
penyelesaian Grand Strategi Penataan Daerah; (2) mempercepat
pembangunan DOB untuk mendorong peningkatan iklim investasi,
peningkatan kapasitas keuangan Pemda, pemberdayaan usaha skala
mikro, pengembangan ekonomi lokal, peningkatan infrastruktur
pedesaan, kerja sama antar daerah, dukungan pembangunan sarana
dan prasarana pemerintahan kecamatan di DOB peningkatan
pelayanan publik; (3) meningkatkan peran dan fungsi DPOD (Dewan
Pertimbangan Otonomi Daerah); serta (4) mengevaluasi secara
menyeluruh terhadap kinerja DOB yang difokuskan pada seluruh
bidang (ekonomi, sosial, dan politik) dengan menerbitkan
Moratorium Pemerintah.
Sehubungan dengan upaya peningkatan kapasitas keuangan
Pemda, tindak lanjut yang diperlukan antara lain, adalah (1) fasilitasi,
pembinaan, bimbingan teknis, penyusunan pedoman bagi pemerintah
daerah di bidang Administrasi Anggaran Daerah, Administrasi
Pendapatan dan Investasi Daerah, Administrasi Dana Perimbangan
dan Administrasi pelaksanaan, penatausahaan dan akuntansi serta
penyusunan laporan pertanggungjawaban APBD; (2) harmonisasi
dan sinkronisasi regulasi keuangan daerah; (3) meningkatkan
kualitas pengelolaan dan pelaporan keuangan daerah dengan
membangun SIM BAKD (Sistem Informasi Manajemen Bina
Administrasi Keuangan Daerah) dan SIPKD; serta (4)
mengembangkan kegiatan dukungan pembangunan basis data
(database) pengelolaan keuangan daerah, reformasi birokrasi, hak
13 - 23
24. dan kedudukan keuangan kepala daerah dan wakil kepala daerah,
pembekalan bagi anggota DPRD baru, serta analisis belanja publik.
13 - 24