Ki Hadjar Dewantara adalah Bapak Pendidikan Nasional Indonesia yang mendirikan lembaga pendidikan Tamansiswa pada 1922 dan banyak mengembangkan konsep pendidikan untuk membangun bangsa. Konsep-konsepnya seperti Trihayu, Keseimbangan, dan Trisentra Pendidikan menekankan pendidikan yang seimbang dan bermanfaat bagi diri, bangsa, dan umat manusia. Filsafat pendidikannya termasuk Idealisme dan Rekonstruksionisme yang menekankan nil
Contoh RPP menggunakan Framework UbD. Contoh ini saya daasarkan atas hasil review terhadap tugas-tugas mahasiswa dalam mendesain pembelajaran menggunakan framework UbD.
Contoh RPP menggunakan Framework UbD. Contoh ini saya daasarkan atas hasil review terhadap tugas-tugas mahasiswa dalam mendesain pembelajaran menggunakan framework UbD.
Sebagai Pendidik kita harus mampu menjadi seorang pendidik yang baik dan sesuai dengan kreteria-kreteria yang diperlukan oleh lembaga pendidikan, karena selama ini banyak pendidik yang hanya mementingkan hasil (uang) daripada hasil dari pendidikannya
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfNur afiyah
Pembelajaran landasan pendidikan yang membahas tentang profesionalisasi pendidikan. Semoga dengan adanya materi ini dapat memudahkan kita untuk memahami dengan baik serta menambah pengetahuan kita tentang profesionalisasi pendidikan.
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
Ki Hajar Dewantara dan Sekilas Filsafat Pendidikannya
1. A. BIOGRAFI KHD
Ki Hadjar Dewantara (KHD) adalah tokoh pendidikan nasional yang sekaligus
merupakan Bapak Pendidikan Nasional Indonesia, sewaktu mudanya banyak berkecimpung dan
berjuang melalui dunia politik, dunia pers, dunia kebudayaan, dan tentu saja juga dunia
pendidikan sebagaimana yang kita kenal sampai hari ini.
Tepat di tanggal 3 Juli 1922, KHD yang saat itu masih bernama R.M. Soewardi
Soerjaningrat mendirikan National Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional
Tamansiswa). Pendirian lembaga pendidikan dan kebudayaan ini dilakukan bersama Sang Isteri,
Nyi Sutartinah, dan teman-teman seperjuangannya seperti Ki Soerjoputro, Ki Soetatmo
Soerjokoesoemo dan Ki Pronowidigdo.
Pendirian Tamansiswa disambut positif masyarakat luas waktu itu. Di awal KHD
menyelenggarakan Taman Indria (Taman Kanak-kanak), yang berkembang menjadi Taman
Muda (Sekolah Dasar), Taman Dewasa (Sekolah Menengah Pertama), Taman Madya (Sekolah
Me-nengah Atas), Taman Karya Madya (Sekolah Menengah Kejuruan), Taman Guru (Sekolah
Pendidikan Guru), dan Sarjanawiyata (universitas). Bahkan pernah mendirikan Taman Tani
(nonformal).
Pada tahun 1932, KHD yang didukung oleh segenap organisasi yang bergerak di bidang
pendidikan melawan kebijakan pemerintah kolonial Belanda, Onderwijs Ordonnantie (OO)
dengan mengaplikasikan politik diam sambil melawan (lijdelijk verset). OO pada dasarnya
adalah kebijakan pemerintah untuk menindas sekolah swasta.
2. Sebelum dan selama memimpin Tamansiswa, KHD banyak menghasilkan konsep
pendidikan untuk memajukan bangsa Indonesia yang secara filosofis memang layak untuk
didalami dan diimplementasi.
B. IDEOLOGI PENDIDIKAN KHD DAN ALIRAN FILSAFAT KHD
1. IDEOLOGI PENDIDIKAN KHD
Ditinjau dari ideology-ideologi pendidikan seperti Fundamentalsime Pendidikan,
Intelektualisme Pendidikan, Konservatisme Pendidikan, Liberalisme Pendidikan, Liberasionisme
Pendidikan dan Anarkisme Pendidikan agaknya KHD dapat digolongkan kedalam
Fundamentalisme Pendidikan. Dimana KHD lebih menekankan tujuan pendidikan secara
menyeluruh pada upaya membangkitkan kembali dan meneguhkan kembali cara-cara lama yang
lebih baik dibandingkan sekarang (hari ini). Tujuan dari sekolah adalah membangun kembali
masyarakat dengan cara mendorongnya agar kembali ke tujuan –tujuan yang mula-mula. Tujuan
lainnya dari sekolah yang ideal bagi aliran Fundamentalisme pendidikan adalah menyalurkan
informasidan keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk berhasil dalam tatanan social
yang ada. Cirri-ciri umum dari ideologi Fundamentalisme Pendidikan adalah menempatkan
pengetahuan sebagai sebuah alat untuk membangun kembali masyarakat mengikuti
polakeunggulan moral tertentu yang dahulu ada. Cirri-ciri lainnya adalah secara diam-diam anti
intelektualisme yakni menentang pemeriksaan kritis terhadap pola-pola keyakinan dan perilaku
yang dianut. Cirri-ciri umum lainnya adalah menjadikan pendidikan sebagai proses pewarisan
moral. Idiologi fundamentalisme pendidikan juga berciri bahwa pendidikan itu berpusat pada
tujuan asli/mula-mula dari tradisi-tradisi dan lembaga social yang ada sekarang dan menekankan
kembali pada masa silam sebagai sebuah orientasi korektif ( petunjuk kea rah pembetulan) bagi
3. penonjolan yang berlebihan atas kekinian dan masa depan yang ada dalam masyarakat sekarang
yang disebut tradisonal.
2. ALIRAN FILSAFAT KHD
Lingkup filsafat pada dasarnya meliputi tiga bagian; adalah ontologi, epistemologi dan
aksiologi. Ontologi mempelajari hakikat dan asal-usul dari segala wujud yang ada; epistemologi
mempelajari struktur, metode dan keabsahan pengetahuan tertentu; sedangkan aksiologi
mempelajari nilai-nilai kehidupan manusia seperti halnya benar salah dan baik buruk dalam
bersosialisasi dengan masyarakat.
Dalam filsafat pendidikan muncul aliran (mazhab) dengan tokohnya; yaitu Aliran
Idealisme (Parmenides: 540-475 B.C., Aristocles Plato: 427-347 B.C, Al-Ghazali: 1059-1111,
dsb.); Aliran Realisme (Aristo-teles: 384-322 B.C., Saint Thomas Aquinas: 1225-1274, Francis
Ba-con: 1561-1626, dsb.); Aliran Materialisme (Demokritos: 460-360 B.C., Thomas Hobbes:
1588-1679, August Comte: 1786-1857, dsb.); Aliran Pragmatisme (Charles Peirce: 1839-1914,
William James: 1842-1910, John Dewey: 1859-1952, dsb.); Aliran Eksistensialisme (Soren A.
Kierkegaard: 1813-1855, Martin Buber: 1878-1965, Karl Jasper: 1883-1969,dsb.); Aliran
Progresivisme (William O. Stanley: 1822-1913, Lawrence B. Thomas: 1888-1935, George
Axtelle: 1893-1974, dsb.); Aliran Perenialisme (Marcilio Ficino: 1433-1499, Gio-vanni Pico
Della Mirandola: 1463-1494, Robert Maynard Hutchins: 1899-1977, dsb); Aliran Esensialisme
(Johan Amos Cornenius: 1592-1670, George Wilhelm Friedrich Hegel: 1770 – 1831, Johan
Fried-drich Herbart: 1776-1841, dsb.); dan Aliran Rekonstruksionisme (Ha-rold Rugg: 1886-
1960, George Silvester Count: 1889-1974, Theodore Brameld: 1904-1987, dsb.).
4. Konsep pendidikan KHD dapat dimasukkan ke dalam filsafat Aliran Idealisme. Aliran ini
menyatakan nilai itu bersifat mutlak; benar salah dan baik buruk secara fundamental tidak
berubah dari generasi ke generasi. Manusia mestinya berlaku jujur, adil, ikhlas, pemaaf, kasih
sayang pada sesama karena itu merupakan kebaikan yang universal. Konsep pendidikan budi
pekerti yang dikembangkan oleh KHD pada dasarnya mengacu kepada nilai benar dan salah
serta baik dan buruk yang bersifat mutlak dan universal.
Konsep pendidikan KHD juga bisa dimasukkan dalam filsafat Aliran
Rekonstruksionisme. Aliran ini menyatakan tujuan pendidikan adalah membuat aturan sosial
yang ideal dan merekonstruksi budaya pada masyarakat majemuk. Konsep Trikon yang
dikembangkan KHD, ter-diri dari kontinuitas, konvergensitas dan konsentrisitas, pada dasar-nya
memberi tempat budaya masyarakat lain yang majemuk ke dalam budaya masyarakat setempat
sepanjang perpaduan antarbudaya terse-but bersifat akulturatif dan saling mengisi.
Konsep-konsep pendidikan KHD lainnya kiranya pantas didalami dan diimplementasi;
antara lain adalah Konsep Trihayu, Konsep Keseimbangan, Konsep Dasar dan Ajar, Konsep
Trisentra Pendidikan, Konsep Kebangsaan, Konsep Kekeluargaan, Konsep Among, Konsep
Tutwuri Handayani, Konsep Tringa, Konsep Trirasa, Konsep Trina, dan Konsep Tri Pantangan.
Konsep Trihayu yang terdiri dari memayu hayuning salira, memayu hayuning bangsa,
dan memayu hayuning manungsa (bawana) me-nyatakan bahwa pendidikan itu hendaknya dapat
barmanfaat bagi diri sendiri, bagi bangsa dan bagi masyarakat dunia.
Konsep Keseimbangan menyatakan bahwa pendidikan itu hendaknya secara seimbang
dapat mengembangkan kecerdasan (intelectuality) di satu sisi dan kepribadian (personality) di
5. sisi yang lain pada Sang Anak. Kecerdasan tanpa diimbangi kepribadian membuat Sang Anak
menjadi pintar tetapi buruk; sebaliknya kepribadian tanpa diimbangi kecerdasan membuat Sang
Anak menjadi baik tetapi bodoh.
Konsep Dasar dan Ajar menyatakan bahwa perkembangan jiwa Sang Anak itu tergantung
pada dua aspek sekaligus; yaitu aspek dasar dan aspek ajar. Aspek dasar adalah pemberian
Tuhan YME pada masing-masing anak seperti bakat dan potensi diri; sedangkan ajar adalah
pendidikan dan pelatihan bagi Sang Anak. Apabila Sang Anak memi-liki dasar yang positif serta
ajar yang positif maka perkembangan jiwanya akan positif; demikian pula sebaliknya.
Konsep Trisentra Pendidikan yang terdiri dari keluarga, perguruan dan pergerakan
menyatakan bahwa keberhasilan pendidikan sangat ditentukan tiga aspek sekaligus; yaitu
keluarga, perguruan dan ma-syarakat. Pendidikan Sang Anak berhasil kalau pendidikan keluarga
baik, pendidikan perguruan atau sekolah baik dan lingkungan masya-rakatnya baik; sebaliknya
pendidikan Sang Anak tidak akan berhasil kalau pendidikan keluarga buruk, pendidikan
perguruan atau sekolah buruk dan lingkungan masyarakatnya juga buruk.
Konsep Kebangsaan menyatakan bahwa pendidikan harus mampu menghantarkan Sang
Anak memiliki jiwa dan semangat kebangsaan yang memadai; mendudukkan bangsa (Indonesia)
di atas segala, tidak boleh menonjolkan status sosialnya, status ekonominya, agamanya, etnisnya,
sukunya, dan golongannya sendiri.
Konsep Kekeluargaan menyatakan hendaknya pendidikan sebaiknya dilakukan dalam
suasana keluarga (family atmosphere), sebagaimana hubungan yang terjadi dalam keluarga
seperti antara anak dengan ibu, anak dengan ayah, dan adik dengan kakak.
6. Konsep Among menyatakan mendidik Sang Anak itu harus dilandasi dengan rasa ikhlas
untuk mengasuh dan membimbing sebagaimana dengan seorang “pangemong” dengan anak
yang diasuh dan dibim-bingnya. Mendidik Sang Anak tidak sebatas pertemuan pada jam-jam
efektif di kelas dan/atau di sekolah; akan tetapi dilaksanakan secara terus menerus selama 24 jam
setiap harinya.
Konsep Tutwuri Handayani yang terdiri dari tutwuri dan handayani menyatakan dalam
mendidik hendaknya dilakukan dengan memberi kesempatan pada Sang Anak untuk
mengembangkan dirinya sendiri; manakala dalam perjalanannya ada hal yang keluar dari rel
pendidik-an maka pendidik wajib memberi bimbingan dan arahan. Pada anak usia anak-anak,
semisal anak TK, maka porsi handayani lebih domi-nan; sebaliknya pada anak usia dewasa,
semisal mahasiswa PT, maka porsi tutwuri lebih dominan.
Konsep Tringa yang terdiri dari ngerti, ngrasa, dan nglakoni menya-takan bahwa untuk
mengoptimalkan hasil pembelajaran maka Sang Anak perlu menguasai pengetahuan yang sedang
dipelajari (ngerti), mengambil sikap positif terhadap sesuatu yang dipelajari (ngrasa) dan
mempraktikkan apa yang dipelajari (nglakoni).
Konsep Trisakti Jiwa yang terdiri dari cipta, rasa, dan karsa menya-takan bahwa untuk
mengoptimalkan hasil pembelajaran maka kepada Sang Anak haruslah dikembangkan daya cipta
atau kreativitasnya (cipta), daya pemahaman dan perasaannya (rasa), dan juga dibangun
motivasinya (karsa) untuk mempelajari sesuatu.
Konsep Trina yang terdiri dari niteni, nirokake dan nambahi menya-takan bahwa untuk
mempelajari segala sesuatu bisa ditempuh dengan cara “mengenali dan mengingat” sesuatu yang
7. dipelajari (niteni), menirukan sesuatu yang dipelajari (nirokake), serta mengembangkan sesuatu
yang dipelajari (nambahi).
Konsep Tripantangan yang terdiri harta, tahta dan wanita menyata-kan bahwa seorang
pendidik dilarang keras berburu harta secara tidak jujur, semisal korupsi (pantangan harta);
berburu kekuasaan dan/atau kedudukan secara tidak wajar, semisal “membeli” jabatan
(pantangan tahta) serta “bermain” dengan wanita secara tidak sah, semisal main selingkuh
(pantangan wanita).
C. PENUTUP
Secara historis KHD adalah putra Indonesia yang berani menentang pemerintah kolonial
secara terang-terangan demi bangsa dan negaranya, semisal atas tulisannya ‘Als ik een
Nederlander Was’ (De Expres, 13 Juli 1913) yang berisi penentangan rencana pemerintah
kolonial Belanda yang akan memperingati 100 tahun hari kemerdekaannya (dari jajahan
Perancis) di tanah jajahan (Indonesia) telah membuat dirinya dibuang ke Belanda.
Di samping merupakan seorang pejuang kemerdekaan, KHD adalah tokoh pendidikan
nasional juga menjadi Bapak Pendidikan Nasional yang tanggal lahirnya, 2 Mei, telah ditetapkan
oleh Pemerintah RI sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Konsep pendidikan KHD memang cukup komprehensif, khas, dinamis dan banyak yang
dijadikan sebagai dasar untuk membangun pendidikan nasional Indonesia. Konsep pendidikan
KHD juga banyak dipelajari oleh ilmuwan manca negara seperti Cina, India, Belanda dan
Amerika Serikat (AS). Dengan demikian sudah pada tempatnya kalau kita sendiri mengkaji,
mendalami dan sekaligus mengimplementasi filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara.