Contoh Perubahan Proses Bisnis/Sosial Akibat Teknologi Yang "Melunturkan" Nil...naufals11
Β
Contoh Perubahan Proses Bisnis/Sosial Akibat Teknologi Yang "Melunturkan" Nilai Etika, Tugas 1, Individu, Etika Profesi teknologi Informasi & Komunikasi, STMIK Nusamandiri
Contoh Perubahan Proses Bisnis/Sosial Akibat Teknologi Yang "Melunturkan" Nil...naufals11
Β
Contoh Perubahan Proses Bisnis/Sosial Akibat Teknologi Yang "Melunturkan" Nilai Etika, Tugas 1, Individu, Etika Profesi teknologi Informasi & Komunikasi, STMIK Nusamandiri
Kebijakan Pemerintah Terhadap Pembangunan Koperasi dan UMKM (Presentasi)Noor Adn
Β
Pada presentasi kali ini insyaAllah akan dijelasskan mengenai kebijakan pemerintah terhadap pembangunan koperasi dan UMKM, yang meliputi definisi kebijakan pemerintah, sikap sebagai Muslim terhadap kebijakan pemerintah, definisi koperasi dan UMKM, serta peran dan tujuan pemerintah terhadap pengembangan.
Dalam rangka melengkapi mata kuliah KKP di Perguruan Tinggi Raharja, setiap mahasiswa di haruskan membuat final presentasi.
yang di presentasikan diantara latar belakang KKP, data perusahaan, project, dll...
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) KabupatenPenataan Ruang
Β
Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum No 15/PRT/M/2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten. Berisikan ketentuan teknis muatan rencana tata ruang wilayah, proses dan prosedur penyusunan rencana tata ruang wilayah.
Buletin FK UNtar edisi perdana, dapatkan profil terkini Ketua Ikatan Alumni FK Untar Dr. dr. Diah Rini Handjari, SpPA serta profil Dekan FK Untar Dr. dr. Meilani Kumala, M.S., Sp.GK(K) dan artikel menarik lainnya seperti
Kebijakan Pemerintah Terhadap Pembangunan Koperasi dan UMKM (Presentasi)Noor Adn
Β
Pada presentasi kali ini insyaAllah akan dijelasskan mengenai kebijakan pemerintah terhadap pembangunan koperasi dan UMKM, yang meliputi definisi kebijakan pemerintah, sikap sebagai Muslim terhadap kebijakan pemerintah, definisi koperasi dan UMKM, serta peran dan tujuan pemerintah terhadap pengembangan.
Dalam rangka melengkapi mata kuliah KKP di Perguruan Tinggi Raharja, setiap mahasiswa di haruskan membuat final presentasi.
yang di presentasikan diantara latar belakang KKP, data perusahaan, project, dll...
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) KabupatenPenataan Ruang
Β
Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum No 15/PRT/M/2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten. Berisikan ketentuan teknis muatan rencana tata ruang wilayah, proses dan prosedur penyusunan rencana tata ruang wilayah.
Buletin FK UNtar edisi perdana, dapatkan profil terkini Ketua Ikatan Alumni FK Untar Dr. dr. Diah Rini Handjari, SpPA serta profil Dekan FK Untar Dr. dr. Meilani Kumala, M.S., Sp.GK(K) dan artikel menarik lainnya seperti
LMCP 1552 PEMBANGUNAN MAPAN DALAM ISLAM : PROJEK AKHIR BANDAR MAPANAriff Azees
Β
Assalamualaikum, nama saya Muhamad Ariff Bin Azeesur Rahman . Video ini merupakan pembentangan projek akhir untuk kursus LMCP1552: Pembangunan Mapan dalam Islam yang bertajuk membangunkan bandar mapan dalam Islam untuk tempoh 30 tahun yang akan datang berdasarkan bandar yang telah dipilih.Sekian, terima kasih
Buku Seri Manajemen ini merupakan formulasi integral
pembelajaran positif terhadap pengelolaan BUMDes melalui
pengembangan model bisnis, dimana pemberdayaan
usaha ekonomi melalui BUM Desa merupakan salah satu
kegiatan pokok pemberdayaan masyarakat dalam tugas
pokok dan fungsi yang dilaksanakan oleh seluruh unsur
pemerintahan dan pemerintah daerah. Disamping dibutuhkan
agar berbagai usaha masyarakat dapat tumbuh
dan berkembang secara lebih efisien dan efektif dalam
kerangka kebijakan otonomi sesuai dengan spirit Undang-undang.
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...nasrudienaulia
Β
Dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Talcott Parsons, konsep struktur sosial sangat erat hubungannya dengan kulturalisasi. Struktur sosial merujuk pada pola-pola hubungan sosial yang terorganisir dalam masyarakat, termasuk hierarki, peran, dan institusi yang mengatur interaksi antara individu. Hubungan antara konsep struktur sosial dan kulturalisasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.Β Pola Interaksi Sosial: Struktur sosial menentukan pola interaksi sosial antara individu dalam masyarakat. Pola-pola ini dipengaruhi oleh norma-norma budaya yang diinternalisasi oleh anggota masyarakat melalui proses sosialisasi. Dengan demikian, struktur sosial dan kulturalisasi saling memengaruhi dalam membentuk cara individu berinteraksi dan berperilaku.
2.Β Distribusi Kekuasaan dan Otoritas: Struktur sosial menentukan distribusi kekuasaan dan otoritas dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat juga memengaruhi bagaimana kekuasaan dan otoritas didistribusikan dalam struktur sosial. Kulturalisasi memainkan peran dalam melegitimasi sistem kekuasaan yang ada melalui nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat.
3.Β Fungsi Sosial: Struktur sosial dan kulturalisasi saling terkait dalam menjalankan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya dan norma-norma yang terinternalisasi membentuk dasar bagi pelaksanaan fungsi-fungsi sosial yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan dan stabilitas dalam masyarakat.
Dengan demikian, konsep struktur sosial dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Parsons tidak dapat dipisahkan dari kulturalisasi karena keduanya saling berinteraksi dan saling memengaruhi dalam membentuk pola-pola hubungan sosial, distribusi kekuasaan, dan pelaksanaan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat.
Pendampingan Individu 2 Modul 1 PGP 10 Kab. Sukabumi Jawa BaratEldi Mardiansyah
Β
Di dalamnya mencakup Presentasi tentang Pendampingan Individu 2 Pendidikan Guru Penggerak Aangkatan ke 10 Kab. Sukabumi Jawa Barat tahun 2024 yang bertemakan Visi dan Prakarsa Perubahan pada SMP Negeri 4 Ciemas. Penulis adalah seorang Calon Guru Penggerak bernama Eldi Mardiansyah, seorang guru bahasa Inggris kelahiran Bogor.
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfNur afiyah
Β
Pembelajaran landasan pendidikan yang membahas tentang profesionalisasi pendidikan. Semoga dengan adanya materi ini dapat memudahkan kita untuk memahami dengan baik serta menambah pengetahuan kita tentang profesionalisasi pendidikan.
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Β
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
ALur Tujuan Pembelajaran Materi IPA Kelas VII (1).pptx
Β
Pemberdayaan Masyarakat Kampung Batik Laweyan
1. Tugas Pengabdian Masyarakat
Program Pemberdayaan Masyarakat Kampung Batik
Studi Kasus : Kampoeng Batik Laweyan, Surakarta
Oleh :
Ainun Dita Febriyanti 3609 100 019
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
2011
2. Pemberdayaan Masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta
Pemberdayaan Masyarakat Kampung Batik
Studi Kasus : Kampoeng Batik Laweyan, Surakarta
Surakarta sebagai salah satu pioneer kota batik di Indonesia, memiliki kurang
lebih 60 buah industri batik yang dikelola, dan hampir 90% batik tersebut mengandalkan
kualitas sebagai produk intinya. Suatu industri batik biasanya berawal dari sebuah
komunitas minoritas yang pada akhirnya memiliki kesamaan visi dan misi yang
menyatukan mereka. Salah satu industri batik yang ada di Surakarta yang cukup memiliki
eksistensi, keunikan, dan nilai historis tinggi adalah Kampoeng Batik Laweyan. Laweyan
sendiri jika dilihat dari segi sejarah sudah ada sebelum tahun 1500 M.
Kehadiran industri batik ini menjadikan Kampung Laweyan sebagai kampong
perdagangan yang maju di daerah Surakarta sehingga bermunculan juragan-juragan
batik yang kaya. Selain itu, Kampung Laweyan juga memiliki peranan penting dalam
kehidupan politik di Indonesia, terutama pada masa pertumbuhan pergerakan nasional.
Pada tahun 1911, di kampung ini berdiri organisasi Serikat Dagang Islam (SDI) yang
diprakrasai oleh K.H. Samanhudi. Tujuan asosiasi dagang pertama ini didirikan adalah
untuk menentang penjajah Belanda yang semakin kuat pengaruhnya di dalam Keraton
Surakarta. Pada tahun 1935, para saudagar batik di kampung ini juga merintis sebuah
pergerakan koperasi yang dikenal dengan βPersatoean Peroesahaan Batik Boemi
Putera Soerakartaβ. Kampung Laweyan sebagai sentra industri batik kemudian
mengalami masa kejayaan pada periode tahun 1990 hingga akhir 1970-an.
Gambar 1
Peta Perletakan Kawasan Laweyan Terhadap Kota Surakarta
(Sumber: Kal. Laweyan, tahun 1993)
Tugas Individu Pengabdian Masyarakat (RP09-1316) | 1
3. Pemberdayaan Masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta
Pada tahun 1745 setelah kerajaan Surakarta Hadiningrat muncul, keberadaan
Laweyan sebagai salah satu sentra industri batik mulai menurun eksistensinya. Pada awal
abad ke-20, Laweyan kembali tenar. Industri batik pun tumbuh dengan pesat hingga
melahirkan para saudagar yang kekayaannya melebihi kaum bangsawan kraton.
Memasuki tahun 1970 industri batik tulis dan cap terkikis oleh perkembangan teknologi
modern yang melahirkan industri batik printing. Banyak pengusaha dan pabrik-pabrik di
luar kawasan Laweyan yang mulai mengembangkan batik dengan teknologi printing.
Batik printing tersebut memiliki beberapa keunggulan, diantaranya adalah harga yang
lebih murah serta proses produksi yang lebih singkat jika dibandingkan dengan batik
tulis. Keadaan ini semakin diperparah ketika pihak keraton mengambil alih dan
menggunakan batik sebagai simbol legitimasi kekuasaan, yaitu dengan munculnya motif-
motif batik tertentu, seperti motif Kawung dan Parang yang hanya boleh dikenakan oleh
raja, dan motif Wahyu Tumurun, Sidodadi, Sidoluhur untuk para bangsawan. Sejak
itulah, esksistensi pengusaha batik tulis dan cap mulai surut. Hampir tidak ada lagi
generasi muda Laweyan yang melanjutkan usaha batik milik keluarganya. Mereka
memilih menempuh studi hingga jenjang yang tinggi, merantau, dan bekerja di
perusahaan-perusahaan swasta atau instansi pemerintah. Kondisi ini berlangsung hingga
beberapa dekade.
Sekitar tahun 2004, seorang pemuda bernama Alpha Febela Priyatmono yang
menikah dengan seorang wanita dari keturunan pembatik Laweyan, menulis sebuah tesis
untuk program S-2 Arsitektur UGM tentang kampung Laweyan. Setelah menulis tesis,
Alpha semakin jatuh cinta dengan kampung Laweyan. Ia kemudian berupaya
menghidupkan kembali gairah kampung Laweyan seperti jaman kejayaannya dulu.
Bersama dengan warga Laweyan, Alpha membentuk lembaga kepeloporan non profit
bernama Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL) pada 25
September 2004. Pengurus FPKBL terdiri dari berbagai unsur masyarakat Laweyan baik
dari para pengusaha batik, para pemuda dan para wirausaha sektor lainnya. Adapun
tujuan dibentuknya forum ini adalah membangun serta mengoptimalkan seluruh potensi
Kampung Laweyan untuk bangkit kembali dan menyiapkan diri dalam menghadapi
tantangan globalisasi.
Usaha penyelamatan kawasan Laweyan tersebut mendapat dukungan dari
Pemerintah Kota Surakarta dan membuahkan hasil yang sangat baik. Ekonomi di
Laweyan mulai meningkat dan jumlah pengusaha batik Laweyan bertambah menjadi 63
pengusaha batik. Selain itu, sejak tahun 2004 secara resmi Laweyan ditetapkan oleh
Walikota Solo pada saat itu, yakni Slamet Suryanto, sebagai daerah tujuan wisata dan
Tugas Individu Pengabdian Masyarakat (RP09-1316) | 2
4. Pemberdayaan Masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta
kawasan urban heritage dengan nama Kampoeng Batik Laweyan. Berikut merupakan
grafik pertumbuhan pendapatan rata-rata pengusaha batik Laweyan.
Grafik 1
Pertumbuhan Pendapatan Rata-Rata Pengusaha Batik per Bulan
dalam Juta Rupiah
(Sumber : FPKBL, 2010)
Lewat FPKBL ini, kawasan Laweyan ditata kembali menjadi kawasan yang lebih
βapikβ. Hal ini tentunya membuat warga Laweyan semakin mempunyai rasa memiliki akan
kawasan itu, mengingat pentingnya menjaga Laweyan dari kepunahan. Pihak FPKBL
sendiri juga membuat semacam grand desain untuk menentukan wilayah mana yang
dapat diubah maupun yang tetap dipertahankan keutuhannya.
Semua kegiatan yang dilakukan oleh Forum Pengembangan Kampoeng Batik
dalam upaya menghidupkan kembali Laweyan ini mengalir melalui pendekatan partisipatif
dan kerelaan warganya. Mereka bergerak dengan hati untuk mengupayakan masyarakat
kian berdaya secara ekonomi. Seperti yang kita ketahui bahwa anggota dari FPKBL ini
juga berasal dari masyarakat Laweyan baik dari para pengusaha batik, para pemuda dan
para wirausaha sektor lainnya. Alpha melibatkan semua elemen dalam hal ini warga
Laweyan sendiri untuk menghidupkan kembali kawasan ini.
Tugas Individu Pengabdian Masyarakat (RP09-1316) | 3
5. Pemberdayaan Masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta
Hal pertama yang dilakukan adalah memperbaiki bangunan (konservasi
bangunan) sebanyak 30 buah yang ada di Laweyan. Revitalisasi bangunan ini didasarkan
pada kondisi bangunan dan pemilik bangunan yang dinilai kurang mampu memperbaiki
bangunan sendiri, padahal bangunan tersebut masih layak untuk dipertahankan. Berkat
usaha dan kegigihan Alpha, pemerintah memberikan bantuan dana sebesar 20 juta.
Konservasi bangunan itu ternyata menumbuhkan stimulus pada warga. Mereka
yang sempat vakum membatik mulai tergerak untuk kembali menggeluti industri batik.
Pihak FPKBL selain dengan pemerintah juga bersinergi dengan berbagai pihak terkait
seperti LSM, NGO, dan badan swasta. Sampai saat ini, beberapa pemerintah mulai
mengadakan berbagai program pembangunan fisik maupun non-fisik di Kampung
Laweyan. Selanjutnya, setelah melakukan konservasi bangunan, berkat bantuan dari
pemerintah Jerman, dibangun pula Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) yang berfungsi
untuk mengolah air limbah industri sehingga layak untuk dialirkan kembali ke sungai
tanpa polutan. Adapun program non-fisik yang telah dilakukan pemerintah yaitu kegiatan
pelatihan keterampilan dan ilmu pengetahuan seperti pelatihan kewirausahaan, web
design, ekspor-impor, perpajakan, desain grafis, handycraft, batik warna alam, dan
sebagainya.
Pada dasarnya kunci untuk menghidupkan Laweyan kembali adalah melalui
proses pemasaran. Konsep pemasarannya sendiri yaitu dengan mendorong orang untuk
mendatangi kawasan Laweyan sebagai sebuah pengalaman bagi mereka (berwisata).
Konsep selanjutnya adalah dengan melestarikan bangunan yang terkait dengan aspek
ekonomi (nguri-uri), dalam hal ini memanfaatkan rumah pusaka yang ada untuk dijadikan
showroom pada bagian pendapanya sesuai dengan konsep pengelolaan kampung
Laweyan, yaitu βRumahku adalah Galerikuβ, yang berarti rumah memiliki fungsi ganda,
yaitu sebagai showroom sekaligus rumah produksi. Tidak hanya melalui kain batik atau
baju, industri batik di kampung ini juga berkembang menjadi industri handicraft dan
souvenir.
Program-program yang dilakukan oleh FPKBL dalam menghidupkan kembali
Laweyan ini pada dasarnya sudah berjalan dengan baik. Namun ada beberapa kendala
yang menghambat dalam pengembangan kawasan Laweyan ini, diantaranya adalah
mengenai bantuan modal. Berdasarkan sumber, yakni PPBS (Persatuan Pengusaha Batik
Surakarta) disebutkan bahwa dalam kepemilikan modal, masyarakat Laweyan masih
menggunakan modal pribadi sebanyak 100%, bank 10%, dan JPS 5%. Dari 60 anggota
masyarakat Laweyan yang masih aktif di PPBS hanya 10 orang. Alasan ketidak aktifan
pengusaha batik lainnya adalah karena tidak adanya keuntungan bagi anggota, misalnya:
Tugas Individu Pengabdian Masyarakat (RP09-1316) | 4
6. Pemberdayaan Masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta
bahan baku batik yang ada di PPBS harganya sama dengan di pasaran dan sistem
pelayanan lebih menarik di pasaran. PPBS yang seharusnya dapat membantu pengusaha
batik Laweyan dalam melestarikan usaha batiknya justru dinilai merugikan bagi mereka.
Pengusaha batik di Laweyan sendiri menginginkan sebuah badan organisasi/koperasi
yang baru (diluar yang telah dipunyai yaitu PPBS) yang fungsinya dapat memberikan
kemudahan dalam pengadaan bahan baku baik obat batik maupun kain mori serta
peminjaman uang dengan bungan rendah untuk operasional pabrik, serta bantuan dalam
penjualan produk.
Selain itu, upaya untuk mempromosikan batik-batik di Laweyan selain dengan
mendorong orang untuk berwisata ke Laweyan dapat juga dilakukan dengan
mengadakan Laweyan Fashion Carnival, seperti Jember Fashion Carnival. Di dalam
Laweyan Fashion Carnival tersebut dapat diperkenalkan batik-batik asli yang
mencerminkan Kampung Batik Laweyan sehingga akan menarik orang untuk lebih
mengenal Laweyan. Jadi, selain adanya Tour De Laweyan, yaitu keliling Kampung Batik
Laweyan dengan menggunakan becak, serta berbelanja dan melihat proses pembuatan
batik dengan durasi kurang lebih 3 jam dengan penambahan biaya becak, program
Laweyan Fashion Carnival ini nantinya mampu untuk mengangkat citra Laweyan di
kancah Indonesia bahkan sampai ke luar negeri, mengingat batik merupakan pusaka asli
bangsa Indonesia.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Kampung Batik
Laweyan memiliki potensi yang sangat tinggi. Tanpa adanya lembaga non profit, dalam
hal ini Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FBKPL) dan pemerintah, usaha
untuk menghidupkan Laweyan ini tidak dapat berjalan dengan lancar. Adapun program
kerja pembangunan yang partisipatif berpedoman pada: (1) Pelaksanaan pedoman
perencanaan yang selalu dimantapkan sesuai perkembangan dan aspirasi masyarakat;
(2) Dirumuskan dalam pedoman pembangunan yang benar; (3) Dimantapkan
pelaksanaannya dalam program tahunan sesuai 20 sektor pembangunan yang tertuang
dalam APBN; (4) Mekanisme penyaluran dilakukan melalui bantuan yang disalurkan
langsung kepada masyarakat, dan (5) Setiap bantuan dapat dikelola dalam wadah
kelompok masyarakat swadaya masyarakat (pokmas). Di dalam pelaksanaan
pemberdayaan masyarakat Laweyan dilakukan 3 (tiga) tahapan besar baik secara non
fisik maupun fisik yang dibagi menjadi tahapan-tahapan kecil yang lebih terinci. Hal ini
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tugas Individu Pengabdian Masyarakat (RP09-1316) | 5
7. Pemberdayaan Masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta
a. Non Fisik
Tahapan Kegiatan Uraian Kegiatan Pemrakarsa
I Training β Penataan warga β Pemerintah
a. Kekerabatan β Penggunaan sarana dan β Partisipasi
b. Ketrampilan prasarana masyarakat
c. Kesenian β Pengenalan teknologi secara
β Kreatifitas keseluruhan
β Menghidupkan kembali
keroncong Kramat dan
keroncong Canting Putro
II Training β Motif batik β Pengusaha
a. Desain β Jenis kain β Pemerintah
b. Manajemen β Pengaturan warna
c. Disiplin β Sistem pengolahan usaha
β Penataan pembukuan
β Peningkatan kualitas kerja
β Pengaturan struktur
pekerja
β Sistem kerja β Buruh
β Kebersihan β Pemerintah
β Ketepatan waktu
β Cara kerja
β Kerja sama
β Keselamatan kerja
III Training Kesadaran β Kebersihan β Pemerintah
Lingkungan β Pemeliharaan/perawatan β Partisipasi
β Pemanfataan masyarakat
β Pengembangan kreatifitas secara
β Peningkatan sistem keseluruhan
keamanan lingkungan
β Gotong royong
Training Organisasi β Koperasi β Pemerintah
β Arisan β Partisipasi
β Pengajian masyarakat
β Organisasi pemuda secara
β Kesadaran hukum keseluruhan
Sumber: Jurnal Teknik Arsitektur Universitas Tarumanegara Vol. 28, No. 2, Desember 2000: 88 β
97
Tugas Individu Pengabdian Masyarakat (RP09-1316) | 6
9. Pemberdayaan Masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta
β Perkerasan jalan
β Penetrasi/aspal
III Pembuatan Jalan β Pembebasan tanah Pemerintah
Keliling di Pinggir β Pengadaan bahan
Sungai β Penggalian tanah
β Pemasangan turap
β Pemerataan tanah
β Pemadatan tanah
β Pengaspalan
Sumber: Jurnal Teknik Arsitektur Universitas Tarumanegara Vol. 28, No. 2, Desember 2000: 88 β
97
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dalam melakukan kegiatan, khusunya
kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam hal ini masyarakat di Kampung Laweyan,
antara pemerintah dan masyarakat harus menjadi satu kesatuan, sehingga masyarakat
tidak menjadi asing dalam mengelola kawasannya sendiri. Pada kawasan Laweyan
diusahakan tidak ada penambahan bangunan baru sama. Bangunan yang ada sesedikit
mungkin dirubah, tidak semua bangunan, sehingga karakter dari kawasan tersebut masih
terjaga kelestariannya dan masih kental dengan corak bangunan yang kuno.
Tugas Individu Pengabdian Masyarakat (RP09-1316) | 8