SlideShare a Scribd company logo
PENGENALAN Ruang Masalah dan
       Masalah, KECERDASAN BUATAN
       ( ArtificialPencarian / AI )
                    Intelligence
                    (2 SKS)




Ir. Ahmad Haidaroh, M.Kom.
Ir. Ahmad Haidaroh, M.Kom.
      STIKOM Artha Buana.
Metode Inferensi dan Penalaran
Decision Tree
•       Merupakan salah satu contoh aplikasi dari
        tree
•       Tree (pohon) adalah suatu hierarki struktur
        yang terdiri dari Node (simpul/veteks) yang
        menyimpan informasi atau pengetahuan dan
        cabang (link/edge) yang menghubungkan
        node.
•       Decision tree – pohon keputusan
    –     Menggunakan model tree untuk
          menggambarkan keputusan-keputusan dan
          konsekuensinya
                        STIKOM Artha Buana            3
Contoh Decision Tree




       STIKOM Artha Buana   4
Logika Deduktif

    Logika deduktif : kesimpulan merupakan konsekuensi logis
    dari premis-premis yang ada

    Mengambil kesimpulan khusus dari premis yang bersifat
    umum

    Pengambilan kesimpulan dapat secara langsung (hanya 1
    premis) atau tidak langsung (beberapa premis)

    Karakteristik pokok : kesimpulan benar harus mengikuti
    dari premis yang benar

    Premis disebut juga anteseden dan kesimpulan disebut
    konsekuen

    Salah satu jenis logika deduktif tidak langsung adalah
    syllogisme               STIKOM Artha Buana            5
Struktur Syllogisme
•   Terdiri 3 proposisi / pernyataan
     – Premis mayor
     – Premis minor
     – Kesimpulan
•   Jenis Silogisme :
     – Silogisme kategorial
     – Silogisme hipotesis
     – Silogisme alternatif

                    STIKOM Artha Buana   6
a. Silogisme Kategorial : Silogisme yang terjadi
   dari tiga proposisi.

Premis umum : Premis Mayor (My)
Premis khusus :Premis Minor (Mn)
Premis simpulan : Premis Kesimpulan (K)

M : middle term
S : subjek
P : predikat

                     STIKOM Artha Buana            7
• Contoh silogisme Kategorial:
 My : Semua mahasiswa adalah lulusan SLTA

              M/Middle term    P/Major term
  Mn: Badu adalah mahasiswa
   S/Minor term      M/Middle term
  K : Badu lulusan SLTA

   My : Tidak ada manusia yang kekal
    Mn: Andi adalah manusia
    K : Andi tidak kekal

   My : Semua mahasiswa memiliki ijazah SLTA.
    Mn: Amir tidak memiliki ijazah SLTA
    K : Amir bukan mahasiswa
                        STIKOM Artha Buana       8
b. Silogisme Hipotesis: Silogisme yang terdiri atas premis
   mayor yang berproposisi konditional hipotesis.

•      Konditional hipotesis yaitu : bila premis minornya
    membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan
    konsekuen. Bila minornya menolak anteseden,
    simpulannya juga menolak konsekuen.

•   Contoh :
o   My : Jika tidak ada air, manusia akan kehausan.
    Mn : Air tidak ada.
    K : Jadi, Manusia akan kehausan.

o   My : Jika tidak ada udara, makhluk hidup akan mati.
    Mn : Makhluk hidup itu mati.
    K : Makhluk hidup itu tidak mendapat udara.
                          STIKOM Artha Buana                 9
c. Silogisme Alternatif : Silogisme yang terdiri atas
   premis mayor berupa proposisi alternatif.
•     Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya
   membenarkan salah satu alternatifnya, simpulannya
   akan menolak alternatif yang lain.
Contoh :
•     My : Nenek Sumi berada di Bandung atau
   Jakarta.
•     Mn : Nenek Sumi berada di Bandung.
•     K : Jadi, Nenek Sumi tidak berada di Jakarta.

•    My : Nenek Sumi berada di Bandung atau Bogor.
•    Mn : Nenek Sumi tidak berada di Jakarta.
•    K : Jadi, Nenek Sumi Artha Buana di Bandung.
                      STIKOM
                             berada               10
Forward Chaining
•   Forward chaining merupakan grup dari multipel
    inferensi yang melakukan pencarian dari suatu
    masalah kepada solusinya.
•   Forward Chaining adalah data driven karena
    inferensi dimulai dengan informasi yg tersedia dan
    baru konklusi diperoleh
•   Mencari aturan inferensi sampai ditemukan satu
    dimana anteseden (If clause) bernilai true. Ketika
    ditemukan, bisa ditarik kesimpulan, menghasilkan
    informasi baru.
                      STIKOM Artha Buana             11
Forward Chaining
•   Contoh : Menentukan warna binatang
    bernama Tweety. Data awal adalah Tweety
    terbang dan bernyanyi.
•   Misalkan ada 4 aturan :
     – If x melompat dan memakan serangga, maka
       x adalah katak
     – If x terbang dan bernyanyi, maka x adalah
       burung kenari
     – If x adalah katak, maka x berwarna hijau
     – If x adalah burung kenari, maka x berwarna
       kuning
                   STIKOM Artha Buana           12
Forward Chaining

•   Yang dicari pertama adalah aturan nomor
    1, karena anteseden-nya cocok dengan
    data kita (if Tweety terbang dan bernyanyi)
•   Konsekuen (then Tweety adalah burung
    kenari) ditambahkan ke data yang dimiliki
•   If tweety adalah burung kenari, maka
    Tweety berwarna kuning (tujuan)


                   STIKOM Artha Buana         13
Backward Chaining
• Dimulai dengan tujuan (goal) yang diverifikasi apakah
  bernilai TRUE atau FALSE
• Kemudian melihat rule yang mempunyai GOAL tersebut
  pada bagian konklusinya.
• Mengecek pada premis dari rule tersebut untuk
  menguji apakah rule tersebut terpenuhi (bernilai TRUE)
• Proses tersebut berlajut sampai semua kemungkinan
  yang ada telah diperiksa atau sampai rule inisial yang
  diperiksa (dg GOAL) telah terpenuhi
• Jika GOAL terbukti FALSE, maka GOAL berikut yang
  dicoba.              STIKOM Artha Buana                14
Backward Chaining

•   Dimulai dari daftar tujuan dan bergerak ke
    belakang dari konsekuen ke anteseden
    untuk melihat data yang mendukung
    konsekuen.
•   Mencari sampai ada konsekuen (Then
    clause) yang merupakan tujuan. Jika
    antecedent (If clause) belum diketahui
    nilainya (bernilai benar/salah), maka
    ditambahkan ke daftar tujuan.
                   STIKOM Artha Buana            15
Backward Chaining
•       Contoh : Menentukan warna binatang bernama
        Tweety. Data awal adalah Tweety terbang dan
        bernyanyi.
•       Misalkan ada 4 aturan :
    –    If x melompat dan memakan serangga, maka x
         adalah katak
    –    If x terbang dan bernyanyi, maka x adalah burung
         kenari
    –    If x adalah katak, maka x berwarna hijau
    –    If x adalah burung kenari, maka x berwarna kuning
                           STIKOM Artha Buana               16
Backward Chaining
•   Pertama akan mencari aturan 3 dan 4 (sesuai dengan
    tujuan kita mencari warna)
•   Belum diketahui bahwa Tweety adalah burung
    kenari, maka kedua anteseden (If Tweety adalah
    katak, If Tweety adalah burung kenari) ditambahkan
    ke daftar tujuan.
•   Lalu mencari aturan 1 dan 2, karena konsekuen-nya
    (then x adalah katak, then x adalah burung kenari)
    cocok dengan daftar tujuan yang baru ditambahkan.


                      STIKOM Artha Buana            17
Backward Chaining

•   Anteseden (If Tweety terbang dan
    bernyanyi) bernilai true/benar, maka
    disimpulkan Tweety adalah burung kenari.
•   Tujuan menentukan warna Tweety
    sekarang sudah dicapai (Tweety berwarna
    hijau jika katak, dan kuning jika burung
    kenari, Tweety adalah burung kenari
    karena terbang dan bernyanyi, jadi Tweety
    berwarna kuning).
                  STIKOM Artha Buana            18
Contoh Kasus
•   Seorang user ingin berkonsultasi apakah tepat jika dia
    berinvestasi pada IBM?
Variabel-variabel yang digunakan:
A = memiliki uang $10.000 untuk investasi
B = berusia < 30 tahun
C = tingkat pendidikan pada level college
D = pendapatan minimum pertahun $40.000
E = investasi pada bidang Sekuritas (Asuransi)
F = investasi pada saham pertumbuhan (growth stock)
G = investasi pada saham IBM

Setiap variabel dapat bernilai Artha Buana atau FALSE
                         STIKOM
                                TRUE                         19
Contoh Kasus

•   Fakta
     – Memiliki uang $10.000 (A TRUE)
     – Berusia 25 tahun    (B TRUE)
•   Dia ingin meminta nasihat apakah tepat
    jika berinvestasi pada IBM stock?




                   STIKOM Artha Buana        20
•      Rules
R1   : IF seseorang memiliki uang $10.000 untuk berinvestasi
          AND dia berpendidikan pada level college
          THEN dia harus berinvestasi pada bidang sekuritas
R2   : IF seseorang memiliki pendapatan per tahun min $40.000
          AND dia berpendidikan pada level college
          THEN dia harus berinvestasi pada saham pertumbuhan (growth
       stocks)
R3   : IF seseorang berusia < 30 tahun
          AND dia berinvestasi pada bidang sekuritas
          THEN dia sebaiknya berinvestasi pada saham pertumbuhan
R4   : IF seseorang berusia < 30 tahun dan > 22 tahun
          THEN dia berpendidikan college
R5   : IF seseorang ingin berinvestasi pada saham pertumbuhan
          THEN saham yang dipilih adalah saham IBM.
                                STIKOM Artha Buana               21
•   R1: IF A AND C, THEN E
•   R2: IF D AND C, THEN F
•   R3: IF B AND E, THEN F
•   R4: IF B, THEN C
•   R5: IF F, THEN G

                 STIKOM Artha Buana   22
Forward Chaining




     STIKOM Artha Buana   23
Backward Chaining




     STIKOM Artha Buana   24
Penalaran

  Suatu penalaran dimana adanya
  penambahan fakta baru mengakibatkan
  ketidakkonsistenan,

  ciri-ciri penalaran sebagai berikut :
    −   adanya ketidakpastian
    −   adanya perubahan pada pengetahuan
    −   adanya penambahan fakta baru dapat
        mengubah konklusi yang sudah terbentuk

                     STIKOM Artha Buana          25
Penalaran
Contoh :
• Premis 1 : Aljabar adalah pelajaran yang sulit
• Premis 2 : Geometri adalah pelajaran yang sulit
• Premis 3 : Kalkulus adalah pelajaran yang sulit
• Kesimpulan : Matematika adalah pelajaran yang
  sulit
• muncul premis 4 : sosiologi adalah pelajaran
  yang sulit, akan menyebabkan kesimpulan
  (Matematika adalah pelajaran yang sulit)
  menjadi tidak berlaku karena sosiologi bukan
  bagian dari matematika
• penalaran induktif sangat dimungkinkan adanya
  ketidakpastian.
                    STIKOM Artha Buana         26
Ketidakpastian (uncertainty)

  Kurang informasi yang memadai

  Menghalangi untuk membuat keputusan
  yang terbaik

  Salah satu teori yang berhubungan dengan
  ketidakpastian : Probabilitas Bayes




                 STIKOM Artha Buana          27
Probabilitas

    Probabilitas menunjukkan kemungkinan
    sesuatu akan terjadi atau tidak




                   STIKOM Artha Buana      28
Probabilitas

  Contoh :

  Misal dari 10 orang sarjana , 3 orang menguasai
  java, sehingga peluang untuk memilih sarjana
  yang menguasai java adalah :

  p(java) = 3/10 = 0.3




                   STIKOM Artha Buana          29
Probabilitas Bayes




      STIKOM Artha Buana   30
Probabilitas Bayes
Contoh :

  Asih mengalami gejala ada bintik-bintik di wajahnya. Dokter menduga bahwa
  Asih terkena cacar dengan :
         −   probabilitas munculnya bintik-bintik di wajah, jika Asih terkena cacar
             → p(bintik | cacar) = 0.8
         −   probabilitas Asih terkena cacar tanpa memandang gejala apapun →
             p(cacar) = 0.4
         −   probabilitas munculnya bintik-bintik di wajah, jika Asih terkena alergi
             → p(bintik | alergi) = 0.3
         −   probabilitas Asih terkena alergi tanpa memandang gejala apapun →
             p(alergi) = 0.7
         −   probabilitas munculnya bintik-bintik di wajah, jika Asih jerawatan →
             p(bintik | jerawatan) = 0.9
         −   probabilitas Asih jerawatan tanpa memandang gejala apapun →
             p(jerawatan) = 0.5


                                    STIKOM Artha Buana                          31
Probabilitas Bayes


    Probabilitas Asih terkena cacar karena ada
    bintik2 di wajahnya :




                    STIKOM Artha Buana           32
Probabilitas Bayes

    Probabilitas Asih terkena alergi karena ada
    bintik2 di wajahnya :




                     STIKOM Artha Buana           33
Probabilitas Bayes

    Probabilitas Asih jerawatan karena ada
    bintik2 di wajahnya :




                    STIKOM Artha Buana       34
Probabilitas Bayes

    Jika setelah dilakukan pengujian terhadap
    hipotesis muncul satu atau lebih evidence
    (fakta) atau observasi baru maka :




                    STIKOM Artha Buana          35
Probabilitas Bayes

    Misal : Adanya bintik-bintik di wajah merupakan
    gejala seseorang terkena cacar. Observasi baru
    menunjukkan bahwa selain bintik-bintik di wajah,
    panas badan juga merupakan gejala orang kena
    cacar. Jadi antara munculnya bintik-bintik di wajah
    dan panas badan juga memiliki keterkaitan satu
    sama lain.
                  bintik                        panas



                                  bintik

                           STIKOM Artha Buana           36
Probabilitas Bayes

    Asih ada bintik-bintik di wajahnya. Dokter menduga
    bahwa Asih terkena cacar dengan probabilitas
    terkena cacar bila ada bintik-bintik di wajah →
     p(cacar | bintik) = 0.8

    Ada observasi bahwa orang terkena cacar pasti
    mengalami panas badan. Jika diketahui probabilitas
    orang terkena cacar bila panas badan →
             p(cacar | panas ) = 0.5

    Keterkaitan antara adanya bintik-bintik di wajah dan
    panas badan bila seseorang terkena cacar →
             p(bintik | panas, cacar) = 0.4

    Keterkaitan antara adanya bintik-bintik di wajah dan
    panas badan →
             p(bintik | panas) = 0.6
                        STIKOM Artha Buana           37
Probabilitas Bayes




     STIKOM Artha Buana   38
Faktor Kepastian (Certainty)


    Certainty Factor (CF) menunjukkan ukuran kepastian
    terhadap suatu fakta atau aturan.
        −   CF[h,e] = MB[h,e] – MD[h,e]
        −   CF[h,e] = faktor kepastian
        −   MB[h,e] = ukuran kepercayaan/tingkat keyakinan
            terhadap hipotesis h, jika diberikan/dipengaruhi
        −   evidence e (antara 0 dan 1)
        −   MD[h,e] = ukuran ketidakpercayaan/tingkat
            ketidakyakinan terhadap hipotesis h, jika
            diberikan/dipenharuhi evidence e (antara 0 dan 1)
                          STIKOM Artha Buana              39
Faktor Kepastian (Certainty)
1. Beberapa evidence dikombinasikan untuk menentukan CF dari suatu hipotesis.
   Jika e1 dan e2 adalah observasi, maka :


                                   e1

                                                         h

                                   e2


                          0                                                Jika MD[h,e1^e2]=1
     MB[h, e1^ e2] =
                         MB[ h , e1] + MB[ h , e 2 ] * (1 − MB[ h , e1])   Lainnya

                         0                                                 Jika MB[h,e1^e2]=1
    MD[h, e1^ e2] =
                        MD[ h , e1] + MD[ h , e 2 ] * (1 − MD[ h , e1])    Lainnya



                                        STIKOM Artha Buana                                      40
Contoh :
•Misal suatu obeservasi memberikan kepercayaan terhadap h dengan
MB[h,e1]=0,3 dan MD[h,e1]=0, maka :
          CF[h,e1]=0,3-0 = 0,3
 Jika ada observasi baru dengan MB[h,e2]=0,2 dan MD[h,e2]=0, maka :
          MB[h,e1 ^ e2] = 0,3 + 0,2 * (1-0,3)=0,44
          MD[h,e1 ^ e2] = 0
          CF[h,e1 ^ e2] = 0,44 – 0 = 0,44

• Asih menderita bintik-bintik di wajahnya. Dokter memperkirakan Asih
terkena cacar dengan kepercayaan MB[cacar,bintik]=0,8 dan
MD[cacar,bintik]=0,01, maka :
         CF[cacar,bintik]=0,8 – 0,01 = 0,79
Jika ada observasi baru bahwa Asih juga panas badan dengan kepercayaan
MB[cacar,panas]=0,7 dan MD[cacar,panas]=0,08, maka :

MB[cacar,bintik^panas] = 0,8 +0,7 *(1-0,8)=0,9
       MD[cacar,bintik^panas] = 0,01 +0,08 * (1-0,01) = 0,0892
       CF[cacar,bintik^panas] = 0,94 – 0,0892 = 0,8508

                              STIKOM Artha Buana                         41
Faktor Kepastian (Certainty)




           STIKOM Artha Buana   42
Contoh :

  Misal suatu observasi memberikan kepercayaan terhadap h1
  dengan MB[h1,e]=0,5 dan MD[h1,e] = 0,2 maka :
        −   CF[h1,e] = 0,5 – 0,2 = 0,3

  Jika observasi tersebut juga memberikan kepercayaan terhadap h2
  dengan MB[h2,e]=0,8 dan MD[h2,e]=0,1, maka :
        −   CF[h2,e] = 0,8 – 0,1= 0,7

  Untuk mencari CF[h1 ∧ h2,e] diperoleh dari
        −   MB[h1 ∧ h2,e] = min (0,5 ; 0,8) = 0,5
        −   MD[h1 ∧ h2,e] = min (0,2 ; 0,1) = 0,1
        −   CF[h1 ∧ h2,e] = 0,5 – 0,1 = 0,4

  Untuk mencari CF[h1∨ h2,e] diperoleh dari
        −   MB[h1∨ h2,e] = max (0,5 ; 0,8) = 0,8
        −   MD[h1∨ h2,e] = max (0,2 ; 0,1) = 0,2
        −   CF[h1∨ h2,e] = 0,8 – 0,2 = 0,6
                            STIKOM Artha Buana                43
STIKOM Artha Buana   44

More Related Content

What's hot

5 Macam Metode Dasar Kriptografi
5 Macam Metode Dasar Kriptografi5 Macam Metode Dasar Kriptografi
5 Macam Metode Dasar KriptografiRoziq Bahtiar
 
Pertemuan 2-pemecahan-masalah-ai
Pertemuan 2-pemecahan-masalah-aiPertemuan 2-pemecahan-masalah-ai
Pertemuan 2-pemecahan-masalah-aiwillyhayon
 
Teori bahasa-dan-otomata
Teori bahasa-dan-otomataTeori bahasa-dan-otomata
Teori bahasa-dan-otomata
Banta Cut
 
Pengertian dan Representasi Graph
Pengertian dan Representasi GraphPengertian dan Representasi Graph
Pengertian dan Representasi Graph
Zaldy Eka Putra
 
Modul 8 - Jaringan Syaraf Tiruan (JST)
Modul 8 - Jaringan Syaraf Tiruan (JST)Modul 8 - Jaringan Syaraf Tiruan (JST)
Modul 8 - Jaringan Syaraf Tiruan (JST)
ahmad haidaroh
 
Fuzzy fungsi keanggotaan
Fuzzy fungsi keanggotaanFuzzy fungsi keanggotaan
Fuzzy fungsi keanggotaanRoziq Bahtiar
 
Pertemuan 4-metode-pencarian-dan-pelacakan
Pertemuan 4-metode-pencarian-dan-pelacakanPertemuan 4-metode-pencarian-dan-pelacakan
Pertemuan 4-metode-pencarian-dan-pelacakanwillyhayon
 
Representasi Pengetahuan
Representasi PengetahuanRepresentasi Pengetahuan
Representasi Pengetahuan
Sherly Uda
 
Mata Kuliah Basis Data
Mata Kuliah Basis DataMata Kuliah Basis Data
Mata Kuliah Basis Data
Mr. Nugraha
 
Makalah pencarian dan pengurutan data
Makalah pencarian dan pengurutan dataMakalah pencarian dan pengurutan data
Makalah pencarian dan pengurutan data
Ali Must Can
 
Caesar cipher adalah algoritma cipher
Caesar cipher adalah algoritma cipherCaesar cipher adalah algoritma cipher
Caesar cipher adalah algoritma cipherHelmaKurniasari
 
Normalisasi Basis Data
Normalisasi Basis DataNormalisasi Basis Data
Normalisasi Basis Data
Adam Mukharil Bachtiar
 
Proses Data Mining
Proses Data MiningProses Data Mining
Proses Data Mining
dedidarwis
 
2. galat
2. galat2. galat
7 Metode Pencarian Data Array
7 Metode Pencarian Data Array7 Metode Pencarian Data Array
7 Metode Pencarian Data Array
Simon Patabang
 
Bab 2 Aljabar Relasional
Bab 2   Aljabar RelasionalBab 2   Aljabar Relasional
Bab 2 Aljabar RelasionalRatzman III
 
Erd dan contoh kasus
Erd dan contoh kasusErd dan contoh kasus
Erd dan contoh kasus
haniputriheryanti26
 
Matematika diskrit (dual graf, lintasan dan sirkuit euler, lintasan dan sirku...
Matematika diskrit (dual graf, lintasan dan sirkuit euler, lintasan dan sirku...Matematika diskrit (dual graf, lintasan dan sirkuit euler, lintasan dan sirku...
Matematika diskrit (dual graf, lintasan dan sirkuit euler, lintasan dan sirku...Fatma Qolbi
 
Data, Informasi, dan Pengetahuan
Data, Informasi, dan PengetahuanData, Informasi, dan Pengetahuan
Data, Informasi, dan Pengetahuan
Sinath Sabado
 

What's hot (20)

Keamanan Sistem
Keamanan SistemKeamanan Sistem
Keamanan Sistem
 
5 Macam Metode Dasar Kriptografi
5 Macam Metode Dasar Kriptografi5 Macam Metode Dasar Kriptografi
5 Macam Metode Dasar Kriptografi
 
Pertemuan 2-pemecahan-masalah-ai
Pertemuan 2-pemecahan-masalah-aiPertemuan 2-pemecahan-masalah-ai
Pertemuan 2-pemecahan-masalah-ai
 
Teori bahasa-dan-otomata
Teori bahasa-dan-otomataTeori bahasa-dan-otomata
Teori bahasa-dan-otomata
 
Pengertian dan Representasi Graph
Pengertian dan Representasi GraphPengertian dan Representasi Graph
Pengertian dan Representasi Graph
 
Modul 8 - Jaringan Syaraf Tiruan (JST)
Modul 8 - Jaringan Syaraf Tiruan (JST)Modul 8 - Jaringan Syaraf Tiruan (JST)
Modul 8 - Jaringan Syaraf Tiruan (JST)
 
Fuzzy fungsi keanggotaan
Fuzzy fungsi keanggotaanFuzzy fungsi keanggotaan
Fuzzy fungsi keanggotaan
 
Pertemuan 4-metode-pencarian-dan-pelacakan
Pertemuan 4-metode-pencarian-dan-pelacakanPertemuan 4-metode-pencarian-dan-pelacakan
Pertemuan 4-metode-pencarian-dan-pelacakan
 
Representasi Pengetahuan
Representasi PengetahuanRepresentasi Pengetahuan
Representasi Pengetahuan
 
Mata Kuliah Basis Data
Mata Kuliah Basis DataMata Kuliah Basis Data
Mata Kuliah Basis Data
 
Makalah pencarian dan pengurutan data
Makalah pencarian dan pengurutan dataMakalah pencarian dan pengurutan data
Makalah pencarian dan pengurutan data
 
Caesar cipher adalah algoritma cipher
Caesar cipher adalah algoritma cipherCaesar cipher adalah algoritma cipher
Caesar cipher adalah algoritma cipher
 
Normalisasi Basis Data
Normalisasi Basis DataNormalisasi Basis Data
Normalisasi Basis Data
 
Proses Data Mining
Proses Data MiningProses Data Mining
Proses Data Mining
 
2. galat
2. galat2. galat
2. galat
 
7 Metode Pencarian Data Array
7 Metode Pencarian Data Array7 Metode Pencarian Data Array
7 Metode Pencarian Data Array
 
Bab 2 Aljabar Relasional
Bab 2   Aljabar RelasionalBab 2   Aljabar Relasional
Bab 2 Aljabar Relasional
 
Erd dan contoh kasus
Erd dan contoh kasusErd dan contoh kasus
Erd dan contoh kasus
 
Matematika diskrit (dual graf, lintasan dan sirkuit euler, lintasan dan sirku...
Matematika diskrit (dual graf, lintasan dan sirkuit euler, lintasan dan sirku...Matematika diskrit (dual graf, lintasan dan sirkuit euler, lintasan dan sirku...
Matematika diskrit (dual graf, lintasan dan sirkuit euler, lintasan dan sirku...
 
Data, Informasi, dan Pengetahuan
Data, Informasi, dan PengetahuanData, Informasi, dan Pengetahuan
Data, Informasi, dan Pengetahuan
 

More from ahmad haidaroh

Materi 7 Context Free Grammar
Materi 7   Context Free Grammar Materi 7   Context Free Grammar
Materi 7 Context Free Grammar
ahmad haidaroh
 
8 Rekursif
8 Rekursif8 Rekursif
8 Rekursif
ahmad haidaroh
 
6 ANTRIAN - QUEUE
6 ANTRIAN - QUEUE6 ANTRIAN - QUEUE
6 ANTRIAN - QUEUE
ahmad haidaroh
 
5 STACK
5 STACK5 STACK
4 Adt
4 Adt4 Adt
3 Linked List
3   Linked List3   Linked List
3 Linked List
ahmad haidaroh
 
2 Array
2 Array2 Array
Materi 4 Regular Expression
Materi 4   Regular ExpressionMateri 4   Regular Expression
Materi 4 Regular Expression
ahmad haidaroh
 
Materi 3 Finite State Automata
Materi 3   Finite State AutomataMateri 3   Finite State Automata
Materi 3 Finite State Automata
ahmad haidaroh
 
Presentasi OSPEK 2018
Presentasi OSPEK 2018Presentasi OSPEK 2018
Presentasi OSPEK 2018
ahmad haidaroh
 
Pertemuan 4 Dioda1
Pertemuan 4   Dioda1Pertemuan 4   Dioda1
Pertemuan 4 Dioda1
ahmad haidaroh
 
Pertemuan 4 Aljabar Boole
Pertemuan 4   Aljabar Boole Pertemuan 4   Aljabar Boole
Pertemuan 4 Aljabar Boole
ahmad haidaroh
 
Pertemuan 2&3 - Dasar2 Keamanan Encyption
Pertemuan 2&3 - Dasar2 Keamanan EncyptionPertemuan 2&3 - Dasar2 Keamanan Encyption
Pertemuan 2&3 - Dasar2 Keamanan Encyption
ahmad haidaroh
 
Multiplekser - Demultiplekser - Pertemuan 7
Multiplekser - Demultiplekser - Pertemuan 7Multiplekser - Demultiplekser - Pertemuan 7
Multiplekser - Demultiplekser - Pertemuan 7
ahmad haidaroh
 
Pertemuan 3a Rangkaian Aritmatik-Half n Full Adder
Pertemuan 3a   Rangkaian Aritmatik-Half n Full AdderPertemuan 3a   Rangkaian Aritmatik-Half n Full Adder
Pertemuan 3a Rangkaian Aritmatik-Half n Full Adder
ahmad haidaroh
 
Pertemuan 6 Penyederhanaan RL-Karnaugh Map
Pertemuan 6   Penyederhanaan RL-Karnaugh MapPertemuan 6   Penyederhanaan RL-Karnaugh Map
Pertemuan 6 Penyederhanaan RL-Karnaugh Map
ahmad haidaroh
 
Pertemuan 5a gerbang kombinasi-maxtem-minterm
Pertemuan 5a   gerbang kombinasi-maxtem-mintermPertemuan 5a   gerbang kombinasi-maxtem-minterm
Pertemuan 5a gerbang kombinasi-maxtem-minterm
ahmad haidaroh
 
Pertemuan 5 gerbang logika dasar n bentukan
Pertemuan 5   gerbang logika dasar n bentukanPertemuan 5   gerbang logika dasar n bentukan
Pertemuan 5 gerbang logika dasar n bentukan
ahmad haidaroh
 
Aritmatika Biner - Pertemuan 3
Aritmatika Biner - Pertemuan 3Aritmatika Biner - Pertemuan 3
Aritmatika Biner - Pertemuan 3
ahmad haidaroh
 
Pertemuan 2 - Sistem Bilangan
Pertemuan 2 - Sistem BilanganPertemuan 2 - Sistem Bilangan
Pertemuan 2 - Sistem Bilangan
ahmad haidaroh
 

More from ahmad haidaroh (20)

Materi 7 Context Free Grammar
Materi 7   Context Free Grammar Materi 7   Context Free Grammar
Materi 7 Context Free Grammar
 
8 Rekursif
8 Rekursif8 Rekursif
8 Rekursif
 
6 ANTRIAN - QUEUE
6 ANTRIAN - QUEUE6 ANTRIAN - QUEUE
6 ANTRIAN - QUEUE
 
5 STACK
5 STACK5 STACK
5 STACK
 
4 Adt
4 Adt4 Adt
4 Adt
 
3 Linked List
3   Linked List3   Linked List
3 Linked List
 
2 Array
2 Array2 Array
2 Array
 
Materi 4 Regular Expression
Materi 4   Regular ExpressionMateri 4   Regular Expression
Materi 4 Regular Expression
 
Materi 3 Finite State Automata
Materi 3   Finite State AutomataMateri 3   Finite State Automata
Materi 3 Finite State Automata
 
Presentasi OSPEK 2018
Presentasi OSPEK 2018Presentasi OSPEK 2018
Presentasi OSPEK 2018
 
Pertemuan 4 Dioda1
Pertemuan 4   Dioda1Pertemuan 4   Dioda1
Pertemuan 4 Dioda1
 
Pertemuan 4 Aljabar Boole
Pertemuan 4   Aljabar Boole Pertemuan 4   Aljabar Boole
Pertemuan 4 Aljabar Boole
 
Pertemuan 2&3 - Dasar2 Keamanan Encyption
Pertemuan 2&3 - Dasar2 Keamanan EncyptionPertemuan 2&3 - Dasar2 Keamanan Encyption
Pertemuan 2&3 - Dasar2 Keamanan Encyption
 
Multiplekser - Demultiplekser - Pertemuan 7
Multiplekser - Demultiplekser - Pertemuan 7Multiplekser - Demultiplekser - Pertemuan 7
Multiplekser - Demultiplekser - Pertemuan 7
 
Pertemuan 3a Rangkaian Aritmatik-Half n Full Adder
Pertemuan 3a   Rangkaian Aritmatik-Half n Full AdderPertemuan 3a   Rangkaian Aritmatik-Half n Full Adder
Pertemuan 3a Rangkaian Aritmatik-Half n Full Adder
 
Pertemuan 6 Penyederhanaan RL-Karnaugh Map
Pertemuan 6   Penyederhanaan RL-Karnaugh MapPertemuan 6   Penyederhanaan RL-Karnaugh Map
Pertemuan 6 Penyederhanaan RL-Karnaugh Map
 
Pertemuan 5a gerbang kombinasi-maxtem-minterm
Pertemuan 5a   gerbang kombinasi-maxtem-mintermPertemuan 5a   gerbang kombinasi-maxtem-minterm
Pertemuan 5a gerbang kombinasi-maxtem-minterm
 
Pertemuan 5 gerbang logika dasar n bentukan
Pertemuan 5   gerbang logika dasar n bentukanPertemuan 5   gerbang logika dasar n bentukan
Pertemuan 5 gerbang logika dasar n bentukan
 
Aritmatika Biner - Pertemuan 3
Aritmatika Biner - Pertemuan 3Aritmatika Biner - Pertemuan 3
Aritmatika Biner - Pertemuan 3
 
Pertemuan 2 - Sistem Bilangan
Pertemuan 2 - Sistem BilanganPertemuan 2 - Sistem Bilangan
Pertemuan 2 - Sistem Bilangan
 

Recently uploaded

SEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptx
SEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptxSEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptx
SEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptx
bobobodo693
 
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
widyakusuma99
 
ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9
ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9
ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9
mohfedri24
 
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdfRHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
asyi1
 
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptxRANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
SurosoSuroso19
 
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-OndelSebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
ferrydmn1999
 
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik Dosen
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik DosenUNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik Dosen
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik Dosen
AdrianAgoes9
 
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERILAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
PURWANTOSDNWATES2
 
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docxForm B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
EkoPutuKromo
 
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagjaPi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
agusmulyadi08
 
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdfMATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
ssuser289c2f1
 
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdfNUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
DataSupriatna
 
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
agusmulyadi08
 
Karier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptx
Karier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptxKarier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptx
Karier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptx
adolfnuhujanan101
 
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptxBab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
nawasenamerta
 
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdfTugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
muhammadRifai732845
 
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdfLK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
UditGheozi2
 
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawasuntuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
TEDYHARTO1
 
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docxINSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
lindaagina84
 

Recently uploaded (20)

SEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptx
SEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptxSEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptx
SEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptx
 
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
 
ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9
ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9
ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9
 
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdfRHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
 
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptxRANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
 
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-OndelSebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
 
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik Dosen
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik DosenUNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik Dosen
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik Dosen
 
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERILAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
 
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docxForm B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
 
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagjaPi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
 
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdfMATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
 
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdfNUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
 
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
 
Karier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptx
Karier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptxKarier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptx
Karier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptx
 
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptxBab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
 
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
 
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdfTugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
 
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdfLK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
 
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawasuntuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
 
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docxINSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
 

Modul 5 Metode Inferensi dan Penalaran

  • 1. PENGENALAN Ruang Masalah dan Masalah, KECERDASAN BUATAN ( ArtificialPencarian / AI ) Intelligence (2 SKS) Ir. Ahmad Haidaroh, M.Kom. Ir. Ahmad Haidaroh, M.Kom. STIKOM Artha Buana.
  • 3. Decision Tree • Merupakan salah satu contoh aplikasi dari tree • Tree (pohon) adalah suatu hierarki struktur yang terdiri dari Node (simpul/veteks) yang menyimpan informasi atau pengetahuan dan cabang (link/edge) yang menghubungkan node. • Decision tree – pohon keputusan – Menggunakan model tree untuk menggambarkan keputusan-keputusan dan konsekuensinya STIKOM Artha Buana 3
  • 4. Contoh Decision Tree STIKOM Artha Buana 4
  • 5. Logika Deduktif  Logika deduktif : kesimpulan merupakan konsekuensi logis dari premis-premis yang ada  Mengambil kesimpulan khusus dari premis yang bersifat umum  Pengambilan kesimpulan dapat secara langsung (hanya 1 premis) atau tidak langsung (beberapa premis)  Karakteristik pokok : kesimpulan benar harus mengikuti dari premis yang benar  Premis disebut juga anteseden dan kesimpulan disebut konsekuen  Salah satu jenis logika deduktif tidak langsung adalah syllogisme STIKOM Artha Buana 5
  • 6. Struktur Syllogisme • Terdiri 3 proposisi / pernyataan – Premis mayor – Premis minor – Kesimpulan • Jenis Silogisme : – Silogisme kategorial – Silogisme hipotesis – Silogisme alternatif STIKOM Artha Buana 6
  • 7. a. Silogisme Kategorial : Silogisme yang terjadi dari tiga proposisi. Premis umum : Premis Mayor (My) Premis khusus :Premis Minor (Mn) Premis simpulan : Premis Kesimpulan (K) M : middle term S : subjek P : predikat STIKOM Artha Buana 7
  • 8. • Contoh silogisme Kategorial:  My : Semua mahasiswa adalah lulusan SLTA M/Middle term P/Major term Mn: Badu adalah mahasiswa S/Minor term M/Middle term K : Badu lulusan SLTA  My : Tidak ada manusia yang kekal Mn: Andi adalah manusia K : Andi tidak kekal  My : Semua mahasiswa memiliki ijazah SLTA. Mn: Amir tidak memiliki ijazah SLTA K : Amir bukan mahasiswa STIKOM Artha Buana 8
  • 9. b. Silogisme Hipotesis: Silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi konditional hipotesis. • Konditional hipotesis yaitu : bila premis minornya membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen. Bila minornya menolak anteseden, simpulannya juga menolak konsekuen. • Contoh : o My : Jika tidak ada air, manusia akan kehausan. Mn : Air tidak ada. K : Jadi, Manusia akan kehausan. o My : Jika tidak ada udara, makhluk hidup akan mati. Mn : Makhluk hidup itu mati. K : Makhluk hidup itu tidak mendapat udara. STIKOM Artha Buana 9
  • 10. c. Silogisme Alternatif : Silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif. • Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya, simpulannya akan menolak alternatif yang lain. Contoh : • My : Nenek Sumi berada di Bandung atau Jakarta. • Mn : Nenek Sumi berada di Bandung. • K : Jadi, Nenek Sumi tidak berada di Jakarta. • My : Nenek Sumi berada di Bandung atau Bogor. • Mn : Nenek Sumi tidak berada di Jakarta. • K : Jadi, Nenek Sumi Artha Buana di Bandung. STIKOM berada 10
  • 11. Forward Chaining • Forward chaining merupakan grup dari multipel inferensi yang melakukan pencarian dari suatu masalah kepada solusinya. • Forward Chaining adalah data driven karena inferensi dimulai dengan informasi yg tersedia dan baru konklusi diperoleh • Mencari aturan inferensi sampai ditemukan satu dimana anteseden (If clause) bernilai true. Ketika ditemukan, bisa ditarik kesimpulan, menghasilkan informasi baru. STIKOM Artha Buana 11
  • 12. Forward Chaining • Contoh : Menentukan warna binatang bernama Tweety. Data awal adalah Tweety terbang dan bernyanyi. • Misalkan ada 4 aturan : – If x melompat dan memakan serangga, maka x adalah katak – If x terbang dan bernyanyi, maka x adalah burung kenari – If x adalah katak, maka x berwarna hijau – If x adalah burung kenari, maka x berwarna kuning STIKOM Artha Buana 12
  • 13. Forward Chaining • Yang dicari pertama adalah aturan nomor 1, karena anteseden-nya cocok dengan data kita (if Tweety terbang dan bernyanyi) • Konsekuen (then Tweety adalah burung kenari) ditambahkan ke data yang dimiliki • If tweety adalah burung kenari, maka Tweety berwarna kuning (tujuan) STIKOM Artha Buana 13
  • 14. Backward Chaining • Dimulai dengan tujuan (goal) yang diverifikasi apakah bernilai TRUE atau FALSE • Kemudian melihat rule yang mempunyai GOAL tersebut pada bagian konklusinya. • Mengecek pada premis dari rule tersebut untuk menguji apakah rule tersebut terpenuhi (bernilai TRUE) • Proses tersebut berlajut sampai semua kemungkinan yang ada telah diperiksa atau sampai rule inisial yang diperiksa (dg GOAL) telah terpenuhi • Jika GOAL terbukti FALSE, maka GOAL berikut yang dicoba. STIKOM Artha Buana 14
  • 15. Backward Chaining • Dimulai dari daftar tujuan dan bergerak ke belakang dari konsekuen ke anteseden untuk melihat data yang mendukung konsekuen. • Mencari sampai ada konsekuen (Then clause) yang merupakan tujuan. Jika antecedent (If clause) belum diketahui nilainya (bernilai benar/salah), maka ditambahkan ke daftar tujuan. STIKOM Artha Buana 15
  • 16. Backward Chaining • Contoh : Menentukan warna binatang bernama Tweety. Data awal adalah Tweety terbang dan bernyanyi. • Misalkan ada 4 aturan : – If x melompat dan memakan serangga, maka x adalah katak – If x terbang dan bernyanyi, maka x adalah burung kenari – If x adalah katak, maka x berwarna hijau – If x adalah burung kenari, maka x berwarna kuning STIKOM Artha Buana 16
  • 17. Backward Chaining • Pertama akan mencari aturan 3 dan 4 (sesuai dengan tujuan kita mencari warna) • Belum diketahui bahwa Tweety adalah burung kenari, maka kedua anteseden (If Tweety adalah katak, If Tweety adalah burung kenari) ditambahkan ke daftar tujuan. • Lalu mencari aturan 1 dan 2, karena konsekuen-nya (then x adalah katak, then x adalah burung kenari) cocok dengan daftar tujuan yang baru ditambahkan. STIKOM Artha Buana 17
  • 18. Backward Chaining • Anteseden (If Tweety terbang dan bernyanyi) bernilai true/benar, maka disimpulkan Tweety adalah burung kenari. • Tujuan menentukan warna Tweety sekarang sudah dicapai (Tweety berwarna hijau jika katak, dan kuning jika burung kenari, Tweety adalah burung kenari karena terbang dan bernyanyi, jadi Tweety berwarna kuning). STIKOM Artha Buana 18
  • 19. Contoh Kasus • Seorang user ingin berkonsultasi apakah tepat jika dia berinvestasi pada IBM? Variabel-variabel yang digunakan: A = memiliki uang $10.000 untuk investasi B = berusia < 30 tahun C = tingkat pendidikan pada level college D = pendapatan minimum pertahun $40.000 E = investasi pada bidang Sekuritas (Asuransi) F = investasi pada saham pertumbuhan (growth stock) G = investasi pada saham IBM Setiap variabel dapat bernilai Artha Buana atau FALSE STIKOM TRUE 19
  • 20. Contoh Kasus • Fakta – Memiliki uang $10.000 (A TRUE) – Berusia 25 tahun (B TRUE) • Dia ingin meminta nasihat apakah tepat jika berinvestasi pada IBM stock? STIKOM Artha Buana 20
  • 21. Rules R1 : IF seseorang memiliki uang $10.000 untuk berinvestasi AND dia berpendidikan pada level college THEN dia harus berinvestasi pada bidang sekuritas R2 : IF seseorang memiliki pendapatan per tahun min $40.000 AND dia berpendidikan pada level college THEN dia harus berinvestasi pada saham pertumbuhan (growth stocks) R3 : IF seseorang berusia < 30 tahun AND dia berinvestasi pada bidang sekuritas THEN dia sebaiknya berinvestasi pada saham pertumbuhan R4 : IF seseorang berusia < 30 tahun dan > 22 tahun THEN dia berpendidikan college R5 : IF seseorang ingin berinvestasi pada saham pertumbuhan THEN saham yang dipilih adalah saham IBM. STIKOM Artha Buana 21
  • 22. R1: IF A AND C, THEN E • R2: IF D AND C, THEN F • R3: IF B AND E, THEN F • R4: IF B, THEN C • R5: IF F, THEN G STIKOM Artha Buana 22
  • 23. Forward Chaining STIKOM Artha Buana 23
  • 24. Backward Chaining STIKOM Artha Buana 24
  • 25. Penalaran  Suatu penalaran dimana adanya penambahan fakta baru mengakibatkan ketidakkonsistenan,  ciri-ciri penalaran sebagai berikut : − adanya ketidakpastian − adanya perubahan pada pengetahuan − adanya penambahan fakta baru dapat mengubah konklusi yang sudah terbentuk STIKOM Artha Buana 25
  • 26. Penalaran Contoh : • Premis 1 : Aljabar adalah pelajaran yang sulit • Premis 2 : Geometri adalah pelajaran yang sulit • Premis 3 : Kalkulus adalah pelajaran yang sulit • Kesimpulan : Matematika adalah pelajaran yang sulit • muncul premis 4 : sosiologi adalah pelajaran yang sulit, akan menyebabkan kesimpulan (Matematika adalah pelajaran yang sulit) menjadi tidak berlaku karena sosiologi bukan bagian dari matematika • penalaran induktif sangat dimungkinkan adanya ketidakpastian. STIKOM Artha Buana 26
  • 27. Ketidakpastian (uncertainty)  Kurang informasi yang memadai  Menghalangi untuk membuat keputusan yang terbaik  Salah satu teori yang berhubungan dengan ketidakpastian : Probabilitas Bayes STIKOM Artha Buana 27
  • 28. Probabilitas  Probabilitas menunjukkan kemungkinan sesuatu akan terjadi atau tidak STIKOM Artha Buana 28
  • 29. Probabilitas  Contoh :  Misal dari 10 orang sarjana , 3 orang menguasai java, sehingga peluang untuk memilih sarjana yang menguasai java adalah :  p(java) = 3/10 = 0.3 STIKOM Artha Buana 29
  • 30. Probabilitas Bayes STIKOM Artha Buana 30
  • 31. Probabilitas Bayes Contoh :  Asih mengalami gejala ada bintik-bintik di wajahnya. Dokter menduga bahwa Asih terkena cacar dengan : − probabilitas munculnya bintik-bintik di wajah, jika Asih terkena cacar → p(bintik | cacar) = 0.8 − probabilitas Asih terkena cacar tanpa memandang gejala apapun → p(cacar) = 0.4 − probabilitas munculnya bintik-bintik di wajah, jika Asih terkena alergi → p(bintik | alergi) = 0.3 − probabilitas Asih terkena alergi tanpa memandang gejala apapun → p(alergi) = 0.7 − probabilitas munculnya bintik-bintik di wajah, jika Asih jerawatan → p(bintik | jerawatan) = 0.9 − probabilitas Asih jerawatan tanpa memandang gejala apapun → p(jerawatan) = 0.5 STIKOM Artha Buana 31
  • 32. Probabilitas Bayes  Probabilitas Asih terkena cacar karena ada bintik2 di wajahnya : STIKOM Artha Buana 32
  • 33. Probabilitas Bayes  Probabilitas Asih terkena alergi karena ada bintik2 di wajahnya : STIKOM Artha Buana 33
  • 34. Probabilitas Bayes  Probabilitas Asih jerawatan karena ada bintik2 di wajahnya : STIKOM Artha Buana 34
  • 35. Probabilitas Bayes  Jika setelah dilakukan pengujian terhadap hipotesis muncul satu atau lebih evidence (fakta) atau observasi baru maka : STIKOM Artha Buana 35
  • 36. Probabilitas Bayes  Misal : Adanya bintik-bintik di wajah merupakan gejala seseorang terkena cacar. Observasi baru menunjukkan bahwa selain bintik-bintik di wajah, panas badan juga merupakan gejala orang kena cacar. Jadi antara munculnya bintik-bintik di wajah dan panas badan juga memiliki keterkaitan satu sama lain. bintik panas bintik STIKOM Artha Buana 36
  • 37. Probabilitas Bayes  Asih ada bintik-bintik di wajahnya. Dokter menduga bahwa Asih terkena cacar dengan probabilitas terkena cacar bila ada bintik-bintik di wajah → p(cacar | bintik) = 0.8  Ada observasi bahwa orang terkena cacar pasti mengalami panas badan. Jika diketahui probabilitas orang terkena cacar bila panas badan → p(cacar | panas ) = 0.5  Keterkaitan antara adanya bintik-bintik di wajah dan panas badan bila seseorang terkena cacar → p(bintik | panas, cacar) = 0.4  Keterkaitan antara adanya bintik-bintik di wajah dan panas badan → p(bintik | panas) = 0.6 STIKOM Artha Buana 37
  • 38. Probabilitas Bayes STIKOM Artha Buana 38
  • 39. Faktor Kepastian (Certainty)  Certainty Factor (CF) menunjukkan ukuran kepastian terhadap suatu fakta atau aturan. − CF[h,e] = MB[h,e] – MD[h,e] − CF[h,e] = faktor kepastian − MB[h,e] = ukuran kepercayaan/tingkat keyakinan terhadap hipotesis h, jika diberikan/dipengaruhi − evidence e (antara 0 dan 1) − MD[h,e] = ukuran ketidakpercayaan/tingkat ketidakyakinan terhadap hipotesis h, jika diberikan/dipenharuhi evidence e (antara 0 dan 1) STIKOM Artha Buana 39
  • 40. Faktor Kepastian (Certainty) 1. Beberapa evidence dikombinasikan untuk menentukan CF dari suatu hipotesis. Jika e1 dan e2 adalah observasi, maka : e1 h e2 0 Jika MD[h,e1^e2]=1 MB[h, e1^ e2] = MB[ h , e1] + MB[ h , e 2 ] * (1 − MB[ h , e1]) Lainnya 0 Jika MB[h,e1^e2]=1 MD[h, e1^ e2] = MD[ h , e1] + MD[ h , e 2 ] * (1 − MD[ h , e1]) Lainnya STIKOM Artha Buana 40
  • 41. Contoh : •Misal suatu obeservasi memberikan kepercayaan terhadap h dengan MB[h,e1]=0,3 dan MD[h,e1]=0, maka : CF[h,e1]=0,3-0 = 0,3 Jika ada observasi baru dengan MB[h,e2]=0,2 dan MD[h,e2]=0, maka : MB[h,e1 ^ e2] = 0,3 + 0,2 * (1-0,3)=0,44 MD[h,e1 ^ e2] = 0 CF[h,e1 ^ e2] = 0,44 – 0 = 0,44 • Asih menderita bintik-bintik di wajahnya. Dokter memperkirakan Asih terkena cacar dengan kepercayaan MB[cacar,bintik]=0,8 dan MD[cacar,bintik]=0,01, maka : CF[cacar,bintik]=0,8 – 0,01 = 0,79 Jika ada observasi baru bahwa Asih juga panas badan dengan kepercayaan MB[cacar,panas]=0,7 dan MD[cacar,panas]=0,08, maka : MB[cacar,bintik^panas] = 0,8 +0,7 *(1-0,8)=0,9 MD[cacar,bintik^panas] = 0,01 +0,08 * (1-0,01) = 0,0892 CF[cacar,bintik^panas] = 0,94 – 0,0892 = 0,8508 STIKOM Artha Buana 41
  • 42. Faktor Kepastian (Certainty) STIKOM Artha Buana 42
  • 43. Contoh :  Misal suatu observasi memberikan kepercayaan terhadap h1 dengan MB[h1,e]=0,5 dan MD[h1,e] = 0,2 maka : − CF[h1,e] = 0,5 – 0,2 = 0,3  Jika observasi tersebut juga memberikan kepercayaan terhadap h2 dengan MB[h2,e]=0,8 dan MD[h2,e]=0,1, maka : − CF[h2,e] = 0,8 – 0,1= 0,7  Untuk mencari CF[h1 ∧ h2,e] diperoleh dari − MB[h1 ∧ h2,e] = min (0,5 ; 0,8) = 0,5 − MD[h1 ∧ h2,e] = min (0,2 ; 0,1) = 0,1 − CF[h1 ∧ h2,e] = 0,5 – 0,1 = 0,4  Untuk mencari CF[h1∨ h2,e] diperoleh dari − MB[h1∨ h2,e] = max (0,5 ; 0,8) = 0,8 − MD[h1∨ h2,e] = max (0,2 ; 0,1) = 0,2 − CF[h1∨ h2,e] = 0,8 – 0,2 = 0,6 STIKOM Artha Buana 43