Makalah Peran Fungsi Manajemen Operasional Dalam Pengelolaan Dana Desa.
Dosen Pengampu : Donal Devi Amdanata, Ph.D
Prodi Magister Manajemen
Universitas Lancang Kuning
1. MAKALAH
PERAN FUNGSI MANAJEMEN OPERASIONAL DALAM
PENGELOLAAN DANA DESA
Mata Kuliah : Manajemen Operasional
Dosen Pengampu : Donal Devi Amdanata, Ph.D
Semester/Kelas : 1 / 1 D
Di Susun Oleh Kelompok 3
1. MAYA NOVASARI MILKA NIM : 2261101018
2. TENGKU HUZNI NIM. 2261101047
3. WARYONO NIM. 2261101039
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS LANCANG KUNING
PEKANBARU
2022
2. 1
PERAN FUNGSI MANAJEMEN OPERASIONAL DALAM
PENGELOLAAN DANA DESA
ABSTRACT
This paper is a review of how important operational management is in managing
an organization. By studying operational management we can understand and
correctly understand what an operational manager should do. The Village Law
has positioned the village as the spearhead of development and improvement of
people's welfare. Villages are given adequate authority and financial resources
so they can manage their potential to improve the economy and people's welfare.
In relation to the role of the management function with the management of
village funds, it requires the ability to plan, manage and oversee village funds
with an effective, efficient and accountable village fund management system so
that the government's goals through allocating village funds can be realized.
Keyword : Efektif, Efisien, Akuntabel, Dana Desa, Pengelolaan Dana Desa.
ABSTRAK
Tulisan ini merupakan ulasan betapa pentingnya manajemen operasional
dalam mengelola sebuah organisasi. Dengan mempelajari manajemen
operasional kita dapat memahami dan mengerti dengan benar apa yang
seharusnya dilakukan oleh seorang manajer operasional. Undang-Undang
Desa telah menempatkan desa sebagai ujung tombak pembangunan dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Desa diberikan kewenangan dan
sumber dana yang memadai agar dapat mengelola potensi yang dimilikinya
guna meningkatkan ekonomi dan kesejahtaraan masyarakat. Dalam kaitan
peran fungsi manajemen operasional dengan pengelolaan dana desa
dibutuhkan kemampuan untuk merencanakan, mengelola dan mengawal dana
desa dengan sistem pengelolaan dana desa yang efektif, efisien dan akuntabel
sehingga tujuan pemerintah melalui pengalokasian dana desa dapat terwujud.
Keyword : Efektif, Efisien, Akuntabel, Dana Desa, Pengelolaan Dana Desa.
3. 2
Pendahuluan
Menurut Heizer dan Render, manajemen operasional adalah bentuk
pengelolaan menyeluruh serta optimal pada aspek tenaga kerja, barang-
barang (mesin, peralatan, dan bahan mentah), atau faktor produksi lain yang
bisa dijadikan produk barang dan jasa yang lazim diperdagangkan. Dalam
pendekatan lain, manajemen operasional juga diartikan sebagai pengelolaan,
meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengoordinasian, dan pengendalian
semua kegiatan yang terkait dengan barang serta jasa secara
langsung. Pengertian manajemen operasional lainnya, aplikasi ilmu
manajemen untuk mengatur semua kegiatan produksi agar berjalan efektif
dan efisien. Tidak hanya itu, manajemen operasional juga didefinisikan
sebagai sebuah proses berkesinambungan dan efektif dalam menggunakan
semua fungsi manajemen untuk mengintegrasikan beragam sumber daya
secara efisien demi terwujudnya tujuan perusahaan. Jika dirangkum, seluruh
definisi di atas merujuk pada pengelolaan sumber daya bisnis yang terkait
produk dan jasa agar aktivitas bisnis berjalan efisien. Karena itu, dalam
manajemen operasional, ada struktur kepengurusan yang perlu dibentuk dan
dilaksanakan sesuai fungsi masing-masing. Biasanya, pimpinan tertinggi
dalam struktur tersebut adalah manajer operasional. (1)
Pemerintah desa bertugas dan berkewajiban untuk melaksanakan
pembangunan sebagaimana dimandatkan dalam Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa dengan mengajak, melibatkan dan memastikan
masyarakat desa turut berpartisipasi. Sementara tugas utama warga
masyarakat desa adalah melibatkan diri dalam seluruh proses pembangunan
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, pemantauan dan
pengawasan. Proses pembangunan desa diawali dengan musyawarah di
tingkat desa. Undang-Undang Desa menyebutkan di tinggkat desa ini sebagai
Musyawarah Desa. Musyawarah desa yang terencana adalah musyawarah
desa yang terkait dengan proses pembangunan desa, yang secara rutin
dilaksanakan sesuai dengan tahapan dalam pembangunan desa. Proses
4. 3
pembangunan desa meliputi tahapan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan
dan pengawasan, pelaporan. (2)
Guna mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi desa dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa dalam segala
aspeknya sesuai dengan kewenangan yang dimiliki, UU Nomor 6 Tahun 2014
memberikan mandat kepada Pemerintah untuk mengalokasikan Dana Desa.
Dana Desa tersebut dianggarkan setiap tahun dalam APBN yang diberikan
kepada setiap desa sebagai salah satu sumber pendapatan desa. Kebijakan ini
sekaligus mengintegrasikan dan mengoptimalkan seluruh skema
pengalokasian anggaran dari Pemerintah kepada desa yang selama ini sudah
ada Dana Desa yang bersumber dari APBN adalah wujud pengakuan negara
terhadap kesatuan masyarakat hukum yang berwenang mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa, hak asal usul dan/atau hak tradisional.
Jika dikaitkan peran fungsi manajemen operasional dengan
pengelolaan dana desa tentunya dibutuhkan pemahaman mengenai
pengelolaan dana desa. Pemahaman tentang pengelolaan dana desa menjadi
aspek penting dan mendasar yang harus dimiliki oleh para pemangku
kepentingan di level pemerintahan desa, khususnya perangkat desa, dalam
mewujudkan transparansi dan akuntabilitas keuangan desa.
Tinjauan Pustaka
Efektifitas menurut gie (2000) adalah keadaan atau kemampuan suatu
kerja yang dilaksanakan oleh manusia untutk memberikan hasil guna yang
diharapkan. Sedangkan Gibson (1984) mengemukakan bahwa efektivitas
adalah konteks perilaku organisasi yang merupakan hubungan antar
produksi, kualitas, efisiensi, fleksibilitas, kepuasan, sifat keunggulan dan
pengembangan. Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung
pengertian dicapainya tujuan yang telah ditetapkan, selalu terkaiat dengan
hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya
5. 4
dicapai. Dan dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, serta nilai dengan
berbagai cara yang mempunyai kaitan yang erat dengan efisiensi.
Menurut Halim (2001) efektivitas adalah hubungan antara output
pusat tanggungjawabnya dan tujuannya. Makin besar kontribusi output
terhadap tujuan makin efektiflah satu unit tersebut. Konsep efektivitas
merupakan pernyataan secara menyeluruh tentang seberapa jauh suatu
organisasi telah mencapai tujuannya. Efektivitas juga dapat berarti kegiatan
yang selesai tepat waktunya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, jadi
apabila suatu organisasi tersebut telah mencapai tujuannya telah berjalan
dengan efektif. (3)
Pengertian efisiensi menurut Halim (2001) adalah perbandingan
antara output dengan input. Ukuran efisien dapat dikembangkan dengan
menghubungkan antara biaya yang sesungguhnya dengan biaya standar yang
telah ditetapkan sebelumnya (misalnya anggaran). Dari definisi tersebut maka
efisiensi adalah berbanding antara keluaran dan masukan.
Menurut Handoko (1995) efisiensi adalah kemampuan untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan dengan benar. Ini merupakan perhitungan
perbandingan antara keluaran (output) dan masukan (input). Efisiensi
penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat dicapai dengan memperhatikan
aspek hubungan dan tata kerja antar instansi pemerintah daerah dengan
memanfaatkan potensi dan keanekaragaman suatu daerah.
Efisiensi menurut Permendagri No 13/2006, adalah hubungan antara
masukan (input) dan keluaran (output), efisiensi merupakan ukuran apakah
penggunaan barang dan jasa yang dibeli dan digunakan oleh organisasi
perangkat pemerintahan untuk mencapai tujuan organisasi perangkat
pemerintahan dapat mencapai manfaat tertentu yakni pendapatan bagi
pemerintah. Sedangkan input merupakan segala sesuatu yang dibutuhkan
agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran yakni
berupa belanja. Output adalah sesuatu yang diharapkan langsung dapat
6. 5
dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik dan non-fisik dalam hal ini
adalah pendapatan. (4)
Konsep akuntabilitas berawal dari pemikiran bahwa setiap kegiatan
harus dipertanggungjawabkan kepada orang atau instansi yang memberi
kewenangan untuk melaksanakan suatu program. Sebagaimana dinyatakan
oleh Haris (2007: 349) bahwa akuntabilitas merupakan kewajiban dari
individu-individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber
daya publik dan yang bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab hal-hal
yang menyangkut kebijakan fiskal, managerial dan program. (5)
Akuntabel yaitu perwujudan kewajiban untuk
mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan
pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan dalam rangka pencapaian tujuan
yang telah ditetapkan. Asas akuntabel yang menentukan bahwa setiap
kegiatan dan hasil akhir kegiatan penyelenggaran pemerintahan desa harus
dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat desa sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. (6)
Dana desa adalah dana APBN yang diperuntukkan bagi desa yang
ditransfer melalui APBD Kabupaten/Kota dan diprioritaskan untuk
pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Tujuan
pemberian dana desa adalah untuk meningkatkan pelayanan publik di desa;
mengentaskan kemiskinan; memajukan perekonomian desa; mengatasi
kesenjangan pembangunan antardesa serta memperkuat masyarakat desa
sebagai subjek dari pembangunan.
Pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
dalam perencanaan, pelaksanaan, penantausahaan, pelaporan,pertanggung
jawaban keuangan desa. Penyelenggaraan keuangan desa berdasarkan hak
asal-usul dan kewenangan lokal berskala desa yang didanai oleh APBDesa.
Pengelolaan terhadap keuangan desa yaitu sebuah strategi yang berdasarkan
penantausahaan, laporan, tanggung jawab yang mengenai keuangan sifatnya
7. 6
tidak ada yang disembunyikan atau terbuka terhadap pelaporan pengelolaan
keuangan.
Pengelolaan dana desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporaan dan
pertanggungjawaban keuangan desa. Dasar hukum pengelolaan keuangan
desa adalah peraturan menteri dalam negeri nomor 20 tahun 2018 tentang
pengelolaan keuangan desa. Pemahaman mengenai pengelolaan dana desa di
desa menjadi aspek penting dan mendasar yang harus dimiliki oleh para
pemangku kepentingan di level pemerintah desa, khususnya perangkat desa,
dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas keuangan desa. (7)
Analisa
UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa telah mengamanatkan dana desa
yang besarnya sekitar satu milyar bagi 74.958 desa di seluruh Indonesia untuk
membangun desa. Keberadaan dana desa ini diharapkan bisa memberikan
kesempatan kepada masyarakat desa untuk mengembangkan desanya seraya
mengubah cara pandang selama ini bahwa pembangunan hanya berlangsung
di perkotaan. Awal juli 2015 dana desa akhirnya mulai turun walau sempat
muncul kekhawatiran akan terhambatnya pencairan dana desa terkait tarik
menarik kewenangan antara Kementrian Dalam Negeri dan Kementrian Desa
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Juga adanya
kekhawatiran dana desa akan disalahgunakan dan banyaknya kepala desa
yang terseret masalah hukum. Pada awal diluncurkan dana desa, rata-rata
desa mendapatkan dana sebesar Rp 283,77 juta. Alokasi ini belum
ditambahkan dari Alokasi Dana Desa yaitu 10 persen dari Dana Alokasi Umum
dan Dana Bagi Hasil. Setiap desa di Indonesia setidaknya menerima dana
sebesar Rp 750 juta yanag meliputi Dana Desa dari pemerintah pusat dan
Alokasi Dana Desa di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. (8)
8. 7
Bagaimana strategi pengelolaan dana desa agar aparat desa jauh dari
tindak korupsi dan bagaimana fungsi pertanggungjawabannya? Inosensius I
Sigaze dalam kompasiana menyebutkan :
(1). Sistem aliran dana desa dengan menggunakan rekening di bawah
nomor rekening pemerintahan Kabupaten. Tujuannya agar sesuai data
transfer online itu memudahkan pencarian kembali terkait tujuan penarikan
uang setelah pencairan dana desa. Dan alangkah nyamannya jika nomor
rekening desa itu berada di bawah nomor rekening pusat yang menangani
pencairan dana desa. Sehingga, dengan cara tersebut, pemerintah pusat bisa
dengan cepat mengetahui kapan saja ada penarikan dana desa.
(2). Sistem pengajuan budget anggaran penggunaan dana desa. Sistem
pengajuan budget dana desa sangat perlu atau sangat dibutuhkan. Tujuannya
adalah untuk mendorong kepala desa dalam menata anggaran desa sesuai
dengan rencana dan keperluan desa dan bukan sesuai kebutuhan kejutan
sewaktu-waktu. Budget dibuat bukan pada akhir tahun, tetapi sebaliknya
sebelum tahun anggaran baru. Maksudnya supaya semua item kebutuhan
pembangunan yang bisa dilaksanakan dari dana desa bisa direncanakan
dengan baik bersama masyarakat desa. Selain itu, diharapkan dapat
menghindari trik korupsi membuat nota belanja pada akhir tahun anggaran
yang dibuat-buat supaya semuanya bisa dipertanggungjawabkan. Sistem
budget itu perlu juga didukung dengan format online yang bisa diakses dari
pusat. Karena itu, kepala desa tidak hanya mengajukan budget, tetapi juga
harus mempertanggungjawabkan usulan budget untuk tahun anggaran baru
dengan maksud untuk mengetahui skala prioritasnya.
(3). Perlu adanya website desa yang dilengkapi dengan kolom penilaian
dan laporan masyarakat terkait dana desa. Website ini bisa diakses oleh
masyarakat desa untuk mengetahui informasi tentang desa dan segala
informasi yang berkaitan dengan masyarakat desa. Bahkan paling penting
terkait tema cegah korupsi aparat desa adalah kolom laporan terkait dengan
kejanggalan-kejanggalan di desa. Sebagai contohnya, misalnya masyarakat
9. 8
desa tahu bahwa kepala desa pernah membuat stempel sendiri dengan nama
toko tertentu di sekitarnya, lalu membuat rekayasa nota belanja dengan harga-
harga barang yang tidak sesuai untuk menghabiskan dana desa. Nota yang
dilengkapi dengan stempel itu perlu dilaporkan secara online sehingga
memudahkan tim pemeriksa dana desa untuk mencari tahu ke tempat belanja
sesuai dengan bukti laporan. Dalam hal ini, pemeriksaan dana desa tidak
hanya pemeriksaan secara online, tetapi juga secara langsung ke tempat-
tempat pembelian barang-barang sesuai dengan laporan yang sudah ada.
(4). Merumuskan rencana pembangunan desa berdasarkan skala
prioritas desa. Kalau memperhatikan tiga strategi di atas, terasa sekali rumit
dan berbelit. Tentu benar, tetapi itulah sistem yang mendukung pemakaian
keuangan secara bertanggung jawab. Meskipun demikian, sebenarnya tidak
begitu rumit jika dana desa benar-benar dialokasikan hanya untuk satu atau
dua item pembangunan yang paling dibutuhkan di masyarakat setempat.
Contoh, jika hasil musyawarah dengan seluruh masyarakat desa telah
memperoleh kata sepakat bahwa anggaran dana desa tahun 2022 fokus untuk
pembangunan jalan desa beraspal sampai ke kampung-kampung. Maka, fokus
perhatian dana desa hanya tertuju kepada pembangunan jalan beraspal. Hal
yang lebih memudahkan lagi adalah perlu adanya larangan bagi kepala desa
untuk terlibat langsung sebagai tender proyek desa. Proyek pembangunan
jalan desa bisa bekerja sama dengan Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten. Ini
hanya salah satu contoh jika mau dana desa benar-benar menjadi efektif dan
punya dampak yang konkret dan bisa dirasakan oleh masyarakat. Bisa jadi
orang perlu belajar dengan logika seperti ini, bukan soal banyaknya program
pembangunan desa untuk menghabiskan dana desa, tetapi kualitas
pembangunan yang memang sangat dibutuhkan masyarakat untuk
mempercepat pemerataan pembangunan dan kesejahteraan. Hal yang perlu
dihindari adalah gagasan tentang skala prioritas desa. Skala prioritas
pembangunan desa itu bukan menurut kehendaknya kepala desa, tetapi
berdasarkan kajian yang perlu melibatkan pihak lain seperti peneliti dari
10. 9
universitas. Memang masyarakat desa perlu menyampaikan pikiran-pikiran
mereka, tetapi kemudian harus diuji dengan data yang merupakan hasil survei
pihak lain atau pihak akademisi.
(5). Pendidikan budi pekerti aparat desa. Dimensi budi pekerti terlihat
sedikit menyimpang dari tema tentang dana desa, namun jangan cepat-cepat
menyepelekan tema budi pekerti itu. Ada satu hal yang sering saya amati
dalam konteks setiap pelantikan para pejabat, di sana ada saja tokoh-tokoh
agama yang dilibatkan entah itu imam masjid, ustad, pendeta, pastor dan
tokoh agama lainnya. Pertanyaan, apakah mungkin peran mereka perlu
diperluas dari konteks kerja sama untuk memperjelas hubungan iman dan
kehidupan bermasyarakat? Dalam hal ini, saya lebih tertarik dengan pola yang
ada di tubuh TNI. Di sana ada pendamping rohani yang melayani dan
mendampingi mereka secara spiritual, ya tentu terkait kehidupan iman, budi
pekerti, hati dan tanggung jawab batin mereka. Mengapa hal baik seperti itu
tidak juga dipakai dalam konteks di desa-desa? Singkatnya pemerintah perlu
memberanikan diri untuk membuka hubungan baru dengan pihak lain yang
punya otoritas dalam hal tata batin. Berbicara tentang pertanggungjawaban
keuangan, tentu terkait dengan hati manusia. Korupsi bisa saja karena
hilangnya hati yang peduli pada penderitaan dan keadilan sosial. Katakan saja,
di setiap wilayah kecamatan, perlu ada seorang tenaga spiritual yang punya
tugas resmi dalam konteks kerja sama dengan pemerintah sebagai
pendamping rohani untuk semua kepala desa. Dari tugas itu, sudah pasti ada
kegiatan-kegiatan yang bercorak budi pekerti, evaluasi, dan pembinaan-
pembinaan lainnya sesuai konteks masing-masing. Pertanyaannya, beranikah
pemerintah kita membuka hubungan baru dengan sistem kerja seperti itu?
Tujuannya adalah agar keselarasan kehidupan iman dan praksis sosial itu
menjadi nyata. Dan tidak lagi harus katakan, "urusan agama itu lain, dan
urusan pemerintah itu beda-beda, tidak boleh lurus-lurus saja."
Dari lima strategi diatas dapat disimpulkan beberapa hal ini
Pemerintah perlu memperjelas sistem pencairan dana desa dengan standar
11. 10
transparansi yang mudah terkontrol dan terfokus. Pengajuan budget anggaran
dana desa harus disertai dengan data kebutuhan masyarakat desa yang sudah
dikaji bersama pihak peneliti dan akademisi lainnya. Ruang kritik, komentar,
dan kontrol sosial perlu dibuka melalui akses informasi yang lebih luas sampai
ke masyarakat desa (website desa). Skala prioritas pembangunan desa perlu
dikaji bersama dengan semua pihak; bukan soalnya banyaknya program tetapi
prioritas atau keutamaan dan urgensitas sesuai kebutuhan riil yang
mempercepat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah
perlu membuka hubungan baru dengan otoritas agama untuk melengkapi
dimensi tata batin dan pertanggungjawaban moral penggunaan keuangan
desa.
Demikian beberapa gagasan terkait 5 strategi terkait pengelolaan dana
desa dan upaya-upaya praktis yang bisa dilakukan untuk menekan lubang
hitam korupsi dana desa di pelosok tanah air ini. Meskipun demikian, ulasan
ini tentu tetap merupakan alternatif solusi yang coba dikaji berdasarkan
pengalaman pernah hidup dalam konteks pengelolaan keuangan dalam satu
organisasi dan pengalaman-pengalaman lainnya yang terkait. Tidak ada
kemajuan dan perubahan yang bisa terjadi tanpa ada keberanian untuk
mengambil langkah baru yang jujur, transparan, dan bertanggung jawab. (9)
Daftar Pustaka
1. Akidna R. https://majoo.id/solusi/detail/manajemen-operasional.
2. Sri Palupi D. Pelaksanaan Undang Undang Desa Berbasis Hak. Nisa N,
editor. Jakarta: Lakpesdam PBNU; 2016.
3. Mulyadi I. Artikel Efektivitas Pengelolaan Keuangan Desa : Studi Pada
Pemerintahan Desa Di Kota Sawahlunto. 2019;9(2):599–613.
4. Khadlirin A, Mulyantomo E, Widowati SY. Analisis Efisiensi Dan
Efektifitas Pengelolaan Dana Desa (Study Empiris Dana Desa di Desa
Tegalarum Kabupaten Demak Tahun 2016-2020). Solusi.
2021;19(2):50–65.
12. 11
5. Asmawati I, Basuki P. Akuntabilitas pengelolaan dana desa.
2019;2(1):63–76.
6. BPKP. Pengelolaan Keuangan Desa. 2016.
7. Jenderal DPK. Buku Pintar Dana Desa. Jakarta: Kementerian Keuangan
Republik Indonesia; 2019.
8. Press L. Pengelolaan Dana Desa. LIPI Press; 2020.
9. Inosensius I Sigaze.
https://www.kompasiana.com/inosensius280778/6143dcd606310e0
7e9680f82/strategi-pengelolaan-dana-desa-dan-cara-
pertanggungjawabannya.