2. KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena akhirnya kami dapat menyelesaikan Pedoman Penatalaksanaan HIV-AIDS
RSU Rahmad Hidayah Tanjung Morawa. Dengan makin berkembangnya teknologi
dan ilmu pengetahuan, makin kompleksnya masalah pengobatan ARV, serta
komplikasi dan efek samping obat pada ODHA, maka diperlukan Pedoman ARV
yang terus menerus disesuaikan dengan perkembangan tersebut,
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada penyusun dan pihak yang telah
membantu dan meluangkan waktu untuk menyelesaikan Buku pedoman
Penatalaksanaan HIV-AIDS RSU Rahmad Hidayah Tanjung Morawa.
Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral ini memuat rekomendasi tentang
terapi dan pemantauan terapi ARV yang dimaksudkan sebagai satu komponen
perawatan paripurna berkesinambungan di Indonesia, antara lain pencegahandan
pengobatan infeksi oportunistik yang meliputi informasi tentang saat untuk
memulai terapi ARV (when to start), cara memilih obat (what to start), pemantauan
dan kepatuhan terapi, penggantian paduan obat (substitute) bila ada efek samping
atau toksisitas, penggantian paduan (switch) bila harus ganti ke lini berikutnya dan
tentang pemantauan terapi untuk jangka panjang.
Kami juga menyadari masih bada kekurangan yang terdapat dalam buku
pedoman ini, dengan demikian diharapkan dapat dilakukan revisi secara berkala
sehingga kekurangan yang ada saat ini dapat diperbaiki.
Akhirnya kami sangat mengharapkan buku pedoman ini dapat menjadi
acuan dalam Pelayanan dan Penatalaksanaan HIV-AIDS di RSU Rahmad Hidayah
Tanjung Morawa hingga pelayanan HIV-AIDS menjadi lebih baik. Untuk itu, saran
dan kritik untuk perbaikan di masa mendatang sangat kami nantikan.
Tanjung Morawa, Januari 2022
Direktur RSU Rahmad Hidayah
(dr. Sandy Zahrin PakPahan,MKM)
ii
3. RUMAH SAKIT UMUM RAHMAD HIDAYAH
Simpang Kayu Besar Jl Limau Manis Pasar XIII No. 61
Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang
Telp / Fax (061) 7942950
Email : rsu.rahmadhidayah@gmail.com
Kode RS : 1212171 Kode Pos : 20362
SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR
No : 00 /SK/PROGNAS/HIV-AIDS/DIR/RSURH/I/2022
T E N T A N G
PEDOMAN PELAYANAN HIV- AIDS DI RSU RAHMAD HIDAYAH
DIREKTUR RSU RAHMAD HIDAYAH
Menimbang :
a. Bahwa Rumah Sakit sebagai penyedia layanan wajib menerima pasien yang datang untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan meskipun diagnosanya belum diketahui dignosannya.
b. Bahwa tidak menutup kemungkinan pasien yang datang ke rumah sakit umum Rahmad Hidayah
adalah pasien dengan HIV-AIDS (ODHA).
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b perlu menetapkan
kebijakan direktur RSU Rahmad Hidayah Tanjung Morawa tentang penanggulangan pasien
HIV-AIDS (ODHA) di RSU Rahmad Hidayah Tanjung Morawa.
Mengingat :
1. Undang - Undang RI No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran;
2. Undang – Undang Ri No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan;
3. Undang – Undang Ri No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit;
4. Peraturan Menteri Kesehatan No 21 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan HIV- AIDS;
5. Peraturan Menteri Kesehatan No 51 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pencegahan Penularan HIV
_ AIDS dari Ibu ke Anak;
6. Peraturan Menteri Kesehatan No 74 Tahun 2014 Tentang Pedoman Konseling Dan Tes HIV -
AIDS;
7. Keputusan Menteri Kesehatan No 772/MENKES/SK/VI/2001 Tentang Pedoman Peraturan
Internal Rumah Sakit;
8. Pedoman Pelaksanaan Pencegahan Penularan HIV – AIDS Dan Sifilis Bagi Tenagan Kesehatan
RI Tahun 2005
iii
4. MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KESATU :KEPUTUSAN DIREKTUR TENTANG KEBIJAKAN PENANGGULANGAN
PASIEN HIV-AIDS (ODHA) DI RUMAH SAKIT UMUM RAHMAD
HIDAYAH
KEDUA : Rumah saki Umum Rahmad Hidayah bukan merupakan rumah sakit rujukan
bagi penderita HIV-AIDS
KETIGA : Rumah Sakit UmumRahmad Hidayah Hanya Dapat Melakukan Skrining Awal
Untuk Menentukan Penderita Tersangka HIV-AIDS atau KTHIV (Konseling
dan Tes HIV)
KEEMPAT : Apabila Rumah Sakit Umum Rahmad Hidayah Mendapatkan Penderita HIV-
AIDS (ODHA) Maka Harus Merujuk Ke Rumah Sakit Sakit Yang Telah Di
Tetapkan Oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kepmenkes Nomor
782/MENKES/SK/IV/2011), kecuali pasien emergensi dengan HIV positif yang
perlu penanganan segera
KELIMA : Keputusan Ini Berlaku Sejak Tanggal Ditetapkan
Ditetapkan di Tanjung Morawa
Pada tanggal Januari
Direktur
(dr. Sandy Zahrin Pakpahan,MKM)
5. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................................4
HIV....................................................................................................................................................6
BAB III
PENUTUP........................................................................................................................... 8
v
6. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Program Penanggulangan HIV/AIDS diIndonesia
Penemuan obatan tiretroviral (ARV) pada tahun 1996 mendorong
suaturevolusidalam perawatan ODHA dinegara maju. Meskipun belum mampu
menyembuhkan penyakit dan menambah tantangan dalam hal efek samping serta
resistensi kronis terhadap obat, namun secara dramatis terapi ARV menurunkanangka
kematian dan kesakitan, meningkatkan kualitas hidup ODHA, danmeningkatkan harapan
masyarakat, sehingga pada saat ini AID Stelah diterimasebagai penyakit yang dapat
dikendalikan dan tidak lagi dianggap sebagai penyakit yangmenakutkan.
Di Indonesia,sejaktahun 1999 telah terjadi peningkatan jumlah ODHA pada
kelompok orang berperilaku risiko tinggi tertular HIV yaitu para penjajaseks komersial
dan penyalah guna NAPZA suntikan dibeberapa provinsi seperti DKI Jakarta, Riau, Bali,
Jawa Barat dan Jawa Timur sehingga provinsi tersebut tergolongs ebagai daerah dengan
tingkat epidemiterkonsentrasi (concentratedlevel ofepidemic).Tanah Papua sudah
memasuki tingkat epidemi meluas (generalizedepidemic). Hasil estimasi tahun 2009,
diIndonesia terdapat 186.000 orang dengan HIV positif.
Dari Laporan SituasiPerkembangan HIV &AIDS diIndonesia sampai dengan
September 2011 tercatatjumlah Odha yang mendapatkan terapi ARV sebanyak
22.843 dari 33 provinsi dan 300 kab/kota,denganr asiolaki-laki dan perempuan 3:1, dan
persentase tertinggi pada kelompok usia20-29tahun.
Program penanggulangan AIDS di Indonesia mempunyai 4 pilar, yang
semuanya menuju pada paradigma Zero new infection, Zero AIDS-related
deathdan Zero Discrimination.
7. 2
Empatpilar tersebut adalah:
1. Pencegahan (prevention) ;yang meliputi pencegahan penularan HIV melalui
transmisiseksual dan alat suntik, pencegahan di lembaga pemasyarakatan dan
rumah tahanan, pencegahan HIV dari ibu ke bayi (Prevention Mother to Child
Transmission, PMTCT), pencegahan di kalangan pelanggan penjajaseks ,danl ain-
lain.
2. Perawatan, dukungan dan pengobatan (PDP); yang meliputi penguatan dan
pengembangan layanan kesehatan, pencegahan dan pengobataninfeksi oportunistik,
pengobatan antiretroviral dan dukungan serta pendidikan danpelatihan bagi ODHA
.Program PDP terutama ditujukan untuk menurunkan angkakesakitan dan rawat
inap, angka kematian yang berhubungan dengan AIDS,dan meningkatkan kualitas
hidup orang terinfeksi HIV (berbagai stadium).Pencapaian tujuan tersebut dapat
dilakukan antara lain dengan pemberian terapiantiretroviral (ARV).
3. Mitigasi dampak berupa dukungan psikososio-ekonomi.
4. Penciptaan lingkungan yang kondusif (creatingenabling environment) yang
meliputiprogram peningkatan lingkungan yang kondusifadalah dengan penguatan
kelembagaan dan manajemen, manajemen programserta penyelarasan kebijakan
dan lain-lain.
B. Tujuan Pedoman
1. Menyediakan pedoman nasional terapi antiretroviral.
2. Menyediakan pedoman layanan HIVsebagai bagian dari rawatan
HIV secara paripurna.
C. Sasaran PenggunaPedoman
1.Paraklinis idifasilitas layanan kesehatan (Fasyankes) yang memberikan layanan
8. 3
tatalaksana HIV dan Terapi Antiretroviral.
2. Para pengelola program pengendalian HIV/AIDS ditingkat nasional,provinsi,dan
kabupaten/kotadan perencana kesehatan lain yang terlibatdalam program
perawatan dan pengobatan HIV sebagai rujukan untuk perencanaan program.
3. Badan dan organisasi yang bekerja sama dengan pemerintah yang
memberikan layanan tatalaksana HIV dan Terapi Antiretroviral.
Pedoman Nasional ini akan terus diperbaharui secara periodik dengan mengacu
pada perkembangan bukti ilmiah dan dinamika ketersediaan layanan kesehatan di
Indonesia. yang diakui secara internasional.
PedomanNasional Terapi Antiretroviralini berisi tatalaksana klinis infeksi HIVdan
terapi antiretroviral untuk orang dewasa yang meliputi kegiatan layanan mulai dari tes
HIV,pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik hingga persiapan terapi ARV.
Sedangkan bagian terapi ARV memuatin formasi tentang saat untuk memulai terapi ARV
(whentostart), cara memilih obat(whattostart), pemantauan dan kepatuhan terapi,
penggantian paduan obat (substitute)b ila adaefek samping atau toksisitas, dan
penggantian paduan(switch) bila harus ganti kelini berikutnya, pemantauan terapi untuk
jangka panjang.
9. 4
BAB II
KOMPONEN LAYANAN HIV
A. Kegiatan layanan HIV di Fasilitas Layanan Kesehatan
Layanan terkait HIV meliputi upaya dalam menemukan pasienHIV secara dini
dengan melakukan tes dan konseling HIV pada pasien yang datang ke fasyankes,
perawatan kronis bagi Odha dan dukungan lain dengan system rujukan ke berbagai
fasilitas layanan lain yang dibutuhkan Odha .Layanan perlu dilakukan secara
terintegrasi,paripurna,dan berkesinam bungan. Infeksi HIV merupakan infeksi
kronisdengan berbagai macam infeksi oportunistik yang memiliki dampak sosial
terkait stigma dan diskriminasi serta melibatkan berbagai unsur dengan
pendekatantim. Setiap daerah diharapkan menyediakan semuakomponen layanan
HIVyang terdiri dari :
1. Informedconsent untuk tes HIV seperti tindakan medis lainnya.
2.Mencatat semua kegiatanl ayanan dalam formuliryang sudah ditentukan (Lampiran 2)
3. Anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap oleh dokter.
4. Skrining TB dan infeksi oportunistik.(lampiran3)
5.Konseling bagi Odha perempuan usia subur tentang KB dan kesehatan reproduksi
termasuk rencan auntuk mempunyai anak.
6.Pemberian obat kotrimoksasol sebagai pengobatan pencegahan infeksi oportunistik.
7. Pemberian ARV untuk Odha yang telah memenuhi syarat.
8.Pemberian ARV profilaksis pada bayi segera setelah dilahirkan oleh ibu hamil dengan
HIV.
9. Pemberian imunisasi dan pengobatan pencegahan kotrimoksasol pada bayi yang lahir
dari ibu dengan HIVpositif.
10.Anjuran rutin tes HIV, malaria, sifilis dan IMS lainnya pada perawatan antenatal
10. 5
(ANC).
11.Konseling untuk memulai terapi.
12.Konseling tentang gizi, pencegahan penularan, narkotika dan konseling lain nyasesuai
keperluan.
13.Menganjurkan tes HIV pada pasien TB, infeksimenular seksual (IMS),dank elompok
risiko tinggi beserta pasangan seksualnya, sesuai dengan ketentua nyang berlaku.
14.Pendampingan oleh lembaga non kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien
Sesuai denganunsur tersebut maka perluterus diupayakan untuk meningkatkan
akses pada perangkat pemantau kemajuan terapi, seperti pemeriksaan CD4 dan tes
viralload. Komponen layanan tersebut harus di sesuaikan dengan ketersediaan sumber
dayas etempat. Semakin dini Odha terjangkau dilayanan kesehatan untuk akses ARV
,makas emakin kurang risiko untuk mendapatkan penyakit infeksioportunistik maupun
menularkan infeksi HIV.
B. Konseling dan Tes HIV
Terdapat dua macam pendekatan untuk tes HIV
1) Konseling dan tes HIV sukarela (KTS-VCT = Voluntary
Counseling & Testing)
2) TesHIVdankonselingatasinisiatifpetugaskesehatan(KTIP–
PITC = Provider-Initiated Testing and Counseling)
KTIP merupakan kebijakan pemerintah untuk dilaksanakan di layanan
kesehatan yang berarti semua petugas kesehatan harus menganjurkantes HIV
setidaknya pada ibu hamil, pasien TB, pasien yang menunjukkan gejala dan tanda
klinis diduga terinfeksi HIV (lihatTabel1), pasien dari kelompok berisiko
(penasun, PSK-pekerja sekskomersial, LSL–lelakiseks dengan lelaki), pasien IMS
dan seluruh pasangan seksualnya. Kegiatan memberikan anjuran dan
pemeriksaan tes HIV perlu disesuaikan dengan prinsip bahwa pasien sudah
11. 6
mendapatkan informasiyang cukupdan menyetujui untuk tes HIV dan semua
pihak menjaga kerahasiaan(prinsip 3C–counseling,consent,confidentiality)
Tabel1. Gejala danTanda Klinis yang Patut Di duga Infeksi
HIV
Keadaan Umum
Kehilangan berat badan>10%dari berat badan dasar
Demam (terus menerus atau intermiten, temperaturoral >37,5oC)yang lebih
dari satubulan
Diare (terusmenerusatau intermiten)yang lebihdari satubulan
Kulit
PPE*dankulit keringyangluas* merupakandugaankuat infeksiHIV.
Beberapakelainan sepertikutilgenital (genital warts),folikulitisdan psoriasis sering terjadi
padaODHA tapitidakselaluterkaitdenganHIV
Infeksi
Infeksijamur Kandidiasisoral*
Dermatitisseboroik*
Infeksiviral Herpeszoster (berulangataumelibatkanlebih dari satu
dermatom)*
Herpesgenital(berulang)
Gangguan
pernafasan
Batuklebih darisatubulan
Sesaknafas
Tuberkulosis
Gejalaneurologis Nyeri kepala yang semakin parah(terusmenerusdan
tidakjelas penyebabnya)
Kejangdemam
12. 7
* Keadaan tersebut merupakan dugaan kuat terhadap infeksi HIV
Sumber : WHOSEARO 2007
C. Pemeriksaan Laboratorium Untuk Tes HIV
Prosedur pemeriksaan laboratorium untuk HIV sesuai dengan panduan nasional
yang berlaku pada saat ini, yaitu dengan menggunakan strategi3 dan selalu didahuluidengan
konseling pratesatau informasi singkat.Ketigates tersebut dapat menggunakan reagentes
cepat atau dengan ELISA.Untuk pemeriksaa npertama(A1)harus digunakan tes dengan
sensitifitas yang tinggi(>99%),sedang untuk pemeriksaan selanjutnya(A2dan
A3)menggunakan tes dengan spesifisitas tinggi (>99%).
Antibodi biasanya baru dapatterdeteksi dalamwaktu2 minggu hingga 3 bulan setelah
terinfeksi HIV yang disebut masajendela. Bilates HIV yang dilakukan dalam masa jendela
menunjukkan hasil”negatif”, maka perlu dilakukan tes ulang, terutama bila masih terdapa
tperilaku yang berisiko.
13. 8
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Semua pasien dengan HIV AIDS yang ada di Rumah sakit umum Rahmad Hidayah
berdasarkan ketersediyaan sarana dan prasarana peralatan dan ketenagaan yang belum
memadai maka pasien yang terdeteksi HIV-AIDS dengan metode rapid di rujuk ke
rumah sakit yang berjenjang berdasarkan MOU Rumah sakit