Amongst organizations off lately, Project Management Professional – PMP certification and training has gained huge grip with the increased need of qualified and trained Project Managers. Mercury Solutions Limited is the authorized training partner of PMP providing quality training to professionals from last 15 years.
Contact Info: 0124-4985555, +91-8882233777 and Email: training@mercury.co.in
Amongst organizations off lately, Project Management Professional – PMP certification and training has gained huge grip with the increased need of qualified and trained Project Managers. Mercury Solutions Limited is the authorized training partner of PMP providing quality training to professionals from last 15 years.
Contact Info: 0124-4985555, +91-8882233777 and Email: training@mercury.co.in
The MCSA - Microsoft Certified Solutions Associate is one of the most renowned and valuable IT certifications that professionals pursue.It is the most credible way to show your existing and potential employer that you have foundational knowledge of key Microsoft technologies. It requires passing 2-3 exams that can be overwhelming even for experienced test-takers.
this presentation is the discussion between the relationship of environment and population as well as the adverse effect of overpopulation in the finite environment.
With the beginning of this New Year many professionals would want to achieve their dream CISA Certification this year. Are you one of those? With all the competition out there, how do you think you can gain the competitive edge over others?
Official CISA Training Classes at Highly Discount rate:
http://www.mercury.co.in/msl/cisa-training-in-delhi-ncr.html
More info about CISA Training: mercury.co.in/cisa-training.html
This is the story of a dog, a man and an angel. Perhaps you will be just a fanciful story about a pet, but for me, it was much more than that. As I write these words, the lifeless body of my angel is in the car, waiting for the proper burial that will make tomorrow a hundred kilometers from here. I am immersed in feelings such as gratitude, gratitude, sweet memories and nostalgia. This book can be classified as magical realism, because part of the book is an expression of my feelings and memories and part of the book is sensory, over the years I and the dog talked through thought, telepathically. People are free to believe or not what you want, including the story that I lived with the Doctor. Eva spoke to the serpent, Balaam with the mule and I with a dog. These stories are real. People have impulse to reject what does not. I do not ask you to believe, just read my story.
KONTEKS MAKKIYAH DAN MANADIYAH SISTEM KALENDER UMAT ISLAMIAIN Tulungagung
Term hiisab, ummii, and other words associated with determining the beginning of the hijriyah months sometimes has been interpreted as less precise on its context. Hermeneutical approach with semantic methods is needed to help finding the meaning of the words and its context on the time when it was used. Hisaab (calculation), in the context of Mecca, means reckoning the manzilah of moon which was related to seasons and the system of nasii’ (intercalation). In the context of Medina, hiisaab (calculation) refers to methods of calendar of ahl al-kitaab (Jews or Christians). While the meaning of ummii is often misunderstood as ‘cannot write and count’. In the context of its semantic meaning ummii means non-Jews or non-ahl al-kitaab.
The MCSA - Microsoft Certified Solutions Associate is one of the most renowned and valuable IT certifications that professionals pursue.It is the most credible way to show your existing and potential employer that you have foundational knowledge of key Microsoft technologies. It requires passing 2-3 exams that can be overwhelming even for experienced test-takers.
this presentation is the discussion between the relationship of environment and population as well as the adverse effect of overpopulation in the finite environment.
With the beginning of this New Year many professionals would want to achieve their dream CISA Certification this year. Are you one of those? With all the competition out there, how do you think you can gain the competitive edge over others?
Official CISA Training Classes at Highly Discount rate:
http://www.mercury.co.in/msl/cisa-training-in-delhi-ncr.html
More info about CISA Training: mercury.co.in/cisa-training.html
This is the story of a dog, a man and an angel. Perhaps you will be just a fanciful story about a pet, but for me, it was much more than that. As I write these words, the lifeless body of my angel is in the car, waiting for the proper burial that will make tomorrow a hundred kilometers from here. I am immersed in feelings such as gratitude, gratitude, sweet memories and nostalgia. This book can be classified as magical realism, because part of the book is an expression of my feelings and memories and part of the book is sensory, over the years I and the dog talked through thought, telepathically. People are free to believe or not what you want, including the story that I lived with the Doctor. Eva spoke to the serpent, Balaam with the mule and I with a dog. These stories are real. People have impulse to reject what does not. I do not ask you to believe, just read my story.
KONTEKS MAKKIYAH DAN MANADIYAH SISTEM KALENDER UMAT ISLAMIAIN Tulungagung
Term hiisab, ummii, and other words associated with determining the beginning of the hijriyah months sometimes has been interpreted as less precise on its context. Hermeneutical approach with semantic methods is needed to help finding the meaning of the words and its context on the time when it was used. Hisaab (calculation), in the context of Mecca, means reckoning the manzilah of moon which was related to seasons and the system of nasii’ (intercalation). In the context of Medina, hiisaab (calculation) refers to methods of calendar of ahl al-kitaab (Jews or Christians). While the meaning of ummii is often misunderstood as ‘cannot write and count’. In the context of its semantic meaning ummii means non-Jews or non-ahl al-kitaab.
Salah satu hal yang membedakan antara penanggalan Hijriah dengan kalender lainnya adalah peraturan yang digunakan. Peraturan penanggalan hijriah disandarkan pada Al Qur’an dan Hadis yang sekaligus sebagai sumber hukum dalam agama Islam. Beberapa aturan dasar penanggalan Hijriah adalah :
1. Satu tahun terdiri dari 12 bulan. Hal ini didasarkan firman Allah (QS. Attaubah : 36) yang artinya, “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram”.
2. Awal bulan ditandai dengan hilal. Hal ini didasarkan pada firman Allah (QS. Al-Baqarah : 189) yang artinya, “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji”.
3. Satu bulan Hijriah itu terdiri dari 29 hari atau 30 hari. Hal ini didasarkan pada beberapa Hadis Nabi yang berkaitan dengan puasa di antaranya, “Sebulan itu adalah sekian dan sekian, kemudian beliau melengkungkan ibu jarinya pada perkataan yang ketiga, maka berpuasalah kamu karena melihat hilal, dan berbukalah (mengakhiri puasa) kamu karena melihat hilal. Jika hilal tertutup oleh awan, maka pastikanlah bilangan hari pada bulan itu lamanya menjadi 30 hari” (HR. Muslim).
Berdasarkan Al Quran dan Hadis Nabi tersebut, para ulama sepakat bahwa penanggalan Hijriah merupakan sistem penanggalan yang didasarkan pada pergerakan Bulan dalam mengelilingi Bumi (Lunar Calendar) dan awal bulan ditandai dengan hilal.
Dalam praktiknya, penanggalan Hijriah hingga kini-belum mempunyai peraturan baku yang dipergunakan secara internasional, sehingga dalam penetapan awal maupun akhir bulan terutama dalam penetapan awal dan akhir Ramadhan masih sering terjadi perbedaan. Banyak faktor yang menjadi penyebab perbedaan tersebut.
Sebagai salah satu pertanggungjawab pembangunan manusia di Jawa Timur, dalam bentuk layanan pendidikan yang bermutu dan berkeadilan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat. Untuk mempercepat pencapaian sasaran pembangunan pendidikan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur telah melakukan banyak terobosan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Salah satunya adalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Sekolah Luar Biasa Provinsi Jawa Timur tahun ajaran 2024/2025 yang dilaksanakan secara objektif, transparan, akuntabel, dan tanpa diskriminasi.
Pelaksanaan PPDB Jawa Timur tahun 2024 berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru, Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi nomor 47/M/2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan, dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 15 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru pada Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan dan Sekolah Luar Biasa. Secara umum PPDB dilaksanakan secara online dan beberapa satuan pendidikan secara offline. Hal ini bertujuan untuk mempermudah peserta didik, orang tua, masyarakat untuk mendaftar dan memantau hasil PPDB.
1. PENENTUAN AWAL BULAN QOMARIYAH
(PERBEDAAN RUKYAT DAN HISAB)
A. Pendahuluan
Dalam ilmu penanggalan, selain dikenal adanya tahun masehi yang dimulai dengan bulan
Januari dan diakhiri dengan bulan Desember, dikenal pula dalam Islam tahun Hijriyah. Tahun hijriyah
juga terdiri dari 12 bulan bulan sebagaimana tahun masehi. Selain istilah kedua tahun tersebut
memiliki nama-nama bulan yang berbeda, hitungan hari bulan-bulan tahun hijriyah juga berbeda
dengan hitungan hari bulan tahun masehi. Hal ini karena perhitungan hari bulan tahun hijriyah
dihitung berdasarkan lamanya putaran bulan ketika mengelilingi bumi, oleh karena itu dikenal dengan
bulan-bulan qomariyah.
Penentuan awal bulan qomariyah merupakan suatu hal yang sangat urgen dalam hal
ketepatannya bagi umat Islam, karena sangat erat kaitannya dengan kegiatan ibadah. Permasalahan
penentuan awal bulan qamariyah, dari berbagai aspeknya, selalu menarik untuk dikaji, khususnya
tentang penentuan awal Ramadhan, Syawal, dan tanggal 10 Zulhijjah. Seringkali timbul pertanyaan di
kalangan masyarakat manakala terjadi perbedaan dalam penentuannya.
Sejak zaman Rasulullah sampai sekarang ini, praktek penentuan awal bulan qamariyah,
khususnya awal Ramadhan dan Syawal, sudah rutin dilakukan oleh umat Islam, dan sistem
perhitungannyapun telah mengalami perkembangan.
Untuk mengetahui tanggal 1 bulan qomariyah, bisa dilakukan dengan menempuh metode
hisab, yakni penentuan awal bulan qamariyah yang didasarkan pada perhitungan lamanya peredaran bulan
mengelilingi bumi. Metode ini biasanya dilakukan sebelum tahun baru hijriyah dimulai1, misalnya:
tanggal 1 bulan Muharram sampai bulan Dzu al-Hijjah tahun 1434 H bisa dihitung pada tahun
sebelumnya, yakni tahun 1433 H. Selain metode hisab, dalam penanggalan Islam – dikenal ilmu falak
– ada pula metode lain yang dipergunakan untuk mengetahui awal bulan qomariyah, yakni ru’yah al-
hila>l, yakni melihat bulan sabit ketika hendak pergantian bulan, yang dilakukan pada tanggal 29 atau
malam tanggal 30 pada bulan hijriyah.
1
Seperti yang dilakukan Lajnah Falakiyah Nahdhatul Ulama, dengan menyelenggarakan musyawarah
ahli hisab, astronom,dan ahli rukyat untuk merumuskan hitungan hisab kalender tahun-tahun berikutnya. Hisab
jama’iy/kolektif/penyerasian, diumumkan melalui almanak setiap tahun dan digunakan untuk penyelenggaraan
rukyatul hilal.
1
2. Sebetulnya, dalam kegiatan melihat atau meneropong bulan ini, tidak terlepas dari hasil hisab,
sebagai patokan kapan ru’yah2 hilal bisa dilakukan. Selain itu, penglihatan bulan ini dapat dilakukan,
apabila keadaan cuaca yang baik. Karena apabila cuaca dalam keadaan tidak baik atau mendung, maka
kegiatan penglihatan bulan sabit awal bulan bulan tidak dapat dilakukan. Kemudian menimbulkan
konsekuensi jumlah hari bulan - ketika dilakukan ru’yah hilal – harus digenapkan menjadi 30 hari. Hal
ini berdasarkan hadits Nabi SAW,:
عن أبي هريرة رضي ال عنه يقول: قال النبي صلى ال عليه وسسل:م: صسسوموا لرؤيتسسه وأفطسسروا لرؤيتسسه, فسسإن
ّ ّ
3
.غبي عليك:م فأكملوا عدة شعبان يثليثين
ّ
Mengenai ru’yah hilal ini, walaupun objek yang diamati adalah sama, masih sering terjadi
perbedaan penetapan awal bulan qomariyah. Hal seperti ini disebabkan oleh ukuran minimal lamanya
hilal terlihat sampai pergantian bulan baru. Selain itu, perbedaan pula terjadi mengenai keabsahan
hasil penglihatan bulan sabit baru, misalnya: mengenai siapa yang melakukan ru’yah dan syarat-syarat
orang yang melihat hilal, serta mengenai saksi ru’yah hilal.
Selain perbedaan di atas, mengenai hasil penglihatan bulan sabit, sering kali pula timbul pro
kontra apakah hasil penglihatan tersebut berakibat hukum pergantian bulan kepada masyarakat di
suatu wilayah atau negara tempat dilakukan ru’yah, atau berlaku pula untuk Negara atau wilayah lain?
Ada yang berpendapat berakibat pergantian bulan dan ada yang berpendapat tidak berakibat.
Oleh karena demikian, ada masalah muskil yang mengemuka dan berimplikasi munculnya
perbedaan pendapat yang berkepanjangan. Untuk mendapat jawaban atas masalah pokok tersebut di
atas, umat Islam terus menerus selama ratusan tahun mengkajinya dari penafsiran makna tersirat dari
nash Al-Quran dan pendapat ulama terdahulu yang mungkin didasarkan pada perkembangan
pemikiran pada zamannya.
Makalah ini akan membahas pendapat fuqaha mengenai hilal dan permasalahannya, metode
hisab dan rukyat yang ada di Indonesia. Karena dalam prakteknya, khususnya di Indonesia, penentuan
awal bulan qomariyah sangat ditentukan oleh metode yang digunakan. Misalnya, ormas
Muhammadiyah lebih cenderung memilih metode hisab-nya, dan Nahdhatul Ulama dengan
penggunaan rukyat hilal atau dikenal dengan ru’yah bi al-fi’li. Selanjutnya dibahas kemungkinan titik
temu kedua metode hisab dan rukyat, dengan dasar pemikiran pendapat penganut hisab, bahwa hisab
merupakan penentua awal bulan qomariyah sehingga dapat disebut ru’yat bi al-‘ilmi. Penganut rukyat
2
Selanjutnya, baik kata rukyat maupun ru’yah mengandung makna yang sama
3
Muh{ammad Isma>’il al-Bukha>ry, al-Ja>mi’ al-S}a>h{ih{, (Kairo; al-Mat}baghah al-Salafiyah,
1982), 33
2
3. berpedoman, bahwa kesaksian tentang penglihatan bulan sabit (ru’yah al-hilal) dapat ditolak jika tidak
didukung oleh hisab yang akurat.
B. Konsep bulan qomariyah 4
Bulan dalam bahasa arab berarti ,القمرdan dalam bahasa inggris berarti moon. Dalam kacamata
astronomi, bulan adalah benda langit yang memiliki diameter sepanjang 3.476 km dan mengorbit
mengelilingi bumi pada jarak 384.403 km dengan orbit yang berbentuk eliptik. Adapun sumbu putar
rotasi bulan membentuk busur miring, sebesar 1,5424 derajat terhadap sumbu putar bumi. Kemudian,
sinodik bulan adalah 29 hari 12 jam 44 menit.5 Selanjutnya, berkaitan dengan bulan yang dijadikan
sebagai objek pengamatan dalam menentukan awal bulan qomariah, dianggap penting menerangkan
fase yang dimiliki oleh bulan. Fase bulan adalah bentuk bulan yang terlihat dari bumi yang
dipengaruhi proses revolusi bulan terhadap bumi, yang juga karena p[erubahan sudut dari mana kita
melihat bulan tersebut. Fase bulan yang utama yakni: 1) bulan baru (new moon), 2) kuartal pertama
(1st quarter), 3) bulan purnama (full moon), dan 4) kuartal ketiga.6 Fase yang pertama dan fase yang
terakhir dikenal juga dengan istilah bulan sabit (crescent moon), perbedaannya adalah sisi runcingnya.
Fase pertama inilah yang kemudian erat sekali dengan penentuan dimulainya bulan-bulan pada
kalender hijriyah.
Berbicara mengenai kalender, terdapat beberapa kalender yang yang dipergunakan, yakni antara
lain:7
a) Kalender Cina, yaitu kalender yang digunakan sejak abad ke 14-SM. Kelender ini sudah
menggunakan prinsip ilmu pengetahuan modern dalam perhitungannya dilakukan melalui
pengamatan astronomis dengan memperhitungkan bujur matahari dan fase bulan. Awal bulan
kalender ini dimulai saat terjadinya konjungsi bulan dan matahari. Kalender ini hamper mirip
dengan kalender yang digunakan oleh etnis Yahudi.
b) Kalender India, yaitu kalender yang dijadikan pedoman kegiatan hari besar keberagamaan
umat Hindu, Budha, dan jainis di India. Kalender ini perhitungannya berdasarkan gerakan
matahari dan bulan. Nama-nama bulannya adalah sebagai berikut: Caitra, Vaisakha, Jyaistha,
Asadha, Sravana, Bhadra, Asvina, Kartika, Agrahayana, Pausa, Magha, dan Phalguna.
c) Kalender Julian, merupakan kalender yang digunakan pada masa kerajaan Roma, yang
dicetuskan oleh Kaisar Julian Cesar yang dibantu oleh astronom yang bernama Sosigenes.
4
Yang dimaksud dengan bulan qomariyah disini adalah bulan yang terdapat dalam kalender bulan
(Lunar Calender).
5
Tino Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, (Jakarta: Amytahas Publicita, 2007), 27-28
6
Tino Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, 32
7
Tino Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, 51-53
3
4. kalender ini merupakan kalender yang pada mulanya diadopsi dari kalender Aristarcus yang
dipakai oleh penduduk Alexandria yang merupakan kalender matahari yang mana terdoro atas
12 bulan (365 hari ditambah 1 hari tambahan tiap tahun keempat). Kemudian kalender ini
dikoreksi oleh oleh August Cesar yang tidak lain adalah puteranya. Kalender ini merupakan
cikal bakal kelender matahari yang kini menyebar penggunaannya di seluruh dunia. Adapun
nama-nama bulannya adalah sebagai berikut: Januari, Februari, Maret, April, Mei, Juni, Juli,
Agustus, Spetember, Oktober, November, dan Desember.
d) Kalender Greogian, adalah kalaender yang dpertama kali dibuat oleh Dionysis Exiguus. dia
membagi tahun kalender ini menjadi 2 (dua) kelas: tahun kabisat yang memiliki 366 hari dan
tahun biasa yang memiliki 365 hari. Selain itu yang dimaksud dengan tahun kabisat adalah
tahun genap yang bisa dibagi 4, kecuali tahun genap yang bisa dibagi 100. Jadi tahun 2000
adalah tahun kabisat, sedangkan tahun 1900 dan tahun 2100 bukan merupakan tahun kabisat.
Karena kalender ini merupakan pengganti dari kalender Julian, nama-nama bulannya sama
dengan kalender Julian.
e) Kalender Islam, merupakan kalender agama Islam yang dikenal juga dengan kalender
hijriyah, yang memiliki 12 bulan berdasarkan pergerakan bulan, dengan jumlah hari 354,
36707 hari8. kalender ini dalam perhitungannya hanya berpatokan pada benda langit yang
bernama bulan, dan lebih dikenal dengan kalender qomariyah (lunar calender). Salah satu
yang membedakan kalender ini dengan yang lain khsususnya kalender Greogian yang mana
pergantian hari dimulai dari tengah malam (24:00), bahwa kalender ini dimulai sesaat setelah
matahari tenggelam di ufuk barat.
Selanjutnya, kalender tentunya tidak dapat dilepaskan dari pembicaraan mengenai awal bulan
qomariyah. Dalam hal ini, khususnya awal bulan ramadlan, syawal dan dzulhijjah, menurut Yusuf al-
Qardhawi, ada 3 metode dalam penetapan bulan-bulan tersebut, yakni ru’yat al-hila>l, istikmal
(mensempurnakan bilangan bulan menjadi 30 hari), dan hasil perhitungan hisab. Adapun dasar hukum
mengenai penentuan awal bulan qomariyah:
1) Al-Qur’an
8
Jumlah hari tersebut berdasarkan bulan sinodik, yakni 29 hari
4
5. a) Q.S. Al-baqarah:185 dan 187
.
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).”
.
“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-
tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-
rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. dan
masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu
beruntung.”
b) Q.S. At-Taubah: 36
.
“ Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah
di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram.
c) Q.S. Yunus: 5
.
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya
manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui
bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu
melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang
yang mengetahui.”
d) Q.S. Yasin: 39
.
“dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah Dia sampai ke
manzilah yang terakhir) Kembalilah Dia sebagai bentuk tandan yang tua.”
e) Q.S. al-Rahma>n: 5
5
6.
“ matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan.”
2) Al-Sunnah
عن أبي هريرة رضي ال عنه يقول: قال النبي صسلى الس عليسه وسسل:م أو قسال أبوالقاسس:م صسلى الس عليسه
9
.وسل:م: صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته فإن غبي عليك:م فاكملوا عدة شعبان يثليثين
عن إبن عبّا س أن رسول ال صلى ال س عليسسه وسسسل:م ذكر رمضسسان فقسسال ل تصسسوموا حسستى تسسروا الهلل
10
.ولتفطروا حتى تروه فإن غ:م عليك:م فأكملوا العدة يثليثين. وفي رواية أخرى فإن غ:م عليك:م فاقدروا له
ّ ّ
عن إبن عمر قال: قال رسول ال صلى ال عليه وسل:م: إنما الشهر تسع وعشرون فل تصوموا حتى تروه
ّ ّ ّ ّ
11
.ولتفطروا حتى تروه فإن غ:م عليك:م فاقدروا له
ّ ّ
عن إبن عباس قال: أن رسول ال صلى ال عليه وسل:م قال: ل تسسستقبلوا الشسسهر إسسستقبال صسسوموا لرؤيتسسه
ّ ّ
12
.وأفطروا لرؤيته فإن حال بينك:م وبين منظره سحابة أو قترة فأكملوا العدة يثليثين يوما
ّ
عن إبن عمر رضي ال عنه: عن النبي صلى ال عليه وسل:م أنه قال: إنسسا أميسسة ل نكتسسب ول نحسسب, الشسسهر هكسسذا
ّ ّ ّ
13
.وهكذا. يعني مرة تسعة وعشرين ومرة يثليثين
ّ ّ
Kemudian, karena tidak ada perincian tentang pelaksanaan dalam hal penentuan awal bulan
qomariyah, sehingga menimbulkan dua metode untuk menentukan awal bulan, yakni metode rukyah
hilal dan metode hisab. Selain itu, sebetulnya masalah penetapan awal bulan bulan tidak dapat terlepas
dari beberapa hal, antara lain: masalah ilmiah astronomis14, madzhab, kepercayaan terhadap tokoh
masyarakat dan kebiasaan.
9
Muh{ammad ibn Isma>’il al-Bukha>ry, al-Ja>mi’ al-S}ah{i>h{, juz 2, 33
10
Ma>lik ibn Anas, al-Muwat}t}a’, jilid 2, diedit oleh Sali>m ibn ‘I>d al-Hila>lyy al-Salafy, (Dubai;
Majmu’ah al-Furqa>n al-Tija}riyah, 2003), 686-687
11
Abi Al-H{usayn Muslim bin Al-H{ajja>j, S}ah{i>h{ Muslim, (Riyadh; Bayt al-Afka>r al-Dauliyah,
1998), 418
12
Abi Abdulla>h al-H{a>kim al-Naisabury, al-Mustadrak ‘ala al-S}ah{ihayn, juz 1, (Kairo; Da>r al-
H{aramayn, 1997), 586
13
Aby Daud Sulaima>n al-Ash’ath al-Sijista>ny, Sunan Aby Daud, diedit oleh ‘Ubayd al-Da’a>s
dan’A>dil al-Sayyid, juz 2, (Beirut, Da>r Ibn H{azm, 1997), 513-514
14
Yakni kriteria visibilitas hilal yang ketentuannya didasari oleh keberhasilan penglihatan. Misalnya
teori Danjon yang menyatakan bahwa hilal dapat terlihat bila jarak sudut bulan-matahari sudah 7o. namun
demikian, teori ini diganti oleh Martin Elsasser. Menurutnya, bulan baru dapat dilihat ketika sudut bulan-
matahari sudah 5o. Kemudian, kriteria visibilitas hilal dari IICP (International Islamic Calender Programe),
yakni: hilal dapat diamati bila beda tinggi bulan-matahari adalah 4o dan beda azimut bulan-matahari 45o. Bulan
terbenam lebih lambat 40 menit daripada matahari, dan hilal harus berumur 16 jam (dimulai sejak ijtima’)
khusus untuk daerah tropik. Bandingkan dengan Amir Hasanzadeh, Study of Danjon Limit in Moon Crescent
Slighting, 2011, 11. Diakses 21/11/2012, dan T Djamaluddin dalam “Visibilitas Hilal di Indonesia”, 2000
http://jurnal.lapan.go.id/index.php/warta_lapan/article/view/1063/952. diakses 21/09/2012
6
7. C. Hisab
1. Definisi
Kata hisab yang merupakan serapan dari bahasa arab, berarti: perhitungan ( ,)عددcukup (,)كافى
dan golongan besar (ةة ةة ةثةةيرة
51.)جماع ة كAdapaun secara terminology, hisab adalah menghitung
ة ة
perjalanan bulan pada tempat peredarannya untuk menetapkan waktu ijtima’16 (bertemunya matahari
dan bulan), waktu imka>n al-ru’yah (kemungkinan dilakukannya penglihatan hilal), dan tempat
keberadaaan bulan sabit baru (hilal).17
Adapaun buku-buku yang dijadikan rujukan dalam metode hisab, khususnya di Indonesia antara
lain sebagai berikut:18
a) Kitab sullam al-Nairain fi Ma’rifah al-Ijtima’ wa al-Kusu>fain; buku ini ditulis oleh guru
Mans}u>r (dilahirkan di Jakarta pada tahun 1878 M./1295 H.). kitab ini merupakan hasil
ringkasan ‘Abd al-H{ami>d ibn Muh{ammad Dami>ri> dari pengajaran yang disampaikan
oleh ‘Abd al-Rah{ma>n ibn Ah{mad al-Mis{ri>.
b) Fath al-Ra’u>f al-Manna>n li ‘amal al-kusu>f bi zi>j Dahla>n; ditulis oleh ‘Abd al-Jali>l
ibn ‘Abd al-Hami>d Kudus. Kitab ini digunakan untuk melakukan perhitungan bulan dan
gerhana berdasarkan zi>j (tabel astronomi) al-Dah{la>n al-Samma>ra>ni>. Kitab ini
berisikan: pertama; penjelasan tentang tata cara mencari saat ijtimak, tinggi hilan, dan cara
perhitungan gerhana. Kedua; tabel-tabel astronomis yang dibuat oleh Kyai Dahlan Semarang.
c) Al-Qawa>’id al-Falakiyyah; ditulis oleh ‘Abd al-Fatta>h al-Sayyid al-Takhi> al-Falaky. Isi
kitab ini terdiri dari: tahun-tahun hijriyah dan masehi, waktu sholat untuk beberapa kota dan
negara, pengetahuan tentang pengamatan benda-benda langit dan posisi bintang-bintang dari
saat terbit hingg terbenamnya, ijtimak, dan gerhana matahari dan gerhana bulan.
d) Khulas}ah al-Wafiyyah fi al-falakbi Jada>wil al-Loga>ritmiyyah; ditulis oleh Zubayr ibn
‘Umar al-Jaila>ny. Dalam kitab ini ternuat: pertama; pengertian dan pembagian ilmu falak
dan istilah yang dipakai serta sejarahnya. kedua; metode perhitungan mencari waktu ijtimak
15
Bandingkan dengan al-S}ih{h{a>h Ta>j al-Lughah oleh Isma>’l H{amma>d al-Jauhary hal. 110,
dan Lisa>n al-‘Arab oleh Ibn al-Manz{u>r (w. 711 H.), hal. 161
16
Konjungsi geosentrik atau konjungsi atau ijtima’ adalah peristiwa ketika bujur ekliptika Bulan sama
dengan bujur ekliptika Matahari dengan pengamat diandaikan berada di pusat Bumi.
http://www.bmkg.go.id/bmkg_pusat/Geofisika/Tanda_Waktu/INFORMASI_HILAL_SAAT_MATAHARI_TER
BENAM_TANGGAL_20_JUNI_2012_M_%28PENENTU_AWAL_BULAN_SYABAN_1433_H%29.bmkg.
Diakses 06/12/2012
17
Muh{ammad Jabar al-Ulfy, Manhajiyat Ithba>t al-Ahillah fi Z{ill al-Mutaghoyyira>t al-
Mu’a>s}irah, (Riyad{; t.p, 2005), 18
18
Asadurrahman, Kebijakan Pemerintah,
7
8. dan keetinggian hilal. ketiga; tabel-tabel astronomis untuk mencari waktu ijtimak dan
ketinggian hilal.
e) Nu>r al-Anwa>r min Muntaha> al-Aqwa>l fi Ma;rifah Hisa>b al-Sini>n wa al-Hila>l wa
al-Khusu>f wal-Kusu>f; dikarang oleh Nu>r Ah{mad Siddiq Sarya>ny. Kitab ini memiliki
perbedaan dengan kitab-kitab yang lain, antara lain: sistem perhitungannya memakai derajat,
dan adanya komputerisasi. Konten kitab ini: pertama; risalah falak, kedua; jadwal falak (tabel
astronomi).
f) Al-Duru>s al-Falakiyyah; dikarang oleh Muh{ammad Ma’su>m ibn ‘Ali al-Maskumambany.
Buku ini merupakan buku yang pertama kali (di Indonesia) menggunakan fungsi geometris
dengan lintang selatan. Buku ini memuat ilmu hitung, almanak masehi dan hijriyah, posisi
matahari dan lain sebagainya. Alat bantu yang dipakai dalam penghitungan ketinggian hilal
adalah rub’ al-Mujayyab19
g) Badi>’ah al-Mitha>l fi Hisa>b al-sini>n wa al-Hila>l; merupakan karangan yang ditulis
oleh pengarang kitab al-Duru>s al-Falakiyyah, yakni Muh{ammad Ma’su>m ibn Ali. Secara
gari besar buku ini memuat: teori pencarian waktu ijtimak dan tinggi bulan, serta tabel
astronomi yang dipakai dalam perhitungan pencarian saat ijtimak.
h) Buku Ephemeris;
i) Buku Tabel Jeean Meeus, dan
j) Buku Almanak Nautika.
2. Pembagian hisab
Berdasarkan waktu perjalanan bulan, hisab dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu hisab ‘urfi
dan hisab hakiki.
a. Hisab ‘urfi
19
Dalam rub’ al-mujayyab ada beberapa bagian, yakni: Qaus yaitu bagian yang melengkung (busur).
Jaib (sinus) yaitu satu sisi tempat melihat objek yang memuat angka-angka skala sinus tinggi suatu benda langit.
Jaib al-mabsu>t} yaitu suatu sudut kemiringan cahaya pada bidang datar yang horisontal dilihat dari ujung
bayang-bayang benda yang tegak. Jaib al-tama>m yaitu sisi lain dari alat ini yang memuat angka qosinus dari
tinggi objek yang diamati. Jaib al-manqus{ yaitu sinus sudut kemiringan cahaya pada bidang datar yang berdiri
dilihat dari ujung bayangan benda yang tegak lurus pada bidang itu. Awwal al-qaus yaitu bagian busur yang
berimpit dengan sisi jaib al-tamam. Akhi>r al-qaus yaitu bagian busur yang berimpit dengan sisi jaib. Hadafah
yaitu lubang yang terdapat pada sisi jaib, yang dipakai untuk mengincar/mengamati objek. Muri yaitu simpul tali
yang diikatkan pada markaz. Syaqul yaitu benda yang digandulkan pada muri, yang berguna untuk mengatur
geraknya muri. Markaz yaitu titik sudut siku-siku yang terdapat lubang tempat tali (muri) dipasang.
8
9. Menurut Chaerul Zen S., hisab ‘urfi adalah Sistem perhitungan tanggal berdasarkan kepada
peredaran umur rata-rata bulan qomariah mengelilingi bumi.20 Hisab ini dikenal juga dengan hisab ‘adadi
atau ‘alamah, adalah perhitungan untuk menentukan awal bulan qomariyah dengan berpatokan pada
pergerakan benda langit bulan. Perhitungan semacam ini, dilakukakan berasaskan rata-rata gerak
bulan dengan membagi jumlah hari dalam bulan secara berselang-seling antara bulan yang bernomor
urut genap dengan yang ganjil, dengan ketentu-ketentuan tertentu.21 Sebagai gambaran sederhana,
perhitungan suatu tanggal yang dicari merupakan hasil penjumlahan hari dari tanggal 1 Muharram
tahun 1 Hijriyah sampai tanggal yang dihitung. Selain itu, kalaender bulan qomariyah dalam sistem
hisab ‘urfi, disusun berdasarkan waktu rata-rata peredaran bulan mengelilingi bumi, yakni 29 hari 12
jam 44 menit (masa yang berlaku di antara dua ijtimak yang berurutan). Didasari perhitungan tersebut,
dalam satu tahun (12 bulan) dihitung sama dengan 254 hari 8 jam 48 menit 36 detik (354 11/30).
Kemudian, untuk menghilangkan pecahan 11/30 tersebut, maka dalam hisab ‘urfi terdapat siklus 30
tahunan yang terdiri dari 19 tahun basitah dan 11 tahun kabisah.22
Selanjutnya, dalam hisab ‘urfy terdapat kaidah-kaidah yang digunakan dalam pelaksanaan
perhitungan yang memakai metode hisab ini, yaitu:
1) Tahun Hijriyah atau tanggal 1 Muharram tahun 1 H. Jatuh bertepatan dengan hari kamis
15 Juli 622 M. atau hari Jumat 16 Juli 622 M.
2) Umur bulan dalam 1 tahun menurut metode hisab ‘urfi berselang-seling antara 30 dan 29
hari
3) Bulan-bulan yang bernomor urut ganjil, harus berumur 30 hari
4) Bulan-bulan yang bernomor genap, usianya dipatok 29 hari, kecuali bulan zulhijah pada
tahun kabisat
5) Jumlah seluruh hari dalam periode 30 tahun adalah 10631 hari
6) Tahun hijriyah dibedakan menjadi tahun basitah (tahun pendek) dan tahun kabisat (tahun
panjang)
7) Jumlah hari dalam satu tahun basitah adalah 354 hari
20
Chaerul Zen, Ensiklopedia Ilmu Falak dan Rumus-Rumus Hisab Falak, (Medan; t.p, 2008), 3
21
Tim Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Pedoman Hisab Muhammadiyah, cet. Ke-2,
(Yogyakarta; Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, 2009), 18. Bandingkan dengan Asadurrahman,
kebijakan Pemerintah, (Jakarta; UIN Jakarta , 2009 ), 124
22
Abdul Salam Nawawi, “Metode Hisab (Perhitungan Astronomis)” , NU Online, 28 Februari 2008,
(diakses 26 November 2012)
9
10. 8) Dalam satu tahun kabisat, jumlah hari adalah 355 hari
9) Tahun kabisat merupakan tahun-tahun kelipatan 30 ditambah 2, 5, 7, 10, 13, 16, 18, 21,
24, 26, dan 29.23
b. Hisab hakiki
Hisab hakiki menurut Badan Hisab Rukyat Departemen Agama, adalah penentuan awal bulan
awal bulan qomariyah deng perthitungan berdasarkan pada peredaran bulan dan bumi yang
sebenarnya, atau dikenal juga dengan sistem penentuan awal bulan qomariyah dengan metode
penentuan kedudukan bulan saat matahari terbenam.24
Selanjutnya, jika dilihat berdasarkan kriteria, hisab hakiki dibagi menjadi 4, yakni:
1) Wujudul hilal
2) Imkan al-rukyah
3) Ijtima’ sebelum terbenam matahari
4) Ijtima’ sebelum fajar
5) Bulan terbenam setelah matahari.25
D. Rukyat
1. Definisi
Yang dimaksud rukyat disini yakni rukyat hilal. Rukyat hilal terdiri dari dua kata, yakni rukyah
dan hilal. Rukyat secara harfiyah adalah melihat secara visual. Sedangkan menurut Fuqaha, yang
dimaksud dengan rukyah adalah melihat dengan mata telanjang, atau dengan kata lain tidak
menggunakan alat bantu seperti teleskop. Hal ini berdasarkan panduan yang telah dilakukakan
pada masa Rasulullah SAW. Adapun hilal menurut bahasa ialah: bulan sabit, yang digambarkan
dalam alquran dengan ujung pelapah kurma, sedangkan hilal menurut T. Djamaluddin, adalah:26
23
Tim Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Pedoman Hisab Muhammadiyah, cet. Ke-2, 19
24
Badan Hisab Rukyat, Almanak Hisab dan Rukyat, (Jakarta; Proyek Pembinaan Badan Peradilan
Agama, 1981), 99
25
Tim Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Pedoman Hisab Muhammadiyah, cet. Ke-2, 22-
23
26
T. Djamaluddin, Pengertian dan Perbandingan Madzhab tentang Hisab Rukyat dan Math’la’, 2.
Disampaikan pada "Musyawarah Nasional Tarjih ke-26", PP Muhammadiyah, Padang 1 – 5 Oktober 2003
10
11. “Hilal adalah bulan sabit pertama yang teramati di ufuk barat sesaat setelah matahari terbenam,
tampak sebagai goresan garis cahaya yang tipis, dan bila menggunakan teleskop dengan
pemroses citra bisa tampak sebagai garis cahaya tipis di tepi bulatan bulan yang mengarah ke
matahari. Dari data-data rukyatul hilal jangka panjang, keberadaan hilal dibatasi oleh kriteria
hisab tinggi minimal sekian derajat bila jaraknya dari matahari sekian derajat dan beda waktu
terbenam bulan-matahari sekian menit.”
E. Hisab dan Rukyat dalam penentuan Awal bulan Qomariyah
Menurut ilmu astronomi, dalam penetapan awal bulan qomariah (tahun hijriyah), ketinggian dan
azimuth bulan pada saat matahari terbenam pada tanggal 29 sebelum bulan baru hijriyah harus
diketahui dalam proses melakukan pengamatan bulan sabit awal bulan. Ada beberapa langkah yang
dapat dilakukan dalam proses penglihatana bulan sabit tersebut, yakni: 1) menghitung saat matahari
terbenam ditempat pengamatan; 2) menghitung Greenwich Mean Time (GMT) yang sesuai dengan
saat terbenam untuk menurunkan data deklinasi matahari, deklinasi bulan, dan sudut waktu bulan: 3)
mengubah sudut waktu bulan dari bujur Greenwich menjadi sudut bulan di tempat pengamatan; 4)
menghitung azimuth bulan dan azimut matahari, menggunakan ilmu ukur bola27; dan 5) menghitung
ketinggian bulan dengan ilmu ukur bola.28
Selanjutnya, Rukyat dan istikmal merupakan dasar penetapan mengawali dan mengakhiri
bulan hijriyah, khususnya bulan ramadlan, syawal dan dzul hijjah. Inilah ketentuan yang terdapat
dalam syariah, yang tidak lain berdasarkan dari petunjuk rasulullah SAW baik secara qauliyah
maupun fi’liyah.29 Dengan demikian, kewajiban berpuasa dimulai dan dihentikan apabila terlihat hilal.
Bukan karena adanya hilal (wujud al-hilal). Karena walaupun hilal sudah ada tidak mungkin dapat
diamati, karena pengamatan dapat saja terhalang oleh sinar matahari.30 Kemudian istikmal dilakukan
apabila keadaan mendung31. Namun demikian, ada beberapa perbedaan mengenai hilal sebagai
penentu awal bulan qomariah, yakni:
1. Syafi’iyyah: ada beberapa ketentuan yang berkaitan dengan penetapan awal bulan, yaitu:
pertama: awal bulan ramadlan terjadi dengan adanya hasil penglihatan bulan sabit (ru’yah al-
hila>l), yang dilakukan oleh pengamat bulan yang adil (walaupun sifat adilnya tidak diketahui
27
Yang dimaksud di sini adalah teori segitiga bola, yakni susunan tiga buah lingkaran besar pada
permukaan bola yang saling berpotongan. Ilmu ini membicarakan hubungan di antara unsur-unsur dalam segitiga
bola. Ilmu ukur bola ini juga dipakai untuk menghitung arah kiblat. Bandingkan dengan Maskufa, Ilmu Falaq,
(Jakarta; Gaung Persada Press, 2009), 79
28
Farid Ruskanda dkk, Rukyat dengan Teknologi, (Jakarta; Gema Insani Press, 1994), 39-40
29
‘Abd al-Rah{ma>n al-Jazi>ry, al-Fiqh ‘ala> maz{a>hib al-Arba’ah, juz 1, (Beirut; Da<r al-Kutub,
2003), 498
30
T. Djamaluddin, Pengertian dan Perbandingan Madzhab tentang Hisab Rukyat dan Math’la’, 4
31
)صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته, فإن غبي عليك:م فأكملوا عدة شعبان يثليثين )رواه البخارى
ّ
11
12. banyak orang), baik dalam keadaan cuaca yang cerah, sehingga tidak menghalangi proses
penglihatan bulan sabit, maupun cuaca dalam keadaan tidak baik, sehingga dapat mempersulit
usaha pengamat untuk melihat bulan sabit awal bulan.32 Kedua: hasil ru’yah diketahui oleh saksi
yang beragama Islam, berakal, baligh, laki-laki dan adil. Khusus mengenai hilal bulan ramadlan
dan syawal, saksi tidak boleh kurang dari dua orang.33 Ketiga: kesaksian dilakukan di depan orang
yang berwenang34, dan kesaksiannya harus menggunakan kata jelas, yakni dengan ungkapan “saya
bersaksi bahwa hilal telah terlihat”. Keempat: diwajibkan bagi orang yang melihat hilal untuk
berpuasa, baik itu kesaksiannya melihat hilal diterima maupun tidak. Selain itu, wajib juga
berpuasa bagi orang yang mempercayai hasil penglihatan hilal tersebut.35
2. Hanafiyyah: awal bulan dapat terjadi dengan beberapa ketentuan berikut: pertama: awal bulan
ditentukan oleh hasil rukyat hilal, yang dilakukan oleh sekumpulan orang. Kaidah seperti ini
digunakan, apabila keadaan alam baik, dengan begitu kegiatan rukyat hilal tidak tergangu. Selain
itu, apabila dalam keadaan langit tidak mendukung proses rukyat hilal, kemudian ada seorang
yang mengaku melihat hilal, maka kesaksiannya bisa diterima dengan syarat perukyat adalah
orang Islam, berakal, baligh, dan adil. Kedua: orang yang melakukan penglihatan bulan sabit tidak
disyaratkan harus laki-laki dan merdeka. Ketiga: hasil rukyat hilal harus dilaporkan kepada
petugas yang berwenang. Keempat: puasa wajib dilakukan baik bagi orang yang melihat hilal
maupun bagi orang yang mempercayai hasil rukyat orang yang telah melihat hilal.
3. Ma>likiyyah: pertama; hasil penglihatan bulan sabit dapat dijadikan patokan dimulainya awal
bulan harus memenuhi beberapa syarat: a) yang melakukan pengamatan hilal adalah dua orang
yang adil. Adapun yang dimaksud adil disini ialah laki-laki yang bukan budak, baligh berakal,
tidak pernah melakukan dosa besar atau terbiasa dengan dosa kecil, dan mengerjakan prilaku yang
mengurangi wibawa; b) hasil penampakan hilal diamati oleh orang banyak yang punya ilmu yang
mumpuni dan kesepakatanya jauh dari hal yang tidak benar. Mereka itu tidak harus laki-laki yang
merdeka dan baligh, serta adil; c) hilal hasil pengamatan satu orang bisa dijadikan sebagai dasar
penetapan awal bulan bagi dirinya dan bagi orang yang mempercayainya. Dengan ketentuan yang
32
Apabila hanya seorang saja yang melihat hilal sedangkan yang lain tidak melihat, maka kesaksiannya
bisa diterima. Lihat Muh{ammad ibn Idri>s al-Shafi>’y, al-Umm, juz 3, yang diedit oleh Rif’at Fauzi ‘Abd al-
Mut}allib, (Beirut; Da>r al-Wafa>’, 2001), 232
33
Bandingkan dengan Shams al-Di>n Muh{ammad ibn Khati>b al Sharbi>ny, Mughn al-Muh{ta>j,
juz 1, diedit oleh Muh{ammad Khali>l ‘I>ta>ny, (Beirut; Da.r al-Ma’rifah, 1997), 617
34
Misalnya di Indonesia adalah hakim pengadilan Agama yang ditunjuk oleh pemerintah.
35
Bandingkan dengan Aby Zakaria Yah{ya> ibn Sharaf al-Nawa>wy, Raud{ah al-T{a>libi>n, juz 2,
diedit oleh ‘A>dil Ah{mad ‘Abd al-Mauju>d, (Riyadh; Da>r ‘Ala>m al-Kutub, 2003) , 207, dan ‘Abd al-
Rah{ma>n al-Jazi>ry, al-Fiqh ‘ala> maz{a>hib al-Arba’ah, juz 1, 499
12
13. percaya bukan orang yang melakukan pengamatan hilal. Perukyat dalam keadaan ini tidak
disyaratkan laki-laki dan merdeka. Kedua; ketika penampakan hilal diketahui oleh dua orang adil
atau sekelompok orang, maka diwajibkan berpuasa bagi semua orang yang mengetahui informasi
tersebut. Begitupun apabila info tersebut diperoleh dari orang pemberi info yang adil mengenai
hasil penampakan hilal. Dalam kesaksian tersebut wajib menggunakan sighat “ .”أشهدKetiga;
hasil penglihatan hilal harus dilaporkan kepada pejabat negara yang berwenang.
4. Hanabilah: terdapat beberapa ketentuan dalam penetapan awal bulan, yakni: pertama; hasil
penglihatan hilal diperoleh dari orang yang adil baik sifat adilnya diketahui ataupun tidak.
Perukyat tidak disyaratkan laki-laki dan merdeka. Hasil penglihatan hilal tidak perlu dikabarkan
kepada orang lain dengan sighat “ .”أشهدkedua; perukyat tidak perlu dilaporkan kepada pejabat
yang berwenang. Ketiga; bagi yang mengetahui hasil rukyat hilal wajib berpuasa.
Di Indonesia, secara garis besar hisab dibagi menjadi 2, yakni hisab ‘urfi dan hisab haqiqi.
Hisab ‘urfi menetapkan umur satu tahun qomariah adalah 354 11/30 hari, sehingga kekurangan
pecahan hariannya dibuatlah istilah satu siklus qomariah setiap 30 tahun. Dalam sistem hisab ini
dikenal dengan tahun kabisah (dapat terjadi pada tahun ke-2, 5, 7, 10, 15, 18, 21, 24, 26, dan 29), dan
tahun basitah (selain dari urutan tahun kabisat). Selanjutnya, berbeda dengan hisab ‘urfi, dalam hisab
haqiqi, posisi hilal merupakan patokan dalam perhitungan bulan qomariah.
Kemudian, dalam hisab haqiqi juga dapat dibagi menjadi 2, yaitu taqribi dan tahqiqi. Hisab
haqiqi taqribi merupakan sisitem hisab yang menghitung ijtima’ dan ketinggian hilal dengan cara
mencari rata-rata waktu ijtima’ dengan ditambah koreksi sederhana. dalam hisab seperti ini belum
dikenal rumus-rumus spherical trigonometry. Menurut sistem ini, ijtima’ yang terjadi sebelum
matahari terbenam selalu menjadikan ketinggian hilal bernilai positif. Berbeda dengan dengan hisab
taqribi, sistem hisab tahqiqi dalam menghitung ketinggian hilal selalu memperhatikan posisi orang
yang melakukakan pengamatan hilal, deklinasi bulan dan matahari, serta sudut waktu bulan dan
matahari.36 Jadi dapat ditarik kesimpulan, bahwa menurut sistem ini, setiap ijtima’ yang terjadi
sebelum matahari tebenam belum tentu menjadikan posisi hilal positif di atas ufuk.
Selain itu, ada beberapa kriteria hisab yang dipakai di Indonesia, yaitu kriteria wujud hilal,
kriteria imkan rukyah dan kriteria ijtima’. Menurut kriteria wujud hilal, permulaan bulan qomariah,
apabila pada tanggal 29, matahari terbenam dan terdapat beberapa syarat yang kumpul, yakni: a) telah
terjadi ijtimak, b) ijtima; terjadi sebelum matahari terbenam, pada saat matahari terbenam, piringan
36
Bandingkan dengan Wahyu Widiana, Prosses Pengambilan Keputusan Departemen Agama tentang
Penentuan Awal dan Akhir Ramadlan, dalam “Rukyat dengan Teknologi”, (Jakarta; 1994), 80
13
14. atas bulan masih di atas ufuk.37 Kriteria wujud hilal dipakai oleh organisasi Islam Muhammadiyah.38
Menurut mereka hisab mempunyai kedudukan kuat dengan rukyat hilal dalam penentuan awal bulan
qomariah. Ini didasari oleh beberapa praktek yang dilakukan Nabi SAW pada masanya untuk
melakukan rukyat terhadap hilal dengan mempergunakan penglihatan mata, bukan dengan perhitungan
karena adanya ‘illat (alasan hukum). ‘illat hukum mengenai praktek tersebut, karena pada waktu itu
umat Islam belum mengerti pengetahuan yang cukup tentang astronomi, sehingga yang dilakukan
pada masa itu untuk menentukan awal bulan qomariah hanya me-rukyat hilal. Kemudian, ketika alasan
hukum tersebut sudah tidak ada, maka yang harus dijadikan patokan penentuan awal bbulan qomariah
adal hasil dari hisab.39 Karena sebagaimana diketahui, sekarang ini kemajuan ilmu astronomi di
kalangan umat Islam sudah lebih maju dibanding pada masa awal Islam.40
Selanjutnya, bukan hanya dalam sistem hisab, dalam sitem rukyat pun terdapat beberapa
perbedaan, baik mengenai pelaksanaannya maupun dalam keabsahan dalam laporan hasilnya. Di
Indonesia, rukyat ada yang dilakukan dengan cara sederhana, tidak menggunakan perhitungan hisab
dan menggunakan mata telanjang, ada yang dilakukan dengan bantuan hasil hisab, serta ada juga yang
sudah menggunakan teropong.
Adapun mengenai penggunaan alat dalam pengamatan hilal, para ulama berbeda pendapat
menyikapi hal tersebut. Sebagian ada yang melarang dan yang lainnya memperbolehkan. Kemudian
juga para ulama berbeda pendapat mengenai keabsahan hasil pengamatan hilal. Selain itu juga mereka
berbeda pendapat mengenai mathla’41 (tempat melakukan pengamatan hilal).42
Kemudian, berkaitan dengan perhal hisab dan rukyat , di Indonesia terdapat organisari
masyarakat yang besar yakni Nahdhatul Ulama (NU) dengan metode rukyat hilal sebagai penentu
37
Tim Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Pedoman Hisab Muhammadiyah, cet. Ke-2, 23
38
Sudah dipakai sejak keputusan Tarjih Muhammadiyah. Kemudian dikuatkan dengan keputusan Tarjih
pada tahun 2003, yang salah satu putusannya, bahwa hisab sama kedudukannya dengan hilal dalam menentukan
awal bulan qomariah.
39
الحكم يدور مع علته وجودا وعدما
ّ
40
Tim Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Pedoman Hisab Muhammadiyah, cet. Ke-2, 75
41
Dalam penetapan matla’ para ulama mendasarkannya kepada hadis yang diriwayatkan oleh Kurayb,
Ibn Abbâs dan beberapa hadits lain.20 Dari hadis-hadis tersebut para ulama berselisih pendapat. Pendapat
pertama adalah penentuan awal bulan didasarkan pada matla’ wilayah yang didasarkan pada hadits Ibnu Abbas.
Pendapat ini adalah salah satu pendapat madzab Syafi’i. Pendapat kedua adalah penentuan awal bulan
didasarkan pada matla’ ‘alam, yaitu apabila suatu negeri melihat hilâl, maka seluruh negeri harus mengikutinya.
Pendapat kedua ini masyhûr dari kalangan madzhab Mâlikiyah. Pendapat ketiga adalah penentuan awal bulan
didasarkan pada matla’ wilayah atau pada suatu negeri yang berdekatan. Pendapat ini diikuti oleh sebagian kecil
ulama Syâfi’iyah. Sedangkan dalam menentukan jarak (jauh) ada beberapa pendapat, pertama, dengan
perbedaan matla’. Ukuran matla’ dalam konteks ini adalah jarak bolehnya menqashar salat. Kedua, perbedaan
iklim. Dalam konteks ini Al-Sarkhasi menyatakan bahwa keharusan ru’yah bagi setiap negeri yang tidak samar
atas mereka hilâl. Ketiga, Imam Syawkani menambahkan bahwa tidak harus sama dalam memulai dan
mengakhiri puasa jika berbeda dua arah, yakni tinggi dan rendah yang menyebabkan salah satunya mudah
melihat hilâl. Bandingkan dengan Ibnu H{ajar, Fathul Ba>ri, Juz IV (Beirut; Da>r al-Fikr, ttp), hlm. 147, dan
As-Shan’ani, Subulus Salam, Juz II,. 310
42
Wahyu Widiana, Prosses Pengambilan Keputusan Departemen Agama tentang Penentuan Awal dan
Akhir Ramadlan, 81
14
15. permulaan awal bulan qomariah. Selain itu, NU juga mempergunakan hisab kriteria imkan al-rukyah
sebagai pendukung proses pengamatan hilal. Hisab oleh NU dijadikan pedoman untuk menetukan arah
hilal yang akan diamati, dan juga dijadikan sebagai patokan dalam membatasi minimal ketinggian
hilal yang mungkin bisa dilakukan pengamatan hilal. Adapun minimal ketinggian hilal (irtifa>’ al-
hila>l) yang dipakai oleh NU adalah 2 derajat 30 menit. Dengan demikian, jika ada sebuah berita yang
menyatakan hilal sudah dapat di-rukyat, sedangkan tinggi hilal belum memenuhi syarat, maka berita
tersebut tidak dapat diterima.43
Selain organisasi Islam yang ada di Indonesia, pemerintah juga ikut andil dalam penetapan
untuk menetukan awal bbulan qomariah, khususnya bulan ramadlan, syawal, dan dzulhijjah.
Tanggal 25 April 2012 yang lalu, Kementerian Agama telah mengundang 60 perwakilan ormas Islam,
Pondok Pesantren, para pakar hisab-rukyat dan instansi terkait; Bosscha ITB, LAPAN, BMKG dan
Planetarium & Observatorium untuk menggagas terwujudnya Kalender Islam Tunggal, akan tetapi
setelah dirumuskannya gagasan kesepakatan tersebut dalam butir-butir kalimat, lagi-lagi yang terjadi
adalah ketidak sepakatan.44
Butir 2 dan 3 kesepakatan itu berbunyi:
2). Untuk menuju kesatuan penetapan awal bulan Ramadan, Syawal dan Zulhijah dibutuhkan
3 prasyarat yang harus dipenuhi, yaitu: 1) pemberian dan pengakuan otoritas kepada
lembaga tertentu (MUI sejauh ini memberikan otoritas tersebut kepada Kementerian Agama
RI); 2) adanya kriteria yang disepakati; dan 3) adanya wilayah pemberlakuan hukum;
3) Sejauh ini belum ada kesepakatan butir kedua, yaitu mengenai kriteria awal bulan
qomariyah. Untuk menuju ke sana, pihak-pihak yang hadir dalam forum setuju untuk
membentuk tim kecil perumus kriteria yang terdiri dari perwakilan ahli hisab rukyat ormas
dan instansi terkait, dengan difasilitasi oleh Kementerian Agama dan supervisi pimpinan
ormas.
Ketidaksepakatan itu terjadi karena di antara mereka ada beberapa metode yang dipegang dan
dipedomani untuk menetukan awal bulan qomariyah. Untuk itu menurut T. Djamaluddin perlu adanya
ukuran pasti mengenai ketinggian hilal, misalnya, yang menjadi acuan pergantian bulan qomariyah.45
Dengan demikian, maka tidak akan terjadi penentuan awal bulan baik oleh ormas yang memakai
metode hisab dan ormas yang memakai metode rukyat hilal.
43
Resume dari beberapa artikel yang ada di situs www.nu.or.id. Bandingkan dengan T. Djamaluddin
dalam “Analisis Visibilitas Hilal untuk Usulan Kriteria Tunggal di Indonesia”, 2001
(http://tdjamaluddin.wordpress.com/category/Hisab-rukyat). Diakses 21/09/2012
44
Abdul Salam, Menyoal Kriteria “Imkan Ru’yah” Sebagai Penetapan Awal Bulan Qomariyah, 2012.
45
T. Djamaluddin, Astronomi Memberi Solusi Penyatuan Umat, (Jakarta; Lembaga Penerbangan dan
Badan Antariksa Nasional, 2011), 11-12
15
16. DAFTAR PUSTAKA
A. Jamil, Ilmu Falak, (Jakarta; Amzah, 2009)
Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyat “menyatukan NU &Muhammadiyah dalam penentuan Awal
Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, (Jakarta; Erlangga, 2007)
Muhammad bin Abdul wahha>b, al-‘Adhb al-Zala>l fi Maba>hith Ru’yah al-Hila>l, (kairo;
Daulah Qat}r, 1977)
Muhammad ‘Abd al- Qa>dir, Ahka>m al-Shiya>m li al-Imam Ibnu Taimiyah, (Beirut; da>r al-
Kutub al-‘Ilmiyyah, 1991)
Muh{ammad Isma>’il al-Bukha>ry, al-Ja>mi’ al-S}a>h{ih{, (Kairo; al-Mat}baghah al-Salafiyah,
1982)
Tino Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, (Jakarta: Amytahas Publicita, 2007)
Muh{ammad ibn Isma>’il al-Bukha>ry, al-Ja>mi’ al-S}ah{i>h{, juz 2, 33
Ma>lik ibn Anas, al-Muwat}t}a’, jilid 2, diedit oleh Sali>m ibn ‘I>d al-Hila>lyy al-Salafy, (Dubai;
Majmu’ah al-Furqa>n al-Tija}riyah, 2003)
Abi Al-H{usayn Muslim bin Al-H{ajja>j, S}ah{i>h{ Muslim, (Riyadh; Bayt al-Afka>r al-Dauliyah,
1998)
Abi Abdulla>h al-H{a>kim al-Naisabury, al-Mustadrak ‘ala al-S}ah{ihayn, juz 1, (Kairo; Da>r al-
H{aramayn, 1997)
Aby Daud Sulaima>n al-Ash’ath al-Sijista>ny, Sunan Aby Daud, diedit oleh ‘Ubayd al-Da’a>s
dan’A>dil al-Sayyid, juz 2, (Beirut, Da>r Ibn H{azm, 1997)
T Djamaluddin dalam “Visibilitas Hilal di Indonesia”, 2000
http://jurnal.lapan.go.id/index.php/warta_lapan/article/view/1063/952. diakses 21/09/2012
http://www.bmkg.go.id/bmkg_pusat/Geofisika/Tanda_Waktu/INFORMASI_HILAL_SAAT_MATAH
ARI_TERBENAM_TANGGAL_20_JUNI_2012_M_
%28PENENTU_AWAL_BULAN_SYABAN_1433_H%29.bmkg. Diakses 06/12/2012
Muh{ammad Jabar al-Ulfy, Manhajiyat Ithba>t al-Ahillah fi Z{ill al-Mutaghoyyira>t al-
Mu’a>s}irah, (Riyad{; t.p, 2005)
Chaerul Zen, Ensiklopedia Ilmu Falak dan Rumus-Rumus Hisab Falak, (Medan; t.p, 2008)
Tim Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Pedoman Hisab Muhammadiyah, cet. Ke-2,
(Yogyakarta; Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, 2009), 18. Bandingkan dengan
Asadurrahman, kebijakan Pemerintah dalam Penentuan Awal Bulan Qomariah, (Jakarta; UIN
Jakarta , 2009 )
Abdul Salam Nawawi, “Metode Hisab (Perhitungan Astronomis)” , NU Online, 28 Februari 2008,
(diakses 26 November 2012)
16
17. Badan Hisab Rukyat, Almanak Hisab dan Rukyat, (Jakarta; Proyek Pembinaan Badan Peradilan
Agama, 1981)
T. Djamaluddin, Pengertian dan Perbandingan Madzhab tentang Hisab Rukyat dan Math’la’, 2.
Disampaikan pada "Musyawarah Nasional Tarjih ke-26", PP Muhammadiyah, Padang 1 – 5
Oktober 2003
Maskufa, Ilmu Falaq, (Jakarta; Gaung Persada Press, 2009), 79
Farid Ruskanda dkk, Rukyat dengan Teknologi, (Jakarta; Gema Insani Press, 1994)
‘Abd al-Rah{ma>n al-Jazi>ry, al-Fiqh ‘ala> maz{a>hib al-Arba’ah, juz 1, (Beirut; Da<r al-Kutub,
2003)
Muh{ammad ibn Idri>s al-Shafi>’y, al-Umm, juz 3, yang diedit oleh Rif’at Fauzi ‘Abd al-Mut}allib,
(Beirut; Da>r al-Wafa>’, 2001)
Shams al-Di>n Muh{ammad ibn Khati>b al Sharbi>ny, Mughn al-Muh{ta>j, juz 1, diedit oleh
Muh{ammad Khali>l ‘I>ta>ny, (Beirut; Da.r al-Ma’rifah, 1997)
Aby Zakaria Yah{ya> ibn Sharaf al-Nawa>wy, Raud{ah al-T{a>libi>n, juz 2, diedit oleh ‘A>dil
Ah{mad ‘Abd al-Mauju>d, (Riyadh; Da>r ‘Ala>m al-Kutub, 2003) , 207, dan ‘Abd al-
Rah{ma>n al-Jazi>ry, al-Fiqh ‘ala> maz{a>hib al-Arba’ah (Beirut; Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah,
2002)
Wahyu Widiana, Prosses Pengambilan Keputusan Departemen Agama tentang Penentuan Awal dan
Akhir Ramadlan, dalam “Rukyat dengan Teknologi”, (Jakarta; 1994)
Ibnu H{ajar, Fathul Ba>ri, Juz IV, (Beirut, Maktabah al-Kharra>j, 1997)
As-Shan’ani, Subulus Salam, Juz II, (Beirut; Da>r al-ilm, 1999),
T. Djamaluddin dalam “Analisis Visibilitas Hilal untuk Usulan Kriteria Tunggal di Indonesia”, 2001
(http://tdjamaluddin.wordpress.com/category/Hisab-rukyat). Diakses 21/09/2012
Abdul Salam, Menyoal Kriteria “Imkan Ru’yah” Sebagai Penetapan Awal Bulan Qomariyah, 2012.
T. Djamaluddin, Astronomi Memberi Solusi Penyatuan Umat, (Jakarta; Lembaga Penerbangan dan
Badan Antariksa Nasional, 2011), 11-12
17
18. PENENTUAN AWAL BULAN QOMARIYAH
(PERBEDAAN RUKYAT DAN HISAB)
Sebagai tugas Mata Kuliah:
ISU-ISU FIQH KONTEMPORER
Dosen Penanggung Jawab Mata Kuliah:
Prof.Dr. Said Agil Husin Al Munawwar, MA
Oleh:
HAFIDZ TAQIYUDDIN
NIM: 11.2.00.0.01.0107
KONSENTRASI SYARIAH-FIQH
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI (UIN) SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
2012 M/1434 H
18