SlideShare a Scribd company logo
i
MAKALAH FARMAKOTERAPI I
STUDI KASUS RHINITIS ALERGI
Disusun Oleh :
1. Anita Sri Lestari 200209005
2. Defi Novitasari 200209011
3. Melati Daru Siwi 200209017
4. Samuel Kristian Saputra 200209026
5. Demina Iryo 200209038
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
UNIVERSITAS DUTA BANGSA SURAKARTA
2022
ii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan Puji dan Syukur kepada Allah SWT, atas segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Makalah
Farmakoterapi I Studi Kasus
Makalah ini dapat disusun dengan bantuan dari pihak lain dan referensi seperti internet.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan ke berbagai pihak yang telah memberikan
konstribusi, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan
pemikiran kepada pembaca khususnya teman-teman kami sesama mahasiswa.
Dalam menyusun makalah ini, penulis sangat menyadari banyaknya kekurangan yang
terdapat di dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
sebagai perbaikan pembuatan makalah di masa yang akan datang.
Surakarta. 11 Maret 2022
Penulis
iii
DAFTAR ISI
COVER ......................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 2
1.3 Tujuan............................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................. 4
2.1 Rhinitis Alergi ................................................................................................ 4
2.2 Etiologi Rhinitis Alergi.................................................................................... 5
2.3 Klasifikasi ...................................................................................................... 5
2.4 Patofisiologi Rhinitis Alergi ............................................................................ 5
2.5 Gejala Klinis.................................................................................................... 6
2.5.1 Bersin ................................................................................................... 6
2.5.2 Hidung Gatal.......................................................................................... 6
2.5.3 Hidung Berair ........................................................................................ 6
2.5.4 Hidung Tersumbat ................................................................................. 6
2.6 Pemeriksaan diagnostik .................................................................................. 7
2.7 Penatalaksanaan............................................................................................... 7
2.8 Pencegahan...................................................................................................... 7
2.9 Komplikasi ..................................................................................................... 8
2.10 Studi Kasus ..................................................................................................... 9
BAB III PENUTUP ............................................................................................................... 11
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 11
3.2 Saran ................................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................... 12
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rinitis Alergi (RA) merupakan suatu gejala hipersensitivitas dihidung yang
diinduksi oleh inflamasi yang diperantarai oleh imunoglubulin E (IgE) setelah
membrane mukosa hidung terpapar dengan allergen. Rhinitis alergi sering dikaitkan
dengan kongjungtivitis alergi yang mana gejala klinis yang dimiliki oleh rhinitis
alergi adalah hidung berair (rinore), hidung tersumbat, gatal-gatal pada hidung dan
mata yang disertai dengan produksi lakrimasi yang banyak, sering bersin dan adanya
post nasal drip.
Klasifikasi RA yang direkomedasikan adalah menurut World Health
Organisation- Allergic and Rhinitis on Its Impact on Asthma (WHO-ARIA)
berdasarkan lama dan derajat gejala. Lama gejala terdiri atas intermiten (gejala < 4
hari perminggu atau < 4 minggu) dan persisten (gejala > 4 hari dan sekurang-
kurangnya 4 minggu). Derajat gejala (ringan, atau sedang-berat) tergantung dari
gejala dan kualitas hidup. Dikatakan ringan apabila tidak ditemukan gangguan tidur,
gangguan aktivitas harian, bersantai, olahraga, belajar dan bekerja.dikatakan sedang-
berat jika terdapat satu atau lebih dari gangguan diatas.
RA sering disertai dengan penyakit lain, yang juga disebut sebagai kondisi
komorbid. Kondisi komorbid yang paling sering adalah asma. Selain itu, kondisi
komorbid lainnya adalah seperti konjungtivitas, polip hidung, rinosinusitis. Dan otitis
media. Masih banyak masyarakat yang belum terdiagnosa dengan RA karena mereka
menganggap gejala yang dialami tidak terlalu berat untuk berjumpa dengan dokter.
Namun, RA bisa menjadi predisposisi bagi penyakit komorbid.
RA merupakan penyakit kronis yang paling sering menyerang saluran nafas
atas. Mempengaruhi sekitar 10-25% jumlah populasi. Pada negara maju prevalensi
RA dijumpai lebih tinggi dibandingkan dengan negara berkembang, seperti di Inggris
prevalensinya mencapai 29%, di Denmark sebesar 31,5% dan di Amerika berkisar
33,6%. Sedangkan prevalensi di Indonesia belum diketahui dengan pasti, namun data
dari berbagai rumah sakit menunjukkan bahwa RA memiliki frekuensi berkisar 10-
26% dari jumlah populasi. Secara patofisilogi gambaran karakteristik RA berupa
akumulasi sel-sel inflamasi yang meliputi sel limfosit T, sel mast, eosinophil,
basophil, dan neutrophil. Dimana, pelepasan berbagai mediator inflamasi inilah
nantinya yang akan berhubungan erat dengan gejala yang ditimbulkan oleh RA
setelah terpapar dengan alergen penyebab (Widuri, 2009; Bakhshaee et al.,2010;
Venkateswarlu et al., 2015).
Pada penyakit alergi termasuk didalamnya RA terjadi reaksi imunitas antara
penjamu yaitu penderita RA dengan allergen penyebab. Respon imun dimulai dari
2
stimulasi sel imun oleh pathogen, antigen dan sitokin.. stimulus ini memicu respon
melalui reseptor seluler. Respon imun sangat kompleks dan berbeda-beda karena
melibatkan berbagai tipe sel seperti makrofag, sel natural killer dan sel dendrit yang
dapat dijumpai pada system imun bawaan sedangkan Limfosit T dan Limfosit B dapat
ditemukan pada system imun didapat. Aktivasi reseptor pada permukaan sel sistem
imun bawaan seperti makrofag dan sel dendrit menghasilkan sitokin dan kemokin yang
nantinya akan mengatur fase selanjutnya termasuk respon inflamasi. Sitokin mengatur
komunikasi antara sel-sel dalam sistem imun. Salah satunya sitokin yang terlibat dalam
reaksi alergi adalah Interleukin-5 (IL-5). Dimana IL-5 merupakan sitokin yang
berperan sebagai activator utama sel eosinophil yang berasal dari sel T helper 2 (Th2)
(Huriyati, Budiman & Octiza, 2014).
Dalam patofisiologi RA, IL-5 dapat dikatakan sebagai sitokin yang sangat
penting dan sangat spesifik untuk maturasi, perkembangan, aktivitas dan
kelangsungan hidup eosinofil, diantara sekian banyak sitokin yang juga terlibat
didalam RA. Sedangkan sel eosinophil sendiri, memiliki peran penting dalam
mengatur mekanisme yang berhubungan dengan alergi dan berperan dalam
pathogenesis inflamasi reaksi alergi dan pada akhirnya erat kaitannya dengan gejala
klinis yang dijumpai khususnya pada RA (Pitarini, 2015).
Peneilitian mengenai IL-5 kaitannya dengan penyakit yang berhubungan
dengan reaksi alergi sudah banyak dilakukan. Pada penelitian yang telah dilakukan
terhadap manusia dan hewan coba, pemberian inhibitor IL-5 dengan antibody
monoclonal dapat menurunkan kadar eosinophil dalam darah oleh karena alergi dan
penyakit kronik (Greenfeeder et al., 2001).
Sesuai dengan perannya yang sangat penting dalam reaksi alergi, penelitian
mengenail IL-5 sedah banyak dilakukan pada penyakit-penyakit alergi lainnya.
Sebagian IL-5 dihubungkan dengan keberadaan eosinophil baik pada mukosa jaringan
yang terlibat maupun pada darah penderitanya. Selain itu juga dikaitkan dengan
derajat keparahan penyakit. Bahkan sudah banyak penelitian yang dilakukan
mengenai pengobatan penyakit alergi dengan pemberian antibodimonoklonal IL-5.
Meskipun pemberian anti IL-5 telah banyak dilakukan untuk pengobatan penyakit
alergi yang berat, tetapi belumada yang menyatakan bahwa terjadi peningkatan kadar
IL-5 yang lebih tinggi pada penyakit alergi berat bila dibandingkan dengan penyakit
alergi yang lebih ringan. Oleh sebab itu perlu adanya data yang membuktikan bahwa
penyakit alergi berat memiliki kadar IL-5 yang lebih tinggi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis dat membuat rumusan
masalah yaitu sebagai berikut :
1. Apa Pengertian dari Rhinitis alergika?
2. Apa Etiologi dari Rhinitis alergika?
3. Apa saja klasifikasi Rhinitis alergika ?
4. Bagaimanakah patofisiologis pada Rhinitis alergika?
5. Apa saja manifestasi dari Rhinitis alergika?
3
6. Pemerikasaan diagnostik apa saja yang perlu ?
7. Bagaimankah penatalaksanaan nya ?
8. Bagaimana cara pencegahannya ?
9. Apa saja komplikasi nya ?
10. Menyelesaikan Studi Kasus
C. Tujuan
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas
Farmakoterapi I yang berjudul “Rhinitis Alergika”. Tujuan khusus penulisan makalah
ini adalah menjawab pertanyaan yang telah dijabarkan pada rumusan masalah serta
mengetahui hasil analisis studi kasus dengan metode SOAP.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Rhinitis Alergi
Rhinitis alergi merupakan penyakit inflamasi yang dimediasi IgE pada
mukosa hidung, yang dipicu oleh adanya paparan alergen. Kondisi ini
berdampak signifikan pada tidur, pekerjaan, dan kinerja sekolah penderitanya.
Kondisi rhinitis alergi ini sering dikaitkan dengan kondisi dermatitis
atopi, alergi makanan, dan asma. Gejala utamanya termasuk rinorea,
hidung tersumbat, dan bersin, meskipun gejala mata juga dapat terjadi. Diagnosis
rhinitis alergi didapatkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis, riwayat pasien harus mencakup
evaluasi gejala seperti rinorea, hidung gatal, bersin, konjungtivitis alergi, dan
hidung tersumbat. Waktu timbulnya gejala perlu diketahui karena sangat penting
dalam menentukan alergen mana yang dicurigai sebagai penyebab timbulnya
gejala.
Riwayat penyakit lain seperti asma juga harus dinilai. Secara epidemiologi,
hingga 40% pasien dengan rhinitis alergi memiliki riwayat asma. Riwayat atopi
dalam keluarga juga merupakan salah satu faktor risiko kuat yang dapat
mendukung diagnosis rhinitis alergi. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menilai
kondisi eksternal dan internal dari hidung. Pada pemeriksaan fisik dicari
gejala gatal pada hidung, telinga, palatum atau tenggorok, sekret bening cair,
kongesti nasal, nyeri kepala sinus, disfungsi tuba estachius, bernafas lewat
mulut atau mengorok, post nasal drip kronis, batuk kronis non produktif, sering
mendehem, dan kelelahan pagi hari.
Secara khusus, penanda atopi dicari diantaranya allergic shiner, allergic
salute, dan allergic crease. Bila disertai keluhan pada mata maka pemeriksaan
palpebra dan konjungtiva diperlukan untuk menemukan edema, sekret, dan
kelainan lainnya. Pemeriksaan penunjang dilakukan melalui skin prick test.
Pemeriksaan ini menjadi pilihan karena cepat, murah, dan tidak invasif untuk
mengkonfirmasi atau menyingkirkan adanya alergi. Pemeriksaan IgE spesifik
secara in vitro jika pemeriksaan skin prick test tidak mungkin dilakukan misal
pada pasien-pasien dengan ruam atau pasien yang mengonsumsi
antihistamin rutin. Setelah diagnosis rhinitis alergi ditegakkan, pasien diedukasi
untuk sebisa mungkin menghindari alergen pencetus timbulnya gejala sebelum
dilanjutkan dengan farmakoterapi.
5
2.2 Etiologi Rhinitis Alergi
Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang diawali oleh dua tahap sensitilasi
yang diikuti oleh reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari dua fase, yaitu :
 Immediate Phase Allergic Reaction
Berlangsung sejak kontak dengan allergen hingga 1 jam setelahnya.
 Late Phase Allegic Reaction
Reaksi yang berlangsung pada 2 hingga 4 jam dengan puncak 6-8 jam setelah
pemaparan dan dapat berlangsung hingga 24 jam.
Berdasarkan cara masukknya allergen dibagi menjadi :
 Allergen inhalan, yang masuk Bersama dengan udara pernafasan, misalnya
debu, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur.
 Allergen kontaktan, yang masuk melaui kontak dengan kulit atau jaringan
mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan.
Dengan masuknya allergen ke dalam tubuh, reaksi alergi dibagi menjadi tiga tahap
besar, yaitu :
 Respon Primer, terjadi eliminasi dan pemakanan antigen, reaksi non spesifik
 Respon Sekunder, reaksi yang terjadi spesifik yang membangkitkan system
humoral, system seluler saja atau bisa membangkitkan keduanya. Jika antigen
berhasil dihilangkan maka berhenti pada tahap ini, jika antigen masih ada
karena defek dari ketiga mekanisme system tersebut maka berlanjut ke respon
tersier.
 Respon Tersier, reaksi imunologik yang tidak menguntungkan.
2.3 Klasifikasi
Berdasarkan waktunya, rhinitis alergi dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
 Seasonal allergic rhinitis(SAR) → terjadi pada waktu yang sama setiap
tahunnya → musim bunga, banyak serbuk sari beterbangan
 Perrenial allergic rhinitis(PAR) → terjadi setiap saat dalam setahun, penyebab
utama: debu, animal dander, jamur, kecoa
 Occupational allergic rhinitis → terkait dengan pekerjaan
2.4 Patofisiologi Rhinitis Alergi
Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen hewan di endapkan pada mukosa
hidung. Alergen yang larut dalam air berdifusi ke dalam epitel, dan pada individu
individu yang kecenderungan atopik secara genetik, memulai produksi imunoglobulin
lokal (Ig ) E. Pelepasan mediator sel mast yang baru, dan selanjutnya, penarikan
neutrofil, eosinofil, basofil, serta limfosit bertanggung jawab atas terjadinya reaksi
awal dan reaksi fase lambat terhadap alergen hirupan. Reaksi ini menghasilkan
mukus, edema, radang, gatal, dan vasodilatasi. Peradangan yang lambat dapat turut
6
serta menyebabkan hiperresponsivitas hidung terhadap rangsangan nonspesifik suatu
pengaruh persiapan. (Behrman, 2000).
Histamin merupakan mediator penting pada gejala alergi di hidung. Histamine bekerja
langsung pada reseptor histamine selular, dan secara tidak langsung melalui refleks
yang berperan pada bersin dan hipersekresi. Melalui saraf otonom, histamin
menimbulkan gejala bersin dan gatal, serta vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas
kapiler yang menimbulkan gejala beringus encer dan edema local reaksi ini timbul
segera setelah beberapa menit pasca pajanan allergen.
Kurang lebih 50% Rhinitis alergik merupakan manifestasi reaksi hipersensitifitas tipe
I fase lambat, gejala Gejala rhinitis alergik fase lambat seperti hidung tersumbat,
kurangnya penciuman, dan hiperreaktivitas lebih diperankan oleh eosinophil.
2.5 Gejala klinis
Manifestasi klinis RA dapat berupa :
2.51 Bersin
Histamin merupakan mediator utama terjadinya bersin pada RA. Bersin
disebabkan oleh stimulasi reseptor H1 pada ujung saraf vidianus (C fiber
nerve ending) (Lumbanraja, 2007; Chaaban & Naclerio, 2014).
2.5.2 Hidung gatal
Rasa gatal pada hidung yang dijumpai pada penderita RA dikarenakan
adanya mediator yang bekerja pada serabut saraf tak bermyelin yang
berada dekat dibagian basal, epidermis atau mukosa, yang terjadi saat
histamin berikatan dengan resepto histamin 1 (H1), pada ujung serabut
saraf trigeminal dan hal ini dapat terjadi langsung setelah paparan alergen
(Lumbanraja, 2007; Chaaban & Naclerio, 2014)
2.5.3 Hidung berair
Hidung berair pada RA didefinisikan sebagai pengeluaran sekresi kelenjar
membran mukosa hidung yang berlebihan, dimulai dalam tiga menit
setelah paparan alergen dan berakhir pada sekitar 20-30 menit kemudian.
Sekresi kelenjar tersebut terjadi akibat terangsangnya saraf parasimpatis
dan mengalirnya cairan plasma dan molekul-molekul protein besar
melewati dinding kapiler pembuluh darah hidung. Hal ini terjadi oleh
karena adanya reksi dari histamin. Histamin bekerja dengan meningkatkan
permeabilitas vaskuler melalui reaksi langsung pada reseptor H1
(Lumbanraja, 2007; Chaaban & Naclerio, 2014).
2.5.4 Hidung Tersumbat
Hidung tersumbat yang dijumpai pada penderita RA terjadi oleh karena
terhambatnya aliran udara akibat kongesti sementara yang bersifat
vasodilatasi vaskuler. Mekanisme vasodilatasi vaskuler ini diperantarai
oleh reseptor H1, yang mengakibatkan pelebaran pada vena kavernosa
7
sinusoid dalam mukosa konka, oleh sebab itu terjadi peningkatan tahanan
udara didalam hidung. Hidung berair yang menghasilkan sekret dan
tertimbun didalam rongga hidung juga akan menambah sumbatan pada
hidung. Selain itu peningkatan aktivitas saraf parasimpatis juga
menyebabkan vasodilatasi yang mengakibatkan hidung buntu
(Lumbanraja, 2007; Chaaban & Naclerio, 2014).
Selain gejala klinis diatas pada pemeriksaan fisik pasien dengan RA
dapat ditemukan tanda-tanda objektif yaitu allergic shiners yaitu warna
kehitaman pada daerah infraorbita disertai dengan pembengkakan.
Perubahan ini karena adanya stasis vena yang disebabkan edema dari
mukosa hidung dan sinus. Sekret hidung serous atau mukoserous, konka
pucat atau keunguan (livide) dan edema, faring berlendir. Tanda lain yang
sering timbul adalah munculnya garis tranversal pada punggung hidung
berupa allergic crease dan karena gatal penderita RA sering menggosok-
gosok hidung dikenal istilah allergic salute, biasanya timbul setelah gejala
diderita lebih dari dua tahun (Widuri & Suryani, 2011).
2.6 Pemeriksaan diagnostik
Diagnosis rhinitis alergi ditetapkan berdasarkan riwayat penyakit, gejala klinis
karakteristik dan deteksi penyebab alergen yang signifikan (untuk pengujian kulit atau
penentuan titer IgE spesifik alergen secara in vitro dalam hal tidak mungkin melakukan
tes kulit).
2.7 Penatalaksanaan
a. Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen
penyebab
b. Pengobatan, penggunaan obat antihistamin H-1 adalah obat yang sering dipakai
sebagai lini pertama pengobatan rhinitis alergi atau dengan kombinasi
dekongestan oral. Obat Kortikosteroid dipilih jika gejala utama sumbatan hidung
akibat repon fase lambat tidak berhasil diatasi oleh obat lain
c. Tindakan Operasi (konkotomi) dilakukan jika tidak berhasil dengan cara diatas
d. Penggunaan Imunoterapi.
2.8 Pencegahan
a. Gunakan saringan ventilasi udara pada jendela rumah untuk mengurangi
banyaknya debu yang masuk ke dalam rumah.
b. Mencuci tangan setelah mengelus binatang.
c. Menggunakan kacamata saat beraktivitas di luar rumah
d. Selalu menjaga kebersihan lingkungan agar tidak ada jamur atau tungau dan
debu.
e. Hindari polusi udara dengan mengenakan masker saat beraktivitas di luar.
f. Segera mandi setelah selesai beraktivitas di luar rumah agar alergen yang
menempel pada tubuh atau rambut Anda bisa hilang.
8
g. Memandikan hewan peliharaan Anda setidaknya dua kali seminggu untuk
meminimalkan ketombe.
h. Hindari penggunaan karpet di kamar tidur Anda jika khawatir dengan tungau
debu.
i. Jauhi asap rokok dan berhentilah jika Anda seorang perokok.
Pemilihan obat-obatan dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal antara lain :
a. Obat-obat yang tidak memiliki efek jangka panjang.
b. Tidak menimbulkan takifilaksis.
c. Beberapa studi menemukan efektifitas kortikosteroid intranasal. Meskipun
demikian pilihan terapi harus dipertimbangkan dengan kriteria yang lain.
d. Kortikosteroid intramuskuler dan intranasal tidak dianjurkan sehubungan dengan
adanya efek samping sistemik.
2.9 Komplikasi
 Sinusitis → Sinus yang terinfeksi dan mengalami peradangan merupakan salah
satu dari komplikasi rhinits alergi yang umum terjadi. Sinusitis bisa terjadi karena
lendir atau ingus yang dihasilkan sinus secara alami tidak dapat mengalir ke
hidung lewat saluran kecil seperti biasanya yang menjadi salah satu faktor
penyebab sinusitis. Ingus tersebut akan menumpuk dan menyumbat saluran yang
akhirnya menyebabkan sinusitis.
 Infeksi Telinga Bagian Tengah → Komplikasi rhinitis alergi selanjutnya juga bisa
menjadi penyebab dari infeksi telinga bagian tengah atau dikenal dengan nama
otitis media yakni gangguan yang terjadi pada tabung eustachian. Tabung
eustachian tersebut ada di bagian belakang hidung yang menghubungkan bagian
belakang hidung dengan telinga bagian tengah dan bertugas untuk mengalirkan
cairan dna akhirnya menyebabkan gangguan fungsi daun telinga. Apabila cairan
menumpuk dalam telinga bagian tengah yang disebabkan karena rhinitis alergi,
maka akan berubah menjadi infeksi di telinga bagian tengah tersebut. Infeksi
telinga bagian tengah akan menimbulkan macam macam penyakit telinga dan
gejala seperti penyebab telinga sakit dan terasa nyeri, hilangnya keseimbangan,
demam tinggi, sakit kepala, penyebab telinga berdengung bahkan bisa
menyebabkan hilangnya pendengaran
 Polip Hidung → Polip hidung juga menjadi komplikasi rhinitis alergi dimana
terjadi pembengkakan yang tumbuh dalam hidung dan bisa mengakibatkan radang
selaput hidung. Ukuran dari polip hidung juga bervariasi dan bisa berwarna
merah, abu abu atau kuning. Jika polip yang terjadi ukurannya besar, maka cara
mengobati polip yakni operasi kemungkinan akan dilakukan, akan tetapi jika polip
masih berukuran kecil, maka bisa diatasi dengan menggunakan obat semprot
hidung steroid untuk melegakan hidung.
 Disfungsi Tuba → Disfungsi tuba juga menjadi komplikasi rhinitis alergi yang
disebabkan karena penyumbatan tuba. Sumbatan tersebut akan menyebabkan
drainase, proteksi dan ventilasi atau aeresi telinga bagian tengah atau kavum
timpani menjadi terganggu. Pada saat gangguan ini terjadi, maka akan
menimbulkan beberapa kelainan pada telinga bagian tengah tergantung dari
seberapa lama dan seberapa berat rhinitis alergi terjadi dan beberapa faktor
lainnya.
9
2.10 Studi Kasus
Seorang pasien, Ny. Ambar (40 tahun) datang ke poliklinik dengan keluhan bersin-
bersin terus sejak 3 hari yang lalu. Bersin terjadi pada waktu yang tidak tentu baik pagi,
siang ataupun malam. Bersin meningkat apabila terpapar debu dan angina. Bersin terjadi
selama 4 hari dalam 1 minggu. Pasien juga mengeluhkan hidung kadang tersumbat pada
saat terpapar debu yang banyak, pilek dengan cairan bening, encer dan tidak
berbau.selain itu, pasien juga mengelukan gatal pada hidung. Keluhan pasien tidak
mengganggu aktivitas. Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan dan obat-
obatan.
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 120/70mmHg
Pernafasan : 20x/menit
Nadi : 84x/menit
Suhu Tubuh : 37,2ºC
Lakukan Analisis dengan metode SOAP!
 Analisis
- Subjektif (S) :
1. Bersin-bersin, bersin meningkat apabila terpapar debu dan dingin.
2. Hidung tersumbat saat terpapar debu
3. Pilek dengan cairan bening, encer, dan tidak berbau
4. Gatal Pada Hidung
- Objektif (O) :
1. TD : 120/70mmHg
2. Pernafasan : 20x/menit
3. Nadi : 84x/menit
4. Suhu Tubuh : 37,2ºC
- Assesment (A) : Rhinitis Alergi
- Plan (P) :
1. Terapi Non Obat :
Dari hasil pemeriksaan diketahui nilai
 Tekanan Darah : 120/70 mm/hg, berada dalam batas normal (Normal
diatas 90/60 mm/hg sampai 120/80 mm/hg)
 Pernafasan : 20x/menit berada diatas normal
(Normal 12-40x/menit)
 Nadi : 84x/menit, berada dalam batas normal
(Normal60-100x/menit)
 Suhu tubuh : 37,2°C, berada dalam batas atas normal
10
(Normal 36,1°C sampai 37,2°C)
 Terapi non obat bisa dilakukan dengan menghindari faktor pemicu
alergen seperti debu dan udara dingin, memperbaiki pola makan, dan
berolahraga.
2. Terapi Obat :
 Rhinos SR :
- Indikasi : Mengatasi gejala rinitis alergi seperti hidung meler,
hidung tersumbat, pilek, bersin-bersin, pruritus, mata berair,
dan ciri alergi lainnya.
- Kontraindikasi : Hipersensitivitas pada komposisi, Hipertensi
berat, Pasien yang sedang menjalani terapi MAOI. atau masih
memiliki 10 hari penghentian terapi, Pasien penyakit arteri
koroner
- Dosis : dosis Rhinos SR untuk dewasa dan anak-anak >12
tahun 1 kap setiap 12 jam.
- Efek samping : gangguan saluran cerna, anoreksia, mual,
muntah, sakit perut dan mulut kering.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang disebabkan oleh reaksi alergi
pada pasien-pasien yang memiliki atopi, yang sebelumnya sudah tersensitisasi atau
terpapar dengan allergen (zat/materi yang menyebabkan timbulnya alergi) yang sama
serta meliputi mekanisme pelepasan mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan
dengan allergen yang serupa (Von Pirquet, 1986).
Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu :
 Immediate Phase Allergic Reaction
Berlangsung sejak kontak dengan allergen hingga 1 jam setelahnya
 Late Phase Allergic Reaction
Reaksi yang berlangsung pada dua hingga empat jam dengan puncak 6-8 jam
setelah pemaparan dan dapat berlangsung hingga 24 jam.
Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen hewan di endapkan pada
mukosa hidung. Alergen yang larut dalam air berdifusi ke dalam epitel, dan pada
individu individu yang kecenderungan atopik secara genetik, memulai produksi
imunoglobulin lokal (Ig ) E. Pelepasan mediator sel mast yang baru, dan selanjutnya,
penarikan neutrofil, eosinofil, basofil, serta limfosit bertanggung jawab atas terjadinya
reaksi awal dan reaksi fase lambat terhadap alergen hirupan. Reaksi ini menghasilkan
mukus, edema, radang, gatal, dan vasodilatasi. Peradangan yang lambat dapat turut
serta menyebabkan hiperresponsivitas hidung terhadap rangsangan nonspesifik suatu
pengaruh persiapan. (Behrman, 2000).
B. Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini,
agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
12
DAFTAR PUSTAKA
•Rujukan bentuk buku
ISO (Informasi Spesialite Obat ) ; Volume 51 tahun 2017 s/d 2018 ; hal 81
•Rujukan artikel /wab
https://r.search.yahoo.com/_ylt=Awrxx_20bS1ilgEA1wHLQwx.;_ylu=Y29sbwNzZzMEcG9z
AzMEdnRpZAMEc2VjA3Ny/RV=2/RE=1647173172/RO=10/RU=https%3a%2f%2fid.iliveo
k.com%2fhealth%2fdiagnosis-rhinitis-
alergi_86038i15937.html/RK=2/RS=h2HHkHqprDUUKtoTIyiDFVXt2Uw-
https://r.search.yahoo.com/_ylt=Awrx25_jby1iSzEAuQLLQwx.;_ylu=Y29sbwNzZzMEcG9z
AzMEdnRpZAMEc2VjA3Ny/RV=2/RE=1647173732/RO=10/RU=https%3a%2f%2fgayaseh
atku.com%2fgejala-dan-pencegahan-rhinitis-
alergi%2f/RK=2/RS=upqsRauXcg8hG_CG3KlKPNI9h2k-
https://r.search.yahoo.com/_ylt=AwrxwXqhcC1ifTIAWAPLQwx.;_ylu=Y29sbwNzZzMEcG
9zAzMEdnRpZAMEc2VjA3Ny/RV=2/RE=1647173921/RO=10/RU=https%3a%2f%2fhalose
hat.com%2frhinitis%2fkomplikasi-rhinitis
alergi/RK=2/RS=goct_aWZrrYG4H5Sn_uQv0.DSdg-
13

More Related Content

Similar to MAKALAH FARMAKOTERAPI I KELOMPOK 6-d.pdf

Hiper.................................
Hiper.................................Hiper.................................
Hiper.................................
Operator Warnet Vast Raha
 
Aspek imunologi sle
Aspek imunologi sleAspek imunologi sle
Aspek imunologi sle
Milka Betaubun
 
Penatalaksanaan Lupus Eritematosus Sistemik
Penatalaksanaan Lupus Eritematosus SistemikPenatalaksanaan Lupus Eritematosus Sistemik
Penatalaksanaan Lupus Eritematosus Sistemik
Rachmat Gunadi Wachjudi
 
Makalah sistem pernapasan 2
Makalah sistem pernapasan 2Makalah sistem pernapasan 2
Makalah sistem pernapasan 2
Photo Setudio Planet solo grand mall
 
Sindrom Guillain Bare
Sindrom Guillain BareSindrom Guillain Bare
Sindrom Guillain Bare
Phil Adit R
 
Makalah penjaskes
Makalah penjaskesMakalah penjaskes
Makalah penjaskes
Warnet Raha
 
Makalah penjaskes
Makalah penjaskesMakalah penjaskes
Makalah penjaskes
Operator Warnet Vast Raha
 
Askep Demam Thypoid
Askep Demam ThypoidAskep Demam Thypoid
Askep Demam Thypoid
Sri Nala
 
asuhan keperawatan pada Steven Johnson
asuhan keperawatan pada Steven Johnsonasuhan keperawatan pada Steven Johnson
asuhan keperawatan pada Steven Johnson
pjj_kemenkes
 
Asuhan Keperawatan Pada Steven Johnson
Asuhan Keperawatan Pada Steven Johnson  Asuhan Keperawatan Pada Steven Johnson
Asuhan Keperawatan Pada Steven Johnson
pjj_kemenkes
 

Similar to MAKALAH FARMAKOTERAPI I KELOMPOK 6-d.pdf (20)

Hiper.................................
Hiper.................................Hiper.................................
Hiper.................................
 
Aspek imunologi sle
Aspek imunologi sleAspek imunologi sle
Aspek imunologi sle
 
Penatalaksanaan Lupus Eritematosus Sistemik
Penatalaksanaan Lupus Eritematosus SistemikPenatalaksanaan Lupus Eritematosus Sistemik
Penatalaksanaan Lupus Eritematosus Sistemik
 
PJBL SLE
PJBL SLEPJBL SLE
PJBL SLE
 
Askep pada paisen ringitis
Askep pada paisen ringitisAskep pada paisen ringitis
Askep pada paisen ringitis
 
Askep pada pasien ringitis
Askep pada pasien ringitisAskep pada pasien ringitis
Askep pada pasien ringitis
 
Askep pada paisen ringitis
Askep pada paisen ringitisAskep pada paisen ringitis
Askep pada paisen ringitis
 
Askep pada pasien ringitis
Askep pada pasien ringitisAskep pada pasien ringitis
Askep pada pasien ringitis
 
Askep pada pasien ringitis AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada pasien ringitis AKPER PEMKAB MUNA Askep pada pasien ringitis AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada pasien ringitis AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep pada paisen ringitis AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada paisen ringitis AKPER PEMKAB MUNA Askep pada paisen ringitis AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada paisen ringitis AKPER PEMKAB MUNA
 
Saad alergi makanan AKPER PEMKAB MUNA
Saad alergi makanan AKPER PEMKAB MUNA Saad alergi makanan AKPER PEMKAB MUNA
Saad alergi makanan AKPER PEMKAB MUNA
 
Makalah sistem pernapasan 2
Makalah sistem pernapasan 2Makalah sistem pernapasan 2
Makalah sistem pernapasan 2
 
Awal mds ( tugas penjaskes
Awal mds ( tugas penjaskesAwal mds ( tugas penjaskes
Awal mds ( tugas penjaskes
 
Sindrom Guillain Bare
Sindrom Guillain BareSindrom Guillain Bare
Sindrom Guillain Bare
 
Makalah penjaskes
Makalah penjaskesMakalah penjaskes
Makalah penjaskes
 
Makalah penjaskes
Makalah penjaskesMakalah penjaskes
Makalah penjaskes
 
Makalah penjaskes
Makalah penjaskesMakalah penjaskes
Makalah penjaskes
 
Askep Demam Thypoid
Askep Demam ThypoidAskep Demam Thypoid
Askep Demam Thypoid
 
asuhan keperawatan pada Steven Johnson
asuhan keperawatan pada Steven Johnsonasuhan keperawatan pada Steven Johnson
asuhan keperawatan pada Steven Johnson
 
Asuhan Keperawatan Pada Steven Johnson
Asuhan Keperawatan Pada Steven Johnson  Asuhan Keperawatan Pada Steven Johnson
Asuhan Keperawatan Pada Steven Johnson
 

Recently uploaded

Laporan Kasus Hernia Inguinalis Lateralis
Laporan Kasus Hernia Inguinalis LateralisLaporan Kasus Hernia Inguinalis Lateralis
Laporan Kasus Hernia Inguinalis Lateralis
nuradzhani
 
Monitoring dan Evaluasi Program Pertolongan Pertama Pada Luka Psikologis.pdf
Monitoring dan Evaluasi Program Pertolongan Pertama Pada Luka Psikologis.pdfMonitoring dan Evaluasi Program Pertolongan Pertama Pada Luka Psikologis.pdf
Monitoring dan Evaluasi Program Pertolongan Pertama Pada Luka Psikologis.pdf
haniekusuma
 
penanganan korban pingsan pada PMR wira1
penanganan korban pingsan pada PMR wira1penanganan korban pingsan pada PMR wira1
penanganan korban pingsan pada PMR wira1
akbarkibas
 
Antraks.pptxnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn
Antraks.pptxnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnAntraks.pptxnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn
Antraks.pptxnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn
hidnisa
 
UPDATE-RESUSITASI-STABAILISASI-DAN-TRANSPORTASI-NEONATUS.pdf
UPDATE-RESUSITASI-STABAILISASI-DAN-TRANSPORTASI-NEONATUS.pdfUPDATE-RESUSITASI-STABAILISASI-DAN-TRANSPORTASI-NEONATUS.pdf
UPDATE-RESUSITASI-STABAILISASI-DAN-TRANSPORTASI-NEONATUS.pdf
meiliska
 
PPT Lokmin Okt 2020 pkm mantap sekali .pptx
PPT Lokmin Okt 2020 pkm mantap sekali .pptxPPT Lokmin Okt 2020 pkm mantap sekali .pptx
PPT Lokmin Okt 2020 pkm mantap sekali .pptx
nugrohoadhi239
 
Pengkajian Keperawatan Gerontik pada lansia
Pengkajian Keperawatan Gerontik pada lansiaPengkajian Keperawatan Gerontik pada lansia
Pengkajian Keperawatan Gerontik pada lansia
erni239369
 
dr. Ery, Sp.A(K) Deteksi dan Tatalaksana TBC pada Anak.pdf
dr. Ery, Sp.A(K) Deteksi dan Tatalaksana TBC pada Anak.pdfdr. Ery, Sp.A(K) Deteksi dan Tatalaksana TBC pada Anak.pdf
dr. Ery, Sp.A(K) Deteksi dan Tatalaksana TBC pada Anak.pdf
yainpanggalo4
 
Jual Blue Wizard Asli DI Makassar 081398577786 - Obat Perangsang Wanita.pdf
Jual Blue Wizard Asli  DI Makassar 081398577786 - Obat Perangsang Wanita.pdfJual Blue Wizard Asli  DI Makassar 081398577786 - Obat Perangsang Wanita.pdf
Jual Blue Wizard Asli DI Makassar 081398577786 - Obat Perangsang Wanita.pdf
syifafarma
 
Cara membaca EKG dengan baik dan benar, untuk tenaga kesehatan
Cara membaca EKG dengan baik dan benar, untuk tenaga kesehatanCara membaca EKG dengan baik dan benar, untuk tenaga kesehatan
Cara membaca EKG dengan baik dan benar, untuk tenaga kesehatan
JacquelynKelly4
 
Sajak Kijang yang lelah 3R1.pdfsfgvegegergergerger
Sajak Kijang yang lelah 3R1.pdfsfgvegegergergergerSajak Kijang yang lelah 3R1.pdfsfgvegegergergerger
Sajak Kijang yang lelah 3R1.pdfsfgvegegergergerger
0787plll
 
Buku kms bayi bayi kecil untuk prematur bayi
Buku kms bayi bayi kecil untuk prematur bayiBuku kms bayi bayi kecil untuk prematur bayi
Buku kms bayi bayi kecil untuk prematur bayi
ElfaRos1
 
PEMERIKSAAN MALARIA -RAPID (RDT) Malaria.pptx
PEMERIKSAAN MALARIA -RAPID (RDT) Malaria.pptxPEMERIKSAAN MALARIA -RAPID (RDT) Malaria.pptx
PEMERIKSAAN MALARIA -RAPID (RDT) Malaria.pptx
UmbuArnold
 

Recently uploaded (13)

Laporan Kasus Hernia Inguinalis Lateralis
Laporan Kasus Hernia Inguinalis LateralisLaporan Kasus Hernia Inguinalis Lateralis
Laporan Kasus Hernia Inguinalis Lateralis
 
Monitoring dan Evaluasi Program Pertolongan Pertama Pada Luka Psikologis.pdf
Monitoring dan Evaluasi Program Pertolongan Pertama Pada Luka Psikologis.pdfMonitoring dan Evaluasi Program Pertolongan Pertama Pada Luka Psikologis.pdf
Monitoring dan Evaluasi Program Pertolongan Pertama Pada Luka Psikologis.pdf
 
penanganan korban pingsan pada PMR wira1
penanganan korban pingsan pada PMR wira1penanganan korban pingsan pada PMR wira1
penanganan korban pingsan pada PMR wira1
 
Antraks.pptxnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn
Antraks.pptxnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnAntraks.pptxnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn
Antraks.pptxnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn
 
UPDATE-RESUSITASI-STABAILISASI-DAN-TRANSPORTASI-NEONATUS.pdf
UPDATE-RESUSITASI-STABAILISASI-DAN-TRANSPORTASI-NEONATUS.pdfUPDATE-RESUSITASI-STABAILISASI-DAN-TRANSPORTASI-NEONATUS.pdf
UPDATE-RESUSITASI-STABAILISASI-DAN-TRANSPORTASI-NEONATUS.pdf
 
PPT Lokmin Okt 2020 pkm mantap sekali .pptx
PPT Lokmin Okt 2020 pkm mantap sekali .pptxPPT Lokmin Okt 2020 pkm mantap sekali .pptx
PPT Lokmin Okt 2020 pkm mantap sekali .pptx
 
Pengkajian Keperawatan Gerontik pada lansia
Pengkajian Keperawatan Gerontik pada lansiaPengkajian Keperawatan Gerontik pada lansia
Pengkajian Keperawatan Gerontik pada lansia
 
dr. Ery, Sp.A(K) Deteksi dan Tatalaksana TBC pada Anak.pdf
dr. Ery, Sp.A(K) Deteksi dan Tatalaksana TBC pada Anak.pdfdr. Ery, Sp.A(K) Deteksi dan Tatalaksana TBC pada Anak.pdf
dr. Ery, Sp.A(K) Deteksi dan Tatalaksana TBC pada Anak.pdf
 
Jual Blue Wizard Asli DI Makassar 081398577786 - Obat Perangsang Wanita.pdf
Jual Blue Wizard Asli  DI Makassar 081398577786 - Obat Perangsang Wanita.pdfJual Blue Wizard Asli  DI Makassar 081398577786 - Obat Perangsang Wanita.pdf
Jual Blue Wizard Asli DI Makassar 081398577786 - Obat Perangsang Wanita.pdf
 
Cara membaca EKG dengan baik dan benar, untuk tenaga kesehatan
Cara membaca EKG dengan baik dan benar, untuk tenaga kesehatanCara membaca EKG dengan baik dan benar, untuk tenaga kesehatan
Cara membaca EKG dengan baik dan benar, untuk tenaga kesehatan
 
Sajak Kijang yang lelah 3R1.pdfsfgvegegergergerger
Sajak Kijang yang lelah 3R1.pdfsfgvegegergergergerSajak Kijang yang lelah 3R1.pdfsfgvegegergergerger
Sajak Kijang yang lelah 3R1.pdfsfgvegegergergerger
 
Buku kms bayi bayi kecil untuk prematur bayi
Buku kms bayi bayi kecil untuk prematur bayiBuku kms bayi bayi kecil untuk prematur bayi
Buku kms bayi bayi kecil untuk prematur bayi
 
PEMERIKSAAN MALARIA -RAPID (RDT) Malaria.pptx
PEMERIKSAAN MALARIA -RAPID (RDT) Malaria.pptxPEMERIKSAAN MALARIA -RAPID (RDT) Malaria.pptx
PEMERIKSAAN MALARIA -RAPID (RDT) Malaria.pptx
 

MAKALAH FARMAKOTERAPI I KELOMPOK 6-d.pdf

  • 1. i MAKALAH FARMAKOTERAPI I STUDI KASUS RHINITIS ALERGI Disusun Oleh : 1. Anita Sri Lestari 200209005 2. Defi Novitasari 200209011 3. Melati Daru Siwi 200209017 4. Samuel Kristian Saputra 200209026 5. Demina Iryo 200209038 FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI S1 FARMASI UNIVERSITAS DUTA BANGSA SURAKARTA 2022
  • 2. ii KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan Puji dan Syukur kepada Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Makalah Farmakoterapi I Studi Kasus Makalah ini dapat disusun dengan bantuan dari pihak lain dan referensi seperti internet. Ucapan terima kasih penulis sampaikan ke berbagai pihak yang telah memberikan konstribusi, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya teman-teman kami sesama mahasiswa. Dalam menyusun makalah ini, penulis sangat menyadari banyaknya kekurangan yang terdapat di dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran sebagai perbaikan pembuatan makalah di masa yang akan datang. Surakarta. 11 Maret 2022 Penulis
  • 3. iii DAFTAR ISI COVER ......................................................................................................................... i KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii DAFTAR ISI................................................................................................................. iii BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 2 1.3 Tujuan............................................................................................................... 3 BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................. 4 2.1 Rhinitis Alergi ................................................................................................ 4 2.2 Etiologi Rhinitis Alergi.................................................................................... 5 2.3 Klasifikasi ...................................................................................................... 5 2.4 Patofisiologi Rhinitis Alergi ............................................................................ 5 2.5 Gejala Klinis.................................................................................................... 6 2.5.1 Bersin ................................................................................................... 6 2.5.2 Hidung Gatal.......................................................................................... 6 2.5.3 Hidung Berair ........................................................................................ 6 2.5.4 Hidung Tersumbat ................................................................................. 6 2.6 Pemeriksaan diagnostik .................................................................................. 7 2.7 Penatalaksanaan............................................................................................... 7 2.8 Pencegahan...................................................................................................... 7 2.9 Komplikasi ..................................................................................................... 8 2.10 Studi Kasus ..................................................................................................... 9 BAB III PENUTUP ............................................................................................................... 11 3.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 11 3.2 Saran ................................................................................................................ 11 DAFTAR PUSTAKA................................................................................................... 12
  • 4. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rinitis Alergi (RA) merupakan suatu gejala hipersensitivitas dihidung yang diinduksi oleh inflamasi yang diperantarai oleh imunoglubulin E (IgE) setelah membrane mukosa hidung terpapar dengan allergen. Rhinitis alergi sering dikaitkan dengan kongjungtivitis alergi yang mana gejala klinis yang dimiliki oleh rhinitis alergi adalah hidung berair (rinore), hidung tersumbat, gatal-gatal pada hidung dan mata yang disertai dengan produksi lakrimasi yang banyak, sering bersin dan adanya post nasal drip. Klasifikasi RA yang direkomedasikan adalah menurut World Health Organisation- Allergic and Rhinitis on Its Impact on Asthma (WHO-ARIA) berdasarkan lama dan derajat gejala. Lama gejala terdiri atas intermiten (gejala < 4 hari perminggu atau < 4 minggu) dan persisten (gejala > 4 hari dan sekurang- kurangnya 4 minggu). Derajat gejala (ringan, atau sedang-berat) tergantung dari gejala dan kualitas hidup. Dikatakan ringan apabila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai, olahraga, belajar dan bekerja.dikatakan sedang- berat jika terdapat satu atau lebih dari gangguan diatas. RA sering disertai dengan penyakit lain, yang juga disebut sebagai kondisi komorbid. Kondisi komorbid yang paling sering adalah asma. Selain itu, kondisi komorbid lainnya adalah seperti konjungtivitas, polip hidung, rinosinusitis. Dan otitis media. Masih banyak masyarakat yang belum terdiagnosa dengan RA karena mereka menganggap gejala yang dialami tidak terlalu berat untuk berjumpa dengan dokter. Namun, RA bisa menjadi predisposisi bagi penyakit komorbid. RA merupakan penyakit kronis yang paling sering menyerang saluran nafas atas. Mempengaruhi sekitar 10-25% jumlah populasi. Pada negara maju prevalensi RA dijumpai lebih tinggi dibandingkan dengan negara berkembang, seperti di Inggris prevalensinya mencapai 29%, di Denmark sebesar 31,5% dan di Amerika berkisar 33,6%. Sedangkan prevalensi di Indonesia belum diketahui dengan pasti, namun data dari berbagai rumah sakit menunjukkan bahwa RA memiliki frekuensi berkisar 10- 26% dari jumlah populasi. Secara patofisilogi gambaran karakteristik RA berupa akumulasi sel-sel inflamasi yang meliputi sel limfosit T, sel mast, eosinophil, basophil, dan neutrophil. Dimana, pelepasan berbagai mediator inflamasi inilah nantinya yang akan berhubungan erat dengan gejala yang ditimbulkan oleh RA setelah terpapar dengan alergen penyebab (Widuri, 2009; Bakhshaee et al.,2010; Venkateswarlu et al., 2015). Pada penyakit alergi termasuk didalamnya RA terjadi reaksi imunitas antara penjamu yaitu penderita RA dengan allergen penyebab. Respon imun dimulai dari
  • 5. 2 stimulasi sel imun oleh pathogen, antigen dan sitokin.. stimulus ini memicu respon melalui reseptor seluler. Respon imun sangat kompleks dan berbeda-beda karena melibatkan berbagai tipe sel seperti makrofag, sel natural killer dan sel dendrit yang dapat dijumpai pada system imun bawaan sedangkan Limfosit T dan Limfosit B dapat ditemukan pada system imun didapat. Aktivasi reseptor pada permukaan sel sistem imun bawaan seperti makrofag dan sel dendrit menghasilkan sitokin dan kemokin yang nantinya akan mengatur fase selanjutnya termasuk respon inflamasi. Sitokin mengatur komunikasi antara sel-sel dalam sistem imun. Salah satunya sitokin yang terlibat dalam reaksi alergi adalah Interleukin-5 (IL-5). Dimana IL-5 merupakan sitokin yang berperan sebagai activator utama sel eosinophil yang berasal dari sel T helper 2 (Th2) (Huriyati, Budiman & Octiza, 2014). Dalam patofisiologi RA, IL-5 dapat dikatakan sebagai sitokin yang sangat penting dan sangat spesifik untuk maturasi, perkembangan, aktivitas dan kelangsungan hidup eosinofil, diantara sekian banyak sitokin yang juga terlibat didalam RA. Sedangkan sel eosinophil sendiri, memiliki peran penting dalam mengatur mekanisme yang berhubungan dengan alergi dan berperan dalam pathogenesis inflamasi reaksi alergi dan pada akhirnya erat kaitannya dengan gejala klinis yang dijumpai khususnya pada RA (Pitarini, 2015). Peneilitian mengenai IL-5 kaitannya dengan penyakit yang berhubungan dengan reaksi alergi sudah banyak dilakukan. Pada penelitian yang telah dilakukan terhadap manusia dan hewan coba, pemberian inhibitor IL-5 dengan antibody monoclonal dapat menurunkan kadar eosinophil dalam darah oleh karena alergi dan penyakit kronik (Greenfeeder et al., 2001). Sesuai dengan perannya yang sangat penting dalam reaksi alergi, penelitian mengenail IL-5 sedah banyak dilakukan pada penyakit-penyakit alergi lainnya. Sebagian IL-5 dihubungkan dengan keberadaan eosinophil baik pada mukosa jaringan yang terlibat maupun pada darah penderitanya. Selain itu juga dikaitkan dengan derajat keparahan penyakit. Bahkan sudah banyak penelitian yang dilakukan mengenai pengobatan penyakit alergi dengan pemberian antibodimonoklonal IL-5. Meskipun pemberian anti IL-5 telah banyak dilakukan untuk pengobatan penyakit alergi yang berat, tetapi belumada yang menyatakan bahwa terjadi peningkatan kadar IL-5 yang lebih tinggi pada penyakit alergi berat bila dibandingkan dengan penyakit alergi yang lebih ringan. Oleh sebab itu perlu adanya data yang membuktikan bahwa penyakit alergi berat memiliki kadar IL-5 yang lebih tinggi. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis dat membuat rumusan masalah yaitu sebagai berikut : 1. Apa Pengertian dari Rhinitis alergika? 2. Apa Etiologi dari Rhinitis alergika? 3. Apa saja klasifikasi Rhinitis alergika ? 4. Bagaimanakah patofisiologis pada Rhinitis alergika? 5. Apa saja manifestasi dari Rhinitis alergika?
  • 6. 3 6. Pemerikasaan diagnostik apa saja yang perlu ? 7. Bagaimankah penatalaksanaan nya ? 8. Bagaimana cara pencegahannya ? 9. Apa saja komplikasi nya ? 10. Menyelesaikan Studi Kasus C. Tujuan Tujuan umum penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas Farmakoterapi I yang berjudul “Rhinitis Alergika”. Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah menjawab pertanyaan yang telah dijabarkan pada rumusan masalah serta mengetahui hasil analisis studi kasus dengan metode SOAP.
  • 7. 4 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Rhinitis Alergi Rhinitis alergi merupakan penyakit inflamasi yang dimediasi IgE pada mukosa hidung, yang dipicu oleh adanya paparan alergen. Kondisi ini berdampak signifikan pada tidur, pekerjaan, dan kinerja sekolah penderitanya. Kondisi rhinitis alergi ini sering dikaitkan dengan kondisi dermatitis atopi, alergi makanan, dan asma. Gejala utamanya termasuk rinorea, hidung tersumbat, dan bersin, meskipun gejala mata juga dapat terjadi. Diagnosis rhinitis alergi didapatkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis, riwayat pasien harus mencakup evaluasi gejala seperti rinorea, hidung gatal, bersin, konjungtivitis alergi, dan hidung tersumbat. Waktu timbulnya gejala perlu diketahui karena sangat penting dalam menentukan alergen mana yang dicurigai sebagai penyebab timbulnya gejala. Riwayat penyakit lain seperti asma juga harus dinilai. Secara epidemiologi, hingga 40% pasien dengan rhinitis alergi memiliki riwayat asma. Riwayat atopi dalam keluarga juga merupakan salah satu faktor risiko kuat yang dapat mendukung diagnosis rhinitis alergi. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menilai kondisi eksternal dan internal dari hidung. Pada pemeriksaan fisik dicari gejala gatal pada hidung, telinga, palatum atau tenggorok, sekret bening cair, kongesti nasal, nyeri kepala sinus, disfungsi tuba estachius, bernafas lewat mulut atau mengorok, post nasal drip kronis, batuk kronis non produktif, sering mendehem, dan kelelahan pagi hari. Secara khusus, penanda atopi dicari diantaranya allergic shiner, allergic salute, dan allergic crease. Bila disertai keluhan pada mata maka pemeriksaan palpebra dan konjungtiva diperlukan untuk menemukan edema, sekret, dan kelainan lainnya. Pemeriksaan penunjang dilakukan melalui skin prick test. Pemeriksaan ini menjadi pilihan karena cepat, murah, dan tidak invasif untuk mengkonfirmasi atau menyingkirkan adanya alergi. Pemeriksaan IgE spesifik secara in vitro jika pemeriksaan skin prick test tidak mungkin dilakukan misal pada pasien-pasien dengan ruam atau pasien yang mengonsumsi antihistamin rutin. Setelah diagnosis rhinitis alergi ditegakkan, pasien diedukasi untuk sebisa mungkin menghindari alergen pencetus timbulnya gejala sebelum dilanjutkan dengan farmakoterapi.
  • 8. 5 2.2 Etiologi Rhinitis Alergi Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang diawali oleh dua tahap sensitilasi yang diikuti oleh reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari dua fase, yaitu :  Immediate Phase Allergic Reaction Berlangsung sejak kontak dengan allergen hingga 1 jam setelahnya.  Late Phase Allegic Reaction Reaksi yang berlangsung pada 2 hingga 4 jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat berlangsung hingga 24 jam. Berdasarkan cara masukknya allergen dibagi menjadi :  Allergen inhalan, yang masuk Bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur.  Allergen kontaktan, yang masuk melaui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan. Dengan masuknya allergen ke dalam tubuh, reaksi alergi dibagi menjadi tiga tahap besar, yaitu :  Respon Primer, terjadi eliminasi dan pemakanan antigen, reaksi non spesifik  Respon Sekunder, reaksi yang terjadi spesifik yang membangkitkan system humoral, system seluler saja atau bisa membangkitkan keduanya. Jika antigen berhasil dihilangkan maka berhenti pada tahap ini, jika antigen masih ada karena defek dari ketiga mekanisme system tersebut maka berlanjut ke respon tersier.  Respon Tersier, reaksi imunologik yang tidak menguntungkan. 2.3 Klasifikasi Berdasarkan waktunya, rhinitis alergi dibagi menjadi 3 golongan yaitu :  Seasonal allergic rhinitis(SAR) → terjadi pada waktu yang sama setiap tahunnya → musim bunga, banyak serbuk sari beterbangan  Perrenial allergic rhinitis(PAR) → terjadi setiap saat dalam setahun, penyebab utama: debu, animal dander, jamur, kecoa  Occupational allergic rhinitis → terkait dengan pekerjaan 2.4 Patofisiologi Rhinitis Alergi Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen hewan di endapkan pada mukosa hidung. Alergen yang larut dalam air berdifusi ke dalam epitel, dan pada individu individu yang kecenderungan atopik secara genetik, memulai produksi imunoglobulin lokal (Ig ) E. Pelepasan mediator sel mast yang baru, dan selanjutnya, penarikan neutrofil, eosinofil, basofil, serta limfosit bertanggung jawab atas terjadinya reaksi awal dan reaksi fase lambat terhadap alergen hirupan. Reaksi ini menghasilkan mukus, edema, radang, gatal, dan vasodilatasi. Peradangan yang lambat dapat turut
  • 9. 6 serta menyebabkan hiperresponsivitas hidung terhadap rangsangan nonspesifik suatu pengaruh persiapan. (Behrman, 2000). Histamin merupakan mediator penting pada gejala alergi di hidung. Histamine bekerja langsung pada reseptor histamine selular, dan secara tidak langsung melalui refleks yang berperan pada bersin dan hipersekresi. Melalui saraf otonom, histamin menimbulkan gejala bersin dan gatal, serta vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler yang menimbulkan gejala beringus encer dan edema local reaksi ini timbul segera setelah beberapa menit pasca pajanan allergen. Kurang lebih 50% Rhinitis alergik merupakan manifestasi reaksi hipersensitifitas tipe I fase lambat, gejala Gejala rhinitis alergik fase lambat seperti hidung tersumbat, kurangnya penciuman, dan hiperreaktivitas lebih diperankan oleh eosinophil. 2.5 Gejala klinis Manifestasi klinis RA dapat berupa : 2.51 Bersin Histamin merupakan mediator utama terjadinya bersin pada RA. Bersin disebabkan oleh stimulasi reseptor H1 pada ujung saraf vidianus (C fiber nerve ending) (Lumbanraja, 2007; Chaaban & Naclerio, 2014). 2.5.2 Hidung gatal Rasa gatal pada hidung yang dijumpai pada penderita RA dikarenakan adanya mediator yang bekerja pada serabut saraf tak bermyelin yang berada dekat dibagian basal, epidermis atau mukosa, yang terjadi saat histamin berikatan dengan resepto histamin 1 (H1), pada ujung serabut saraf trigeminal dan hal ini dapat terjadi langsung setelah paparan alergen (Lumbanraja, 2007; Chaaban & Naclerio, 2014) 2.5.3 Hidung berair Hidung berair pada RA didefinisikan sebagai pengeluaran sekresi kelenjar membran mukosa hidung yang berlebihan, dimulai dalam tiga menit setelah paparan alergen dan berakhir pada sekitar 20-30 menit kemudian. Sekresi kelenjar tersebut terjadi akibat terangsangnya saraf parasimpatis dan mengalirnya cairan plasma dan molekul-molekul protein besar melewati dinding kapiler pembuluh darah hidung. Hal ini terjadi oleh karena adanya reksi dari histamin. Histamin bekerja dengan meningkatkan permeabilitas vaskuler melalui reaksi langsung pada reseptor H1 (Lumbanraja, 2007; Chaaban & Naclerio, 2014). 2.5.4 Hidung Tersumbat Hidung tersumbat yang dijumpai pada penderita RA terjadi oleh karena terhambatnya aliran udara akibat kongesti sementara yang bersifat vasodilatasi vaskuler. Mekanisme vasodilatasi vaskuler ini diperantarai oleh reseptor H1, yang mengakibatkan pelebaran pada vena kavernosa
  • 10. 7 sinusoid dalam mukosa konka, oleh sebab itu terjadi peningkatan tahanan udara didalam hidung. Hidung berair yang menghasilkan sekret dan tertimbun didalam rongga hidung juga akan menambah sumbatan pada hidung. Selain itu peningkatan aktivitas saraf parasimpatis juga menyebabkan vasodilatasi yang mengakibatkan hidung buntu (Lumbanraja, 2007; Chaaban & Naclerio, 2014). Selain gejala klinis diatas pada pemeriksaan fisik pasien dengan RA dapat ditemukan tanda-tanda objektif yaitu allergic shiners yaitu warna kehitaman pada daerah infraorbita disertai dengan pembengkakan. Perubahan ini karena adanya stasis vena yang disebabkan edema dari mukosa hidung dan sinus. Sekret hidung serous atau mukoserous, konka pucat atau keunguan (livide) dan edema, faring berlendir. Tanda lain yang sering timbul adalah munculnya garis tranversal pada punggung hidung berupa allergic crease dan karena gatal penderita RA sering menggosok- gosok hidung dikenal istilah allergic salute, biasanya timbul setelah gejala diderita lebih dari dua tahun (Widuri & Suryani, 2011). 2.6 Pemeriksaan diagnostik Diagnosis rhinitis alergi ditetapkan berdasarkan riwayat penyakit, gejala klinis karakteristik dan deteksi penyebab alergen yang signifikan (untuk pengujian kulit atau penentuan titer IgE spesifik alergen secara in vitro dalam hal tidak mungkin melakukan tes kulit). 2.7 Penatalaksanaan a. Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen penyebab b. Pengobatan, penggunaan obat antihistamin H-1 adalah obat yang sering dipakai sebagai lini pertama pengobatan rhinitis alergi atau dengan kombinasi dekongestan oral. Obat Kortikosteroid dipilih jika gejala utama sumbatan hidung akibat repon fase lambat tidak berhasil diatasi oleh obat lain c. Tindakan Operasi (konkotomi) dilakukan jika tidak berhasil dengan cara diatas d. Penggunaan Imunoterapi. 2.8 Pencegahan a. Gunakan saringan ventilasi udara pada jendela rumah untuk mengurangi banyaknya debu yang masuk ke dalam rumah. b. Mencuci tangan setelah mengelus binatang. c. Menggunakan kacamata saat beraktivitas di luar rumah d. Selalu menjaga kebersihan lingkungan agar tidak ada jamur atau tungau dan debu. e. Hindari polusi udara dengan mengenakan masker saat beraktivitas di luar. f. Segera mandi setelah selesai beraktivitas di luar rumah agar alergen yang menempel pada tubuh atau rambut Anda bisa hilang.
  • 11. 8 g. Memandikan hewan peliharaan Anda setidaknya dua kali seminggu untuk meminimalkan ketombe. h. Hindari penggunaan karpet di kamar tidur Anda jika khawatir dengan tungau debu. i. Jauhi asap rokok dan berhentilah jika Anda seorang perokok. Pemilihan obat-obatan dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal antara lain : a. Obat-obat yang tidak memiliki efek jangka panjang. b. Tidak menimbulkan takifilaksis. c. Beberapa studi menemukan efektifitas kortikosteroid intranasal. Meskipun demikian pilihan terapi harus dipertimbangkan dengan kriteria yang lain. d. Kortikosteroid intramuskuler dan intranasal tidak dianjurkan sehubungan dengan adanya efek samping sistemik. 2.9 Komplikasi  Sinusitis → Sinus yang terinfeksi dan mengalami peradangan merupakan salah satu dari komplikasi rhinits alergi yang umum terjadi. Sinusitis bisa terjadi karena lendir atau ingus yang dihasilkan sinus secara alami tidak dapat mengalir ke hidung lewat saluran kecil seperti biasanya yang menjadi salah satu faktor penyebab sinusitis. Ingus tersebut akan menumpuk dan menyumbat saluran yang akhirnya menyebabkan sinusitis.  Infeksi Telinga Bagian Tengah → Komplikasi rhinitis alergi selanjutnya juga bisa menjadi penyebab dari infeksi telinga bagian tengah atau dikenal dengan nama otitis media yakni gangguan yang terjadi pada tabung eustachian. Tabung eustachian tersebut ada di bagian belakang hidung yang menghubungkan bagian belakang hidung dengan telinga bagian tengah dan bertugas untuk mengalirkan cairan dna akhirnya menyebabkan gangguan fungsi daun telinga. Apabila cairan menumpuk dalam telinga bagian tengah yang disebabkan karena rhinitis alergi, maka akan berubah menjadi infeksi di telinga bagian tengah tersebut. Infeksi telinga bagian tengah akan menimbulkan macam macam penyakit telinga dan gejala seperti penyebab telinga sakit dan terasa nyeri, hilangnya keseimbangan, demam tinggi, sakit kepala, penyebab telinga berdengung bahkan bisa menyebabkan hilangnya pendengaran  Polip Hidung → Polip hidung juga menjadi komplikasi rhinitis alergi dimana terjadi pembengkakan yang tumbuh dalam hidung dan bisa mengakibatkan radang selaput hidung. Ukuran dari polip hidung juga bervariasi dan bisa berwarna merah, abu abu atau kuning. Jika polip yang terjadi ukurannya besar, maka cara mengobati polip yakni operasi kemungkinan akan dilakukan, akan tetapi jika polip masih berukuran kecil, maka bisa diatasi dengan menggunakan obat semprot hidung steroid untuk melegakan hidung.  Disfungsi Tuba → Disfungsi tuba juga menjadi komplikasi rhinitis alergi yang disebabkan karena penyumbatan tuba. Sumbatan tersebut akan menyebabkan drainase, proteksi dan ventilasi atau aeresi telinga bagian tengah atau kavum timpani menjadi terganggu. Pada saat gangguan ini terjadi, maka akan menimbulkan beberapa kelainan pada telinga bagian tengah tergantung dari seberapa lama dan seberapa berat rhinitis alergi terjadi dan beberapa faktor lainnya.
  • 12. 9 2.10 Studi Kasus Seorang pasien, Ny. Ambar (40 tahun) datang ke poliklinik dengan keluhan bersin- bersin terus sejak 3 hari yang lalu. Bersin terjadi pada waktu yang tidak tentu baik pagi, siang ataupun malam. Bersin meningkat apabila terpapar debu dan angina. Bersin terjadi selama 4 hari dalam 1 minggu. Pasien juga mengeluhkan hidung kadang tersumbat pada saat terpapar debu yang banyak, pilek dengan cairan bening, encer dan tidak berbau.selain itu, pasien juga mengelukan gatal pada hidung. Keluhan pasien tidak mengganggu aktivitas. Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan dan obat- obatan. Tanda Vital : Tekanan Darah : 120/70mmHg Pernafasan : 20x/menit Nadi : 84x/menit Suhu Tubuh : 37,2ºC Lakukan Analisis dengan metode SOAP!  Analisis - Subjektif (S) : 1. Bersin-bersin, bersin meningkat apabila terpapar debu dan dingin. 2. Hidung tersumbat saat terpapar debu 3. Pilek dengan cairan bening, encer, dan tidak berbau 4. Gatal Pada Hidung - Objektif (O) : 1. TD : 120/70mmHg 2. Pernafasan : 20x/menit 3. Nadi : 84x/menit 4. Suhu Tubuh : 37,2ºC - Assesment (A) : Rhinitis Alergi - Plan (P) : 1. Terapi Non Obat : Dari hasil pemeriksaan diketahui nilai  Tekanan Darah : 120/70 mm/hg, berada dalam batas normal (Normal diatas 90/60 mm/hg sampai 120/80 mm/hg)  Pernafasan : 20x/menit berada diatas normal (Normal 12-40x/menit)  Nadi : 84x/menit, berada dalam batas normal (Normal60-100x/menit)  Suhu tubuh : 37,2°C, berada dalam batas atas normal
  • 13. 10 (Normal 36,1°C sampai 37,2°C)  Terapi non obat bisa dilakukan dengan menghindari faktor pemicu alergen seperti debu dan udara dingin, memperbaiki pola makan, dan berolahraga. 2. Terapi Obat :  Rhinos SR : - Indikasi : Mengatasi gejala rinitis alergi seperti hidung meler, hidung tersumbat, pilek, bersin-bersin, pruritus, mata berair, dan ciri alergi lainnya. - Kontraindikasi : Hipersensitivitas pada komposisi, Hipertensi berat, Pasien yang sedang menjalani terapi MAOI. atau masih memiliki 10 hari penghentian terapi, Pasien penyakit arteri koroner - Dosis : dosis Rhinos SR untuk dewasa dan anak-anak >12 tahun 1 kap setiap 12 jam. - Efek samping : gangguan saluran cerna, anoreksia, mual, muntah, sakit perut dan mulut kering.
  • 14. 11 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien-pasien yang memiliki atopi, yang sebelumnya sudah tersensitisasi atau terpapar dengan allergen (zat/materi yang menyebabkan timbulnya alergi) yang sama serta meliputi mekanisme pelepasan mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan allergen yang serupa (Von Pirquet, 1986). Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu :  Immediate Phase Allergic Reaction Berlangsung sejak kontak dengan allergen hingga 1 jam setelahnya  Late Phase Allergic Reaction Reaksi yang berlangsung pada dua hingga empat jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat berlangsung hingga 24 jam. Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen hewan di endapkan pada mukosa hidung. Alergen yang larut dalam air berdifusi ke dalam epitel, dan pada individu individu yang kecenderungan atopik secara genetik, memulai produksi imunoglobulin lokal (Ig ) E. Pelepasan mediator sel mast yang baru, dan selanjutnya, penarikan neutrofil, eosinofil, basofil, serta limfosit bertanggung jawab atas terjadinya reaksi awal dan reaksi fase lambat terhadap alergen hirupan. Reaksi ini menghasilkan mukus, edema, radang, gatal, dan vasodilatasi. Peradangan yang lambat dapat turut serta menyebabkan hiperresponsivitas hidung terhadap rangsangan nonspesifik suatu pengaruh persiapan. (Behrman, 2000). B. Saran Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
  • 15. 12 DAFTAR PUSTAKA •Rujukan bentuk buku ISO (Informasi Spesialite Obat ) ; Volume 51 tahun 2017 s/d 2018 ; hal 81 •Rujukan artikel /wab https://r.search.yahoo.com/_ylt=Awrxx_20bS1ilgEA1wHLQwx.;_ylu=Y29sbwNzZzMEcG9z AzMEdnRpZAMEc2VjA3Ny/RV=2/RE=1647173172/RO=10/RU=https%3a%2f%2fid.iliveo k.com%2fhealth%2fdiagnosis-rhinitis- alergi_86038i15937.html/RK=2/RS=h2HHkHqprDUUKtoTIyiDFVXt2Uw- https://r.search.yahoo.com/_ylt=Awrx25_jby1iSzEAuQLLQwx.;_ylu=Y29sbwNzZzMEcG9z AzMEdnRpZAMEc2VjA3Ny/RV=2/RE=1647173732/RO=10/RU=https%3a%2f%2fgayaseh atku.com%2fgejala-dan-pencegahan-rhinitis- alergi%2f/RK=2/RS=upqsRauXcg8hG_CG3KlKPNI9h2k- https://r.search.yahoo.com/_ylt=AwrxwXqhcC1ifTIAWAPLQwx.;_ylu=Y29sbwNzZzMEcG 9zAzMEdnRpZAMEc2VjA3Ny/RV=2/RE=1647173921/RO=10/RU=https%3a%2f%2fhalose hat.com%2frhinitis%2fkomplikasi-rhinitis alergi/RK=2/RS=goct_aWZrrYG4H5Sn_uQv0.DSdg-
  • 16. 13