SlideShare a Scribd company logo
Oleh :
Assc. Prof. Drs. Firdaus Syam, M.A., PhD.
SEKOLAH PASCA SARJANA
Program Studi Ilmu Politik
Kuliah ke : 1
Pengenalan Rencana Perkuliahan Semester
(RPS)
A. Ruang Linkup Perkuliahan :
1. Perkuliahan ini mengkaji nilai-nilai budaya yang berhubungan dengan politik, ini yang
kemudian dikenal sebagai nilai-nilai budaya politik;
2. Perkuliahan ini mengkaji berbagai pemikiran berupa; pandangan, gagasan, teori, konsep
mengenai pemikiran politik Indonesa yang dikemukakan oleh para tokoh bangsa, tokoh
berpengaruh baik dari era pergerakkan nasional, hingga pasca kemerdekaan dari ;
3. Materi perkuliahan ini lebih menitik beratkan kepada Budaya dan Pemikiran Politik
Indonesia di era modern;
B. Hasil (Out put) dan Mamfaat (Out Come) :
1. Dapat mengetahui dan memberi mamfaat bagi mahasiswa program magister ilmu Politik
dalam penambahan wawasan mengenai berbagai aliran serta pemikiran politik yang
berkembang di Indonesia;
2. Dapat menjadikan bekal, bahan, bagi mahasiswa untuk menganalisis apa dan bagaimana
pemikiran tokoh bangsa dan atau orang-orang berpengaruh itu mampu merumuskan ide –
ide politiknya;
3. Dapat menjadikan refrensi mahasiswa dalam melaksankan tugas baik secara tertulis
maupun melalui diskusi/tatap muka dikelas juga secara on-Line;
4. Mendorong/menstimulan mahasiswa untuk mampu mengembangkan kemampuan analisis
serta pengetahuan mengenai pemikiran politik Indonesia khususnya, dan ilmu politik pada
umumnya.
PENUGASAN DAN KOMPONEN NILAI
A. Penugasan:
1. 2 tugas Makalah (kelompok+ individu)
2. 2 tugas individu ( 1 critical review + Kuis)
B. Komponen Nilai :
1. Tugas 30 % (15%+15%)
2. UTS 30 %
3. UAS 30 %
4. Prilaku 10 %
C. Prasyarat Kehadiran Mahasiswa:
D. Note :
bagi mahasiswa yang mampu mempubikasikan artikel ke
dalam jurnal dengan topik sesuai mata kuliah dan
mencantumkan nama dosen pengampu, maka diberikan
nilai UAS “A”.
PENUGASAN
A. Makalah/Kertas Kerja (Work Paper):
1. Topik PemPol Ind. Mengenai pemikiran Seseorang/Komparasi;
2. Minimal 8 halaman-Maksimal 12 halaman;
3. 1 ½ Spasi, Time Roman/Arial, size 12;
4. Sisitimatika :
a. Pendahuluan ( Gambaran umum, alasan /signifikansi pemilihan
topik, identifikasi masalah, pokok masalah, pertanyaan penelitian);
b. Kerangka Teori (Istilah/Konsep/Teori/Model);
c. Gambaran Umum Obyek Kajian
d. pembahasan/analisis;
e. Penutup (Analisis Kesimpulan- Implikasi Teori);
d. Daftar Pustaka ( 70% sumber buku/jurnal/majalah/Paper/dokumen
+ 30% Internet);
B. Critical Review/Resensi:
a. Maksimal 2 halaman, 1 spasi, Time Roman, , size 12;
b. Jelaskan “keunggulan”, “kelemahan”, dan “ keunikan”
C. KUIS;
a. Tanya –jawab dan/atau:
b. Jawaban tertulis;
Kuliah ke: 2
Pengertian, Hubungan, dan Fokus Kajian
A. Yang dimaksud budaya dalam pembahasan ini adalah:
1.Berbagai hal yang hidup, tumbuh, berlaku serta berkembang sebagai
nilai dalam alam pikir (cipta), keinginan (karsa), dan tindakan (karya)
dari individu dan kelompok masyarakat, berkait erat dengan politik,
menjadikannya sebagai nilai-nilai politik yang berlaku atau sebagai
budaya politiknya.
2.Budaya politik di Indonesia memang beragam, namun “banyak
kesamaan”. Ini berkaiatan dengan “kepercayaan”, “keyakinan” “mistik”-
”klenik”, mitos, ideologi berupa/melalui; isme, cerita, legenda.
B. Yang dimaksud pemikiran politik dalam pembahasan ini adalah:
1. Pemikiran politik = Politichal thougt=politichal theory;
2. Pemikiran politik merupakan bagian dari ilmu politik;
3. Pemikiran politik mengkhususkan mengenai pemikiran yang terdapat
dalam bidang politik.
4. Pemikiran politik sangat erat hubungannyanya dengan; Sejarah, Filsafat,
Etika, Moral, Idealisme , dan Keyakinan politik.
 C. Apa Yang dimaksud teori politik dalam pembahasan ini adalah:
1. Teori itu berkenaan dengan sistem Keyakinan Politik dapat dikatakan sebagai Dasar
Pendapat atau Ideologi.
2. Teori berkenaan dengan Filsafat Politik, yakni pemikiran politik.
3. Teori diartikan sebagai Skema Konseptual; tidak lain sebagai penafsiran, pandangan,
penjelasan yang memiliki tingkat-tingkat dan tahap-tahap dalam hal keumumannya.
4. Teori dapat diartikan sebagai Model dan Ajaran.
(Van Dyke, Political Science, Bab IX, 1960: 89).
 D. Apa hubungan pemikiran (thougt) dengan teori (theory) dalam pembahasan
ini adalah:
1.Pengertian Teori mungkin lebih luas cakupannya dibandingkan pengertian Pemikiran,
apabila ke dalam pengertian teori kita masukan juga hal-hal yang ada hubungannya
dengan pemikiran;
2.Pengertian Pemikiran lebih luas cakupannya dibandingkan pengertian Teori, bila kita
berpandangan bahwa Teori itu pada hakekatnya tidak lebih dari hanya satu bentuk
Pemikiran saja;
3.Ada bidang-bidang yang hanya dicakup pengertian Teori sehingga tidak ada
hubungannya sama sekali dengan Pemikiran;
4.Ada bidang-bidang yang hanya dicakup Pemikiran saja sehingga tidak ada hubungannya
dengan teori.
(Rahman Zainuddin, Jurnal Iilmu Politik, No.7, 1990:3)
 FOKUS KAJIAN PEMIKIRAN POLITIK:
 PEMIKIRAN POLITIK BARAT.
 PEMIKIRA N POLITIK NEGARA-NEGARA
BERKEMBANG.
 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM.
 PEMIKIRAN POLITIK INDONESIA LAMA.
 PEMIKIRAN POLITIK INDONESIA
BARU/MODERN.
Kuliah ke: 3
SEJARAH PERKEMBANGAN PEMIKIRAN POLITIK:
1. Awal Pemikiran Politik Adalah Pendekatan Filsafat Dan
Sejarah.
 Pemikiran politik, terutama di AS dan Eropa dalam pengertian sebagai filsafat
politik erat hubungannya dengan sejarah, filsafat, nama-nama seperti Socrates,
Plato, Aritoteles dari Yunani adalah sumber mulai dipelajarinya pemikiran
politik.
 Selain pemikiran yang datang dari Yunani, juga dari Romawi seperti; Cisero.
 Kemudian filosof Yudea, Kristiani seperti; Agustinus, Tomas Aquinas, Calvin,
Luther, Juingly .
 Kemudian filosof Islam Islam, seperti; Ibnu Kholdun, Al Farabi, Mawardi.
Berlanjut dengan Para pemikiran Abad Pertengahan, pemikiran masa
Renaisance, seperti; Tomas Hobbes, Macheaveli, Montesque, JJ. Rouseau.
 Lalu muncul pemikiran diabad 20 era modern, seperti; Liberalisme, Kapitalisme,
Sosialisme, Komunisme, Ideologi Islamisme, Teologi Pembebasan,
Eksistensialisme, Humanisme, New Life, Pos Modernisme dan lain-lain.
2. Perkembangan Berikutnya Adalah Pendekatan Negara,
Kekuasaan Dan Hukum.
 Memasuki abad 20, pendekatan filsafat dan sejarah mulai ditinggalkan bahkan
dianggap tidak sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah. Ini melalui proses yang cukup
lama, perdebatan mulai terjadi di tahun 1940-1950 an. Awalnya yang menjadi pusat
perhatian pemikiran politik adalah masalah Negara dan kekuasaan.
 Di Amerikat Serikat pemikiran politik dikenal dengan istilah “political theory” dan
asosiasi ilmu politik di Amerika Serikat berupaya memajukan studi politik secara
ilmiah yakni studi tentang negara (Gunnell, 1988:82).
 Sedangkan Deliar Noer (1983:101), menjelaskan bahwa ilmu politik melingkupi
persoalan lebih luas dari sekedar negara, apa lagi bila pendekatannya hanya kepada
persolan ketaatan hukum belaka. Ilmu politik juga berbicara hal yang yang jauh
sebelum negara ada ini sudah lebih dulu ada yakni persoalan kekuasaan.
 J.W. Burgers dalam bukunya Political Sciense and Comparative Constitutional
Law (1980), merupakan ilmuan pertama mengadakan perbedaan antara ilmu
politik dengan ilmu hukum. Akan tetapi Political Science tidak lain merupakan
sejarah Negara dan konstitusi, sehingga pendekatannya masih bersifat yuridis
yakni memandang siapa yang berwibawa menurut hukum untuk melakukan
tindakan politik. Dengan demikian politik masih dilihat dalam strukur hukum.
3. Perkembangan Pemikiran Politik Berlanjut Dengan
Pendekatan Tingkah Laku Politik.
 Pendekatan ini melihat politik sebagai suatu proses, “Political
behavior”.
lebih mengupas keadaan politik di lihat dari sudut, maksud dan
perasaan orang-orang yang mempengaruhi proses politik serta akibat
keadaan politik dari orang atau masyarakat yang ‘berubah”.
Dikemukakan oleh Wodrow Wilson; walau menurut hukum terdapat
pembagian kekuasaan antara Presiden, Mahkamah Agung dan
Konggres, namun “kekuasaan sebenarnya” “The Essential Machinery of
power’, “The Centra of Force” terletak pada “ Committes” atau Konggres
(Wilson, 1956:50-51). Sebab itu cara-cara pendekatan bersifat legal,
historis dan perbandingan sebagai cara lama yang”perlu ditinggalkan”.
Maka lahirl pendekatan baru yang menekankan kepada “Prilaku” atau
tindakan politik.
 Herbet A. Simon, dianggap sebagai salah seorang perintis behavioralism
di Amerika Serikat. Istilah behavioralism bukan suatu revolusi
melainkan suatu perkembangan biasa yang dialami ilmu politik
(Zainuddin, Ibid.).
 Salah satu bukti empiris misalnya; dalam suatu birokrasi partai,
disana ada lingkaran-lingkaran “tertutup” sebab partai bekerja di
dalamnya terdiri dari :
 “Inner Circle” yang terdiri dari mereka yang bekerja semata-
mata untuk partai;
 “Outher Circle” mereka bekeja untuk partai hanya sambilan dan;
 “Wire Puller” mereka yang berdiri di belakang layar (Bryces,
1926: Jilid I: 5-6).
 Pandangan mereka ini merupakan puncak dari kaum realis.
Mereka mempelajari lembaga-lembaga negara, organisasi partai
dan pejabat–pejabat negara dipandang sebagai “pemain-pemain
yang menentukan kebijaksanaan politik.
 Adanya “distribution of power”, pengaruh partai dan “public
opinion” membuktikan hal ini. Kaum realis ini sering disebut
juga sebagai “Hyper factualism”.
Kuliah ke: 4
Sejarah Perkembangan Pemikiran Politik
Di Indonesia
A. Pemikiran Politik Indonesia Lama :
Pemikiran Indonesia Lama merupakan kajian pemikiran-pemikiran yang ada hubungannya
dengan politik sebelum ada -20 atau sebelum adanya gerakan kebangkitan nasional.
 Ini dapat di lihat dengan adanya susunan masyarakat yang tertentu di satu wilayah, baik
berupa Negara kecil atau besar yakni; Kerajaan tarumanegara di Jawa Barat dan Kutei di
Kalimantan di abad ke-5 samapai abad ke-10; Kerajaan Sriwijaya di Sumatera di abad ke-5,
Kerajaan Melayu di Sumatera dan Kalingga di Jawa di abad ke-7; Kerajaan Majapahit di
abad ke 13 samapai ke-15; Kerajaan Minangkabau di abad 17; kerajaan Aceh di abad 17
sampai abad ke -19; Kerajaan Malaka di abad ke 15-16 dan Kerajaan Banten di abad ke 16-17
(Noer, 1983:109).
 Pemikiran politik secara khusus masa itu memang tidak ada, kecuali hal yang bercampur
dengan soal kepercayaan, agama yang diajarkan secara turun-menurun dari mulut ke mulut.

 Di Minangkabau ada yang disebut “Kaba”, di Jawa ada “Negara Kertagama” berasal dari
tahun 1365 di tulis Mpu Prapanca (penyair kraton Majapahit); kitab Pararaton(buku
mengenai raja-raja dan kerajaan-kerajaan) berasal dari abad ke-17; Babad Tanah Jawi
berasal dari tahun 1743. Berisi ungkapan pujian kepada raja namun memiliki makna,
pandangan mengenai kedudukan raja, hubungan pusat dengan daerah-masalah-masalah
politik (ini sama halnya dengan di Yunani seperti karya Plato, Aristoteles dan lainnya, Ibid,
110-113).
Kuliah ke: 5
B. Pemikiran Politik Indonesia Baru:
1. Awal Kelahiran (Era Pergerakan Nasional 1908-1945)
 Gagasan Pemikiran Politik Indonesia Modern, lahir di awali dengan kebangkitan
Nasionalisme modern di tahun 1900-1910-an, dengan kemunculan kaum terpelajar-
mahasiswa serta cendikiawan muda yang memandang bahwa:
 Pertama;
Dunia modern sebagai tantangan terhadap elit pergerakan masa itu.
 Kedua;
Menganggap bahwa “mereka”sebagai pemimpin potensial di masa yang akan datang.
 Ketiga;
Mereka banyak yang mengenyam pendidikan/ilmu baik di dalam maupun di luar negeri.
Keempat;
Dipengaruhi/menganut berbagai ideologi/keyakinan politik seperti; Reformis Islam,
Liberalisme, Sosialisme, Komunisme, Nasionalisme India, Cina dan Jepang.
Kelima;
 Mereka mulai membincangkan kemerdekaan, kapan merdeka dan bagaimana mengisinya.
 Dikalangan Islam Politik Indoneisa, dalam aliran Politik terbagi atas 3
(tiga) bagian yakni; kalangan Tradisionalis (kaum Tua) dan kalangan
Modernis (kaum Muda), kalangan Fundamentalis.
2. Era Awal Kemerdekaan – Demokrasi Terpimpin (1945-1965)
Menurut Feith & Lance Castle (1970: 12 -13) pemikiran politik yang
berkembang di Indonesia dengan membatasi dari tahun 1945-1965 di bagi
dalam era :
Pertama: ;
 1945- 1949, adalah masa revolusi bersenjata. Masa ini hubungan antara era kolonial dengan era
kemerdekaan
 masih tampak jelas.
 Pemikiran politik masih hak istimewa segelintir kaum terpelajar sebagi pelopor pergerakkan
nasional.
 Kaum terpelajar sebagai pemikir politik sekaligus tokoh pergerakkan politik sebab itu demikian
dekatnya jarak antara pemikiran politik dengan kekuasaan politik.
 Tokoh-tokohnya; Tjoroaminoto, Agus Salim, Soekarno, Hatta, Sahrir, Tan Malaka, Natsir, SoepomO.

 Kedua,;
 1949-1959, adalah masa demokrasi Parlementer (Liberal). Lahirnya pemikir politik baru di samping
tokoh-tokoh lama. Periode yang diwarnai konflik ideologi antar kalangan nasionalis Islam dengan
kalangan nasionalis sekuler/netral agama.
 Lahir sejumlah pemkir politik yang berusaha membebaskan diri dalam permainan politik, dikenal
dngan “intelktual-intelektual lepas” (Unattached intellectual), berperan sebagai jurnalis, pengarang
dan tokoh mahasiswa.
 Tokoh-tokoh mudanya; STA, Sojatmoko, Rosihan Anwar, Nugroho Notosusanto, Mohammad Roem,
Isa Ansari, Yusp Wibisono, Syafrudi Prawira Negara, Muso, Syarifuddin, Sudirman, Nasution,
T.B.Simatupang

 Ketiga,
 1959-1965, adalah masa terjadinya pemusatan kekuasaan, pemakasaan penerimaan ide-ide politik
dari Soekarno seperti konsep Sosialis ala Indonesia, Konsep Nasakom.
 Bukan hanya terjadi monopoli pemikiran politik Soekarno, melainkan menyebabkan terkuncinya pena
pemikiran lain yang tidak sejalan.
 Tokoh-tokohnya; Soekarno (NASAKOM), Nasution-Ahmad Yani, Soeharto (AD- Anti komunis), Aidit,
Lukman, Nyoto, Letkol Untung (Komunis). Dikalangan Islam tampil tokoh tokoh Masyumi organisasi
mahasiswa Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), yang bekerjasama dengan PMKI, GMKI, – jelas
menentang paham Komunisme dengan dukungan CGMI segala kekuatan andebownya. Dari kalangan
Islam Soekarno mendapat dukungan dari NU.

Kuliah ke: 6
ALIRAN DAN KONVIGURASI ALIRAN POLITIK
1945-1965-1998
ERA PARLEMENTER-DEMOKRASI TERPIMPIN
 1. Nasionalisme Radikal :
-Merupakan paham dan gerakan kekuatan yang menuntut Indonesia merdeka melalui
“aksi massa revolusioner” atau dengan cara radikal (melalui rapat-rapat akbar).
 -Politik non kooperasi terhadap Belanda (Kolonial).
 -Memboikot lembaga perwakilan rakyat (Volkstraad) bentukan kolonial Belanda.
 -Menolak jadi pegawai pemerintahan Belanda.
 -Para pemimpinnya banyak di pengaruhi faham Marxis.
 -Terasing dari masyarakat kolonial Belanda.
-Dimasa penjajahan Jepang pengaruhnya semakin menguat-akibat propaganda anti Barat
yang dilakukan Jepang.
-Memiliki pengaruh kuat di masa pergerakan hingga masa kepemimpinan Soekarno di
Indonesia.
-Nasionalismenya bukan bagian dari komitmen yang lebih luas kepada Islam atau
sosialisme.

 -Tokoh-tokohnya seperti; Soekarno dan Muhammad Yamin.

 Catatan;

 Pada masa Orde Baru, pengaruh nasionalisme radikal diwakili oleh Ibnu Sutowo, B.J.
Habibie dan Ginanjar Kartasasmita.

 (Feith &Castle, 1970: xxvi)
2. Tradisionalisme Jawa.
-Dalam konteks politik, tradisionalisme Jawa sebagai Ideologi disebut
tradisionalistis yaitu; bagaimana memamfaatkan unsur-unsur tradisi asli
(indigenous) sebagai ideologi untuk menghadapi situasi yang
baru.Tradisionalisme Jawa dalam implementatip kehidupan sosial, budaya dan
politik sangat menekankan rukun, hormat, keharmonian dan keselarasan sebagai
landasan dalam membangun tatanan kehidupan itu. Konep menerima nilai-nilai
lain yang berbeda dan menggabungkannya secara sosial budaya dikenal dengan
istilah Sinkrtisme.
-Dalam soal penguasa/kepemimpnan antara manusia (bagian dari mikro kosmis)
atau dunia dengan adiduniawi (makrokosmis) dikenal dengan konsep
Manunggaling Kaula Gusti (penyatuan manusia dengan Tuhan), pernyatuan
antara manusia dengan pemimpinnya. Ini menjadi pemahaman dari sifat semangat
kebatinan atau struktur keruhanian dari bangsa Indonesia yang mereka pahami
dalam pengertian persatuan dan kesatuan.
-Supomo dalam pidato yang diucapkan di depan Panitia Penyelidikan Persiapan
Kemerdekaan Indonesia tgl 31 Mei 1945, mengemukakan konsep Negara
Integralis, sebuah Negara totaliter atau ide integralistik dari bangsa Indonesia
yang berwujud dalam susunan tatanegaranya yang asli (Negara yang bersatu
dengan seluruh rakyatnya-mengatasi seluruh golongan-golongannya dalam
lapangan apapun sebagai persatuan yang teratur dan tersusun. Ini berarti tidak
ada dualisme “staat dan individu”. Ada pengakuan dan penghormatan adanya
golongan, akan tetapi individu dan golongan menjadi bagian organik dengan
Negara.
-Kalangan Sinkristisme (lebih dikenal dengan kaum abangan)sangat menentang
adanya Negara Islam. Ini dapat di lihat dalam tulisan Atmodarminto dalam
pidatonya di depan Sidang Konstituante tgal 12 November 1957; pandangannya
mengundang amarah partai-partai Islam, sebaliknya membuat gembira PNI dan
PKI sebagai wakil dari Islam abangan. Menurutnya hingga saat ini agama Islam
belum menguasai jiwa masyarakat Indonesia. Tokoh-tokohnya seperti; Supomo.
(Feith & Castle, 1970: 167-185).
Catatan;
 Masa Orde Baru, mengimplementasikan konsep tradisionaslis Jawa itu
dalam bentuk aliran “Developmentalis integralis” melalui pemikiran
politik Soeharto, Ali Murtopo, Widjojo Nitisastro, Sumitro
Djojohadikusumo, Nugroho Notosusanto dan Jusuf Wanandi. Dengan
memprioritaskan pembangunan ekonomi yang dikaitkan dengan stabilitas,
keamanan dan keserasian sosial.
Sesungguhnya gagasan ini mulai dikembangkan pada tahun-ahun terakhir
Orde Lama (Demokrasi Terpimpin) dan awal periode Ode Baru melalui
Sekolah Komando Staf Angkatan Drat (SESKOAD), dan Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. Ini diteruskan melalui Lembaga Pertahanan
Nasional (Lemahanas), Centre for Strategic and International Studies
(CSIS) serta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Dengan pengertian-pengertian profesioanl dan teknokratis mengenai
pembangunan ekonomi serta ketidak senangannya dengan populisme,
komunisme dan fanatisme agama.
(Feith & Castle, 1970: xxix).
3. Islam (Tradisional dan Modernis).
Prebedaan kalangan Modernis dan Tradisionalis lihat Deliar Noer dalam "Gerakan
Modernis Islam di Indonesia 1900-1942.
Catatan:
Wajah pembedaan antara kalangan modernis dengan tradisionalis mengalami
perubahan penting di masa Ore Baru. Ini semakin memudarnya perbedaan
tersebut.
Di kubu modernis, tradisi yang digariskan Mohammad Natsir memang kukuh akan
tetapi mengalami varian-varian setelah 1965. Muhammadiyah mengambil jarak
denga Natsir lebih kompromistis dengan pemerintah Orde Baru. Sebaliknya
Imanuddin dan kalangan di sekitar masjid Salmana ITB di Bandung juga
Yogyakarta ada kelompok yang menggabungkan ortodoksi keagamaan dengan
sikap oposisi yang tegasa terhadap kebijakan pemerintah.
Lahirnya kelompok pembaharu yang dimotori “Natsir Muda” Nurcholish Madjid
dari kubu HMI blok IAIN Jakarta dan Yogyakarta menolak partai politik Islam,
gagasan Negara Islam, pelunya pembaruan keagamaan dan etika serta embuka
diri bekerjasama dengan kelompok-kelompok di luar umat Islam ( Jawa abangan,
kaum mistik sufi, inteektual sekuler, kaum Kristen maupun Hindu-Budha). Tokoh
seperti; Mukti Ali, Dawam Rahardjo, Adi Sasono dengan tema-tema ekologis,
kerakyatan dan emansipatoris.
Kaum tradisionalis, munculnya tokoh Mahbub Junaedi dan Abdurrahman Wahid
sebagai tokoh PB NU (1984). NU memperoleh wajah modern.
(Feith & Castle, 1970: xxvi-xxviii)
 4. Sosialisme Demokrat.
 Istilah “Sosialisme Demokrat” di Indonesia lebih ditekankan untuk melukiskan
pikiran Soetan Sjahrir serta pengikutnya yang banyak dipengaruhi oleh
gagasan sosialisme democrat Eropa, melalui partainya yaitu Partai Sosial
Indonesia (PSI). Menurut Feith, penggunaan kata ‘demokrat’ sebagai kata
keterangan kurang sesuai, sebab partai ini kurang mendapatkan dukungan
massa pengikut.
 Sosialisme demokrat dalam bentuk organisasi di mulai tahun 1932, saat Sjahrir
dan Hatta baru kembali dari Negeri Belanda dan mendirikan Pendidikan
Nasional Indonesia (PNI Baru), dengan menekankan kepada pembentukan
kader politik yang handal, mandiri dan nasionalis (lihat Seanne S. Mintz,
Mohammed, Marx and Marhaen; The Roots of Indonesian Socialism, London:
Pall Mall Press, 1965; B.R.O’G, Anderson, Sjahrir Our Struggle, Ithaca, N.Y:
Cornell Modern Indonesia Project, Translation Series, 1968).
 Anggota dari sossilsme demotrat ini, umumnya kalangan kota /terpelajar yang
telah mengecap pendidikan tinggi yang didapat bukan melalui pemilu/rapat-
rapat. Simpatisannya meliputi pemimpin-pemimpin partai, tokoh penting dalam
Angkatan Bersenjata dan birokrasi pemerintahan.
 Perhatian mereka lebih memfokuskan kepada kebebasan individu, keterbukaan
terhadap arus intelektual dunia, simpati kepada modernisasi, internasionalis
dengan pengertian yang tepat mengenai nasionalisme. Sebaliknya penolakan
atas obscuratisme, chauvinisme serta kultus individu. Menurut Feith istilah
untuk mereka lebih cocok disebut “Sosialisme Liberal” bila istilah ini tidak
dikaitkan dengan Kapitalisme.-Dalam Pemilu tahun 1955, partai ini sedidkit
mendapatkan dukungan suara, ini sebagai bukti dan kritik yang menganggap
kelompok ini kurang mendapatkan simpati dari rakyat.
 Mereka menentang konsep Demokrasi Terpimpin a’la Sukarno, sehingga
sejumlah pemimpinnya bergabung dengan pemberontakan tahun 1958 di
Sulawesi dan Sumatera, seperti; S.T.A, Syahrir, Mochtar Lubis, Soemitro dan
lainnya.

Kuliah ke- 7
Review materi dan Persiapan UTS
Kuliah ke-8
UJIAN TENGAH SEMESTER
UTS
SELAMAT BERJUANG
BERDO’A- BERUSAHA
Kuliah ke-9
MEMBAHAS SOAL – SOAL UTS
Pasca UTS
Apa yang Anda dapat jelaskan mengenai sifat-sifat dari aliran
politik di Indonesia yang disampaikan dalam mata kuliah ini ?
Menurut pendapat Anda apa yang menyebabkan munculnya sifat
aliran politik di Indonesia seperti itu ?
Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan aliran-aliran politik tersebut
secara subtansi masih sangat berpengaruh ?
Kuliah ke-10
Sifat-Sifat Umum Aliran Politik Di Indonesia
 Pertama;
 Dalam pemikiran terdapat unsur moral, sedikit sekali yang melihat
 aspek-aspeknya sebagai sesuatu yang berdiri sendiri secara netral.
 Menekankan kepada kekuatan dan kelemahan moral dari para pemimpin,
bukan melihat kepada sistem politik sebagai suatu proses.
 Kedua;
 Melihat masyarakat politik sebagai suatu kesamaan, bukan sebagai
 suatu masyarakat yang penuh dengan berbagai kepentingan.
 Lebih menekankan hubungan pemimpin dengan rakyat dalam masyarakat
bukan dari segi pluralisme keinginan, walupun ada pertentangan ideologi.
 Ketiga;
 Pemikiran politik Indonesia diwarnai oleh sifat optimisme dan
 keyakinan akan lebih baik dalam melihat masa depan bangsa.
Keempat, 1966-1984
 1966-1970-an, dikalangan Islam politik, selain masih adanya tokoh-tokoh lama
dari kalangan Masyumi seperti Natsir, Anwar Haryono, Lukman Harun, dari
kalangan NU ada Idham Khalid, Subhan Z.E, K.H Maskur dan Saifuddin Zuhri.
Dari kalangan muda Islam muncul nama seperti Mintaredja, Lukaman Harun,
Subhan ZE.
 Namun di era 1970- 1980a-n, kalangan muda Islam yang lebih bergerak melalui
gerakan kultural-intelektual adalah dengan lahirnya kelompok Gerakan
Pemharuan Pemikiran Islam (GPPI) yang dimotori oleh Nurcholish Madjid
“Natsir Muda”, Usep Fatuddin, Dawam Raharjo. Kemudian tokoh muda Islam
yang lebih sering dianggap kelompok “garis keras” kalau tidak dikatakan
fundamentalis adalah Imanuddin Abdulrahim, Amien Rais. Dari kalangan
tradisionlis Islam muncul tokoh muda Abdurrahman Wahid.
 Kelima, 1985-1998
 Pada masa ini kristalisasi dikalangan intelektual Islam semakin jelas setelah
lahirnya organisasi cenkiawan muslim yang dikenal ICMI dengan tokohnya B.J.
Habibie, intelektual yang setia mendampingi Soeharto. Bisa dikatakan semua
intelektual modernis Islam bergabung dalam ICMI termasuk kelompok yang
dianggap garis keras dan kritis terhadap rejim Orde Baru. Selain yang
disebutkan diatas tokoh lainnya adalah Adi Sasono, Safi’i Maarif, A.M.
Saefuddin, Jalalludin Rachmat, Amien Azis, Kuntowijoyo, Moeslim
Abdurrahman dan Fuad Amsyari.
 Hanya Abdurrahman Wahid (Gus Dur) berada dalam posisi yang menentang
keberadaan ICMI yang dianggapnya “sektarianme”.
Kuliah ke-11
TIPOLOGI ISLAM POLITIK ERA ORDE BARU
1. Formalistik:
 Dalam konteks politik, pemikirannya menunjukkan suatu orientasi yang
menopang bentuk-bentuk politik islam yang dibayangkan (imaginet Islamic)
seperti; mewujudkan sistem politik Islam, ekpresi, simbol dan ideom politik
kemasyarakatan dan eksperimen ketatanegaraan islam serta islam muncul
sebagai alternatif ideo-politik lainnya.
 Masuk klasifikasi ini antara lain; Muhammad Natsir, Jalalludin Rahmat, A.M.
Syaifuddin (pendukung pemikiran Abul A’la Maududi).
2. Subtantivistik:
 Dalam konteks politik, pemikiran dan orientasi politik menekankan manifestasi
substansi dari nilai-nlai islam (Islamic injuction) melakukan elaborsi yang
disebut pararelisme atau kemanunggalan keislaman dan keindonesiaan.
 Teologi harus “memihak” dan “pembebasan” dengan karya-karya produktif,
berorientasi kepada perubahan sosial-ekonomi dan demokrasi.
 Masuk klasifikasi ini antara lain; Nurcholish Madjid, Usep Fatudhin.

3. Transformatik:
 Dalam konteks politik, misi utama keislaman adalah mentransformasikan
masyarakat dengan berbagai aspek kedalam skala besar yang bersifat praktis
maupun teoritis. Dalam dataran peraktisnya penekanan bukan pada doktrinal
ideologi islam, melainkan lebih kepada pemecahan masalah empiris di bidang
sosial-ekon omi umat, penyadaran hak-hak politik rakyat.
 Masuk klasifikasi ini antara lain; Dawam Rahardjo, Adi Sasono, M.Amien Azis,
Kuntowidjoyo.
4. Totalistik:
 Dalam konteks politik, menganggap doktrin islam bersifat total (kaffah),
sebagai petunjuk yang bersifat langgeng, lengkap, menyeluruh dan luas,
konsekuensinya tidak ada ruang kosong untuk partikularistik atau
kemajemukan. Mereka militan dalam pemikiran serta terbuka kepada
diskursus intelektual dan pendekatan ilmiah, (ini yang membedakan dengan
fundamentaslis yang mengutamakan militansi dalam tindakan sosial dan
politik).
 Masuk klasifikasi ini antara lain; Fuad Amsari, Imanuddin Abd. Rahim.
6. Idealistik:
 Dalam konteks politik, menekankan perjuangan umat berorientasi kepada
islam cita-cita (islam ideal) yakni sesuai dengan yang tersirat dan tersurat
dalam al Qur’an dan Sunnah yang otentik, sebagai kekuatan penggerak (driving
forc) di segala bidang.
 Masuk klasifikasi ini antara lain; M. Syafi’i Maarif.
7. Realistik:
 Dalam konteks politik, melihat hubungan di antara dimensi substansi dari
ajaran agama dengan konteks sosio kultural. Islam tidak hanya menjinakkan
sasarannya akan tetapi juga menjinakkan dirinya, dengan demikian akan
terjadi keragaman manifestasi islam, walaupun semua didasarkan keabsahan
ajarannya.
(M. Syafi’i Anwar sebagai, 1995:143-184)
 Muncul kekuatan dari kalangan militer dengan arsitek politiknya dari kalangan
Perwira TNI AD yakni Soeharto, Ali Murtopo dibantu oleh kalAngan Nasionalis
Sekuler di CSIS dengan para pemikir kelompok Peter Beek,Yusup Wanandi,
Harichan Silalahi, Franseda. Kemudian kalangan teknokrat Sosialis Wijoyo N,
Sumitro Joyohadikusumo, Emil Salim, Arif Budiman, Syahrir
 Dikalangan Islam bangkitnya intelektual
muslim seiring dengan meningkatnya
kemampuan pendidikan umat dan masuknya
kalangan santri dalam dunia birokrasi
pemerintahan (birokrasi politik). Sebagai
konsekuensi pembangunan masa Orde Baru-
kekuatan Islam yang mengalami “kebekuan”
dalam arena politik praktis formal yang
“konon” di wakili aspirasinya oleh Partai
Persatuan Pembangunan (PPP) gabungan dari
fusi partai-partai Islam (masa lalu) yakni NU,
PERTI, PARMUSI DAN PSII.
Kuliah ke-12
ON line
BAHAS KERTAS KERJA
(MAKALAH)
KELOMPOK
Kuliah ke -13
ON line
BAHAS KERTAS KERJA
(MAKALAH)
PENILAIAN KELOMPOK
Kuliah ke- 14
MEMBAHAS KERTAS KERJA
(MAKALAH) PENILAIAN INDIVIDU
1. Apakah anda sudah menetapkan tema dan topik
makalah ? Sebutkan !
2. Apa alasan anda tertarik memilih topik tersebut,
sebutkan pokok permasalahan dan pertanyaan
penelitiannya ?
3. Konsep dan teori apa yang anda gunakan ?
Kuliah ke- 15
KUIS : Tanya- Jawab
Kuliah ke-16
UJIAN AKHIR SEMESTER
(UAS)
SELAMAT BERJUANG
DO’A, IKTIAR, TIDAK CONTEK
IV. KONSEP KEKUASAAN
Kekuasaan DI Timur (Jawa):
 Kekuasaan itu Konkrit;
 Kekuasaan itu Homogen (sumber kekuasaan Adikodrati);
 Kekuasaan itu tidak mempersoalkan keabsaan;
 Kekuasaan itu jumlahnya tetap.
 Kekuasaan Di Barat:

 Kekuasaan itu Abstrak;
 Kekuasaan itu Heterogen (sumber kekuasaann alam);
 Kekuasaan itu mempersoalkan keabsahan;
 Kekuasaan itu jumlanya tidak tetap.

A. KONSEP KEKUSAAN DI BARAT


1. Kekuasaan “abstrak”, artinya konsep kekuasaan/kekuatan merupakan suatu
rumusan yang berdasarkan fenomena dari kekuatan interaksi sosial dari
berbagai kepentingan politik tertentu yang saling membangun pengaruh,
merebut dan mempertahankannya.
2. Kekuasaan heterogen, artinya untuk menjelaskan bahwa kekuasaan/kekuatan
itu banyak bisa dalam konteks ; kekayaan, status sosial, jabatan formal, senjata,
teknologi, organisasi, jumlah penduduk, media, penguasaan wilayah geografis
yang strategis dll.
3. Jumlah kekuasaan/kekuatan tidak ada batas, artinya jumlah kekuasaan/kekuatan
itu akan semakin jauh lebih besar krena sumber kekuasaan tak terbatas
(dipengaruhi oleh faktor intelektualitas dan perkembangan teknologi dan
modernisasi).
4. Kekuasaan/kekuatan perlu legitimasi, artinya kekuasaan/kekuatan itu akibat
logis dari hubungan antara posisi dengan konsep etis mengenai kebenaran
memerlukan suatu keabsahan legitimsi.

B. KONSEP KEKUSAAN DI TIMUR
1. Kekuasaan itu “konkrit”, artinya kekua saan/k ekuatan itu terwujud dalam
setiap aspek dunia alam (pada batu, kayu, api, senjata dll).Namun dinyatakan
secara murni dalam misteri kehidupan yaitu; proses generasi dan regenerasi.
Konsep ini merupakan paduan antara Animisme di desa dan pantheisme
metafisik tinggi yang terdapat di pusat kota.
2. Kekuasaan itu Homogen, artinya bahwa kekuasaan/kekuatan itu sama
jenisnya, sama sumbernya yang berada di tangan individu itu identik dengan
lainnya.
3. Jumlah kekuasaan tetap, artinya bahwa kekuasaan/kekuatan yang berada di
alam ini “tidak bertambah luas dan sempit”, maka kekuasaan/kekuatan tetap.
Yang berubah itu pembagian keuasaan/kekuatan, dimana adanya pemusatan
kekuasaan/kekuatan yang besar jumlahnya di satu tempat/pihak maka
mengharuskan pengurangan kekuasaan pada pihak/tempat yang lain.
1. Kekuasaan tidak mempersoalkan keabsahan, artinya bahwa pemilik
kekuasaan/kekuatan itu tidak memiliki iplikasi moral yang inheren.

V. KEKUASAAN POLITIK
DALAM BIROKRASI PARPOL/ORPOL
Salah satu bukti empiris misalnya; dalam suatu birokrasi
partai, disana ada lingkaran-lingkaran “tertutup” sebab partai
bekerja di dalamnya terdiri dari :
“Inner Circle” yang terdiri dari mereka yang bekerja semata-mata
untuk partai;
“Outher Circle” mereka berkeja untuk partai hanya sambilan dan;
“Wire Puller” mereka yang berdiri di belakang layar (Bryces,
1926: Jilid I: 5-6).
Pandangan mereka ini merupakan puncak dari kaum realis.
Mereka mempelajari lembaga-lembaga negara, organisasi partai
dan pejabat–pejabat negara dipandang sebagai “pemain-pemain
ALAMDULILLAH
TERIMAKASIH

More Related Content

Similar to MATERI_BUDAYA DAN PEMIKIRAN POLITIK INDONESIA_Online Ganjil 2022_2023.ppt

konsepdasarpolitikpemerintahan-150608011127-lva1-app6892.pdf
konsepdasarpolitikpemerintahan-150608011127-lva1-app6892.pdfkonsepdasarpolitikpemerintahan-150608011127-lva1-app6892.pdf
konsepdasarpolitikpemerintahan-150608011127-lva1-app6892.pdf
KangMusya1
 
Komunikasi Politik
Komunikasi PolitikKomunikasi Politik
Komunikasi Politik
University of Andalas
 
komunikasi-politik.ppt
komunikasi-politik.pptkomunikasi-politik.ppt
komunikasi-politik.ppt
AbdullahMitrin
 
Konsep dasar politik
Konsep dasar politikKonsep dasar politik
Konsep dasar politik
Universitas Negeri Padang
 
(Paper v) pendekatan pendekatan ilmu politik
(Paper v) pendekatan pendekatan ilmu politik(Paper v) pendekatan pendekatan ilmu politik
(Paper v) pendekatan pendekatan ilmu politikYusuf Abror
 
Husin_ 2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdf
Husin_ 2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdfHusin_ 2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdf
Husin_ 2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdf
husin77app
 
Husin_ 2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdf
Husin_ 2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdfHusin_ 2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdf
Husin_ 2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdf
husin77app
 
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika Politik
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika PolitikMacam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika Politik
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika Politik
norma 28
 
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika Politik
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika PolitikMacam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika Politik
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika Politik
norma 28
 
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika Politik
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika PolitikMacam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika Politik
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika Politik
norma 28
 
Teori dan filsafat politik pemerintahan
Teori dan filsafat politik pemerintahanTeori dan filsafat politik pemerintahan
Teori dan filsafat politik pemerintahanBKPP kabupaten Bandung
 
PERTEMUAN 1-2 SISTEM ADMINISTRASI PUBLIK.pptx
PERTEMUAN 1-2 SISTEM ADMINISTRASI PUBLIK.pptxPERTEMUAN 1-2 SISTEM ADMINISTRASI PUBLIK.pptx
PERTEMUAN 1-2 SISTEM ADMINISTRASI PUBLIK.pptx
NopriawanMahriadi
 
1_Ilmu_Politik_dan_Sejarah_Perkembangann.pptx
1_Ilmu_Politik_dan_Sejarah_Perkembangann.pptx1_Ilmu_Politik_dan_Sejarah_Perkembangann.pptx
1_Ilmu_Politik_dan_Sejarah_Perkembangann.pptx
perpuspdbi
 
Bab i budaya politik
Bab i budaya politikBab i budaya politik
Bab i budaya politikaditurki
 
ILMU POLITIK - Ilmu Politik 1
ILMU POLITIK - Ilmu Politik 1ILMU POLITIK - Ilmu Politik 1
ILMU POLITIK - Ilmu Politik 1
Diana Amelia Bagti
 
komunikasipolitik-140922194241-phpapp02.pdf
komunikasipolitik-140922194241-phpapp02.pdfkomunikasipolitik-140922194241-phpapp02.pdf
komunikasipolitik-140922194241-phpapp02.pdf
IneMariane1
 
Materi p kn kelas xii
Materi p kn kelas xiiMateri p kn kelas xii
Materi p kn kelas xiifhnx
 

Similar to MATERI_BUDAYA DAN PEMIKIRAN POLITIK INDONESIA_Online Ganjil 2022_2023.ppt (20)

konsepdasarpolitikpemerintahan-150608011127-lva1-app6892.pdf
konsepdasarpolitikpemerintahan-150608011127-lva1-app6892.pdfkonsepdasarpolitikpemerintahan-150608011127-lva1-app6892.pdf
konsepdasarpolitikpemerintahan-150608011127-lva1-app6892.pdf
 
Komunikasi Politik
Komunikasi PolitikKomunikasi Politik
Komunikasi Politik
 
komunikasi-politik.ppt
komunikasi-politik.pptkomunikasi-politik.ppt
komunikasi-politik.ppt
 
Konsep dasar politik
Konsep dasar politikKonsep dasar politik
Konsep dasar politik
 
Konsep dasar politik
Konsep dasar politikKonsep dasar politik
Konsep dasar politik
 
(Paper v) pendekatan pendekatan ilmu politik
(Paper v) pendekatan pendekatan ilmu politik(Paper v) pendekatan pendekatan ilmu politik
(Paper v) pendekatan pendekatan ilmu politik
 
Husin_ 2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdf
Husin_ 2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdfHusin_ 2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdf
Husin_ 2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdf
 
Husin_ 2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdf
Husin_ 2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdfHusin_ 2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdf
Husin_ 2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdf
 
Metodologi
MetodologiMetodologi
Metodologi
 
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika Politik
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika PolitikMacam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika Politik
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika Politik
 
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika Politik
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika PolitikMacam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika Politik
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika Politik
 
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika Politik
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika PolitikMacam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika Politik
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika Politik
 
Teori dan filsafat politik pemerintahan
Teori dan filsafat politik pemerintahanTeori dan filsafat politik pemerintahan
Teori dan filsafat politik pemerintahan
 
PERTEMUAN 1-2 SISTEM ADMINISTRASI PUBLIK.pptx
PERTEMUAN 1-2 SISTEM ADMINISTRASI PUBLIK.pptxPERTEMUAN 1-2 SISTEM ADMINISTRASI PUBLIK.pptx
PERTEMUAN 1-2 SISTEM ADMINISTRASI PUBLIK.pptx
 
1_Ilmu_Politik_dan_Sejarah_Perkembangann.pptx
1_Ilmu_Politik_dan_Sejarah_Perkembangann.pptx1_Ilmu_Politik_dan_Sejarah_Perkembangann.pptx
1_Ilmu_Politik_dan_Sejarah_Perkembangann.pptx
 
Bab i budaya politik
Bab i budaya politikBab i budaya politik
Bab i budaya politik
 
ILMU POLITIK - Ilmu Politik 1
ILMU POLITIK - Ilmu Politik 1ILMU POLITIK - Ilmu Politik 1
ILMU POLITIK - Ilmu Politik 1
 
Bab 1 kelas 3
Bab 1 kelas 3Bab 1 kelas 3
Bab 1 kelas 3
 
komunikasipolitik-140922194241-phpapp02.pdf
komunikasipolitik-140922194241-phpapp02.pdfkomunikasipolitik-140922194241-phpapp02.pdf
komunikasipolitik-140922194241-phpapp02.pdf
 
Materi p kn kelas xii
Materi p kn kelas xiiMateri p kn kelas xii
Materi p kn kelas xii
 

MATERI_BUDAYA DAN PEMIKIRAN POLITIK INDONESIA_Online Ganjil 2022_2023.ppt

  • 1. Oleh : Assc. Prof. Drs. Firdaus Syam, M.A., PhD. SEKOLAH PASCA SARJANA Program Studi Ilmu Politik
  • 2. Kuliah ke : 1 Pengenalan Rencana Perkuliahan Semester (RPS) A. Ruang Linkup Perkuliahan : 1. Perkuliahan ini mengkaji nilai-nilai budaya yang berhubungan dengan politik, ini yang kemudian dikenal sebagai nilai-nilai budaya politik; 2. Perkuliahan ini mengkaji berbagai pemikiran berupa; pandangan, gagasan, teori, konsep mengenai pemikiran politik Indonesa yang dikemukakan oleh para tokoh bangsa, tokoh berpengaruh baik dari era pergerakkan nasional, hingga pasca kemerdekaan dari ; 3. Materi perkuliahan ini lebih menitik beratkan kepada Budaya dan Pemikiran Politik Indonesia di era modern; B. Hasil (Out put) dan Mamfaat (Out Come) : 1. Dapat mengetahui dan memberi mamfaat bagi mahasiswa program magister ilmu Politik dalam penambahan wawasan mengenai berbagai aliran serta pemikiran politik yang berkembang di Indonesia; 2. Dapat menjadikan bekal, bahan, bagi mahasiswa untuk menganalisis apa dan bagaimana pemikiran tokoh bangsa dan atau orang-orang berpengaruh itu mampu merumuskan ide – ide politiknya; 3. Dapat menjadikan refrensi mahasiswa dalam melaksankan tugas baik secara tertulis maupun melalui diskusi/tatap muka dikelas juga secara on-Line; 4. Mendorong/menstimulan mahasiswa untuk mampu mengembangkan kemampuan analisis serta pengetahuan mengenai pemikiran politik Indonesia khususnya, dan ilmu politik pada umumnya.
  • 3. PENUGASAN DAN KOMPONEN NILAI A. Penugasan: 1. 2 tugas Makalah (kelompok+ individu) 2. 2 tugas individu ( 1 critical review + Kuis) B. Komponen Nilai : 1. Tugas 30 % (15%+15%) 2. UTS 30 % 3. UAS 30 % 4. Prilaku 10 % C. Prasyarat Kehadiran Mahasiswa: D. Note : bagi mahasiswa yang mampu mempubikasikan artikel ke dalam jurnal dengan topik sesuai mata kuliah dan mencantumkan nama dosen pengampu, maka diberikan nilai UAS “A”.
  • 4. PENUGASAN A. Makalah/Kertas Kerja (Work Paper): 1. Topik PemPol Ind. Mengenai pemikiran Seseorang/Komparasi; 2. Minimal 8 halaman-Maksimal 12 halaman; 3. 1 ½ Spasi, Time Roman/Arial, size 12; 4. Sisitimatika : a. Pendahuluan ( Gambaran umum, alasan /signifikansi pemilihan topik, identifikasi masalah, pokok masalah, pertanyaan penelitian); b. Kerangka Teori (Istilah/Konsep/Teori/Model); c. Gambaran Umum Obyek Kajian d. pembahasan/analisis; e. Penutup (Analisis Kesimpulan- Implikasi Teori); d. Daftar Pustaka ( 70% sumber buku/jurnal/majalah/Paper/dokumen + 30% Internet); B. Critical Review/Resensi: a. Maksimal 2 halaman, 1 spasi, Time Roman, , size 12; b. Jelaskan “keunggulan”, “kelemahan”, dan “ keunikan” C. KUIS; a. Tanya –jawab dan/atau: b. Jawaban tertulis;
  • 5. Kuliah ke: 2 Pengertian, Hubungan, dan Fokus Kajian A. Yang dimaksud budaya dalam pembahasan ini adalah: 1.Berbagai hal yang hidup, tumbuh, berlaku serta berkembang sebagai nilai dalam alam pikir (cipta), keinginan (karsa), dan tindakan (karya) dari individu dan kelompok masyarakat, berkait erat dengan politik, menjadikannya sebagai nilai-nilai politik yang berlaku atau sebagai budaya politiknya. 2.Budaya politik di Indonesia memang beragam, namun “banyak kesamaan”. Ini berkaiatan dengan “kepercayaan”, “keyakinan” “mistik”- ”klenik”, mitos, ideologi berupa/melalui; isme, cerita, legenda. B. Yang dimaksud pemikiran politik dalam pembahasan ini adalah: 1. Pemikiran politik = Politichal thougt=politichal theory; 2. Pemikiran politik merupakan bagian dari ilmu politik; 3. Pemikiran politik mengkhususkan mengenai pemikiran yang terdapat dalam bidang politik. 4. Pemikiran politik sangat erat hubungannyanya dengan; Sejarah, Filsafat, Etika, Moral, Idealisme , dan Keyakinan politik.
  • 6.  C. Apa Yang dimaksud teori politik dalam pembahasan ini adalah: 1. Teori itu berkenaan dengan sistem Keyakinan Politik dapat dikatakan sebagai Dasar Pendapat atau Ideologi. 2. Teori berkenaan dengan Filsafat Politik, yakni pemikiran politik. 3. Teori diartikan sebagai Skema Konseptual; tidak lain sebagai penafsiran, pandangan, penjelasan yang memiliki tingkat-tingkat dan tahap-tahap dalam hal keumumannya. 4. Teori dapat diartikan sebagai Model dan Ajaran. (Van Dyke, Political Science, Bab IX, 1960: 89).  D. Apa hubungan pemikiran (thougt) dengan teori (theory) dalam pembahasan ini adalah: 1.Pengertian Teori mungkin lebih luas cakupannya dibandingkan pengertian Pemikiran, apabila ke dalam pengertian teori kita masukan juga hal-hal yang ada hubungannya dengan pemikiran; 2.Pengertian Pemikiran lebih luas cakupannya dibandingkan pengertian Teori, bila kita berpandangan bahwa Teori itu pada hakekatnya tidak lebih dari hanya satu bentuk Pemikiran saja; 3.Ada bidang-bidang yang hanya dicakup pengertian Teori sehingga tidak ada hubungannya sama sekali dengan Pemikiran; 4.Ada bidang-bidang yang hanya dicakup Pemikiran saja sehingga tidak ada hubungannya dengan teori. (Rahman Zainuddin, Jurnal Iilmu Politik, No.7, 1990:3)
  • 7.  FOKUS KAJIAN PEMIKIRAN POLITIK:  PEMIKIRAN POLITIK BARAT.  PEMIKIRA N POLITIK NEGARA-NEGARA BERKEMBANG.  PEMIKIRAN POLITIK ISLAM.  PEMIKIRAN POLITIK INDONESIA LAMA.  PEMIKIRAN POLITIK INDONESIA BARU/MODERN.
  • 8. Kuliah ke: 3 SEJARAH PERKEMBANGAN PEMIKIRAN POLITIK: 1. Awal Pemikiran Politik Adalah Pendekatan Filsafat Dan Sejarah.  Pemikiran politik, terutama di AS dan Eropa dalam pengertian sebagai filsafat politik erat hubungannya dengan sejarah, filsafat, nama-nama seperti Socrates, Plato, Aritoteles dari Yunani adalah sumber mulai dipelajarinya pemikiran politik.  Selain pemikiran yang datang dari Yunani, juga dari Romawi seperti; Cisero.  Kemudian filosof Yudea, Kristiani seperti; Agustinus, Tomas Aquinas, Calvin, Luther, Juingly .  Kemudian filosof Islam Islam, seperti; Ibnu Kholdun, Al Farabi, Mawardi. Berlanjut dengan Para pemikiran Abad Pertengahan, pemikiran masa Renaisance, seperti; Tomas Hobbes, Macheaveli, Montesque, JJ. Rouseau.  Lalu muncul pemikiran diabad 20 era modern, seperti; Liberalisme, Kapitalisme, Sosialisme, Komunisme, Ideologi Islamisme, Teologi Pembebasan, Eksistensialisme, Humanisme, New Life, Pos Modernisme dan lain-lain.
  • 9. 2. Perkembangan Berikutnya Adalah Pendekatan Negara, Kekuasaan Dan Hukum.  Memasuki abad 20, pendekatan filsafat dan sejarah mulai ditinggalkan bahkan dianggap tidak sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah. Ini melalui proses yang cukup lama, perdebatan mulai terjadi di tahun 1940-1950 an. Awalnya yang menjadi pusat perhatian pemikiran politik adalah masalah Negara dan kekuasaan.  Di Amerikat Serikat pemikiran politik dikenal dengan istilah “political theory” dan asosiasi ilmu politik di Amerika Serikat berupaya memajukan studi politik secara ilmiah yakni studi tentang negara (Gunnell, 1988:82).  Sedangkan Deliar Noer (1983:101), menjelaskan bahwa ilmu politik melingkupi persoalan lebih luas dari sekedar negara, apa lagi bila pendekatannya hanya kepada persolan ketaatan hukum belaka. Ilmu politik juga berbicara hal yang yang jauh sebelum negara ada ini sudah lebih dulu ada yakni persoalan kekuasaan.  J.W. Burgers dalam bukunya Political Sciense and Comparative Constitutional Law (1980), merupakan ilmuan pertama mengadakan perbedaan antara ilmu politik dengan ilmu hukum. Akan tetapi Political Science tidak lain merupakan sejarah Negara dan konstitusi, sehingga pendekatannya masih bersifat yuridis yakni memandang siapa yang berwibawa menurut hukum untuk melakukan tindakan politik. Dengan demikian politik masih dilihat dalam strukur hukum.
  • 10. 3. Perkembangan Pemikiran Politik Berlanjut Dengan Pendekatan Tingkah Laku Politik.  Pendekatan ini melihat politik sebagai suatu proses, “Political behavior”. lebih mengupas keadaan politik di lihat dari sudut, maksud dan perasaan orang-orang yang mempengaruhi proses politik serta akibat keadaan politik dari orang atau masyarakat yang ‘berubah”. Dikemukakan oleh Wodrow Wilson; walau menurut hukum terdapat pembagian kekuasaan antara Presiden, Mahkamah Agung dan Konggres, namun “kekuasaan sebenarnya” “The Essential Machinery of power’, “The Centra of Force” terletak pada “ Committes” atau Konggres (Wilson, 1956:50-51). Sebab itu cara-cara pendekatan bersifat legal, historis dan perbandingan sebagai cara lama yang”perlu ditinggalkan”. Maka lahirl pendekatan baru yang menekankan kepada “Prilaku” atau tindakan politik.  Herbet A. Simon, dianggap sebagai salah seorang perintis behavioralism di Amerika Serikat. Istilah behavioralism bukan suatu revolusi melainkan suatu perkembangan biasa yang dialami ilmu politik (Zainuddin, Ibid.).
  • 11.  Salah satu bukti empiris misalnya; dalam suatu birokrasi partai, disana ada lingkaran-lingkaran “tertutup” sebab partai bekerja di dalamnya terdiri dari :  “Inner Circle” yang terdiri dari mereka yang bekerja semata- mata untuk partai;  “Outher Circle” mereka bekeja untuk partai hanya sambilan dan;  “Wire Puller” mereka yang berdiri di belakang layar (Bryces, 1926: Jilid I: 5-6).  Pandangan mereka ini merupakan puncak dari kaum realis. Mereka mempelajari lembaga-lembaga negara, organisasi partai dan pejabat–pejabat negara dipandang sebagai “pemain-pemain yang menentukan kebijaksanaan politik.  Adanya “distribution of power”, pengaruh partai dan “public opinion” membuktikan hal ini. Kaum realis ini sering disebut juga sebagai “Hyper factualism”.
  • 12. Kuliah ke: 4 Sejarah Perkembangan Pemikiran Politik Di Indonesia A. Pemikiran Politik Indonesia Lama : Pemikiran Indonesia Lama merupakan kajian pemikiran-pemikiran yang ada hubungannya dengan politik sebelum ada -20 atau sebelum adanya gerakan kebangkitan nasional.  Ini dapat di lihat dengan adanya susunan masyarakat yang tertentu di satu wilayah, baik berupa Negara kecil atau besar yakni; Kerajaan tarumanegara di Jawa Barat dan Kutei di Kalimantan di abad ke-5 samapai abad ke-10; Kerajaan Sriwijaya di Sumatera di abad ke-5, Kerajaan Melayu di Sumatera dan Kalingga di Jawa di abad ke-7; Kerajaan Majapahit di abad ke 13 samapai ke-15; Kerajaan Minangkabau di abad 17; kerajaan Aceh di abad 17 sampai abad ke -19; Kerajaan Malaka di abad ke 15-16 dan Kerajaan Banten di abad ke 16-17 (Noer, 1983:109).  Pemikiran politik secara khusus masa itu memang tidak ada, kecuali hal yang bercampur dengan soal kepercayaan, agama yang diajarkan secara turun-menurun dari mulut ke mulut.   Di Minangkabau ada yang disebut “Kaba”, di Jawa ada “Negara Kertagama” berasal dari tahun 1365 di tulis Mpu Prapanca (penyair kraton Majapahit); kitab Pararaton(buku mengenai raja-raja dan kerajaan-kerajaan) berasal dari abad ke-17; Babad Tanah Jawi berasal dari tahun 1743. Berisi ungkapan pujian kepada raja namun memiliki makna, pandangan mengenai kedudukan raja, hubungan pusat dengan daerah-masalah-masalah politik (ini sama halnya dengan di Yunani seperti karya Plato, Aristoteles dan lainnya, Ibid, 110-113).
  • 13. Kuliah ke: 5 B. Pemikiran Politik Indonesia Baru: 1. Awal Kelahiran (Era Pergerakan Nasional 1908-1945)  Gagasan Pemikiran Politik Indonesia Modern, lahir di awali dengan kebangkitan Nasionalisme modern di tahun 1900-1910-an, dengan kemunculan kaum terpelajar- mahasiswa serta cendikiawan muda yang memandang bahwa:  Pertama; Dunia modern sebagai tantangan terhadap elit pergerakan masa itu.  Kedua; Menganggap bahwa “mereka”sebagai pemimpin potensial di masa yang akan datang.  Ketiga; Mereka banyak yang mengenyam pendidikan/ilmu baik di dalam maupun di luar negeri. Keempat; Dipengaruhi/menganut berbagai ideologi/keyakinan politik seperti; Reformis Islam, Liberalisme, Sosialisme, Komunisme, Nasionalisme India, Cina dan Jepang. Kelima;  Mereka mulai membincangkan kemerdekaan, kapan merdeka dan bagaimana mengisinya.  Dikalangan Islam Politik Indoneisa, dalam aliran Politik terbagi atas 3 (tiga) bagian yakni; kalangan Tradisionalis (kaum Tua) dan kalangan Modernis (kaum Muda), kalangan Fundamentalis.
  • 14. 2. Era Awal Kemerdekaan – Demokrasi Terpimpin (1945-1965) Menurut Feith & Lance Castle (1970: 12 -13) pemikiran politik yang berkembang di Indonesia dengan membatasi dari tahun 1945-1965 di bagi dalam era : Pertama: ;  1945- 1949, adalah masa revolusi bersenjata. Masa ini hubungan antara era kolonial dengan era kemerdekaan  masih tampak jelas.  Pemikiran politik masih hak istimewa segelintir kaum terpelajar sebagi pelopor pergerakkan nasional.  Kaum terpelajar sebagai pemikir politik sekaligus tokoh pergerakkan politik sebab itu demikian dekatnya jarak antara pemikiran politik dengan kekuasaan politik.  Tokoh-tokohnya; Tjoroaminoto, Agus Salim, Soekarno, Hatta, Sahrir, Tan Malaka, Natsir, SoepomO.   Kedua,;  1949-1959, adalah masa demokrasi Parlementer (Liberal). Lahirnya pemikir politik baru di samping tokoh-tokoh lama. Periode yang diwarnai konflik ideologi antar kalangan nasionalis Islam dengan kalangan nasionalis sekuler/netral agama.  Lahir sejumlah pemkir politik yang berusaha membebaskan diri dalam permainan politik, dikenal dngan “intelktual-intelektual lepas” (Unattached intellectual), berperan sebagai jurnalis, pengarang dan tokoh mahasiswa.  Tokoh-tokoh mudanya; STA, Sojatmoko, Rosihan Anwar, Nugroho Notosusanto, Mohammad Roem, Isa Ansari, Yusp Wibisono, Syafrudi Prawira Negara, Muso, Syarifuddin, Sudirman, Nasution, T.B.Simatupang   Ketiga,  1959-1965, adalah masa terjadinya pemusatan kekuasaan, pemakasaan penerimaan ide-ide politik dari Soekarno seperti konsep Sosialis ala Indonesia, Konsep Nasakom.  Bukan hanya terjadi monopoli pemikiran politik Soekarno, melainkan menyebabkan terkuncinya pena pemikiran lain yang tidak sejalan.  Tokoh-tokohnya; Soekarno (NASAKOM), Nasution-Ahmad Yani, Soeharto (AD- Anti komunis), Aidit, Lukman, Nyoto, Letkol Untung (Komunis). Dikalangan Islam tampil tokoh tokoh Masyumi organisasi mahasiswa Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), yang bekerjasama dengan PMKI, GMKI, – jelas menentang paham Komunisme dengan dukungan CGMI segala kekuatan andebownya. Dari kalangan Islam Soekarno mendapat dukungan dari NU. 
  • 15. Kuliah ke: 6 ALIRAN DAN KONVIGURASI ALIRAN POLITIK 1945-1965-1998 ERA PARLEMENTER-DEMOKRASI TERPIMPIN  1. Nasionalisme Radikal : -Merupakan paham dan gerakan kekuatan yang menuntut Indonesia merdeka melalui “aksi massa revolusioner” atau dengan cara radikal (melalui rapat-rapat akbar).  -Politik non kooperasi terhadap Belanda (Kolonial).  -Memboikot lembaga perwakilan rakyat (Volkstraad) bentukan kolonial Belanda.  -Menolak jadi pegawai pemerintahan Belanda.  -Para pemimpinnya banyak di pengaruhi faham Marxis.  -Terasing dari masyarakat kolonial Belanda. -Dimasa penjajahan Jepang pengaruhnya semakin menguat-akibat propaganda anti Barat yang dilakukan Jepang. -Memiliki pengaruh kuat di masa pergerakan hingga masa kepemimpinan Soekarno di Indonesia. -Nasionalismenya bukan bagian dari komitmen yang lebih luas kepada Islam atau sosialisme.   -Tokoh-tokohnya seperti; Soekarno dan Muhammad Yamin.   Catatan;   Pada masa Orde Baru, pengaruh nasionalisme radikal diwakili oleh Ibnu Sutowo, B.J. Habibie dan Ginanjar Kartasasmita.   (Feith &Castle, 1970: xxvi)
  • 16. 2. Tradisionalisme Jawa. -Dalam konteks politik, tradisionalisme Jawa sebagai Ideologi disebut tradisionalistis yaitu; bagaimana memamfaatkan unsur-unsur tradisi asli (indigenous) sebagai ideologi untuk menghadapi situasi yang baru.Tradisionalisme Jawa dalam implementatip kehidupan sosial, budaya dan politik sangat menekankan rukun, hormat, keharmonian dan keselarasan sebagai landasan dalam membangun tatanan kehidupan itu. Konep menerima nilai-nilai lain yang berbeda dan menggabungkannya secara sosial budaya dikenal dengan istilah Sinkrtisme. -Dalam soal penguasa/kepemimpnan antara manusia (bagian dari mikro kosmis) atau dunia dengan adiduniawi (makrokosmis) dikenal dengan konsep Manunggaling Kaula Gusti (penyatuan manusia dengan Tuhan), pernyatuan antara manusia dengan pemimpinnya. Ini menjadi pemahaman dari sifat semangat kebatinan atau struktur keruhanian dari bangsa Indonesia yang mereka pahami dalam pengertian persatuan dan kesatuan. -Supomo dalam pidato yang diucapkan di depan Panitia Penyelidikan Persiapan Kemerdekaan Indonesia tgl 31 Mei 1945, mengemukakan konsep Negara Integralis, sebuah Negara totaliter atau ide integralistik dari bangsa Indonesia yang berwujud dalam susunan tatanegaranya yang asli (Negara yang bersatu dengan seluruh rakyatnya-mengatasi seluruh golongan-golongannya dalam lapangan apapun sebagai persatuan yang teratur dan tersusun. Ini berarti tidak ada dualisme “staat dan individu”. Ada pengakuan dan penghormatan adanya golongan, akan tetapi individu dan golongan menjadi bagian organik dengan Negara. -Kalangan Sinkristisme (lebih dikenal dengan kaum abangan)sangat menentang adanya Negara Islam. Ini dapat di lihat dalam tulisan Atmodarminto dalam pidatonya di depan Sidang Konstituante tgal 12 November 1957; pandangannya mengundang amarah partai-partai Islam, sebaliknya membuat gembira PNI dan PKI sebagai wakil dari Islam abangan. Menurutnya hingga saat ini agama Islam belum menguasai jiwa masyarakat Indonesia. Tokoh-tokohnya seperti; Supomo. (Feith & Castle, 1970: 167-185).
  • 17. Catatan;  Masa Orde Baru, mengimplementasikan konsep tradisionaslis Jawa itu dalam bentuk aliran “Developmentalis integralis” melalui pemikiran politik Soeharto, Ali Murtopo, Widjojo Nitisastro, Sumitro Djojohadikusumo, Nugroho Notosusanto dan Jusuf Wanandi. Dengan memprioritaskan pembangunan ekonomi yang dikaitkan dengan stabilitas, keamanan dan keserasian sosial. Sesungguhnya gagasan ini mulai dikembangkan pada tahun-ahun terakhir Orde Lama (Demokrasi Terpimpin) dan awal periode Ode Baru melalui Sekolah Komando Staf Angkatan Drat (SESKOAD), dan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Ini diteruskan melalui Lembaga Pertahanan Nasional (Lemahanas), Centre for Strategic and International Studies (CSIS) serta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Dengan pengertian-pengertian profesioanl dan teknokratis mengenai pembangunan ekonomi serta ketidak senangannya dengan populisme, komunisme dan fanatisme agama. (Feith & Castle, 1970: xxix).
  • 18. 3. Islam (Tradisional dan Modernis). Prebedaan kalangan Modernis dan Tradisionalis lihat Deliar Noer dalam "Gerakan Modernis Islam di Indonesia 1900-1942. Catatan: Wajah pembedaan antara kalangan modernis dengan tradisionalis mengalami perubahan penting di masa Ore Baru. Ini semakin memudarnya perbedaan tersebut. Di kubu modernis, tradisi yang digariskan Mohammad Natsir memang kukuh akan tetapi mengalami varian-varian setelah 1965. Muhammadiyah mengambil jarak denga Natsir lebih kompromistis dengan pemerintah Orde Baru. Sebaliknya Imanuddin dan kalangan di sekitar masjid Salmana ITB di Bandung juga Yogyakarta ada kelompok yang menggabungkan ortodoksi keagamaan dengan sikap oposisi yang tegasa terhadap kebijakan pemerintah. Lahirnya kelompok pembaharu yang dimotori “Natsir Muda” Nurcholish Madjid dari kubu HMI blok IAIN Jakarta dan Yogyakarta menolak partai politik Islam, gagasan Negara Islam, pelunya pembaruan keagamaan dan etika serta embuka diri bekerjasama dengan kelompok-kelompok di luar umat Islam ( Jawa abangan, kaum mistik sufi, inteektual sekuler, kaum Kristen maupun Hindu-Budha). Tokoh seperti; Mukti Ali, Dawam Rahardjo, Adi Sasono dengan tema-tema ekologis, kerakyatan dan emansipatoris. Kaum tradisionalis, munculnya tokoh Mahbub Junaedi dan Abdurrahman Wahid sebagai tokoh PB NU (1984). NU memperoleh wajah modern. (Feith & Castle, 1970: xxvi-xxviii)
  • 19.  4. Sosialisme Demokrat.  Istilah “Sosialisme Demokrat” di Indonesia lebih ditekankan untuk melukiskan pikiran Soetan Sjahrir serta pengikutnya yang banyak dipengaruhi oleh gagasan sosialisme democrat Eropa, melalui partainya yaitu Partai Sosial Indonesia (PSI). Menurut Feith, penggunaan kata ‘demokrat’ sebagai kata keterangan kurang sesuai, sebab partai ini kurang mendapatkan dukungan massa pengikut.  Sosialisme demokrat dalam bentuk organisasi di mulai tahun 1932, saat Sjahrir dan Hatta baru kembali dari Negeri Belanda dan mendirikan Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru), dengan menekankan kepada pembentukan kader politik yang handal, mandiri dan nasionalis (lihat Seanne S. Mintz, Mohammed, Marx and Marhaen; The Roots of Indonesian Socialism, London: Pall Mall Press, 1965; B.R.O’G, Anderson, Sjahrir Our Struggle, Ithaca, N.Y: Cornell Modern Indonesia Project, Translation Series, 1968).  Anggota dari sossilsme demotrat ini, umumnya kalangan kota /terpelajar yang telah mengecap pendidikan tinggi yang didapat bukan melalui pemilu/rapat- rapat. Simpatisannya meliputi pemimpin-pemimpin partai, tokoh penting dalam Angkatan Bersenjata dan birokrasi pemerintahan.  Perhatian mereka lebih memfokuskan kepada kebebasan individu, keterbukaan terhadap arus intelektual dunia, simpati kepada modernisasi, internasionalis dengan pengertian yang tepat mengenai nasionalisme. Sebaliknya penolakan atas obscuratisme, chauvinisme serta kultus individu. Menurut Feith istilah untuk mereka lebih cocok disebut “Sosialisme Liberal” bila istilah ini tidak dikaitkan dengan Kapitalisme.-Dalam Pemilu tahun 1955, partai ini sedidkit mendapatkan dukungan suara, ini sebagai bukti dan kritik yang menganggap kelompok ini kurang mendapatkan simpati dari rakyat.  Mereka menentang konsep Demokrasi Terpimpin a’la Sukarno, sehingga sejumlah pemimpinnya bergabung dengan pemberontakan tahun 1958 di Sulawesi dan Sumatera, seperti; S.T.A, Syahrir, Mochtar Lubis, Soemitro dan lainnya. 
  • 20. Kuliah ke- 7 Review materi dan Persiapan UTS
  • 21. Kuliah ke-8 UJIAN TENGAH SEMESTER UTS SELAMAT BERJUANG BERDO’A- BERUSAHA
  • 22. Kuliah ke-9 MEMBAHAS SOAL – SOAL UTS Pasca UTS Apa yang Anda dapat jelaskan mengenai sifat-sifat dari aliran politik di Indonesia yang disampaikan dalam mata kuliah ini ? Menurut pendapat Anda apa yang menyebabkan munculnya sifat aliran politik di Indonesia seperti itu ? Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan aliran-aliran politik tersebut secara subtansi masih sangat berpengaruh ?
  • 23. Kuliah ke-10 Sifat-Sifat Umum Aliran Politik Di Indonesia  Pertama;  Dalam pemikiran terdapat unsur moral, sedikit sekali yang melihat  aspek-aspeknya sebagai sesuatu yang berdiri sendiri secara netral.  Menekankan kepada kekuatan dan kelemahan moral dari para pemimpin, bukan melihat kepada sistem politik sebagai suatu proses.  Kedua;  Melihat masyarakat politik sebagai suatu kesamaan, bukan sebagai  suatu masyarakat yang penuh dengan berbagai kepentingan.  Lebih menekankan hubungan pemimpin dengan rakyat dalam masyarakat bukan dari segi pluralisme keinginan, walupun ada pertentangan ideologi.  Ketiga;  Pemikiran politik Indonesia diwarnai oleh sifat optimisme dan  keyakinan akan lebih baik dalam melihat masa depan bangsa.
  • 24. Keempat, 1966-1984  1966-1970-an, dikalangan Islam politik, selain masih adanya tokoh-tokoh lama dari kalangan Masyumi seperti Natsir, Anwar Haryono, Lukman Harun, dari kalangan NU ada Idham Khalid, Subhan Z.E, K.H Maskur dan Saifuddin Zuhri. Dari kalangan muda Islam muncul nama seperti Mintaredja, Lukaman Harun, Subhan ZE.  Namun di era 1970- 1980a-n, kalangan muda Islam yang lebih bergerak melalui gerakan kultural-intelektual adalah dengan lahirnya kelompok Gerakan Pemharuan Pemikiran Islam (GPPI) yang dimotori oleh Nurcholish Madjid “Natsir Muda”, Usep Fatuddin, Dawam Raharjo. Kemudian tokoh muda Islam yang lebih sering dianggap kelompok “garis keras” kalau tidak dikatakan fundamentalis adalah Imanuddin Abdulrahim, Amien Rais. Dari kalangan tradisionlis Islam muncul tokoh muda Abdurrahman Wahid.  Kelima, 1985-1998  Pada masa ini kristalisasi dikalangan intelektual Islam semakin jelas setelah lahirnya organisasi cenkiawan muslim yang dikenal ICMI dengan tokohnya B.J. Habibie, intelektual yang setia mendampingi Soeharto. Bisa dikatakan semua intelektual modernis Islam bergabung dalam ICMI termasuk kelompok yang dianggap garis keras dan kritis terhadap rejim Orde Baru. Selain yang disebutkan diatas tokoh lainnya adalah Adi Sasono, Safi’i Maarif, A.M. Saefuddin, Jalalludin Rachmat, Amien Azis, Kuntowijoyo, Moeslim Abdurrahman dan Fuad Amsyari.  Hanya Abdurrahman Wahid (Gus Dur) berada dalam posisi yang menentang keberadaan ICMI yang dianggapnya “sektarianme”.
  • 25. Kuliah ke-11 TIPOLOGI ISLAM POLITIK ERA ORDE BARU 1. Formalistik:  Dalam konteks politik, pemikirannya menunjukkan suatu orientasi yang menopang bentuk-bentuk politik islam yang dibayangkan (imaginet Islamic) seperti; mewujudkan sistem politik Islam, ekpresi, simbol dan ideom politik kemasyarakatan dan eksperimen ketatanegaraan islam serta islam muncul sebagai alternatif ideo-politik lainnya.  Masuk klasifikasi ini antara lain; Muhammad Natsir, Jalalludin Rahmat, A.M. Syaifuddin (pendukung pemikiran Abul A’la Maududi). 2. Subtantivistik:  Dalam konteks politik, pemikiran dan orientasi politik menekankan manifestasi substansi dari nilai-nlai islam (Islamic injuction) melakukan elaborsi yang disebut pararelisme atau kemanunggalan keislaman dan keindonesiaan.  Teologi harus “memihak” dan “pembebasan” dengan karya-karya produktif, berorientasi kepada perubahan sosial-ekonomi dan demokrasi.  Masuk klasifikasi ini antara lain; Nurcholish Madjid, Usep Fatudhin. 
  • 26. 3. Transformatik:  Dalam konteks politik, misi utama keislaman adalah mentransformasikan masyarakat dengan berbagai aspek kedalam skala besar yang bersifat praktis maupun teoritis. Dalam dataran peraktisnya penekanan bukan pada doktrinal ideologi islam, melainkan lebih kepada pemecahan masalah empiris di bidang sosial-ekon omi umat, penyadaran hak-hak politik rakyat.  Masuk klasifikasi ini antara lain; Dawam Rahardjo, Adi Sasono, M.Amien Azis, Kuntowidjoyo. 4. Totalistik:  Dalam konteks politik, menganggap doktrin islam bersifat total (kaffah), sebagai petunjuk yang bersifat langgeng, lengkap, menyeluruh dan luas, konsekuensinya tidak ada ruang kosong untuk partikularistik atau kemajemukan. Mereka militan dalam pemikiran serta terbuka kepada diskursus intelektual dan pendekatan ilmiah, (ini yang membedakan dengan fundamentaslis yang mengutamakan militansi dalam tindakan sosial dan politik).  Masuk klasifikasi ini antara lain; Fuad Amsari, Imanuddin Abd. Rahim.
  • 27. 6. Idealistik:  Dalam konteks politik, menekankan perjuangan umat berorientasi kepada islam cita-cita (islam ideal) yakni sesuai dengan yang tersirat dan tersurat dalam al Qur’an dan Sunnah yang otentik, sebagai kekuatan penggerak (driving forc) di segala bidang.  Masuk klasifikasi ini antara lain; M. Syafi’i Maarif. 7. Realistik:  Dalam konteks politik, melihat hubungan di antara dimensi substansi dari ajaran agama dengan konteks sosio kultural. Islam tidak hanya menjinakkan sasarannya akan tetapi juga menjinakkan dirinya, dengan demikian akan terjadi keragaman manifestasi islam, walaupun semua didasarkan keabsahan ajarannya. (M. Syafi’i Anwar sebagai, 1995:143-184)  Muncul kekuatan dari kalangan militer dengan arsitek politiknya dari kalangan Perwira TNI AD yakni Soeharto, Ali Murtopo dibantu oleh kalAngan Nasionalis Sekuler di CSIS dengan para pemikir kelompok Peter Beek,Yusup Wanandi, Harichan Silalahi, Franseda. Kemudian kalangan teknokrat Sosialis Wijoyo N, Sumitro Joyohadikusumo, Emil Salim, Arif Budiman, Syahrir
  • 28.  Dikalangan Islam bangkitnya intelektual muslim seiring dengan meningkatnya kemampuan pendidikan umat dan masuknya kalangan santri dalam dunia birokrasi pemerintahan (birokrasi politik). Sebagai konsekuensi pembangunan masa Orde Baru- kekuatan Islam yang mengalami “kebekuan” dalam arena politik praktis formal yang “konon” di wakili aspirasinya oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) gabungan dari fusi partai-partai Islam (masa lalu) yakni NU, PERTI, PARMUSI DAN PSII.
  • 29. Kuliah ke-12 ON line BAHAS KERTAS KERJA (MAKALAH) KELOMPOK
  • 30. Kuliah ke -13 ON line BAHAS KERTAS KERJA (MAKALAH) PENILAIAN KELOMPOK
  • 31. Kuliah ke- 14 MEMBAHAS KERTAS KERJA (MAKALAH) PENILAIAN INDIVIDU 1. Apakah anda sudah menetapkan tema dan topik makalah ? Sebutkan ! 2. Apa alasan anda tertarik memilih topik tersebut, sebutkan pokok permasalahan dan pertanyaan penelitiannya ? 3. Konsep dan teori apa yang anda gunakan ?
  • 32. Kuliah ke- 15 KUIS : Tanya- Jawab
  • 33. Kuliah ke-16 UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) SELAMAT BERJUANG DO’A, IKTIAR, TIDAK CONTEK
  • 34. IV. KONSEP KEKUASAAN Kekuasaan DI Timur (Jawa):  Kekuasaan itu Konkrit;  Kekuasaan itu Homogen (sumber kekuasaan Adikodrati);  Kekuasaan itu tidak mempersoalkan keabsaan;  Kekuasaan itu jumlahnya tetap.  Kekuasaan Di Barat:   Kekuasaan itu Abstrak;  Kekuasaan itu Heterogen (sumber kekuasaann alam);  Kekuasaan itu mempersoalkan keabsahan;  Kekuasaan itu jumlanya tidak tetap. 
  • 35. A. KONSEP KEKUSAAN DI BARAT   1. Kekuasaan “abstrak”, artinya konsep kekuasaan/kekuatan merupakan suatu rumusan yang berdasarkan fenomena dari kekuatan interaksi sosial dari berbagai kepentingan politik tertentu yang saling membangun pengaruh, merebut dan mempertahankannya. 2. Kekuasaan heterogen, artinya untuk menjelaskan bahwa kekuasaan/kekuatan itu banyak bisa dalam konteks ; kekayaan, status sosial, jabatan formal, senjata, teknologi, organisasi, jumlah penduduk, media, penguasaan wilayah geografis yang strategis dll. 3. Jumlah kekuasaan/kekuatan tidak ada batas, artinya jumlah kekuasaan/kekuatan itu akan semakin jauh lebih besar krena sumber kekuasaan tak terbatas (dipengaruhi oleh faktor intelektualitas dan perkembangan teknologi dan modernisasi). 4. Kekuasaan/kekuatan perlu legitimasi, artinya kekuasaan/kekuatan itu akibat logis dari hubungan antara posisi dengan konsep etis mengenai kebenaran memerlukan suatu keabsahan legitimsi. 
  • 36. B. KONSEP KEKUSAAN DI TIMUR 1. Kekuasaan itu “konkrit”, artinya kekua saan/k ekuatan itu terwujud dalam setiap aspek dunia alam (pada batu, kayu, api, senjata dll).Namun dinyatakan secara murni dalam misteri kehidupan yaitu; proses generasi dan regenerasi. Konsep ini merupakan paduan antara Animisme di desa dan pantheisme metafisik tinggi yang terdapat di pusat kota. 2. Kekuasaan itu Homogen, artinya bahwa kekuasaan/kekuatan itu sama jenisnya, sama sumbernya yang berada di tangan individu itu identik dengan lainnya. 3. Jumlah kekuasaan tetap, artinya bahwa kekuasaan/kekuatan yang berada di alam ini “tidak bertambah luas dan sempit”, maka kekuasaan/kekuatan tetap. Yang berubah itu pembagian keuasaan/kekuatan, dimana adanya pemusatan kekuasaan/kekuatan yang besar jumlahnya di satu tempat/pihak maka mengharuskan pengurangan kekuasaan pada pihak/tempat yang lain. 1. Kekuasaan tidak mempersoalkan keabsahan, artinya bahwa pemilik kekuasaan/kekuatan itu tidak memiliki iplikasi moral yang inheren. 
  • 37. V. KEKUASAAN POLITIK DALAM BIROKRASI PARPOL/ORPOL Salah satu bukti empiris misalnya; dalam suatu birokrasi partai, disana ada lingkaran-lingkaran “tertutup” sebab partai bekerja di dalamnya terdiri dari : “Inner Circle” yang terdiri dari mereka yang bekerja semata-mata untuk partai; “Outher Circle” mereka berkeja untuk partai hanya sambilan dan; “Wire Puller” mereka yang berdiri di belakang layar (Bryces, 1926: Jilid I: 5-6). Pandangan mereka ini merupakan puncak dari kaum realis. Mereka mempelajari lembaga-lembaga negara, organisasi partai dan pejabat–pejabat negara dipandang sebagai “pemain-pemain