Ketika janda Sarfat memutuskan untuk mendahulukan Allah, ia mendapatkan tiga berkat: (1) tersedianya makanan harian bagi dirinya dan keluarganya; (2) kebangkitan mujizatis atas puteranya; dan (3) pengenalan yang nyata kepada Allah Israel.
2. Ketika janda Sarfat memutuskan untuk mendahulukan
Allah, ia mendapatkan tiga berkat:
1. Persediaan makanan harian bagi dirinya dan bagi
keluarganya
2. Kebangkitan mujizatis atas puteranya
3. Pengenalan yang nyata kepada Allah Israel.
2
3. Goerge Muller adalah seorang visioneri Jerman yang merasa
dipanggil oleh Allah untuk membuka satu panti asuhan bagi anak-
anak yang memerlukan di Bristol, Inggris. Ketika Allah memanggil
dia untuk tugas yang menantang ini ia tidak mempunyai uang sama
sekali, atau makanan untuk diberikan bagi anak-anak yatim yang
lapar itu, dan tanah di mana di atasnya dapat dibangun panti
asuhan itu. George Muller hanya mempunyai satu modal yang
berharga yaitu iman kepada kehendak Allah dalam menjawab doa
dan kesanggupan-Nya untuk menyediakan keperluan bagi anak-
anakNya. Muller telah dituntun dan didorong oleh satu janji
Alkitabiah, “Mintalah dan kamu akan mendapat” (Yohanes 16:24).
3
4. Dengan berdiri atas janji Allah yang kekal itu, berdoalah Muller. Ia
percaya bahwa Allah sanggup untuk melakukan perkara-perkara
yang besar. Ia berdoa untuk meminta tanah, dan Allah
menyediakan tanah. Ia berdoa untuk mendapatkan uang untuk
membangun panti asuhan itu, dan Allah mendukungnya. Dengan
segera Muller memiliki seribu anak yatim-piatu yang berada dalam
pemeliharaannya.
4
5. Merupakan suatu tugas yang besar untuk menyediakan makanan,
pakaian, dan keperluan-keperluan hidup bagi anak-anak ini. Apa
yang menjadikan tugas itu bahkan menjadi lebih sukar adalah
kebijakan Muller sendiri untuk tidak pernah menyatakan
keperluan-keperluannya kepada orang lain, tetapi untuk percaya
bahwa jika ia berbicara kepada Allah dalam doa, Allah akan
menggugah seseorang untuk menyediakan keperluan tertentu itu.
Sungguh suatu iman yang sukar dibayangkan!
5
6. Dalam jurnal doanya Muller menceritakan suatu episode ketika ia
tidak mempunyai makanan untuk sarapan pagi bagi anak-anak
yatim itu. Ia meminta anak-anak itu untuk datang ke tempat
mereka di meja dan dengan percaya berterima kasih kepada Allah
karena memberikan bagi mereka makanan pagi yang menyehatkan.
Pada akhir dari doanya, suatu ketukan keras di pintu
memberitahukan tentang kedatangan seorang tukang roti yang
hendak meminta maaf beserta dengan sekeret penuh roti baru!
6
7. Menurut Muller, pelayanannya dalam memelihara anak-anak yatim
itu adalah hal utama yang kedua. Ia mengakui bahwa alasan
utama keterlibatannya dalam pelayanan ini adalah untuk
membuktikan bagi generasi modern yang tidak percaya bahwa
Allah sanggup untuk menyediakan keperluan-keperluan harian kita
sebagai jawaban atas doa, jika kita percaya dan taat kepada
kehendak-Nya. Ia berkata: “Iman tidak bergerak dalam lingkup
yang mungkin. Tidak ada kemuliaan bagi Allah di dalam apa yang
adalah mungkin bagi manusia. Iman dimulaikan dimana kekuatan
manusia itu berakhir.” Saudara-saudaraku yang dikasihi Tuhan:
“Allah tidak sedang mencari orang-orang besar, tetapi orang-orang
yang akan menyadari kebesaran dari Allah.”
7
8. Seorang ayah membawa seorang puteranya yang kerasukan iblis kepada
Yesus untuk disembuhkan, tetapi tidak percaya sepenuhnya bahwa Yesus
dapat melakukannya. Dalam percakapannya dengan Juruselamat ia
menunjukkan unsur ragu-ragu. Yesus menegurnya karena
ketidakpercayaannya, dan orang yang dirasuk setan itu berseru, “Tuhan,
tolonglah aku yang tidak percaya ini!” (Markus 9:24). Sama seperti Abraham
di dalam kisah tentang Hagar dan Ismail, sering kita tidak percaya Allah
dapat dipercaya untuk menggenapi janjiNya pada kita. Walaupun Ia telah
berulang-ulang berkata Ia akan menyediakan keperluan kita, dosa besar
menjadi tidak terikat dan berusaha menjadi puas diri menggoda kita.
8
Suatu Krisis Iman (Markus 9)
Suatu Krisis Iman (Markus 9)
9. Kita membatasi pikiran kita pada proses matematika pengurangan,
sambil melupakan bahwa Allah kita mengkhususkan diri dalam
penggandaan! Kita merasa bahwa jika kita memberi, kita akan
menjadi miskin. Kita tidak dapat membawa diri kita percaya
padaNya untuk memasok keperluan kita bila kita menjadikan Dia
nomor satu. Berapa banyak berkat yang hilang karena kita
bergantung atas kekurangan yang ada pada kita!
9
Suatu Krisis Iman (Markus 9)
Suatu Krisis Iman (Markus 9)
10. Dua gadis kecil sedang menghitung uang receh mereka. Yang satu berkata,
“Aku ada lima rupiah.” Yang satu lagi berkata, “Aku ada sepuluh rupiah.”
“Tidak,” kata gadis kecil yang pertama, “Engkau hanya ada lima rupiah,
sama dengan yang ada padaku.” “Tetapi,” gadis yang kedua dengan cepat
menjawab, “Ayahku mengatakan bahwa ketita ia pulang malam ini, ia akan
memberiku lima rupiah, dengan demikian aku punya sepuluh rupiah.” Iman
gadis itu memberinya bukti terhadap apa yang ia belum lihat, dan ia
memperhitungkannya oleh sebab itu telah dijanjikan oleh ayahnya.
10
Suatu Krisis Iman (Markus 9)
Suatu Krisis Iman (Markus 9)
11. Saudara-saudara yang diberkati Tuhan, Allah meminta kita untuk
mengembalikan kepadaNya persepuluhan yang kudus dan persembahan
kasih kita dalam kepercayaan seorang anak. Ia menantang kita supaya
percaya bahwa Ia sanggup melakukan semua yang telah dijanjikanNya.
“Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banya dari pada yang kita
doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di
dalam kita” (Efesus 3:20).
11
Suatu Krisis Iman (Markus 9)
12. Alkitab mencatat cerita-cerita tentang orang-orang kudus yang setia dan
berkat-berkat yang diperoleh atas kesetiaan mereka. Kisah tentang janda di
Sarfat adalah salah satu cerita seperti itu. Kesetiaannya merupakan contoh
yang ditempatkan oleh Tuhan dalam khotbah-Nya yang berkuasa. “Dan
kata-Ku ini benar: Pada zaman Elia terdapat banyak perempuan janda di
Israel …. Tetapi Elia diutus bukan kepada salah seorang dari mereka,
melainkan kepada seorang perempuan janda di Sarfat, di tanah Sidon”
(Lukas 4:25,26). Kenyataan bahwa perempuan ini bukanlah seorang Israel
membuat dia berdiri menonjol di dalam catatan-catatan tentang iman.
Yesus menonjolkannya sendiri sebagai suatu contoh pelajaran tentan
kesetiaan.
12
Suatu Krisis Iman (Markus 9)
13. Janda Sarfat memandang sia-sia langit mencari tanda akan datangnya hujan.
Hatinya terasa berat ketika ia mengenali tanda-tanda pertama kelaparan
pada puteranya. Pada suatu pagi, apa yang ia paling takutkan akhirnya tiba.
Tepung dan minyak yang ada hanya cukup untuk membuat roti sekali lagi.
Ia tetap berharap bahwa mujizat akan mengubah keadaannya yang mustahil
itu, tetapi dewa-dewa Sidon tidak bisa diramalkan dan tidak dapat nyata.
Jadi, dengan hati yang berat , ia pergi ke luar kota untuk mengumpulkan
beberapa potong kayu bakar untuk memasak roti terakhir mereka. Selagi
hanyut dalam pikirannya, seorang pria pengembara menyapa dirinya, dan
meminta air darinya untuk diminum.
13
Berkat Penatalayanan Yang Setia.
14. Memberikan air minum kepada seorang asing bukanlah suatu masalah. Hal
itu tidak akan mengancam kelangsungan hidupnya, tetapi selagi ia pergi
untuk mengambil air minum bagi Nabi Elia, permintaan selanjutnya dari
sang nabi menghentikannya secara mendadak. “Dan tolong bawakan juga
bagiku sepotong roti.” Elia telah datang ke tempat itu setelah menerima
perintah langsung dari Tuhan. Setelah mengantarkan selongsong bomnya
kepada Ahab, Allah mengarahkan Elia untuk bersembunyi di area sungai
Kerit. Dan selagi ia berada di sana, benarlah janji Allah: “Burung-burung
gagak membawakan baginya roti dan daging pada pagi hari dan … petang dan
ia minum dari air sungai” (1 Raja-raja 17:6).
14
Berkat Penatalayanan Yang Setia.
15. Ketika sungai itu kering, Allah berbicara kepada Elia: “Pergilah ke
Sarfat di wilayah Sidon dan tinggallah di sana. Aku sudah
memerintahkan seorang janda di tempat itu untuk menyediakan
makanan bagimu. Jadi berangkatlah ia ke Sarfat” (1 Raja-raja
17:9,10).
15
Berkat Penatalayanan Yang Setia.
16. Dan kini Elia memintakan hal yang mustahil dan janda itu berupaya untuk
menjelaskan keadaannya. Allah tidak mengirimkan Elia kepada seorang
yang kaya harta, tetapi kepada seorang janda miskin. Hal ini adalah suatu
teguran bagi kita yang membenarkan penolakan kita untuk memberi kepada
Allah dengan alasan bahwa kita sedang mengalami kesulitan-kesulitan
ekonomi yang parah. “Demi Tuhan, Allahmu, yang hidup, sesungguhnya
tidak ada roti padaku sedikit pun, kecuali segenggam tepung dalam
tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli.
16
Meminta hal yang mustahil.
17. Dan sekarang aku sedang mengumpulkan dua tiga potong kayu api,
kemudian aku mau pulang dan mengolahnya bagiku dan bagi anakku, dan
setelah kami memakannya, maka kami akan mati.” (1 Raja-raja 17:12).
Dengan menggunakan terminology, “Demi Allahmu yang hidup,” ia sedang
membuat suatu sumpah untuk mengatakan hal yang benar. Apa yang janda
itu ungkapkan adalah kenyataan dari keadaan hidupnya. Ia masih bertindak
berdasar pada pengurangan matematika.
17
Meminta hal yang mustahil.
18. “Elia berkata kepadanya, “Janganlah takut, pulanglah, buatlah seperti yang
kau katakan, tetapi buatlah lebih dahulu bagiku sepotong roti bundar kecil
dari padanya, dan bawalah kepadaku, kemudian barulah kau buat bagimu
dan bagi anakmu. Sebab beginilah firman Tuhan, Allah Israel: “Tepung
dalam tempayan itu tidak akan habis dan minyak dalam buli-buli itu pun
tidak akan berkurang sampai pada waktu TUHAN memberikan hujan ke atas
muka bumi.” (1Raja-raja 17:13, 14).
18
Meminta hal yang mustahil.
19. Selagi Elia berbicara, janda itu mulai melihat batasan-batasan dari
pengurangan matematikanya dan memutuskan untuk merangkul
perkalian aritmatika sorga. Pada akhirnya ia melihat jalan Allah
sebagai jalan keluar bagi keadaan sulitnya.
19
Meminta hal yang mustahil.
20. Diagnosa Elia terhadap janda itu adalah
suatu kebenaran bagi kita. Satu alasan
dari banyak alasan kita untuk tidak
memberikan persepuluhan dan
persembahan adalah karena kita
dilumpuhkan oleh ketakutan. Kita
masih merangkul pengurangan
aritmetika. Kita yakin bahwa jika kita
memberikan persepuluhan dan
persembahan kasih kita, maka pastilah
kita sampai kepada kehancuran
keuangan, karena kita sudah cukup
berat untuk bertahan hidup. Selagi
kita menganalisa pengeluaran kita dan
membandingkannya dengan pemasukan
kita yang sedikit, ketakutan melanda
kita.
20
Meminta hal yang mustahil.
21. Ketika seorang “nabi” datang dan
menantang kita untuk
mendahulukan Allah, kita
bertanya bagaimana cara kita
untuk bertahan hiup! Kita perlu
untuk menyingkirkan ketakutan
kita dan dalam percaya, meminta
kepada Allah dengan anugerah-
Nya menolong kita dalam
menutup pengurangan
matematika duniawi yang
sementara itu dan merangkul
perkalian aritmatika kekal
sorgawi itu.
21
Meminta hal yang mustahil.
22. JO Sander: “Iman menyanggupkan jiwa yang
percaya untuk menghidupkan masa depan
sebagai yang sekarang dan yang tidak kelihatan
sebagai yang kelihatan.” Iman kepada Allah
melihat yang tidak dapat dilihat, percaya hal
yang luar biasa, dan menerima yang tidak
mungkin.” Kita mempunyai Allah yang
menyukai hal-hal yang tidak mungkin.
22
Meminta hal yang mustahil.
23. 23
Ketika sang janda memutuskan untuk
mendahulukan Allah, ia mengalami tiga berkat:
24. 1 Raja-raja 17:15, 16 – “… maka perempuan itu dan dia serta anak
perempuan itu mendapat makan beberapa waktu lamanya. Tepung
dalam tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak
berkurang seperti firman TUHAN yang diucapkan-Nya dengan
perantaraan Elia.”
24
1) Tersedianya makanan harian bagi dirinya dan
keluarganya:
25. Ketika ia mendahulukan Allah, ia mendapatkan kelipatan bagi
sumber dayanya yang terbatas. Ketika ia memilih untuk kehilangan
hidupnya demi Allah, kehidupannya tertunjang. FB Meyer: “Kamu
tidak menguji sumber daya-sumber daya Allah sampai kamu
mencoba hal yang tidak mungkin.”
25
1) Tersedianya makanan harian bagi dirinya dan
keluarganya:
26. Mazmur 34:9-10: “Kecaplah
dan lihatlah, betapa baiknya
TUHAN itu! Berbahagialah
orang yang berlindung pada-
Nya. Takutlah akan TUHAN,
hai orang-orangNya yang
kudus, sebab tidak
berkekurangan orang yang
takut akan Dia!” 26
1) Tersedianya makanan
harian bagi dirinya dan
keluarganya:
27. Allah mempertunjukkan suatu mujizat yang jarang terjadi sebagai
upah atas kesetiannya. Ia percaya bahwa Allah akan mengatasi
permasalahannya. Sungguh benarlah hal ini – semakin besar krisis
itu semakin besar peluang bersaksi dengan nyata tentang kebesaran
Allah, satu Allah yang menyukai hal-hal yang mustahil.
27
2) Kebangkitan mujizatis dan puteranya.
28. Perkataan-perkataan sang janda kepada Elia telah menyatakan
pengalaman ini: “Sekarang aku tahu, yaitu bahwa engkau abdi Allah
dan firman TUHAN yang kau ucapkan itu adalah benar” (1 Raja-raja
17:24).
28
3) Pengetahuan dan pemahaman yang benar
terhadap Allah Israel.
29. Mengetahui dan memahami kasih setia Allah menurut pengalaman
adalah berkat yang paling besar yang dapat dicocokkan dengan
keberadaan seorang manusia. Yesus berkata, “Inilah hidup yang
kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya
Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau
utus.” (Yohanes 17:3).
29
3) Pengetahuan dan pemahaman yang benar
terhadap Allah Israel.
30. Berkat-berkat ini telah datang kepadanya karena janda itu
memutuskan untuk mendahulukan Allah. Menurut jalannya sendiri,
ia telah mendengarkan perkataan-perkataan Yesus: “Tetapi carilah
dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan
ditambahkan kepadamu” (Matius 6:33). Sama seperti sang janda,
Allah memberkati kita adalah jalan yang ada di luar imajinasi kita.
30
31. Akankah kita melanjutkan merangkul pengurangan aritmatika yang sempit
itu, atau akankah kita menjangkau dan merangkul perkalian matematika
yang baru yang memulaikan kita bagi suatu petualangan mulia bersama
Allah? Curahkanlah padaku, Wahai Tuhan Allahku, pengertian untuk
mengetahui Engkau, ketekunan untuk mencari Engkau, dan kesetiaan yang
pada akhirnya menjadikan mungkin untuk memeluk Engkau, melalui Kristus
Yesus Tuhan kita. Amin. (Thomas Aquinas).
31