Dokumen tersebut merangkum sejarah penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia sejak zaman kolonial Belanda hingga saat ini, mulai dari peran organisasi-organisasi keagamaan dalam mengurus jemaah haji, peraturan-peraturan yang dikeluarkan pemerintah untuk mengatur penyelenggaraan haji, hingga profil jemaah haji Indonesia yang berangkat ke Tanah Suci.
3. SEJARAH PENYELENGGARAAN HAJI DI
INDONESIA
1893, ketika pemerintah kolonial Hindia Belanda membuka membolehkan pihak-pihak swasta turut
mensukseskan usaha ini. Dan akhirnya menjadi bumerang bagi dirinya. Munculnya berbagai biro swasta
turut melaksanakan perjalanan perjalanan haji ini justru dijadikan kedok mengeruk keuntungan dibalik misi
suci yang selalu diserukan tanpa memperhatikan keselamatan haji. Ini yang banyak dilupakan orang
sekarang, lupa bagaimana bisnis biro haji pertama yang dilakukan oleh Agen Herllots dan Firma Alsegoff&co
yang hanya mencari keuntungan dan tak perduli pada jemaahnya.
1912, Muhammadiyah yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan mendirikan Bagian Penolong Haji yang
diketuai oleh KH. M. Sudjak.
1928, Muhammadiyah gencar melakukan sosialisasi perbaikan layanan haji, sedangkan Nahdhatul Ulama
(berdiri 31 Januari 1926 di Jawa Timur) melakukan hubungan kekerabatan dengan Arab Saudi melalui
delegasinya saat itu KH Abdul Wahab Abdullah dan Syeikh Ahmad Chainaim Al Amir untuk menghadap
Raja Saud untuk meminta diberikan kemudahan dan kepastian tarif haji yang kala itu diselenggarakan oleh
para syeikh, namun tetap tarif ditentukan.
4. SEJARAH PENYELENGGARAAN HAJI DI
INDONESIA
1922, Volksraad (semacam dewan perwakilan rakyat Hindia-Belanda) mengadakan perubahan dalam
ordinasi haji yang dikenal dengan Pilgrim Ordonasi 1922 yang menyebutkan bahwa bangsa pribumi dapat
mengusahakan pengakutan calon haji. Pelgrims Ordonnantie Staatsblad 1922 Nomor 698, Staatsblad 1927-
Nomor 508 seperti telah diubah dan ditambah, terakhir dengan Staatsblad 1931 Nomor 44 tentang Pass
perjalanan haji dan Staatsblad 1947 Nomor 50. (Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
1960 Tentang Penyelenggaraan Urusan Haji).
1932, Pilgrim ordinantie 1922 pada artikel (semacam pasal dalam undang-undang) 22 diubah dengan
adanya tambahan artikel 22a melalui Staatblaad (semacam lembar negara saat itu) Tahun 1932 Nomor 544.
Perubahan itu yang memberikan dasar hukum atas pemberian ijin bagi organisasi bangsa Indonesia yang
dapat dipercaya dengan baik (banafide) untuk mengadakan pelayaran haji dan perdagangan.
1930, Kongres Muhammadiyah ke-17 di Minangkabau merekomendasikan untuk membangun pelayaran
sendiri bagi jemaah haji Indonesia.
5. SEJARAH PENYELENGGARAAN HAJI DI
INDONESIA
1947, Masyumi yang dipimpin oleh KH. Hasjim Asj'ari mengeluarkan fatwa dalam Maklumat Menteri Agama
Nomor 4 Tahun 1947, yang menyatakan bahwa ibadah haji dihentikan selama dalam keadaan genting.
1948, Indonesia mengirimkan misi haji ke Makkah dan mendapat sambutan hangat dari Raja Arab Saudi.
Tahun itu, Bendera Merah Putih pertama kali dikibarkan di Arafah.
Dalam perkembangan selanjutnya pada 1948 pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen Agama
dibawah pimpinan Menteri Agama kala itu, KH Masjkur mengambil kebijakan, mengirim misi haji I ke Makkah
di bawah pimpinan KRH Moh Adnan dengan anggotanya antara lain: Ustadz H Ismail Banda (salah satu
pendiri Alwashliyah, Alwashliyah berdiri 30 Nopember 1930), H Saleh Suady, H Samsir Sultan Ameh, untuk
menghadap Raja Saudi Arabia Ibnu Saud.
6. SEJARAH PENYELENGGARAAN HAJI DI
INDONESIA
1951, Keppres Nomor 53 Tahun 1951, menghentikan keterlibatan pihak swasta dalam penyelenggaraan
ibadah haji dan mengambil alih seluruh penyelenggaraan haji oleh pemerintah.
1952, Dibentuk perusahaan pelayaran PT. Pelayaran Muslim sebagai satu-satunya Panitia Haji dan
diberlakukan sistem quotum (kuota) serta pertama kali diberlakukan transportasi haji udara.
1959, Menteri Agama mengeluarkan SK Menteri Agama Nomor 3170 tanggal 6 Februari 1950 dan Surat
Edaran Menteri Agama di Yogyakarta Nomor A.III/648 tanggal 9 Februari 1959 yang menyatakan bahwa satu-
satunya badan yang ditunjuk secara resmi untuk menyelenggarakan perjalanan haji adalah Yayasan
Penyelenggaraan Haji Indonesia (YPHI).
1960, Keluarnya perturan pertama tentang penyelenggaraan ibadah haji melalui Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 1960 Tentang Penyelenggaraan Urusan Haji. Hal pertama sekali terbentuk Panitia
Negara Urusan Haji, yang selanjutnya disebutkan PANUHAD yang sekarang disebut PPIH (Panitia
Penyelenggaraan Ibadah Haji). Selanjutnya menjadi PPPH (Panitia Pemberangkatan dan Pemulangan Haji)
Tahun 1962 dan selanjutnya dibubarkan pada tahun 1964 dan kewenangan penyelenggaraan haji diambil alih
oleh pemerintah melalui Dirjen urusan Haji (DUHA).
7. SEJARAH PENYELENGGARAAN HAJI DI
INDONESIA
1965, Dikeluarkan Kepres Nomor 122 Tahun 1964 tentang Penyelenggaraan Urusan Haji yang PT. Arafat pada
tanggal 1 Desember 1964 yang bergerak di bidang pelayaran dan khusus melayani perjalanan haji (laut).
Hanya mampu memberangkatkan 15.000 jemaah melalui laut.
1969, Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1969, Pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan mengambil alih
semua proses penyelenggaraan perjalanan haji oleh Pemerintah. Hal ini disebabkan karena banyaknya calon
jemaah haji yang gagal diberangkatkan oleh orang-orang atau badan-badan swasta, bahkan calon-calon yang
mengadakan kegiatan usaha penyelenggaraan perjalanan haji.
1975, PT Arafah mengalami kesulitan keuangan dan pada tahun 1976 gagal memberangkatkan haji karena
pailit.
1979, Keputusan Menteri Perhubungan No. SK-72/OT.001/Phb-79, memutuskan untuk meniadakan
pengangkutan jemaah haji dengan kapal laut dan menetapkan penyelenggaraan angkutan haji dilaksanakan
dengan pesawat udara.
8. SEJARAH PENYELENGGARAAN HAJI DI
INDONESIA
1985, Pemerintah kembali mengikutsertakan pihak swasta dalam penyelenggaraan haji.
1999, Pertama sekali adanya dasr hukum tentang penyelenggaraan haji dalam produk hukum Undang-Undang
yaitu dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan
memandatkan pelayanan, pembinaan dan perlindungan bagi jemaah haji. Kuota terbagi menjadi 2, yakni Haji
Reguler dan Haji Khusus. Pendaftaran haji regular melalui Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu.
Perkembangan lanjutan dengan diberlakukannya pertama sekali setoran awal sebesar Rp 5.000.000 yang
disimpan dalam tabungan atas nama jemaah haji.
2001, Setoran awal bagi jemaah haji regular naik menjadi Rp 20.000.000 yang disimpan dalam tabungan atas
nama jemaah haji. Terbitnya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Badan
Pengelola Dana Abadi Umat sebagai salah satu mandat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999.
2004, Setoran awal bagi jemaah haji reguler sebesar Rp 20.000.000 yang disimpan dalam rekening atas nama
Menteri Agama.
9. SEJARAH PENYELENGGARAAN HAJI DI
INDONESIA
2008, Penyempurnaan kembali Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 dengan ditetapkannya Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Pendaftaran dilakukan sepanjang tahun
melalui SISKOHAT dengan prinsip first come first served.
2010, Setoran awal bagi jemaah haji reguler naik menjadi Rp 25.000.000 yang disimpan dalam rekening atas
nama Menteri Agama.
2013, Peluncuran Siskohat Generasi Kedua; Pemotongan Kuota Haji Indonesia sebesar 20% dari Kuota dasar
sebagai dampak proyek perluasan Masjidil Haram; Migrasi Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan
Ibadah Haji dari Bank Konvensional ke Bank Syariah/Unit Usaha Syariah.
10. SEJARAH PENYELENGGARAAN HAJI DI
INDONESIA
2014, Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji yang salah
satu mandatnya adalah membentuk Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dengan target terbentuknya
pada bulan September 2015. Lahirnya UU ini merupakan tekad dan semangat baru dalam pengelolaan
keuangan haji dalam menghadirkan negara dalam keberpihakannya kepada calon/jemaah haji dan
masyarakat; Penyerapan kuota jemaah haji secara transparan dan akuntable sesuai dengan urutan porsi;
Pelayanan akomodasi setara hotel berbintang 3, upgrade bus shalawat dan operasional 24 jam Pemondokan-
Masjidil Haram; Penghematan biaya operasional penyelenggaraan haji dengan tidak mengurangi layanan
kepada jemaah haji; Revitalisasi Asrama Haji.
2015, Tujuh penguatan haji. Pertama, Kebijakan Pelunasan Dalam Dua Tahap. Kedua, Kebijakan Kedatangan
Jemaah Haji Gelombang Pertama. Ketiga, Hotel di Makkah dan Madinah Setara Hotel Bintang Tiga. Keempat,
Upgrade Transportasi Antar Kota Perhajian. Kelima, Layanan Katering. Keenam, Karpet baru dan Penyejuk
Udara di Armina. Ketujuh, Aplikasi Haji Pintar.
12. PEMBINAAN PELAYANAN PERLINDUNGAN
PENINGKATAN YANG BERKELANJUTAN
MANDAT UNDANG-UNDANG
PENYELENGGARAAN HAJI
Lima
Budaya
Kerja
Lima
Budaya
Kerja
Lima Budaya Kerja
Lima Budaya Kerja
FUNDAMEN
PENYELENGGARAAN
HAJI
0
100
13. 201000
20000
194000
17000
155200
13600
155200
13600
155200
13600
Kuota Haji Reguler Kuota Haji Khusus
2011 201000 20000
2012 194000 17000
2013 155200 13600
2014 155200 13600
2015 155200 13600
STATISTIK KUOTA HAJI LIMA TAHUN TERAKHIR
2011
2012
2013
2014
2015
2013-2015, masih berlaku
pemotongan kuota sebesar 20
persen dari kuota dasar 211.000
sebagai dampak perluasan
Masjidil Haram
KUOTA HAJI INDONESIA
Berdasarkan keputusan rapat menteri
luar negeri negara-negara Organisasi
Konferensi Islam (OKI) tahun 1978
disepakati pembatasan jumlah
jemaah haji setiap negara sebesar
1:1000 dari total jumlah penduduk
(yang bergama Islam). Kuota jemaah
haji Indonesia yang disepakati dalam
MoU Persiapan Haji 2013 sebanyak
211.000 orang berdasarkan jumlah
penduduk Republik Indonesia yang
tercatat di PBB. Pada 6 Juni 2013
Pemerintah Indonesia mendapat
surat pemberitahuan dari Pemerintah
Arab Saudi tentang kebijakan
pengurangan kuota haji sebesar 20
persen untuk seluruh negara tanpa
terkecuali karena adanya proyek
perluasan Masjidil Haram.
14. PROFILE JEMAAH HAJI TIBA DI ARAB SAUDI
TAHUN 1436H/2015M
JUMLAH %
1 LAKI - LAKI
69,300 44.87
2 PEREMPUAN
85,154 55.13
JUMLAH
154,454 100.00
Berdasarkan Jenis Kelamin
15. JUMLAH %
1 BELUM HAJI
152,054 98.45
2 SUDAH HAJI
2,400 1.55
JUMLAH
154,454 100.00
Berdasarkan Status Haji
16. Berdasarkan Pendidikan
JUMLAH %
1 SD 52,500 33.99
2 SLTP 18,860 12.21
3 SLTA 37,811 24.48
4 SARJANA MUDA 10,247 6.63
5 S1 29,778 19.28
6 S2 4,761 3.08
7 S3 298 0.19
8 LAIN-LAIN 199 0.13
JUMLAH 154,454 100.00
17. JUMLAH %
1 PNS 31,203 20.20
2 TNI/POLRI 1,271 0.82
3 DAGANG 13,126 8.50
4 TANI 19,801 12.82
5 PEGAWAI SWASTA 34,241 22.17
6 IBU RUMAH TANGGA 42,954 27.81
7 PELAJAR/MAHASISWA 1,682 1.09
8 PEG. BUMN 2,917 1.89
9 PENSIUN/LAIN-LAIN 7,259 4.70
JUMLAH 154,454 100.00
Berdasarkan Pekerjaan
18. JUMLAH %
1 S.D. 20 TH 283 0.18
2 21 S.D. 30 TH 3,106 2.01
3 31 S.D. 40 TH 16,640 10.77
4 41 S.D. 50 TH 43,082 27.89
5 51 S.D. 60 TH 52,244 33.82
6 61 S.D. 70 TH 28,101 18.19
7 71 S.D. 74 TH 4,340 2.81
8 75 S.D. KE ATAS 6,658 4.31
JUMLAH 154,454 100.00
Berdasarkan Kelompok Umur
19. STATISTIK JEMAAH HAJI KHUSUS 2015
LAKI - LAKI
45%
PEREMPUAN
55%
PROFIL JEMAAH HAJI KHUSUS
BERDASARKAN JENIS KELAMIN
LAKI - LAKI PEREMPUAN
Kuota haji khusus sebanyak 13.600. Jumlah yang melunasi tahun
2015 sebanyak 16.797. Adapun jemaah yang berangkat sebanyak
13.116
Jemaah yang sudah melakukan pelunasan tidak berangkat
disebabkan membatalakan diri, wafat, sakit, alasan kantor dll.
Menjadi prioritas keberangkatan tahun 2016 (bagi jemaah haji yang
tidak membatalkan diri atau wafat)
96%
4%
PROFIL JEMAAH HAJI KHUSUS BERDASARKAN STATUS
HAJI-BELUM HAJI
BELUM HAJI
SUDAH HAJI
20. S.D. 20 TH 21 S.D. 30
TH
31 S.D. 40
TH
41 S.D. 50
TH
51 S.D. 60
TH
61 S.D. 70
TH
71 S.D. 74
TH
75 S.D. KE
ATAS
Series1 30 371 2,000 4,159 3,874 1,982 368 298
30
371
2,000
4,159
3,874
1,982
368 298
PROFIL JEMAAH HAJI KHUSUS BERDASARKAN USIA
22. UU N0 13 TAHUN 2008 TENTANG
PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI
A. Pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan
dengan menyediakan layanan administrasi, bimbingan Ibadah Haji, Akomodasi,
Transportasi, Pelayanan Kesehatan, keamanan, dan hal-hal lain yang diperlukan
oleh Jemaah Haji. (Pasal 6)
B. Pemerintah sebagai penyelenggara Ibadah Haji berkewajiban mengelola dan
melaksanakan Penyelenggaraan Ibadah Haji. (Pasal 10: 1)
Pembinaan Haji adalah serangkaian kegiatan yang meliputi penyuluhan dan
bimbingan bagi jamaah haji dan petugas haji, PIHK, serta lembaga atau ormas
yang terkait dengan haji.
C. Kewajiban CJH : membayar porsi dan pelunasan BPIH,mengikuti seluruh kebijakan
haji yang dibuat oleh regulator/kemenag sebagai leading sector
D.HAK CJH : MENDAPATKAN PEMBINAAN,PELAYANAN DAN PERLINDUNGAN DAN
HAL-HAL LAIN YANG DIPERLUKAN OLEH CJH
23. KEBIJAKAN PEMBINAAN HAJI
A. Pembinaan Jemaah di Tanah Air :
1. Tujuan bimbingan : memberikan bekal pengetahuan kepada
jemaah tentang pelaksanaan dan tata cara ibadah haji di
tanah air dan Arab Saudi
2. Ruang lingkup : manasik haji, proses perjalanan haji, akhlakul
karimah, adat istiadat/budaya Arab Saudi agar jemaah haji
dapat melaksanakan ibadah haji dengan tertib, lancar, aman, dan
nyaman sesuai tuntunan syariat agar jemaah haji mandiri
dalam melaksanakan ibadahnya.
3. Bimbingan manasik dan pelayanan haji secara langsung/tatap
muka di Kecamatan dan Kabupaten/kota dan bimbingan
manasik/penyuluhan melalui media TV dalam bentuk talkshow.
24. 4. Bimbingan haji oleh pemerintah, ditingkat KUA Kecamatan
dan ditingkat Kabupaten/Kota.
5. Bimbingan jemaah selama di embarkasi, terkait
dengan kesiapan keberangkatan, kesehatan, penerimaan
uang living cost, paspor, gelang identitas dan
peribadatan, dikoordinasikan oleh PPIH embarkasi dengan
petugas kloter (TPHI, TPIHI dan TKHI).
6. Bimbingan diarahkan pada kemandirian jemaah dalam
melaksanakan kegiatan peribadatan dan manasik haji
dalam rangka mencapai tujuan kemabruran haji.
25. B. Bimbingan Selama Dalam Perjalanan.
Bimbingan selama dalam perjalanan dan selama dalam penerbangan,
meliputi : manasik haji, peribadatan, ziarah, informasi tentang
perhajian dan peraturan/ketentuan pemerintah Arab Saudi yang harus
diketahui dan dipatuhi setiap jemaah haji.
C. Bimbingan Selama di Saudi Arabiah ;
Bimbingan jemaah selama di Madinah, Makkah dan ARMINA.
1. Di Madinah, meliputi kegiatan shalat Arbain, ziarah dan pelaksanaan
niat ihram bagi jemaah gelombang I.
26. 2. Di Makkah, meliputi tata cara pelaksanaan haji, baik haji
Tamattu, Ifrad maupun Qiran, serta kesiapan keberangkatan ke
Arafah dan pemantauan ibadah bagi jemaah sakit serta DAM.
3. Di ARMINA
- Di Arafah tentang bimbingan wukuf
- Di Muzdalifah tentang bimbingan mabit
- Di Mina tentang mabit, melontar jamarat dan nafar.
27. BIMBINGAN
JEMAAH HAJI
Nilai Harapan Mendatang:
Pengembangan struktur
Intensifikasi pranata sosial
keagamaan
Peningkatan kompetensi
SDM struktur
Penambahan jumlah
manasik
28. KARAKTERISTIK JAMAAH
1. Ikut Kelompok Bimbingan : (Trend, Teman, Ketergantungan,
Mandiri dll).
2. Ikut Bimbingan Kemenag/KUA : ( Merasa Wajib,
mempermantap, dll).
3. Tidak Ikut Kedua-duanya : (Intelektual, sibuk, menambah
biaya, dll) haji-nya minimalis – pake doa sapu jagad.
4. Jamaah yang Mandiri :
Ekonomi
Kesehatan
Pengetahuan Ibadah Haji Maupun Umrah.
29. Petugas Haji
Penyelenggaraan ibadah haji dilaksanakan oleh :
1. Unit permanen sistem, yaitu Kementerian Agama Pusat (Direktorat
Jenderal PHU), Kanwil Kementerian Agama, Kantor Kementerian
Agama Kabupaten/kota dan Kecamatan.
2. Non permanen sistem yang bersifat ad hoc, terdiri dari PPIH Pusat,
PPIH Embarkasi, PPIH Arab Saudi dan petugas yang menyertai
jemaah (TPHI, TPIHI, TKHI, TPHD/TKHD).
3. Petugas haji harus memiliki komitmen, kompetensi dan integritas
serta bertanggungjawab terhadap ketertiban, keamanan, kelancaran
dan keabsahan jemaah dalam melaksanakan ibadah.
4. Petugas haji harus mampu mengelola kloter dengan baik,
berkoordinasi, mengantisipasi permasalahan yang mungkin timbul dan
memberikan solusi tepat dan cepat bagi kepentingan jemaah.
30. PETUGAS HAJI
• Materi
pelatihan
• Kemampuan
teknis
lapangan
• Bahasa
• Penguasaan
Area
• Petugas haji
melekat di
Kloter dan
travel (PIHK)
Praktek di
Lapangan
Training
need
assessment
Metode dan
teknik
pelatihan
Monitoring
dan
evaluasi
hasil
pelatihan
Permasalahan Umum
31. PETUGAS HAJI
PROFESIONAL
DAN MELAYANI
Training
Pre training
Post training
On going
training
Training
need
assesment
Metode dan teknik
pelatihan
Monitoring
dan evaluasi
hasil
pelatihan
EKSPEKTASI PETUGAS
HAJI
Integritas
Profesionalitas
Inovatif
Bertanggungjawab
Keteladanan
REKRUITMEN PETUGAS
HAJI
Terbuka
Transparan
Bersaing
Tidak Diskriminatif
0
200
400
600
800
1000
1200
TPHI TKHI TPIHI Non
Kloter
TPHD
Series1 376 1126 374 631 1141
376
1126
374
631
1141
PETUGAS HAJI INDONESIA
Nilai Harapan Mendatang:
Pengembangan metode pelatihan
Spesifikasi rekruitmen
Rasio
Pengembangan struktur PPIH
Implementasi:
Penguatan struktur organisasi
Rekruitmen
35. B.Kebijakan Pelayanan Haji, adalah
jamaah haji mendapatkan manasik
haji, diberangkatkan ke tanah suci,
mendapatkan pemondokan,
diwukufkan di arafah dan dipulangkan
ke tempat asalnya.
36. Masalah Umum:
Peraturan Daerah
Embarkasi
Transportasi
Dokumen Haji
Terapan Antrian
Broker
Majmuah
Peraturan Arab Saudi
Diplomatik
Penerbangan
Identitas Jemaah
Haji Khusus
Keberpihakan Antrian dan Pelunasan
(seuai alokasi)
Akomodasi (setara hotel bintang 3-4)
Katering (gratis di Makkah, cita
nusantara)
Transportasi (upgread)
Penerbangan (delay rata-rata 1,5 jam)
Managemen krisis (sukses Linjam)
Asrama haji (UPT)
Implementasi: BPKH
Modernisasi Asrama Haji
Akomodasi (penguatan)
Katering (penguatan)
Penerbangan (penguatan)
Dokumen haji (penguatan)
Transportasi (penguatan)
Penyempurnaan Struktur PPIH
Open Publik Peserta Haji Online
(finance dan waiting list)
Short proses daftar dan lunas
(manual dan online)
Hubungan industrial (Asosiasi-
PIHK-Pemerintah)
Nilai Harapan:
38. PERLINDUNGAN KESEHATAN
PERLINDUNGAN KEAMANAN
PERLINDUNGAN KENYAMANAN
Pengetahuan dan pengalaman
Ketokohan ulama (kharismatik)
Kejujuran riwayat kesehatan
Tingkat kepuasan (Utility)
Penyempurnaan Struktur PPIH
Kriminalitas
Budaya lokal
Masalah Umum: Implementasi:
TNI/POLRI
Ketokohan ulama
Kejujuran riwayat kesehatan
Barang Bawaan
Pembakuan Managemen Krisis
Penyempurnaan Struktur PPIH
Penguatan (perbanyak TNI/POLRI)
Identitas Jemaah Haji (GPS)
Kajian budaya local
Penguatan kekerabatan
professional ulama lokal
Nilai Harapan:
39. INDIKATOR KEBERHASILAN PENYELENGGARAN HAJI
Jemaah haji yang telah mendaftar dan memenuhi syarat, seluruhnya dapat
diberangkatkan ke Arab Saudi.
Jemaah haji yang telah berada di Arab Saudi, seluruhnya memperoleh
pemondokan (akomodasi), katering, transportasi, dan pelayanan kesehatan.
Seluruh jemaah haji yang berada di Arab Saudi dapat melaksanakan wukuf di
Arafah. Bagi yang sakit disafariwukufkan dan yang meninggal dibadalhajikan.
Seluruh jemaah haji yang telah menunaikan ibadah haji dipulangkan kembali ke
Tanah Air, kecuali yang wafat.
40. “Pengelolaan haji itu bukan hanya urusan ibadah, tapi juga urusan
manajerial dan logistik, juga keuangan. Porsi manajerial haji itu jauh lebih
besar ketimbang ibadahnya. Bahkan urusan haji ini bisa lebih
memusingkan ketimbang perang”
___________________________
Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla
"Efisiensi ini tidak boleh menurunkan kualitas layanan jemaah haji. Justru untuk
bisa terus ditingkatkan“
_________________________________
Presiden RI Joko Widodo
Manajemen Haji: Transformasi
Pelayanan Berpihak dan Berkelanjutan