ď‚— AI MARYAM
ď‚— ANIS ANNISA
ď‚— FANI OKTAFIANI
ď‚— INGKAN PUJA
ď‚— NOVALA
ď‚— RINI SETIA DEWI
E. Budaya politik yang berkembang di
indonesia
1. Beberapa variabel untuk menentukan budaya politik
yang berkembang di Indonesia;
a. Konfigurasi subkultur di Indonesia masih beraneka
ragam, walaupun tidak sekompleks yang di hadapi,
b. Budaya politik Indonesia yang bersifat parokial kaula
di satu pihak dan budaya politik partisipan di lain
pihak,
c. Sifat ikatan primordial yang masih kuat berakar,
d. Kecendrungan budaya politik Indonesia yang masih
mengukuhi sikap paternalisme dan sifat patrimonial,
e. Dilema interaksi tentang introduksi moernisasi.
2. Budaya politik di Indonesia
a. Masyarakat bersifat hierarki
Masyarakat jawa dan sebagian besar masyarakat lain di indonesia, pada
dasarnya bersifat hierarkis.
Pemilihan antara pnguasa dan rakyat menjadi tegas , yang kemudian
diungkapkan dengan istilah wong gedhe dan wong cilik. Implikasi dari
pola pemilahan seperti ini antara lain;
1) Kalangan birokrat seringkali menampakan diri sebagai pamong atau guru
2) Kalangan penguasa harus menampakan diri sebagai kelompok yang
pemurah
3) Sebaliknya kalangan penguasa memiliki persepsi yang merendahkan
rakyatnya,
4) Pembangunan bukan di jalankan oleh rakyat melainkan oleh pemerintah,
5) Tidak pada tempatnya rakyat tidak patuh, tidak tunduk, dan tidak setia
apalagi memprotes pemerintah
6) Pemerintah adalah yang paling tahu . Sementara rakyat tidak tahu apa-
apa.
b. Kecendrungan patronage
Salah satu budaya politik yang menonjol di
Indonesia adalah kecendrungan pembentukan pola
hubungan patronage, baik di kalangn penguasa
maupun masyarakat yang di dasarkan atas patronage.
Atau oleh James Scott, disebut sebagai pola hubungan
patron-client (pelindung-klien).
c. Kecendrungan neo-patrimonialistik
Dinyatakan oleh Weber, bahwa negara patrimonialistik
memiliki sejumlah karakter ristik yang mencolok;
1) Kecendrungan untuk mempertukarkan sumber daya
yang dimiliki seorang penguasa kepada teman-
temanya.
2)Kebijaksanaa lebih bersifat partikularistik daripada
bersifat universalistik,
3)Rule of law merupakan sesuatu yang sifatnya sekunder
bila dibandingkan dengan kekuasaan dari seorang
penguasa (rule of man)
4)Kalangan penguasa politik sering kali mengaburkan
antara mana yang menyangkutkepentingan umum dan
mana yang menyangkut kepentingan publik.
d. Sosialisasi politik yang tidak memunculkan civil
society
Alasan utama mengapa pendidikan politik di
indonesia tidak membei peluang yang cukup untuk
memunculkan civil society;
1) Dalam masyarakat kita anak-anak tidak di didik
menjadi insan yang mandiri,
2) Tingkat partisipasi politik sebagian besar
masyarakat kita sangat rendah,
3) Setiap individu yang berhubungan secara
langsung dengan negara tidak mempunyai
alternatif lain kecuali mengikuti kehendak
negara, termasuk dalam hal pendidikan politik.
BUDAYA POLITIK YANG BERKEMBANG DI INDONESIA

BUDAYA POLITIK YANG BERKEMBANG DI INDONESIA

  • 2.
    ď‚— AI MARYAM ď‚—ANIS ANNISA ď‚— FANI OKTAFIANI ď‚— INGKAN PUJA ď‚— NOVALA ď‚— RINI SETIA DEWI
  • 3.
    E. Budaya politikyang berkembang di indonesia 1. Beberapa variabel untuk menentukan budaya politik yang berkembang di Indonesia; a. Konfigurasi subkultur di Indonesia masih beraneka ragam, walaupun tidak sekompleks yang di hadapi, b. Budaya politik Indonesia yang bersifat parokial kaula di satu pihak dan budaya politik partisipan di lain pihak, c. Sifat ikatan primordial yang masih kuat berakar, d. Kecendrungan budaya politik Indonesia yang masih mengukuhi sikap paternalisme dan sifat patrimonial, e. Dilema interaksi tentang introduksi moernisasi.
  • 4.
    2. Budaya politikdi Indonesia a. Masyarakat bersifat hierarki Masyarakat jawa dan sebagian besar masyarakat lain di indonesia, pada dasarnya bersifat hierarkis. Pemilihan antara pnguasa dan rakyat menjadi tegas , yang kemudian diungkapkan dengan istilah wong gedhe dan wong cilik. Implikasi dari pola pemilahan seperti ini antara lain; 1) Kalangan birokrat seringkali menampakan diri sebagai pamong atau guru 2) Kalangan penguasa harus menampakan diri sebagai kelompok yang pemurah 3) Sebaliknya kalangan penguasa memiliki persepsi yang merendahkan rakyatnya, 4) Pembangunan bukan di jalankan oleh rakyat melainkan oleh pemerintah, 5) Tidak pada tempatnya rakyat tidak patuh, tidak tunduk, dan tidak setia apalagi memprotes pemerintah 6) Pemerintah adalah yang paling tahu . Sementara rakyat tidak tahu apa- apa.
  • 5.
    b. Kecendrungan patronage Salahsatu budaya politik yang menonjol di Indonesia adalah kecendrungan pembentukan pola hubungan patronage, baik di kalangn penguasa maupun masyarakat yang di dasarkan atas patronage. Atau oleh James Scott, disebut sebagai pola hubungan patron-client (pelindung-klien).
  • 6.
    c. Kecendrungan neo-patrimonialistik Dinyatakanoleh Weber, bahwa negara patrimonialistik memiliki sejumlah karakter ristik yang mencolok; 1) Kecendrungan untuk mempertukarkan sumber daya yang dimiliki seorang penguasa kepada teman- temanya. 2)Kebijaksanaa lebih bersifat partikularistik daripada bersifat universalistik, 3)Rule of law merupakan sesuatu yang sifatnya sekunder bila dibandingkan dengan kekuasaan dari seorang penguasa (rule of man) 4)Kalangan penguasa politik sering kali mengaburkan antara mana yang menyangkutkepentingan umum dan mana yang menyangkut kepentingan publik.
  • 7.
    d. Sosialisasi politikyang tidak memunculkan civil society Alasan utama mengapa pendidikan politik di indonesia tidak membei peluang yang cukup untuk memunculkan civil society; 1) Dalam masyarakat kita anak-anak tidak di didik menjadi insan yang mandiri, 2) Tingkat partisipasi politik sebagian besar masyarakat kita sangat rendah, 3) Setiap individu yang berhubungan secara langsung dengan negara tidak mempunyai alternatif lain kecuali mengikuti kehendak negara, termasuk dalam hal pendidikan politik.