Dokumen tersebut membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi sistem penyaliran tambang, termasuk curah hujan, periode ulang hujan, analisis intensitas curah hujan, daerah tangkapan hujan, koefisien limpasan, debit limpasan, paritan, sumuran, pompa julang, dan kolam pengendapan.
MATERI 4 HIDROGEOLOGI ; EKSPLORASI AIR TANAH (Manajemen Pertambangan & Ener...YOHANIS SAHABAT
MATERI IV
EKSPLORASI AIR TANAH
Eksplorasi merupakan suatu/ serangkaian pekerjaan/tindakan yang dilakukan dalam rangka mencari, menemukan, dan menggali sumber daya alam, dalam hal ini adalah air tanah.
MATERI 4 HIDROGEOLOGI ; EKSPLORASI AIR TANAH (Manajemen Pertambangan & Ener...YOHANIS SAHABAT
MATERI IV
EKSPLORASI AIR TANAH
Eksplorasi merupakan suatu/ serangkaian pekerjaan/tindakan yang dilakukan dalam rangka mencari, menemukan, dan menggali sumber daya alam, dalam hal ini adalah air tanah.
Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Ban...Dian Werokila
Dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek-proyek teknik sipil yang berkaitan dengan pengaturan dan pemanfaatan air, dibutuhkan suatu analisis hidrologi, sehingga dalam mendesain serta menganalisis faktor-faktor utama dalam pelaksanaan suatu proyek seperti keamanan dan nilai ekonomis, aspek hidrologi tidak dapat diabaikan.
Seorang perencana harus dapat merencanakan bangunan air yang secara optimal mampu untuk mempertahankan kekuatan dan umur bangunan itu sendiri, sehingga dalam periode penggunaannya, bangunan tersebut diharapkan dapat dilalui dengan aman oleh banjir yang terjadi sampai ketinggian debit maksimum tanpa adanya kerusakan pada bangunan tersebut. Permasalahan yang terjadi adalah berapa besar debit yang harus disalurkan melalui bangunan yang besarnya tidak tentu dan berubah-ubah karena adanya banjir. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan suatu perhitungan hidrologi khususnya analisis banjir rancangan.
Analisis hidrologi digunakan untuk memperkirakan debit banjir rencana, ada beberapa metode yang digunakan untuk memperkirakan besarnya debit banjir rencana mulai dari metode Rasional yang cukup sederhana sampai dengan metode yang sangat kompleks yang kemudian telah dikembangkan untuk disesuaikan dengan kondisi setempat, dikarenakan dari beberapa metode yang ada belum tentu sesuai dengan karakteristik daerah aliran sungai (DAS) yang ditinjau. Sehingga dalam memilih metode yang tepat untuk suatu DAS diperlukan kajian yang mendalam agar suatu proyek tersebut aman namun tetap bernilai ekonomis.
Persamaan Rasional merupakan salah satu cara untuk menganalisis debit banjir rencana, namun hasilnya seringkali menghasilkan penyimpangan yang cukup besar sehingga persamaan Rasional dibatasi untuk daerah dengan luas daerah aliran sungai yang kecil, yaitu kurang dari 300 ha (Goldman et.al.,1986).
Metode Rasional dikembangkan berdasarkan asumsi dalam penerapannya bahwa koefisien limpasan (C) dianggap sama untuk berbagai frekuensi hujan dan hanya dapat dihitung nilai debit puncaknya saja, volume dan waktu lamanya hidrograf banjir naik dan turun tidak dapat ditentukan.
Salah satu variabel dalam persamaan Rasional adalah koefisien limpasan (C) , faktor ini merupakan variabel yang paling menentukan hasil perhitungan debit banjir. Koefisien limpasan (C) didefinisikan sebagai perbandingan antara debit puncak aktual dengan debit puncak yang mungkin terjadi. Harga C berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan pada faktor-faktor yang bersangkutan dengan aliran permukaan di dalam sungai, terutama kelembaban tanah, sehingga pemilihan harga koefisien limpasan (C) yang tepat memerlukan pengalaman hidrologi yang luas.
Dengan didasari latar belakang tersebut di atas, maka penulis mencoba melakukan penelitian pada suatu daerah aliran sungai agar pemilihan harga koefisien limpasan (C) pada persamaan Rasional terhadap hidrograf satuan terukur suatu daerah aliran sungai tepat sesuai dengan kondisi DAS, penelitian ini dalam bentuk tugas ak
1. Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari air dalam segala bentuknya (cair, gas, padat) pada, dalam, dan di atas
permukaan tanah. Termasuk proses terjadinya, penyebaran, danperilakunya, sifat-sifat fisika dan kimianya, dan
reaksi dengan lingkungannya, termasuk hubungan dengan makhluk hidup. Tujuannya untuk menganalisis
karakteristik curah hujan di daerah penyelidikan.
1. Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Sistem Penyaliran Tambang
Curah Hujan
Hujan merupakan air yang jatuh ke permukaan bumi dan merupakan uap air di atmosfir yang terkondensasi dan
jatuh dalam bentuk tetesan air. Sistem penyaliran tambang dewasa ini lebih ditujukan pada penanganan air
permukaan, ini karena air yang masuk ke dalam lokasi tambang sebagian besar adalah air hujan. Air tambang akan
ditampung dalam sumuran (sump), selanjutnya dikeluarkan dengan pompa melalui jalur pemipaan ke kolam
pengendapan (settling pond). Air limpasannya (overflow)akan dibuang atau dialirkan ke luar lokasi tambang atau ke
sungai terdekat dan Lumpur endapannya (underflow) dibersihkan secara berkala.
Tabel Derajat dan Intensitas Hujan
Tabel Keadaan dan Intensitas Curah Hujan
Periode Ulang Hujan
Periode ulang hujan adalah jangka waktu suatu hujan dengan tinggi intensitas yang sama atau lebih besar
kemungkinan dapat terjadi lagi. Penentuan periode ulang hujan untuk perencanaan sarana penyaliran daerah
tambang dapat dilakukan dengan berdasarkan pada harga acuan periode ulang hujan (lihat Tabel). Salah satu
pertimbangan penentuan periode ulang hujan tersebut adalah resiko yang dapat ditimbulkan bila curah hujan
melebihi curah hujan rencana
Tabel Periode Ulang Hujan Rencana
2. Metode Analisis Intensitas Curah Hujan Rencana
Intensitas Curah Hujan adalah jumlah curah hujan dalam jangka waktu tertentu, dan dinyatakan dalam mm
persatuan waktu. Intensitas curah hujan dapat digunakan untuk menghitung debit air limpasan. Besarnya intensitas
curah hujan dapat ditentukan secara langsung jika ada rekaman durasi hujan setiap harinya yang diukur dengan alat
penakar hujan otomatis.
Rumus yang dapat digunakan untukmengolah data curah hujan harian kedalam satuan jam adalah dengan Rumus
Mononobe:
I =
3
2
24 24
.
24
t
R
Dimana :
R24 = Intensitas curah hujan dalam satu hari (mm/hari)
t = Durasi hujan (jam)
I = Intensitas curah hujan perjam (mm/jam)
Daerah Tangkapan Hujan (Catchment Area)
Catchment area atau daerah tangkapan hujan ditentukan berdasarkan kondisi topografi daerah yang akan diteliti.
Daerah tangkapan hujan ini biasanya dibatasi oleh pegunungan dan bukit-bukit yang diperkirakan akan
mengumpulkan air hujan. Luas daerah tangkapan hujan diukur pada peta kontur, yaitu dengan menarik hubungan
dari titik-titik yang tertinggi di sekeliling tambang dan membentuk poligon tertutup, dengan melihat kemungkinan
arah mengalirnya air, maka luas dihitung berdasarkan batas poligon tersebut .
Koefisien Limpasan (C)
Koefisien limpasan merupakan bilangan yang menunjukkan perbandingan besarnya limpasan permukaan, dengan
intensitas curah hujan yang terjadi pada tiap-tiap daerah tangkapan hujan. Koefisien limpasan tiap-tiap daerah
berbeda.
Tabe . Nilai Koefisien Limpasan
Debit Limpasan
Air limpasan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir diatas permukaan tanah menuju sungai, danau atau laut.
Aliran itu terjadi karena curah hujan yang mencapai permukaan bumi tidak dapat terinfiltrasi, baik yang disebabkan
karena intensitas curah hujan atau faktor lain misalnya kelerengan, bentuk dan kekompakan permukaan tanah serta
vegetasi.
3. Penentuan debit air limpasan maksimum ditentukan dengan menggunakan Metode Rasional. Rumus metode rasional
adalah sebagai berikut :
Q = 0,278 x C x I x A
Dengan :
Q = Debit air limpasan, (m3/detik)
C = Koefisien limpasan
I = Intensitas curah hujan (mm/jam), untuk rancangan paritan durasi hujan yang dipakai dalam Persamaan
Mononobe
A = Luas daerah tangkapan hujan, (km2)
Paritan
Dalam merancang bentuk saluran penyaliran, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain, dapat mengalirkan
debit air yang direncanakan dan mudah dalam penggalian saluran serta tidak lepas dari penyesuaian dengan bentuk
topografi dan jenis tanah. Bentuk dan dimensi saluran juga harus memperhitungkan efektifitas dan ekonomisnya.
Dalam sistem penyaliran itu sendiri terdapat beberapa bentuk penampang penyaliran yang dapat digunakan. Bentuk
penampang penyaliran diantaranya bentuk segi empat, bentuk segi tiga dan bentuk trapesium. (Gambar 2.2)
Gambar Bentuk Penampang
Bentuk penampang saluran yang paling sering digunakan dan umum dipakai adalah bentuk trapesium, sebab mudah
dalam pembuatannya, murah efisien dan mudah dalam perawatannya, serta stabilitas kemiringan dindingnya dapat
disesuaikan menurut keadaan daerah. Penampang saluran bentuk trapesium dapat dilihat pada gambar 2.3.
Gambar Penampang Paritan Trapesium
Sedangkan kemiringan dasar saluran, ditentukan dengan pertimbangan bahwa, suatu aliran dapat memgalir secara
alamiah tanpa terjadi pengendapan lumpur pada dasar saluran, dimana menurut Pfleider (1968) kemiringan antara
0,25 – 0,5 % sudah cukup untuk mencegah adanya pengendapan lumpur berupa adanya pengendalian. Dalamhal ini
maka harga S = (0,25 %) yang merupakan kemiringan dasar pit pada lokasi penambangan. Perhitungan kapasitas
pengaliran suatu saluran dapat dihitung menggunakan rumus “Manning”, yaitu :
4. Q = 2
1
3
2
..
1
. SR
n
A
Dimana:
Q = Debit limpasan, m³/det
A = Luas penampang basah, m²
n = Koefisien kekasaran manning
R = Jari-jari hidrolis, m
S = Kemiringan dasar saluran
Tabel Kemiringan Dinding pada Berbagai Jenis Bahan
Tabel Koefisien Kekerasan Dinding Paritan
Sumuran
Dimensi sumuran tambang tergantung pada kuantitas (debit) air limpasan, kapasitas pompa, volume, waktu
pemompaan, kondisi lapangan seperti kondisi penggalian terutama pada lantai tambang (floor) dan lapisan batubara
serta jenis tanah atau batuan di bukaan tambang. Volume sumuran ditentukan dengan menggabungkan grafik
intensitas hujan yang dihitung dengan teori Mononobe, dan grafik debit pemompaan versus waktu.
Gambar Grafik Penentuan Volume Sumuran
5. Pompa Julang (Head)
Dalam pemompaan dikenal istilah julang (head), yaitu energi yang diperlukan untuk mengalirkan sejumlah air pada
kondisi tertentu. Semakin besar debit air yang dipompa, maka head juga akan semakin besar. Head total pompa
untuk mengalirkan sejumlah air seperti yang direncanakan dapat ditentukan dari kondisi instalasi yang akan dilayani
oleh pompa tersebut, sehingga julang total pompa dapat dituliskan sebagai berikut:
g
v
hhhH fps
2
2
Keterangan :
H = Head total pompa (m).
hs = Head statis pompa (m).
hp = Beda head tekanan pada kedua permukaan air (m).
hf = Head untuk mengatasi berbagai hambatan pada pompa dan pipa (m), meliputi head gesekan pipa, serta
head belokan dan lain-lain.
g
v
2
2
= Head kecepatan (m).
Perhitungan berbagai julang pada pemompaan :
a) Head statis (hs)
12 hhhs
Keterangan :
h1 = Elevasi sisi isap (m)
h2 = Elevasi sisi keluar (m)
b) Head tekanan (hp)
12 hphphs
Keterangan :
hp1 = Head tekanan pada sisi isap
hp2 = Head tekanan pada sisi keluaran
c) Head gesekan (hf1)
Dg
Lv
fhf
2
2
1
Keterangan :
f = Koefisien gesek (tanpa satuan)
v = Kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)
L = Panjang pipa (m)
D = Diameter pipa (m)
g = Kecepatan gravitasi bumi (m/detik2)
Angka koefisien gesekan f dicari dengan menggunakan persamaan:
k
D
f
7,3
log2
1
Keterangan :
k = Koefisien kekasaran pipa
D = Diameter dalam pipa
6. Tabel Koefisien Kekerasan Jenis Pipa
Gambar Grafik Penentuan Friction Loss pada Pipa Jenis Layflat
d) Head belokan (hf2)
g
v
khf
2
2
2
Keterangan :
K = Koefisien kerugian pada belokan
5,05,3
902
847,1131,0
x
R
D
k
Keterangan :
v = Kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)
g = Kecepatan gravitasi bumi (m/detik2)
R = Jari-jari lengkung belokan (m)
θ = Sudut belokan pipa
2
1
tan
D
R
7. e) Head
katup isap (hf3)
g
v
fhf
2
2
3
Keterangan :
f = Koefisien kerugian pada katup isap
v = Kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)
g = Kecepatan gravitasi bumi (m/detik2)
Tabel Koefisien Kerugian pada Berbagai Katup Isap
Kolam Pengendapan
Kolam pengendapan berfungsi untuk mengendapkan lumpur-lumpur, atau material padatan yang bercampur dengan
air limpasan yang disebabkan adanya aktivitas penambangan maupun karena erosi. Disamping tempat
pengendapan, kolam pengendapan juga dapat berfungsi sebagai tempat pengontrol kualitas dari air yang akan
dialirkan keluar kolam pengendapan, baik itu kandungan materialnya, tingkat keasaman ataupun kandungan material
lain yang dapat membahayakan lingkungan.
Ukuran Kolam Pengendapan
Luas kolam pengendapan dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
A = Q total/v
Keterangan :
A = Luas kolam pengendapan (m2)
Q total =Debit air yang masuk kolam pengendapan (m3/detik)
v = Kecepatan pengendapan (m/detik)
Kecepatan pengendapan dapat dihitung dengan menggunakan rumus “Stokes” dan hukum “Newton”. Hukum
“Stokes” berlaku bila padatanya kurang dari 40%, sedangkan bila lebih persen patan lebih dari 40% berlaku hukum
“Newton”
Hukum Stokes :
V
18
2
apDg
Keterangan :
V = Kecepatan pengendapan partikel (m/detik)
g = Percepatan gravitasi (m/detik2)
p = Berat jenis partikel padatan
a = Berat jenis air (kg/m3)
= Kekentalan dinamik air (kg/mdetik)
D = Diameter partikel padatan (m)
8. Hukum Newton
V
5,0
3
4
axFgx
apxxDgx
Keterangan :
V = Kecepatan pengendapan partikel (m/detik)
g = Percepatan gravitasi (m/detik2)
p = Berat jenis partikel padatan
a = Berat jenis air (kg/m3)
D = Diameter partikel padatan (m)
Fg = Nilai koefisien tahanan
Perhitungan Prosentase Pengendapan
Perhitungan prosentase pengendapan ini bertujuan untuk mengetahui kolam pengendapan yang akan dibuat dapat
berfungsi untuk mengendapkan partikel padatan yang terkandung dalam air limpasan tambang. Untuk perhitungan,
diperlukan data-data antara lain persen (%) padatan dan persen (%) air yang terkandung dalamlumpur.
Waktu yang dibutuhkan partikel untuk mengendap dengan kecepatan (V) sejauh (h) adalah :
Tv = h/V
Waktu yang dibutuhkan partikel untuk keluar dari kolam pengendapan dengan kecepatan (Vh) adalah :
Vh =
A
Qtotal
Th = P/Vh
Dalam proses pengendapan ini partikel mampu mengendap dengan baik jika (tv) tidak lebih besar dari (th).
th
Persentase pengendapan = x 100 %
(th + tv)
Keterangan :
V = Kecepatan pengendapan partikel (m/detik)
Vh = Kecepatan mendatar partikel (m/detik)
h = Kedalaman saluran masuk dan keluar kolam pengendapan (m)
L = Lebar kolam pengendapan (m)
P = Panjang kolam pengendapan (m)