SlideShare a Scribd company logo
PENENTUAN AWAL BULAN QOMARIYAH
                                (PERBEDAAN RUKYAT DAN HISAB)




A. Pendahuluan

        Dalam ilmu penanggalan, selain dikenal adanya tahun masehi yang dimulai dengan bulan
Januari dan diakhiri dengan bulan Desember, dikenal pula dalam Islam tahun Hijriyah. Tahun hijriyah
juga terdiri dari 12 bulan bulan sebagaimana tahun masehi. Selain istilah kedua tahun tersebut
memiliki nama-nama bulan yang berbeda, hitungan hari bulan-bulan tahun hijriyah juga berbeda
dengan hitungan hari bulan tahun masehi. Hal ini karena perhitungan hari bulan tahun hijriyah
dihitung berdasarkan lamanya putaran bulan ketika mengelilingi bumi, oleh karena itu dikenal dengan
bulan-bulan qomariyah.

        Penentuan awal bulan qomariyah merupakan suatu hal yang sangat urgen dalam hal
ketepatannya bagi umat Islam, karena sangat erat kaitannya dengan kegiatan ibadah. Permasalahan
penentuan awal bulan qamariyah, dari berbagai aspeknya, selalu menarik untuk dikaji, khususnya
tentang penentuan awal Ramadhan, Syawal, dan tanggal 10 Zulhijjah. Seringkali timbul pertanyaan di
kalangan masyarakat manakala terjadi perbedaan dalam penentuannya.

        Sejak zaman Rasulullah sampai sekarang ini, praktek penentuan awal bulan qamariyah,
khususnya awal Ramadhan dan Syawal, sudah rutin dilakukan oleh umat Islam, dan sistem
perhitungannyapun telah mengalami perkembangan.

        Untuk mengetahui tanggal 1 bulan qomariyah, bisa dilakukan dengan menempuh metode
hisab, yakni penentuan awal bulan qamariyah yang didasarkan pada perhitungan lamanya peredaran bulan
mengelilingi bumi. Metode ini biasanya dilakukan sebelum tahun baru hijriyah dimulai1, misalnya:
tanggal 1 bulan Muharram sampai bulan Dzu al-Hijjah tahun 1434 H bisa dihitung pada tahun
sebelumnya, yakni tahun 1433 H. Selain metode hisab, dalam penanggalan Islam – dikenal ilmu falak
– ada pula metode lain yang dipergunakan untuk mengetahui awal bulan qomariyah, yakni ru’yah al-
hila>l, yakni melihat bulan sabit ketika hendak pergantian bulan, yang dilakukan pada tanggal 29 atau
malam tanggal 30 pada bulan hijriyah.




        1
           Seperti yang dilakukan Lajnah Falakiyah Nahdhatul Ulama, dengan menyelenggarakan musyawarah
ahli hisab, astronom,dan ahli rukyat untuk merumuskan hitungan hisab kalender tahun-tahun berikutnya. Hisab
jama’iy/kolektif/penyerasian, diumumkan melalui almanak setiap tahun dan digunakan untuk penyelenggaraan
rukyatul hilal.
                                                    1
Sebetulnya, dalam kegiatan melihat atau meneropong bulan ini, tidak terlepas dari hasil hisab,
sebagai patokan kapan ru’yah2 hilal bisa dilakukan. Selain itu, penglihatan bulan ini dapat dilakukan,
apabila keadaan cuaca yang baik. Karena apabila cuaca dalam keadaan tidak baik atau mendung, maka
kegiatan penglihatan bulan sabit awal bulan bulan tidak dapat dilakukan. Kemudian menimbulkan
konsekuensi jumlah hari bulan - ketika dilakukan ru’yah hilal – harus digenapkan menjadi 30 hari. Hal
ini berdasarkan hadits Nabi SAW,:


‫عن أبي هريرة رضي ال عنه يقول: قال النبي صلى ال عليه وسسل:م: صسسوموا لرؤيتسسه وأفطسسروا لرؤيتسسه, فسسإن‬
                                              ّ                ّ 
                                                                    3
                                                                     .‫غبي عليك:م فأكملوا عدة شعبان يثليثين‬
                                                                                     ّ 

        Mengenai ru’yah hilal ini, walaupun objek yang diamati adalah sama, masih sering terjadi
perbedaan penetapan awal bulan qomariyah. Hal seperti ini disebabkan oleh ukuran minimal lamanya
hilal terlihat sampai pergantian bulan baru. Selain itu, perbedaan pula terjadi mengenai keabsahan
hasil penglihatan bulan sabit baru, misalnya: mengenai siapa yang melakukan ru’yah dan syarat-syarat
orang yang melihat hilal, serta mengenai saksi ru’yah hilal.

        Selain perbedaan di atas, mengenai hasil penglihatan bulan sabit, sering kali pula timbul pro
kontra apakah hasil penglihatan tersebut berakibat hukum pergantian bulan kepada masyarakat di
suatu wilayah atau negara tempat dilakukan ru’yah, atau berlaku pula untuk Negara atau wilayah lain?
Ada yang berpendapat berakibat pergantian bulan dan ada yang berpendapat tidak berakibat.

        Oleh karena demikian, ada masalah muskil yang mengemuka dan berimplikasi munculnya
perbedaan pendapat yang berkepanjangan. Untuk mendapat jawaban atas masalah pokok tersebut di
atas, umat Islam terus menerus selama ratusan tahun mengkajinya dari penafsiran makna tersirat dari
nash Al-Quran dan pendapat ulama terdahulu yang mungkin didasarkan pada perkembangan
pemikiran pada zamannya.

        Makalah ini akan membahas pendapat fuqaha mengenai hilal dan permasalahannya, metode
hisab dan rukyat yang ada di Indonesia. Karena dalam prakteknya, khususnya di Indonesia, penentuan
awal bulan qomariyah sangat ditentukan oleh metode yang digunakan. Misalnya, ormas
Muhammadiyah lebih cenderung memilih metode hisab-nya, dan Nahdhatul Ulama dengan
penggunaan rukyat hilal atau dikenal dengan ru’yah bi al-fi’li. Selanjutnya dibahas kemungkinan titik
temu kedua metode hisab dan rukyat, dengan dasar pemikiran pendapat penganut hisab, bahwa hisab
merupakan penentua awal bulan qomariyah sehingga dapat disebut ru’yat bi al-‘ilmi. Penganut rukyat



        2
            Selanjutnya, baik kata rukyat maupun ru’yah mengandung makna yang sama
        3
            Muh{ammad Isma>’il al-Bukha>ry, al-Ja>mi’ al-S}a>h{ih{, (Kairo; al-Mat}baghah al-Salafiyah,
1982), 33
                                                    2
berpedoman, bahwa kesaksian tentang penglihatan bulan sabit (ru’yah al-hilal) dapat ditolak jika tidak
didukung oleh hisab yang akurat.

B. Konsep bulan qomariyah 4

    Bulan dalam bahasa arab berarti ‫ ,القمر‬dan dalam bahasa inggris berarti moon. Dalam kacamata
astronomi, bulan adalah benda langit yang memiliki diameter sepanjang 3.476 km dan mengorbit
mengelilingi bumi pada jarak 384.403 km dengan orbit yang berbentuk eliptik. Adapun sumbu putar
rotasi bulan membentuk busur miring, sebesar 1,5424 derajat terhadap sumbu putar bumi. Kemudian,
sinodik bulan adalah 29 hari 12 jam 44 menit.5 Selanjutnya, berkaitan dengan bulan yang dijadikan
sebagai objek pengamatan dalam menentukan awal bulan qomariah, dianggap penting menerangkan
fase yang dimiliki oleh bulan. Fase bulan adalah bentuk bulan yang terlihat dari bumi yang
dipengaruhi proses revolusi bulan terhadap bumi, yang juga karena p[erubahan sudut dari mana kita
melihat bulan tersebut. Fase bulan yang utama yakni: 1) bulan baru (new moon), 2) kuartal pertama
(1st quarter), 3) bulan purnama (full moon), dan 4) kuartal ketiga.6 Fase yang pertama dan fase yang
terakhir dikenal juga dengan istilah bulan sabit (crescent moon), perbedaannya adalah sisi runcingnya.
Fase pertama inilah yang kemudian erat sekali dengan penentuan dimulainya bulan-bulan pada
kalender hijriyah.

    Berbicara mengenai kalender, terdapat beberapa kalender yang yang dipergunakan, yakni antara
lain:7

    a) Kalender Cina, yaitu kalender yang digunakan sejak abad ke 14-SM. Kelender ini sudah
         menggunakan prinsip ilmu pengetahuan modern dalam perhitungannya dilakukan melalui
         pengamatan astronomis dengan memperhitungkan bujur matahari dan fase bulan. Awal bulan
         kalender ini dimulai saat terjadinya konjungsi bulan dan matahari. Kalender ini hamper mirip
         dengan kalender yang digunakan oleh etnis Yahudi.

    b) Kalender India, yaitu kalender yang dijadikan pedoman kegiatan hari besar keberagamaan
         umat Hindu, Budha, dan jainis di India. Kalender ini perhitungannya berdasarkan gerakan
         matahari dan bulan. Nama-nama bulannya adalah sebagai berikut: Caitra, Vaisakha, Jyaistha,
         Asadha, Sravana, Bhadra, Asvina, Kartika, Agrahayana, Pausa, Magha, dan Phalguna.

    c) Kalender Julian, merupakan kalender yang digunakan pada masa kerajaan Roma, yang
         dicetuskan oleh Kaisar Julian Cesar yang dibantu oleh astronom yang bernama Sosigenes.
         4
          Yang dimaksud dengan bulan qomariyah disini adalah bulan yang terdapat dalam kalender bulan
(Lunar Calender).
        5
          Tino Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, (Jakarta: Amytahas Publicita, 2007), 27-28
        6
          Tino Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, 32
        7
          Tino Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, 51-53
                                                  3
kalender ini merupakan kalender yang pada mulanya diadopsi dari kalender Aristarcus yang
       dipakai oleh penduduk Alexandria yang merupakan kalender matahari yang mana terdoro atas
       12 bulan (365 hari ditambah 1 hari tambahan tiap tahun keempat). Kemudian kalender ini
       dikoreksi oleh oleh August Cesar yang tidak lain adalah puteranya. Kalender ini merupakan
       cikal bakal kelender matahari yang kini menyebar penggunaannya di seluruh dunia. Adapun
       nama-nama bulannya adalah sebagai berikut: Januari, Februari, Maret, April, Mei, Juni, Juli,
       Agustus, Spetember, Oktober, November, dan Desember.

   d) Kalender Greogian, adalah kalaender yang dpertama kali dibuat oleh Dionysis Exiguus. dia
       membagi tahun kalender ini menjadi 2 (dua) kelas: tahun kabisat yang memiliki 366 hari dan
       tahun biasa yang memiliki 365 hari. Selain itu yang dimaksud dengan tahun kabisat adalah
       tahun genap yang bisa dibagi 4, kecuali tahun genap yang bisa dibagi 100. Jadi tahun 2000
       adalah tahun kabisat, sedangkan tahun 1900 dan tahun 2100 bukan merupakan tahun kabisat.
       Karena kalender ini merupakan pengganti dari kalender Julian, nama-nama bulannya sama
       dengan kalender Julian.

   e) Kalender Islam, merupakan kalender agama Islam yang dikenal juga dengan kalender
       hijriyah, yang memiliki 12 bulan berdasarkan pergerakan bulan, dengan jumlah hari 354,
       36707 hari8. kalender ini dalam perhitungannya hanya berpatokan pada benda langit yang
       bernama bulan, dan lebih dikenal dengan kalender qomariyah (lunar calender). Salah satu
       yang membedakan kalender ini dengan yang lain khsususnya kalender Greogian yang mana
       pergantian hari dimulai dari tengah malam (24:00), bahwa kalender ini dimulai sesaat setelah
       matahari tenggelam di ufuk barat.

   Selanjutnya, kalender tentunya tidak dapat dilepaskan dari pembicaraan mengenai awal bulan
qomariyah. Dalam hal ini, khususnya awal bulan ramadlan, syawal dan dzulhijjah, menurut Yusuf al-
Qardhawi, ada 3 metode dalam penetapan bulan-bulan tersebut, yakni ru’yat al-hila>l, istikmal
(mensempurnakan bilangan bulan menjadi 30 hari), dan hasil perhitungan hisab. Adapun dasar hukum
mengenai penentuan awal bulan qomariyah:




   1) Al-Qur’an


       8
           Jumlah hari tersebut berdasarkan bulan sinodik, yakni 29 hari
                                                       4
a) Q.S. Al-baqarah:185 dan 187


          
                                     .       
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).”

                                   .

“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-
tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-
rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. dan
masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu
beruntung.”

b) Q.S. At-Taubah: 36


             
                                                               .    

“ Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah
di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram.

c) Q.S. Yunus: 5


         
            
                                                                            .  
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya
manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui
bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu
melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang
yang mengetahui.”




d) Q.S. Yasin: 39


                        .       

“dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah Dia sampai ke
manzilah yang terakhir) Kembalilah Dia sebagai bentuk tandan yang tua.”

e) Q.S. al-Rahma>n: 5
                                             5
  

        “ matahari       dan bulan (beredar) menurut perhitungan.”


    2) Al-Sunnah


        ‫عن أبي هريرة رضي ال عنه يقول: قال النبي صسلى الس عليسه وسسل:م أو قسال أبوالقاسس:م صسلى الس عليسه‬
                              9
                                .‫وسل:م: صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته فإن غبي عليك:م فاكملوا عدة شعبان يثليثين‬

        ‫عن إبن عبّا س أن رسول ال صلى ال س عليسسه وسسسل:م ذكر رمضسسان فقسسال ل تصسسوموا حسستى تسسروا الهلل‬
             10
                  .‫ولتفطروا حتى تروه فإن غ:م عليك:م فأكملوا العدة يثليثين. وفي رواية أخرى فإن غ:م عليك:م فاقدروا له‬
                                     ّ                                                    ّ 

        ‫عن إبن عمر قال: قال رسول ال صلى ال عليه وسل:م: إنما الشهر تسع وعشرون فل تصوموا حتى تروه‬
              ّ                               ّ  ّ                 ّ 
                                                       11
                                                          .‫ولتفطروا حتى تروه فإن غ:م عليك:م فاقدروا له‬
                                                                             ّ             ّ 

        ‫عن إبن عباس قال: أن رسول ال صلى ال عليه وسل:م قال: ل تسسستقبلوا الشسسهر إسسستقبال صسسوموا لرؤيتسسه‬
                                                                                       ّ         ّ 
                               12
                                    .‫وأفطروا لرؤيته فإن حال بينك:م وبين منظره سحابة أو قترة فأكملوا العدة يثليثين يوما‬
                                                   ّ 

        ‫عن إبن عمر رضي ال عنه: عن النبي صلى ال عليه وسل:م أنه قال: إنسسا أميسسة ل نكتسسب ول نحسسب, الشسسهر هكسسذا‬
                                             ّ ّ  ّ 
                                                                           13
                                                                              .‫وهكذا. يعني مرة تسعة وعشرين ومرة يثليثين‬
                                                                                        ّ                ّ 

        Kemudian, karena tidak ada perincian tentang pelaksanaan dalam hal penentuan awal bulan
qomariyah, sehingga menimbulkan dua metode untuk menentukan awal bulan, yakni metode rukyah
hilal dan metode hisab. Selain itu, sebetulnya masalah penetapan awal bulan bulan tidak dapat terlepas
dari beberapa hal, antara lain: masalah ilmiah astronomis14, madzhab, kepercayaan terhadap tokoh
masyarakat dan kebiasaan.


        9
            Muh{ammad ibn Isma>’il al-Bukha>ry, al-Ja>mi’ al-S}ah{i>h{, juz 2, 33
        10
             Ma>lik ibn Anas, al-Muwat}t}a’, jilid 2, diedit oleh Sali>m ibn ‘I>d al-Hila>lyy al-Salafy, (Dubai;
Majmu’ah al-Furqa>n al-Tija}riyah, 2003), 686-687
          11
             Abi Al-H{usayn Muslim bin Al-H{ajja>j, S}ah{i>h{ Muslim, (Riyadh; Bayt al-Afka>r al-Dauliyah,
1998), 418
          12
             Abi Abdulla>h al-H{a>kim al-Naisabury, al-Mustadrak ‘ala al-S}ah{ihayn, juz 1, (Kairo; Da>r al-
H{aramayn, 1997), 586
          13
             Aby Daud Sulaima>n al-Ash’ath al-Sijista>ny, Sunan Aby Daud, diedit oleh ‘Ubayd al-Da’a>s
dan’A>dil al-Sayyid, juz 2, (Beirut, Da>r Ibn H{azm, 1997), 513-514
          14
             Yakni kriteria visibilitas hilal yang ketentuannya didasari oleh keberhasilan penglihatan. Misalnya
teori Danjon yang menyatakan bahwa hilal dapat terlihat bila jarak sudut bulan-matahari sudah 7o. namun
demikian, teori ini diganti oleh Martin Elsasser. Menurutnya, bulan baru dapat dilihat ketika sudut bulan-
matahari sudah 5o. Kemudian, kriteria visibilitas hilal dari IICP (International Islamic Calender Programe),
yakni: hilal dapat diamati bila beda tinggi bulan-matahari adalah 4o dan beda azimut bulan-matahari 45o. Bulan
terbenam lebih lambat 40 menit daripada matahari, dan hilal harus berumur 16 jam (dimulai sejak ijtima’)
khusus untuk daerah tropik. Bandingkan dengan Amir Hasanzadeh, Study of Danjon Limit in Moon Crescent
Slighting, 2011, 11. Diakses 21/11/2012, dan T Djamaluddin dalam “Visibilitas Hilal di Indonesia”, 2000
http://jurnal.lapan.go.id/index.php/warta_lapan/article/view/1063/952. diakses 21/09/2012
                                                              6
C. Hisab

1. Definisi

    Kata hisab yang merupakan serapan dari bahasa arab, berarti: perhitungan (‫ ,)عدد‬cukup (‫,)كافى‬

dan golongan besar (‫ةة ةة ةثةةيرة‬
                         ‫ 51.)جماع ة ك‬Adapaun secara terminology, hisab adalah menghitung
                          ‫ة ة‬
perjalanan bulan pada tempat peredarannya untuk menetapkan waktu ijtima’16 (bertemunya matahari
dan bulan), waktu imka>n al-ru’yah (kemungkinan dilakukannya penglihatan hilal), dan tempat
keberadaaan bulan sabit baru (hilal).17

    Adapaun buku-buku yang dijadikan rujukan dalam metode hisab, khususnya di Indonesia antara
lain sebagai berikut:18

    a) Kitab sullam al-Nairain fi Ma’rifah al-Ijtima’ wa al-Kusu>fain; buku ini ditulis oleh guru
        Mans}u>r (dilahirkan di Jakarta pada tahun 1878 M./1295 H.). kitab ini merupakan hasil
        ringkasan ‘Abd al-H{ami>d ibn Muh{ammad Dami>ri> dari pengajaran yang disampaikan
        oleh ‘Abd al-Rah{ma>n ibn Ah{mad al-Mis{ri>.

    b) Fath al-Ra’u>f al-Manna>n li ‘amal al-kusu>f bi zi>j Dahla>n; ditulis oleh ‘Abd al-Jali>l
        ibn ‘Abd al-Hami>d Kudus. Kitab ini digunakan untuk melakukan perhitungan bulan dan
        gerhana berdasarkan zi>j (tabel astronomi) al-Dah{la>n al-Samma>ra>ni>. Kitab ini
        berisikan: pertama; penjelasan tentang tata cara mencari saat ijtimak, tinggi hilan, dan cara
        perhitungan gerhana. Kedua; tabel-tabel astronomis yang dibuat oleh Kyai Dahlan Semarang.

    c) Al-Qawa>’id al-Falakiyyah; ditulis oleh ‘Abd al-Fatta>h al-Sayyid al-Takhi> al-Falaky. Isi
        kitab ini terdiri dari: tahun-tahun hijriyah dan masehi, waktu sholat untuk beberapa kota dan
        negara, pengetahuan tentang pengamatan benda-benda langit dan posisi bintang-bintang dari
        saat terbit hingg terbenamnya, ijtimak, dan gerhana matahari dan gerhana bulan.

    d) Khulas}ah al-Wafiyyah fi al-falakbi Jada>wil al-Loga>ritmiyyah; ditulis oleh Zubayr ibn
        ‘Umar al-Jaila>ny. Dalam kitab ini ternuat: pertama; pengertian dan pembagian ilmu falak
        dan istilah yang dipakai serta sejarahnya. kedua; metode perhitungan mencari waktu ijtimak

        15
            Bandingkan dengan al-S}ih{h{a>h Ta>j al-Lughah oleh Isma>’l H{amma>d al-Jauhary hal. 110,
dan Lisa>n al-‘Arab oleh Ibn al-Manz{u>r (w. 711 H.), hal. 161
         16
            Konjungsi geosentrik atau konjungsi atau ijtima’ adalah peristiwa ketika bujur ekliptika Bulan sama
dengan bujur ekliptika Matahari dengan pengamat diandaikan berada di pusat Bumi.
http://www.bmkg.go.id/bmkg_pusat/Geofisika/Tanda_Waktu/INFORMASI_HILAL_SAAT_MATAHARI_TER
BENAM_TANGGAL_20_JUNI_2012_M_%28PENENTU_AWAL_BULAN_SYABAN_1433_H%29.bmkg.
Diakses 06/12/2012
         17
             Muh{ammad Jabar al-Ulfy, Manhajiyat Ithba>t al-Ahillah fi Z{ill al-Mutaghoyyira>t al-
Mu’a>s}irah, (Riyad{; t.p, 2005), 18
         18
            Asadurrahman, Kebijakan Pemerintah,
                                                      7
dan keetinggian hilal. ketiga; tabel-tabel astronomis untuk mencari waktu ijtimak dan
         ketinggian hilal.

    e) Nu>r al-Anwa>r min Muntaha> al-Aqwa>l fi Ma;rifah Hisa>b al-Sini>n wa al-Hila>l wa
         al-Khusu>f wal-Kusu>f; dikarang oleh Nu>r Ah{mad Siddiq Sarya>ny. Kitab ini memiliki
         perbedaan dengan kitab-kitab yang lain, antara lain: sistem perhitungannya memakai derajat,
         dan adanya komputerisasi. Konten kitab ini: pertama; risalah falak, kedua; jadwal falak (tabel
         astronomi).

    f)   Al-Duru>s al-Falakiyyah; dikarang oleh Muh{ammad Ma’su>m ibn ‘Ali al-Maskumambany.
         Buku ini merupakan buku yang pertama kali (di Indonesia) menggunakan fungsi geometris
         dengan lintang selatan. Buku ini memuat ilmu hitung, almanak masehi dan hijriyah, posisi
         matahari dan lain sebagainya. Alat bantu yang dipakai dalam penghitungan ketinggian hilal
         adalah rub’ al-Mujayyab19

    g) Badi>’ah al-Mitha>l fi Hisa>b al-sini>n wa al-Hila>l; merupakan karangan yang ditulis
         oleh pengarang kitab al-Duru>s al-Falakiyyah, yakni Muh{ammad Ma’su>m ibn Ali. Secara
         gari besar buku ini memuat: teori pencarian waktu ijtimak dan tinggi bulan, serta tabel
         astronomi yang dipakai dalam perhitungan pencarian saat ijtimak.

    h) Buku Ephemeris;

    i)   Buku Tabel Jeean Meeus, dan

    j)   Buku Almanak Nautika.

2. Pembagian hisab

    Berdasarkan waktu perjalanan bulan, hisab dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu hisab ‘urfi
dan hisab hakiki.

    a. Hisab ‘urfi


         19
            Dalam rub’ al-mujayyab ada beberapa bagian, yakni: Qaus yaitu bagian yang melengkung (busur).
Jaib (sinus) yaitu satu sisi tempat melihat objek yang memuat angka-angka skala sinus tinggi suatu benda langit.
Jaib al-mabsu>t} yaitu suatu sudut kemiringan cahaya pada bidang datar yang horisontal dilihat dari ujung
bayang-bayang benda yang tegak. Jaib al-tama>m yaitu sisi lain dari alat ini yang memuat angka qosinus dari
tinggi objek yang diamati. Jaib al-manqus{ yaitu sinus sudut kemiringan cahaya pada bidang datar yang berdiri
dilihat dari ujung bayangan benda yang tegak lurus pada bidang itu. Awwal al-qaus yaitu bagian busur yang
berimpit dengan sisi jaib al-tamam. Akhi>r al-qaus yaitu bagian busur yang berimpit dengan sisi jaib. Hadafah
yaitu lubang yang terdapat pada sisi jaib, yang dipakai untuk mengincar/mengamati objek. Muri yaitu simpul tali
yang diikatkan pada markaz. Syaqul yaitu benda yang digandulkan pada muri, yang berguna untuk mengatur
geraknya muri. Markaz yaitu titik sudut siku-siku yang terdapat lubang tempat tali (muri) dipasang.
                                                       8
Menurut Chaerul Zen S., hisab ‘urfi adalah Sistem perhitungan tanggal berdasarkan kepada
peredaran umur rata-rata bulan qomariah mengelilingi bumi.20 Hisab ini dikenal juga dengan hisab ‘adadi
atau ‘alamah, adalah perhitungan untuk menentukan awal bulan qomariyah dengan berpatokan pada
pergerakan benda langit bulan. Perhitungan semacam ini, dilakukakan berasaskan rata-rata gerak
bulan dengan membagi jumlah hari dalam bulan secara berselang-seling antara bulan yang bernomor
urut genap dengan yang ganjil, dengan ketentu-ketentuan tertentu.21 Sebagai gambaran sederhana,
perhitungan suatu tanggal yang dicari merupakan hasil penjumlahan hari dari tanggal 1 Muharram
tahun 1 Hijriyah sampai tanggal yang dihitung. Selain itu, kalaender bulan qomariyah dalam sistem
hisab ‘urfi, disusun berdasarkan waktu rata-rata peredaran bulan mengelilingi bumi, yakni 29 hari 12
jam 44 menit (masa yang berlaku di antara dua ijtimak yang berurutan). Didasari perhitungan tersebut,
dalam satu tahun (12 bulan) dihitung sama dengan 254 hari 8 jam 48 menit 36 detik (354 11/30).
Kemudian, untuk menghilangkan pecahan 11/30 tersebut, maka dalam hisab ‘urfi terdapat siklus 30
tahunan yang terdiri dari 19 tahun basitah dan 11 tahun kabisah.22

        Selanjutnya, dalam hisab ‘urfy terdapat kaidah-kaidah yang digunakan dalam pelaksanaan
perhitungan yang memakai metode hisab ini, yaitu:

        1) Tahun Hijriyah atau tanggal 1 Muharram tahun 1 H. Jatuh bertepatan dengan hari kamis
             15 Juli 622 M. atau hari Jumat 16 Juli 622 M.

        2) Umur bulan dalam 1 tahun menurut metode hisab ‘urfi berselang-seling antara 30 dan 29
             hari

        3) Bulan-bulan yang bernomor urut ganjil, harus berumur 30 hari

        4) Bulan-bulan yang bernomor genap, usianya dipatok 29 hari, kecuali bulan zulhijah pada
             tahun kabisat

        5) Jumlah seluruh hari dalam periode 30 tahun adalah 10631 hari

        6) Tahun hijriyah dibedakan menjadi tahun basitah (tahun pendek) dan tahun kabisat (tahun
             panjang)

        7) Jumlah hari dalam satu tahun basitah adalah 354 hari



        20
            Chaerul Zen, Ensiklopedia Ilmu Falak dan Rumus-Rumus Hisab Falak, (Medan; t.p, 2008), 3
        21
            Tim Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Pedoman Hisab Muhammadiyah, cet. Ke-2,
(Yogyakarta; Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, 2009), 18. Bandingkan dengan Asadurrahman,
kebijakan Pemerintah, (Jakarta; UIN Jakarta , 2009 ), 124
         22
            Abdul Salam Nawawi, “Metode Hisab (Perhitungan Astronomis)” , NU Online, 28 Februari 2008,
(diakses 26 November 2012)
                                                   9
8) Dalam satu tahun kabisat, jumlah hari adalah 355 hari

       9) Tahun kabisat merupakan tahun-tahun kelipatan 30 ditambah 2, 5, 7, 10, 13, 16, 18, 21,
            24, 26, dan 29.23



   b. Hisab hakiki

       Hisab hakiki menurut Badan Hisab Rukyat Departemen Agama, adalah penentuan awal bulan
   awal bulan qomariyah deng perthitungan berdasarkan pada peredaran bulan dan bumi yang
   sebenarnya, atau dikenal juga dengan sistem penentuan awal bulan qomariyah dengan metode
   penentuan kedudukan bulan saat matahari terbenam.24

       Selanjutnya, jika dilihat berdasarkan kriteria, hisab hakiki dibagi menjadi 4, yakni:

       1) Wujudul hilal

       2) Imkan al-rukyah

       3) Ijtima’ sebelum terbenam matahari

       4) Ijtima’ sebelum fajar

       5) Bulan terbenam setelah matahari.25

D. Rukyat

   1. Definisi

   Yang dimaksud rukyat disini yakni rukyat hilal. Rukyat hilal terdiri dari dua kata, yakni rukyah
   dan hilal. Rukyat secara harfiyah adalah melihat secara visual. Sedangkan menurut Fuqaha, yang
   dimaksud dengan rukyah adalah melihat dengan mata telanjang, atau dengan kata lain tidak
   menggunakan alat bantu seperti teleskop. Hal ini berdasarkan panduan yang telah dilakukakan
   pada masa Rasulullah SAW. Adapun hilal menurut bahasa ialah: bulan sabit, yang digambarkan
   dalam alquran dengan ujung pelapah kurma, sedangkan hilal menurut T. Djamaluddin, adalah:26


       23
          Tim Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Pedoman Hisab Muhammadiyah, cet. Ke-2, 19
       24
          Badan Hisab Rukyat, Almanak Hisab dan Rukyat, (Jakarta; Proyek Pembinaan Badan Peradilan
Agama, 1981), 99
       25
          Tim Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Pedoman Hisab Muhammadiyah, cet. Ke-2, 22-
23
       26
           T. Djamaluddin, Pengertian dan Perbandingan Madzhab tentang Hisab Rukyat dan Math’la’, 2.
Disampaikan pada "Musyawarah Nasional Tarjih ke-26", PP Muhammadiyah, Padang 1 – 5 Oktober 2003
                                                  10
“Hilal adalah bulan sabit pertama yang teramati di ufuk barat sesaat setelah matahari terbenam,
    tampak sebagai goresan garis cahaya yang tipis, dan bila menggunakan teleskop dengan
    pemroses citra bisa tampak sebagai garis cahaya tipis di tepi bulatan bulan yang mengarah ke
    matahari. Dari data-data rukyatul hilal jangka panjang, keberadaan hilal dibatasi oleh kriteria
    hisab tinggi minimal sekian derajat bila jaraknya dari matahari sekian derajat dan beda waktu
    terbenam bulan-matahari sekian menit.”


E. Hisab dan Rukyat dalam penentuan Awal bulan Qomariyah

    Menurut ilmu astronomi, dalam penetapan awal bulan qomariah (tahun hijriyah), ketinggian dan
azimuth bulan pada saat matahari terbenam pada tanggal 29 sebelum bulan baru hijriyah harus
diketahui dalam proses melakukan pengamatan bulan sabit awal bulan. Ada beberapa langkah yang
dapat dilakukan dalam proses penglihatana bulan sabit tersebut, yakni: 1) menghitung saat matahari
terbenam ditempat pengamatan; 2) menghitung Greenwich Mean Time (GMT) yang sesuai dengan
saat terbenam untuk menurunkan data deklinasi matahari, deklinasi bulan, dan sudut waktu bulan: 3)
mengubah sudut waktu bulan dari bujur Greenwich menjadi sudut bulan di tempat pengamatan; 4)
menghitung azimuth bulan dan azimut matahari, menggunakan ilmu ukur bola27; dan 5) menghitung
ketinggian bulan dengan ilmu ukur bola.28

        Selanjutnya, Rukyat dan istikmal merupakan dasar penetapan mengawali dan mengakhiri
bulan hijriyah, khususnya bulan ramadlan, syawal dan dzul hijjah. Inilah ketentuan yang terdapat
dalam syariah, yang tidak lain berdasarkan dari petunjuk rasulullah SAW baik secara qauliyah
maupun fi’liyah.29 Dengan demikian, kewajiban berpuasa dimulai dan dihentikan apabila terlihat hilal.
Bukan karena adanya hilal (wujud al-hilal). Karena walaupun hilal sudah ada tidak mungkin dapat
diamati, karena pengamatan dapat saja terhalang oleh sinar matahari.30 Kemudian istikmal dilakukan
apabila keadaan mendung31. Namun demikian, ada beberapa perbedaan mengenai hilal sebagai
penentu awal bulan qomariah, yakni:

1. Syafi’iyyah: ada beberapa ketentuan yang berkaitan dengan penetapan awal bulan, yaitu:
    pertama: awal bulan ramadlan terjadi dengan adanya hasil penglihatan bulan sabit (ru’yah al-
    hila>l), yang dilakukan oleh pengamat bulan yang adil (walaupun sifat adilnya tidak diketahui
        27
            Yang dimaksud di sini adalah teori segitiga bola, yakni susunan tiga buah lingkaran besar pada
permukaan bola yang saling berpotongan. Ilmu ini membicarakan hubungan di antara unsur-unsur dalam segitiga
bola. Ilmu ukur bola ini juga dipakai untuk menghitung arah kiblat. Bandingkan dengan Maskufa, Ilmu Falaq,
(Jakarta; Gaung Persada Press, 2009), 79
         28
            Farid Ruskanda dkk, Rukyat dengan Teknologi, (Jakarta; Gema Insani Press, 1994), 39-40
         29
            ‘Abd al-Rah{ma>n al-Jazi>ry, al-Fiqh ‘ala> maz{a>hib al-Arba’ah, juz 1, (Beirut; Da<r al-Kutub,
2003), 498
         30
            T. Djamaluddin, Pengertian dan Perbandingan Madzhab tentang Hisab Rukyat dan Math’la’, 4
        31
             ‫)صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته, فإن غبي عليك:م فأكملوا عدة شعبان يثليثين )رواه البخارى‬
                                          ّ 
                                                                 11
banyak orang), baik dalam keadaan cuaca yang cerah, sehingga tidak menghalangi proses
    penglihatan bulan sabit, maupun cuaca dalam keadaan tidak baik, sehingga dapat mempersulit
    usaha pengamat untuk melihat bulan sabit awal bulan.32 Kedua: hasil ru’yah diketahui oleh saksi
    yang beragama Islam, berakal, baligh, laki-laki dan adil. Khusus mengenai hilal bulan ramadlan
    dan syawal, saksi tidak boleh kurang dari dua orang.33 Ketiga: kesaksian dilakukan di depan orang
    yang berwenang34, dan kesaksiannya harus menggunakan kata jelas, yakni dengan ungkapan “saya
    bersaksi bahwa hilal telah terlihat”. Keempat: diwajibkan bagi orang yang melihat hilal untuk
    berpuasa, baik itu kesaksiannya melihat hilal diterima maupun tidak. Selain itu, wajib juga
    berpuasa bagi orang yang mempercayai hasil penglihatan hilal tersebut.35




2. Hanafiyyah: awal bulan dapat terjadi dengan beberapa ketentuan berikut: pertama: awal bulan
    ditentukan oleh hasil rukyat hilal, yang dilakukan oleh sekumpulan orang. Kaidah seperti ini
    digunakan, apabila keadaan alam baik, dengan begitu kegiatan rukyat hilal tidak tergangu. Selain
    itu, apabila dalam keadaan langit tidak mendukung proses rukyat hilal, kemudian ada seorang
    yang mengaku melihat hilal, maka kesaksiannya bisa diterima dengan syarat perukyat adalah
    orang Islam, berakal, baligh, dan adil. Kedua: orang yang melakukan penglihatan bulan sabit tidak
    disyaratkan harus laki-laki dan merdeka. Ketiga: hasil rukyat hilal harus dilaporkan kepada
    petugas yang berwenang. Keempat: puasa wajib dilakukan baik bagi orang yang melihat hilal
    maupun bagi orang yang mempercayai hasil rukyat orang yang telah melihat hilal.




3. Ma>likiyyah: pertama; hasil penglihatan bulan sabit dapat dijadikan patokan dimulainya awal
    bulan harus memenuhi beberapa syarat: a) yang melakukan pengamatan hilal adalah dua orang
    yang adil. Adapun yang dimaksud adil disini ialah laki-laki yang bukan budak, baligh berakal,
    tidak pernah melakukan dosa besar atau terbiasa dengan dosa kecil, dan mengerjakan prilaku yang
    mengurangi wibawa; b) hasil penampakan hilal diamati oleh orang banyak yang punya ilmu yang
    mumpuni dan kesepakatanya jauh dari hal yang tidak benar. Mereka itu tidak harus laki-laki yang
    merdeka dan baligh, serta adil; c) hilal hasil pengamatan satu orang bisa dijadikan sebagai dasar
    penetapan awal bulan bagi dirinya dan bagi orang yang mempercayainya. Dengan ketentuan yang

        32
             Apabila hanya seorang saja yang melihat hilal sedangkan yang lain tidak melihat, maka kesaksiannya
bisa diterima. Lihat Muh{ammad ibn Idri>s al-Shafi>’y, al-Umm, juz 3, yang diedit oleh Rif’at Fauzi ‘Abd al-
Mut}allib, (Beirut; Da>r al-Wafa>’, 2001), 232
          33
             Bandingkan dengan Shams al-Di>n Muh{ammad ibn Khati>b al Sharbi>ny, Mughn al-Muh{ta>j,
juz 1, diedit oleh Muh{ammad Khali>l ‘I>ta>ny, (Beirut; Da.r al-Ma’rifah, 1997), 617
          34
             Misalnya di Indonesia adalah hakim pengadilan Agama yang ditunjuk oleh pemerintah.
          35
             Bandingkan dengan Aby Zakaria Yah{ya> ibn Sharaf al-Nawa>wy, Raud{ah al-T{a>libi>n, juz 2,
diedit oleh ‘A>dil Ah{mad ‘Abd al-Mauju>d, (Riyadh; Da>r ‘Ala>m al-Kutub, 2003) , 207, dan ‘Abd al-
Rah{ma>n al-Jazi>ry, al-Fiqh ‘ala> maz{a>hib al-Arba’ah, juz 1, 499
                                                      12
percaya bukan orang yang melakukan pengamatan hilal. Perukyat dalam keadaan ini tidak
    disyaratkan laki-laki dan merdeka. Kedua; ketika penampakan hilal diketahui oleh dua orang adil
    atau sekelompok orang, maka diwajibkan berpuasa bagi semua orang yang mengetahui informasi
    tersebut. Begitupun apabila info tersebut diperoleh dari orang pemberi info yang adil mengenai
    hasil penampakan hilal. Dalam kesaksian tersebut wajib menggunakan sighat “‫ .”أشهد‬Ketiga;
    hasil penglihatan hilal harus dilaporkan kepada pejabat negara yang berwenang.




4. Hanabilah: terdapat beberapa ketentuan dalam penetapan awal bulan, yakni: pertama; hasil
    penglihatan hilal diperoleh dari orang yang adil baik sifat adilnya diketahui ataupun tidak.
    Perukyat tidak disyaratkan laki-laki dan merdeka. Hasil penglihatan hilal tidak perlu dikabarkan
    kepada orang lain dengan sighat “‫ .”أشهد‬kedua; perukyat tidak perlu dilaporkan kepada pejabat
    yang berwenang. Ketiga; bagi yang mengetahui hasil rukyat hilal wajib berpuasa.



        Di Indonesia, secara garis besar hisab dibagi menjadi 2, yakni hisab ‘urfi dan hisab haqiqi.
Hisab ‘urfi menetapkan umur satu tahun qomariah adalah 354 11/30 hari, sehingga kekurangan
pecahan hariannya dibuatlah istilah satu siklus qomariah setiap 30 tahun. Dalam sistem hisab ini
dikenal dengan tahun kabisah (dapat terjadi pada tahun ke-2, 5, 7, 10, 15, 18, 21, 24, 26, dan 29), dan
tahun basitah (selain dari urutan tahun kabisat). Selanjutnya, berbeda dengan hisab ‘urfi, dalam hisab
haqiqi, posisi hilal merupakan patokan dalam perhitungan bulan qomariah.

        Kemudian, dalam hisab haqiqi juga dapat dibagi menjadi 2, yaitu taqribi dan tahqiqi. Hisab
haqiqi taqribi merupakan sisitem hisab yang menghitung ijtima’ dan ketinggian hilal dengan cara
mencari rata-rata waktu ijtima’ dengan ditambah koreksi sederhana. dalam hisab seperti ini belum
dikenal rumus-rumus spherical trigonometry. Menurut sistem ini, ijtima’ yang terjadi sebelum
matahari terbenam selalu menjadikan ketinggian hilal bernilai positif. Berbeda dengan dengan hisab
taqribi, sistem hisab tahqiqi dalam menghitung ketinggian hilal selalu memperhatikan posisi orang
yang melakukakan pengamatan hilal, deklinasi bulan dan matahari, serta sudut waktu bulan dan
matahari.36 Jadi dapat ditarik kesimpulan, bahwa menurut sistem ini, setiap ijtima’ yang terjadi
sebelum matahari tebenam belum tentu menjadikan posisi hilal positif di atas ufuk.

        Selain itu, ada beberapa kriteria hisab yang dipakai di Indonesia, yaitu kriteria wujud hilal,
kriteria imkan rukyah dan kriteria ijtima’. Menurut kriteria wujud hilal, permulaan bulan qomariah,
apabila pada tanggal 29, matahari terbenam dan terdapat beberapa syarat yang kumpul, yakni: a) telah
terjadi ijtimak, b) ijtima; terjadi sebelum matahari terbenam, pada saat matahari terbenam, piringan

        36
          Bandingkan dengan Wahyu Widiana, Prosses Pengambilan Keputusan Departemen Agama tentang
Penentuan Awal dan Akhir Ramadlan, dalam “Rukyat dengan Teknologi”, (Jakarta; 1994), 80
                                                  13
atas bulan masih di atas ufuk.37 Kriteria wujud hilal dipakai oleh organisasi Islam Muhammadiyah.38
Menurut mereka hisab mempunyai kedudukan kuat dengan rukyat hilal dalam penentuan awal bulan
qomariah. Ini didasari oleh beberapa praktek yang dilakukan Nabi SAW pada masanya untuk
melakukan rukyat terhadap hilal dengan mempergunakan penglihatan mata, bukan dengan perhitungan
karena adanya ‘illat (alasan hukum). ‘illat hukum mengenai praktek tersebut, karena pada waktu itu
umat Islam belum mengerti pengetahuan yang cukup tentang astronomi, sehingga yang dilakukan
pada masa itu untuk menentukan awal bulan qomariah hanya me-rukyat hilal. Kemudian, ketika alasan
hukum tersebut sudah tidak ada, maka yang harus dijadikan patokan penentuan awal bbulan qomariah
adal hasil dari hisab.39 Karena sebagaimana diketahui, sekarang ini kemajuan ilmu astronomi di
kalangan umat Islam sudah lebih maju dibanding pada masa awal Islam.40

        Selanjutnya, bukan hanya dalam sistem hisab, dalam sitem rukyat pun terdapat beberapa
perbedaan, baik mengenai pelaksanaannya maupun dalam keabsahan dalam laporan hasilnya. Di
Indonesia, rukyat ada yang dilakukan dengan cara sederhana, tidak menggunakan perhitungan hisab
dan menggunakan mata telanjang, ada yang dilakukan dengan bantuan hasil hisab, serta ada juga yang
sudah menggunakan teropong.

        Adapun mengenai penggunaan alat dalam pengamatan hilal, para ulama berbeda pendapat
menyikapi hal tersebut. Sebagian ada yang melarang dan yang lainnya memperbolehkan. Kemudian
juga para ulama berbeda pendapat mengenai keabsahan hasil pengamatan hilal. Selain itu juga mereka
berbeda pendapat mengenai mathla’41 (tempat melakukan pengamatan hilal).42

        Kemudian, berkaitan dengan perhal hisab dan rukyat , di Indonesia terdapat organisari
masyarakat yang besar yakni Nahdhatul Ulama (NU) dengan metode rukyat hilal sebagai penentu
        37
           Tim Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Pedoman Hisab Muhammadiyah, cet. Ke-2, 23
        38
           Sudah dipakai sejak keputusan Tarjih Muhammadiyah. Kemudian dikuatkan dengan keputusan Tarjih
pada tahun 2003, yang salah satu putusannya, bahwa hisab sama kedudukannya dengan hilal dalam menentukan
awal bulan qomariah.
        39
           ‫الحكم يدور مع علته وجودا وعدما‬
                         ّ
        40
           Tim Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Pedoman Hisab Muhammadiyah, cet. Ke-2, 75
        41
           Dalam penetapan matla’ para ulama mendasarkannya kepada hadis yang diriwayatkan oleh Kurayb,
Ibn Abbâs dan beberapa hadits lain.20 Dari hadis-hadis tersebut para ulama berselisih pendapat. Pendapat
pertama adalah penentuan awal bulan didasarkan pada matla’ wilayah yang didasarkan pada hadits Ibnu Abbas.
Pendapat ini adalah salah satu pendapat madzab Syafi’i. Pendapat kedua adalah penentuan awal bulan
didasarkan pada matla’ ‘alam, yaitu apabila suatu negeri melihat hilâl, maka seluruh negeri harus mengikutinya.
Pendapat kedua ini masyhûr dari kalangan madzhab Mâlikiyah. Pendapat ketiga adalah penentuan awal bulan
didasarkan pada matla’ wilayah atau pada suatu negeri yang berdekatan. Pendapat ini diikuti oleh sebagian kecil
ulama Syâfi’iyah. Sedangkan dalam menentukan jarak (jauh) ada beberapa pendapat, pertama, dengan
perbedaan matla’. Ukuran matla’ dalam konteks ini adalah jarak bolehnya menqashar salat. Kedua, perbedaan
iklim. Dalam konteks ini Al-Sarkhasi menyatakan bahwa keharusan ru’yah bagi setiap negeri yang tidak samar
atas mereka hilâl. Ketiga, Imam Syawkani menambahkan bahwa tidak harus sama dalam memulai dan
mengakhiri puasa jika berbeda dua arah, yakni tinggi dan rendah yang menyebabkan salah satunya mudah
melihat hilâl. Bandingkan dengan Ibnu H{ajar, Fathul Ba>ri, Juz IV (Beirut; Da>r al-Fikr, ttp), hlm. 147, dan
As-Shan’ani, Subulus Salam, Juz II,. 310
        42
           Wahyu Widiana, Prosses Pengambilan Keputusan Departemen Agama tentang Penentuan Awal dan
Akhir Ramadlan, 81
                                                      14
permulaan awal bulan qomariah. Selain itu, NU juga mempergunakan hisab kriteria imkan al-rukyah
sebagai pendukung proses pengamatan hilal. Hisab oleh NU dijadikan pedoman untuk menetukan arah
hilal yang akan diamati, dan juga dijadikan sebagai patokan dalam membatasi minimal ketinggian
hilal yang mungkin bisa dilakukan pengamatan hilal. Adapun minimal ketinggian hilal (irtifa>’ al-
hila>l) yang dipakai oleh NU adalah 2 derajat 30 menit. Dengan demikian, jika ada sebuah berita yang
menyatakan hilal sudah dapat di-rukyat, sedangkan tinggi hilal belum memenuhi syarat, maka berita
tersebut tidak dapat diterima.43

        Selain organisasi Islam yang ada di Indonesia, pemerintah juga ikut andil dalam penetapan
untuk menetukan awal bbulan qomariah, khususnya bulan ramadlan, syawal, dan dzulhijjah.

Tanggal 25 April 2012 yang lalu, Kementerian Agama telah mengundang 60 perwakilan ormas Islam,
Pondok Pesantren, para pakar hisab-rukyat dan instansi terkait; Bosscha ITB, LAPAN, BMKG dan
Planetarium & Observatorium untuk menggagas terwujudnya Kalender Islam Tunggal, akan tetapi
setelah dirumuskannya gagasan kesepakatan tersebut dalam butir-butir kalimat, lagi-lagi yang terjadi
adalah ketidak sepakatan.44
Butir 2 dan 3 kesepakatan itu berbunyi:


        2). Untuk menuju kesatuan penetapan awal bulan Ramadan, Syawal dan Zulhijah dibutuhkan
        3 prasyarat yang harus dipenuhi, yaitu: 1) pemberian dan pengakuan otoritas kepada
        lembaga tertentu (MUI sejauh ini memberikan otoritas tersebut kepada Kementerian Agama
        RI); 2) adanya kriteria yang disepakati; dan 3) adanya wilayah pemberlakuan hukum;
        3) Sejauh ini belum ada kesepakatan butir kedua, yaitu mengenai kriteria awal bulan
        qomariyah. Untuk menuju ke sana, pihak-pihak yang hadir dalam forum setuju untuk
        membentuk tim kecil perumus kriteria yang terdiri dari perwakilan ahli hisab rukyat ormas
        dan instansi terkait, dengan difasilitasi oleh Kementerian Agama dan supervisi pimpinan
        ormas.


        Ketidaksepakatan itu terjadi karena di antara mereka ada beberapa metode yang dipegang dan
dipedomani untuk menetukan awal bulan qomariyah. Untuk itu menurut T. Djamaluddin perlu adanya
ukuran pasti mengenai ketinggian hilal, misalnya, yang menjadi acuan pergantian bulan qomariyah.45
Dengan demikian, maka tidak akan terjadi penentuan awal bulan baik oleh ormas yang memakai
metode hisab dan ormas yang memakai metode rukyat hilal.

        43
             Resume dari beberapa artikel yang ada di situs www.nu.or.id. Bandingkan dengan T. Djamaluddin
dalam “Analisis Visibilitas Hilal untuk Usulan Kriteria Tunggal di Indonesia”, 2001
(http://tdjamaluddin.wordpress.com/category/Hisab-rukyat). Diakses 21/09/2012
          44
             Abdul Salam, Menyoal Kriteria “Imkan Ru’yah” Sebagai Penetapan Awal Bulan Qomariyah, 2012.
          45
             T. Djamaluddin, Astronomi Memberi Solusi Penyatuan Umat, (Jakarta; Lembaga Penerbangan dan
Badan Antariksa Nasional, 2011), 11-12
                                                   15
DAFTAR PUSTAKA

    A. Jamil, Ilmu Falak, (Jakarta; Amzah, 2009)
    Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyat “menyatukan NU &Muhammadiyah dalam penentuan Awal
    Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, (Jakarta; Erlangga, 2007)
    Muhammad bin Abdul wahha>b, al-‘Adhb al-Zala>l fi Maba>hith Ru’yah al-Hila>l, (kairo;
    Daulah Qat}r, 1977)
    Muhammad ‘Abd al- Qa>dir, Ahka>m al-Shiya>m li al-Imam Ibnu Taimiyah, (Beirut; da>r al-
    Kutub al-‘Ilmiyyah, 1991)
Muh{ammad Isma>’il al-Bukha>ry, al-Ja>mi’ al-S}a>h{ih{, (Kairo; al-Mat}baghah al-Salafiyah,
      1982)
Tino Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, (Jakarta: Amytahas Publicita, 2007)
Muh{ammad ibn Isma>’il al-Bukha>ry, al-Ja>mi’ al-S}ah{i>h{, juz 2, 33
Ma>lik ibn Anas, al-Muwat}t}a’, jilid 2, diedit oleh Sali>m ibn ‘I>d al-Hila>lyy al-Salafy, (Dubai;
      Majmu’ah al-Furqa>n al-Tija}riyah, 2003)
Abi Al-H{usayn Muslim bin Al-H{ajja>j, S}ah{i>h{ Muslim, (Riyadh; Bayt al-Afka>r al-Dauliyah,
      1998)
Abi Abdulla>h al-H{a>kim al-Naisabury, al-Mustadrak ‘ala al-S}ah{ihayn, juz 1, (Kairo; Da>r al-
      H{aramayn, 1997)
Aby Daud Sulaima>n al-Ash’ath al-Sijista>ny, Sunan Aby Daud, diedit oleh ‘Ubayd al-Da’a>s
      dan’A>dil al-Sayyid, juz 2, (Beirut, Da>r Ibn H{azm, 1997)
T       Djamaluddin        dalam         “Visibilitas     Hilal      di       Indonesia”,         2000
      http://jurnal.lapan.go.id/index.php/warta_lapan/article/view/1063/952. diakses 21/09/2012
http://www.bmkg.go.id/bmkg_pusat/Geofisika/Tanda_Waktu/INFORMASI_HILAL_SAAT_MATAH
      ARI_TERBENAM_TANGGAL_20_JUNI_2012_M_
      %28PENENTU_AWAL_BULAN_SYABAN_1433_H%29.bmkg. Diakses 06/12/2012
Muh{ammad Jabar al-Ulfy, Manhajiyat Ithba>t al-Ahillah fi Z{ill al-Mutaghoyyira>t al-
      Mu’a>s}irah, (Riyad{; t.p, 2005)
Chaerul Zen, Ensiklopedia Ilmu Falak dan Rumus-Rumus Hisab Falak, (Medan; t.p, 2008)
Tim Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Pedoman Hisab Muhammadiyah, cet. Ke-2,
      (Yogyakarta; Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, 2009), 18. Bandingkan dengan
      Asadurrahman, kebijakan Pemerintah dalam Penentuan Awal Bulan Qomariah, (Jakarta; UIN
      Jakarta , 2009 )
Abdul Salam Nawawi, “Metode Hisab (Perhitungan Astronomis)” , NU Online, 28 Februari 2008,
      (diakses 26 November 2012)

                                                  16
Badan Hisab Rukyat, Almanak Hisab dan Rukyat, (Jakarta; Proyek Pembinaan Badan Peradilan
      Agama, 1981)
 T. Djamaluddin, Pengertian dan Perbandingan Madzhab tentang Hisab Rukyat dan Math’la’, 2.
      Disampaikan pada "Musyawarah Nasional Tarjih ke-26", PP Muhammadiyah, Padang 1 – 5
      Oktober 2003
Maskufa, Ilmu Falaq, (Jakarta; Gaung Persada Press, 2009), 79
Farid Ruskanda dkk, Rukyat dengan Teknologi, (Jakarta; Gema Insani Press, 1994)
‘Abd al-Rah{ma>n al-Jazi>ry, al-Fiqh ‘ala> maz{a>hib al-Arba’ah, juz 1, (Beirut; Da<r al-Kutub,
      2003)
Muh{ammad ibn Idri>s al-Shafi>’y, al-Umm, juz 3, yang diedit oleh Rif’at Fauzi ‘Abd al-Mut}allib,
      (Beirut; Da>r al-Wafa>’, 2001)
Shams al-Di>n Muh{ammad ibn Khati>b al Sharbi>ny, Mughn al-Muh{ta>j, juz 1, diedit oleh
      Muh{ammad Khali>l ‘I>ta>ny, (Beirut; Da.r al-Ma’rifah, 1997)
Aby Zakaria Yah{ya> ibn Sharaf al-Nawa>wy, Raud{ah al-T{a>libi>n, juz 2, diedit oleh ‘A>dil
      Ah{mad ‘Abd al-Mauju>d, (Riyadh; Da>r ‘Ala>m al-Kutub, 2003) , 207, dan ‘Abd al-
      Rah{ma>n al-Jazi>ry, al-Fiqh ‘ala> maz{a>hib al-Arba’ah (Beirut; Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah,
      2002)
Wahyu Widiana, Prosses Pengambilan Keputusan Departemen Agama tentang Penentuan Awal dan
      Akhir Ramadlan, dalam “Rukyat dengan Teknologi”, (Jakarta; 1994)
Ibnu H{ajar, Fathul Ba>ri, Juz IV, (Beirut, Maktabah al-Kharra>j, 1997)
As-Shan’ani, Subulus Salam, Juz II, (Beirut; Da>r al-ilm, 1999),
T. Djamaluddin dalam “Analisis Visibilitas Hilal untuk Usulan Kriteria Tunggal di Indonesia”, 2001
      (http://tdjamaluddin.wordpress.com/category/Hisab-rukyat). Diakses 21/09/2012
Abdul Salam, Menyoal Kriteria “Imkan Ru’yah” Sebagai Penetapan Awal Bulan Qomariyah, 2012.
T. Djamaluddin, Astronomi Memberi Solusi Penyatuan Umat, (Jakarta; Lembaga Penerbangan dan
      Badan Antariksa Nasional, 2011), 11-12




                                                 17
PENENTUAN AWAL BULAN QOMARIYAH
           (PERBEDAAN RUKYAT DAN HISAB)


                   Sebagai tugas Mata Kuliah:
                ISU-ISU FIQH KONTEMPORER




              Dosen Penanggung Jawab Mata Kuliah:
            Prof.Dr. Said Agil Husin Al Munawwar, MA




                             Oleh:
                    HAFIDZ TAQIYUDDIN
                     NIM: 11.2.00.0.01.0107




             KONSENTRASI SYARIAH-FIQH
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI (UIN) SYARIF
               HIDAYATULLAH JAKARTA
                       2012 M/1434 H



                              18

More Related Content

Viewers also liked

What does it take to Conquer the MCSA
What does it take to Conquer the MCSAWhat does it take to Conquer the MCSA
What does it take to Conquer the MCSA
Mercury Solutions Limited
 
Population and environment
Population and environmentPopulation and environment
Population and environment
Christian Orsolino
 
How to Pass CISA Exam
How to Pass CISA ExamHow to Pass CISA Exam
How to Pass CISA Exam
Mercury Solutions Limited
 
Fall Protection in Construction
Fall Protection in ConstructionFall Protection in Construction
Fall Protection in Construction
Proactive Safety Services, LLC
 
THE FOUR-LEGGED ANGEL
THE FOUR-LEGGED ANGELTHE FOUR-LEGGED ANGEL
THE FOUR-LEGGED ANGEL
ESCRIBAVALDEMIR
 
basic research versus applied research
basic research versus applied researchbasic research versus applied research
basic research versus applied research
Christian Orsolino
 
Planos seriados
Planos seriadosPlanos seriados
Planos seriadosMay Guedez
 
IntroduçãO Ao So GráFico 4
IntroduçãO Ao So GráFico 4IntroduçãO Ao So GráFico 4
IntroduçãO Ao So GráFico 4Sofia Gonçalves
 

Viewers also liked (14)

Content for Print
Content for PrintContent for Print
Content for Print
 
What does it take to Conquer the MCSA
What does it take to Conquer the MCSAWhat does it take to Conquer the MCSA
What does it take to Conquer the MCSA
 
Population and environment
Population and environmentPopulation and environment
Population and environment
 
Legends of glodzhevo
Legends of glodzhevoLegends of glodzhevo
Legends of glodzhevo
 
How to Pass CISA Exam
How to Pass CISA ExamHow to Pass CISA Exam
How to Pass CISA Exam
 
Fall Protection in Construction
Fall Protection in ConstructionFall Protection in Construction
Fall Protection in Construction
 
THE FOUR-LEGGED ANGEL
THE FOUR-LEGGED ANGELTHE FOUR-LEGGED ANGEL
THE FOUR-LEGGED ANGEL
 
Kaledos
KaledosKaledos
Kaledos
 
basic research versus applied research
basic research versus applied researchbasic research versus applied research
basic research versus applied research
 
Planos seriados
Planos seriadosPlanos seriados
Planos seriados
 
Bombas
BombasBombas
Bombas
 
7.TBH CD cover
7.TBH CD cover7.TBH CD cover
7.TBH CD cover
 
Tserilebi
TserilebiTserilebi
Tserilebi
 
IntroduçãO Ao So GráFico 4
IntroduçãO Ao So GráFico 4IntroduçãO Ao So GráFico 4
IntroduçãO Ao So GráFico 4
 

Similar to Makalah isu fiqh

KONTEKS MAKKIYAH DAN MANADIYAH SISTEM KALENDER UMAT ISLAM
KONTEKS MAKKIYAH DAN MANADIYAH SISTEM KALENDER UMAT ISLAMKONTEKS MAKKIYAH DAN MANADIYAH SISTEM KALENDER UMAT ISLAM
KONTEKS MAKKIYAH DAN MANADIYAH SISTEM KALENDER UMAT ISLAM
IAIN Tulungagung
 
Materi Perbedaan Hisab & Rukyat.pptx
Materi Perbedaan Hisab & Rukyat.pptxMateri Perbedaan Hisab & Rukyat.pptx
Materi Perbedaan Hisab & Rukyat.pptx
AliSyawaluddin
 
Ppt ipa hrp
Ppt ipa hrpPpt ipa hrp
Ppt ipa hrp
Rianda Putra
 
Sistem kalender masehi dan hijriah
Sistem kalender masehi dan hijriahSistem kalender masehi dan hijriah
Sistem kalender masehi dan hijriahSiti Rani
 
PPT. kelompok 5 Pemikiran Ismail Noer.pptx
PPT. kelompok 5 Pemikiran Ismail Noer.pptxPPT. kelompok 5 Pemikiran Ismail Noer.pptx
PPT. kelompok 5 Pemikiran Ismail Noer.pptx
BangSatria5
 
Telaah kitab sullamun naayiroini
Telaah kitab sullamun naayiroiniTelaah kitab sullamun naayiroini
Telaah kitab sullamun naayiroini
Misbahus Surur
 
Titik Temu Hisab dan Ru'yah
Titik Temu Hisab dan Ru'yahTitik Temu Hisab dan Ru'yah
Titik Temu Hisab dan Ru'yah
Muhayat Akbar
 
Awal Ramadhan dan Syawal 1435 H/2014 M
Awal Ramadhan dan Syawal 1435 H/2014 MAwal Ramadhan dan Syawal 1435 H/2014 M
Awal Ramadhan dan Syawal 1435 H/2014 M
Alfan Nasrulloh
 
Astronomi waktu dan kalender
Astronomi waktu dan kalenderAstronomi waktu dan kalender
Astronomi waktu dan kalender
Ajeng Rizki Rahmawati
 
back up krenova Litbang Magelang 'Memasyarakatkan kalender qomariah'[Rizal Pa...
back up krenova Litbang Magelang 'Memasyarakatkan kalender qomariah'[Rizal Pa...back up krenova Litbang Magelang 'Memasyarakatkan kalender qomariah'[Rizal Pa...
back up krenova Litbang Magelang 'Memasyarakatkan kalender qomariah'[Rizal Pa...
UD. Berkah Jaya Komputer
 
Makalah fiqih
Makalah fiqihMakalah fiqih
Euforia akhir tahun
Euforia akhir tahunEuforia akhir tahun
Euforia akhir tahun
Zulfikar Tamher
 
4 Bbulan Hharam - Ppengajian Baitul Muttaqin bsd - Dr. H. Hasani Ahmad Said, ...
4 Bbulan Hharam - Ppengajian Baitul Muttaqin bsd - Dr. H. Hasani Ahmad Said, ...4 Bbulan Hharam - Ppengajian Baitul Muttaqin bsd - Dr. H. Hasani Ahmad Said, ...
4 Bbulan Hharam - Ppengajian Baitul Muttaqin bsd - Dr. H. Hasani Ahmad Said, ...
Hasaniahmadsaid
 
Cara mengkonversi kalender hijriyah ke kalender masehi
Cara mengkonversi kalender hijriyah ke kalender masehiCara mengkonversi kalender hijriyah ke kalender masehi
Cara mengkonversi kalender hijriyah ke kalender masehi
Universitas Siliwangi
 
Cara mengkonversi kalender hijriyah ke kalender masehi
Cara mengkonversi kalender hijriyah ke kalender masehiCara mengkonversi kalender hijriyah ke kalender masehi
Cara mengkonversi kalender hijriyah ke kalender masehiUniversitas Siliwangi
 
Kertas isu falak dalam ibadah 1
Kertas isu falak dalam ibadah 1Kertas isu falak dalam ibadah 1
Kertas isu falak dalam ibadah 1Mohd Ali
 
Power point kelompok 5
Power point kelompok 5Power point kelompok 5
Power point kelompok 5
nuriyanti2
 
Makalah ilmu pendidikan alam
Makalah ilmu pendidikan alamMakalah ilmu pendidikan alam
Makalah ilmu pendidikan alam
nuriyanti2
 
Kalender Bulan
Kalender BulanKalender Bulan
Kalender Bulan
Ajeng Rizki Rahmawati
 

Similar to Makalah isu fiqh (20)

KONTEKS MAKKIYAH DAN MANADIYAH SISTEM KALENDER UMAT ISLAM
KONTEKS MAKKIYAH DAN MANADIYAH SISTEM KALENDER UMAT ISLAMKONTEKS MAKKIYAH DAN MANADIYAH SISTEM KALENDER UMAT ISLAM
KONTEKS MAKKIYAH DAN MANADIYAH SISTEM KALENDER UMAT ISLAM
 
Materi Perbedaan Hisab & Rukyat.pptx
Materi Perbedaan Hisab & Rukyat.pptxMateri Perbedaan Hisab & Rukyat.pptx
Materi Perbedaan Hisab & Rukyat.pptx
 
Ppt ipa hrp
Ppt ipa hrpPpt ipa hrp
Ppt ipa hrp
 
Sistem kalender masehi dan hijriah
Sistem kalender masehi dan hijriahSistem kalender masehi dan hijriah
Sistem kalender masehi dan hijriah
 
PPT. kelompok 5 Pemikiran Ismail Noer.pptx
PPT. kelompok 5 Pemikiran Ismail Noer.pptxPPT. kelompok 5 Pemikiran Ismail Noer.pptx
PPT. kelompok 5 Pemikiran Ismail Noer.pptx
 
Telaah kitab sullamun naayiroini
Telaah kitab sullamun naayiroiniTelaah kitab sullamun naayiroini
Telaah kitab sullamun naayiroini
 
Sistem kalender dunia
Sistem kalender duniaSistem kalender dunia
Sistem kalender dunia
 
Titik Temu Hisab dan Ru'yah
Titik Temu Hisab dan Ru'yahTitik Temu Hisab dan Ru'yah
Titik Temu Hisab dan Ru'yah
 
Awal Ramadhan dan Syawal 1435 H/2014 M
Awal Ramadhan dan Syawal 1435 H/2014 MAwal Ramadhan dan Syawal 1435 H/2014 M
Awal Ramadhan dan Syawal 1435 H/2014 M
 
Astronomi waktu dan kalender
Astronomi waktu dan kalenderAstronomi waktu dan kalender
Astronomi waktu dan kalender
 
back up krenova Litbang Magelang 'Memasyarakatkan kalender qomariah'[Rizal Pa...
back up krenova Litbang Magelang 'Memasyarakatkan kalender qomariah'[Rizal Pa...back up krenova Litbang Magelang 'Memasyarakatkan kalender qomariah'[Rizal Pa...
back up krenova Litbang Magelang 'Memasyarakatkan kalender qomariah'[Rizal Pa...
 
Makalah fiqih
Makalah fiqihMakalah fiqih
Makalah fiqih
 
Euforia akhir tahun
Euforia akhir tahunEuforia akhir tahun
Euforia akhir tahun
 
4 Bbulan Hharam - Ppengajian Baitul Muttaqin bsd - Dr. H. Hasani Ahmad Said, ...
4 Bbulan Hharam - Ppengajian Baitul Muttaqin bsd - Dr. H. Hasani Ahmad Said, ...4 Bbulan Hharam - Ppengajian Baitul Muttaqin bsd - Dr. H. Hasani Ahmad Said, ...
4 Bbulan Hharam - Ppengajian Baitul Muttaqin bsd - Dr. H. Hasani Ahmad Said, ...
 
Cara mengkonversi kalender hijriyah ke kalender masehi
Cara mengkonversi kalender hijriyah ke kalender masehiCara mengkonversi kalender hijriyah ke kalender masehi
Cara mengkonversi kalender hijriyah ke kalender masehi
 
Cara mengkonversi kalender hijriyah ke kalender masehi
Cara mengkonversi kalender hijriyah ke kalender masehiCara mengkonversi kalender hijriyah ke kalender masehi
Cara mengkonversi kalender hijriyah ke kalender masehi
 
Kertas isu falak dalam ibadah 1
Kertas isu falak dalam ibadah 1Kertas isu falak dalam ibadah 1
Kertas isu falak dalam ibadah 1
 
Power point kelompok 5
Power point kelompok 5Power point kelompok 5
Power point kelompok 5
 
Makalah ilmu pendidikan alam
Makalah ilmu pendidikan alamMakalah ilmu pendidikan alam
Makalah ilmu pendidikan alam
 
Kalender Bulan
Kalender BulanKalender Bulan
Kalender Bulan
 

Recently uploaded

Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdfLaporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
heridawesty4
 
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.pptKOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
Dedi Dwitagama
 
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdfSapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
TarkaTarka
 
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
MirnasariMutmainna1
 
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
haryonospdsd011
 
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
widyakusuma99
 
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawasPrensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
suprihatin1885
 
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docxRUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
lastri261
 
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdfLK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
UditGheozi2
 
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docxRUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
kinayaptr30
 
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum MerdekaModul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdfPETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
Hernowo Subiantoro
 
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptxJuknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
mattaja008
 
PPT Aksi Nyata Diseminasi Modul 1.4.pptx
PPT Aksi Nyata Diseminasi Modul 1.4.pptxPPT Aksi Nyata Diseminasi Modul 1.4.pptx
PPT Aksi Nyata Diseminasi Modul 1.4.pptx
Kurnia Fajar
 
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERILAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
PURWANTOSDNWATES2
 
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
agusmulyadi08
 
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt x
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt           xKoneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt           x
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt x
johan199969
 
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docxINSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
lindaagina84
 
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogortugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
WILDANREYkun
 
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdfRHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
asyi1
 

Recently uploaded (20)

Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdfLaporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
 
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.pptKOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
 
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdfSapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
 
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
 
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
 
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
 
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawasPrensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
 
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docxRUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
 
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdfLK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
 
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docxRUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
 
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum MerdekaModul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
 
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdfPETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
 
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptxJuknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
 
PPT Aksi Nyata Diseminasi Modul 1.4.pptx
PPT Aksi Nyata Diseminasi Modul 1.4.pptxPPT Aksi Nyata Diseminasi Modul 1.4.pptx
PPT Aksi Nyata Diseminasi Modul 1.4.pptx
 
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERILAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
 
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
 
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt x
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt           xKoneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt           x
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt x
 
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docxINSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
 
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogortugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
 
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdfRHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
 

Makalah isu fiqh

  • 1. PENENTUAN AWAL BULAN QOMARIYAH (PERBEDAAN RUKYAT DAN HISAB) A. Pendahuluan Dalam ilmu penanggalan, selain dikenal adanya tahun masehi yang dimulai dengan bulan Januari dan diakhiri dengan bulan Desember, dikenal pula dalam Islam tahun Hijriyah. Tahun hijriyah juga terdiri dari 12 bulan bulan sebagaimana tahun masehi. Selain istilah kedua tahun tersebut memiliki nama-nama bulan yang berbeda, hitungan hari bulan-bulan tahun hijriyah juga berbeda dengan hitungan hari bulan tahun masehi. Hal ini karena perhitungan hari bulan tahun hijriyah dihitung berdasarkan lamanya putaran bulan ketika mengelilingi bumi, oleh karena itu dikenal dengan bulan-bulan qomariyah. Penentuan awal bulan qomariyah merupakan suatu hal yang sangat urgen dalam hal ketepatannya bagi umat Islam, karena sangat erat kaitannya dengan kegiatan ibadah. Permasalahan penentuan awal bulan qamariyah, dari berbagai aspeknya, selalu menarik untuk dikaji, khususnya tentang penentuan awal Ramadhan, Syawal, dan tanggal 10 Zulhijjah. Seringkali timbul pertanyaan di kalangan masyarakat manakala terjadi perbedaan dalam penentuannya. Sejak zaman Rasulullah sampai sekarang ini, praktek penentuan awal bulan qamariyah, khususnya awal Ramadhan dan Syawal, sudah rutin dilakukan oleh umat Islam, dan sistem perhitungannyapun telah mengalami perkembangan. Untuk mengetahui tanggal 1 bulan qomariyah, bisa dilakukan dengan menempuh metode hisab, yakni penentuan awal bulan qamariyah yang didasarkan pada perhitungan lamanya peredaran bulan mengelilingi bumi. Metode ini biasanya dilakukan sebelum tahun baru hijriyah dimulai1, misalnya: tanggal 1 bulan Muharram sampai bulan Dzu al-Hijjah tahun 1434 H bisa dihitung pada tahun sebelumnya, yakni tahun 1433 H. Selain metode hisab, dalam penanggalan Islam – dikenal ilmu falak – ada pula metode lain yang dipergunakan untuk mengetahui awal bulan qomariyah, yakni ru’yah al- hila>l, yakni melihat bulan sabit ketika hendak pergantian bulan, yang dilakukan pada tanggal 29 atau malam tanggal 30 pada bulan hijriyah. 1 Seperti yang dilakukan Lajnah Falakiyah Nahdhatul Ulama, dengan menyelenggarakan musyawarah ahli hisab, astronom,dan ahli rukyat untuk merumuskan hitungan hisab kalender tahun-tahun berikutnya. Hisab jama’iy/kolektif/penyerasian, diumumkan melalui almanak setiap tahun dan digunakan untuk penyelenggaraan rukyatul hilal. 1
  • 2. Sebetulnya, dalam kegiatan melihat atau meneropong bulan ini, tidak terlepas dari hasil hisab, sebagai patokan kapan ru’yah2 hilal bisa dilakukan. Selain itu, penglihatan bulan ini dapat dilakukan, apabila keadaan cuaca yang baik. Karena apabila cuaca dalam keadaan tidak baik atau mendung, maka kegiatan penglihatan bulan sabit awal bulan bulan tidak dapat dilakukan. Kemudian menimbulkan konsekuensi jumlah hari bulan - ketika dilakukan ru’yah hilal – harus digenapkan menjadi 30 hari. Hal ini berdasarkan hadits Nabi SAW,: ‫عن أبي هريرة رضي ال عنه يقول: قال النبي صلى ال عليه وسسل:م: صسسوموا لرؤيتسسه وأفطسسروا لرؤيتسسه, فسسإن‬ ّ ّ 3 .‫غبي عليك:م فأكملوا عدة شعبان يثليثين‬ ّ Mengenai ru’yah hilal ini, walaupun objek yang diamati adalah sama, masih sering terjadi perbedaan penetapan awal bulan qomariyah. Hal seperti ini disebabkan oleh ukuran minimal lamanya hilal terlihat sampai pergantian bulan baru. Selain itu, perbedaan pula terjadi mengenai keabsahan hasil penglihatan bulan sabit baru, misalnya: mengenai siapa yang melakukan ru’yah dan syarat-syarat orang yang melihat hilal, serta mengenai saksi ru’yah hilal. Selain perbedaan di atas, mengenai hasil penglihatan bulan sabit, sering kali pula timbul pro kontra apakah hasil penglihatan tersebut berakibat hukum pergantian bulan kepada masyarakat di suatu wilayah atau negara tempat dilakukan ru’yah, atau berlaku pula untuk Negara atau wilayah lain? Ada yang berpendapat berakibat pergantian bulan dan ada yang berpendapat tidak berakibat. Oleh karena demikian, ada masalah muskil yang mengemuka dan berimplikasi munculnya perbedaan pendapat yang berkepanjangan. Untuk mendapat jawaban atas masalah pokok tersebut di atas, umat Islam terus menerus selama ratusan tahun mengkajinya dari penafsiran makna tersirat dari nash Al-Quran dan pendapat ulama terdahulu yang mungkin didasarkan pada perkembangan pemikiran pada zamannya. Makalah ini akan membahas pendapat fuqaha mengenai hilal dan permasalahannya, metode hisab dan rukyat yang ada di Indonesia. Karena dalam prakteknya, khususnya di Indonesia, penentuan awal bulan qomariyah sangat ditentukan oleh metode yang digunakan. Misalnya, ormas Muhammadiyah lebih cenderung memilih metode hisab-nya, dan Nahdhatul Ulama dengan penggunaan rukyat hilal atau dikenal dengan ru’yah bi al-fi’li. Selanjutnya dibahas kemungkinan titik temu kedua metode hisab dan rukyat, dengan dasar pemikiran pendapat penganut hisab, bahwa hisab merupakan penentua awal bulan qomariyah sehingga dapat disebut ru’yat bi al-‘ilmi. Penganut rukyat 2 Selanjutnya, baik kata rukyat maupun ru’yah mengandung makna yang sama 3 Muh{ammad Isma>’il al-Bukha>ry, al-Ja>mi’ al-S}a>h{ih{, (Kairo; al-Mat}baghah al-Salafiyah, 1982), 33 2
  • 3. berpedoman, bahwa kesaksian tentang penglihatan bulan sabit (ru’yah al-hilal) dapat ditolak jika tidak didukung oleh hisab yang akurat. B. Konsep bulan qomariyah 4 Bulan dalam bahasa arab berarti ‫ ,القمر‬dan dalam bahasa inggris berarti moon. Dalam kacamata astronomi, bulan adalah benda langit yang memiliki diameter sepanjang 3.476 km dan mengorbit mengelilingi bumi pada jarak 384.403 km dengan orbit yang berbentuk eliptik. Adapun sumbu putar rotasi bulan membentuk busur miring, sebesar 1,5424 derajat terhadap sumbu putar bumi. Kemudian, sinodik bulan adalah 29 hari 12 jam 44 menit.5 Selanjutnya, berkaitan dengan bulan yang dijadikan sebagai objek pengamatan dalam menentukan awal bulan qomariah, dianggap penting menerangkan fase yang dimiliki oleh bulan. Fase bulan adalah bentuk bulan yang terlihat dari bumi yang dipengaruhi proses revolusi bulan terhadap bumi, yang juga karena p[erubahan sudut dari mana kita melihat bulan tersebut. Fase bulan yang utama yakni: 1) bulan baru (new moon), 2) kuartal pertama (1st quarter), 3) bulan purnama (full moon), dan 4) kuartal ketiga.6 Fase yang pertama dan fase yang terakhir dikenal juga dengan istilah bulan sabit (crescent moon), perbedaannya adalah sisi runcingnya. Fase pertama inilah yang kemudian erat sekali dengan penentuan dimulainya bulan-bulan pada kalender hijriyah. Berbicara mengenai kalender, terdapat beberapa kalender yang yang dipergunakan, yakni antara lain:7 a) Kalender Cina, yaitu kalender yang digunakan sejak abad ke 14-SM. Kelender ini sudah menggunakan prinsip ilmu pengetahuan modern dalam perhitungannya dilakukan melalui pengamatan astronomis dengan memperhitungkan bujur matahari dan fase bulan. Awal bulan kalender ini dimulai saat terjadinya konjungsi bulan dan matahari. Kalender ini hamper mirip dengan kalender yang digunakan oleh etnis Yahudi. b) Kalender India, yaitu kalender yang dijadikan pedoman kegiatan hari besar keberagamaan umat Hindu, Budha, dan jainis di India. Kalender ini perhitungannya berdasarkan gerakan matahari dan bulan. Nama-nama bulannya adalah sebagai berikut: Caitra, Vaisakha, Jyaistha, Asadha, Sravana, Bhadra, Asvina, Kartika, Agrahayana, Pausa, Magha, dan Phalguna. c) Kalender Julian, merupakan kalender yang digunakan pada masa kerajaan Roma, yang dicetuskan oleh Kaisar Julian Cesar yang dibantu oleh astronom yang bernama Sosigenes. 4 Yang dimaksud dengan bulan qomariyah disini adalah bulan yang terdapat dalam kalender bulan (Lunar Calender). 5 Tino Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, (Jakarta: Amytahas Publicita, 2007), 27-28 6 Tino Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, 32 7 Tino Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, 51-53 3
  • 4. kalender ini merupakan kalender yang pada mulanya diadopsi dari kalender Aristarcus yang dipakai oleh penduduk Alexandria yang merupakan kalender matahari yang mana terdoro atas 12 bulan (365 hari ditambah 1 hari tambahan tiap tahun keempat). Kemudian kalender ini dikoreksi oleh oleh August Cesar yang tidak lain adalah puteranya. Kalender ini merupakan cikal bakal kelender matahari yang kini menyebar penggunaannya di seluruh dunia. Adapun nama-nama bulannya adalah sebagai berikut: Januari, Februari, Maret, April, Mei, Juni, Juli, Agustus, Spetember, Oktober, November, dan Desember. d) Kalender Greogian, adalah kalaender yang dpertama kali dibuat oleh Dionysis Exiguus. dia membagi tahun kalender ini menjadi 2 (dua) kelas: tahun kabisat yang memiliki 366 hari dan tahun biasa yang memiliki 365 hari. Selain itu yang dimaksud dengan tahun kabisat adalah tahun genap yang bisa dibagi 4, kecuali tahun genap yang bisa dibagi 100. Jadi tahun 2000 adalah tahun kabisat, sedangkan tahun 1900 dan tahun 2100 bukan merupakan tahun kabisat. Karena kalender ini merupakan pengganti dari kalender Julian, nama-nama bulannya sama dengan kalender Julian. e) Kalender Islam, merupakan kalender agama Islam yang dikenal juga dengan kalender hijriyah, yang memiliki 12 bulan berdasarkan pergerakan bulan, dengan jumlah hari 354, 36707 hari8. kalender ini dalam perhitungannya hanya berpatokan pada benda langit yang bernama bulan, dan lebih dikenal dengan kalender qomariyah (lunar calender). Salah satu yang membedakan kalender ini dengan yang lain khsususnya kalender Greogian yang mana pergantian hari dimulai dari tengah malam (24:00), bahwa kalender ini dimulai sesaat setelah matahari tenggelam di ufuk barat. Selanjutnya, kalender tentunya tidak dapat dilepaskan dari pembicaraan mengenai awal bulan qomariyah. Dalam hal ini, khususnya awal bulan ramadlan, syawal dan dzulhijjah, menurut Yusuf al- Qardhawi, ada 3 metode dalam penetapan bulan-bulan tersebut, yakni ru’yat al-hila>l, istikmal (mensempurnakan bilangan bulan menjadi 30 hari), dan hasil perhitungan hisab. Adapun dasar hukum mengenai penentuan awal bulan qomariyah: 1) Al-Qur’an 8 Jumlah hari tersebut berdasarkan bulan sinodik, yakni 29 hari 4
  • 5. a) Q.S. Al-baqarah:185 dan 187            .        “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).”         . “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda- tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah- rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” b) Q.S. At-Taubah: 36               .     “ Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. c) Q.S. Yunus: 5                        .   “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” d) Q.S. Yasin: 39 .        “dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah Dia sampai ke manzilah yang terakhir) Kembalilah Dia sebagai bentuk tandan yang tua.” e) Q.S. al-Rahma>n: 5 5
  • 6.    “ matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan.” 2) Al-Sunnah ‫عن أبي هريرة رضي ال عنه يقول: قال النبي صسلى الس عليسه وسسل:م أو قسال أبوالقاسس:م صسلى الس عليسه‬ 9 .‫وسل:م: صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته فإن غبي عليك:م فاكملوا عدة شعبان يثليثين‬ ‫عن إبن عبّا س أن رسول ال صلى ال س عليسسه وسسسل:م ذكر رمضسسان فقسسال ل تصسسوموا حسستى تسسروا الهلل‬ 10 .‫ولتفطروا حتى تروه فإن غ:م عليك:م فأكملوا العدة يثليثين. وفي رواية أخرى فإن غ:م عليك:م فاقدروا له‬ ّ ّ ‫عن إبن عمر قال: قال رسول ال صلى ال عليه وسل:م: إنما الشهر تسع وعشرون فل تصوموا حتى تروه‬ ّ ّ ّ ّ 11 .‫ولتفطروا حتى تروه فإن غ:م عليك:م فاقدروا له‬ ّ ّ ‫عن إبن عباس قال: أن رسول ال صلى ال عليه وسل:م قال: ل تسسستقبلوا الشسسهر إسسستقبال صسسوموا لرؤيتسسه‬ ّ ّ 12 .‫وأفطروا لرؤيته فإن حال بينك:م وبين منظره سحابة أو قترة فأكملوا العدة يثليثين يوما‬ ّ ‫عن إبن عمر رضي ال عنه: عن النبي صلى ال عليه وسل:م أنه قال: إنسسا أميسسة ل نكتسسب ول نحسسب, الشسسهر هكسسذا‬ ّ ّ ّ 13 .‫وهكذا. يعني مرة تسعة وعشرين ومرة يثليثين‬ ّ ّ Kemudian, karena tidak ada perincian tentang pelaksanaan dalam hal penentuan awal bulan qomariyah, sehingga menimbulkan dua metode untuk menentukan awal bulan, yakni metode rukyah hilal dan metode hisab. Selain itu, sebetulnya masalah penetapan awal bulan bulan tidak dapat terlepas dari beberapa hal, antara lain: masalah ilmiah astronomis14, madzhab, kepercayaan terhadap tokoh masyarakat dan kebiasaan. 9 Muh{ammad ibn Isma>’il al-Bukha>ry, al-Ja>mi’ al-S}ah{i>h{, juz 2, 33 10 Ma>lik ibn Anas, al-Muwat}t}a’, jilid 2, diedit oleh Sali>m ibn ‘I>d al-Hila>lyy al-Salafy, (Dubai; Majmu’ah al-Furqa>n al-Tija}riyah, 2003), 686-687 11 Abi Al-H{usayn Muslim bin Al-H{ajja>j, S}ah{i>h{ Muslim, (Riyadh; Bayt al-Afka>r al-Dauliyah, 1998), 418 12 Abi Abdulla>h al-H{a>kim al-Naisabury, al-Mustadrak ‘ala al-S}ah{ihayn, juz 1, (Kairo; Da>r al- H{aramayn, 1997), 586 13 Aby Daud Sulaima>n al-Ash’ath al-Sijista>ny, Sunan Aby Daud, diedit oleh ‘Ubayd al-Da’a>s dan’A>dil al-Sayyid, juz 2, (Beirut, Da>r Ibn H{azm, 1997), 513-514 14 Yakni kriteria visibilitas hilal yang ketentuannya didasari oleh keberhasilan penglihatan. Misalnya teori Danjon yang menyatakan bahwa hilal dapat terlihat bila jarak sudut bulan-matahari sudah 7o. namun demikian, teori ini diganti oleh Martin Elsasser. Menurutnya, bulan baru dapat dilihat ketika sudut bulan- matahari sudah 5o. Kemudian, kriteria visibilitas hilal dari IICP (International Islamic Calender Programe), yakni: hilal dapat diamati bila beda tinggi bulan-matahari adalah 4o dan beda azimut bulan-matahari 45o. Bulan terbenam lebih lambat 40 menit daripada matahari, dan hilal harus berumur 16 jam (dimulai sejak ijtima’) khusus untuk daerah tropik. Bandingkan dengan Amir Hasanzadeh, Study of Danjon Limit in Moon Crescent Slighting, 2011, 11. Diakses 21/11/2012, dan T Djamaluddin dalam “Visibilitas Hilal di Indonesia”, 2000 http://jurnal.lapan.go.id/index.php/warta_lapan/article/view/1063/952. diakses 21/09/2012 6
  • 7. C. Hisab 1. Definisi Kata hisab yang merupakan serapan dari bahasa arab, berarti: perhitungan (‫ ,)عدد‬cukup (‫,)كافى‬ dan golongan besar (‫ةة ةة ةثةةيرة‬ ‫ 51.)جماع ة ك‬Adapaun secara terminology, hisab adalah menghitung ‫ة ة‬ perjalanan bulan pada tempat peredarannya untuk menetapkan waktu ijtima’16 (bertemunya matahari dan bulan), waktu imka>n al-ru’yah (kemungkinan dilakukannya penglihatan hilal), dan tempat keberadaaan bulan sabit baru (hilal).17 Adapaun buku-buku yang dijadikan rujukan dalam metode hisab, khususnya di Indonesia antara lain sebagai berikut:18 a) Kitab sullam al-Nairain fi Ma’rifah al-Ijtima’ wa al-Kusu>fain; buku ini ditulis oleh guru Mans}u>r (dilahirkan di Jakarta pada tahun 1878 M./1295 H.). kitab ini merupakan hasil ringkasan ‘Abd al-H{ami>d ibn Muh{ammad Dami>ri> dari pengajaran yang disampaikan oleh ‘Abd al-Rah{ma>n ibn Ah{mad al-Mis{ri>. b) Fath al-Ra’u>f al-Manna>n li ‘amal al-kusu>f bi zi>j Dahla>n; ditulis oleh ‘Abd al-Jali>l ibn ‘Abd al-Hami>d Kudus. Kitab ini digunakan untuk melakukan perhitungan bulan dan gerhana berdasarkan zi>j (tabel astronomi) al-Dah{la>n al-Samma>ra>ni>. Kitab ini berisikan: pertama; penjelasan tentang tata cara mencari saat ijtimak, tinggi hilan, dan cara perhitungan gerhana. Kedua; tabel-tabel astronomis yang dibuat oleh Kyai Dahlan Semarang. c) Al-Qawa>’id al-Falakiyyah; ditulis oleh ‘Abd al-Fatta>h al-Sayyid al-Takhi> al-Falaky. Isi kitab ini terdiri dari: tahun-tahun hijriyah dan masehi, waktu sholat untuk beberapa kota dan negara, pengetahuan tentang pengamatan benda-benda langit dan posisi bintang-bintang dari saat terbit hingg terbenamnya, ijtimak, dan gerhana matahari dan gerhana bulan. d) Khulas}ah al-Wafiyyah fi al-falakbi Jada>wil al-Loga>ritmiyyah; ditulis oleh Zubayr ibn ‘Umar al-Jaila>ny. Dalam kitab ini ternuat: pertama; pengertian dan pembagian ilmu falak dan istilah yang dipakai serta sejarahnya. kedua; metode perhitungan mencari waktu ijtimak 15 Bandingkan dengan al-S}ih{h{a>h Ta>j al-Lughah oleh Isma>’l H{amma>d al-Jauhary hal. 110, dan Lisa>n al-‘Arab oleh Ibn al-Manz{u>r (w. 711 H.), hal. 161 16 Konjungsi geosentrik atau konjungsi atau ijtima’ adalah peristiwa ketika bujur ekliptika Bulan sama dengan bujur ekliptika Matahari dengan pengamat diandaikan berada di pusat Bumi. http://www.bmkg.go.id/bmkg_pusat/Geofisika/Tanda_Waktu/INFORMASI_HILAL_SAAT_MATAHARI_TER BENAM_TANGGAL_20_JUNI_2012_M_%28PENENTU_AWAL_BULAN_SYABAN_1433_H%29.bmkg. Diakses 06/12/2012 17 Muh{ammad Jabar al-Ulfy, Manhajiyat Ithba>t al-Ahillah fi Z{ill al-Mutaghoyyira>t al- Mu’a>s}irah, (Riyad{; t.p, 2005), 18 18 Asadurrahman, Kebijakan Pemerintah, 7
  • 8. dan keetinggian hilal. ketiga; tabel-tabel astronomis untuk mencari waktu ijtimak dan ketinggian hilal. e) Nu>r al-Anwa>r min Muntaha> al-Aqwa>l fi Ma;rifah Hisa>b al-Sini>n wa al-Hila>l wa al-Khusu>f wal-Kusu>f; dikarang oleh Nu>r Ah{mad Siddiq Sarya>ny. Kitab ini memiliki perbedaan dengan kitab-kitab yang lain, antara lain: sistem perhitungannya memakai derajat, dan adanya komputerisasi. Konten kitab ini: pertama; risalah falak, kedua; jadwal falak (tabel astronomi). f) Al-Duru>s al-Falakiyyah; dikarang oleh Muh{ammad Ma’su>m ibn ‘Ali al-Maskumambany. Buku ini merupakan buku yang pertama kali (di Indonesia) menggunakan fungsi geometris dengan lintang selatan. Buku ini memuat ilmu hitung, almanak masehi dan hijriyah, posisi matahari dan lain sebagainya. Alat bantu yang dipakai dalam penghitungan ketinggian hilal adalah rub’ al-Mujayyab19 g) Badi>’ah al-Mitha>l fi Hisa>b al-sini>n wa al-Hila>l; merupakan karangan yang ditulis oleh pengarang kitab al-Duru>s al-Falakiyyah, yakni Muh{ammad Ma’su>m ibn Ali. Secara gari besar buku ini memuat: teori pencarian waktu ijtimak dan tinggi bulan, serta tabel astronomi yang dipakai dalam perhitungan pencarian saat ijtimak. h) Buku Ephemeris; i) Buku Tabel Jeean Meeus, dan j) Buku Almanak Nautika. 2. Pembagian hisab Berdasarkan waktu perjalanan bulan, hisab dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu hisab ‘urfi dan hisab hakiki. a. Hisab ‘urfi 19 Dalam rub’ al-mujayyab ada beberapa bagian, yakni: Qaus yaitu bagian yang melengkung (busur). Jaib (sinus) yaitu satu sisi tempat melihat objek yang memuat angka-angka skala sinus tinggi suatu benda langit. Jaib al-mabsu>t} yaitu suatu sudut kemiringan cahaya pada bidang datar yang horisontal dilihat dari ujung bayang-bayang benda yang tegak. Jaib al-tama>m yaitu sisi lain dari alat ini yang memuat angka qosinus dari tinggi objek yang diamati. Jaib al-manqus{ yaitu sinus sudut kemiringan cahaya pada bidang datar yang berdiri dilihat dari ujung bayangan benda yang tegak lurus pada bidang itu. Awwal al-qaus yaitu bagian busur yang berimpit dengan sisi jaib al-tamam. Akhi>r al-qaus yaitu bagian busur yang berimpit dengan sisi jaib. Hadafah yaitu lubang yang terdapat pada sisi jaib, yang dipakai untuk mengincar/mengamati objek. Muri yaitu simpul tali yang diikatkan pada markaz. Syaqul yaitu benda yang digandulkan pada muri, yang berguna untuk mengatur geraknya muri. Markaz yaitu titik sudut siku-siku yang terdapat lubang tempat tali (muri) dipasang. 8
  • 9. Menurut Chaerul Zen S., hisab ‘urfi adalah Sistem perhitungan tanggal berdasarkan kepada peredaran umur rata-rata bulan qomariah mengelilingi bumi.20 Hisab ini dikenal juga dengan hisab ‘adadi atau ‘alamah, adalah perhitungan untuk menentukan awal bulan qomariyah dengan berpatokan pada pergerakan benda langit bulan. Perhitungan semacam ini, dilakukakan berasaskan rata-rata gerak bulan dengan membagi jumlah hari dalam bulan secara berselang-seling antara bulan yang bernomor urut genap dengan yang ganjil, dengan ketentu-ketentuan tertentu.21 Sebagai gambaran sederhana, perhitungan suatu tanggal yang dicari merupakan hasil penjumlahan hari dari tanggal 1 Muharram tahun 1 Hijriyah sampai tanggal yang dihitung. Selain itu, kalaender bulan qomariyah dalam sistem hisab ‘urfi, disusun berdasarkan waktu rata-rata peredaran bulan mengelilingi bumi, yakni 29 hari 12 jam 44 menit (masa yang berlaku di antara dua ijtimak yang berurutan). Didasari perhitungan tersebut, dalam satu tahun (12 bulan) dihitung sama dengan 254 hari 8 jam 48 menit 36 detik (354 11/30). Kemudian, untuk menghilangkan pecahan 11/30 tersebut, maka dalam hisab ‘urfi terdapat siklus 30 tahunan yang terdiri dari 19 tahun basitah dan 11 tahun kabisah.22 Selanjutnya, dalam hisab ‘urfy terdapat kaidah-kaidah yang digunakan dalam pelaksanaan perhitungan yang memakai metode hisab ini, yaitu: 1) Tahun Hijriyah atau tanggal 1 Muharram tahun 1 H. Jatuh bertepatan dengan hari kamis 15 Juli 622 M. atau hari Jumat 16 Juli 622 M. 2) Umur bulan dalam 1 tahun menurut metode hisab ‘urfi berselang-seling antara 30 dan 29 hari 3) Bulan-bulan yang bernomor urut ganjil, harus berumur 30 hari 4) Bulan-bulan yang bernomor genap, usianya dipatok 29 hari, kecuali bulan zulhijah pada tahun kabisat 5) Jumlah seluruh hari dalam periode 30 tahun adalah 10631 hari 6) Tahun hijriyah dibedakan menjadi tahun basitah (tahun pendek) dan tahun kabisat (tahun panjang) 7) Jumlah hari dalam satu tahun basitah adalah 354 hari 20 Chaerul Zen, Ensiklopedia Ilmu Falak dan Rumus-Rumus Hisab Falak, (Medan; t.p, 2008), 3 21 Tim Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Pedoman Hisab Muhammadiyah, cet. Ke-2, (Yogyakarta; Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, 2009), 18. Bandingkan dengan Asadurrahman, kebijakan Pemerintah, (Jakarta; UIN Jakarta , 2009 ), 124 22 Abdul Salam Nawawi, “Metode Hisab (Perhitungan Astronomis)” , NU Online, 28 Februari 2008, (diakses 26 November 2012) 9
  • 10. 8) Dalam satu tahun kabisat, jumlah hari adalah 355 hari 9) Tahun kabisat merupakan tahun-tahun kelipatan 30 ditambah 2, 5, 7, 10, 13, 16, 18, 21, 24, 26, dan 29.23 b. Hisab hakiki Hisab hakiki menurut Badan Hisab Rukyat Departemen Agama, adalah penentuan awal bulan awal bulan qomariyah deng perthitungan berdasarkan pada peredaran bulan dan bumi yang sebenarnya, atau dikenal juga dengan sistem penentuan awal bulan qomariyah dengan metode penentuan kedudukan bulan saat matahari terbenam.24 Selanjutnya, jika dilihat berdasarkan kriteria, hisab hakiki dibagi menjadi 4, yakni: 1) Wujudul hilal 2) Imkan al-rukyah 3) Ijtima’ sebelum terbenam matahari 4) Ijtima’ sebelum fajar 5) Bulan terbenam setelah matahari.25 D. Rukyat 1. Definisi Yang dimaksud rukyat disini yakni rukyat hilal. Rukyat hilal terdiri dari dua kata, yakni rukyah dan hilal. Rukyat secara harfiyah adalah melihat secara visual. Sedangkan menurut Fuqaha, yang dimaksud dengan rukyah adalah melihat dengan mata telanjang, atau dengan kata lain tidak menggunakan alat bantu seperti teleskop. Hal ini berdasarkan panduan yang telah dilakukakan pada masa Rasulullah SAW. Adapun hilal menurut bahasa ialah: bulan sabit, yang digambarkan dalam alquran dengan ujung pelapah kurma, sedangkan hilal menurut T. Djamaluddin, adalah:26 23 Tim Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Pedoman Hisab Muhammadiyah, cet. Ke-2, 19 24 Badan Hisab Rukyat, Almanak Hisab dan Rukyat, (Jakarta; Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama, 1981), 99 25 Tim Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Pedoman Hisab Muhammadiyah, cet. Ke-2, 22- 23 26 T. Djamaluddin, Pengertian dan Perbandingan Madzhab tentang Hisab Rukyat dan Math’la’, 2. Disampaikan pada "Musyawarah Nasional Tarjih ke-26", PP Muhammadiyah, Padang 1 – 5 Oktober 2003 10
  • 11. “Hilal adalah bulan sabit pertama yang teramati di ufuk barat sesaat setelah matahari terbenam, tampak sebagai goresan garis cahaya yang tipis, dan bila menggunakan teleskop dengan pemroses citra bisa tampak sebagai garis cahaya tipis di tepi bulatan bulan yang mengarah ke matahari. Dari data-data rukyatul hilal jangka panjang, keberadaan hilal dibatasi oleh kriteria hisab tinggi minimal sekian derajat bila jaraknya dari matahari sekian derajat dan beda waktu terbenam bulan-matahari sekian menit.” E. Hisab dan Rukyat dalam penentuan Awal bulan Qomariyah Menurut ilmu astronomi, dalam penetapan awal bulan qomariah (tahun hijriyah), ketinggian dan azimuth bulan pada saat matahari terbenam pada tanggal 29 sebelum bulan baru hijriyah harus diketahui dalam proses melakukan pengamatan bulan sabit awal bulan. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam proses penglihatana bulan sabit tersebut, yakni: 1) menghitung saat matahari terbenam ditempat pengamatan; 2) menghitung Greenwich Mean Time (GMT) yang sesuai dengan saat terbenam untuk menurunkan data deklinasi matahari, deklinasi bulan, dan sudut waktu bulan: 3) mengubah sudut waktu bulan dari bujur Greenwich menjadi sudut bulan di tempat pengamatan; 4) menghitung azimuth bulan dan azimut matahari, menggunakan ilmu ukur bola27; dan 5) menghitung ketinggian bulan dengan ilmu ukur bola.28 Selanjutnya, Rukyat dan istikmal merupakan dasar penetapan mengawali dan mengakhiri bulan hijriyah, khususnya bulan ramadlan, syawal dan dzul hijjah. Inilah ketentuan yang terdapat dalam syariah, yang tidak lain berdasarkan dari petunjuk rasulullah SAW baik secara qauliyah maupun fi’liyah.29 Dengan demikian, kewajiban berpuasa dimulai dan dihentikan apabila terlihat hilal. Bukan karena adanya hilal (wujud al-hilal). Karena walaupun hilal sudah ada tidak mungkin dapat diamati, karena pengamatan dapat saja terhalang oleh sinar matahari.30 Kemudian istikmal dilakukan apabila keadaan mendung31. Namun demikian, ada beberapa perbedaan mengenai hilal sebagai penentu awal bulan qomariah, yakni: 1. Syafi’iyyah: ada beberapa ketentuan yang berkaitan dengan penetapan awal bulan, yaitu: pertama: awal bulan ramadlan terjadi dengan adanya hasil penglihatan bulan sabit (ru’yah al- hila>l), yang dilakukan oleh pengamat bulan yang adil (walaupun sifat adilnya tidak diketahui 27 Yang dimaksud di sini adalah teori segitiga bola, yakni susunan tiga buah lingkaran besar pada permukaan bola yang saling berpotongan. Ilmu ini membicarakan hubungan di antara unsur-unsur dalam segitiga bola. Ilmu ukur bola ini juga dipakai untuk menghitung arah kiblat. Bandingkan dengan Maskufa, Ilmu Falaq, (Jakarta; Gaung Persada Press, 2009), 79 28 Farid Ruskanda dkk, Rukyat dengan Teknologi, (Jakarta; Gema Insani Press, 1994), 39-40 29 ‘Abd al-Rah{ma>n al-Jazi>ry, al-Fiqh ‘ala> maz{a>hib al-Arba’ah, juz 1, (Beirut; Da<r al-Kutub, 2003), 498 30 T. Djamaluddin, Pengertian dan Perbandingan Madzhab tentang Hisab Rukyat dan Math’la’, 4 31 ‫)صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته, فإن غبي عليك:م فأكملوا عدة شعبان يثليثين )رواه البخارى‬ ّ 11
  • 12. banyak orang), baik dalam keadaan cuaca yang cerah, sehingga tidak menghalangi proses penglihatan bulan sabit, maupun cuaca dalam keadaan tidak baik, sehingga dapat mempersulit usaha pengamat untuk melihat bulan sabit awal bulan.32 Kedua: hasil ru’yah diketahui oleh saksi yang beragama Islam, berakal, baligh, laki-laki dan adil. Khusus mengenai hilal bulan ramadlan dan syawal, saksi tidak boleh kurang dari dua orang.33 Ketiga: kesaksian dilakukan di depan orang yang berwenang34, dan kesaksiannya harus menggunakan kata jelas, yakni dengan ungkapan “saya bersaksi bahwa hilal telah terlihat”. Keempat: diwajibkan bagi orang yang melihat hilal untuk berpuasa, baik itu kesaksiannya melihat hilal diterima maupun tidak. Selain itu, wajib juga berpuasa bagi orang yang mempercayai hasil penglihatan hilal tersebut.35 2. Hanafiyyah: awal bulan dapat terjadi dengan beberapa ketentuan berikut: pertama: awal bulan ditentukan oleh hasil rukyat hilal, yang dilakukan oleh sekumpulan orang. Kaidah seperti ini digunakan, apabila keadaan alam baik, dengan begitu kegiatan rukyat hilal tidak tergangu. Selain itu, apabila dalam keadaan langit tidak mendukung proses rukyat hilal, kemudian ada seorang yang mengaku melihat hilal, maka kesaksiannya bisa diterima dengan syarat perukyat adalah orang Islam, berakal, baligh, dan adil. Kedua: orang yang melakukan penglihatan bulan sabit tidak disyaratkan harus laki-laki dan merdeka. Ketiga: hasil rukyat hilal harus dilaporkan kepada petugas yang berwenang. Keempat: puasa wajib dilakukan baik bagi orang yang melihat hilal maupun bagi orang yang mempercayai hasil rukyat orang yang telah melihat hilal. 3. Ma>likiyyah: pertama; hasil penglihatan bulan sabit dapat dijadikan patokan dimulainya awal bulan harus memenuhi beberapa syarat: a) yang melakukan pengamatan hilal adalah dua orang yang adil. Adapun yang dimaksud adil disini ialah laki-laki yang bukan budak, baligh berakal, tidak pernah melakukan dosa besar atau terbiasa dengan dosa kecil, dan mengerjakan prilaku yang mengurangi wibawa; b) hasil penampakan hilal diamati oleh orang banyak yang punya ilmu yang mumpuni dan kesepakatanya jauh dari hal yang tidak benar. Mereka itu tidak harus laki-laki yang merdeka dan baligh, serta adil; c) hilal hasil pengamatan satu orang bisa dijadikan sebagai dasar penetapan awal bulan bagi dirinya dan bagi orang yang mempercayainya. Dengan ketentuan yang 32 Apabila hanya seorang saja yang melihat hilal sedangkan yang lain tidak melihat, maka kesaksiannya bisa diterima. Lihat Muh{ammad ibn Idri>s al-Shafi>’y, al-Umm, juz 3, yang diedit oleh Rif’at Fauzi ‘Abd al- Mut}allib, (Beirut; Da>r al-Wafa>’, 2001), 232 33 Bandingkan dengan Shams al-Di>n Muh{ammad ibn Khati>b al Sharbi>ny, Mughn al-Muh{ta>j, juz 1, diedit oleh Muh{ammad Khali>l ‘I>ta>ny, (Beirut; Da.r al-Ma’rifah, 1997), 617 34 Misalnya di Indonesia adalah hakim pengadilan Agama yang ditunjuk oleh pemerintah. 35 Bandingkan dengan Aby Zakaria Yah{ya> ibn Sharaf al-Nawa>wy, Raud{ah al-T{a>libi>n, juz 2, diedit oleh ‘A>dil Ah{mad ‘Abd al-Mauju>d, (Riyadh; Da>r ‘Ala>m al-Kutub, 2003) , 207, dan ‘Abd al- Rah{ma>n al-Jazi>ry, al-Fiqh ‘ala> maz{a>hib al-Arba’ah, juz 1, 499 12
  • 13. percaya bukan orang yang melakukan pengamatan hilal. Perukyat dalam keadaan ini tidak disyaratkan laki-laki dan merdeka. Kedua; ketika penampakan hilal diketahui oleh dua orang adil atau sekelompok orang, maka diwajibkan berpuasa bagi semua orang yang mengetahui informasi tersebut. Begitupun apabila info tersebut diperoleh dari orang pemberi info yang adil mengenai hasil penampakan hilal. Dalam kesaksian tersebut wajib menggunakan sighat “‫ .”أشهد‬Ketiga; hasil penglihatan hilal harus dilaporkan kepada pejabat negara yang berwenang. 4. Hanabilah: terdapat beberapa ketentuan dalam penetapan awal bulan, yakni: pertama; hasil penglihatan hilal diperoleh dari orang yang adil baik sifat adilnya diketahui ataupun tidak. Perukyat tidak disyaratkan laki-laki dan merdeka. Hasil penglihatan hilal tidak perlu dikabarkan kepada orang lain dengan sighat “‫ .”أشهد‬kedua; perukyat tidak perlu dilaporkan kepada pejabat yang berwenang. Ketiga; bagi yang mengetahui hasil rukyat hilal wajib berpuasa. Di Indonesia, secara garis besar hisab dibagi menjadi 2, yakni hisab ‘urfi dan hisab haqiqi. Hisab ‘urfi menetapkan umur satu tahun qomariah adalah 354 11/30 hari, sehingga kekurangan pecahan hariannya dibuatlah istilah satu siklus qomariah setiap 30 tahun. Dalam sistem hisab ini dikenal dengan tahun kabisah (dapat terjadi pada tahun ke-2, 5, 7, 10, 15, 18, 21, 24, 26, dan 29), dan tahun basitah (selain dari urutan tahun kabisat). Selanjutnya, berbeda dengan hisab ‘urfi, dalam hisab haqiqi, posisi hilal merupakan patokan dalam perhitungan bulan qomariah. Kemudian, dalam hisab haqiqi juga dapat dibagi menjadi 2, yaitu taqribi dan tahqiqi. Hisab haqiqi taqribi merupakan sisitem hisab yang menghitung ijtima’ dan ketinggian hilal dengan cara mencari rata-rata waktu ijtima’ dengan ditambah koreksi sederhana. dalam hisab seperti ini belum dikenal rumus-rumus spherical trigonometry. Menurut sistem ini, ijtima’ yang terjadi sebelum matahari terbenam selalu menjadikan ketinggian hilal bernilai positif. Berbeda dengan dengan hisab taqribi, sistem hisab tahqiqi dalam menghitung ketinggian hilal selalu memperhatikan posisi orang yang melakukakan pengamatan hilal, deklinasi bulan dan matahari, serta sudut waktu bulan dan matahari.36 Jadi dapat ditarik kesimpulan, bahwa menurut sistem ini, setiap ijtima’ yang terjadi sebelum matahari tebenam belum tentu menjadikan posisi hilal positif di atas ufuk. Selain itu, ada beberapa kriteria hisab yang dipakai di Indonesia, yaitu kriteria wujud hilal, kriteria imkan rukyah dan kriteria ijtima’. Menurut kriteria wujud hilal, permulaan bulan qomariah, apabila pada tanggal 29, matahari terbenam dan terdapat beberapa syarat yang kumpul, yakni: a) telah terjadi ijtimak, b) ijtima; terjadi sebelum matahari terbenam, pada saat matahari terbenam, piringan 36 Bandingkan dengan Wahyu Widiana, Prosses Pengambilan Keputusan Departemen Agama tentang Penentuan Awal dan Akhir Ramadlan, dalam “Rukyat dengan Teknologi”, (Jakarta; 1994), 80 13
  • 14. atas bulan masih di atas ufuk.37 Kriteria wujud hilal dipakai oleh organisasi Islam Muhammadiyah.38 Menurut mereka hisab mempunyai kedudukan kuat dengan rukyat hilal dalam penentuan awal bulan qomariah. Ini didasari oleh beberapa praktek yang dilakukan Nabi SAW pada masanya untuk melakukan rukyat terhadap hilal dengan mempergunakan penglihatan mata, bukan dengan perhitungan karena adanya ‘illat (alasan hukum). ‘illat hukum mengenai praktek tersebut, karena pada waktu itu umat Islam belum mengerti pengetahuan yang cukup tentang astronomi, sehingga yang dilakukan pada masa itu untuk menentukan awal bulan qomariah hanya me-rukyat hilal. Kemudian, ketika alasan hukum tersebut sudah tidak ada, maka yang harus dijadikan patokan penentuan awal bbulan qomariah adal hasil dari hisab.39 Karena sebagaimana diketahui, sekarang ini kemajuan ilmu astronomi di kalangan umat Islam sudah lebih maju dibanding pada masa awal Islam.40 Selanjutnya, bukan hanya dalam sistem hisab, dalam sitem rukyat pun terdapat beberapa perbedaan, baik mengenai pelaksanaannya maupun dalam keabsahan dalam laporan hasilnya. Di Indonesia, rukyat ada yang dilakukan dengan cara sederhana, tidak menggunakan perhitungan hisab dan menggunakan mata telanjang, ada yang dilakukan dengan bantuan hasil hisab, serta ada juga yang sudah menggunakan teropong. Adapun mengenai penggunaan alat dalam pengamatan hilal, para ulama berbeda pendapat menyikapi hal tersebut. Sebagian ada yang melarang dan yang lainnya memperbolehkan. Kemudian juga para ulama berbeda pendapat mengenai keabsahan hasil pengamatan hilal. Selain itu juga mereka berbeda pendapat mengenai mathla’41 (tempat melakukan pengamatan hilal).42 Kemudian, berkaitan dengan perhal hisab dan rukyat , di Indonesia terdapat organisari masyarakat yang besar yakni Nahdhatul Ulama (NU) dengan metode rukyat hilal sebagai penentu 37 Tim Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Pedoman Hisab Muhammadiyah, cet. Ke-2, 23 38 Sudah dipakai sejak keputusan Tarjih Muhammadiyah. Kemudian dikuatkan dengan keputusan Tarjih pada tahun 2003, yang salah satu putusannya, bahwa hisab sama kedudukannya dengan hilal dalam menentukan awal bulan qomariah. 39 ‫الحكم يدور مع علته وجودا وعدما‬ ّ 40 Tim Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Pedoman Hisab Muhammadiyah, cet. Ke-2, 75 41 Dalam penetapan matla’ para ulama mendasarkannya kepada hadis yang diriwayatkan oleh Kurayb, Ibn Abbâs dan beberapa hadits lain.20 Dari hadis-hadis tersebut para ulama berselisih pendapat. Pendapat pertama adalah penentuan awal bulan didasarkan pada matla’ wilayah yang didasarkan pada hadits Ibnu Abbas. Pendapat ini adalah salah satu pendapat madzab Syafi’i. Pendapat kedua adalah penentuan awal bulan didasarkan pada matla’ ‘alam, yaitu apabila suatu negeri melihat hilâl, maka seluruh negeri harus mengikutinya. Pendapat kedua ini masyhûr dari kalangan madzhab Mâlikiyah. Pendapat ketiga adalah penentuan awal bulan didasarkan pada matla’ wilayah atau pada suatu negeri yang berdekatan. Pendapat ini diikuti oleh sebagian kecil ulama Syâfi’iyah. Sedangkan dalam menentukan jarak (jauh) ada beberapa pendapat, pertama, dengan perbedaan matla’. Ukuran matla’ dalam konteks ini adalah jarak bolehnya menqashar salat. Kedua, perbedaan iklim. Dalam konteks ini Al-Sarkhasi menyatakan bahwa keharusan ru’yah bagi setiap negeri yang tidak samar atas mereka hilâl. Ketiga, Imam Syawkani menambahkan bahwa tidak harus sama dalam memulai dan mengakhiri puasa jika berbeda dua arah, yakni tinggi dan rendah yang menyebabkan salah satunya mudah melihat hilâl. Bandingkan dengan Ibnu H{ajar, Fathul Ba>ri, Juz IV (Beirut; Da>r al-Fikr, ttp), hlm. 147, dan As-Shan’ani, Subulus Salam, Juz II,. 310 42 Wahyu Widiana, Prosses Pengambilan Keputusan Departemen Agama tentang Penentuan Awal dan Akhir Ramadlan, 81 14
  • 15. permulaan awal bulan qomariah. Selain itu, NU juga mempergunakan hisab kriteria imkan al-rukyah sebagai pendukung proses pengamatan hilal. Hisab oleh NU dijadikan pedoman untuk menetukan arah hilal yang akan diamati, dan juga dijadikan sebagai patokan dalam membatasi minimal ketinggian hilal yang mungkin bisa dilakukan pengamatan hilal. Adapun minimal ketinggian hilal (irtifa>’ al- hila>l) yang dipakai oleh NU adalah 2 derajat 30 menit. Dengan demikian, jika ada sebuah berita yang menyatakan hilal sudah dapat di-rukyat, sedangkan tinggi hilal belum memenuhi syarat, maka berita tersebut tidak dapat diterima.43 Selain organisasi Islam yang ada di Indonesia, pemerintah juga ikut andil dalam penetapan untuk menetukan awal bbulan qomariah, khususnya bulan ramadlan, syawal, dan dzulhijjah. Tanggal 25 April 2012 yang lalu, Kementerian Agama telah mengundang 60 perwakilan ormas Islam, Pondok Pesantren, para pakar hisab-rukyat dan instansi terkait; Bosscha ITB, LAPAN, BMKG dan Planetarium & Observatorium untuk menggagas terwujudnya Kalender Islam Tunggal, akan tetapi setelah dirumuskannya gagasan kesepakatan tersebut dalam butir-butir kalimat, lagi-lagi yang terjadi adalah ketidak sepakatan.44 Butir 2 dan 3 kesepakatan itu berbunyi: 2). Untuk menuju kesatuan penetapan awal bulan Ramadan, Syawal dan Zulhijah dibutuhkan 3 prasyarat yang harus dipenuhi, yaitu: 1) pemberian dan pengakuan otoritas kepada lembaga tertentu (MUI sejauh ini memberikan otoritas tersebut kepada Kementerian Agama RI); 2) adanya kriteria yang disepakati; dan 3) adanya wilayah pemberlakuan hukum; 3) Sejauh ini belum ada kesepakatan butir kedua, yaitu mengenai kriteria awal bulan qomariyah. Untuk menuju ke sana, pihak-pihak yang hadir dalam forum setuju untuk membentuk tim kecil perumus kriteria yang terdiri dari perwakilan ahli hisab rukyat ormas dan instansi terkait, dengan difasilitasi oleh Kementerian Agama dan supervisi pimpinan ormas. Ketidaksepakatan itu terjadi karena di antara mereka ada beberapa metode yang dipegang dan dipedomani untuk menetukan awal bulan qomariyah. Untuk itu menurut T. Djamaluddin perlu adanya ukuran pasti mengenai ketinggian hilal, misalnya, yang menjadi acuan pergantian bulan qomariyah.45 Dengan demikian, maka tidak akan terjadi penentuan awal bulan baik oleh ormas yang memakai metode hisab dan ormas yang memakai metode rukyat hilal. 43 Resume dari beberapa artikel yang ada di situs www.nu.or.id. Bandingkan dengan T. Djamaluddin dalam “Analisis Visibilitas Hilal untuk Usulan Kriteria Tunggal di Indonesia”, 2001 (http://tdjamaluddin.wordpress.com/category/Hisab-rukyat). Diakses 21/09/2012 44 Abdul Salam, Menyoal Kriteria “Imkan Ru’yah” Sebagai Penetapan Awal Bulan Qomariyah, 2012. 45 T. Djamaluddin, Astronomi Memberi Solusi Penyatuan Umat, (Jakarta; Lembaga Penerbangan dan Badan Antariksa Nasional, 2011), 11-12 15
  • 16. DAFTAR PUSTAKA A. Jamil, Ilmu Falak, (Jakarta; Amzah, 2009) Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyat “menyatukan NU &Muhammadiyah dalam penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, (Jakarta; Erlangga, 2007) Muhammad bin Abdul wahha>b, al-‘Adhb al-Zala>l fi Maba>hith Ru’yah al-Hila>l, (kairo; Daulah Qat}r, 1977) Muhammad ‘Abd al- Qa>dir, Ahka>m al-Shiya>m li al-Imam Ibnu Taimiyah, (Beirut; da>r al- Kutub al-‘Ilmiyyah, 1991) Muh{ammad Isma>’il al-Bukha>ry, al-Ja>mi’ al-S}a>h{ih{, (Kairo; al-Mat}baghah al-Salafiyah, 1982) Tino Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, (Jakarta: Amytahas Publicita, 2007) Muh{ammad ibn Isma>’il al-Bukha>ry, al-Ja>mi’ al-S}ah{i>h{, juz 2, 33 Ma>lik ibn Anas, al-Muwat}t}a’, jilid 2, diedit oleh Sali>m ibn ‘I>d al-Hila>lyy al-Salafy, (Dubai; Majmu’ah al-Furqa>n al-Tija}riyah, 2003) Abi Al-H{usayn Muslim bin Al-H{ajja>j, S}ah{i>h{ Muslim, (Riyadh; Bayt al-Afka>r al-Dauliyah, 1998) Abi Abdulla>h al-H{a>kim al-Naisabury, al-Mustadrak ‘ala al-S}ah{ihayn, juz 1, (Kairo; Da>r al- H{aramayn, 1997) Aby Daud Sulaima>n al-Ash’ath al-Sijista>ny, Sunan Aby Daud, diedit oleh ‘Ubayd al-Da’a>s dan’A>dil al-Sayyid, juz 2, (Beirut, Da>r Ibn H{azm, 1997) T Djamaluddin dalam “Visibilitas Hilal di Indonesia”, 2000 http://jurnal.lapan.go.id/index.php/warta_lapan/article/view/1063/952. diakses 21/09/2012 http://www.bmkg.go.id/bmkg_pusat/Geofisika/Tanda_Waktu/INFORMASI_HILAL_SAAT_MATAH ARI_TERBENAM_TANGGAL_20_JUNI_2012_M_ %28PENENTU_AWAL_BULAN_SYABAN_1433_H%29.bmkg. Diakses 06/12/2012 Muh{ammad Jabar al-Ulfy, Manhajiyat Ithba>t al-Ahillah fi Z{ill al-Mutaghoyyira>t al- Mu’a>s}irah, (Riyad{; t.p, 2005) Chaerul Zen, Ensiklopedia Ilmu Falak dan Rumus-Rumus Hisab Falak, (Medan; t.p, 2008) Tim Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Pedoman Hisab Muhammadiyah, cet. Ke-2, (Yogyakarta; Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, 2009), 18. Bandingkan dengan Asadurrahman, kebijakan Pemerintah dalam Penentuan Awal Bulan Qomariah, (Jakarta; UIN Jakarta , 2009 ) Abdul Salam Nawawi, “Metode Hisab (Perhitungan Astronomis)” , NU Online, 28 Februari 2008, (diakses 26 November 2012) 16
  • 17. Badan Hisab Rukyat, Almanak Hisab dan Rukyat, (Jakarta; Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama, 1981) T. Djamaluddin, Pengertian dan Perbandingan Madzhab tentang Hisab Rukyat dan Math’la’, 2. Disampaikan pada "Musyawarah Nasional Tarjih ke-26", PP Muhammadiyah, Padang 1 – 5 Oktober 2003 Maskufa, Ilmu Falaq, (Jakarta; Gaung Persada Press, 2009), 79 Farid Ruskanda dkk, Rukyat dengan Teknologi, (Jakarta; Gema Insani Press, 1994) ‘Abd al-Rah{ma>n al-Jazi>ry, al-Fiqh ‘ala> maz{a>hib al-Arba’ah, juz 1, (Beirut; Da<r al-Kutub, 2003) Muh{ammad ibn Idri>s al-Shafi>’y, al-Umm, juz 3, yang diedit oleh Rif’at Fauzi ‘Abd al-Mut}allib, (Beirut; Da>r al-Wafa>’, 2001) Shams al-Di>n Muh{ammad ibn Khati>b al Sharbi>ny, Mughn al-Muh{ta>j, juz 1, diedit oleh Muh{ammad Khali>l ‘I>ta>ny, (Beirut; Da.r al-Ma’rifah, 1997) Aby Zakaria Yah{ya> ibn Sharaf al-Nawa>wy, Raud{ah al-T{a>libi>n, juz 2, diedit oleh ‘A>dil Ah{mad ‘Abd al-Mauju>d, (Riyadh; Da>r ‘Ala>m al-Kutub, 2003) , 207, dan ‘Abd al- Rah{ma>n al-Jazi>ry, al-Fiqh ‘ala> maz{a>hib al-Arba’ah (Beirut; Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2002) Wahyu Widiana, Prosses Pengambilan Keputusan Departemen Agama tentang Penentuan Awal dan Akhir Ramadlan, dalam “Rukyat dengan Teknologi”, (Jakarta; 1994) Ibnu H{ajar, Fathul Ba>ri, Juz IV, (Beirut, Maktabah al-Kharra>j, 1997) As-Shan’ani, Subulus Salam, Juz II, (Beirut; Da>r al-ilm, 1999), T. Djamaluddin dalam “Analisis Visibilitas Hilal untuk Usulan Kriteria Tunggal di Indonesia”, 2001 (http://tdjamaluddin.wordpress.com/category/Hisab-rukyat). Diakses 21/09/2012 Abdul Salam, Menyoal Kriteria “Imkan Ru’yah” Sebagai Penetapan Awal Bulan Qomariyah, 2012. T. Djamaluddin, Astronomi Memberi Solusi Penyatuan Umat, (Jakarta; Lembaga Penerbangan dan Badan Antariksa Nasional, 2011), 11-12 17
  • 18. PENENTUAN AWAL BULAN QOMARIYAH (PERBEDAAN RUKYAT DAN HISAB) Sebagai tugas Mata Kuliah: ISU-ISU FIQH KONTEMPORER Dosen Penanggung Jawab Mata Kuliah: Prof.Dr. Said Agil Husin Al Munawwar, MA Oleh: HAFIDZ TAQIYUDDIN NIM: 11.2.00.0.01.0107 KONSENTRASI SYARIAH-FIQH SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2012 M/1434 H 18