SlideShare a Scribd company logo
1 of 56
Download to read offline
 




PENGARUH CHARACTER LEARNING EDUCATION TERHADAP

            HASIL BELAJAR MATEMATIKA



        DOSEN : LEONARD SIMANGUNSONG,M.M.,M.Pd




               Diajukan untuk memenuhi tugas

                     Seminar Praskripsi.

                          OLEH:

               NAMA         :      MAYA UMAMI

               NPM          :      200913500674

               KELAS        :      S7C




FAKULTAS TEKNIK, MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

           JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

         UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI JAKARTA

                       TAHUN 2013
DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .              i

DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .    ii

DAFTAR TABEL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .          iii

BAB 1           PENDAHULUAN

                A.      Latar Belakang .....…………………………..................                                  1

                B.      Identifikasi Masalah .....….……………………………                                           5

                C.      Pembatasan Masalah .....….…………………………...                                           5

                D.      Perumusan Masalah ...………………………………...                                              5

                E.      Tujuan Penelitian ..………………………………….....                                            6

                F.      Manfaat Penelitian..................…………………………                                    6

                G.      Sistematika Penulisan..………………………………...                                            7

BAB 2           TINJAUAN PUSTAKA

                A.          Landasan Teori.…………………………………….                                                8

                            1.      Hakikat Hasil Belajar Matematika …………..                               8

                                    Hakikat        Pendidikan         Karakter         (Character
                            2.                                                                            19
                                    Learning Education) ………………………....

                B.          Kerangka Berfikir ………………………………….                                              31

                C.          Hipotesis Penelitian ………………………………..                                           32

BAB 3           METODOLOGI PENELITIAN

                A.          Tempat dan Waktu Penelitian ................................... 33

                            1.     Tempat Penelitian …………………………….                                        33




                                                       ii
2.     Waktu Penelitian ……………………………..                                 33

              B.         Metode Penelitian ………………………………….                                      34

                         1.    Jenis Penelitian ……………………………….                                  34

                         2.    Desain Penelitian ……………………………..                                 35

              C.         Populasi dan Sampel ………………………………. 36

                         1.    Populasi Penelitian …………………………… 36

                         2.    Sampel Penelitian …………………………….. 36

              D.         Metode Pengumpulan Data ………………………... 37

                         1.    Variabel Penelitian ……………………………                                 37

                         2.    Sumber Data ………………………………….. 39

                         3.    Teknik Pengumpulan Data ……………………                                39

              E.         Instrumen Penelitian ……………………………….                                    40

                         1.    Definisi Konseptual …………………………..                                40

                         2.    Definisi Operasional ………………………….                                41

                         3.    Kisi-Kisi Instrumen …………………………..                                41

                         4.    Pengujian Instrumen ………………………….                                 41

              F.         Teknik Analisis Data ………………………………                                     44

                         1.    Teknik Analisis Deskriptif…………………….                             45

                         2.    Teknik Analisis Persyaratan Data …………….                         46

                         3. Pengujian Hipotesis …………………………..                                   48

              G.         Hipotesis Statistik …………………………………                                     50

DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .    iv

LAMPIRAN




                                                 ii
DAFTAR TABEL


Tabel 3.1.   Jadual Kegiatan Penelitian ..……………………………..   33

Tabel 3.2.   Desain Penelitian ..…………………………….…………         35




                              iii
BAB I

                              PENDAHULUAN



A. Latar Belakang

           Pendidikan merupakan pondasi utama dalam membentuk keberhasilan

    suatu bangsa, diperlukan adanya perhatian yang lebih untuk menanganinya.

    Seperti yang dikemukakan oleh Hamzah dan Junaedi (2007:38) bahwa

    Pendidikan adalah masalah hari depan yang harus dipersiapkan dan

    ditanggulangi mulai sekarang dan apabila terjadi penundaan, maka akan

    mendekatkan suatu bangsa pada jurang kehancuran. Krisis moral yang terjadi

    di tiap-tiap negara merupakan salah satu faktor kehancuran bangsa. Oleh

    karena itu pendidikan menjadi perhatian serius di masyarakat.

           Menurut Al-Qarni (2012:10) Pendidikan kita belum berubah dari

    paradigma lama yang bertumpu pada score atau nilai ujian nasional sebagai

    patokan pendidikan. Pendidikan saat ini hanya semata-mata dipandang dari

    segi intelektualitasnya saja padahal pada esensinya pendidikan merupakan

    sebuah upaya dalam rangka membangun kecerdasan manusia, baik

    kecerdasan kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Alhasil, kini dekadensi

    moral yang dialami oleh bangsa Indonesia ditandai dengan maraknya aksi

    kekerasan, korupsi, pembalakan liar, bahkan sampai pada praktik-praktik

    kebohongan dalam dunia pendidikan seperti menyontek pada saat ujian dan

    plagiatisme. Theodore Roosevelt mengatakan (dalam Wiyani, 2012:5) “To

    educate a person mind and not in morals is to educate a menace to society”

                                       1 

 
2




(Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral

adalah ancaman marabahaya kepada masyarakat). Dari pernyataan diatas

maka perlu adanya keseimbangan antara kecerdasan otak dan aspek moral.

       Rendahnya moralitas di masyarakat terbukti dengan adanya berbagai

tindak kriminal. Hal ini dapat dengan mudah kita jumpai, baik melalui

tayangan televisi maupun secara langsung kita lihat dengan mata kepala kita

sendiri. Belum lagi permasalahan yang sedang marak diberitakan seperti

tindak korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di lingkungan Pemerintahan,

BUMN, dan perusahaan swasta. Para koruptorpun sulit untuk dijerat pasal

dikarenakan pasal-pasal itu sendiri seperti karet yang elastis dan mudah sekali

terputus. Tak heran bila kasus korupsi di negeri ini menjadi kasus yang

mudah dilihat, tapi tak bisa dipegang. Sebab, sekali dipegang maka akan

banyak tangan yang terpegang. Dengan keadaan yang seperti ini, sulit sekali

untuk menentukan mana yang benar-benar koruptor dan mana yang hanya

sebatas korban karena semua itu harus teruji di meja hijau atau pengadilan.

       Melihat sketsa wajah negeri seperti di atas, hal itu tentu akan menjadi

tidak baik bila dilihat oleh anak-anak sebagai generasi penerus bangsa.

Mereka tentu akan kecewa karena penegakan hukum tak sesuai dengan

harapan. Sedangkan mereka selalu mendapatkan nasehat dari para guru untuk

berlaku jujur dalam situasi dan keadaan apapun. Apa yang kita dengar dan

kita lihat tersebut mengacu pada satu hal, yaitu karakter.

   Semua sekolah umum diharapkan untuk mampu menjadi sekolah yang

cerdas dan berkarakter. Tentu dalam proses pelaksanaanya tak semudah
3




membalikan telapak tangan. Ada saja tantangan dan rintangan yang pasti

harus dihadapi. Sekolah berkarakter itu seperti sekolah laskar pelangi.

Sekolah dengan fasilitas apa adanya mampu bersaing dan melahirkan peserta

didik yang sangat luar biasa. Suatu kisah nyata dari sebuah sekolah yang

mampu menjaga sekolahnya tetap unggul walaupun ketiadaan fasilitas dan

ketidakadanya dana, tetap menjaga karakter sekolahnya dan membangun

kejujuran. Dari sini dapat kita lihat bahwa pendidikan karakter (character

learning education) merupakan bentuk solving problem dalam mengatasi

paradigma berfikir kebanyakan orang bahwa pendidikan lebih mengacu pada

ranah kognitif. Dalam realitas pembelajaran di sekolah, usaha untuk

menyeimbangkan ketiga ranah tersebut memang selalu diupayakan, namun

pada kenyataannya yang lebih dominan adalah ranah kognitif kemudian

psikomotorik. Akibatnya, peserta didik kaya akan kemampuan yang bersifat

hard skill    namun miskin soft skill output karena ranah afektif yang

terabaikan.

       Keadaan ini seakan sudah menjadi suatu budaya yang mana perlu

adanya peran aktif dari berbagai pihak seperti pihak keluarga, sekolah, dan

lingkungan. Pada dasarnya keluarga memegang peranan penting dalam

penanaman pendidikan karakter, namun sekolah juga merupakan wahana

yang tepat untuk ini. Di sekolah anak mengalami perubahan tingkah laku.

Proses perubahan tingkah laku dalam diri anak sesuai dengan nilai-nilai sosial

dan kebudayaan yang tertuang dalam kurikulum sekolah. Kurikulum
4




pendidikan yang dilaksanakan oleh guru salah satunya berfungsi untuk

membentuk tingkah laku menuju kepribadian yang dewasa secara optimal.

       Pada saat ini, untuk menciptakan kurikulum berkarakter di sekolah

tidaklah mudah seperti yang dapat dibayangkan. Apalagi membangunya pada

zaman yang edan seperti sekarang. Kurikulum baru ini akan melibatkan

beberapa komponen pendidikan lainnya seperti: isi kurikulum, proses

pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan

mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan

ekstrakurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja

seluruh warga dan lingkungan sekolah. Dari semua komponen tersebut, guru

merupakan    media   yang   efektif   dalam   mendistribusikan   pendidikan

berkarakter kepada siswa. Dalam hal ini guru harus memulai desain

pembelajaran baru. Desain pembelajaran yang kemudian akan diterapkan

kepada siswa dengan menginternalisasi ke materi maupun ke dalam bentuk

tindakan. Desain ini akan diimplementasikan melalui metode dan strategi

yang akan digunakan oleh guru dan komponen pendukung sekolah lainnya.

       Sekolah akan dikatakan berhasil apabila hasil belajar matematika

memuaskan dengan penilaian atau skor yang rata-ratanya bagus. Berkaitan

dengan pendidikan karakter terhadap hasil belajar matematika dilakukan

sebuah eksperimen oleh para expert. Buku Joseph Zins, dkk (dalam Wiyani,

2012:17) kecerdasan emosional yang di dalamnya terkait erat dengan

pendidikan karakter, ternyata berpengaruh sangat kuat dengan keberhasilan

belajar. Dengan adanya pendidikan karakter, anak akan memiliki kecerdasan
5




   emosional.    Kecerdasan   emosional    adalah   bekal    terpenting   dalam

   mempersiapkan anak menyongsong masa depan karena denganya seseorang

   akan dapat berhasil menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan

   dalam bidang akademik.

B. Identifikasi Masalah

          Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka diidentifikasikan

   masalah sebagai berikut:

   a. Apa yang dimaksud dengan pendidikan karakter?

   b. Bagaimana metode dan strategi pelaksanaan pendidikan karakter yang

      digunakan guru di sekolah?

   c. Bagaimana bentuk implementasi pendidikan karakter pada siswa di

      sekolah?

   d. Bagaimana hubungan pendidikan karakter dengan kecerdasan emosional?

   e. Apakah pendidikan karakter dapat berpengaruh terhadap hasil belajar

      matematika?

C. Pembatasan Masalah

          Dalam penelitian ini, permasalahan dibatasi hanya pada: pengaruh

   character learning education terhadap hasil belajar matematika.

D. Perumusan Masalah

          Secara umum dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: adakah

   pengaruh character learning education terhadap hasil belajar matematika?
6




E. Tujuan Penelitian

          Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka

   tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk

   mengetahui pengaruh penerapan pendidikan karakter (character learning

   education) di sekolah terhadap hasil belajar matematika.

F. Manfaat Penelitian

   1. Manfaat Teoritis:

             Diharapkan dapat memberikan manfaat pada dunia pendidikan

      terutama dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang

      handal dan kokoh melalui pendidikan karakter.

   2. Manfaat Praktis:

      a. Bagi Sekolah sebagai lembaga pendidikan adalah dapat dijadikan

        referensi untuk melaksanakan kurikulum baru.

      b. Bagi Guru adalah dapat dijadikan acuan selanjutnya untuk lebih

        menekankan pada pengajaran berkarakter.

      c. Bagi Siswa adalah agar mendapatkan hasil belajar yang baik dengan

        adanya pembentukan karakter siswa.

      d. Bagi Penulis adalah akan memberi manfaat yang sangat berharga

        berupa pengalaman praktis dalam penelitian ilmiah. Sekaligus dapat

        dijadikan referensi ketika mengamalkan ilmu terutama di lembaga

        pendidikan.

      e. Bagi Almamater adalah agar dapat memberi sumbangan yang berarti

        serta dapat menjadi bahan acuan dalam penelitian selanjutnya.
7




G. Sistematika Penulisan

          Adapun sistematika penulisan skripsi ini tersusun menjadi 3 (tiga)

   bab, yang terdiri dari:

   BAB I : PENDAHULUAN

          Dalam pendahuluan penulis menguraikan latar belakang, identifikasi

   masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

   manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

   BAB II : LANDASAN TEORI

          Pada bab ini peneliti membahas tentang landasan teori yang terdiri

   dari hakikat hasil belajar dengan sub-sub nya yaitu: hasil belajar serta hakikat

   pendidikan karakter dengan sub-sub nya yaitu: karakter, pendidikan dan

   pendidikan karakter (character learning education).

   BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

          Pada bab III ini penelitian berpusat pada metodologi penelitian,

   meliputi: tempat dan waktu penelitian, metode penelitian, populasi dan

   sample, metode pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisa data,

   dan hipotesis statistik.
BAB II

                            TINJAUAN PUSTAKA



A. Landasan Teori

    1. Hakikat Hasil Belajar Matematika

                Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku

      manusia dan mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan.

      Belajar     memegang       peranan        penting    di     dalam     perkembangan,

      kebiasaan,sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi

      manusia. Bagi siswa, ia akan belajar sesuai dengan keinginan dan

      perilakunya masing-masing. Seperti            yang        dikatakan   oleh   Skinner

      (dalam Dimyati, 2009 : 9) bahwa belajar adalah sebuah perilaku. Pada

      saat belajar, respon menjadi         lebih baik      begitupun sebaliknya ketika

      respon menurun dikarenakan tidak belajar. Berkaitan dengan respon,

      belajar menurut Budiningsih (2005:21) adalah proses interaksi antara

      stimulus dan respon. Hasil dari perilaku yang membuat respon menjadi

      lebih baik adalah kepandaian. Semakin banyak belajar maka semakin

      pandai juga orang tersebut. Lalu didapatkan pengertian bahwa belajar

      adalah     usaha   untuk    mendapatkan         kepandaian       (Suardi,    2012:9).

      Kepandaian didapat atas kesadaran dari si pembelajar sebagai subyek.

      Dalam memperoleh kepandaian dibutuhkan sebuah media. Menurut

      Burton (dalam Aunurahman, 2010:35) yaitu perubahan tingkah laku




                                           8 

 
9




pada diri individu berkat adanya interaksi dengan lingkungan sehingga

mereka mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Disini media yang

berfungsi untuk mencapai kepandaian adalah interaksi dengan

lingkungan. Lingkungan yang bisa saja berbentuk pengalaman melalui

sebuah praktik.

    Dari berbagai macam pengertian belajar yang sebelumnya telah

dikemukakan, dalam buku Aunurrahman yang berjudul Belajar dan

Pembelajaran dituliskan bahwa ada beberapa kelompok teori yang

memberikan pandangan khusus tentang belajar diantaranya: Pertama

Behaviorisme, Para penganut teori behaviorisme meyakini bahwa

manusia   sangat   dipengaruhi    oleh   kejadian-kejadian   di   dalam

lingkungannya yang memberikan pengalaman-pengalaman tertentu

kepadanya. Behaviorisme menekankan pada apa yang dapat dilihat,

yaitu tingkah laku. Perubahan tingkah laku yang terjadi adalah

berdasarkan paradigma S-R (Stimulus-Respons), yaitu suatu proses

yang memberikan respons tertentu terhadap suatu yang datang dari luar.

Tokoh aliran behaviorisme adalah Thordike. Ia merupakan orang

pertama yang menerangkan hubungan S-R. Kedua Kognitifisme,

Belajar menurut kognitifisme diartikan sebagai perubahan persepsi dan

pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman ini tidak selalu dapat

dilihat sebagaimana perubahan tingkah laku. Teori ini menekankan

bahwa bagian-bagian suatu situasi saling berhubungan dengan konteks

seluruh situasi tersebut. Ketiga Teori belajar psikologi sosial, Menurut
10




teori belajar psikologi sosial, proses belajar jarang sekali merupakan

proses yang terjadi dalam keadaan menyendiri, akan tetapi melalui

interaksi-interaksi. Interaksi tersebut dapat: (1) Searah (one directional),

yaitu bilamana adanya stimuli dari luar menyebabkan timbulnya

respons, (2) dua arah, yaitu apabila tingkah laku yang terjadi merupakan

hasil interaksi antara individu yang belajar dengan lingkungannya, atau

sebaliknya, dan keempat Teori belajar Gagne, Teori belajar yang

disusun oleh Gagne merupakan teori Perpaduan yang seimbang antara

behaviorisme dan kognitifisme yang berpangkat pada teori informasi.

Menurut Gagne cara berpikir seseorang tergantung pada: (a)

keterampilan apa yang telah dimilikinya, (b) keterampilan serta hirarki

apa yang diperlukan untuk mempelajari suatu tugas. Dengan demikian

menurut Gagne dalam proses belajar terdapat dua fenomena yaitu:

meningkatnya keterampilan intelektual sejalan dengan meningkatnya

umur serta latihan yang diperoleh individu, dan belajar akan lebih cepat

bilamana strategi kognitif dapat dipakai dalam memecahkan masalah

secara lebih efisien.

    Berbagai teori tentang belajar telah dikemukakan oleh banyak ahli.

Dari sejumlah pandangan dan definisi tentang belajar, kita dapat

menemukan beberapa ciri umum kegiatan belajar. Menurut Wragg

(dalam Aunurrahman, 2010:35) ciri umum kegiatan belajar adalah

Pertama, belajar menunjukan suatu aktivitas pada diri seseorang yang

disadari atau disengaja. Aktivitas ini menunjuk pada keaktifan
11




  seseorang dalam melakukan sesuatu kegiatan tertentu, baik pada aspek-

  aspek jasmaniah maupun aspek mental yang memungkinkan terjadinya

  perubahan pada dirinya. Kedua, belajar merupakan interaksi individu

  dengan lingkunganya. Lingkungan dalam hal ini dapat berupa manusia

  atau    obyek-obyek   lainnya.   Adanya     interaksi   individu   dengan

  lingkungan, mendorong seseorang untuk lebih intensif mengingkatkan

  keaktifannya. Ketiga, hasil belajar ditandai dengan adanya perubahan

  tingkah laku. Walupun tidak semua tingkah laku merupakan hasil

  belajar, akan tetapi aktivitas belajar umumnya disertai perubahan

  tingkah laku. Perubahan tingkah laku dapat berupa kognitif, afektif

  maupun psikomotorik.

b. Hasil Belajar

         Dari pengertian belajar diatas maka hasil belajar merupakan

  perubahan pemahaman, pengetahuan, keterampilan, kecakapan, dan

  sikap yang terjadi setelah siswa melakukan proses belajar. Hal ini

  sependapat dengan Dimyati (2009:12) bahwa hasil belajar adalah

  kapabilitas siswa yang terdiri dari infomasi verbal, keterampilan

  intelek, keterampilan motorik, sikap, dan siasat kognitif.

         Berdasarkan pada teori belajar yang dikemukakan Gagne, Gagne

  menyimpulkan ada lima macam hasil belajar (Aunurrahman, 2010:47)

  yaitu: (1) Keterampilan intelektual, atau pengetahuan prosedural yang

  mencakup belajar konsep, prinsip, dan pemecahan masalah yang

  diperoleh melalui penyajian materi di sekolah, (2) Strategi kognitif,
12




yaitu kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah baru dengan

jalan mengatur proses internal masing-masing individu dalam

memperhatikan, belajar, mengingat, dan berfikir, (3) Informasi verbal,

yaitu kemampuan untuk mendeskripsikan sesuatu dengan kata-kata

dengan jalan mengatur informasi-informasi        yang relevan, (4)

Keterampilan Motorik, yaitu kemampuan untuk melaksanakan dan

mengkoordinasikan garakan-gerakan yang berhubungan dengan otot,

dan (5) Sikap, yaitu kemampuan internal yang mempengaruhi tingkah

laku seseorang yang didasari oleh emosi, kepercayaan-kepercayaan

serta faktor intelektual. Dari kedua pengertian yang dijabarkan oleh

Dimyati dan Gagne menyatakan bahwa hasil belajar bukan hanya

dilihat dalam ranah kognitif saja, melainkan dilihat dari afektif dan

psikomotoriknya.

    Salah satu perubahan yang terjadi sebagai bentuk hasil belajar

matematika adalah sikap. Sikap menurut Gagne pada teori belajar yang

sudah   dikemukakan    diatas,   menyebutkan    bahwa    sikap   yaitu

kemampuan internal yang mempengaruhi tingkah laku seseorang yang

didasari oleh emosi. Untuk itu perlu adanya pengkajian kecerdasan

emosi dari seseorang yang menginginkan hasil belajar yang baik.

Salovey dan Mayer (dalam Aunurrahman, 2010:87) mendefinisikan

kecerdasan emosional sebagai himpunan bagian dari kecerdasan sosial

yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi baik pada

diri sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah semuanya, dan
13




menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.

Dengan mengkaji kecerdasan emosional ini, diharapkan kita dapat

memiliki pemahaman yang baik sebagai bagian penting dari proses

pembelajaran, dan untuk mewujudkan hasil belajar yang diharapkan.

    Istilah kecerdasan emosional pertama kali dilontarkan pada tahun

1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John

Meyer dari University of New Hampshire menurut Shapiro (dalam

Aunurrahman, 2010:85) yang mengatakan bahwa bentuk kualitas

emosional yang dinilai penting bagi keberhasilan, yaitu: empati,

mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah,

kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan

memecahkan masalah antar pribadi, ketekunan, kesetiakawanan,

keramahan, dan sikap hormat. Adanya bentuk kualitas emosional

tersebut merupakan hasil belajar yang hakiki dimana terjadi

perkembangan secara signifikan yang juga berpengaruh hebat terhadap

IQ (Intelligent Quotients) dan EQ (Emotional Quotients) . Seperti yang

dikatakan oleh Goleman (dalam Aunurrahman, 2010:86) bahwa tidak

seperti IQ yang berubah hanya sedikit setelah melewati usia remaja,

kecerdasan emosi lebih banyak diperoleh melalui belajar dari

pengalaman sendiri sehingga kecakapan-kecakapan kita dalam hal ini

akan terus tumbuh.
14




c. Konsep Matematika

      Konsep, menurut W. S. Winkel (1996: 44) dapat diartikan sebagai

  suatu sistem satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang

  mempunyai ciri-ciri yang sama. Gagne, Robert M. (Bell, Frederick

  H, 1981: 108) menyatakan bahwa konsep adalah suatu ide abstrak

  yang memungkinkan kita dapat mengelompokkan objek ke dalam

  contoh dan non contoh. Konsep matematika yaitu segala yang berwujud

  pengertian-pengertian baru yang bisa timbul sebagai hasil pemikiran,

  meliputi definisi, pengertian, ciri khusus, hakikat dan inti /isi

  dari materi matematika (Budiono, 2009: 4). Pemahaman konsep

  adalah kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam memahami definisi,

  pengertian, ciri khusus, hakikat, inti /isi   dari   suatu   materi   dan

  kompetensi dalam melakukan prosedur (algoritma) secara luwes,

  akurat, efisien dan tepat (Tim Penyusun, 2006: 142).

      Konsep matematika disusun secara berurutan sehingga konsep

  sebelumnya akan digunakan untuk mempelajari konsep selanjutnya.

  Misalnya konsep luas persegi diajarkan terlebih dahulu daripada

  konsep luas permukaan kubus. Hal ini karena sisi kubus berbentuk

  persegi sehingga konsep luas persegi akan digunakan untuk menghitung

  luas permukaan kubus.

      Pemahaman terhadap konsep materi prasyarat sangat penting

  karena apabila siswa menguasai konsep materi prasyarat maka siswa

  akan mudah untuk memahami konsep materi selanjutnya. Menurut Bell
15




(1981: 117), siswa yang menguasai konsep dapat mengidentifikasi dan

mengerjakan soal baru yang lebih bervariasi. Selain itu, apabila anak

memahami suatu konsep maka ia akan dapat menggeneralisasikan

suatu obyek dalam berbagai situasi lain yang tidak digunakan

dalam situasi belajar (S.Nasution, 2005: 164).

    Siswa    dibiasakan   untuk    memperoleh    pemahaman    melalui

pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki

dari sekumpulan objek. Siswa      diharapkan     mampu    menangkap

pengertian suatu konsep melalui pengamatan         terhadap   contoh-

contoh dan bukan contoh (Erman Suherman, dkk, 2003: 57).

Sedangkan menurut Orlich C. Donald, et al (2007 : 151) salah satu

pembelajaran konsep yang bisa dilakukan adalah mengemukakan

contoh/fakta yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari

dan memberi kesempatan siswa untuk menemukan sendiri konsep

tersebut.

    Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman

konsep matematika adalah kemampuan bersikap, berpikir dan bertindak

yang ditunjukkan oleh siswa dalam memahami definisi, pengertian, ciri

khusus, hakikat dan inti /isi dari materi matematika dan kemampuan

dalam memilih serta menggunakan prosedur secara efisien dan tepat.

Pemahaman konsep materi prasyarat sangat penting untuk memahami

konsep selanjutnya. Selain itu pemahaman konsep dapat digunakan

untuk menggeneralisasikan suatu obyek. Konsep matematika harus
16




  diajarkan secara berurutan. Hal ini karena pembelajaran matematika

  tidak dapat dilakukan secara melompat-lompat tetapi harus tahap demi

  tahap, dimulai dengan pemahaman ide dan konsep yang sederhana

  sampai ke tahap yang lebih kompleks.

d. Ruang Lingkup Matematika

      Matematika termasuk salah satu disiplin ilmu yang memiliki kajian

  yang sangat luas sehingga masing-masing ahli bebas mengemukakan

  pendapatnya   tentang   matematika     berdasarkan   sudut    pandang,

  kemampuan, pemahaman, dan pengalamannya masing-masing. Namun

  menurut kamus umum bahasa Indonesia, “Matematika adalah ilmu

  menghitung    dengan    menggunakan     bilangan-bilangan”    (Badudu,

  1996:875). Menurut definisi ini matematika hanya dianggap tentang

  ilmu yang berkaitan dengan angka-angka atau bilangan. Sehingga jika

  bicara matematika itu berarti bicara angka dan hitung menghitung.

  Pendapat senada dikemukakan oleh Ruseffendi, beliau mengatakan:

  “Matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang

  berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran” (Ruseffendi,

  1990:149). Pendapat ini menganggap matematika sebagai pengetahuan

  tentang hitung ruang dan peluang yang diperlukan sebagai sarana untuk

  berfikir logis, rasional, dan eksak agar mampu memecahkan masalah.

      Seiring   berkembangnya    zaman,    berkembang    pula    konsep

  matematika dari berbagai ahli khususnya mengenai ruang lingkup dari

  matematika itu sendiri. Menurut Nugroho (1990:198), “matematika
17




merupakan alat dan bahasa dasar banyak ilmu”. Hal ini mengatakan

bahwa matematika merupakan suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri

dan tidak merupakan cabang dari ilmu pengetahuan alam. Sepaham

dengan pernyataan diatas, pengembangan dari E.T. Ruseffendi

mengenai konsep matematika mengatakan bahwa “Matematika

bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya

sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu

manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial,

ekonomi, dan pengetahuan alam” (Ruseffendi, 1990:29). Bukan hanya

dalam hal hitung menghitung ternyata pengaruh dari matematika cukup

meluas ke ilmu-ilmu lainnya. Lebih ditegaskan lagi oleh Jujun S.

Suriasumantri (1993:193) yang mengatakan bahwa “matematika

memungkinkan ilmu mengalami perkembangan dari tahap kualitatif ke

kuantitatif”. Dari pengertian tersebut, matematika dapat merupakan alat

bantu yang efisien dan diperlukan oleh setiap ilmu pengetahuan.

    Dari uraian konsep matematika diatas dengan adanya pelebaran

makna matematika dapat kita ketahui bahwa ruang lingkup matematika

tidak hanya mengenai hitung menghitung atau yang berhubungan

dengan angka melainkan dapat digunakan sebagai alat bantu untuk

kehidupan manusia sehari-hari misalnya mengatur komposisi pupuk,

jual beli, memasak, sensus penduduk, dan lain-lain.
18




e. Hasil Belajar Matematika

       Tujuan proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah adanya

  perubahan tingkah laku yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa

  setelah menerima atau menempuh pengalaman belajar. Perubahan

  tingkah laku yang diharapkan dapat dikuasai siswa yang biasa disebut

  dengan hasil belajar. Perubahan tingkah laku tersebut dapat berupa

  penguasaan ilmu pengetahuan, sikap, kebiasaan, tindakan, atau

  keterampilan tertentu.

       Sudjana mengemukakan, “Hasil belajar adalah kemampuan-

  kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman

  belajarnya” (Sudjana, 2010:22). Kemudian dipertegas oleh Winkel,

  beliau mengatakan: “hasil belajar adalah perubahan-perubahan dalam

  pengetahuan, pemahaman keterampilan, dan nilai sikap yang bersifat

  konstan/menetap” (Winkel, 1996:15). Oleh karenanya, hasil belajar

  matematika    dapat      diartikan   sebagai   perwujudan   dari   proses

  keberhasilan pembelajaran matematika yang dicerminkan dengan

  perubahan tingkah laku dalam bentuk kognitif, afektif maupun

  psikomotorik seseorang setelah mendapatkan pengalaman belajar

  matematika atau secara singkat hasil belajar matematika merupakan

  suatu indikator untuk mengukur keberhasilan siswa dalam proses

  pembelajaran matematika.
19




2. Hakikat Pendidikan Karakter (Character Learning Education)

  a. Karakter

         Secara harfiah karakter menurut Hornby dan Parnwell (dalam

     Hidayatullah, 2010:9) adalah kualitas mental atau moral, kekuatan

     moral, nama atau reputasi. Disini dinyatakan bahwa kata karakter tak

     lepas dari kata moral yang mana karakter lebih menekankan adanya

     kualitas yang terdapat pada kekuatan moral itu sendiri. Sedangkan arti

     moral adalah nilai-nilai atau norma-norma yang dijadikan pegangan

     bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya

     (Bertens, 2007:7). Seseorang dapat dikatakan berkarakter apabila telah

     berhasil menyerap nilai atau norma untuk mengatur tingkah lakunya

     sebagai kekuatan moral dalam hidupnya.

         Dikembangkan oleh Kemdiknas (dalam Sahlan dan Prasetyo,

     2012:13) bahwa karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian

     seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan

     (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara

     pandang, berfikir, bersikap, dan bertindak. Berkarakter artinya

     mempunyai watak, mempunyai kepribadian. Hal ini mengandung

     makna bahwa karakter merupakan kebajikan yang ditanamkan melalui

     internalisasi atau memasukan materi dan nilai-nilai yang memiliki

     keterkaitan dalam membangun sistem berfikir dan berperilaku.

         Berkaitan dengan kata membangun sistem berfikir, (Koesoema,

     2007:3) mengatakan bahwa karakter merupakan kondisi dinamis
20




struktur antropologis individu yang tidak mau sekedar berhenti atas

determinasi kodratinya. Dari sini dapat terlihat bahwa adanya

pembangunan atau peningkatan dalam sistem berfikir yang mana

dijadikan sebuah usaha untuk menjadi semakin integral dalam

mengatasi determinasi alam di dirinya demi proses penyempurnaan

secara terus-menerus. Sama halnya dengan karakter yang dimiliki oleh

siswa. Siswa yang berkarakter akan berusaha memperkuat karakternya

apabila   karakter   itu   sendiri   diajarkan   dengan   mengenalkan,

memahamkan hingga mengajak siswa sehingga pada akhirnya mereka

mampu mempraktekan dan memaknainya sebagai sesuatu yang melekat

dan menjadi tindakan perenungan serta mengembangkanya menjadi

pusat keunggulan insani.

    Watak atau karakter siswa terbangun ketika ada sebuah system

yang kuat dalam mengembangkan budaya sekolah atau school culture

(Kadarsih, 2012:48). Pernyataan Kadarsih diatas dimaksud bahwa

adanya budaya sekolah yang memiliki nilai unggul. Nilai unggul

sebuah sekolah terlihat dari upaya-upaya yang dilakukan oleh para

civitas sekolah (stakeholder) dalam mengembangkan potensi unik dari

para siswa dan potensi ini yang dikembangkan dalam pendidikan

karakter melalui budaya sekolah.

    Selain budaya sekolah, karakter yang diajarkan kepada siswa akan

dapat bersinergi dengan baik apabila guru sebagai pendidik juga

berkarakter. Pendidik yang berkarakter memiliki kepribadian      yang
21




  ditinjau dari titik tolak etis atau moral, seperti sifat kejujuran, amanah,

  keteladanan, ataupun sifat-sifat lain yang harus melekat pada diri

  pendidik. Pendidik yang berkarakter kuat tidak hanya memiliki

  kemampuan      mengajar     dalam   arti   sempit   (hanya    mentransfer

  pengetahuan/ ilmu kepada siswa) melainkan ia juga memiliki

  kemampuan mendidik dalam arti luas.

      Tak ada bedanya dengan sifat sebagai organ pembentukan

  karakter, sikap juga memegang peranan penting dalam hal ini. Ketika

  siswa memiliki sifat yang baik, maka siswa tersebut secara

  berkesinambungan akan membentuk sikap yang baik pula. Jika

  dihubungkan dengan sikap sebagai pembentuk hasil belajar, maka sikap

  menurut Gagne yang berkaitan dengan emosi merupakan salah satu

  pembentukan karakter. Kecerdasan emosi yang telah kita bahas di atas

  secara tidak langsung merupakan kesatuan dari karakter. Apabila

  seseorang yang memiliki kecerdasan emosional yang baik, maka

  seseorang tersebut dapat dikatakan berkarakter yang pada nantinya

  kecerdasan emosional ini seharusnya akan berpengaruh positif terhadap

  hasil belajar matematika.

b. Pendidikan

      Pendidikan merupakan sarana yang menumbuh kembangkan

  potensi-potensi kemanusiaan untuk bermasyarakat dan menjadi

  manusia yang sempurna (Suardi, 2012:1). Manusia yang sempurna

  adalah ketika manusia tersebut dapat dibedakan dari makhluk lainnya
22




yang mana manusia memiliki kemampuan menyadari diri, kemampuan

bereksitensi, pemilikan kata hati, moral, kemampuan bertanggung

jawab, rasa kebebasan, kesediaan melaksanakan kewajiban dan

menyadari hak, dan kemampuan menghayati kebahagiaan. Oleh karena

itu perlu adanya pendidikan agar semuanya itu dapat dikembangkan.

    Pendidikan merupakan sebuah kegiatan manusia yang didalamnya

terdapat tindakan edukatif dan didaktis yang diperuntukan bagi generasi

yang sedang bertumbuh (Koesoema, 2007:3). Dalam kegiatan mendidik

ini, manusia menghayati adanya tujuan-tujuan pendidikan. Tujuan

pendidikan adalah seperangkat hasil pendidikan yang dicapai oleh

peserta didik setelah diselenggarakan kegiatan pendidikan (Suardi,

2012:6). Dalam konteks ini tujuan pendidikan merupakan komponen

dari sistem pendidikan yang menempati kedudukan dan fungsi sentral.

Itu sebabnya setiap tenaga pendidikan perlu memahami dengan baik

tujuan pendidikan.

    Selain tujuan pendidikan, adapun fungsi pendidikan yang perlu kita

ketahui. Menurut UU RI No.20 Tahun 2003, pendidikan berfungsi

untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa. Berdasarkan fungsi pendidikan nasional diatas,

maka peran guru menjadi penentu keberhasilan misi pendidikan dan

pembelajaran di      sekolah. Guru bertanggung jawab mengatur,

mengarahkan, dan menciptakan suasana kondusif yang mendorong
23




siswa melaksanakan kegiatan diatas. Pendidikan secara khusus

difungsikan untuk menumbuh-kembangkan segala potensi kodrat

(bawaan) yang ada dalam diri manusia.

    Pendidikan menurut Charles E. Siberman (dalam Suardi, 2012:5)

tidak sama dengan pengajaran, karena pengajaran hanya menitik

beratkan pada usaha mengembangkan intelektualitas manusia. Dari sini

terlihat bahwa pendidikan mempunyai makna yang lebih luas dari

pengajaran, tetapi pengajaran merupakan sarana yang ampuh dalam

menyelenggarakan pendidikan.

    Pendidikan dapat kita peroleh dari keluarga, sekolah, maupun di

lingkungan/masyarakat. Pendidikan yang kita peroleh dikeluarga

berlangsung sejak dalam kandungan sampai masuk sekolah. Pendidikan

yang diberikan orangtua hanya berkisar tentang perkembangan jasmani

dan rohani, pembiasaan dan pendidikan yang sederhana. Dan pada

tahap ini orangtua mempunyai peranan yang sangat penting dalam

perkembangan fisiknya. Selanjutnya Pendidikan di sekolah yang

merupakan kelanjutan dari pendidikan dalam keluarga. Seperti yang

kita sering dengar bahwa guru disekolah merupakan orangtua kedua

siswa karena selama di sekolah guru lah yang sangat berperan dalam

perkembangan anak. Pendidikan terakhir adalah dari lingkungan.

Sekolah bagaimanapun majunya tidak mungkin mampu memberikan

semua tuntutan perkembangan manusia. Oleh sebab itu selain
24




  pendidikan di sekolah dan di keluarga, diperlukan juga pendidikan di

  masyarakat.

c. Pendidikan Karakter (Character Learning Education)

       Mengingat akan peranan penting individu yang berkarakter, maka

  perlu adanya tindak lanjut dengan adanya penerapan pendidikan

  karakter di negera kita. Pendidikan karakter merupakan salah satu

  elemen penting dalam mewujudkan pilar-pilar kebangkitan bangsa

  (Sahlan dan Prastyo, 2012:30). Adapun fungsi dari pendidikan karakter

  yang   memang       sepaham   dengan   fungsi   pendidikan   nasional,

  sebagaimana dalam pasal 3 UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20

  Tahun 2003, yaitu mengembangkan dan membentuk watak serta

  peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

  kehidupan bangsa.

       Pengertian lainya menurut    Ratna Megawani (dalam Wiyani,

  2012:42) pendidikan karakter adalah sebuah usaha untuk mendidik

  anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan

  mempraktikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka dapat

  memberikan kotribusi positif terhadap masyarakat. Pendidikan karakter

  menurt Ratna ini mematahkan statement bahwa pendidikan karakter

  sama dengan mata pelajaran agama dan kewarganegaraan, pendidikan

  karakter hanya menjadi tanggung jawab keluarga bukan sekolah, dan

  lain sebagainya.
25




    Sebelum melaksanakan pendidikan karakter, perlunya kita tahu

mengenai pilar-pilar yang terdapat didalamnya. Heritage Foundation

dalam Wiyani (2012:66) menyatakan bahwa terdapat sembilan pilar

pendidikan karakter antara lain: cinta kepada tuhan dan semesta beserta

isinya; tanggung jawab, disiplin, serta mandiri; jujur; hormat dan santu;

kasih sayang, peduli, dan kerjasama; percaya diri, kreatif, kerja keras

dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah

hati; toleransi, cinta damai, dan persatuan.

    Untuk mencapai pertumbuhan integral dalam pendidikan karakter

perlu dipertimbangkan berbagai macam metode yang membantu

mencapai idealisme dan tujuan pendidikan karakter. Metode ini bisa

dijadikan unsur yang sangat penting bagi pendidikan karakter di

sekolah. Pendidikan yang mengakarkan dirinya pada konteks sekolah

akan mampu menjiwai dan mengarahkan sekolah pada penghayatan

pendidikan karakter yang realistis, konsisten, dan integral. Menurut

Wiyani (2012:73) terdapat lima unsur yang perlu dipertimbangkan yaitu

mengajarkan, keteladanan, menentukan prioritas,praksis prioritas, dan

refleksi. Dari kelima unsur tersebut digunakan beberapa metode. Masih

menurut Wiyani (2012:76) ada dua metode dasar untuk mencapai

tujuan pendidikan karakter yaitu: (1) Metode deduksi, dalam

pelaksanaan metode ini kepala sekolah dan guru harus memiliki

kepekaan terhadap perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan,

teknologi dan seni, memiliki dinamika yang tinggi, komitmen terhadap
26




masa depan, serta tidak bersikap seenaknya, (2) Metode induksi

konsultasi, dalam pelaksanaan metode ini kepala sekolah dan guru

harus bekerja secara maksimal dan teliti serta berkomitmen terhadap

proses dan hasil pelaksanaan pendidikan karakter.

       Dari metode di atas diperlukan juga strategi yang tepat dalam

pelaksanaan pendidikan karakter. Dalam penerapan pendidikan karakter

di sekolah, komponen-komponen pendidikan (isi kurikulum, proses

pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau

pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas

atau     kegiatan   ekstrakurikuler,   pemberdayaan   sarana   prasarana,

pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah)

semua harus ikut terlibat. Penerapan pendidikan di sekolah setidaknya

dapat ditempuh melalui empat alternatif strategi secara terpadu. Empat

alternatif strategi menurut Ali Mustadi (dalam Wiyani, 2012:78)

tersebut pertama, mengintegrasikan konten pendidikan karakter yang

telah di rumuskan ke dalam seluruh mata pelajaran. Kedua,

mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam kegiatan sehari-hari di

sekolah. Ketiga, mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam

kegiatan yang diprogramkan atau direncanakan. Keempat, membangun

komunikasi dan kerjasama antara sekolah dengan orangtua peserta

didik.

       Dalam pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah, peran guru tak

lepas dari Undang-undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005,
27




disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama

mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan

mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur

pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Dengan demikian, peran guru dalam pelaksanakan pendidikan karakter

di sekolah antara lain: (1) Keteladanan, kedeladanan yang diberikan

adalah teladan yang baik, baik itu masalah moral, etika atau akhlak,

dimanapun ia berada, (2) Inspirator, seorang guru akan menjadi sosok

inspirator jika ia mampu membangkitkan semangat untuk maju dengan

menggerakan segala potensi yang dimiliki guna meraih prestasi

spektakuler bagi dirinya dan masyarakat, (3) Motivator, motivator yang

dilakukan oleh guru baik disengaja ataupun tidak sehingga menjadikan

siswa semakin bersemangat dalam meraih cita-citanya, (4) Dinamisator,

artinya guru tidak hanya membangkitkan semangat tetapi juga menjadi

lokomotif yang benar-benar mendorong ke arah tujuan pendidikan

berkarakter,   (5)   Evaluator,   guru   harus   mengevaluasi   metode

pembelajaran yang selama ini dipakai dalam pendidikan karakter.

    Dengan adanya peran guru yang sangat strategis, guru juga harus

memiliki komitmen dalam pelaksanaannya. Tanpa komitmen yang kuat,

suatu tujuan tidak akan tercapai secara optimal bahkan dapat menuai

kegagalan. Wujud komitmen dalam pelaksanaan pendidikan karakter di

sekolah menurut Hidayatullah (2010:58) adalah (1) melaksanakan

sosialisasi pendidikan karakter dan melakukan komitmen bersama
28




antara seluruh komponen warga sekolah, (2) Membuat komitmen

dengan semua stakeholders, (3) Melakukan analisis konteks terhadap

kondisi sekolah (internal dan eksternal) yang dikaitkan dengan nilai-

nilai karakter yang dikembangkan pada satuan pendidikan yang

bersangkutan. Analisis ini dilakukan untuk menetapkan nilai-nilai dan

indikator keberhasilan yang diprioritaskan, sumber daya, sarana yang

diperlukan, serta prosedur penilaian keberhasilan, (4)Menyusun rencana

aksi sekolah berkaitan dengan penetapan nilai-nilai pendidikan karakter,

(5) Membuat perencanaan dan program pelaksanaan pendidikan

karakter yang berisi pengintegrasian melalui pembelajaran, penyusunan

mata pelajaran muatan lokal, penjadwalan dan penambahan jam belajar

di sekolah, (6) Melakukan pengondisian, seperti penyediaan sarana,

keteladanan, penghargaan dan pemberdayaan, (7) Melakukan penilaian

keberhasilan dan supervisi. Adanya komitmen guru poin 5 (lima) yang

menerangkan pengintegrasian melalui mata pelajaran dapat kita lihat di

toko buku, adanya buku pendidikan karakter yang dijadikan sebagai

materi dalam mata pelajaran baru di Sekolah Dasar (SD) dan

pengaplikasian dalam bentuk tindakan di Rencana Proses Pembelajaran

(RPP) berkarakter. Pada RPP dewasa ini sedikit demi sedikit telah

diterapkan oleh guru sebagai pendidik.

    Dewasa ini, kurikulum pendidikan karakter sedang digalakkan

seperti yang dilakukan oleh Totok Suprayitno sebagai Direktur

Pembinaan Sekolah Menengah Atas (SMA) Direktorat Jenderal
29




Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang

melakukan ujicoba Pendidikan Karakter di 25 SMA negeri dan swasta

di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi pada tanggal 13 - 18 Maret

2012 (Kompas.com:15/03/2012). Selain pemerintah yang bersinergi

terhadap kurikulum ini, nyatanya seluruh pihak juga harus ikut andil

sepeti   yang   dikatakan    oleh    Mahdiansyah      (2011:48)    bahwa

Pembangunan karakter bangsa jelas memerlukan komitmen dari

segenap pihak, dilakukan secara intensif, integratif, dan sinergis. Selain

butuhnya dukungan dari segenap pihak, pengembangan karakter juga

harus dilakukan secara terus menerus secara stabil. Selain pemerintah

yang terlihat memberikan dukungan, bentuk apresiasi masyarakat luas

ikut turut mendukung perubahan kurikulum ini. Kurikulum yang

menambahkan pembelajaran moral terkait dengan karakter membuat

Kementerian Pendidikan dan Budaya mendatangkan para pakar dan

tokoh seperti Franz Magnis Suseno, Prof Juwono Sudarsono, serta

lainnya untuk menyusun kurikulum pendidikan karakter yang sudah

direncanakan pada tahun 2010. Kurikulum ini diprediksi akan selesai

disusun pada Februari 2013 (Kompas.com:27/09/2012). Gambaran

kualifikasi yang diharapkan melekat pada setiap lulusan sekolah akan

tercemin dalam racikan kurikulum yang dirancang pengelola sekolah

yang berdangkutan. Kurikulum sendiri merupakan ruh sekaligus guide

dalam praktik pendidikan di lingkungan satuan sekolah (Wiyani,
30




2012:93). Kurikulum yang dirancang harus mencerminkan visi, misi,

dan tujuan sekolah yang berkomitmen terhadap pendidikan karakter.

    Kurikulum yang dirancang oleh pemerintah tiap waktu mengalami

perubahan ke arah lebih baik mengikuti kemajuan zaman. Kurikulum

pendidikan karakter juga harus mengalami pengembangan yang mana

pengembangan itu disertai oleh langkah-langkah pembentunya.

Menurut Ali Muhtadi (dalam Wiyani, 2012:95) terdapat tujuh langkah

dalam pengembangan kurikulum pendidikan karakter yaitu: (1)

Mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan pendidikan karakter.

Ada kebiasaan-kebiasaan kecil yang dapat menghacurkan bangsa.

Kebiasaan mempermalukan diri sendiri seperti meremehkan waktu,

bangun kesiangan, dan lain-lain, kebiasaan memperlakukan lingkungan

seperti membuang sampah di sembarang tempat, kebiasaan yang

merugikan ekonomi seperti konsumtif, pamer, boros listrik, dan lain

sebagainya, kebiasaan dalam bersosial seperti demo upah gaji, tawuran,

suap-menyuap dan lain-lain, (2) Merumuskan visi, misi dan tujuan

sekolah. Statement visi mengisyaratkan tujuan puncak dari sebuah

intuisi dan untuk apa visi itu dicapai sedangkan misi merupakan hal-hal

yang digunakan untuk mencapai visi tersebut, (3) Merumuskan

indikator perilaku peserta didik. Indikator dirumuskan dalam bentuk

perilaku peserta didik di kelas dan kegiatan sekolah yang dapat diamati,

(4) Mengembangkan silabus dan rencana pembelajaran berbasis

pendidikan karakter. Silabus yaitu garis besar, ringkasan, ikhtisar atau
31




        garis-garis besar program pembelajaran dan RPP merupakan pegangan

        bagi   guru      dalam   melaksanakan   pembelajaran   baik   di   kelas,

        laboratorium, dan/ atau lapangan untuk setiap kompetensi dasar, (5)

        Mengintegrasikan konten kurikulum pendidikan karakter ke seluruh

        mata pelajaran, (6) Mengembangkan instrumen penilaian pendidikan

        untuk mengukur ketercapaian program pendidikan karakter, (7)

        Membangun komunikasi dan kerjasama sekolah dengan orang tua

        peserta didik.

B. Kerangka Berfikir

       Krisis moral yang terjadi di negara kita ini sudah menjadi makanan

   publik sehari-hari. Berbagai macam pertanyaan dilontarkan karena kemirisan

   kita melihat bangsa yang semakin tidak terkontrol. Berkaitan dengan moral,

   kata karakter melekat didalamnya. Karakter yang merupakan penyerapan nilai

   atau norma untuk mengatur tingkah laku sebagai kekuatan moral dalam

   hidupnya.

       Karakter sendiri dibentuk dari beberapa aspek salah satunya sikap. Sikap

   yang lebih cenderung berkaitan dengan emosi membutuhkan kecerdasan

   dalam pengelolaanya. Kecerdasan emosional diperlukan dalam belajar yang

   kemudian memiliki peran yang strategis dalam peningkatan hasil belajar.

       Kecerdasan emosional yang berkaitan dengan karakter tidak begitu saja

   dengan mudah didapat. Butuh adanya pendidikan yang dapat bersinergi

   terhadap pembentukanya. Pendidikan yang tidak menilai dari aspek kognitif

   melainkan melalui aspek afektif serta psikomotorik. Pendidikan yang
32




   mencakup ketiga aspek tersebut adalah pendidikan karakter. Pendidikan

   karakter bukan hanya dapat dilakukan di keluarga maupun masyarakat

   melainkan pendidikan ini dapat di terapkan di sekolah sebagai rumah kedua

   untuk siswa.

        Keberadaan kurikulum pendidikan karakter merupakan bentuk apresiasi

   dari pemerintah yang turut mendukung untuk memperbaiki moral bangsa kita.

   Setelah adanya peneliti sebelumnya mengenai pelaksanaan pendidikan

   karakter mulai dari adanya penerapan langsung menginternalisasi ke mata

   pelajaran, silabus dan RPP berkarakter, metode yang dapat digunakan,

   strategi pelaksanaan yang tentunya itu semua merupakan disain yang dibuat

   untuk melaksanakan kurikulum pendidikan karakter ini. Oleh karena itu,

   penulis menduga bahwa adanya pengaruh character learning education

   terhadap hasil belajar matematika.

C. Hipotesis Penelitian

        Berdasarkan landasan teori dan kerangka berfikir diatas, maka hipotesis

   penelitian ini dapat dirumuskan yaitu terdapat pengaruh positif character

   learning education terhadap hasil belajar matematika.
BAB III

                               METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

    1. Tempat Penelitian

      Tempat penelitian ini akan dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama

      (SMP) Negeri 107 Jakarta kelas VIII yang dipimpin oleh Ibu Dra. Ida

      Farida, M.Pd sebagai Kepala Sekolah.

    2. Waktu Penelitian

      Kegiatan ini akan dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran

      2013/2014 selama 6 (enam) bulan yaitu dari bulan Januari 2012 sampai

      dengan bulan Juni 2012 dengan pembagian waktu sebagai berikut:

                                            Tabel 3.1.

                                    Jadual Kegiatan Penelitian

                                                       Bulan
             Kegiatan           Januari Februari Maret       April Mei   Juni
                               1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
       Pengajuan masalah dan
       judul
       Menentukan lokasi dan
       sampel

       Studi pendahuluan


       Penyusunan instrumen


       Pengujian Instrumen

       Pengumpulan dan
       pengelompokan data
       Membuat laporan hasil
       penelitian

       Sidang Skripsi
                                                                                  

                                            33 

 
34




B. Metode Penelitian

   1. Jenis Penelitian

             Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data

      dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2008:2). Dari Pernyataan

      diatas, dikemukakan terdapat empat kata kunci yang harus diperhatikan

      yaitu: cara ilmiah, data, tujuan dan kegunaan. Dapat disimpulkan bahwa

      dalam sebuah penelitian, untuk mendapatkan suatu keberhasilan yang

      dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka penulis perlu

      menggunakan metode yang dianggap sesuai dengan tujuan penelitian.

             Dalam penelitian ini penulis memilih metode eksperimen kuasi

      atau disebut juga dengan metode eksperimen semu. Eksperimen sendiri

      adalah observasi dibawah kondisi buatan (artificial condition) dimana

      kondisi tersebut dibuat dan diatur oleh si peneliti (Nazir, 2009:63). Dalam

      eksperimen ini masih adanya perlakuan dari lingkungan yang turut

      berkecimpung. Disini peneliti akan terjun langsung ke dalam penelitianya

      selama batas waktu yang ditentukan.

             Sedangkan metode eksperimen kuasi adalah metode penelitian

      yang mendekati percobaan sungguhan dimana tidak mungkin mengadakan

      kontrol/ memanipulasikan semua variabel yang relevan (Nazir, 2009:73).

      Sama hal nya dengan metode eksperimen murni hanya saja karena

      berbagai   hal     terutama   berkenaan   dengan   pengontrolan   variabel

      kemungkinan sukar sekali dapat digunakan metode eksperimen murni atau
35




  sungguhan. Dan biasanya metode eksperimen murni hanya digunakan oleh

  peneliti dibidang SAINS dimana tidak adanya perlakuan dari lingkungan.

2. Desain Penelitian

          Berdasarkan pada metode eksperimen digunakan dalam penelitian

  ini, maka desain eksperimen yang digunakan adalah sebagai berikut:

                                   Tabel 3.2.

                                Desain Penelitian


       Kelompok           Symbol             Perlakuan             Tes


      Eksperimen             Re                     X1               O


       Kontrol               Rc                     X2               O



  Keterangan:

  R       : Simbol Penelitian kelas eksperimen dan kelas kontrol dua

           kelompok yang ekuivalen

  X1      : “Perlakuan kelas eksperimen” yaitu pemberian character

           learning education

  X2      : “Perlakuan kelas kontrol” yaitu pemberian metode konvensional



          Dalam desain ini, hasil belajar yang merupakan data dari penelitian

  itu dikelompokan menjadi hasil belajar kelas eksperimen dan hasil belajar

  kelas kontrol. Manipulasi variabel dalam penelitian ini dilakukan pada

  variabel bebas yaitu pembelajaran matematika dengan pemberian
36




      character learning education pada kelas eksperimen dan metode

      pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.

             Sebelum diberi perlakuan, terlebih dahulu akan dilihat kemampuan

      awal dari sampel penelitian yang akan dikenai perlakuan, baik dari

      kelompok eksperimen maupun control. Pada kelompok eksperimen

      diberikan perlakuan khusus yaitu pada pembelajaran matematika dengan

      pemberian character learning education, sedangkan pada kelompok

      kontrol diberikan pembelajaran matematika dengan menggunakan metode

      konvensional.

             Pada akhir eksperimen kedua kelompok tersebut diukur dengan

      menggunakan alat ukur yang sama, yaitu tes hasil belajar matematika.

      Hasil pengukuran tersebut diukur kemudian dibandingkan dengan tabel

      statistik yang digunakan.

C. Populasi dan Sample

   1. Populasi Penelitian

             Populasi     adalah   keseluruhan   subjek   penelitian   (Arikunto,

      2010:173). Berdasarkan pada pengertian di atas, maka yang menjadi

      Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 107 Jakarta

      Tahun ajaran 2013/2014.

   2. Sampel Penelitian

      a. Sampel

             Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

        oleh populasi (Sugiyono, 2008:81). Dalam penelitian ini diambil
37




        sampel siswa kelas VIII-1 dan VIII-2 dengan peringkat 11-20 SMP

        Negeri 107 Jakarta dengan jumlah siswa 20 orang.

     b. Teknik Sampling

        Setelah sampel diketahui, maka langkah selanjutnya adalah pemilihan

        teknik   sampling.   Teknik   sampling    merupakan     teknik   untuk

        pengambilan sampel. Teknik Sampling yang digunakan pada penelitian

        ini adalah Teknik Sampling Purposive yang mana teknik ini digunakan

        dengan memilih sampel sesuai dengan kebutuhan seperti yang

        dikemukakan oleh Sugiyono (2008:81) bahwa teknik sampling

        purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan

        tertentu. Contohnya saja dalam penelitian ini, sampel yang diambil

        hanya kelas VIII yang memiliki peringkat 11-20 karena tingkat

        kecerdasannya menengah. Apabila diberikan perlakuan character

        learning education akan mempermudah peneliti melakukan penelitian

        dan memberikan kesimpulan. Lain halnya dengan siswa yang memiliki

        peringkat atas yang mana memang pada dasarnya siswa tersebut sudah

        rajin. Apapun perlakuan yang diberikan akan tetap rajin dikarenakan

        karakter yang sudah menempel di diri siswa. Sama halnya dengan

        siswa yang memiliki peringkat bawah.

D. Metode Pengumpulan Data

   1. Variabel Penelitian

             Secara teoritis menurut Hatch dan Farhady (dalam Sugiyono,

     2008:38) variabel dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang atau obyek
38




yang mempunyai “variasi” antara yang satu dengan yang lain atau satu

obyek dengan obyek yang lain. Jadi, dinamakan variabel karena ada

variasinya. Misalnya berat badan sekelompok orang itu bervariasi antara

satu orang dengan yang lain dan lain sebagainya.

        Oleh karena itu Sugiyono (2008:38) mengatakan bahwa variabel

penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal

tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Dari berbagai macam variasi

yang ada, maka akan ditentukan salah satu yang kemudian akan diteliti

untuk lebih concern terhadap informasi yang didapatkan yang kemudian

ditarik kesimpulan dari hasil penelitianya.

a. Variabel Independen atau Variabel Bebas (X)

        Menurut Sugiyono (2008:39) Variabel bebas adalah variabel yang

   mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya

   variabel dependen (variabel terikat). Variabel bebas pada penelitian ini

   adalah character learning education.

b. Variabel Dependen atau Variabel Terikat (Y)

        Masih menurut Sugiyono (2008:39) Variabel terikat adalah

   variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya

   variabel independen (variabel bebas). Variabel terikat pada penelitian

   ini adalah hasil belajar.
39




2. Sumber Data

          Arikunto (2010:172) mengemukakan bahwa : sumber data adalah

  subjek darimana data dapat diperoleh. Berdasarkan pengertian di atas,

  maka yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah siswa

  Sekolah Menengah Pertama Negeri 107 Jakarta kelas VIII-1 dan VIII-

  2 peringkat 11-20.

3. Teknik Pengumpulan Data

          Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar

  untuk memperoleh data yang diperlukan (Nazir, 2009:174). Teknik

  pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam

  penelitian karena tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan data.

  Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini,

  sebagai berikut :

  a. Studi Dokumentasi

          Studi ini digunakan untuk memperoleh informasi atau data yang

     ada kaitannya dengan masalah penelitian. Dengan studi dokumentasi

     diharapkan dapat mengetahui prestasi akademik siswa yaitu melalui

     nilai yang diperoleh dari buku raportnya.

  b. Studi Literatur

          Studi ini digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai teori

     atau pendekatan yang erat hubungannya dengan permasalahan yang

     sedang diteliti.
40




      c. Tes

               Tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang

        diberikan kepada siswa untuk mendapatkan jawaban dari siswa dalam

        bentuk lisan, tulisan, maupun perbuatan (Sudjana, 2010:35). Adapun tes

        yang digunakan dalam teknik pengumpulan data pada penelitian ini

        adalah :

         Tes awal (pretest) adalah tes             yang dilaksanakan sebelum

           kegiatan belajar     mengajar     dengan     suatu   perlakuan     yang

           diberikan.    Tes     ini    digunakan    untuk   mengetahui     tingkat

           pengetahuan awal siswa sebelum pengajaran berkarakter diberikan.

         Tes akhir (posttest) adalah tes yang dilakukan setelah proses belajar

           mengajar selesai, tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana

           peningkatan siswa terhadap pengajaran berkarakter yang telah

           diberikan.

E. Instrumen Penelitian

   1. Definisi Konseptual

               Hasil belajar merupakan tingkat penguasaan siswa setelah belajar

      dengan memasukan character learning education dalam pembelajaran,

      sehingga siswa dapat meningkatkan kecerdasan emosionalnya yang

      kemudian akan berdampak terhadap prestasi kognitif, afektif serta

      psikomotorik siswa itu sendiri.
41




2. Definisi Operasional

          Hasil belajar adalah skor tentang kemampuan pelajaran yang

  diperoleh siswa dari hasil tes belajar berbentuk pilihan ganda sebanyak 20

  soal kognitif serta 5 soal dalam bentuk pertanyaan yang berkaitan dengan

  afektif. Sedangkan untuk Hasil belajar secara afektif dan psikomotorik

  didapat melalui pengamatan langsung dengan diterapkanya Silabus dan

  RPP Berkarakter oleh peneliti dibantu guru bidang studi kelas VIII-1 dan

  VIII-2 SMP Negeri 107 Jakarta.

3. Kisi-Kisi Instrumen

          Instrumen variabel hasil belajar disusun berdasarkan tes hasil

  belajar dalam bentuk soal pilihan ganda yang didasarkan atas materi yang

  telah disampaikan oleh peneliti dibantu dengan guru bidang studi kelas

  VIII-1 dan VIII-2 SMP Negeri 107 Jakarta.

4. Pengujian Instrumen

  a. Pengujian validitas keshahihan atau validitas butir soal.

          Pada penelitian ini, perhitungan validitas butir soal menggunakan

     Product Moment Pearson angka kasar, kemudian dilanjutkan dengan

     rumus Spearman Brown, dengan rumus:




     Keterangan:

     N    : Jumlah sampel responden

     X    : Nilai ulangan harian 1

     Y    : Nilai uji coba yang dapat dijumlah tiap item genap dan ganjil
42




X2 : Jumlah Kuadrat nilai ulangan harian 1

Y2 : Jumlah kuadrat nilai uji coba

XY : Jumlah perkalian antara X dan Y

     Validitas butir soal untuk tes hasil belajar matematika yang

berbentuk pilihan ganda diisi dengan menggunakan rumus korelasi

biserial, yaitu sebagai berikut:




Dimana:

rbis : Koefisien korelasi biserial antara skor butir soal nomor i dengan

     skor total

Xi : Rata-rata skor total responden yang menjawab benar butir soal

      nomor i

Xt : Rata-rata skor total semua responden

St   : Standart deviasi skor total semua responden

Pi   : Proporsi jawaban benar untuk butir soal nomor i

Qi : Proporsi jawaban salah untuk butir soal i

     Untuk menentukan soal valid/ tidak, selanjutnya koefisien rbis

(rhitung) di interpretasikan dengan kriteria:

Jika nilai   rhitung ≥ rtabel berarti valid

             rhitung ≤ rtabel berarti tidak valid
43




b. Pengujian reliabilitas

       Suatu tes dikatakan reliabel atau ajeg apabila beberapa kali

   pengujian menunjukan hasil yang relatif sama (Sudjana, 2010:148).

   Untuk menguji keterhandalan (reliabilitas) perangkat soal untuk pilihan

   ganda diuji dengan menggunakan Product Moment Person dengan

   teknik belah dua (genap-ganjil), dengan rumus:

   Keterangan:

   N   : Jumlah sampel (responden)

   X   : Jumlah skor tiap item ganjil

   Y   : Jumlah skor tiap item genap

   X2 : Jumlah Kuadrat dari tiap item ganjil

   Y2 : Jumlah Kuadrat dari tiap item genap

c. Pengujian taraf kesukaran

       Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui soal-soal yang

   mudah, sedang, dan sukar. Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu

   mudah dan tidak terlalu sukar (Arikunto, 2010:230).

   Cara mengetahui tingkat kesukaran soal dengan menggunakan rumus:




   Keterangan:

   P   : Indeks kesukaran

   B   : Banyaknya siswa yang menjawab butir soal dengan benar

   JS : Jumlah seluruh siswa peserta test

   Menentukan indeks kesukaran soal sebagai berikut:
44




        P    : 0,00 - 0,30 adalah soal sukar

        P    : 0,31 - 0,70 adalah soal sedang

        P    : 0,71 - 1,00 adalah soal mudah

      d. Daya Pembeda Soal

             Daya pembeda soal bertujuan untuk mengetahui kesanggupan soal

        dalam membedakan siswa yang tergolong kurang atau lemah

        prestasinya. Adapun rumus yang digunakan dalam penelitian ini adalah:




        DP = Indeks daya pembeda butir soal

        BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal benar

        BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal benar

        JA = Banyaknya peserta kelompok atas

        JB   = Banyaknya peserta kelompok bawah

        PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

        PB = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

             Untuk menentukan kelompok atas dan kelompok bawah, maka

        siswa diperingkat berdasarkan total skor yang diperoleh kemudian

        diambil 27% kelompok atas (peringkat atas) dan 27% kelompok bawah

        (peringkat bawah).

F. Teknik Analisis Data

      Teknik analisis data merupakan inti menulisan proposal dikarenakan

   bagian ini akan membuktikan kebenaran hasil dari hipotesis seperti yang

   dikemukakan oleh Sugiyono (2008:243) bahwa Teknik analisis data pada
45




penelitian kuantitatif diarahkan untuk menjawab rumusan masalah atau

menguji hipotesis yang telah dirumuskan dalam proposal. Karena datanya

kuantitatif, maka teknik analisis data menggunakan metode statistik yang

sudah tersedia.

1. Teknik Analisis Deskriptif

          Teknik Analisis Deskriptif merupakan teknik analisis data yang

   dapat dinyatakan dengan angka (kuatitatif). Adapun langkah-langkahnya

   adalah sebagai berikut:

  a. Menentukan rentang, ialah data terbesai dikurangi data terkecil;

  b. Menentukan banyak kelas interval yang diperlukan. Banyak kelas

     cukup bagus dengan menggunakan aturan Struges, yaitu:

     Banyak kelas = 1 + (3,3) log n

  c. Menentukan panjang kelas interval;




  d. Menentukan tabel distribusi frekuensi skor;

  e. Menghitung rata-rata (mean);

                                          Keterangan:

                                            = frekuensi

                                            = nilai tengah

  f. Menentukan nilai tengah data/ median (Me);
46




     Keterangan:

     b = batas bawah kelas median, ialah kelas median terletak

     n = jumlah data

     f = frekuensi kelas median

     F = frekuensi komulatif sebelum kelas median

     P = panjang jelas median

  g. Menentukan modus (Mo);




     Keterangan:

     P = panjang jelas median

     b = batas bawah kelas modus, ialah kelas modus terletak

     d1 = selisih frekuensi kelas modus dengan frekuensi kelas modus

           sebelumnya.

     d2 = selisih frekuensi kelas modus dengan frekuensi kelas modus

           sesudahnya.

  h. Mencari simpangan baku (S);




  i. Membuat histogram.

2. Teknik Analisis Persyaratan Data

  a. Uji Normalitas

         Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang

     sedang diteliti berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau
47




bukan. Sedangkan pengujian normalitas yang dilakukan dengan

menggunakan uji x2 (chi kuadrat). Adapun langkah-langkahnya sebagai

berikut:

1) Sajikan data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi;

2) Menentukan rata-rata ( );

3) Menentukan simpangan baku (S);

4) Menentujan batas kelas interval;

5) Mencari Zscore dengan rumus;




6) Mencari luas O - Z dari tabel kurva normal dari O - Z dengan

    menggunakan angka-angka untuk batas kelas lalu mencari luas tiap

    kelasnya;

7) Mencari frekuensi yang diharapkan (Fe) dengan cara mengalihkan

    luas tiap interval dengan jumlah responden;

8) Menghitung chi-kuadrat (x2 hitung);




    Keterangan:

    fe = frekuensi yang diharapkan

    fo = frekuensi yang diperoleh

9) Membandingkan x2 hitung dangan x2 tabel.

    x2 hitung ≤ x2 tabel maka distribusi data normal

    x2 hitung ≥ x2 tabel maka distribusi data tidak normal
48




  b. Uji Homogenitas

            Untuk pengujian homogenitas pada penelitian ini digunakan

     hipotesis sebagai berikut:

     Ho :

     H1 :

     Dimana        adalah varian dari sampel pertama dan      adalah varian

     sampel kedua. Hipotesis tersebut diuji dengan menggunakan rumus

     Fisher yaitu sebagai berikut:




     Dimana:

     S12 = Varian terbesar

     S22 = Varian terkecil

     Kriteria Pengujian:

     Terima Ho Jika FHitung < FTabel

     Tolak Ho Jika FHitung > FTabel

3. Pengujian Hipotesis

            Setelah diketahui bahwa data tersebut berdistribusi normal dan

   homogen, maka dilakukan uji lanjut sesuai dengan hipotesis yaitu:

  a. Hipotesis statistik

     Ho :

     H1 :
49




  Keterangan:

       : Rata-rata hasil belajar matematika pada saat pre test

       : Rata-rata hasil belajar matematika pada saat post test

b. Analisa data

       Pengujian hipotesis penelitian dengan rumus hipotesis statistik

  diatas dengan derajat kebebasan V=Na + Nb - 2 dengan taraf α

  menggunakan uji perbedaan 2 rata-rata dengan uji t (t-test) yang

  rumusnya sebagai berikut:




  Dimana:

              = Rata-rata hasil belajar matematika pada saat pre test

              = Rata-rata hasil belajar matematika pada saat post test

  SA = Simpangan baku siswa pada saat pre test

  SB = Simpangan baku siswa pada saat post test

  N    = Jumlah siswa

  t = Hasil hitung t/ perbedaan antara pre test dan post test

       Adapun kriterianya adalah jika harga mutlak thitung > ttabel pada taraf

  α, maka tidak ada yang berarti. Sedangkan jika harga mutlak thitung <

  ttabel pada taraf α, maka ada perbedaan yang berarti.
50




G. Hipotesis Statistik

    Ho:

    H1 :

    Dimana:

       : Rata-rata hasil belajar matematika pada saat pre test.

       : Rata-rata hasil belajar matematika pada saat post test.

    Ho: Hasil belajar matematika yang diajarkan menggunakan character

           learning education sama dengan yang konvensional.

    H1 : Hasil belajar matematika yang diajarkan menggunakan character

           learning education lebih baik dari yang dengan konvensional.
DAFTAR PUSTAKA



Al-Qarni, Aidh.2012.La Tahzan:For Smart Teachers. Yogyakarta: Lafal
         Indonesia.

Arikunto, Suharsimi.2010.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
         Cetakan Keempatbelas.Jakarta:Rineka Cipta.

Aunurrahman.2010. Belajar      dan    Pemberlajaran.     Cetakan     Keempat.
        Bandung:Alfabeta

Bell, Frederick H. (1981). Teaching and Learning Mathematics (In
         Secondary School). Iowa: Brown Company Publishers

Bertens, K.2007.Etika.Cetakan Kesepuluh.Jakarta:Gramedia Pustaka.

Budiningsih, C.Asri.2005.Belajar dan Pembelajaran.Jakarta:Rineka Cipta

Budiono. (2009). Panduan Pengembangan Materi Pembelajaran. Tersedia
        di     http://www.scribd.com/doc/21684083/Pengemb-Materi-Pembelaj
        Budiono- SMANEJA-Blitar. Diakses pada tanggal 11 Februari 2013

Dimyati.2009.Belajar dan Pembelajaran.Jakarta:Rineka Cipta.

E.T. Ruseffendi.1990.Pengajaran Matematika Modern.Bandung:Tarsito

Erman   Suherman, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran            Matematika
        Kontemporer. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Hamzah, Mustadi, dan Junaedi.2007.Pendidikan Sejarah Perjuangan PGRI
       (PSP - PGRI). Jakarta:Universitas Indraprasta PGRI.

Hidayatullah, M Furqon.2010.Guru Sejati:Membangun Insan Berkarakter
        Kuat dan Cerdas.Cetakan Ketiga.Surakarta:Yuma Pustaka.

J.S. Badudu dan Sutan Mohammad Zain.1996.Kamus Umum Bahasa
        Indonesia.Jakarta:Pustaka Sinar Harapan.

Jujun   S.   Suriasumantri.1993.Filsafat     Ilmu     (Sebuah       Pengantar
        Populer).Jakarta:Pustaka Sinar Harapan.

Kadarsih, Liani.2012.Power Full in Education: Jurus-Jurus Dasyat Menjadi
         Guru Super. Yogyakarta:Araska.


                                     iv

 
Koesoema, Doni.2007.Pendidikan Karakter:Strategi Mendidik Anak di
       Zaman Global. Jakarta:Grasindo.

Mahdiansyah.2011.Pendidikan Membangun Karakter Bangsa.Jakarta:Bestari.

Nazir, Moh.2009.Metode Penelitian.Cetakan Ketujuh.Bogor:Ghalia Indonesia.

Nugroho.1990.Ensiklopedi Nasional Indonesia.Jilid 10.Jakarta:PT. Cipta Adi
        Pustaka

Orlich, C. Donald, et al. 2007. Teaching Strategies : A Guide to Effective
         Instruction. USA: Houghton Mifflin Company

S. Nasution. (2005). Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar.
         Jakarta: Bumi Aksara

Sahlan, Asmaun, dan Prastyo, Angga Teguh.2012.Desain Pembelajaran
        Berbasis Pendidikan Karakter. Yogyakarta:Ar-Ruzz Media.

Suardi.2012.Pengantar Pendidikan (Teori dan Aplikasi).Jakarta:Indeks.

Sudjana,    Nana.2010.Penilaian Hasil Proses Belajar      Mengajar.Cetakan
           Kelimabelas.Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sugiyono.2008.Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.Cetakan
        Keempat.Bandung: Alfabeta.

Tim Penyusun. (2006). Pedoman Model Penilaian Kelas KTSP TK-SD-
       SMP- SMA-SMK-MI-MTs-MA-MAK. Jakarta: BP. Cipta Jaya

Undang-undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 1.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
       Pendidikan Nasional.

W.S.         Winkel.1996.Psikologi      Pendidikan       dan       Evaluasi
           Pendidikan.Jakarta:Gramedia.

Wiyani, Novan Ardy.2012.Manajemen Pendidikan Karakter.Yogyakarta:
        Pedagogia.

http://edukasi.kompas.com/read/2012/03/15/07253564/Uji.Coba.Pendidikan.Ka
          rakter.di.25.Sekolah pukul 15.18 tanggal 5/10/2012

http://edukasi.kompas.com/read/2012/09/27/22554991/Kurikulum.Baru.Pangka
          s.Jumlah.Mata.Pelajaran pukul 10.53 tgl 28/9/2012

                                     iv

 

More Related Content

What's hot

mendiagnosis_permasalahan_pengoperasian_pc_dan_periferal
mendiagnosis_permasalahan_pengoperasian_pc_dan_periferalmendiagnosis_permasalahan_pengoperasian_pc_dan_periferal
mendiagnosis_permasalahan_pengoperasian_pc_dan_periferalNurdin Al-Azies
 
Laporan akhir pratikum metalurgi fisik kelompok 5
Laporan akhir pratikum metalurgi fisik kelompok 5Laporan akhir pratikum metalurgi fisik kelompok 5
Laporan akhir pratikum metalurgi fisik kelompok 5Arismon Saputra
 
Contoh Kkp MI
Contoh Kkp MIContoh Kkp MI
Contoh Kkp MIAhmad M
 
Makalah perkembangan peserta didik ( the reall )
Makalah perkembangan peserta didik ( the reall )Makalah perkembangan peserta didik ( the reall )
Makalah perkembangan peserta didik ( the reall )Sylvester Saragih
 
Modul 9 Pengelolaan Informasi
Modul 9   Pengelolaan InformasiModul 9   Pengelolaan Informasi
Modul 9 Pengelolaan InformasiAan Solo
 
Kelas viii smp matematika_endah budi rahaju
Kelas viii smp matematika_endah budi rahajuKelas viii smp matematika_endah budi rahaju
Kelas viii smp matematika_endah budi rahajuw0nd0
 

What's hot (14)

Badan skripsi
Badan skripsiBadan skripsi
Badan skripsi
 
1947 h-2011
1947 h-20111947 h-2011
1947 h-2011
 
mendiagnosis_permasalahan_pengoperasian_pc_dan_periferal
mendiagnosis_permasalahan_pengoperasian_pc_dan_periferalmendiagnosis_permasalahan_pengoperasian_pc_dan_periferal
mendiagnosis_permasalahan_pengoperasian_pc_dan_periferal
 
0. daftar isi gi
0. daftar isi gi0. daftar isi gi
0. daftar isi gi
 
Laporan akhir pratikum metalurgi fisik kelompok 5
Laporan akhir pratikum metalurgi fisik kelompok 5Laporan akhir pratikum metalurgi fisik kelompok 5
Laporan akhir pratikum metalurgi fisik kelompok 5
 
Contoh Kkp MI
Contoh Kkp MIContoh Kkp MI
Contoh Kkp MI
 
Pemrosesan pcb
Pemrosesan pcbPemrosesan pcb
Pemrosesan pcb
 
Makalah perkembangan peserta didik ( the reall )
Makalah perkembangan peserta didik ( the reall )Makalah perkembangan peserta didik ( the reall )
Makalah perkembangan peserta didik ( the reall )
 
Ilmu bahan listrik
Ilmu bahan listrikIlmu bahan listrik
Ilmu bahan listrik
 
Riset
RisetRiset
Riset
 
Modul 9 Pengelolaan Informasi
Modul 9   Pengelolaan InformasiModul 9   Pengelolaan Informasi
Modul 9 Pengelolaan Informasi
 
Manajemen relawan terbaru
Manajemen relawan terbaruManajemen relawan terbaru
Manajemen relawan terbaru
 
Kelas viii smp matematika_endah budi rahaju
Kelas viii smp matematika_endah budi rahajuKelas viii smp matematika_endah budi rahaju
Kelas viii smp matematika_endah budi rahaju
 
Formulir oprec saung sastra
Formulir oprec saung sastraFormulir oprec saung sastra
Formulir oprec saung sastra
 

Viewers also liked

Kumpulan Karya Tulis Pemenang Lomba Penulisan Konperensi Sanitasi dan Air Min...
Kumpulan Karya Tulis Pemenang Lomba Penulisan Konperensi Sanitasi dan Air Min...Kumpulan Karya Tulis Pemenang Lomba Penulisan Konperensi Sanitasi dan Air Min...
Kumpulan Karya Tulis Pemenang Lomba Penulisan Konperensi Sanitasi dan Air Min...Oswar Mungkasa
 
Powerpoint karya tulis ilmiah klpk 1 sipakatau dan malempu'
Powerpoint karya tulis ilmiah klpk 1  sipakatau dan malempu'Powerpoint karya tulis ilmiah klpk 1  sipakatau dan malempu'
Powerpoint karya tulis ilmiah klpk 1 sipakatau dan malempu'Dimas Arvin
 
Contoh Slide Presentasi Powerpoint yang Baik dan Menarik
Contoh Slide Presentasi Powerpoint yang Baik dan MenarikContoh Slide Presentasi Powerpoint yang Baik dan Menarik
Contoh Slide Presentasi Powerpoint yang Baik dan MenarikMuhammad Noer
 
Contoh Power Point Hasil Penelitian
Contoh Power Point Hasil PenelitianContoh Power Point Hasil Penelitian
Contoh Power Point Hasil PenelitianIndra IR
 
Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #1
Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #1Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #1
Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #1Arry Rahmawan
 
Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #2
Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #2Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #2
Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #2Arry Rahmawan
 
Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #5
Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #5Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #5
Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #5Arry Rahmawan
 
Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #4
Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #4Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #4
Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #4Arry Rahmawan
 
Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #3
Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #3Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #3
Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #3Arry Rahmawan
 

Viewers also liked (10)

Kumpulan Karya Tulis Pemenang Lomba Penulisan Konperensi Sanitasi dan Air Min...
Kumpulan Karya Tulis Pemenang Lomba Penulisan Konperensi Sanitasi dan Air Min...Kumpulan Karya Tulis Pemenang Lomba Penulisan Konperensi Sanitasi dan Air Min...
Kumpulan Karya Tulis Pemenang Lomba Penulisan Konperensi Sanitasi dan Air Min...
 
Powerpoint karya tulis ilmiah klpk 1 sipakatau dan malempu'
Powerpoint karya tulis ilmiah klpk 1  sipakatau dan malempu'Powerpoint karya tulis ilmiah klpk 1  sipakatau dan malempu'
Powerpoint karya tulis ilmiah klpk 1 sipakatau dan malempu'
 
Presentasi sidang KTI
Presentasi sidang KTIPresentasi sidang KTI
Presentasi sidang KTI
 
Contoh Slide Presentasi Powerpoint yang Baik dan Menarik
Contoh Slide Presentasi Powerpoint yang Baik dan MenarikContoh Slide Presentasi Powerpoint yang Baik dan Menarik
Contoh Slide Presentasi Powerpoint yang Baik dan Menarik
 
Contoh Power Point Hasil Penelitian
Contoh Power Point Hasil PenelitianContoh Power Point Hasil Penelitian
Contoh Power Point Hasil Penelitian
 
Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #1
Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #1Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #1
Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #1
 
Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #2
Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #2Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #2
Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #2
 
Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #5
Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #5Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #5
Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #5
 
Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #4
Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #4Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #4
Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #4
 
Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #3
Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #3Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #3
Contoh Desain Slide Presentasi Ilmiah Kreatif dan Menarik #3
 

Similar to Pengaruh character learning education terhadap hasil belajar matematika

Meningkatkan hasil belajar siswa kelas iv sdn 11 parigi
Meningkatkan hasil belajar siswa kelas iv sdn 11 parigiMeningkatkan hasil belajar siswa kelas iv sdn 11 parigi
Meningkatkan hasil belajar siswa kelas iv sdn 11 parigiOperator Warnet Vast Raha
 
Mendiagnosis Permasalahan Pc dan Periferal
Mendiagnosis Permasalahan Pc dan PeriferalMendiagnosis Permasalahan Pc dan Periferal
Mendiagnosis Permasalahan Pc dan Periferalismyndar
 
Modul mendiagnosis permasalahan pengoperasian pc dan periperal
Modul mendiagnosis permasalahan pengoperasian pc dan periperalModul mendiagnosis permasalahan pengoperasian pc dan periperal
Modul mendiagnosis permasalahan pengoperasian pc dan periperalHarly Umboh
 
Troubleshooting
TroubleshootingTroubleshooting
TroubleshootingYusuf Tiar
 
Mendiagnosis Permasalahan pada PC
Mendiagnosis Permasalahan pada PCMendiagnosis Permasalahan pada PC
Mendiagnosis Permasalahan pada PCiksan354
 
Analisis faktor faktor yang mempengaruhi
Analisis faktor faktor yang mempengaruhiAnalisis faktor faktor yang mempengaruhi
Analisis faktor faktor yang mempengaruhiyogieardhensa
 
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada ny
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada nyManajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada ny
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada nyOperator Warnet Vast Raha
 
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) (Full Content)
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) (Full Content)Penelitian Tindakan Kelas (PTK) (Full Content)
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) (Full Content)Frexian Vistano
 
Menggambar bagian mesin_secara_terperinci
Menggambar bagian mesin_secara_terperinciMenggambar bagian mesin_secara_terperinci
Menggambar bagian mesin_secara_terperinciBayu Nugroho
 
Pemb. Pengukuran Luas Bgn Datar & Volum Bgn Ruang Di Sd
Pemb. Pengukuran Luas Bgn Datar & Volum Bgn Ruang Di SdPemb. Pengukuran Luas Bgn Datar & Volum Bgn Ruang Di Sd
Pemb. Pengukuran Luas Bgn Datar & Volum Bgn Ruang Di SdNASuprawoto Sunardjo
 
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada ny
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada nyManajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada ny
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada nyOperator Warnet Vast Raha
 
Berlatih menyusun-proposal-ptk
Berlatih menyusun-proposal-ptkBerlatih menyusun-proposal-ptk
Berlatih menyusun-proposal-ptkrizkinandita
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - Kaltim - UNMUL
Laporan Akhir EKPD 2010 - Kaltim - UNMULLaporan Akhir EKPD 2010 - Kaltim - UNMUL
Laporan Akhir EKPD 2010 - Kaltim - UNMULEKPD
 
Modul 4 Pengolah Kata
Modul 4   Pengolah KataModul 4   Pengolah Kata
Modul 4 Pengolah KataAan Solo
 
Berlatih Menyusun Proposal Ptk
Berlatih Menyusun Proposal PtkBerlatih Menyusun Proposal Ptk
Berlatih Menyusun Proposal PtkWARGA SALAPAN
 
Berlatih menyusun-proposal-ptk
Berlatih menyusun-proposal-ptkBerlatih menyusun-proposal-ptk
Berlatih menyusun-proposal-ptksriyandi djoeweri
 

Similar to Pengaruh character learning education terhadap hasil belajar matematika (20)

Meningkatkan hasil belajar siswa kelas iv sdn 11 parigi
Meningkatkan hasil belajar siswa kelas iv sdn 11 parigiMeningkatkan hasil belajar siswa kelas iv sdn 11 parigi
Meningkatkan hasil belajar siswa kelas iv sdn 11 parigi
 
Mendiagnosis Permasalahan Pc dan Periferal
Mendiagnosis Permasalahan Pc dan PeriferalMendiagnosis Permasalahan Pc dan Periferal
Mendiagnosis Permasalahan Pc dan Periferal
 
Modul mendiagnosis permasalahan pengoperasian pc dan periperal
Modul mendiagnosis permasalahan pengoperasian pc dan periperalModul mendiagnosis permasalahan pengoperasian pc dan periperal
Modul mendiagnosis permasalahan pengoperasian pc dan periperal
 
Troubleshooting
TroubleshootingTroubleshooting
Troubleshooting
 
Mendiagnosis Permasalahan pada PC
Mendiagnosis Permasalahan pada PCMendiagnosis Permasalahan pada PC
Mendiagnosis Permasalahan pada PC
 
Plc dasar
Plc dasarPlc dasar
Plc dasar
 
Analisis faktor faktor yang mempengaruhi
Analisis faktor faktor yang mempengaruhiAnalisis faktor faktor yang mempengaruhi
Analisis faktor faktor yang mempengaruhi
 
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada ny
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada nyManajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada ny
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada ny
 
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) (Full Content)
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) (Full Content)Penelitian Tindakan Kelas (PTK) (Full Content)
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) (Full Content)
 
Menggambar bagian mesin_secara_terperinci
Menggambar bagian mesin_secara_terperinciMenggambar bagian mesin_secara_terperinci
Menggambar bagian mesin_secara_terperinci
 
Kinerja guru
Kinerja guruKinerja guru
Kinerja guru
 
Teknologi biogas
Teknologi biogasTeknologi biogas
Teknologi biogas
 
Pemb. Pengukuran Luas Bgn Datar & Volum Bgn Ruang Di Sd
Pemb. Pengukuran Luas Bgn Datar & Volum Bgn Ruang Di SdPemb. Pengukuran Luas Bgn Datar & Volum Bgn Ruang Di Sd
Pemb. Pengukuran Luas Bgn Datar & Volum Bgn Ruang Di Sd
 
Kata pengantar dkk
Kata pengantar dkkKata pengantar dkk
Kata pengantar dkk
 
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada ny
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada nyManajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada ny
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada ny
 
Berlatih menyusun-proposal-ptk
Berlatih menyusun-proposal-ptkBerlatih menyusun-proposal-ptk
Berlatih menyusun-proposal-ptk
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - Kaltim - UNMUL
Laporan Akhir EKPD 2010 - Kaltim - UNMULLaporan Akhir EKPD 2010 - Kaltim - UNMUL
Laporan Akhir EKPD 2010 - Kaltim - UNMUL
 
Modul 4 Pengolah Kata
Modul 4   Pengolah KataModul 4   Pengolah Kata
Modul 4 Pengolah Kata
 
Berlatih Menyusun Proposal Ptk
Berlatih Menyusun Proposal PtkBerlatih Menyusun Proposal Ptk
Berlatih Menyusun Proposal Ptk
 
Berlatih menyusun-proposal-ptk
Berlatih menyusun-proposal-ptkBerlatih menyusun-proposal-ptk
Berlatih menyusun-proposal-ptk
 

Recently uploaded

tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxherisriwahyuni
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdftsaniasalftn18
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxawaldarmawan3
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsAdePutraTunggali
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxErikaPuspita10
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
Ppt tentang perkembangan Moral Pada Anak
Ppt tentang perkembangan Moral Pada AnakPpt tentang perkembangan Moral Pada Anak
Ppt tentang perkembangan Moral Pada Anakbekamalayniasinta
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxBambang440423
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxDwiYuniarti14
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxalalfardilah
 

Recently uploaded (20)

tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public Relations
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
Ppt tentang perkembangan Moral Pada Anak
Ppt tentang perkembangan Moral Pada AnakPpt tentang perkembangan Moral Pada Anak
Ppt tentang perkembangan Moral Pada Anak
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
 

Pengaruh character learning education terhadap hasil belajar matematika

  • 1.   PENGARUH CHARACTER LEARNING EDUCATION TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA DOSEN : LEONARD SIMANGUNSONG,M.M.,M.Pd Diajukan untuk memenuhi tugas Seminar Praskripsi. OLEH: NAMA : MAYA UMAMI NPM : 200913500674 KELAS : S7C FAKULTAS TEKNIK, MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI JAKARTA TAHUN 2013
  • 2. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . i DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ii DAFTAR TABEL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iii BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang .....………………………….................. 1 B. Identifikasi Masalah .....….…………………………… 5 C. Pembatasan Masalah .....….…………………………... 5 D. Perumusan Masalah ...………………………………... 5 E. Tujuan Penelitian ..…………………………………..... 6 F. Manfaat Penelitian..................………………………… 6 G. Sistematika Penulisan..………………………………... 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori.……………………………………. 8 1. Hakikat Hasil Belajar Matematika ………….. 8 Hakikat Pendidikan Karakter (Character 2. 19 Learning Education) ……………………….... B. Kerangka Berfikir …………………………………. 31 C. Hipotesis Penelitian ……………………………….. 32 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................... 33 1. Tempat Penelitian ……………………………. 33 ii
  • 3. 2. Waktu Penelitian …………………………….. 33 B. Metode Penelitian …………………………………. 34 1. Jenis Penelitian ………………………………. 34 2. Desain Penelitian …………………………….. 35 C. Populasi dan Sampel ………………………………. 36 1. Populasi Penelitian …………………………… 36 2. Sampel Penelitian …………………………….. 36 D. Metode Pengumpulan Data ………………………... 37 1. Variabel Penelitian …………………………… 37 2. Sumber Data ………………………………….. 39 3. Teknik Pengumpulan Data …………………… 39 E. Instrumen Penelitian ………………………………. 40 1. Definisi Konseptual ………………………….. 40 2. Definisi Operasional …………………………. 41 3. Kisi-Kisi Instrumen ………………………….. 41 4. Pengujian Instrumen …………………………. 41 F. Teknik Analisis Data ……………………………… 44 1. Teknik Analisis Deskriptif……………………. 45 2. Teknik Analisis Persyaratan Data ……………. 46 3. Pengujian Hipotesis ………………………….. 48 G. Hipotesis Statistik ………………………………… 50 DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iv LAMPIRAN ii
  • 4. DAFTAR TABEL Tabel 3.1. Jadual Kegiatan Penelitian ..…………………………….. 33 Tabel 3.2. Desain Penelitian ..…………………………….………… 35 iii
  • 5. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan pondasi utama dalam membentuk keberhasilan suatu bangsa, diperlukan adanya perhatian yang lebih untuk menanganinya. Seperti yang dikemukakan oleh Hamzah dan Junaedi (2007:38) bahwa Pendidikan adalah masalah hari depan yang harus dipersiapkan dan ditanggulangi mulai sekarang dan apabila terjadi penundaan, maka akan mendekatkan suatu bangsa pada jurang kehancuran. Krisis moral yang terjadi di tiap-tiap negara merupakan salah satu faktor kehancuran bangsa. Oleh karena itu pendidikan menjadi perhatian serius di masyarakat. Menurut Al-Qarni (2012:10) Pendidikan kita belum berubah dari paradigma lama yang bertumpu pada score atau nilai ujian nasional sebagai patokan pendidikan. Pendidikan saat ini hanya semata-mata dipandang dari segi intelektualitasnya saja padahal pada esensinya pendidikan merupakan sebuah upaya dalam rangka membangun kecerdasan manusia, baik kecerdasan kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Alhasil, kini dekadensi moral yang dialami oleh bangsa Indonesia ditandai dengan maraknya aksi kekerasan, korupsi, pembalakan liar, bahkan sampai pada praktik-praktik kebohongan dalam dunia pendidikan seperti menyontek pada saat ujian dan plagiatisme. Theodore Roosevelt mengatakan (dalam Wiyani, 2012:5) “To educate a person mind and not in morals is to educate a menace to society” 1   
  • 6. 2 (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman marabahaya kepada masyarakat). Dari pernyataan diatas maka perlu adanya keseimbangan antara kecerdasan otak dan aspek moral. Rendahnya moralitas di masyarakat terbukti dengan adanya berbagai tindak kriminal. Hal ini dapat dengan mudah kita jumpai, baik melalui tayangan televisi maupun secara langsung kita lihat dengan mata kepala kita sendiri. Belum lagi permasalahan yang sedang marak diberitakan seperti tindak korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di lingkungan Pemerintahan, BUMN, dan perusahaan swasta. Para koruptorpun sulit untuk dijerat pasal dikarenakan pasal-pasal itu sendiri seperti karet yang elastis dan mudah sekali terputus. Tak heran bila kasus korupsi di negeri ini menjadi kasus yang mudah dilihat, tapi tak bisa dipegang. Sebab, sekali dipegang maka akan banyak tangan yang terpegang. Dengan keadaan yang seperti ini, sulit sekali untuk menentukan mana yang benar-benar koruptor dan mana yang hanya sebatas korban karena semua itu harus teruji di meja hijau atau pengadilan. Melihat sketsa wajah negeri seperti di atas, hal itu tentu akan menjadi tidak baik bila dilihat oleh anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Mereka tentu akan kecewa karena penegakan hukum tak sesuai dengan harapan. Sedangkan mereka selalu mendapatkan nasehat dari para guru untuk berlaku jujur dalam situasi dan keadaan apapun. Apa yang kita dengar dan kita lihat tersebut mengacu pada satu hal, yaitu karakter. Semua sekolah umum diharapkan untuk mampu menjadi sekolah yang cerdas dan berkarakter. Tentu dalam proses pelaksanaanya tak semudah
  • 7. 3 membalikan telapak tangan. Ada saja tantangan dan rintangan yang pasti harus dihadapi. Sekolah berkarakter itu seperti sekolah laskar pelangi. Sekolah dengan fasilitas apa adanya mampu bersaing dan melahirkan peserta didik yang sangat luar biasa. Suatu kisah nyata dari sebuah sekolah yang mampu menjaga sekolahnya tetap unggul walaupun ketiadaan fasilitas dan ketidakadanya dana, tetap menjaga karakter sekolahnya dan membangun kejujuran. Dari sini dapat kita lihat bahwa pendidikan karakter (character learning education) merupakan bentuk solving problem dalam mengatasi paradigma berfikir kebanyakan orang bahwa pendidikan lebih mengacu pada ranah kognitif. Dalam realitas pembelajaran di sekolah, usaha untuk menyeimbangkan ketiga ranah tersebut memang selalu diupayakan, namun pada kenyataannya yang lebih dominan adalah ranah kognitif kemudian psikomotorik. Akibatnya, peserta didik kaya akan kemampuan yang bersifat hard skill namun miskin soft skill output karena ranah afektif yang terabaikan. Keadaan ini seakan sudah menjadi suatu budaya yang mana perlu adanya peran aktif dari berbagai pihak seperti pihak keluarga, sekolah, dan lingkungan. Pada dasarnya keluarga memegang peranan penting dalam penanaman pendidikan karakter, namun sekolah juga merupakan wahana yang tepat untuk ini. Di sekolah anak mengalami perubahan tingkah laku. Proses perubahan tingkah laku dalam diri anak sesuai dengan nilai-nilai sosial dan kebudayaan yang tertuang dalam kurikulum sekolah. Kurikulum
  • 8. 4 pendidikan yang dilaksanakan oleh guru salah satunya berfungsi untuk membentuk tingkah laku menuju kepribadian yang dewasa secara optimal. Pada saat ini, untuk menciptakan kurikulum berkarakter di sekolah tidaklah mudah seperti yang dapat dibayangkan. Apalagi membangunya pada zaman yang edan seperti sekarang. Kurikulum baru ini akan melibatkan beberapa komponen pendidikan lainnya seperti: isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ekstrakurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah. Dari semua komponen tersebut, guru merupakan media yang efektif dalam mendistribusikan pendidikan berkarakter kepada siswa. Dalam hal ini guru harus memulai desain pembelajaran baru. Desain pembelajaran yang kemudian akan diterapkan kepada siswa dengan menginternalisasi ke materi maupun ke dalam bentuk tindakan. Desain ini akan diimplementasikan melalui metode dan strategi yang akan digunakan oleh guru dan komponen pendukung sekolah lainnya. Sekolah akan dikatakan berhasil apabila hasil belajar matematika memuaskan dengan penilaian atau skor yang rata-ratanya bagus. Berkaitan dengan pendidikan karakter terhadap hasil belajar matematika dilakukan sebuah eksperimen oleh para expert. Buku Joseph Zins, dkk (dalam Wiyani, 2012:17) kecerdasan emosional yang di dalamnya terkait erat dengan pendidikan karakter, ternyata berpengaruh sangat kuat dengan keberhasilan belajar. Dengan adanya pendidikan karakter, anak akan memiliki kecerdasan
  • 9. 5 emosional. Kecerdasan emosional adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan karena denganya seseorang akan dapat berhasil menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan dalam bidang akademik. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka diidentifikasikan masalah sebagai berikut: a. Apa yang dimaksud dengan pendidikan karakter? b. Bagaimana metode dan strategi pelaksanaan pendidikan karakter yang digunakan guru di sekolah? c. Bagaimana bentuk implementasi pendidikan karakter pada siswa di sekolah? d. Bagaimana hubungan pendidikan karakter dengan kecerdasan emosional? e. Apakah pendidikan karakter dapat berpengaruh terhadap hasil belajar matematika? C. Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini, permasalahan dibatasi hanya pada: pengaruh character learning education terhadap hasil belajar matematika. D. Perumusan Masalah Secara umum dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: adakah pengaruh character learning education terhadap hasil belajar matematika?
  • 10. 6 E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan pendidikan karakter (character learning education) di sekolah terhadap hasil belajar matematika. F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis: Diharapkan dapat memberikan manfaat pada dunia pendidikan terutama dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang handal dan kokoh melalui pendidikan karakter. 2. Manfaat Praktis: a. Bagi Sekolah sebagai lembaga pendidikan adalah dapat dijadikan referensi untuk melaksanakan kurikulum baru. b. Bagi Guru adalah dapat dijadikan acuan selanjutnya untuk lebih menekankan pada pengajaran berkarakter. c. Bagi Siswa adalah agar mendapatkan hasil belajar yang baik dengan adanya pembentukan karakter siswa. d. Bagi Penulis adalah akan memberi manfaat yang sangat berharga berupa pengalaman praktis dalam penelitian ilmiah. Sekaligus dapat dijadikan referensi ketika mengamalkan ilmu terutama di lembaga pendidikan. e. Bagi Almamater adalah agar dapat memberi sumbangan yang berarti serta dapat menjadi bahan acuan dalam penelitian selanjutnya.
  • 11. 7 G. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan skripsi ini tersusun menjadi 3 (tiga) bab, yang terdiri dari: BAB I : PENDAHULUAN Dalam pendahuluan penulis menguraikan latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : LANDASAN TEORI Pada bab ini peneliti membahas tentang landasan teori yang terdiri dari hakikat hasil belajar dengan sub-sub nya yaitu: hasil belajar serta hakikat pendidikan karakter dengan sub-sub nya yaitu: karakter, pendidikan dan pendidikan karakter (character learning education). BAB III : METODOLOGI PENELITIAN Pada bab III ini penelitian berpusat pada metodologi penelitian, meliputi: tempat dan waktu penelitian, metode penelitian, populasi dan sample, metode pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisa data, dan hipotesis statistik.
  • 12. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hakikat Hasil Belajar Matematika Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku manusia dan mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan. Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan,sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi manusia. Bagi siswa, ia akan belajar sesuai dengan keinginan dan perilakunya masing-masing. Seperti yang dikatakan oleh Skinner (dalam Dimyati, 2009 : 9) bahwa belajar adalah sebuah perilaku. Pada saat belajar, respon menjadi lebih baik begitupun sebaliknya ketika respon menurun dikarenakan tidak belajar. Berkaitan dengan respon, belajar menurut Budiningsih (2005:21) adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Hasil dari perilaku yang membuat respon menjadi lebih baik adalah kepandaian. Semakin banyak belajar maka semakin pandai juga orang tersebut. Lalu didapatkan pengertian bahwa belajar adalah usaha untuk mendapatkan kepandaian (Suardi, 2012:9). Kepandaian didapat atas kesadaran dari si pembelajar sebagai subyek. Dalam memperoleh kepandaian dibutuhkan sebuah media. Menurut Burton (dalam Aunurahman, 2010:35) yaitu perubahan tingkah laku 8   
  • 13. 9 pada diri individu berkat adanya interaksi dengan lingkungan sehingga mereka mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Disini media yang berfungsi untuk mencapai kepandaian adalah interaksi dengan lingkungan. Lingkungan yang bisa saja berbentuk pengalaman melalui sebuah praktik. Dari berbagai macam pengertian belajar yang sebelumnya telah dikemukakan, dalam buku Aunurrahman yang berjudul Belajar dan Pembelajaran dituliskan bahwa ada beberapa kelompok teori yang memberikan pandangan khusus tentang belajar diantaranya: Pertama Behaviorisme, Para penganut teori behaviorisme meyakini bahwa manusia sangat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian di dalam lingkungannya yang memberikan pengalaman-pengalaman tertentu kepadanya. Behaviorisme menekankan pada apa yang dapat dilihat, yaitu tingkah laku. Perubahan tingkah laku yang terjadi adalah berdasarkan paradigma S-R (Stimulus-Respons), yaitu suatu proses yang memberikan respons tertentu terhadap suatu yang datang dari luar. Tokoh aliran behaviorisme adalah Thordike. Ia merupakan orang pertama yang menerangkan hubungan S-R. Kedua Kognitifisme, Belajar menurut kognitifisme diartikan sebagai perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman ini tidak selalu dapat dilihat sebagaimana perubahan tingkah laku. Teori ini menekankan bahwa bagian-bagian suatu situasi saling berhubungan dengan konteks seluruh situasi tersebut. Ketiga Teori belajar psikologi sosial, Menurut
  • 14. 10 teori belajar psikologi sosial, proses belajar jarang sekali merupakan proses yang terjadi dalam keadaan menyendiri, akan tetapi melalui interaksi-interaksi. Interaksi tersebut dapat: (1) Searah (one directional), yaitu bilamana adanya stimuli dari luar menyebabkan timbulnya respons, (2) dua arah, yaitu apabila tingkah laku yang terjadi merupakan hasil interaksi antara individu yang belajar dengan lingkungannya, atau sebaliknya, dan keempat Teori belajar Gagne, Teori belajar yang disusun oleh Gagne merupakan teori Perpaduan yang seimbang antara behaviorisme dan kognitifisme yang berpangkat pada teori informasi. Menurut Gagne cara berpikir seseorang tergantung pada: (a) keterampilan apa yang telah dimilikinya, (b) keterampilan serta hirarki apa yang diperlukan untuk mempelajari suatu tugas. Dengan demikian menurut Gagne dalam proses belajar terdapat dua fenomena yaitu: meningkatnya keterampilan intelektual sejalan dengan meningkatnya umur serta latihan yang diperoleh individu, dan belajar akan lebih cepat bilamana strategi kognitif dapat dipakai dalam memecahkan masalah secara lebih efisien. Berbagai teori tentang belajar telah dikemukakan oleh banyak ahli. Dari sejumlah pandangan dan definisi tentang belajar, kita dapat menemukan beberapa ciri umum kegiatan belajar. Menurut Wragg (dalam Aunurrahman, 2010:35) ciri umum kegiatan belajar adalah Pertama, belajar menunjukan suatu aktivitas pada diri seseorang yang disadari atau disengaja. Aktivitas ini menunjuk pada keaktifan
  • 15. 11 seseorang dalam melakukan sesuatu kegiatan tertentu, baik pada aspek- aspek jasmaniah maupun aspek mental yang memungkinkan terjadinya perubahan pada dirinya. Kedua, belajar merupakan interaksi individu dengan lingkunganya. Lingkungan dalam hal ini dapat berupa manusia atau obyek-obyek lainnya. Adanya interaksi individu dengan lingkungan, mendorong seseorang untuk lebih intensif mengingkatkan keaktifannya. Ketiga, hasil belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku. Walupun tidak semua tingkah laku merupakan hasil belajar, akan tetapi aktivitas belajar umumnya disertai perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku dapat berupa kognitif, afektif maupun psikomotorik. b. Hasil Belajar Dari pengertian belajar diatas maka hasil belajar merupakan perubahan pemahaman, pengetahuan, keterampilan, kecakapan, dan sikap yang terjadi setelah siswa melakukan proses belajar. Hal ini sependapat dengan Dimyati (2009:12) bahwa hasil belajar adalah kapabilitas siswa yang terdiri dari infomasi verbal, keterampilan intelek, keterampilan motorik, sikap, dan siasat kognitif. Berdasarkan pada teori belajar yang dikemukakan Gagne, Gagne menyimpulkan ada lima macam hasil belajar (Aunurrahman, 2010:47) yaitu: (1) Keterampilan intelektual, atau pengetahuan prosedural yang mencakup belajar konsep, prinsip, dan pemecahan masalah yang diperoleh melalui penyajian materi di sekolah, (2) Strategi kognitif,
  • 16. 12 yaitu kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses internal masing-masing individu dalam memperhatikan, belajar, mengingat, dan berfikir, (3) Informasi verbal, yaitu kemampuan untuk mendeskripsikan sesuatu dengan kata-kata dengan jalan mengatur informasi-informasi yang relevan, (4) Keterampilan Motorik, yaitu kemampuan untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan garakan-gerakan yang berhubungan dengan otot, dan (5) Sikap, yaitu kemampuan internal yang mempengaruhi tingkah laku seseorang yang didasari oleh emosi, kepercayaan-kepercayaan serta faktor intelektual. Dari kedua pengertian yang dijabarkan oleh Dimyati dan Gagne menyatakan bahwa hasil belajar bukan hanya dilihat dalam ranah kognitif saja, melainkan dilihat dari afektif dan psikomotoriknya. Salah satu perubahan yang terjadi sebagai bentuk hasil belajar matematika adalah sikap. Sikap menurut Gagne pada teori belajar yang sudah dikemukakan diatas, menyebutkan bahwa sikap yaitu kemampuan internal yang mempengaruhi tingkah laku seseorang yang didasari oleh emosi. Untuk itu perlu adanya pengkajian kecerdasan emosi dari seseorang yang menginginkan hasil belajar yang baik. Salovey dan Mayer (dalam Aunurrahman, 2010:87) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah semuanya, dan
  • 17. 13 menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan. Dengan mengkaji kecerdasan emosional ini, diharapkan kita dapat memiliki pemahaman yang baik sebagai bagian penting dari proses pembelajaran, dan untuk mewujudkan hasil belajar yang diharapkan. Istilah kecerdasan emosional pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Meyer dari University of New Hampshire menurut Shapiro (dalam Aunurrahman, 2010:85) yang mengatakan bahwa bentuk kualitas emosional yang dinilai penting bagi keberhasilan, yaitu: empati, mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan masalah antar pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan, dan sikap hormat. Adanya bentuk kualitas emosional tersebut merupakan hasil belajar yang hakiki dimana terjadi perkembangan secara signifikan yang juga berpengaruh hebat terhadap IQ (Intelligent Quotients) dan EQ (Emotional Quotients) . Seperti yang dikatakan oleh Goleman (dalam Aunurrahman, 2010:86) bahwa tidak seperti IQ yang berubah hanya sedikit setelah melewati usia remaja, kecerdasan emosi lebih banyak diperoleh melalui belajar dari pengalaman sendiri sehingga kecakapan-kecakapan kita dalam hal ini akan terus tumbuh.
  • 18. 14 c. Konsep Matematika Konsep, menurut W. S. Winkel (1996: 44) dapat diartikan sebagai suatu sistem satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Gagne, Robert M. (Bell, Frederick H, 1981: 108) menyatakan bahwa konsep adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan kita dapat mengelompokkan objek ke dalam contoh dan non contoh. Konsep matematika yaitu segala yang berwujud pengertian-pengertian baru yang bisa timbul sebagai hasil pemikiran, meliputi definisi, pengertian, ciri khusus, hakikat dan inti /isi dari materi matematika (Budiono, 2009: 4). Pemahaman konsep adalah kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam memahami definisi, pengertian, ciri khusus, hakikat, inti /isi dari suatu materi dan kompetensi dalam melakukan prosedur (algoritma) secara luwes, akurat, efisien dan tepat (Tim Penyusun, 2006: 142). Konsep matematika disusun secara berurutan sehingga konsep sebelumnya akan digunakan untuk mempelajari konsep selanjutnya. Misalnya konsep luas persegi diajarkan terlebih dahulu daripada konsep luas permukaan kubus. Hal ini karena sisi kubus berbentuk persegi sehingga konsep luas persegi akan digunakan untuk menghitung luas permukaan kubus. Pemahaman terhadap konsep materi prasyarat sangat penting karena apabila siswa menguasai konsep materi prasyarat maka siswa akan mudah untuk memahami konsep materi selanjutnya. Menurut Bell
  • 19. 15 (1981: 117), siswa yang menguasai konsep dapat mengidentifikasi dan mengerjakan soal baru yang lebih bervariasi. Selain itu, apabila anak memahami suatu konsep maka ia akan dapat menggeneralisasikan suatu obyek dalam berbagai situasi lain yang tidak digunakan dalam situasi belajar (S.Nasution, 2005: 164). Siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek. Siswa diharapkan mampu menangkap pengertian suatu konsep melalui pengamatan terhadap contoh- contoh dan bukan contoh (Erman Suherman, dkk, 2003: 57). Sedangkan menurut Orlich C. Donald, et al (2007 : 151) salah satu pembelajaran konsep yang bisa dilakukan adalah mengemukakan contoh/fakta yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari dan memberi kesempatan siswa untuk menemukan sendiri konsep tersebut. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep matematika adalah kemampuan bersikap, berpikir dan bertindak yang ditunjukkan oleh siswa dalam memahami definisi, pengertian, ciri khusus, hakikat dan inti /isi dari materi matematika dan kemampuan dalam memilih serta menggunakan prosedur secara efisien dan tepat. Pemahaman konsep materi prasyarat sangat penting untuk memahami konsep selanjutnya. Selain itu pemahaman konsep dapat digunakan untuk menggeneralisasikan suatu obyek. Konsep matematika harus
  • 20. 16 diajarkan secara berurutan. Hal ini karena pembelajaran matematika tidak dapat dilakukan secara melompat-lompat tetapi harus tahap demi tahap, dimulai dengan pemahaman ide dan konsep yang sederhana sampai ke tahap yang lebih kompleks. d. Ruang Lingkup Matematika Matematika termasuk salah satu disiplin ilmu yang memiliki kajian yang sangat luas sehingga masing-masing ahli bebas mengemukakan pendapatnya tentang matematika berdasarkan sudut pandang, kemampuan, pemahaman, dan pengalamannya masing-masing. Namun menurut kamus umum bahasa Indonesia, “Matematika adalah ilmu menghitung dengan menggunakan bilangan-bilangan” (Badudu, 1996:875). Menurut definisi ini matematika hanya dianggap tentang ilmu yang berkaitan dengan angka-angka atau bilangan. Sehingga jika bicara matematika itu berarti bicara angka dan hitung menghitung. Pendapat senada dikemukakan oleh Ruseffendi, beliau mengatakan: “Matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran” (Ruseffendi, 1990:149). Pendapat ini menganggap matematika sebagai pengetahuan tentang hitung ruang dan peluang yang diperlukan sebagai sarana untuk berfikir logis, rasional, dan eksak agar mampu memecahkan masalah. Seiring berkembangnya zaman, berkembang pula konsep matematika dari berbagai ahli khususnya mengenai ruang lingkup dari matematika itu sendiri. Menurut Nugroho (1990:198), “matematika
  • 21. 17 merupakan alat dan bahasa dasar banyak ilmu”. Hal ini mengatakan bahwa matematika merupakan suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri dan tidak merupakan cabang dari ilmu pengetahuan alam. Sepaham dengan pernyataan diatas, pengembangan dari E.T. Ruseffendi mengenai konsep matematika mengatakan bahwa “Matematika bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan pengetahuan alam” (Ruseffendi, 1990:29). Bukan hanya dalam hal hitung menghitung ternyata pengaruh dari matematika cukup meluas ke ilmu-ilmu lainnya. Lebih ditegaskan lagi oleh Jujun S. Suriasumantri (1993:193) yang mengatakan bahwa “matematika memungkinkan ilmu mengalami perkembangan dari tahap kualitatif ke kuantitatif”. Dari pengertian tersebut, matematika dapat merupakan alat bantu yang efisien dan diperlukan oleh setiap ilmu pengetahuan. Dari uraian konsep matematika diatas dengan adanya pelebaran makna matematika dapat kita ketahui bahwa ruang lingkup matematika tidak hanya mengenai hitung menghitung atau yang berhubungan dengan angka melainkan dapat digunakan sebagai alat bantu untuk kehidupan manusia sehari-hari misalnya mengatur komposisi pupuk, jual beli, memasak, sensus penduduk, dan lain-lain.
  • 22. 18 e. Hasil Belajar Matematika Tujuan proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah adanya perubahan tingkah laku yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa setelah menerima atau menempuh pengalaman belajar. Perubahan tingkah laku yang diharapkan dapat dikuasai siswa yang biasa disebut dengan hasil belajar. Perubahan tingkah laku tersebut dapat berupa penguasaan ilmu pengetahuan, sikap, kebiasaan, tindakan, atau keterampilan tertentu. Sudjana mengemukakan, “Hasil belajar adalah kemampuan- kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya” (Sudjana, 2010:22). Kemudian dipertegas oleh Winkel, beliau mengatakan: “hasil belajar adalah perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman keterampilan, dan nilai sikap yang bersifat konstan/menetap” (Winkel, 1996:15). Oleh karenanya, hasil belajar matematika dapat diartikan sebagai perwujudan dari proses keberhasilan pembelajaran matematika yang dicerminkan dengan perubahan tingkah laku dalam bentuk kognitif, afektif maupun psikomotorik seseorang setelah mendapatkan pengalaman belajar matematika atau secara singkat hasil belajar matematika merupakan suatu indikator untuk mengukur keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran matematika.
  • 23. 19 2. Hakikat Pendidikan Karakter (Character Learning Education) a. Karakter Secara harfiah karakter menurut Hornby dan Parnwell (dalam Hidayatullah, 2010:9) adalah kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi. Disini dinyatakan bahwa kata karakter tak lepas dari kata moral yang mana karakter lebih menekankan adanya kualitas yang terdapat pada kekuatan moral itu sendiri. Sedangkan arti moral adalah nilai-nilai atau norma-norma yang dijadikan pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya (Bertens, 2007:7). Seseorang dapat dikatakan berkarakter apabila telah berhasil menyerap nilai atau norma untuk mengatur tingkah lakunya sebagai kekuatan moral dalam hidupnya. Dikembangkan oleh Kemdiknas (dalam Sahlan dan Prasetyo, 2012:13) bahwa karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berfikir, bersikap, dan bertindak. Berkarakter artinya mempunyai watak, mempunyai kepribadian. Hal ini mengandung makna bahwa karakter merupakan kebajikan yang ditanamkan melalui internalisasi atau memasukan materi dan nilai-nilai yang memiliki keterkaitan dalam membangun sistem berfikir dan berperilaku. Berkaitan dengan kata membangun sistem berfikir, (Koesoema, 2007:3) mengatakan bahwa karakter merupakan kondisi dinamis
  • 24. 20 struktur antropologis individu yang tidak mau sekedar berhenti atas determinasi kodratinya. Dari sini dapat terlihat bahwa adanya pembangunan atau peningkatan dalam sistem berfikir yang mana dijadikan sebuah usaha untuk menjadi semakin integral dalam mengatasi determinasi alam di dirinya demi proses penyempurnaan secara terus-menerus. Sama halnya dengan karakter yang dimiliki oleh siswa. Siswa yang berkarakter akan berusaha memperkuat karakternya apabila karakter itu sendiri diajarkan dengan mengenalkan, memahamkan hingga mengajak siswa sehingga pada akhirnya mereka mampu mempraktekan dan memaknainya sebagai sesuatu yang melekat dan menjadi tindakan perenungan serta mengembangkanya menjadi pusat keunggulan insani. Watak atau karakter siswa terbangun ketika ada sebuah system yang kuat dalam mengembangkan budaya sekolah atau school culture (Kadarsih, 2012:48). Pernyataan Kadarsih diatas dimaksud bahwa adanya budaya sekolah yang memiliki nilai unggul. Nilai unggul sebuah sekolah terlihat dari upaya-upaya yang dilakukan oleh para civitas sekolah (stakeholder) dalam mengembangkan potensi unik dari para siswa dan potensi ini yang dikembangkan dalam pendidikan karakter melalui budaya sekolah. Selain budaya sekolah, karakter yang diajarkan kepada siswa akan dapat bersinergi dengan baik apabila guru sebagai pendidik juga berkarakter. Pendidik yang berkarakter memiliki kepribadian yang
  • 25. 21 ditinjau dari titik tolak etis atau moral, seperti sifat kejujuran, amanah, keteladanan, ataupun sifat-sifat lain yang harus melekat pada diri pendidik. Pendidik yang berkarakter kuat tidak hanya memiliki kemampuan mengajar dalam arti sempit (hanya mentransfer pengetahuan/ ilmu kepada siswa) melainkan ia juga memiliki kemampuan mendidik dalam arti luas. Tak ada bedanya dengan sifat sebagai organ pembentukan karakter, sikap juga memegang peranan penting dalam hal ini. Ketika siswa memiliki sifat yang baik, maka siswa tersebut secara berkesinambungan akan membentuk sikap yang baik pula. Jika dihubungkan dengan sikap sebagai pembentuk hasil belajar, maka sikap menurut Gagne yang berkaitan dengan emosi merupakan salah satu pembentukan karakter. Kecerdasan emosi yang telah kita bahas di atas secara tidak langsung merupakan kesatuan dari karakter. Apabila seseorang yang memiliki kecerdasan emosional yang baik, maka seseorang tersebut dapat dikatakan berkarakter yang pada nantinya kecerdasan emosional ini seharusnya akan berpengaruh positif terhadap hasil belajar matematika. b. Pendidikan Pendidikan merupakan sarana yang menumbuh kembangkan potensi-potensi kemanusiaan untuk bermasyarakat dan menjadi manusia yang sempurna (Suardi, 2012:1). Manusia yang sempurna adalah ketika manusia tersebut dapat dibedakan dari makhluk lainnya
  • 26. 22 yang mana manusia memiliki kemampuan menyadari diri, kemampuan bereksitensi, pemilikan kata hati, moral, kemampuan bertanggung jawab, rasa kebebasan, kesediaan melaksanakan kewajiban dan menyadari hak, dan kemampuan menghayati kebahagiaan. Oleh karena itu perlu adanya pendidikan agar semuanya itu dapat dikembangkan. Pendidikan merupakan sebuah kegiatan manusia yang didalamnya terdapat tindakan edukatif dan didaktis yang diperuntukan bagi generasi yang sedang bertumbuh (Koesoema, 2007:3). Dalam kegiatan mendidik ini, manusia menghayati adanya tujuan-tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan adalah seperangkat hasil pendidikan yang dicapai oleh peserta didik setelah diselenggarakan kegiatan pendidikan (Suardi, 2012:6). Dalam konteks ini tujuan pendidikan merupakan komponen dari sistem pendidikan yang menempati kedudukan dan fungsi sentral. Itu sebabnya setiap tenaga pendidikan perlu memahami dengan baik tujuan pendidikan. Selain tujuan pendidikan, adapun fungsi pendidikan yang perlu kita ketahui. Menurut UU RI No.20 Tahun 2003, pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Berdasarkan fungsi pendidikan nasional diatas, maka peran guru menjadi penentu keberhasilan misi pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Guru bertanggung jawab mengatur, mengarahkan, dan menciptakan suasana kondusif yang mendorong
  • 27. 23 siswa melaksanakan kegiatan diatas. Pendidikan secara khusus difungsikan untuk menumbuh-kembangkan segala potensi kodrat (bawaan) yang ada dalam diri manusia. Pendidikan menurut Charles E. Siberman (dalam Suardi, 2012:5) tidak sama dengan pengajaran, karena pengajaran hanya menitik beratkan pada usaha mengembangkan intelektualitas manusia. Dari sini terlihat bahwa pendidikan mempunyai makna yang lebih luas dari pengajaran, tetapi pengajaran merupakan sarana yang ampuh dalam menyelenggarakan pendidikan. Pendidikan dapat kita peroleh dari keluarga, sekolah, maupun di lingkungan/masyarakat. Pendidikan yang kita peroleh dikeluarga berlangsung sejak dalam kandungan sampai masuk sekolah. Pendidikan yang diberikan orangtua hanya berkisar tentang perkembangan jasmani dan rohani, pembiasaan dan pendidikan yang sederhana. Dan pada tahap ini orangtua mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkembangan fisiknya. Selanjutnya Pendidikan di sekolah yang merupakan kelanjutan dari pendidikan dalam keluarga. Seperti yang kita sering dengar bahwa guru disekolah merupakan orangtua kedua siswa karena selama di sekolah guru lah yang sangat berperan dalam perkembangan anak. Pendidikan terakhir adalah dari lingkungan. Sekolah bagaimanapun majunya tidak mungkin mampu memberikan semua tuntutan perkembangan manusia. Oleh sebab itu selain
  • 28. 24 pendidikan di sekolah dan di keluarga, diperlukan juga pendidikan di masyarakat. c. Pendidikan Karakter (Character Learning Education) Mengingat akan peranan penting individu yang berkarakter, maka perlu adanya tindak lanjut dengan adanya penerapan pendidikan karakter di negera kita. Pendidikan karakter merupakan salah satu elemen penting dalam mewujudkan pilar-pilar kebangkitan bangsa (Sahlan dan Prastyo, 2012:30). Adapun fungsi dari pendidikan karakter yang memang sepaham dengan fungsi pendidikan nasional, sebagaimana dalam pasal 3 UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, yaitu mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pengertian lainya menurut Ratna Megawani (dalam Wiyani, 2012:42) pendidikan karakter adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka dapat memberikan kotribusi positif terhadap masyarakat. Pendidikan karakter menurt Ratna ini mematahkan statement bahwa pendidikan karakter sama dengan mata pelajaran agama dan kewarganegaraan, pendidikan karakter hanya menjadi tanggung jawab keluarga bukan sekolah, dan lain sebagainya.
  • 29. 25 Sebelum melaksanakan pendidikan karakter, perlunya kita tahu mengenai pilar-pilar yang terdapat didalamnya. Heritage Foundation dalam Wiyani (2012:66) menyatakan bahwa terdapat sembilan pilar pendidikan karakter antara lain: cinta kepada tuhan dan semesta beserta isinya; tanggung jawab, disiplin, serta mandiri; jujur; hormat dan santu; kasih sayang, peduli, dan kerjasama; percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati; toleransi, cinta damai, dan persatuan. Untuk mencapai pertumbuhan integral dalam pendidikan karakter perlu dipertimbangkan berbagai macam metode yang membantu mencapai idealisme dan tujuan pendidikan karakter. Metode ini bisa dijadikan unsur yang sangat penting bagi pendidikan karakter di sekolah. Pendidikan yang mengakarkan dirinya pada konteks sekolah akan mampu menjiwai dan mengarahkan sekolah pada penghayatan pendidikan karakter yang realistis, konsisten, dan integral. Menurut Wiyani (2012:73) terdapat lima unsur yang perlu dipertimbangkan yaitu mengajarkan, keteladanan, menentukan prioritas,praksis prioritas, dan refleksi. Dari kelima unsur tersebut digunakan beberapa metode. Masih menurut Wiyani (2012:76) ada dua metode dasar untuk mencapai tujuan pendidikan karakter yaitu: (1) Metode deduksi, dalam pelaksanaan metode ini kepala sekolah dan guru harus memiliki kepekaan terhadap perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, memiliki dinamika yang tinggi, komitmen terhadap
  • 30. 26 masa depan, serta tidak bersikap seenaknya, (2) Metode induksi konsultasi, dalam pelaksanaan metode ini kepala sekolah dan guru harus bekerja secara maksimal dan teliti serta berkomitmen terhadap proses dan hasil pelaksanaan pendidikan karakter. Dari metode di atas diperlukan juga strategi yang tepat dalam pelaksanaan pendidikan karakter. Dalam penerapan pendidikan karakter di sekolah, komponen-komponen pendidikan (isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ekstrakurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah) semua harus ikut terlibat. Penerapan pendidikan di sekolah setidaknya dapat ditempuh melalui empat alternatif strategi secara terpadu. Empat alternatif strategi menurut Ali Mustadi (dalam Wiyani, 2012:78) tersebut pertama, mengintegrasikan konten pendidikan karakter yang telah di rumuskan ke dalam seluruh mata pelajaran. Kedua, mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam kegiatan sehari-hari di sekolah. Ketiga, mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam kegiatan yang diprogramkan atau direncanakan. Keempat, membangun komunikasi dan kerjasama antara sekolah dengan orangtua peserta didik. Dalam pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah, peran guru tak lepas dari Undang-undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005,
  • 31. 27 disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dengan demikian, peran guru dalam pelaksanakan pendidikan karakter di sekolah antara lain: (1) Keteladanan, kedeladanan yang diberikan adalah teladan yang baik, baik itu masalah moral, etika atau akhlak, dimanapun ia berada, (2) Inspirator, seorang guru akan menjadi sosok inspirator jika ia mampu membangkitkan semangat untuk maju dengan menggerakan segala potensi yang dimiliki guna meraih prestasi spektakuler bagi dirinya dan masyarakat, (3) Motivator, motivator yang dilakukan oleh guru baik disengaja ataupun tidak sehingga menjadikan siswa semakin bersemangat dalam meraih cita-citanya, (4) Dinamisator, artinya guru tidak hanya membangkitkan semangat tetapi juga menjadi lokomotif yang benar-benar mendorong ke arah tujuan pendidikan berkarakter, (5) Evaluator, guru harus mengevaluasi metode pembelajaran yang selama ini dipakai dalam pendidikan karakter. Dengan adanya peran guru yang sangat strategis, guru juga harus memiliki komitmen dalam pelaksanaannya. Tanpa komitmen yang kuat, suatu tujuan tidak akan tercapai secara optimal bahkan dapat menuai kegagalan. Wujud komitmen dalam pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah menurut Hidayatullah (2010:58) adalah (1) melaksanakan sosialisasi pendidikan karakter dan melakukan komitmen bersama
  • 32. 28 antara seluruh komponen warga sekolah, (2) Membuat komitmen dengan semua stakeholders, (3) Melakukan analisis konteks terhadap kondisi sekolah (internal dan eksternal) yang dikaitkan dengan nilai- nilai karakter yang dikembangkan pada satuan pendidikan yang bersangkutan. Analisis ini dilakukan untuk menetapkan nilai-nilai dan indikator keberhasilan yang diprioritaskan, sumber daya, sarana yang diperlukan, serta prosedur penilaian keberhasilan, (4)Menyusun rencana aksi sekolah berkaitan dengan penetapan nilai-nilai pendidikan karakter, (5) Membuat perencanaan dan program pelaksanaan pendidikan karakter yang berisi pengintegrasian melalui pembelajaran, penyusunan mata pelajaran muatan lokal, penjadwalan dan penambahan jam belajar di sekolah, (6) Melakukan pengondisian, seperti penyediaan sarana, keteladanan, penghargaan dan pemberdayaan, (7) Melakukan penilaian keberhasilan dan supervisi. Adanya komitmen guru poin 5 (lima) yang menerangkan pengintegrasian melalui mata pelajaran dapat kita lihat di toko buku, adanya buku pendidikan karakter yang dijadikan sebagai materi dalam mata pelajaran baru di Sekolah Dasar (SD) dan pengaplikasian dalam bentuk tindakan di Rencana Proses Pembelajaran (RPP) berkarakter. Pada RPP dewasa ini sedikit demi sedikit telah diterapkan oleh guru sebagai pendidik. Dewasa ini, kurikulum pendidikan karakter sedang digalakkan seperti yang dilakukan oleh Totok Suprayitno sebagai Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Atas (SMA) Direktorat Jenderal
  • 33. 29 Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang melakukan ujicoba Pendidikan Karakter di 25 SMA negeri dan swasta di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi pada tanggal 13 - 18 Maret 2012 (Kompas.com:15/03/2012). Selain pemerintah yang bersinergi terhadap kurikulum ini, nyatanya seluruh pihak juga harus ikut andil sepeti yang dikatakan oleh Mahdiansyah (2011:48) bahwa Pembangunan karakter bangsa jelas memerlukan komitmen dari segenap pihak, dilakukan secara intensif, integratif, dan sinergis. Selain butuhnya dukungan dari segenap pihak, pengembangan karakter juga harus dilakukan secara terus menerus secara stabil. Selain pemerintah yang terlihat memberikan dukungan, bentuk apresiasi masyarakat luas ikut turut mendukung perubahan kurikulum ini. Kurikulum yang menambahkan pembelajaran moral terkait dengan karakter membuat Kementerian Pendidikan dan Budaya mendatangkan para pakar dan tokoh seperti Franz Magnis Suseno, Prof Juwono Sudarsono, serta lainnya untuk menyusun kurikulum pendidikan karakter yang sudah direncanakan pada tahun 2010. Kurikulum ini diprediksi akan selesai disusun pada Februari 2013 (Kompas.com:27/09/2012). Gambaran kualifikasi yang diharapkan melekat pada setiap lulusan sekolah akan tercemin dalam racikan kurikulum yang dirancang pengelola sekolah yang berdangkutan. Kurikulum sendiri merupakan ruh sekaligus guide dalam praktik pendidikan di lingkungan satuan sekolah (Wiyani,
  • 34. 30 2012:93). Kurikulum yang dirancang harus mencerminkan visi, misi, dan tujuan sekolah yang berkomitmen terhadap pendidikan karakter. Kurikulum yang dirancang oleh pemerintah tiap waktu mengalami perubahan ke arah lebih baik mengikuti kemajuan zaman. Kurikulum pendidikan karakter juga harus mengalami pengembangan yang mana pengembangan itu disertai oleh langkah-langkah pembentunya. Menurut Ali Muhtadi (dalam Wiyani, 2012:95) terdapat tujuh langkah dalam pengembangan kurikulum pendidikan karakter yaitu: (1) Mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan pendidikan karakter. Ada kebiasaan-kebiasaan kecil yang dapat menghacurkan bangsa. Kebiasaan mempermalukan diri sendiri seperti meremehkan waktu, bangun kesiangan, dan lain-lain, kebiasaan memperlakukan lingkungan seperti membuang sampah di sembarang tempat, kebiasaan yang merugikan ekonomi seperti konsumtif, pamer, boros listrik, dan lain sebagainya, kebiasaan dalam bersosial seperti demo upah gaji, tawuran, suap-menyuap dan lain-lain, (2) Merumuskan visi, misi dan tujuan sekolah. Statement visi mengisyaratkan tujuan puncak dari sebuah intuisi dan untuk apa visi itu dicapai sedangkan misi merupakan hal-hal yang digunakan untuk mencapai visi tersebut, (3) Merumuskan indikator perilaku peserta didik. Indikator dirumuskan dalam bentuk perilaku peserta didik di kelas dan kegiatan sekolah yang dapat diamati, (4) Mengembangkan silabus dan rencana pembelajaran berbasis pendidikan karakter. Silabus yaitu garis besar, ringkasan, ikhtisar atau
  • 35. 31 garis-garis besar program pembelajaran dan RPP merupakan pegangan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran baik di kelas, laboratorium, dan/ atau lapangan untuk setiap kompetensi dasar, (5) Mengintegrasikan konten kurikulum pendidikan karakter ke seluruh mata pelajaran, (6) Mengembangkan instrumen penilaian pendidikan untuk mengukur ketercapaian program pendidikan karakter, (7) Membangun komunikasi dan kerjasama sekolah dengan orang tua peserta didik. B. Kerangka Berfikir Krisis moral yang terjadi di negara kita ini sudah menjadi makanan publik sehari-hari. Berbagai macam pertanyaan dilontarkan karena kemirisan kita melihat bangsa yang semakin tidak terkontrol. Berkaitan dengan moral, kata karakter melekat didalamnya. Karakter yang merupakan penyerapan nilai atau norma untuk mengatur tingkah laku sebagai kekuatan moral dalam hidupnya. Karakter sendiri dibentuk dari beberapa aspek salah satunya sikap. Sikap yang lebih cenderung berkaitan dengan emosi membutuhkan kecerdasan dalam pengelolaanya. Kecerdasan emosional diperlukan dalam belajar yang kemudian memiliki peran yang strategis dalam peningkatan hasil belajar. Kecerdasan emosional yang berkaitan dengan karakter tidak begitu saja dengan mudah didapat. Butuh adanya pendidikan yang dapat bersinergi terhadap pembentukanya. Pendidikan yang tidak menilai dari aspek kognitif melainkan melalui aspek afektif serta psikomotorik. Pendidikan yang
  • 36. 32 mencakup ketiga aspek tersebut adalah pendidikan karakter. Pendidikan karakter bukan hanya dapat dilakukan di keluarga maupun masyarakat melainkan pendidikan ini dapat di terapkan di sekolah sebagai rumah kedua untuk siswa. Keberadaan kurikulum pendidikan karakter merupakan bentuk apresiasi dari pemerintah yang turut mendukung untuk memperbaiki moral bangsa kita. Setelah adanya peneliti sebelumnya mengenai pelaksanaan pendidikan karakter mulai dari adanya penerapan langsung menginternalisasi ke mata pelajaran, silabus dan RPP berkarakter, metode yang dapat digunakan, strategi pelaksanaan yang tentunya itu semua merupakan disain yang dibuat untuk melaksanakan kurikulum pendidikan karakter ini. Oleh karena itu, penulis menduga bahwa adanya pengaruh character learning education terhadap hasil belajar matematika. C. Hipotesis Penelitian Berdasarkan landasan teori dan kerangka berfikir diatas, maka hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan yaitu terdapat pengaruh positif character learning education terhadap hasil belajar matematika.
  • 37. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat penelitian ini akan dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 107 Jakarta kelas VIII yang dipimpin oleh Ibu Dra. Ida Farida, M.Pd sebagai Kepala Sekolah. 2. Waktu Penelitian Kegiatan ini akan dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2013/2014 selama 6 (enam) bulan yaitu dari bulan Januari 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 dengan pembagian waktu sebagai berikut: Tabel 3.1. Jadual Kegiatan Penelitian Bulan Kegiatan Januari Februari Maret April Mei Juni 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Pengajuan masalah dan judul Menentukan lokasi dan sampel Studi pendahuluan Penyusunan instrumen Pengujian Instrumen Pengumpulan dan pengelompokan data Membuat laporan hasil penelitian Sidang Skripsi   33   
  • 38. 34 B. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2008:2). Dari Pernyataan diatas, dikemukakan terdapat empat kata kunci yang harus diperhatikan yaitu: cara ilmiah, data, tujuan dan kegunaan. Dapat disimpulkan bahwa dalam sebuah penelitian, untuk mendapatkan suatu keberhasilan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka penulis perlu menggunakan metode yang dianggap sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini penulis memilih metode eksperimen kuasi atau disebut juga dengan metode eksperimen semu. Eksperimen sendiri adalah observasi dibawah kondisi buatan (artificial condition) dimana kondisi tersebut dibuat dan diatur oleh si peneliti (Nazir, 2009:63). Dalam eksperimen ini masih adanya perlakuan dari lingkungan yang turut berkecimpung. Disini peneliti akan terjun langsung ke dalam penelitianya selama batas waktu yang ditentukan. Sedangkan metode eksperimen kuasi adalah metode penelitian yang mendekati percobaan sungguhan dimana tidak mungkin mengadakan kontrol/ memanipulasikan semua variabel yang relevan (Nazir, 2009:73). Sama hal nya dengan metode eksperimen murni hanya saja karena berbagai hal terutama berkenaan dengan pengontrolan variabel kemungkinan sukar sekali dapat digunakan metode eksperimen murni atau
  • 39. 35 sungguhan. Dan biasanya metode eksperimen murni hanya digunakan oleh peneliti dibidang SAINS dimana tidak adanya perlakuan dari lingkungan. 2. Desain Penelitian Berdasarkan pada metode eksperimen digunakan dalam penelitian ini, maka desain eksperimen yang digunakan adalah sebagai berikut: Tabel 3.2. Desain Penelitian Kelompok Symbol Perlakuan Tes Eksperimen Re X1 O Kontrol Rc X2 O Keterangan: R : Simbol Penelitian kelas eksperimen dan kelas kontrol dua kelompok yang ekuivalen X1 : “Perlakuan kelas eksperimen” yaitu pemberian character learning education X2 : “Perlakuan kelas kontrol” yaitu pemberian metode konvensional Dalam desain ini, hasil belajar yang merupakan data dari penelitian itu dikelompokan menjadi hasil belajar kelas eksperimen dan hasil belajar kelas kontrol. Manipulasi variabel dalam penelitian ini dilakukan pada variabel bebas yaitu pembelajaran matematika dengan pemberian
  • 40. 36 character learning education pada kelas eksperimen dan metode pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. Sebelum diberi perlakuan, terlebih dahulu akan dilihat kemampuan awal dari sampel penelitian yang akan dikenai perlakuan, baik dari kelompok eksperimen maupun control. Pada kelompok eksperimen diberikan perlakuan khusus yaitu pada pembelajaran matematika dengan pemberian character learning education, sedangkan pada kelompok kontrol diberikan pembelajaran matematika dengan menggunakan metode konvensional. Pada akhir eksperimen kedua kelompok tersebut diukur dengan menggunakan alat ukur yang sama, yaitu tes hasil belajar matematika. Hasil pengukuran tersebut diukur kemudian dibandingkan dengan tabel statistik yang digunakan. C. Populasi dan Sample 1. Populasi Penelitian Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2010:173). Berdasarkan pada pengertian di atas, maka yang menjadi Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 107 Jakarta Tahun ajaran 2013/2014. 2. Sampel Penelitian a. Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2008:81). Dalam penelitian ini diambil
  • 41. 37 sampel siswa kelas VIII-1 dan VIII-2 dengan peringkat 11-20 SMP Negeri 107 Jakarta dengan jumlah siswa 20 orang. b. Teknik Sampling Setelah sampel diketahui, maka langkah selanjutnya adalah pemilihan teknik sampling. Teknik sampling merupakan teknik untuk pengambilan sampel. Teknik Sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah Teknik Sampling Purposive yang mana teknik ini digunakan dengan memilih sampel sesuai dengan kebutuhan seperti yang dikemukakan oleh Sugiyono (2008:81) bahwa teknik sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Contohnya saja dalam penelitian ini, sampel yang diambil hanya kelas VIII yang memiliki peringkat 11-20 karena tingkat kecerdasannya menengah. Apabila diberikan perlakuan character learning education akan mempermudah peneliti melakukan penelitian dan memberikan kesimpulan. Lain halnya dengan siswa yang memiliki peringkat atas yang mana memang pada dasarnya siswa tersebut sudah rajin. Apapun perlakuan yang diberikan akan tetap rajin dikarenakan karakter yang sudah menempel di diri siswa. Sama halnya dengan siswa yang memiliki peringkat bawah. D. Metode Pengumpulan Data 1. Variabel Penelitian Secara teoritis menurut Hatch dan Farhady (dalam Sugiyono, 2008:38) variabel dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang atau obyek
  • 42. 38 yang mempunyai “variasi” antara yang satu dengan yang lain atau satu obyek dengan obyek yang lain. Jadi, dinamakan variabel karena ada variasinya. Misalnya berat badan sekelompok orang itu bervariasi antara satu orang dengan yang lain dan lain sebagainya. Oleh karena itu Sugiyono (2008:38) mengatakan bahwa variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Dari berbagai macam variasi yang ada, maka akan ditentukan salah satu yang kemudian akan diteliti untuk lebih concern terhadap informasi yang didapatkan yang kemudian ditarik kesimpulan dari hasil penelitianya. a. Variabel Independen atau Variabel Bebas (X) Menurut Sugiyono (2008:39) Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (variabel terikat). Variabel bebas pada penelitian ini adalah character learning education. b. Variabel Dependen atau Variabel Terikat (Y) Masih menurut Sugiyono (2008:39) Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel independen (variabel bebas). Variabel terikat pada penelitian ini adalah hasil belajar.
  • 43. 39 2. Sumber Data Arikunto (2010:172) mengemukakan bahwa : sumber data adalah subjek darimana data dapat diperoleh. Berdasarkan pengertian di atas, maka yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 107 Jakarta kelas VIII-1 dan VIII- 2 peringkat 11-20. 3. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan (Nazir, 2009:174). Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian karena tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan data. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut : a. Studi Dokumentasi Studi ini digunakan untuk memperoleh informasi atau data yang ada kaitannya dengan masalah penelitian. Dengan studi dokumentasi diharapkan dapat mengetahui prestasi akademik siswa yaitu melalui nilai yang diperoleh dari buku raportnya. b. Studi Literatur Studi ini digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai teori atau pendekatan yang erat hubungannya dengan permasalahan yang sedang diteliti.
  • 44. 40 c. Tes Tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapatkan jawaban dari siswa dalam bentuk lisan, tulisan, maupun perbuatan (Sudjana, 2010:35). Adapun tes yang digunakan dalam teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah :  Tes awal (pretest) adalah tes yang dilaksanakan sebelum kegiatan belajar mengajar dengan suatu perlakuan yang diberikan. Tes ini digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan awal siswa sebelum pengajaran berkarakter diberikan.  Tes akhir (posttest) adalah tes yang dilakukan setelah proses belajar mengajar selesai, tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana peningkatan siswa terhadap pengajaran berkarakter yang telah diberikan. E. Instrumen Penelitian 1. Definisi Konseptual Hasil belajar merupakan tingkat penguasaan siswa setelah belajar dengan memasukan character learning education dalam pembelajaran, sehingga siswa dapat meningkatkan kecerdasan emosionalnya yang kemudian akan berdampak terhadap prestasi kognitif, afektif serta psikomotorik siswa itu sendiri.
  • 45. 41 2. Definisi Operasional Hasil belajar adalah skor tentang kemampuan pelajaran yang diperoleh siswa dari hasil tes belajar berbentuk pilihan ganda sebanyak 20 soal kognitif serta 5 soal dalam bentuk pertanyaan yang berkaitan dengan afektif. Sedangkan untuk Hasil belajar secara afektif dan psikomotorik didapat melalui pengamatan langsung dengan diterapkanya Silabus dan RPP Berkarakter oleh peneliti dibantu guru bidang studi kelas VIII-1 dan VIII-2 SMP Negeri 107 Jakarta. 3. Kisi-Kisi Instrumen Instrumen variabel hasil belajar disusun berdasarkan tes hasil belajar dalam bentuk soal pilihan ganda yang didasarkan atas materi yang telah disampaikan oleh peneliti dibantu dengan guru bidang studi kelas VIII-1 dan VIII-2 SMP Negeri 107 Jakarta. 4. Pengujian Instrumen a. Pengujian validitas keshahihan atau validitas butir soal. Pada penelitian ini, perhitungan validitas butir soal menggunakan Product Moment Pearson angka kasar, kemudian dilanjutkan dengan rumus Spearman Brown, dengan rumus: Keterangan: N : Jumlah sampel responden X : Nilai ulangan harian 1 Y : Nilai uji coba yang dapat dijumlah tiap item genap dan ganjil
  • 46. 42 X2 : Jumlah Kuadrat nilai ulangan harian 1 Y2 : Jumlah kuadrat nilai uji coba XY : Jumlah perkalian antara X dan Y Validitas butir soal untuk tes hasil belajar matematika yang berbentuk pilihan ganda diisi dengan menggunakan rumus korelasi biserial, yaitu sebagai berikut: Dimana: rbis : Koefisien korelasi biserial antara skor butir soal nomor i dengan skor total Xi : Rata-rata skor total responden yang menjawab benar butir soal nomor i Xt : Rata-rata skor total semua responden St : Standart deviasi skor total semua responden Pi : Proporsi jawaban benar untuk butir soal nomor i Qi : Proporsi jawaban salah untuk butir soal i Untuk menentukan soal valid/ tidak, selanjutnya koefisien rbis (rhitung) di interpretasikan dengan kriteria: Jika nilai rhitung ≥ rtabel berarti valid rhitung ≤ rtabel berarti tidak valid
  • 47. 43 b. Pengujian reliabilitas Suatu tes dikatakan reliabel atau ajeg apabila beberapa kali pengujian menunjukan hasil yang relatif sama (Sudjana, 2010:148). Untuk menguji keterhandalan (reliabilitas) perangkat soal untuk pilihan ganda diuji dengan menggunakan Product Moment Person dengan teknik belah dua (genap-ganjil), dengan rumus: Keterangan: N : Jumlah sampel (responden) X : Jumlah skor tiap item ganjil Y : Jumlah skor tiap item genap X2 : Jumlah Kuadrat dari tiap item ganjil Y2 : Jumlah Kuadrat dari tiap item genap c. Pengujian taraf kesukaran Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui soal-soal yang mudah, sedang, dan sukar. Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar (Arikunto, 2010:230). Cara mengetahui tingkat kesukaran soal dengan menggunakan rumus: Keterangan: P : Indeks kesukaran B : Banyaknya siswa yang menjawab butir soal dengan benar JS : Jumlah seluruh siswa peserta test Menentukan indeks kesukaran soal sebagai berikut:
  • 48. 44 P : 0,00 - 0,30 adalah soal sukar P : 0,31 - 0,70 adalah soal sedang P : 0,71 - 1,00 adalah soal mudah d. Daya Pembeda Soal Daya pembeda soal bertujuan untuk mengetahui kesanggupan soal dalam membedakan siswa yang tergolong kurang atau lemah prestasinya. Adapun rumus yang digunakan dalam penelitian ini adalah: DP = Indeks daya pembeda butir soal BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal benar BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal benar JA = Banyaknya peserta kelompok atas JB = Banyaknya peserta kelompok bawah PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar PB = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar Untuk menentukan kelompok atas dan kelompok bawah, maka siswa diperingkat berdasarkan total skor yang diperoleh kemudian diambil 27% kelompok atas (peringkat atas) dan 27% kelompok bawah (peringkat bawah). F. Teknik Analisis Data Teknik analisis data merupakan inti menulisan proposal dikarenakan bagian ini akan membuktikan kebenaran hasil dari hipotesis seperti yang dikemukakan oleh Sugiyono (2008:243) bahwa Teknik analisis data pada
  • 49. 45 penelitian kuantitatif diarahkan untuk menjawab rumusan masalah atau menguji hipotesis yang telah dirumuskan dalam proposal. Karena datanya kuantitatif, maka teknik analisis data menggunakan metode statistik yang sudah tersedia. 1. Teknik Analisis Deskriptif Teknik Analisis Deskriptif merupakan teknik analisis data yang dapat dinyatakan dengan angka (kuatitatif). Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: a. Menentukan rentang, ialah data terbesai dikurangi data terkecil; b. Menentukan banyak kelas interval yang diperlukan. Banyak kelas cukup bagus dengan menggunakan aturan Struges, yaitu: Banyak kelas = 1 + (3,3) log n c. Menentukan panjang kelas interval; d. Menentukan tabel distribusi frekuensi skor; e. Menghitung rata-rata (mean); Keterangan: = frekuensi = nilai tengah f. Menentukan nilai tengah data/ median (Me);
  • 50. 46 Keterangan: b = batas bawah kelas median, ialah kelas median terletak n = jumlah data f = frekuensi kelas median F = frekuensi komulatif sebelum kelas median P = panjang jelas median g. Menentukan modus (Mo); Keterangan: P = panjang jelas median b = batas bawah kelas modus, ialah kelas modus terletak d1 = selisih frekuensi kelas modus dengan frekuensi kelas modus sebelumnya. d2 = selisih frekuensi kelas modus dengan frekuensi kelas modus sesudahnya. h. Mencari simpangan baku (S); i. Membuat histogram. 2. Teknik Analisis Persyaratan Data a. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang sedang diteliti berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau
  • 51. 47 bukan. Sedangkan pengujian normalitas yang dilakukan dengan menggunakan uji x2 (chi kuadrat). Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut: 1) Sajikan data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi; 2) Menentukan rata-rata ( ); 3) Menentukan simpangan baku (S); 4) Menentujan batas kelas interval; 5) Mencari Zscore dengan rumus; 6) Mencari luas O - Z dari tabel kurva normal dari O - Z dengan menggunakan angka-angka untuk batas kelas lalu mencari luas tiap kelasnya; 7) Mencari frekuensi yang diharapkan (Fe) dengan cara mengalihkan luas tiap interval dengan jumlah responden; 8) Menghitung chi-kuadrat (x2 hitung); Keterangan: fe = frekuensi yang diharapkan fo = frekuensi yang diperoleh 9) Membandingkan x2 hitung dangan x2 tabel. x2 hitung ≤ x2 tabel maka distribusi data normal x2 hitung ≥ x2 tabel maka distribusi data tidak normal
  • 52. 48 b. Uji Homogenitas Untuk pengujian homogenitas pada penelitian ini digunakan hipotesis sebagai berikut: Ho : H1 : Dimana adalah varian dari sampel pertama dan adalah varian sampel kedua. Hipotesis tersebut diuji dengan menggunakan rumus Fisher yaitu sebagai berikut: Dimana: S12 = Varian terbesar S22 = Varian terkecil Kriteria Pengujian: Terima Ho Jika FHitung < FTabel Tolak Ho Jika FHitung > FTabel 3. Pengujian Hipotesis Setelah diketahui bahwa data tersebut berdistribusi normal dan homogen, maka dilakukan uji lanjut sesuai dengan hipotesis yaitu: a. Hipotesis statistik Ho : H1 :
  • 53. 49 Keterangan: : Rata-rata hasil belajar matematika pada saat pre test : Rata-rata hasil belajar matematika pada saat post test b. Analisa data Pengujian hipotesis penelitian dengan rumus hipotesis statistik diatas dengan derajat kebebasan V=Na + Nb - 2 dengan taraf α menggunakan uji perbedaan 2 rata-rata dengan uji t (t-test) yang rumusnya sebagai berikut: Dimana: = Rata-rata hasil belajar matematika pada saat pre test = Rata-rata hasil belajar matematika pada saat post test SA = Simpangan baku siswa pada saat pre test SB = Simpangan baku siswa pada saat post test N = Jumlah siswa t = Hasil hitung t/ perbedaan antara pre test dan post test Adapun kriterianya adalah jika harga mutlak thitung > ttabel pada taraf α, maka tidak ada yang berarti. Sedangkan jika harga mutlak thitung < ttabel pada taraf α, maka ada perbedaan yang berarti.
  • 54. 50 G. Hipotesis Statistik Ho: H1 : Dimana: : Rata-rata hasil belajar matematika pada saat pre test. : Rata-rata hasil belajar matematika pada saat post test. Ho: Hasil belajar matematika yang diajarkan menggunakan character learning education sama dengan yang konvensional. H1 : Hasil belajar matematika yang diajarkan menggunakan character learning education lebih baik dari yang dengan konvensional.
  • 55. DAFTAR PUSTAKA Al-Qarni, Aidh.2012.La Tahzan:For Smart Teachers. Yogyakarta: Lafal Indonesia. Arikunto, Suharsimi.2010.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Cetakan Keempatbelas.Jakarta:Rineka Cipta. Aunurrahman.2010. Belajar dan Pemberlajaran. Cetakan Keempat. Bandung:Alfabeta Bell, Frederick H. (1981). Teaching and Learning Mathematics (In Secondary School). Iowa: Brown Company Publishers Bertens, K.2007.Etika.Cetakan Kesepuluh.Jakarta:Gramedia Pustaka. Budiningsih, C.Asri.2005.Belajar dan Pembelajaran.Jakarta:Rineka Cipta Budiono. (2009). Panduan Pengembangan Materi Pembelajaran. Tersedia di http://www.scribd.com/doc/21684083/Pengemb-Materi-Pembelaj Budiono- SMANEJA-Blitar. Diakses pada tanggal 11 Februari 2013 Dimyati.2009.Belajar dan Pembelajaran.Jakarta:Rineka Cipta. E.T. Ruseffendi.1990.Pengajaran Matematika Modern.Bandung:Tarsito Erman Suherman, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Hamzah, Mustadi, dan Junaedi.2007.Pendidikan Sejarah Perjuangan PGRI (PSP - PGRI). Jakarta:Universitas Indraprasta PGRI. Hidayatullah, M Furqon.2010.Guru Sejati:Membangun Insan Berkarakter Kuat dan Cerdas.Cetakan Ketiga.Surakarta:Yuma Pustaka. J.S. Badudu dan Sutan Mohammad Zain.1996.Kamus Umum Bahasa Indonesia.Jakarta:Pustaka Sinar Harapan. Jujun S. Suriasumantri.1993.Filsafat Ilmu (Sebuah Pengantar Populer).Jakarta:Pustaka Sinar Harapan. Kadarsih, Liani.2012.Power Full in Education: Jurus-Jurus Dasyat Menjadi Guru Super. Yogyakarta:Araska. iv  
  • 56. Koesoema, Doni.2007.Pendidikan Karakter:Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta:Grasindo. Mahdiansyah.2011.Pendidikan Membangun Karakter Bangsa.Jakarta:Bestari. Nazir, Moh.2009.Metode Penelitian.Cetakan Ketujuh.Bogor:Ghalia Indonesia. Nugroho.1990.Ensiklopedi Nasional Indonesia.Jilid 10.Jakarta:PT. Cipta Adi Pustaka Orlich, C. Donald, et al. 2007. Teaching Strategies : A Guide to Effective Instruction. USA: Houghton Mifflin Company S. Nasution. (2005). Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara Sahlan, Asmaun, dan Prastyo, Angga Teguh.2012.Desain Pembelajaran Berbasis Pendidikan Karakter. Yogyakarta:Ar-Ruzz Media. Suardi.2012.Pengantar Pendidikan (Teori dan Aplikasi).Jakarta:Indeks. Sudjana, Nana.2010.Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.Cetakan Kelimabelas.Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sugiyono.2008.Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.Cetakan Keempat.Bandung: Alfabeta. Tim Penyusun. (2006). Pedoman Model Penilaian Kelas KTSP TK-SD- SMP- SMA-SMK-MI-MTs-MA-MAK. Jakarta: BP. Cipta Jaya Undang-undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. W.S. Winkel.1996.Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Pendidikan.Jakarta:Gramedia. Wiyani, Novan Ardy.2012.Manajemen Pendidikan Karakter.Yogyakarta: Pedagogia. http://edukasi.kompas.com/read/2012/03/15/07253564/Uji.Coba.Pendidikan.Ka rakter.di.25.Sekolah pukul 15.18 tanggal 5/10/2012 http://edukasi.kompas.com/read/2012/09/27/22554991/Kurikulum.Baru.Pangka s.Jumlah.Mata.Pelajaran pukul 10.53 tgl 28/9/2012 iv