Dokumen tersebut membahas tentang masalah psikososial yang dihadapi oleh lanjut usia, seperti depresi, kekurangan dukungan sosial, demensia, dan masalah kesehatan lainnya. Perawat harus memahami aspek psikososial ini agar dapat memberikan arahan kepada keluarga dan masyarakat dalam menangani lanjut usia.
Makalah ini membahas perhatian khusus dan pelayanan kesehatan reproduksi untuk lansia. Lansia membutuhkan perhatian ekstra karena mengalami penurunan fisik dan mental seiring bertambahnya usia. Mereka juga masih membutuhkan pelayanan kesehatan reproduksi untuk menangani masalah klimakterium, menopause, dan senium. Makalah ini menganalisis alasan perhatian khusus dan pelayanan ini penting, serta memberikan saran untuk peningkatan
Tiga perubahan utama yang terjadi pada lansia adalah:
1. Perubahan fisiologis seperti penurunan massa otot, kerusakan kulit dan organ reproduksi, serta penurunan fungsi kardiovaskular dan pernapasan
2. Perubahan psikososial seperti penurunan kognitif dan psikomotorik serta kehilangan peran sosial
3. Berbagai gangguan kesehatan seperti osteoporosis, katarak, dan penyakit jantung menj
Dokumen tersebut membahas tentang masalah psikososial yang dihadapi oleh lanjut usia, seperti depresi, kekurangan dukungan sosial, demensia, dan masalah kesehatan lainnya. Perawat harus memahami aspek psikososial ini agar dapat memberikan arahan kepada keluarga dan masyarakat dalam menangani lanjut usia.
Makalah ini membahas perhatian khusus dan pelayanan kesehatan reproduksi untuk lansia. Lansia membutuhkan perhatian ekstra karena mengalami penurunan fisik dan mental seiring bertambahnya usia. Mereka juga masih membutuhkan pelayanan kesehatan reproduksi untuk menangani masalah klimakterium, menopause, dan senium. Makalah ini menganalisis alasan perhatian khusus dan pelayanan ini penting, serta memberikan saran untuk peningkatan
Tiga perubahan utama yang terjadi pada lansia adalah:
1. Perubahan fisiologis seperti penurunan massa otot, kerusakan kulit dan organ reproduksi, serta penurunan fungsi kardiovaskular dan pernapasan
2. Perubahan psikososial seperti penurunan kognitif dan psikomotorik serta kehilangan peran sosial
3. Berbagai gangguan kesehatan seperti osteoporosis, katarak, dan penyakit jantung menj
Makalah ini membahas tentang masalah kesehatan lansia meliputi definisi lansia, batasan usia lansia, ciri-ciri lansia, kondisi fisik lansia, masalah kesehatan umum lansia, penyakit yang sering diderita, upaya pelayanan kesehatan, solusi permasalahan lansia, kebutuhan gizi lansia, serta menu seimbang untuk lansia.
Proses menua merupakan proses alami yang ditandai dengan penurunan kondisi fisik, psikologis, dan sosial. Geriatri mempelajari masalah kesehatan lansia dalam aspek promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan psikososial. Ada 4 ciri pasien geriatri dan psikogeriatri yaitu keterbatasan fungsi tubuh, akumulasi penyakit degeneratif, lanjut usia psikososial, dan gangguan homeostasis.
Dokumen tersebut membahas tentang intervensi khusus pada lanjut usia, meliputi definisi lanjut usia, karakteristik, teori penuaan, faktor yang mempengaruhi, dan proses keperawatan lanjut usia. Secara ringkas, dokumen tersebut menjelaskan tentang konsep lanjut usia dari segi usia, karakteristik fisik dan psikologis, serta proses dan asuhan keperawatan yang diberikan kepada lanjut usia.
Dokumen tersebut membahas tentang stress pada lanjut usia. Faktor-faktor penyebab stress meliputi perubahan sosial, nilai-nilai, dan permasalahan sehari-hari. Stress dapat dipengaruhi oleh lingkungan, diri sendiri, dan pikiran. Terdapat berbagai jenis dan tahapan stress, dimulai dari tingkat ringan hingga berat yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan fisik dan mental.
Dokumen tersebut membahas tentang konsep dasar keperawatan gerontik yang mencakup definisi, proses penuaan, karakteristik dan masalah yang dihadapi lansia, serta lingkup dan model pemberian asuhan keperawatan gerontik yang meliputi pendekatan fisik, psikis, sosial dan spiritual."
Dokumen tersebut membahas tentang lanjut usia di Indonesia. Beberapa poin penting yang diangkat antara lain definisi lanjut usia menurut WHO dan UU Indonesia yaitu berusia 60 tahun ke atas. Dokumen ini juga menyebutkan persentase populasi lanjut usia Indonesia dari tahun ke tahun yang terus meningkat, serta menunjukkan data penyakit yang sering diderita oleh lanjut usia di Indonesia seperti hipertensi, diabetes, dan osteoartritis.
Gangguan Psikologis dari Tinjauan Psikologi LintasMuhammad Akhyar
Dokumen tersebut membahas pengaruh budaya terhadap gangguan psikologis. Beberapa poin utama adalah pendekatan Amerika dan universalisme dalam menilai gangguan mental, sindrom khas budaya seperti amok, dan bagaimana budaya mempengaruhi manifestasi gangguan seperti depresi, skizofrenia, dan bunuh diri. Dokumen ini juga membahas bias diagnostik antarbudaya dan pendekatan psikoterapi lintas budaya.
Dokumen tersebut membahas tentang keperawatan gerontik yang mencakup perspektif keperawatan lansia, tren dan isu, kebijakan pemerintah, fenomena demografi lansia, karakteristik penyakit pada lansia, upaya pemerintah dalam meningkatkan kesehatan lansia, hukum terkait lansia, konsep lansia seperti definisi, batasan usia, tipologi, dan mitos-mitos tentang lansia.
Gerontologi adalah studi tentang proses penuaan manusia dan penyakit yang berhubungan dengan penuaan, meliputi aspek biologis, fisiologis, psikososial, dan spiritual. Penuaan merupakan proses normal dengan perubahan fisik dan tingkah laku.
Psikologi Lintas Budaya "Budaya dan kesehatan"Febri Budianto
Makalah ini membahas tentang pengaruh budaya terhadap persepsi kesehatan dan penanganan gangguan psikologis secara lintas budaya. Beberapa budaya seperti Yunani dan Tiongkok memandang kesehatan tidak hanya sebagai ketidakhadiran penyakit tetapi juga keseimbangan antara tubuh dan lingkungan. Budaya juga mempengaruhi definisi dan ekspresi gangguan psikologis serta penanganannya."
Dokumen tersebut membahas tentang lanjut usia (lansia). Secara umum, lansia didefinisikan sebagai orang dengan usia 65 tahun ke atas yang mengalami proses penuaan. Lansia mengalami berbagai perubahan fisik dan mental seperti penurunan fungsi organ tubuh, indra yang kurang tajam, serta perubahan peran sosial. Dokumen ini juga membahas ciri-ciri, perkembangan, dan masalah yang dihadapi lansia.
Makalah ini membahas tentang masalah kesehatan lansia meliputi definisi lansia, batasan usia lansia, ciri-ciri lansia, kondisi fisik lansia, masalah kesehatan umum lansia, penyakit yang sering diderita, upaya pelayanan kesehatan, solusi permasalahan lansia, kebutuhan gizi lansia, serta menu seimbang untuk lansia.
Proses menua merupakan proses alami yang ditandai dengan penurunan kondisi fisik, psikologis, dan sosial. Geriatri mempelajari masalah kesehatan lansia dalam aspek promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan psikososial. Ada 4 ciri pasien geriatri dan psikogeriatri yaitu keterbatasan fungsi tubuh, akumulasi penyakit degeneratif, lanjut usia psikososial, dan gangguan homeostasis.
Dokumen tersebut membahas tentang intervensi khusus pada lanjut usia, meliputi definisi lanjut usia, karakteristik, teori penuaan, faktor yang mempengaruhi, dan proses keperawatan lanjut usia. Secara ringkas, dokumen tersebut menjelaskan tentang konsep lanjut usia dari segi usia, karakteristik fisik dan psikologis, serta proses dan asuhan keperawatan yang diberikan kepada lanjut usia.
Dokumen tersebut membahas tentang stress pada lanjut usia. Faktor-faktor penyebab stress meliputi perubahan sosial, nilai-nilai, dan permasalahan sehari-hari. Stress dapat dipengaruhi oleh lingkungan, diri sendiri, dan pikiran. Terdapat berbagai jenis dan tahapan stress, dimulai dari tingkat ringan hingga berat yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan fisik dan mental.
Dokumen tersebut membahas tentang konsep dasar keperawatan gerontik yang mencakup definisi, proses penuaan, karakteristik dan masalah yang dihadapi lansia, serta lingkup dan model pemberian asuhan keperawatan gerontik yang meliputi pendekatan fisik, psikis, sosial dan spiritual."
Dokumen tersebut membahas tentang lanjut usia di Indonesia. Beberapa poin penting yang diangkat antara lain definisi lanjut usia menurut WHO dan UU Indonesia yaitu berusia 60 tahun ke atas. Dokumen ini juga menyebutkan persentase populasi lanjut usia Indonesia dari tahun ke tahun yang terus meningkat, serta menunjukkan data penyakit yang sering diderita oleh lanjut usia di Indonesia seperti hipertensi, diabetes, dan osteoartritis.
Gangguan Psikologis dari Tinjauan Psikologi LintasMuhammad Akhyar
Dokumen tersebut membahas pengaruh budaya terhadap gangguan psikologis. Beberapa poin utama adalah pendekatan Amerika dan universalisme dalam menilai gangguan mental, sindrom khas budaya seperti amok, dan bagaimana budaya mempengaruhi manifestasi gangguan seperti depresi, skizofrenia, dan bunuh diri. Dokumen ini juga membahas bias diagnostik antarbudaya dan pendekatan psikoterapi lintas budaya.
Dokumen tersebut membahas tentang keperawatan gerontik yang mencakup perspektif keperawatan lansia, tren dan isu, kebijakan pemerintah, fenomena demografi lansia, karakteristik penyakit pada lansia, upaya pemerintah dalam meningkatkan kesehatan lansia, hukum terkait lansia, konsep lansia seperti definisi, batasan usia, tipologi, dan mitos-mitos tentang lansia.
Gerontologi adalah studi tentang proses penuaan manusia dan penyakit yang berhubungan dengan penuaan, meliputi aspek biologis, fisiologis, psikososial, dan spiritual. Penuaan merupakan proses normal dengan perubahan fisik dan tingkah laku.
Psikologi Lintas Budaya "Budaya dan kesehatan"Febri Budianto
Makalah ini membahas tentang pengaruh budaya terhadap persepsi kesehatan dan penanganan gangguan psikologis secara lintas budaya. Beberapa budaya seperti Yunani dan Tiongkok memandang kesehatan tidak hanya sebagai ketidakhadiran penyakit tetapi juga keseimbangan antara tubuh dan lingkungan. Budaya juga mempengaruhi definisi dan ekspresi gangguan psikologis serta penanganannya."
Dokumen tersebut membahas tentang lanjut usia (lansia). Secara umum, lansia didefinisikan sebagai orang dengan usia 65 tahun ke atas yang mengalami proses penuaan. Lansia mengalami berbagai perubahan fisik dan mental seperti penurunan fungsi organ tubuh, indra yang kurang tajam, serta perubahan peran sosial. Dokumen ini juga membahas ciri-ciri, perkembangan, dan masalah yang dihadapi lansia.
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian, ciri-ciri, perkembangan, dan masalah yang dihadapi oleh lansia. Lansia didefinisikan sebagai masa hidup setelah usia 55-65 tahun dimana terjadi penurunan fungsi fisik dan mental seiring bertambahnya usia. Ciri-ciri lansia antara lain kemunduran fisik dan peran sosial, status minoritas, serta kesulitan beradaptasi. Perkembangan lansia ditandai dengan
Makalah ini membahas tentang pengertian, ciri-ciri, perkembangan, dan perubahan yang terjadi pada lansia serta masalah yang dihadapi dan upaya penanganannya. Lansia didefinisikan sebagai orang dengan usia 55-65 tahun ke atas yang mengalami penurunan fungsi fisik dan mental. Ciri-ciri lansia antara lain kemunduran, status minoritas, perubahan peran, dan kesulitan beradaptasi. Perkembangan lansia ditandai den
Makalah ini membahas tentang gangguan psikosis pada lanjut usia, termasuk definisi psikosis, faktor risiko, etiologi, dan klasifikasi gangguan psikosis seperti psikosis organik dan fungsional serta contohnya seperti skizofrenia dan parafrenia. Tujuannya adalah untuk memahami konsep dasar gangguan psikosis dan peran perawat dalam penanganannya."
Dokumen ini berisi data pasien dengan gangguan jiwa di Kabupaten Sukabumi tahun 2018. Data menunjukkan jumlah pasien yang sudah mendapat pengobatan dan belum di lima puskesmas, di mana jumlah terbanyak pasien belum diobati berada di Puskesmas Tamanjaya dan Surade.
Dokumen ini memberikan data pasien dengan gangguan jiwa di Kabupaten Sukabumi tahun 2018. Data menunjukkan jumlah pasien yang sudah mendapat pengobatan dan belum di lima puskesmas berbeda, dengan jumlah terbanyak belum diobati di Tamanjaya dan Surade.
Dokumen ini memberikan data pasien dengan gangguan jiwa di Kabupaten Sukabumi tahun 2018. Data menunjukkan jumlah pasien yang sudah mendapat pengobatan dan belum di lima puskesmas berbeda, dengan jumlah terbanyak belum diobati di Tamanjaya dan Surade.
"Jodoh Menurut Prespektif Al-Quran" (Kajian Tasir Ibnu Katsir Surah An-Nur ay...Muhammad Nur Hadi
Jurnal "Jodoh Menurut Prespektif Al-Quran" (Kajian Tasir Ibnu Katsir Surah An-Nur ayat 26 dan 32 dan Surah Al-Hujurat Ayat 13), Ditulis oleh Muhammmad Nur Hadi, Mahasiswa Program Studi Ilmu Hadist di UIN SUSKA RIAU.
1. Askep Lansiadengan Gg Psikososial
Komunitas 2 Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Psikogeriatri atau psikiatri adalah cabang ilmu kedokteran yang memperhatikan pencegahan,
diagnosis, dan terapi gangguan fisik dan psikologis atau psikiatrik pada lanjut usia. Saat ini
disiplin ini sudah berkembang menjadi suatu cabang psikiatrik, analaog dengan psikiatrik
anak (Brocklehurts, Allen, 1987). Diagnosis dan terapi gangguan mental pada lanjut usia
memerlukan pengetahuan khusus, karena kemungkinan perbedaan dalam manisfestasi klinis,
pathogenesis dan patofisiologi gangguan mental antara pathogenesis dewasa muda dan lanjut
usia (Weinberg, 1995; Kolb-Brodie, 1982). Faktor penyulit pada pasien lanjut usia juga perlu
dipertimbangkan, antara lain sering adanya penyakit dan kecacatan medis kronis penyerta,
pemakaian banyak obat (polifarmasi) dan peningkatan kerentanan terhadap gangguan kognitif
(Weinberg, 1995; Gunadi, 1984).
Sehubungan dengan meningkatnya populasi usia lanjut, perlu mulai dipertimbangkan adanya
pelayanan psikogeriatrik di rumah sakit yang cukup besar. Bangsal akut, kronis dan day
hospital, merupakan tiga layanan yang mungkin harus sudah mulai difikirkan (Brocklehurts,
Allen, 1987). Tentang bagaimana kerjasama antara bidang psikogeriatrik dan geriatrik dapat
dilihat pada bab mengenai pelayanan kesehatan pada usia lanjut.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan lansia yang mengalami gangguan psikologi dan
psikososial?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui dan mempelajari tentang asuhan keperawatan lansia yang mengalami
gangguan psikologi dan psikososial.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tentang Konsep Teori Lansia
b. Mengetahui tentang Teori Kejiwaan Lansia
c. Mengetahui tentang Teori Psikososial Lansia
d. Mengetahui tentang Macam-macam Masalah Keperawatan Psikologi dan
Psikososial
e. Mengetahui tentang Tahap-tahap Asuhan Keperawatan Lansia
2. Askep Lansiadengan Gg Psikososial
Komunitas 2 Page 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Teori Lansia
1. Batasan Lansia
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Lanjut Usia meliputi:
a. Usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b. Lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia antara 60 dan 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (Old) ialah kelompok usia antara 75 dan 90 tahun.
d. Usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90 tahun.
2. Proses Menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa kanak-kanak, masa dewasa dan masa tua
(Nugroho, 1992). Tiga tahapan ini berbeda baik secara biologis maupun secara
psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran secara fisik maupun
secara psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut putih,
penurunan pendengaran, penglihatan menurun, gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi
organ vital, sensitivitas emosional meningkat
B. Teori Kejiwaan Lansia
1. Aktifitas atau Kegiatan (Activity Theory)
Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara langsung. Teori
ini menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak
dalam kegiatan sosial. Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari
lanjut usia. Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil
dari usia pertengahan ke lanjut usia.
2. Kepribadian Berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini merupakan
gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada
seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personaliti yang dimiliki.
3. Teori Pembebasan (Disengagement Theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-
angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan
interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga
sering terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni:
Kehilangan Peran
Hambatan Kontak Sosial
3. Askep Lansiadengan Gg Psikososial
Komunitas 2 Page 3
Berkurangnya Kontak Komitmen
C. Teori Psikososial Lansia
1. Definisi
Perkembangan psikososial lanjut usia adalah tercapainya integritas diri yang utuh.
Pemahaman terhadap makna hidup secara keseluruhan membuat lansia berusaha
menuntun generasi berikut (anak dan cucunya) berdasarkan sudut pandangnya. Lansia
yang tidak mencapai integritas diri akan merasa putus asa dan menyesali masa lalunya
karena tidak merasakan hidupnya bermakna (Anonim, 2006). Sedangkan menurut
Erikson yang dikutip oleh Arya (2010) perubahan psikososial lansia adalah perubahan
yang meliputi pencapaian keintiman, generatif dan integritas yang utuh.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Psikososial Lansia
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan psikososial lansia
menurut Kuntjoro (2002), antara lain:
a. Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi
fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga
berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin
rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa
lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat
menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang
selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.
Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka
perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik
maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi
kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur
cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara
seimbang.
b. Penurunan Fungsi dan Potensial Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan
dengan berbagai gangguan fisik seperti:
1) Gangguan jantung
2) metabolisme, misal diabetes mellitus
3) Vaginitis
4) Baru selesai operasi : misalnya prostatektomi
5) Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan
sangat kurang
4. Askep Lansiadengan Gg Psikososial
Komunitas 2 Page 4
6) Penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid,
tranquilizer
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain:
1) Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia.
2) Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh
tradisi dan budaya .
3) Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
4) Pasangan hidup telah meninggal
5) Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa
lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb.
c. Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan
fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi,
pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan
perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif)
meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan,
tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan
aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa
perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai
berikut:
1) Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini
tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
2) Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada
kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia
tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya
3) Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya
sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu
harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup
meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika
tidak segera bangkit dari kedukaannya.
4) Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah
memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak
keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga
menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.
5. Askep Lansiadengan Gg Psikososial
Komunitas 2 Page 5
5) Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini
umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain
atau cenderung membuat susah dirinya.
d. Perubahan Yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal
pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua,
namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering
diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan,
status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih
tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga
di atas.
e. Perubahan Dalam Peran Sosial Di Masyarakat
Berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya
maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya
badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan
sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah
dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan
masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika
keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain
dan kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis,
mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek
dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang
memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat
beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan
kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan
pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara
karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan
pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali
menjadi terlantar. Disinilah pentingnya adanya Panti Werdha sebagai tempat untuk
pemeliharaan dan perawatan bagi lansia di samping sebagai long stay rehabilitation
yang tetap memelihara kehidupan bermasyarakat. Disisi lain perlu dilakukan
sosialisasi kepada masyarakat bahwa hidup dan kehidupan dalam lingkungan sosial
Panti Werdha adalah lebih baik dari pada hidup sendirian dalam masyarakat
sebagai seorang lansia
6. Askep Lansiadengan Gg Psikososial
Komunitas 2 Page 6
D. Beberapa masalah dibidang psikogeriatri
1. Kesepian
Kesepian atau loneliness, biasanya dialami oleh seorang lanjut usia pada saat
meninggalnya pasangan hidup atau teman dekat, terutama bila dirinya sendiri saat itu
juga mengalami berbagai penurunan status kesehatan, misalnya menderita berbagai
penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan sensori, terutama gangguan
pendengaran (brocklehurst-Allen, 1987)
Harus dibedakan antara kesepian dengan hidup sendiri. Banyak diantara lansia yang
hidup sendiri tidak mengalami kesepian, karena aktivitas social yang masih tinggi, tapi
dilain pihak terdapat lansia yang walaupun hidup dilingkungan yang beranggotakan
cukup banyak, toh mengalami kesepian.
Pada penderita kesepian ini peran dari organisasi social sangat berarti, karena bisa
bertindak menghibur, memberi motivasi untuk lebih meningkatkan peran social
penderita, disamping memberikan bantuan pengajaran pekerjaan di rumah bila memang
terdapat disabilitas penderita dalam hal-hal tersebut.
2. Duka cita (bereavement)
Periode duka cita merupakan suatu periode yang sangat rawan bagi penderita lanjut usia.
Meninggalnya pasangan hidup, seorang teman dekat atau bahkan seekor hewan yang
sangat disayangi bisa mendadak memutuskan ketahanan kejiwaan yang sudah rapuh dari
seorang lansia, yang selanjutnya akan memicu terjadinya gangguan fisik dan
kesehatannya. Periode 2 tahun pertama setelah ditinggal mati pasangan hidup atau teman
dekat tersebut merupakan periode yang sangat rawan. Pada periode ini orang tersebut
justru harus dibiarkan untuk dapat mengekspresikan duka citanya tersebut. Sering
diawali dengan perasaan kosong, kemudian diikuti dengan ingin menangis dan kemudian
suatu episode depresi. Depresi akibat duka cita pada usia lanjut biasanya tidak bersifat
self limiting. Dokter atau petugas kesehatan harus memberi kesempatan pada episode
tersebut berlalu. Diperlukan pendamping yang sangat penuh empati mendengarkan
keluhan, memberikan hiburan dimana perlu dan tidak membiarkan tiap episode
berkepanjangan dan berjalan terlalu berat. Apabila upaya diatas tidak berhasil, bahkan
timbul depresi berat, konsultasi psikiatrik mungkin diperlukan, dengan kemungkinan
diberikan obat anti depresi.
3. Depresi
Menurut kriteria baku yang dikeluarkan oleh DSM-III R yang dikeluarkan oleh asosiasi
psikiater Amerika.
7. Askep Lansiadengan Gg Psikososial
Komunitas 2 Page 7
Secara epidemiologic, dinegara Barat depresi dikatakan terdapat pada 15-20% populasi
usia lanjut dimasyarakat. Insidensi bahkan lebih tinggi pada lansia yang ada di institusi.
Didapatkan dia Asia angka jauh lebih rendah. Keadaan ini diduga karena terdapat factor
sosio-kultural-religi yang berpengaruh positif. Hadi Martono hanya mnedapatkan angka
2,3% dari penderita lansia yang dirawat dibangsal geriatric akut yang menderita depresi.
Angka dimasyarakat juga didapatkan lebih rendah (Hadi Martono, 1997).
Depresi bukan merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh patologi tunggal, tetapi
biasanya bersifat multifactorial. Pada usia lanjut, dimana stress lingkungan sering
menyebabkan depresi dan kemampuan beradaptasi sudah menurun, akibat depresi pada
usia lanjut sering tidak sebaik pada usia muda (Van der Cammen 1991).
4. Gangguan cemas
Gangguan cemas di bagi dalam beberapa golongan, yaitu fobia, gangguan panic,
gangguan cemas umum, gangguan stress pasca trauma dan gangguan obsesif –kompulsif.
Puncak insidesi antara usia 20-40 thn, dan prevalensi pada lansia lebih kecil di
bandingkan pada usia dewasa muda. Pada usia lanjut seringkali gangguan cemas ini
merupakan kelanjutan dari dewasa muda. Awitan yang terjadi pada usia lanjut biasanya
berhubungan /sekunder akibat depresi, penyakit medi, efek samping obat atau gejala
penghentian mendadak dari suatu obat (reuben et al, 1996)
Gejala dan pengobatan pada usia lanjut hamper serupa dengan pada usia dewasa muda,
oleh karenanya tidak akan disinggung lebih mendalam.
5. Psikosis pada usia lanjut
Berbagai bentuk psikosis bisa terjadi pada usia lanjut, bik sebagai kelanjutan keadaan
pada dewasa muda atau yang timbul pada usia lanjut. Pada dasarnya jenis dan
penatalaksanaan nya hampir tidak berbeda dengan yang terdapat pada populasi dewasa
muda. Walaupun beberapa jenis khusus akan di singgung sedikit berikut ini.
Parafrenia adalah suatu bentuk skizofrenia lanjut yang sering terdapat pada lnjut
usia yang ditandai dengan waham (biasanya waham curiga dan menuduh), sering
pederita merasa tetangganya mencuri barang-barangnya atau tetangga berniat
membunuhnya. Biasanya terjadi pada individu yang terisolasi atau menarik diri
dari kegiatan sosial. Apabila waham tersebut menimbulkan keributan antar
tetangga atau bahkan skandal, pemberia terapi dengan derivat fenotiasin sering
bisa menenangkan.
Sindroma Diogenes adalah suatu keadaan dimana seseorang lanjut usia
menunjukan penampakan perilaku yang sangat terganggu. Rumah atau kamar
yang sangat kotor, bercak darah, bau urine, dan feses dimana-mana. Tikus
berkeliaran dan lain sebagainya. Penderita menumpuk barang-barangnya dengan
8. Askep Lansiadengan Gg Psikososial
Komunitas 2 Page 8
tidak teratur. Individu lanjut usia yang menderita keadaan ini biasanya
mempunyai IQ yang tinggi, 50% kasus intelektualnya normal. Mereka biasanya
menolak untuk dimasukan ke institusi. Upaya untuk mengadakan
pengaturan/pembersihan rumah/kamar, biasanya akan gagal, karena setelah
beberapa waktu hal tersebut akanterulang kembali.
9. Askep Lansiadengan Gg Psikososial
Komunitas 2 Page 9
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN GANGGUAN PSIKOSOSIAL
A. Pengkajian
1. Pemeriksaan psikiatrik pada usia lanjut
Penggalian riwayat psikiatrik dan pemeriksaan status mental pada penderita usia lanjut
harus mengikuti format yang sama dengan yang berlaku pada dewasa muda. Karena
tingginya prevalensi gangguan kognitif pada usia lanjut, dokter/calon dokter harus
menentukan apakah penderita mengerti sifat dan tujuan pemeriksaan. Jika penderita
mengalami gangguan kognitif, riwayat pra-morbid dan riwayat sakit harus didapatkan
dari anggota keluarga atau mereka yang merawatnya. Namun, penderita juga tetap harus
diperiksa sendiri (walaupun terlihat adanya gangguan yang jelas) untuk mempertahankan
privasi hubungan dengan dokter dan penderita dan untuk menggali adakah pikiran
bunuh diri atau gagasan paranoid dari penderita yang mungkin tidak diungkapkan dengan
kehadiran sanak saudara atau seorang perawat.
2. Riwayat Psikiatrik
Riwayat psikiatrik lengkap termasuk identifikasi awal (nama, usia, jenis kelamin, status
perkawinan) keluhan utama riwayat penyakit sekarang, penyakit dahulu (termasuk
gangguan fisik yang pernah diderita), riwayat pribadi dan riwayat keluarga. Pemakaian
obat (termasuk obat yang dibeli bebas), yang sedang atau pernah digunakan penderita
juga penting untuk diketahui.
Penderita yang berusia diatas 65tahun (atau diatas 60 tahun di ASIA) sering memiliki
keluhan subjektif adanya gangguan daya ingat yang ringan, seperti tidak dapat mengingat
kembali nama orang atau keliru meletakkan benda-benda. Gangguan daya ingat yang
berhubungan dengan usia tersebut perlu dibedakan dengan adanya kecemasan pada saat
dilakukan pemeriksaan dan wawancara.
a. Riwayat medis penderita harus meliputi semua penyakit berat, terutama gangguan
kejang, kehilangan kesadaran, nyeri kepala, masalah penglihatan dan kehilangan
pendengaran. Riwayat penggunaa alkohol dan pemakaian zat yang lama perlu
diketahui karena bisa menyebabkan kelainan saat ini.
3. Riwayat kanak-kanak, remaja dan dewasa dari penderita yang dapat memberikan
informasi tentang strategi cara dan mekanisme pertahanan jiwa yang mungkin
digunakan oleh penderita usia lanjut tersebut dalam keadaan stress. Riwayat
ketidakmampuan belajar atau adanya disfungsi serebral minimal perlu dicari karena
mempunyai hati yang bermakna.
10. Askep Lansiadengan Gg Psikososial
Komunitas 2 Page 10
4. Hubungan dengan teman-teman, olahraga, hobi, aktifitas khusus dan pekerjaan juga
perlu ditanyakan secara rinci. Riwayat pekerjaan harus termasuk perasaan penderita
tentang pekerjaannya, hubungan dengan sekerja, masalah dengan atasan, riwayat
ganti-ganti pekerjaan, dan sikap terhadap pensiun. Kepada penderita juga harus
ditanyakan tentang rencana masa depan. Apa harapan dan kecemasan atau ketakutan
penderita.
5. Riwayat keluarga harus termasuk penjelasan tentang sikap orangtua penderita dan
adaptasi ketuaan mereka. Jika mungkin informasi kematian orangtua, riwayat
gangguan jiwa dalam keluarga. Situasi sosial penderita sekarang harus dinilai. Siapa
yang merawat penderita, apakah penderita mempunyai anak. Bagaimana
karakteristik orangtua-anak. Riwayat social ekonomi dipakai untuk peran ekonomi
dalam mengelola penyakit penderita dan membuat anjuran terapi yang realistik.
6. Riwayat perkawinan, termasuk penjelasan tentang pasangan hidup dan karakteristik
hubungan. Jika penderita adalah janda/duda, harus digali bagaimana rasa duka
citanya dulu saat ditinggal mati oleh pasangannya. Jika kehilangan pasangan hidup
terjadi dalam satu tahun terakhir, penderita dalam keadaan resiko tinggi mengalami
peristiwa fisik atau psikologik yang merugikan.
7. Riwayat seksual penderita termasuk aktifitas seksual, orientasi libido, masturbasi,
hubungan gelap diluar perkawinan dan gejala disfungsi seksual.
3. Pemeriksaan psikologis dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan Status Mental.
Pemeriksaan status mental meliputi bagaimana penderita berpikir (proses pikir),
merasakan dan bertingkah laku selama pemeriksaan. Keadaan umum penderita adalah
termasuk penampilan, aktivitas psikomotorik, sikap terhadap pemeriksa dan aktifitas
bicara.
Gangguan motorik, antara lain gaya berjalan menyeret, posisi tubuh membungkuk,
gerakan jari seperti memilin pil, tremor dan asimetri tubuh perlu dicatat (Kaplan et al,
1997). Banyak penderita depresi mungkin lambat dalam bicara dan gerakannya. Wajah
seperti topeng terdapat pada penderita penyakit Parkinson (Kaplan et al, 1997; Hamilton,
1985).
Bicara penderita dalam keadaan teragitasi dan cemas mungkin tertekan. Keluar air mata
dan menangis ditemukan pada gangguan depresi dan gangguan kognitif, terutama jika
penderita merasa frustasi karena tidak mampu menjawab pertanyaan pemeriksa
(Weinberg, 1995; Kaplan et al, 1997; Hamilton, 1985). Adanya alat bantu dengar atau
indikasi lain bahwa penderita menderita gangguan pendegaran, misalnya selalu minta
pertanyaan diulang, harus dicatat (Gunadi, 1984).
Sikap penderita pada pemeriksa untuk bekerjasama, curigaa, bertahan dan tak berterima
kasih dapat memberi petunjuk tentang kemungkinan adanya reaksi transferensi.
11. Askep Lansiadengan Gg Psikososial
Komunitas 2 Page 11
Penderita lanjut usia dapat bereaksi pada dokter muda seolah-olah dokter adalah seorang
tokoh yang lebih tua, tidak peduli, terhadap adanya perbedaan usia (Weinberg, 1995;
Laitman, 1990).
a. Gangguan Persepsi
Halusinasi dan ilusi pada lanjut usia merupakan fenomena yang disebabkan oleh
penurunan ketajaman sensorik. Pemeriksa harus mencatat apakah penderita
mengalami kebingungan terhadap waktu atau tempat selama periode halusinasi.
Adanya kebingungan menyatakan suatu kindisi organic. Halusinasi dapat
disebabkan oleh tumor otak dan patologi fokal yang lain. Pemeriksaan yang lebih
lanjut siperlukan untuk menegakkan diagnosis pasti (Hamilton, 1985).
b. Fungsi Visuospasial.
Suatu penurunan kapasitas visuospasial adalah normal dengan lanjutnya usia.
Meminta penderita untuk mencontoh gambar atau menggambar mungkin membantu
dalam penilaian. Pemeriksaan neuropsikologis harus dilaksanakan jika
fungsi visuospasial sangat terganggu (Kaplan et al, 1997; Hamilton, 1985).
c. Proses Berpikir.
Gangguan pada progesi pikiran adalah neologisme, gado-gado kata,
sirkumstansialitas, asosiasi longgar, asosiasi bunyi, flight of ideas, dan retardasi.
Hilangnya kemampuan untuk dapat mengerti pikiran abstrak mungkin merupakan
tanda awal dementia.
d. Isi pikiran harus diperiksa adanya obsesi, preokupasi somatic, kompulsi atau
waham.
Gagasan tentang bunuh diri atau pembunuhan harus dicari. Pemeriksa harus
menetukan apakah terdapat waham dan bagaimana waham tersebut mempengaruhi
kehidupan penderita. Waham mungkin merupakan alas an untuk dirawat. Pasien
yang sulit mendengar mungkin secara keliru diklasifikasikan sebagai paranoid atau
pencuriga (Weinberg, 1995; Kaplan et al, 1997; Hamilton, 1985; Laitman, 1990).
e. Sensorium dan Kognisi.
Sensorium mempermasalahkan fungsi dari indra tertentu, sedangkan kognisi
mempermasalahkan informasi dan intelektual (Hamilton, 1985; Weinberg, 1995).
f. Kesadaran
Indicator yang peka terhadap disfungsi otak adalah adanya perubahan kesadaran ,
adanya fluktuasi tingkat kesadaran atau tampak letargik. Pada keadaan yang berat
penderita dalam keadaan somnolen atau stupor (Kaplan et al, 1997; Hamilton,
1985).
12. Askep Lansiadengan Gg Psikososial
Komunitas 2 Page 12
g. Orientasi.
Gangguan orientasi terhadap waktu, tempat dan orang berhubungan dengan
gangguan kognisi. Gangguan orientasi sering ditemukan pada gangguan kognitif,
gangguan kecemasan,. Gangguan buatan, gangguan konversi dan gangguan
kepribadian, terutama selama periode stress fisik atau lingkungan yang tidak
mendukung (Kaplan et al, 1997; Hamilton, 1985). Pemeriksa harus menguji
orientasi terhadap tempat dengan meminta penderita menggambar lokasi saat ini.
orientasi terhadap orang mungkin dinilai dengan dua cara: apakah penderita,
mengenali namanya sendiri, dan apakah juga mengenali perawat dan dokter.
orientasi waktu diuji dengan menanyakan tanggal, tahun, bulan dan hari.
h. Daya Ingat.
Daya ingat dinilai dalam hal daya ingat jangka panjang, pendek dan segera. Tes
yang siberikan pada penderita dengan memberikan angka enam digit dan penderita
diminta untuk mengulangi maju dan mundur. Penderita dengan daya ingat yang tak
terganggu biasanya dapat mengingat enam angka maju dan lima angka mundur.
Daya ingat jangka panjang diuji dengan menanyakan tempat dan tanggal lahir, nama
dan hari ulang tahun anak-anak penderita. Daya ingat jangka pendek dapat diperiksa
dengan beberapa cara, misalnya menyebut tiga benda pada awal wawancara dan
meminta penderita mengingat kembali benda tersebut diakhir wawancara. Atau
dengan mengulangi cerita tadi secara tepat/persis (Hamilton, 1985).
i. Fungsi Intelektual, Konsentrasi, Informasi dan Kecerdasan. Sejumlah fungsi
intelektual mungkin diajukan untuk menilai pengetahuan umum dan fungsi
intelektual. Menghitung dapat diujikan dengan meminta penderita untuk
mengurangi 7 angka dari 100 dan mengurangi 7 lagi dari hasil akhir dan seterusnya
samapi dicapai angka 2. Pemeriksa mencatat respons sebagai dasar untuk pengujian
selanjutnya. Pemeriksa juga dapat meminta penderita untuk menghitung mundur
dari 20 ke 1, dan mencatat waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
pemeriksaan tersebut (Kaplan et al, 1997; Hamilton, 1985).
j. Pengetahuan umum
adalah yang berhubungan dengan kecerdasan. Penderita ditanya nama presiden
Indonesia, nama kota besar di Indonesia. Pemeriksa harus memperhitungkan tingkat
pendidikan penderitam status social ekonomi dan pengalaman hidup penderita
dalam menilai hasil dari beberapa pengujian tersebut.
k. Membaca dan Menulis.
Penting bagi klinisi untuk memeriksa kemampuan membaca dan menulis dan
menetukan apakah penderita mempunyai deficit bicara khusus. Pemeriksa dapat
meminta penderita membaca kisah singkat dengan suara keras atau menulis pada
13. Askep Lansiadengan Gg Psikososial
Komunitas 2 Page 13
penderita. Apakah menulis dengan tangan kiri atau kanan juga perlu dicatat.
(Hamilton, 1985).
l. Pertimbangan.
Pertimbangan (judgement) adalah kapasitas untuk bertindak sesuai dengan berbagai
situasi. Apakah penderita menunjukkan gangguan pertimbangan, apa yang akan
dilakukan oleh penderita, misalnya jika ia menemukan surat tertutup, berperangko
dan ada alamatnya di jalan anu? Apa yang akan dilakukan oleh penderita bila ia
mencium bau asap di sebuah gedung bioskop? Apakah penderita mampu
mengadakan pembedaan? Apakah penderita mampu membedakan antara seorang
kerdil dan seorang anak? Mengapa seorang memerlukan KTP atau surat kawin? Dan
seterusnya.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kesepian berhubungan dengan menarik diri
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan konsep diri dan depresi
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas
4. Resiko membahayakan diri berhubungan dengan perasaan tidak berharga dan putus asa
5. Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tak efektif sekunder terhadap
respon kehilangan pasangan.
14. Askep Lansiadengan Gg Psikososial
Komunitas 2 Page 14
C. Intervensi Keperawatan
1. Kesepian berhubungan dengan menarik diri
Tujuan :
a. Pasien mampu mengekspresikan perasaannya
b. Pasien mampu kembali bersosialisasi dengan lingkungan
Intervensi
1) Bina hubungan saling percaya
2) Bantu klien menguraikan kelebihan dan kekurangan interpersonal.
3) Bantu klien membina kembali hubungan interpersonal yang positf / adaptif dan
memberikan kepuasan timbal balik :
Beri penguatan dan kritikan yang positif
Dengarkan semua kata-kata klien dan jangan menyela saat klien bertanya.
Berikan penghargaan saat klien dapat berprilaku yang positif
Hindari ketergantungan klien
4) Libatkan dalam kegiatan ruangan.
5) Ciptakan lingkungan terapeutik
6) Libatkan keluarga/system pendukung untuk membantu mengatasi masalah klien.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan konsep diri dan depresi
Tujuan :
a. Pasien mampu berpartisipasi dalam memutuskan perawatan dirinya
b. Pasien mampu melakukan kegiatan dalam menyelesaikan masalahnya
Intervensi
1) Bicara secara langsung dengan klien, hargai individu dan ruang pribadinya jika tepat
2) Beri kesempatan terstruktur bagi klien untuk membuat pilihan perawatan
3) Beri kesempatan bagi pasien untuk bertanggung jawab terhadap perawatan dirinya
4) Beri kesempatan menetapkan tujuan perawatan dirinya. Contoh : minta pasien memilih
apakah mau mandi, sikat gigi atau gunting kuku.
5) Beri kesempatan untuk menetapkan aktifitas perawatan diri untuk mencapai tujuan.
Contoh : Jika pasien memilih mandi, bantu pasien untuk menetapkan aktifitas untuk
mandi (bawa sabun, handuk, pakaian bersih)
6) Berikan pujian jika pasien dapat melakukan kegiatannya.
7) Tanyakan perasaan pasien jika mampu melakukan kegiatannya.
8) Sepakati jadwal pelaksanaan kegiatan tersebut secara teratur.
15. Askep Lansiadengan Gg Psikososial
Komunitas 2 Page 15
9) Bersama keluarga memilih kemampuan yang bisa dilakukan pasien saat ini
10) Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap kemampuan yang masih dimiliki
pasien.
11) Anjurkan keluarga untuk membantu pasien melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang
dimiliki.
12) Anjurkan keluarga memberikan pujian jika pasien melakukan kegiatan sesuai dengan
jadwal kegiatan yang sudah dibuat.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas
Tujuan :
a. Pasien mampu mengidentifikasi penyebab gangguan pola tidur
b. Pasien mampu memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur
Intervensi
1) Identifikasi gangguan dan variasi tidur yang dialami dari pola yang biasanya
2) Anjurkan latihan relaksasi, seperti musik lembut sebelum tidur
3) Diskusikan cara-cara utuk memenuhi kebutuhan tidur
4) Kurangi tidur pada siang hari
5) Minum air hangat/susu hangat sebelum tidur
6) Hindarkan minum yang mengandung kafein dan coca cola
7) Mandi air hangat sebelum tidur
8) Dengarkan musik yang lembut sebelum tidur
9) Anjurkan pasien untuk memilih cara yang sesuai dengan kebutuhannya)
10) Berikan pujian jika pasien memilih cara yang tepat untuk memenuhi kebutuhan tidurnya
11) Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang untuk memfasilitasi agar
pasien dapat tidur.
4. Resiko membahayakan diri berhubungan dengan perasaan tidak berharga dan putus
asa
Tujuan :
b. Pasien tidak membahayakan dirinya sendiri
c. Pasien mampu memilih alternatif penyelesaian masalah yang konstruktif
Intervensi
1) Identifikasi derajat resiko / potensi untuk bunuh diri
2) Bantu pasien mengenali perasaan yang menjadi penyebab timbulnya ide bunuh diri.
16. Askep Lansiadengan Gg Psikososial
Komunitas 2 Page 16
3) Ajarkan beberapa alternatif cara penyelesaian masalah yang konstruktif.
4) Bantu pasien untuk memilih cara yang palin tepat untuk menyelesaikan masalah secara
konstruktif.
5) Beri pujian terhadap pilihan yang telah dibuat pasien dengan tepat.
6) Anjurkan pasien mengikuti kegiatan kemasyarakatan yang ada di lingkungannya
7) Lakukan tindakan pencegahan bunuh diri
8) Mendiskusikan dengan keluarga koping positif yang pernah dimiliki klien dalam
menyelesaikan masalah
5. Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tak efektifsekunder terhadap
respon kehilangan pasangan.
Tujuan :
a. Klien merasa harga dirinya naik.
b. Klien mengunakan koping yang adaptif.
c. Klien menyadari dapat mengontrol perasaannya.
Intervensi
1) Bina hubungan saling percaya dan keterbukaan.
2) Maksimalkan partisipasi klien dalam hubungan terapeutik.
3) Bantu klien menerima perasaan dan pikirannya.
4) Bantu klien menjelaskan konsep dirinya dan hubungannya dengan orang lain melalui
keterbukaan.
5) Berespon secara empatidan menekankan bahwa kekuatan untuk berubah ada pada klien.
6) Mengeksplorasi respon koping adaptif dan mal adaptif terhadap masalahnya.
7) Bantu klien mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah.
8) Bantu klien untuk melakukan tindakan yang penting untuk merubah respon maladaptif
dan mempertahankan respon koping yang adaptif.
9) Identifikasi dukungan yang positif dengan mengaitkan terhadap kenyataan.
10) Berikan kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan perasaannya.
17. Askep Lansiadengan Gg Psikososial
Komunitas 2 Page 17
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahwa pelayanan geriatrik di Indonesia sudah saatnya diupayakan di seluruh jenjang
pelayanan kesehatan di Indonesia. Untuk itu pengetahuan mengenai geriatric harus sudah
merupakan pengetahuan yang diajarkan pada semua tenaga kesehatan. Dalam hal ini
pengetahuan mengenai psikogeriatri atau kesehatan jiwa pada usia lanjut merupakan salah
satu di antara berbagai pengetahuan yang perlu diketahui. Tatacara pemeriksaan dasar
psikogeriatri oleh karena itu sering disertakan dalam pemeriksaan/assesmen geriatric, antara
lain mengenai pemeriksaan gangguan mental. Kognitif, depresi dan beberapa pemeriksaan
lain.
DAFTAR PUSTAKA
18. Askep Lansiadengan Gg Psikososial
Komunitas 2 Page 18
Martono Hadi dan Kris Pranaka. 2010. Buku Ajar Boedhi-Darmojo GERIATRI. Jakarta: Fakultas
Kedokteran UNIVERSITAS INDONESIA
Nugroho Wahyudi. 1995. Perawatan Usia Lanjut. Jakarta: EGC