Dokumen tersebut membahas tentang asuhan keperawatan pada pasien NAPZA (narkotika, psikotropika, dan zat adiktif). Terdapat penjelasan mengenai pengertian, jenis, penyalahgunaan, dampak, dan faktor risiko NAPZA. Dokumen juga menjelaskan proses penatalaksanaan keperawatan meliputi pengkajian, diagnosis, intervensi, implementasi, dan evaluasi untuk menangani masalah-masalah yang dialami pasien NAPZA
Buku pedoman ini memberikan panduan bagi petugas kesehatan dalam memberikan konseling kepada pasien gangguan penggunaan zat adiktif. Buku ini mencakup penjelasan tentang latar belakang, tujuan, landasan hukum dan kebijakan, prinsip dasar konseling, teknik konseling, evaluasi, serta terlibatnya keluarga dalam proses konseling.
Buku pedoman ini memberikan panduan bagi petugas kesehatan dalam memberikan konseling kepada pasien gangguan penggunaan zat adiktif. Buku ini mencakup penjelasan tentang latar belakang, tujuan, landasan hukum dan kebijakan, prinsip dasar konseling, teknik konseling, evaluasi, serta terlibatnya keluarga dalam proses konseling.
Dokumen tersebut merangkum program pengobatan gangguan jiwa dengan halusinasi yang dilakukan terhadap pasien dan keluarga pasien. Program tersebut meliputi pelatihan pasien untuk mengenali dan mengontrol halusinasinya, mengikuti program pengobatan, serta pelatihan keluarga untuk merawat dan mendukung pasien di rumah. Program tersebut dievaluasi secara berkala untuk menilai kemajuan pasien dan keluarga.
1. Kebijakan yang dilakukan Pemda dalam penyelenggaraan pelayanan Kesehatan jiwa yang bersifat promotif :
Sesuai dengan amanat Undang – Undang Nomor 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa bahwa pemerintah wajib memberikan pelayanan kesehatan secara terintegrasi, komprehensif, dan berkesinambungan sepanjang siklus kehidupan manusia melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Salah satu upaya Promotif primer adalah dengan berorientasi pada kelompok masyarakat yang belum mengalami masalah maupun gangguan jiwa.
Lembaga yang menjadi target utama dalam meningkatkan Kesehatan jiwa yang yaitu pada : Keluarga, Lembaga Pendidikan, Tempat Kerja, Masyarakat, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Media Massa, Lembaga Keagaaman dan tempat ibadah; dan Lembaga Pemasyarakatan yang membutuhkan upaya promotif kesehatan jiwa, di antaranya dengan melaksanakan kebijakan operasional kesehatan jiwa yang berbasis masyarakat dan diharapkan akan mampu dan memandirikan masyarakat melalui edukasi peningkatan ketahanan mental/jiwa terutama dalam Pola Asuh, Life skill dan Pencegahan perilaku berisiko/Napza/Perilaku Bunuh diri.
Kegiatan yang dilakukan dalam upaya promotif diantaranya :
a) Advokasi, sosialisasi dan promosi kesehatan jiwa (psikoedukasi);
b) Penyediaan materi dan media KIE;
c) Pemberdayaan masyarakat dalam Kesehatan jiwa melalui pelatihan kader;
d) Membuat inovasi dan terobosan baru dalam mensosialisasikan dan mendekatkan akses layanan kesehatan jiwa kepada masyarakat yaitu dengan membuat Layanan Psikososial dan Kesehatan Jiwa ;
e) Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan lintas sektor, organisasi profesi, akademisi, pemerhati masalah kesehatan jiwa, dan lain- lain.
Dalam kerangka regulasi, untuk meningkatkan peran serta Pemerintah daerah dalam menghadapi masalah kesehatan jiwa masyarakat, maka Pemerintah Daerah Maluku dengan menerbitkan kebijakan terkait yaitu :
1. SK Gubernur Maluku Nomor 182 Tahun 2022 tentang TIM PENGARAH KESEHATAN JIWA MASYARAKAT (TPKJM) Provinsi Maluku yang bertugas merumuskan kebijakan Pemerintah Provinsi dalam upaya pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatan jiwa masyarakat melalui pendekatan multi disiplin dan peran serta masyarakat, guna meningkatkan kondisi Kesehatan Jiwa Masyarakat yang optimal di wilayahnya.
2. SK Gubernur Maluku Nomor 183 Tahun 2022 tentang TIM DUKUNGAN KESEHATAN JIWA DAN PSIKOSOSIAL (DKPJS) PROVINSI MALUKU yang bertugas untuk : Melakukan Psychological First Aid (PFA) dan follow up PFA pada anggota masyarakat/komunitas yang membutuhkan pada saat terjadi Kedaruratan (permasalahan kesehatan masyarakat, bencana alam, konflik sosial, permasalahan hukum dan lainnya), Membentuk jejaring dukungan kesehatan jiwa dan psikososial dengan lintas sektor terkait, Melakukan edukasi, pendampingan, peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi pandemi maupun bencana lainnya dan Melakukan kegiatan dukungan kesehatan jiwa dan psikososial untuk masyarakat, kelompok khusus yang membutuhkan melalui la
Proses keperawatan jiwa terdiri dari 5 tahap yaitu pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Pengkajian melibatkan pengumpulan data mengenai masalah klien secara komprehensif. Diagnosa keperawatan mengidentifikasi masalah utama dan penyebabnya berdasarkan hasil pengkajian. Perencanaan menetapkan tujuan dan rencana tindakan untuk menyelesaikan masalah. Implementasi melaksanakan ren
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang penyalahgunaan napza dan HIV/AIDS.
2. Jumlah pengguna napza di Indonesia cenderung meningkat, termasuk di kalangan pelajar.
3. Napza dapat menyebabkan berbagai dampak buruk bagi fisik, mental, sosial, dan pendidikan.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang penyalahgunaan napza dan HIV/AIDS.
2. Napza dapat menyebabkan berbagai masalah fisik, sosial, dan psikis bagi penggunanya.
3. HIV dapat menular melalui hubungan seks bebas dan penggunaan napza suntik bersama.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang penyalahgunaan napza dan HIV/AIDS.
2. Jumlah pengguna napza di Indonesia cenderung meningkat, termasuk di kalangan pelajar.
3. Napza dapat menyebabkan berbagai dampak buruk bagi fisik, mental, sosial, dan pendidikan.
MATERI PELATIHAN PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN MEMILIH OBAT BAGI T...Sainal Edi Kamal
Modul ini membahas tentang pelatihan peningkatan pengetahuan dan keterampilan memilih obat bagi tenaga kesehatan. Tujuannya adalah meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam pengobatan diri sendiri secara rasional dengan metode Cara Belajar Ibu Aktif."
Dokumen tersebut merangkum program pengobatan gangguan jiwa dengan halusinasi yang dilakukan terhadap pasien dan keluarga pasien. Program tersebut meliputi pelatihan pasien untuk mengenali dan mengontrol halusinasinya, mengikuti program pengobatan, serta pelatihan keluarga untuk merawat dan mendukung pasien di rumah. Program tersebut dievaluasi secara berkala untuk menilai kemajuan pasien dan keluarga.
1. Kebijakan yang dilakukan Pemda dalam penyelenggaraan pelayanan Kesehatan jiwa yang bersifat promotif :
Sesuai dengan amanat Undang – Undang Nomor 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa bahwa pemerintah wajib memberikan pelayanan kesehatan secara terintegrasi, komprehensif, dan berkesinambungan sepanjang siklus kehidupan manusia melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Salah satu upaya Promotif primer adalah dengan berorientasi pada kelompok masyarakat yang belum mengalami masalah maupun gangguan jiwa.
Lembaga yang menjadi target utama dalam meningkatkan Kesehatan jiwa yang yaitu pada : Keluarga, Lembaga Pendidikan, Tempat Kerja, Masyarakat, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Media Massa, Lembaga Keagaaman dan tempat ibadah; dan Lembaga Pemasyarakatan yang membutuhkan upaya promotif kesehatan jiwa, di antaranya dengan melaksanakan kebijakan operasional kesehatan jiwa yang berbasis masyarakat dan diharapkan akan mampu dan memandirikan masyarakat melalui edukasi peningkatan ketahanan mental/jiwa terutama dalam Pola Asuh, Life skill dan Pencegahan perilaku berisiko/Napza/Perilaku Bunuh diri.
Kegiatan yang dilakukan dalam upaya promotif diantaranya :
a) Advokasi, sosialisasi dan promosi kesehatan jiwa (psikoedukasi);
b) Penyediaan materi dan media KIE;
c) Pemberdayaan masyarakat dalam Kesehatan jiwa melalui pelatihan kader;
d) Membuat inovasi dan terobosan baru dalam mensosialisasikan dan mendekatkan akses layanan kesehatan jiwa kepada masyarakat yaitu dengan membuat Layanan Psikososial dan Kesehatan Jiwa ;
e) Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan lintas sektor, organisasi profesi, akademisi, pemerhati masalah kesehatan jiwa, dan lain- lain.
Dalam kerangka regulasi, untuk meningkatkan peran serta Pemerintah daerah dalam menghadapi masalah kesehatan jiwa masyarakat, maka Pemerintah Daerah Maluku dengan menerbitkan kebijakan terkait yaitu :
1. SK Gubernur Maluku Nomor 182 Tahun 2022 tentang TIM PENGARAH KESEHATAN JIWA MASYARAKAT (TPKJM) Provinsi Maluku yang bertugas merumuskan kebijakan Pemerintah Provinsi dalam upaya pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatan jiwa masyarakat melalui pendekatan multi disiplin dan peran serta masyarakat, guna meningkatkan kondisi Kesehatan Jiwa Masyarakat yang optimal di wilayahnya.
2. SK Gubernur Maluku Nomor 183 Tahun 2022 tentang TIM DUKUNGAN KESEHATAN JIWA DAN PSIKOSOSIAL (DKPJS) PROVINSI MALUKU yang bertugas untuk : Melakukan Psychological First Aid (PFA) dan follow up PFA pada anggota masyarakat/komunitas yang membutuhkan pada saat terjadi Kedaruratan (permasalahan kesehatan masyarakat, bencana alam, konflik sosial, permasalahan hukum dan lainnya), Membentuk jejaring dukungan kesehatan jiwa dan psikososial dengan lintas sektor terkait, Melakukan edukasi, pendampingan, peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi pandemi maupun bencana lainnya dan Melakukan kegiatan dukungan kesehatan jiwa dan psikososial untuk masyarakat, kelompok khusus yang membutuhkan melalui la
Proses keperawatan jiwa terdiri dari 5 tahap yaitu pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Pengkajian melibatkan pengumpulan data mengenai masalah klien secara komprehensif. Diagnosa keperawatan mengidentifikasi masalah utama dan penyebabnya berdasarkan hasil pengkajian. Perencanaan menetapkan tujuan dan rencana tindakan untuk menyelesaikan masalah. Implementasi melaksanakan ren
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang penyalahgunaan napza dan HIV/AIDS.
2. Jumlah pengguna napza di Indonesia cenderung meningkat, termasuk di kalangan pelajar.
3. Napza dapat menyebabkan berbagai dampak buruk bagi fisik, mental, sosial, dan pendidikan.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang penyalahgunaan napza dan HIV/AIDS.
2. Napza dapat menyebabkan berbagai masalah fisik, sosial, dan psikis bagi penggunanya.
3. HIV dapat menular melalui hubungan seks bebas dan penggunaan napza suntik bersama.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang penyalahgunaan napza dan HIV/AIDS.
2. Jumlah pengguna napza di Indonesia cenderung meningkat, termasuk di kalangan pelajar.
3. Napza dapat menyebabkan berbagai dampak buruk bagi fisik, mental, sosial, dan pendidikan.
MATERI PELATIHAN PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN MEMILIH OBAT BAGI T...Sainal Edi Kamal
Modul ini membahas tentang pelatihan peningkatan pengetahuan dan keterampilan memilih obat bagi tenaga kesehatan. Tujuannya adalah meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam pengobatan diri sendiri secara rasional dengan metode Cara Belajar Ibu Aktif."
PPT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL 2.pptxEmohAsJohn
PENGKAJIAN MUSKULOSKELETAL
Gangguan neurologi sangat beragam bentuknya, banyak dari pasien yang menderita gangguan memori dan tidak mampu menjalani aktivitas sehari-hari secara normal. Penyakit-penyakit neurologi kebanyakan memiliki efek melemahkan kehidupan pasien, sehingga memberikan pengobatan neurologis sangat penting bagi kehidupan pasien.
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIFratnawulokt
Peningkatan status kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu hal prioritas di Indonesia. Status derajat kesehatan ibu dan anak sendiri dapat dinilai dari jumlah AKI dan AKB. Pemerintah berupaya menerapkan program Sustainable Development Goals (SDGs) dengan harapan dapat menekan AKI dan AKB, tetapi kenyataannya masih tinggi sehingga tujuan dari penyusunan laporan tugas akhir ini untuk memberikan asuhan kebidanan secara komprehensif dari ibu hamil trimester III sampai KB.
Metode penelitian menggunakan Continuity of Care dengan pendokumentasian SOAP Notes. Subjek penelitian Ny. “H” usia 34 tahun masa kehamilan Trimester III hingga KB di PMB E Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung.
Hasil asuhan selama masa kehamilan trimester III tidak ada komplikasi pada Ny. “E”. Masa persalinan berjalan lancar meskipun terdapat kesenjangan dimana IMD dilakukan kurang dari 1 jam. Kunjungan neonatus hingga nifas normal tidak ada komplikasi, metode kontrasepsi memilih KB implant.
Kesimpulan asuhan pada Ny. “H” ditemukan kesenjangan antara kenyataan dan teori di penatalaksanaan, tetapi dalam pemberian asuhan ini kesenjangan masih dalam batas normal. Asuhan kebidanan ini diberikan untuk membantu mengurangi kemungkinan terjadi komplikasi pada saat masa kehamilan hingga KB.
2. PENGERTIAN NAPZA
NAPZA adalah singkatan dari narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya, meliputi zat alami
atau sintetis yang bila dikonsumsi menimbulkan perubahan fungsi fisik dan psikis, serta
menimbulkan ketergantungan (Nabila, 2015). NAPZA (Narkotika, psikotropika dan zat adiktif) adalah
zat yang apabila masuk ke dalam tubuh manusia akan mempengaruhi system saraf pusat (SPP)
sehingga menimbulkan perubahan aktivitas mental, emosional dan perilaku penggunanya dan sering
menyebabkan ketagihan dan ketergantungan terhadap zat tersebut (Suryawati dkk, 2015).
NAPZA adalah bahan atau substansi baik dalam bentuk tanaman atau sintetik yang apabila
digunakan dapat mempengaruhi psikoaktif dan menyebabkan ketergantungan (adiktif), baik berupa
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (Sukamto, 2018).
3. JENIS-JENIS NAPZA
Menurut Ratna (2016), NAPZA dibagi dalam 3 jenis, yaitu narkotika,
psikotropika dan bahan adiktif lainnya. Tiap jenis dibagi-bagi lagi ke
dalam beberapa kelompok
◦ Narkotika
◦ Psikotropika
◦ Bahan zat adiktif lainnya
4. Penyalahgunaan Napza
Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA yang bersifat patologis, paling sedikit
telah berlangsung satu bulan lamanya sehingga menimbulkan gangguan dalam pekerjaan
dan fungsi sosial. Sebetulnya NAPZA banyak dipakai untuk kepentingan pengobatan,
misalnya menenangkan klien atau mengurangi rasa sakit.Tetapi karena efeknya “enak” bagi
pemakai, maka NAPZA kemudian dipakai secara salah, yaitu bukan untuk pengobatan tetapi
untuk mendapatkan rasa nikmat. Penyalahgunaan NAPZA secara tetap ini menyebabkan
pengguna merasa ketergantungan pada obat tersebut sehingga menyebabkan kerusakan
fisik (Putri, 2017).
5. Lanjutan…
Ketergantungan terhadap NAPZA dibagi menjadi 3, menurut Sukamto (2018) yaitu:
◦ Fisik
Terlihat perubahan yang dapat diidentifikasi seperti, tekanan darah meningkat nadi cepat, berdebar-debar,
berkeringat banyak, nyeri otot dan tulang, mata merah dan flu berat, diare hebat, kejang otot perut serta
tanda dan gejala lainnya.
◦ Psikologis
Terlihat perubahan yang dapat diidentifikasi seperti, cemas, susah tidur, perasaan curiga, mudah tersinggung,
mudah marah, rendah diri, putus asa, motivasi menurun, gangguan daya ingat, konsentrasi menurun serta
tanda dan gejala lainnya.
◦ Sosial
Terlihat perubahan yang dapat diidentifikasi seperti, perilaku asusila, merusak lingkungan, menarik diri dari
pergaulan, terisolasi dari lingkungan serta tanda dan gejala lainnya.
6. Dampak Penyalahgunaan Napza
Menurut Ningsih (2019), penyalahgunaan NAPZA akan berdampak sebagai
berikut:
◦ Terhadap kondisi fisik
◦ Terhadap kehidupan mental emosional
◦ Terhadap kehidupan sosial gangguan
7. Proses Terjadinya Masalah
Menurut Ningsih (2019), faktor risiko yang menyebabkan penyalahgunaan NAPZA
antara lain faktor genetik, lingkungan keluarga, pergaulan (teman sebaya) dan
karakteristik individu.
◦ Faktor Genetik
◦ Lingkungan keluarga
◦ Pergaulan (teman sebaya)
◦ Karakteristik individu
8. Penatalaksanaan medis
Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA Pencegahan penyalahgunaan NAPZA menurut Andri (2015),
meliputi:
a. Pencegahan primer
Pencegahan primer atau pencegahan dini yang ditujukan kepada mereka, individu, keluarga,
kelompok atau komunitas yang memiliki risiko tinggi terhadap penyalahgunaan NAPZA, untuk
melakukan intervensi agar individu, kelompok dan masyarakat waspada serta memiliki ketahanan
agar tidak menggunakan NAPZA.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan pada kelompok atau komunitas yang sudah menyalahgunakan
NAPZA. Dilakukan pengobatan agar mereka tidak menggunakan NAPZA lagi.
c. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier ditujukan kepada mereka yang sudah pernah menjadi penyalahguna NAPZA
dan telah mengikuti program terapi dan rehabilitasi untuk menjaga agar tidak kambuh lagi.
9. Asuhan Keperawatan Teoritis
◦ Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi
atau data tentang klien agar dapat mengidentifikasi masalah- masalah yang dialami klien, mental, sosial dan
lingkungan (Supratti & Ashriady, 2016). Pengkajian yang dilakukan pada pasien NAPZA, didapatkan data sebagai
berikut:
Subjektif
◦ Hasil wawancara yang didapatkan dari pasien dengan pengidap NAPZA. Antara lain:
◦ Klien mengatakan bahwa awalnya ia kesal karena ditipu, setelah meminum pil ia merasa pusing, namun karena
merasakan kenikmatan membuatnya ingin meminum pil tersebut (Riza, 2018).
◦ Klien mengatakan mulai meminum minuman keras dan mencoba berbagai jenis obat-obatan terlarang lainnya
(Riza, 2018).
◦ Klien mengatakan bahwa ia merasa sedih, hancur, dan putus asa karena narkoba ini, ia positive terkena
HIV/AIDS dan penyakit lainnya (Riza, 2018)
◦ Klien mengatakan bahwa ia ingin berhenti (Riza, 2018)
◦ Klien mengatakan bahwa ia hanya mencoba-coba (Keliat, Rizzal, et al., 2019)
10. Objektif
Hasil pengammatan/observasi yang dilakuka kepada pengidap NAPZA (Keliat, Rizzal, et al., 2019).
Antara lain:
a. Klien masih mampu untuk melakukan perawatan diri
b. Pembicaraan masih nyambung, walapun sering kesulitan berbicara dan pelan
c. Interaksi kooperatif
d. Kontak mata kurang
e. Aktivitas motorik lebih cenderung hypokinesia
f. Afek datar
g. Tidak terdapat gangguan pada persepsi, isi pikir, dan proses piker
h. Terjadi penurunan daya ingat jangka pendek, kemampuan konsentrasi berkurang
i. Perubahan pola tidur
11. ◦ Diagnosis
keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien terhadap masalah
kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial.
Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan
komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2017). Diagnosa keperawatan
dari masalah penggunaan NAPZA (Keliat, Hamid, et al., 2019). Antara lain:
◦ Ketidakefektifan Koping Individu b.d Sumber pengetahuan/pikiran yang kurang
◦ Risiko bunuh diri b.d putus zat
◦ Ketidakberdayaan b.d strategi koping yang tidak efektif
◦ Harga diri rendah situasional b.d ketidakberdayaan kondisi
12. ◦ Intervensi
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada
pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (PPNI, 2018).
a. Pada diagnosa penyalahgunaan NAPZA dengan ketidakefektifan koping, intervensi yang dapat diberikan
perawat (Keliat, Hamid, et al., 2019). Antara lain:
◦ Tindakan pada klien
◦ Tindakan Keperawatan ners
1) Kaji tanda dan gejala ketidakefektifan koping
2) Jelaskan proses terjadinya ketidakefektifan koping
3) Diskusikan koping (upaya/cara) mengatasi masalah pada masa lalu
◦ Koping (upaya) yang berhasil dan yang tidak berhasil. Berikan pujian
◦ Pemanfaatan sumber daya/ sistem pendukung dalam mengatasi masalah.
13. 4) Latihan menggunakan upaya menyelesaikan masalah saat ini dengan menggunakan cara lama
yang berhasil dan/atau cara baru
◦ Buat daftar masalah yang dihadapi
◦ Buat daftar cara (lama dan baru) yang akan digunakan.
◦ Pilih, latih, dan jadwalkan cara yang akan digunakan untuk masalah yang dihadapi.
◦ Evaluasi hasil jika berhasil dibudayakan, jika kurang berhasil, dipilih cara lain pada daftar cara (no.
b)
◦ Lakukan c dan d pada semua masalah secara bertahap
5) Latih menggunakan sistem pendukung yang teraturr:
◦ Buat daftar sistem pendukung yang tersedia
◦ Pilih, latih dan jadwalkan sistem pendukung yang akan membantu penyelesaian masalah
◦ Evaluasi hasil jika berhasil dibudayakan, jika tidak berhasil, pilih sistem pendukung lain (no. a)
6) Beri motivasi dan pujian, atas keberhasilan klien mengatasi masalah.
14. b. Pada diagnose penyalahgunaan NAPZA dengan risiko bunuh diri, intervensi yang dapat diberikan perawat
(Keliat, Hamid, et al., 2019). Antara lain:
1. Tindakan pada klien
Tindakan keperawatan ners
◦ Pengkajian: kaji tanda dan gejala risiko bunuh diri, penyebab dan kemampuan mengatasinya
◦ Diagnosis: Jelaskan proses terjadinya risiko bunuh diri dan akibatnya serta skor skala intervensi bunuh diri
Tindakan keperawatan:
◦ Mengamankan lingkungan dari risiko bunuh diri (lingkungan aman)
◦ Membangun harapan dan masa depan
◦ Latih cara mengendalikan dorongan bunuh diri
◦ Berikan motivasi untuk membangun harapan dan mengendalikan dorongan bunuh diri
◦ Minta klien menghubungi care giver (keluarga) dan tenaga kesehatan jika tidak dapat mengendalikan
dorongan bunuh diri
◦ Berikan pengawasan ketat dan terkendali jika klien tidak dapat mengendalikan dorongan bunuh diri
(perawatan intensif)
15. c. Pada diagnose penyalahgunaan NAPZA dengan ketidakberdayaan, intervensi yang dapat
diberikan perawat (Keliat, Hamid, et al., 2019). Antara lain:
a. Tindakan pada klien
Tindakan keperawatan ners
1) Kaji tanda dan gejala ketidakberdayaan.
2) Jelaskan proses terjadinya ketidakberdayaan
3) Latih cara mengendalikan situasi
4) Latih cara mengendalikan pikiran
5)Latih peran yang dapat dilakukan.
16. d. Pada diagnose penyalahgunaan NAPZA dengan harga diri rendah
situasional, intervensi yang dapat diberikan perawat (Keliat, Hamid, et al.,
2019). Antara lain:
a. Tindakan pada klien
Tindakan keperawatan ners
1) Kaji tanda dan gejala harga diri rendah situasional
2) Jelaskan proses terjadinya harga diri rendah situasional.
3) Latih cara meningkatkan harga diri klien
17. ◦ Implementasi
Intervensi kepada penyalahgunaan NAPZA (Keliat, Hamid, et al., 2019). Antara lain:
a. Pada pengguna NAPZA dengan masalah ketidakefektifan koping, diharapkan mampu untuk:
◦ Mengetahui pengertian, tanda dan gejala, penyebab serta akibat dari ketidakefektifan koping
◦ Mengetahui cara mengatasi ketidakefektifan koping
◦ Mengatasi masalah secara betahap
◦ Mengembangkan koping yang efektif dan merasakan manfaatnya
b. Pada pengguna NAPZA dengan masalah risiko bunuh diri, diharapkan mampu uttuk:
◦ Menyebutkan penyebab, akibat, tanda dna gejala, risisko bunuh diri
◦ Menyebutkan aspek positif dan kemampuan yang dimilikinya
◦ Melatih diri berpikir positif dan afirmasi positif
◦ Mengendalikan lingkungan yang aman
◦ Membedakan perasaan sebelum dan setelah latihan
◦ Merasa opitimis
18. c. Pada pengguna NAPZA dengan masalah ketidakberdayaan, diharapkan mampu untuk:
◦ Mengetahui pengertian, tanda dan gejala, penyebab dan akibat dari ketidakberdayaan
◦ Mengetahui cara mengatasi ketidakberdayaan
◦ Melatih situasi yang dapat dikendalikan
◦ Melatih pikiran positif, pikiran rasional, dan harapan
◦ Merasakan manfaat dari latihan yang diberikan
d. Pada paengguna NAPZA dengan masalah harga diri rendah situasional, diharapkan mampu
untuk:
◦ Mengetahui pengetian, tanda dan gejala, penyebab, dan akibat dari HDRS
◦ Mengetahui cara mengatasi HDRS
◦ Mampu memilih dan melatih kemampuan yang dimiliki dan merasakan manfaatnya
19. Evaluasi
◦ Evaluasi adalah tahap mengkaji respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilakukan oleh perawat dengan mengacu pada standar atau kriteria hasil yang telah
ditetapkan pada rumusan tujuan (Supratti & Ashriady, 2016). Evaluasi yang diharapkan,
setelah dilakukan implementasi keperawatan kepada penyalahgunaan NAPZA (Isnaeni et
al., 2020). Antara lain:
◦ Membuat rencana hidup secara rasional dan sistematik untuk keluar dari ketergantungan
NAPZA dan menjadi manusia yang baik.
◦ Menumbuhkan keinginan dan kepercayaan diri untuk melaksanakan rencana hidup yang
baik