SlideShare a Scribd company logo
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan derasnya arus modernisasi dan globalisasi yang terjadi di sekitar kita sekarang
ini, menimbulkan pertanyaan “Apakah sekarang nilai – nilai budaya masih ada dan melekat?”.
Masyarakat pada umumnya telah banyak melupakan adat istiadat dan kebudayaannya. Padahal
dari adat istiadat dan kebudayaan-lah, karakter bangsa kita lahir. Masyarakat mulai melupakan
nilai – nilai budaya Indonesia, terkhusunya budaya Dayak.
Untuk itulah kita perlu belajar nilai- nilai budaya Dayak yang masih ada sampai
sekarang. Sehingga dengan pembelajaran ini, kita sebagai generasimuda dapat memegang teguh
nilai – nilai budaya Dayak,dapat meng-aplikasikannya dalam kehidupan sehari – hari serta kita
tidak terseret arus zaman modernisasi dan globalisasi.
Tujuan penulisan ini adalah untuk kita menyadari karakter bangsa kita, Indonesia. Dari
nilai – nilai budaya Dayak yang masih ada sampai sekarang sehingga kita tidak krisis identitas
dan dapat melestarikan budaya Dayak yang sarat dengan makna.
B. Rumusan Masalah
1. Apa arti nilai –nilai budaya?
2. Apa nilai – nilai budaya yang dipegang erat masyarakat Dayak?
3. Apa nilai – nilai budaya Dayak yang masih ada sampai sekarang?
4. Mengapa nilai – nilai budaya Dayak harus kita lestarikan?
5. Apa saja yang dilakukan masyarakat Dayak untuk melestarikan budaya Dayak?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk menyadarkan generasi muda karakter bangsa atau Identitas bangsa Indonesia,
khusunya budaya Dayak.
2. Untuk melestarikan budaya Dayak.
3. Untuk terus memegang erat nilai – nilai budaya Dayak.
D. Manfaat Makalah
1. Bagi Pembaca
a. Pembaca dapat mengenali lebih lagi budaya Dayak.
b. Pembaca dapat mengetahui nilai – nilai budaya Dayak yang masih ada sampai
sekarang.
c. Pembaca dapat mempertahankan nilai- nilai budaya Dayak sehingga dapat bertahan
di tengah arus globalisasi dan modernisasi.
2. Bagi Penulis
a. Penulis dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang nilai – nilai budaya
Dayak.
b. Penulis juga dapat mempertahankan nilai- nilai budaya Dayak sehingga dapat
bertahan di tengah arus globalisasi dan modernisasi.
2
E. Definisi Istilah
1. Nilai adalah sesuatu yang berharga, keyakinan yang dipegang sedemikian rupa oleh
seseorang sesuaidenagn tututan hati nuraninya.
2. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah,yang merupakan
bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagaihal-hal yang berkaitan dengan
budi dan akal manusia.
3. Kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi
sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
3
BAB II ISI
A. Pengertian Nilai – Nilai Budaya
Nilai-nilai budaya merupakan nilai- nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat,
lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan (believe),
simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan prilaku
dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi.
Nilai-nilai budaya akan tampak pada simbol-simbol, slogan, moto, visi misi, atau sesuatu yang
nampak sebagai acuan pokok moto suatu lingkungan atau organisasi.
Ada tiga hal yang terkait dengan nilai-nilai budaya ini yaitu :
1. Simbol-simbol, slogan atau yang lainnya yang kelihatan kasat mata (jelas).
2. Sikap, tindak laku, gerak gerik yang muncul akibat slogan, moto tersebut.
3. Kepercayaan yang tertanam (believe system) yang mengakar dan menjadi kerangka acuan dalam
bertindak dan berperilaku (tidak terlihat).
Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai budaya adalah suatu bentuk konsepsi umum yang dijadikan
pedoman dan petunjuk di dalam bertingkah laku baik secara individual, kelompok atau masyarakat secara
keseluruhan tentang baik buruk, benar salah, patut atau tidak patut.
B. Nilai – Nilai Budaya yang Dipegang erat Masyarakat Dayak
Nilai – nilai yang dijunjung tinggi pleh Suku Dayak, antara lain :
1. Nilai – nilai damai (menentang cara kekerasan), menekankan nilai - nilai hapakat / basara
/ musyawarah dalam menyelesaikan masalah.
2. Percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa
3. Menjunjung tinggi Nilai Kemanusian
4. Kebangsaan atau utus
5. Nilai kesejahteraan bersama yang berkeadilan
Nilai – nilai yang hidup di kalangan Masyarakat Dayak ini berkembang dalam proses interaksi
dan integrasi nasional dalam kerangka budaya nasional. Pancasila yang relevan dengan perkembangan
budaya modern yang global. Dalam bingkai ini tiap daerah dapat mengembangkan ciri – ciri budaya
dan jati dirinya baik dalam wujud sistem nilai, sistem sosial dan wujud fisik masing – masing dalam ke
– Bhineka Tunggal Ika – an.
4
C. Nilai – Nilai Budaya Dayak yang Masih Ada Sampai Sekarang
Sistem Religi Dan Kepercayaan
Sejak awal kehidupannya, orang Dayak telah memiliki keyakinan yang asli milik mereka, yaitu
Kaharingan atau Agama Helo/helu/. Keyakinan tersebut, menjadi dasar adat istiadat dan budaya mereka.
Agama Helo/helu/ atau Kaharingan hingga saat ini masih dianut oleh sebagian besar orang Dayak, walau
pada kenyataannya, tidak sedikit orang Dayak yang telah menganut agama Islam, Kristen, Katholik.
Demikian pula tidak semua penduduk pedalaman Kalimantan adalah orang Dayak, karena telah berbaur
dengan penduduk dari berbagai suku akibat perkawinan dan berbagai sebab lain. Walaupun demikian,
tradisi lama dalam hidup keseharian mereka masih melekat erat tidak hanya dalam bahasa, gerak-gerik,
symbol, ritus, serta gaya hidup, namun juga dalam sistem nilai pengartian dan pandangan mereka dalam
memaknai kehidupan.
Sistem Mata Pencaharian Dan Peralatan Hidup
Dalam melangsungkan dan mempertahankan kehidupannya orang Dayak tidak dapat dipisahkan
dengan hutan; atau dengan kata lain hutan yang berada di sekeliling mereka merupakan bagian dari
kehidupannya dan dalam memenuhi kebutuhan hidup sangat tergantung dari hasil hutan. Sapardi (1994),
menjelaskan bahwa hutan merupakan kawasan yang menyatu dengan mereka sebagai ekosistem. Selain
itu hutan telah menjadi kawasan habitat mereka secara turun temurun dan bahkan hutan adalah bagian
dari hidup mereka secara holistik dan mentradisi hingga kini, secara defakto mereka telah menguasai
kawasan itu dan dari hutan tersebut mereka memperoleh sumber-sumber kehidupan pokok.
Kegiatan sosial ekonomi orang Dayak meliputi mengumpulkan hasil hutan, berburu, menangkap
ikan, perkebunan rakyat seperti kopi, lada, karet, kelapa, buah-buah dan lain-lain, serta kegiatan
berladang (Sapardi,1992). Kegiatan perekonomian orang Dayak yang pokok adalah berladang sebagai
usaha untuk menyediakan kebutuhan beras dan perkebunan rakyat sebagai sumber uang tunai yang dapat
dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup yang lain; walaupun demikian kegiatan perekonomian
mereka masih bersifat subsistensi (Mering Ngo, 1989; Dove, 1985).
Hubungan antara orang Dayak dengan hutan merupakan hubungan timbal balik. Disatu pihak
alam memberikan kemungkinan-kemungkinan bagi perkembangan budaya orang Dayak, dilain pihak
orang Dayak senantiasa mengubah wajah hutan sesuai dengan pola budaya yang dianutnya (Arman,
1994). Persentuhan yang mendalam antara orang Dayak dengan hutan, pada giliran melahirkan apa yang
disebut dengan sistem perladangan. Ukur (dalam Widjono,1995), menjelaskan bahwa sistem perladangan
merupakan salah satu ciri pokok kebudayaan Dayak. Ave dan King (dalam Arman,1994), mengemukakan
bahwa tradisi berladang (siffting cultivation atau swidden) orang Dayak sudah dilakukan sejak zaman
nenek moyang mereka yang merupakan sebagai mata pencaharian utama. Sellato (1989 dalam Soedjito
1999), memperkirakan sistem perladangan yang dilakukan orang Dayak sudah dimulai dua abad yang
lalu. Mering Ngo (1990), menyebutkan cara hidup berladang diberbagai daerah di Kalimantan telah
dikenal 6000 tahun Sebelum Masehi. Almutahar (1995) mengemukakan bahwa aktivitas orang Dayak
dalam berladang di Kalimantan cukup bervariasi, namun dalam variasi ini terdapat pula dasar yang sama.
Persamaan itu terlihat dari teknologi yang digunakan, cara mencari tanah atau membuka hutan yang akan
digunakan, sumber tenaga kerja dan sebagainya.
Dalam setiap aktivitas berladang pada orang Dayak selalu didahului dengan mencari tanah.
Dalam mencari tanah yang akan dijadikan sebagai lokasi ladang mereka tidak bertindak secara
serampangan. Ukur (1994), menjelaskan bahwa orang Dayak pada dasarnya tidak pernah berani merusak
5
hutan secara intensional. Hutan, bumi, sungai, dan seluruh lingkungannya adalah bagian dari hidup.
Menurut Mubyarto (1991), orang Dayak sebelum mengambil sesuatu dari alam, terutama apabila ingin
membuka atau menggarap hutan yang masih perawan harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu
yaitu: pertama, memberitahukan maksud tersebut kepada kepala suku atau kepala adat; kedua, Seorang
atau beberapa orang ditugaskan mencari hutan yang cocok. Mereka ini akan tinggal atau berdiam di
hutan-hutan untuk memperoleh petunjuk atau tanda, dengan memberikan persembahan. Usaha
mendapatkan tanda ini dibarengi dengan memeriksa hutan dan tanah apakah cocok untuk berladang atau
berkebun; ketiga, apabila sudah diperoleh secara pasti hutan mana yang sesuai, segera upacara
pembukaan hutan itu dilakukan, sebagai tanda pengakuan bahwa hutan atau bumi itulah yang memberi
kehidupan bagi mereka dan sebagai harapan agar hutan yang dibuka itu berkenan memberkati dan
melindungi mereka.
Hasil penelitian Mudiyono (1990), mengemukakan bahwa kriteria yang digunakan oleh ketua
adat atau kepala suku memberi izin untuk mengolah lahan di lihat dari kepastian hubungan hukum antara
anggota persekutuan dengan suatu tanah tertentu dan menyatakan diri berlaku “ke dalam” dan “ke luar”.
Berlakunya “ke luar” menyatakan bahwa hanya anggota persekutuan itu yang memegang hak sepenuhnya
untuk mengerjakan, mengolah dan memungut hasil dari tanah yang digarapnya. Sungguhpun demikian
adakalanya terdapat orang dari luar persekutuan yang karena kondisi tertentu diberi izin untuk
menumpang berladang untuk jangka waktu satu atau dua musim tanam.
Berlakunya “ke dalam” menyatakan mengatur hak-hak perseorangan atas tanah sesuai dengan
norma-norma adat yang telah disepakati bersama. Anggota persekutuan dapat memiliki hak untuk
menguasai dan mengolah tanah, kebun atau rawa-rawa. Apabila petani penggarap meninggalkan wilayah
(benua) dan tidak kembali lagi maka penguasaan atas tanah menjadi hilang. Hak penguasaan tanah
kembali kepada persekutuan dan melalui musyawarah ketua adat dapat memberikannya kepada anggota
lain untuk menguasainya. Tetapi jika seseorang sampai pada kematiannya tetap bermukim di daerah
persekutuan maka tanah yang telah digarap dapat diwariskan kepada anak cucunya. Hasil penelitian
Kartawinata (1993) pada orang Punan, dan Sapardi (1992) pada orang Dayak Ribun dan Pandu, pada
umumnya memilih lokasi untuk berladang di lokasi yang berdekatan dengan sungai. Tempat-tempat
seperti itu subur dan mudah dicapai.
Bahasa
Bahasa suku Dayak menggunakan bahasa Indonesia , bahasa Maanyan , dan bahasa Ngaju
sebagai bahasa yang digunakan dalam kesehariannya. Orang Dayak di Kalimantan khususnya Dayak
yang berada di Kalimantan Barat, Timur, Selatan dan Utara hampir semuanya mengerti bahasa Ot-Danum
atau Dohoi, sedangkan orang Dayak Kalimantan Tengah dan Selatan sebagai bahasa perantaraan
umumnya adalah bahasa Dayak Ngaju yang juga disebut bahasa Kapuas. Tiap-tiap suku Dayak di
Kalimantan memiliki bahasa daerah sendiri-sendiri dengan dialek satu dengan lainnya berbeda, misalnya
bahasa Ot-Danum kebanyakan memakai huruf “o” dan “a” tetapi bahasa Dayak Ngajuk banyak memakai
“e” dan “a”. Sebagai ilustrasi disajikan beberapa bahasa Dayak dari beberapa suku Dayak yang ada di
Kalimantan.
Bentuk Hitungan Angka Dalam Beberapa Bahasa Dayak
Bahasa
Indonesia
Dayak
Ngaju
Dayak
Bahau
Dayak
Bajau
Dayak
Ot- Pasir
Dayam
Maanyan
Dayak
Lepo
Dayak
Danum
1 Ije Je Sa Ico Erai Isa Ca
2 Due Dua Dua Doo Doeo Rueh Dua
3 Telo Telo Tee Toro Toloe Telu Telo
6
4 Epat Epat Empat Opat Opat Epat Pat
5 Lime Lime Lime Rimo Limo Dime Lema
6 Jahawen Enam Enem Unom Onom Enem Enam
7 Uju Tuju Pitu Pito Turu Pitu Tujuh
8 Hanya Saya Walu Waru Walu Walu Ay’ah
9 Jalatien Pitan Sanga Sioi Sie Suei’ Pien
10 Sepuluh Pulu Sepuluh Poro Sapulu Pulu’ Pulu
Kesenian
Orang Dayak walaupun dalam kehidupan yang agak sederhana, ternyata sangat gemar akan
kesenian. Menurut Riwut (1958) kesenian yang di miliki oleh orang Dayak di Kalimantan berupa seni:
(1) tari; (2) suara; (3) ukir; dan (4) seni lukis. Untuk mengetahui secara lebih mendalam jenis kesenian
yang dimiliki oleh orang Dayak sebagaimana yang dikemukakan oleh Riwut tersebut akan diuraikan
secara rinci sebagai berikut:
1. Seni Tari
Seni tari yang hidup dan berkembang dilingkungan masyarakat Dayak berupa:
1. Manasai, jenis tarian yang diperuntukan untuk menyambut tetamu agung (orang berpangkat),
menyambut pahlawan yang menang berperang, yang dilakukan oleh orang-orang tua, kaum
wanita terutama para gadis dengan gerak kaki tangannya yang diiringi pula dengan seni suara dan
bunyi-bunyian.
2. Gantar, jenis tarian yang diperuntukan selain untuk menyambut tamu-tamu agung, juga tari-tarian
pada upacara memotong padi. Tari-tarian ini terdapat pada Suku Dayak Punan, Kenyah, dan
Bahau. Tari Nginyah, tari ini terkenal dengan nama tari perang yang terdiri atas dua macam yaitu
pertama, untuk membela diri bila mana dalam peperangan tari yang dilakukan oleh laki-laki dan
wanita; kedua, dalam pertunjukan waktu ada pesta. Tarian ini menggunakan senjata mandau,
sumpit dan perisai, yang terdapat pada suku Dayak Kenyah Ot, Kenyah Punan dan Kenyah
Bahau.
3. Deder, tarian ini ada dua jenis yaitu Deder Siang dan Deder Dusun Tengah yang dipersembahkan
untuk menyambut tamu dan ketika ada upacara adat dan lain-lain, yang berasal dari daerah Barito
Hulu dan Barito Tengah.
4. Bukas, yaitu jenis tarian yang dipersembahkan untuk menyambut kedatangan Panglima dari
berperang, yang dilakukan oleh 1 – 2 sampai 7 orang terdiri dari pemuda dan gadis-gadis dengan
mempergunakan bambu dan tombak disertai dengan nyanyian-nyanyian. Terdapat pada suku
Dayak Maanyan dan Dusun.
5. Jenis tarian ini dilakukan baik oleh laki-laki maupun wanita yang menari mengelilingi binatang,
seperti sapi, kerbau, bagi yang akan dibunuh untuk upacara pesta adat mengantar arwah nenek
moyangnya ke surga yang dinamai “tiwah”. Terdapat pada suku Dayak Klemantan, Katingan dan
Kahayan.
6. Dedeo (karang dedeo), yaitu jenis tarian yang lazim dipersembahkan pada saat pesta perkawinan
yang berasal dari suku Dayak yang berada di Barito Tengah dan Barito Hilir.
7. Balian, yaitu tarian yang semata-mata diperuntukan untuk merawat orang sakit yang dilakukan
oleh Balian yang biasanya adalah seorang laki-laki selama 1 – 3 malam. Tarian ini hampir
terdapat pada seluruh suku Dayak.
7
8. Kinyah, tari kenyah ini bukanlah tarian biasa tetapi merupakan tarian yang khusus dipelajari oleh
para perwira Dayak zaman dahulu yang digunakan untuk menangkis serangan musuh dan untuk
meringankan badan melompat dan memperkuat tangan untuk memotong kepala pihak musuh.
Tarian ini berasal dari suku Dayak Kenyah atau Dayak Bahau dari Hulu Mahakam dan dari Apo
Kayan dalam daerah Kalimantan Timur.
9. Kerangka atau Tari Gumbeuk, yaitu tarian ini pada khakekatnya di khususkan dalam upacara
“Ijambe atau Manyalimbat” yang dilakukan oleh laki-laki dan anak-anak dengan mengelilingi
tempat tulang kering dari yang meninggal dunia.
10. Nyadum Nyambah, yaitu merupakan tarian permintaan maaf dan ampun kepada tamu. Tarian ini
berasal dari Kabupaten Kapuas.
11. Hatusuh Bua, yaitu tarian gembira pada waktu menyambut musim buah-buahan yang banyak dan
melimpah. Tarian ini berasal dari suku Dayak di Kabupaten Kapuas.
12. Menggetem, yaitu tarian gembira yang dilakukan pada saat memotong padi. Tarian ini berasal
dari suku Dayak di Kabupaten Kapuas.
13. Kinjak Karing, yaitu tarian yang dilakukan oleh kaum wanita untuk membela pahlawan yang
sedang berperang. Tarian ini terdapat pada suku Dayak di Kaputen Kapuas dan Kahayan Hulu.
14. Suling Balawung, yaitu jenis tarian yang dipertunjukan waktu ayam mengeram dan menetaskan
telornya. Tarian ini terdapat pada suku Dayak di Kapaten Kapuas.
15. Tugal, yaitu jenis tarian yang dipertunjukan pada saat menanam padi dengan cara di tugal, yang
berasal dari suku Dayak di Kalimantan Tengah.
2. Seni Suara
Seni Suara (Nyanyian Adat)Kesenian dalam bentuk seni suara yang berkembang dilingkungan
masyarakat dayak adalah berupa nyanyian-nyanyian yang berkaitan dengan kehidupan religi yang mereka
anut, seperti nyanyian-nyanyian waktu memotong padi, waktu berkayuh, berladang, menumbuk
padi, berperang, berjalan di hutan, berburu, selagi pesta, bersukaria, dannyanyian yang memuja Tuhan
serta nyanyian tentang kematian keluarga, diantaranya:
1. Kandan, yaitu nyanyian-nyanyian yang berisi sanjungan dan pujian sambil mendoakan semoga
rakyat senang dan makmur, serta pimpinan agar dalam memerintah selalu bijaksana dan adil.
Nyanyian ini terdapat pada suku Dayak Siang atau Murung di Barito Hulu.
2. Dedeo dan Ngaloak, jenis nyanyian yang dilakukan pada pesta saat perkawinan atau pada pesta
kecil, yang terdapat pada suku Dayak Dusun Tengah Kabupaten Barito.
3. Setangis, yaitu nyanyian yang dilakukan pada saat pesta kematian. Pada khakekatnya nyanyian
ini hanya berazaskan pada riwayat si mati dan jasa-jasanya sewaktu hidup serta kedudukan dari
keluarga dan famili yang meninggal yang masih ditinggalkan.
4. Manawar, yaitu nyanyian untuk mengantar jiwa atau semangat beras kepada TuhanNYA, yang
dilakukan oleh orang tua, ahli adat dan ahli agama Dayak.
5. Kayau, yaitu nyanyian yang menceritakan sesuatu yang dilakukan oleh gadis-gadis Dayak secara
bersahut-sahutan 2 – 4 orang.
6. Mansana Kayau Pulang, yaitu nyanyian yang dinyanyikan pada waktu malam sebelum tidur oleh
orang tua untuk mengobarkan semangat anak-anaknya agar memiliki rasa dendam terhadap orang
yang telah dibunuh oleh Tambun Bupati.
7. Ngendau, yaitu nyanyian untuk bersenda gurau diantara pemuda dan gadis dengan bersahut-
sahutan.
8. Kelalai-lalai, yaitu sebuah nyanyian yang disertai dengan tari-tarian untuk menyambut para
pembesar atau tamu. Nyanyian ini terdapat pada suku Dayak Mama (darat) di Kota Waringin.
9. Natun Pangpangaal, yaitu nyanyian ratap tangis kesedihan karena ada kematian keluarga.
10. Dodoi, yaitu suatu nyanyian yang dilakukan pada saat berkayuh diperahu atau rakit.
8
11. Dondong, yaitu nyanyian yang dilakukan baik pada saat menanam (menugal) maupun memotong
padi.
12. Ngandan, yaitu nyanyian untuk memuji-muji atau menimang-nimang pemuda-pemuda yang
dilakukan oleh orang tua.
13. Mansana Bandar, yaitu nyanyian yang menceritakan seorang pahlawan putri pada zaman dahulu.
14. Balian, yaitu nyanyian yang dilantunkan pada saat upacara tiwah upacara mengantar arwah
orang-orang yang sudah meninggal (mati).
3. Seni Ukir
Kesenian dalam bentuk seni ukir yaitu berupa ukir-ukiran pada hulu mandau yang terbuat dari
kayu maupun tanduk rusa, sarung mandau, patung, perisai dan sumpit. Semua ukir-ukiran tersebut
memiliki nama dan makna yang tersendiri.
4. Seni lukis (tato)
Kesenian dalam bentuk seni lukis masyarakat Dayak yaitu berupa seni lukis seluruh badan badan
manusia (tato) dengan menggunakan alat yang disebut “Tutang atau Cacah” yang dilakukan sangat teliti
dan hati-hati. Gambar-gambar pada peti mati yang dinamai “runi”, kakurung di sandung-sandung (rumah
tempat menyimpan tulang belulang orang yang telah meninggal), di patung dan lain-lain. Lebih lanjut di
jelaskan oleh Riwut (1958) dan Sukanda (1994) bahwa orang Dayak di Kalimantan dalam kegiatan tari-
tarian dan dalam melantunkan berbagai jenis nyanyian selalu di dukung oleh berbagai jenis alat-alat
bunyian yang terbuat dari besi, kayu ataupun bambu seperti (ketambung atau gendang, tote atau serupai,
kalali atau suling panjang), guruding atau ketong, garantong (gong besar), kangkanong (gong kecil),
gandang mara (gendang pendek), ketambung (gendang kecil), sarunai, kacapi (kecapi), gariding, suling
bahalang, suling balawang dan kangkanong humbang.
Makna Tato Bagi Suku Dayak
Tato bagi masyarakat Dayak bukan sekadar hiasan, tetapi memiliki makna yang sangat
mendalam. Sebab tato bagi masyarakat Dayak tidak boleh dibuat sesuka hati sebab ia adalah sebahagian
dari tradisi, status sosial seseorang dalam masyarakat, serta sebagai bentuk penghargaan suku terhadap
kemampuan seseorang. Oleh karena itu, ada peraturan tertentu dalam pembuatan tato baik pilihan
gambarnya, struktur sosial seseorang yang memakai tato maupun penempatan tatonya. Meskipun
demikian, secara realitasnya tato memiliki makna sama dalam masyarakat Dayak, yakni sebagai “obor”
dalam perjalanan seseorang menuju alam keabadian, setelah kematian.
Bagi suku Dayak yang tinggal di sekitar Kalimantan dan Sarawak Malaysia, tato di sekitar jari
tangan menunjukkan orang tersebut suku yang suka menolong seperti ahli pengobatan. Semakin banyak
tatoo di tangannya, menunjukkan orang itu semakin banyak menolong dan semakin arif dalam ilmu
pengobatan. Bagi masyarakat Dayak Kenya dan Dayak Kayan di Kalimantan Timur, banyaknya tato
menggambarkan orang tersebut sudah kuat mengembara. Setiap kampung memiliki motif tato yang
berbeda, banyaknya tato menandakan pemiliknya sudah mengunjungi banyak kampung.
Berbeda pula dengan golongan bangsawan yang mamakai tato, motif yang lazim untuk kalangan
bangsawan adalah burung enggang yakni burung endemik Kalimantan yang dikeramatkan. Ada pula tato
yang dibuat di bagian paha. Bagi perempuan Dayak memiliki tatoo di bagian paha status sosialnya sangat
tinggi dan biasanya dilengkapi gelang di bahagian bawah betis. Motif tato di bagian paha biasanya juga
menyerupai simbol tato berbentuk muka harimau. Perbedaannya dengan tato di tangan, ada garis
9
melintang pada betis yang dinamakan nang klinge.Tato yang dibuat diatas lutut dan melingkar hingga ke
betis menyerupai ular, sebenarnya anjing jadi-jadian atau disebut tuang buvong asu.
Sistem Teknologi Dan Perlengkapan Hidup
Banyak dari alat-alat perlengkapan hidup yang di niliki oleh suku dayak yang mempunyai fungsi
dn kegunaan lebih dari satu, malah multi fungsi, misalnya parang dalam segala bentuk dan jenisnya,
berfungsi bukan saja sebagai alat rumah tangga, tetapi juga sebagai alat pertanian, alat perburuan, alat
perlengkapan persenjataan dan lain-lain.
a. Alat-alat produksi (Alat – alat rumah tangga)
Bakul, kegunaannya: bakul yang terbuat dari ahas atau bamban pada umumnya di gunakan untuk
mengisai (mencuci) beras yang akan di masak, sedang yang terbuat ari bambu dan purun, ukurannya
yang lebih besar, biasa digunakan dalam wadah dalam rumah tangga, dansebagainya.
1. Cupak atau garabuk. Kegunaanya berfungsi sebagai ember untuk menimba air dari sumur. Alat
ini masih digunakan di desa-desa, terutama pada musim kemarau.
2. Cubit ( cobek). Dibuat dari kayu atau tanah liat dan di lengkapi dengan ulak-ulak (kulak) yang
terbuat dari akar bambu. Kegunaannya: untuk menghakuskan bumbu-bumbu, sambal dan
sebagainya.
3. Gantang. Kegunaanya: sebagai alat pengukur/ penakar hasil pertanian (padi, beras dan kacang-
kacangan), dan juga sebagai alat-alat penakar/ pengukur jual beli hasil-hasil pertanian.
4. Parapatan. Terbuat dari tempuryng kelapa. Kegunaanya : sebagi alat penakar seperti pada
gantang.
5. Kandi atau buyung. Kegunaanya: untuk penyimpanan air minum, terutama kandi. Air yang
tersimpan dalm kandi atau buyung rasnya sejuk.
6. Nyiru.kegunaanya: digunakan terutama untuk membersihkan gabah kotor. Pekerjaan ini disebut
menampi. Selain itu digunakan pula untuk keperluan-keperluan, misalnya untuk tempat
menjemur ikan yang akan dikeringkan.
7. Nyiru jarang atau ayakan. Di gunakan untuk memisahkan anatah dari beras.
8. Panai. Kegunaanya : sebagai tempat air, tempat mencuci dll.
9. Kuantan. Kegunaanya:untuk menanak nasi.
b. Alat-alat pertanian
1. Balayung. Kegunaanya: untuk menebang kayu atau memotong kayu yang keras.
2. Butah atau ungking. Kegunaanya: sebagi alat atau tempat untuk membawa alat-alat pertanian,
seperti kapak, parang, blayung dan lain-lain. Juga digunakan untuk membawa hasil-hasil
pertanian tanaman galangan seperti, ubi kayu, talas, dan lain-lain.
3. Garu atau gagaru. Kegunaanya: untuk mengumpulkan rumbut-rumput yang sudah
ditebasdisawah.rumpu-rumput dikumpulkan menjadi gundukan. Gundukan rumput ini di tarik
dengan gagaruke pinggir sawah.
4. Gumbaan. Kegunaan: digunakan untuk membersihkan gabah yang masih kotor untuk
memperoleh gabah bersih, memisahkan atau menghilangkan sekam dari gabah yang telah di
pecah dari kulitnya.
5. Kandutan. Kegunaan: merupakan tempat untuk menampung atau mengumpulkan padi sewaktu
menuai.
10
6. Lanjung. Kegunaan: untuk mengangkut hail pertanian terutama mengangkut padi bertangkai dri
sawah kerumah .
7. Tangkitan. Kegunaan: sama dengan lanjung, digunakan juga untuk mengangkut hasil pertanian
kepasr-pasar.
8. Ranggaman (ani-ani). Kegunaan: untuk memotong atau menuai padi.
9. Tajak. Kegunaan: untuk memptong rumput disawah sampai ke akar-akarnya.baik pada sawah
yang berair maupun yang tidak berair(pematang sawh).
10.Tatujah. Kegunaanya: membuat lubang di tanah persawahan yang bash atau berairuntuk
menanam padi. Di tanah ladang atau sawah pematang dipergunakan asak seperti alu yang ujung
bawahnya diruncingkan.
11.Parang. Kegunaanya: , berfungsi bukan saja sebagai alat rumah tangga, tetapi juga sebagai alat
pertanian, alat perburuan, alat perlengkapan persenjataan dan lain-lain.
c. Alat-alat perburuan
1. Riwayang.
2. Sapung
3. Pulut
4. Tombak
5. Parang
d. Alat-alat perikanan
1. Lukah. Kegunaanya : untuk kenangkap ikan. Dengan cara lukah di masukan beberapa siput
sawah.
2. Tempirai dan hampang. Kegunaanya: untuk menangkap ikan- ikan kecil setelah tempirai dan
hampang terpasng, maka ikan dihalau untuk masuk ke dalam tempirai.
3. Jambih. Kegunaanya: untuk menangkap ikan disawah yang airnya dangkal pada malam hari.
4. Hampang balat. Kegunaanya: penangkapan ikan di rumpon yaitu daerah perairan di sungai dan
danau yang di timbuhi rerumputan.
5. Hampang tarumbuan. Kegunaanya: untuk menangkap ikan.
6. Lalangit sapat siam. Kegunaanya: untuk menangkap ikan didaerah perairan yang dalam sekitar
1-2 meter.
7. Jala kalabau. Kegunaanya: menangkap ikan kalabau, alat ini digunakan pad kedalaman air
antara 2-3 meter.
8. Rawai atau banjur. Berfungsi: menangkap mikan pada malam hari.dengan umpan yang terbuat
dari potongan-potongan ikan belutatau siput sawah yang besar.
9. Susuduk, digunakan: menangkap ikan disungai.
10. Kabam sanggi. Berguna untuk menangkap ikan sanggiringan.
11. Hampang sawar. Berguna untuk menangkap mikan dengn cara di halau.
12. Rawai tauman Berguna untukmenangkap ikan gabus.
13. Jala lompo. Berguna untuk menangkap ikan dengan cara menebar jala kedalam air.
14. Belat/ sero, digunakan untuk menangkap ikan di pantai-pantai.
11
Makanan khas suku Dayak
Menu khas Dayak yang terkenal yaitu umbut rotan dan daun singkong bersantan. Rotan yang
masih sangat muda dan lunak serta lapisan luarnya dibuang. Lalu bagian dalam rotan yang masih muda
itu dimasak bersama sayuran lain. Rasanya agak kenyal dan pahit, dan sebaiknya dimakan dengan ikan.
Rumah adat suku Dayak ( Rumah Betang )
Rumah Betang yang merupakan rangkaian tempat tinggal yang bersambung telah dikenal semua
suku Dayak. Persepsi suku Dayak tentang rumah Betang tercakup dalam minimal empat aspek penting
dari rumah panjang itu sendiri yaitu aspek penghunian, aspek hukum dan peradilan, aspek ekonomi, dan
aspek perlindungan dan keamanan. Tidak berlebihan bila rumah panjang bagi suku Dayak merupakan
“centre for Dayak creation, art and inspiration”. Lebih dari itu, rumah panjang merupakan wujud konkrit
dari solidaritas sosial budaya suku Dayak di masa lampau, bahkan menurut Layang dan Kanyan (1994)
bahwa rumah Betang merupakan pusat kebudayaan Dayak, karena hampir seluruh kegiatan mereka
berlangsung di sana.
Senjata Khas
Senjata khas yang di miliki suku Dayak di Kalimantan yang tidak di miliki oleh suku lainnya
adalah mandau dan sumpit. Senjata khas yang disebut mandau terbuat dari lempengan besi yang ditempa
berbetuk pipih panjang seperti parang berujung runcing menyerupai paruh burung yang bagian atasnya
berlekuk datar. Pada sisi mata di asah tajam sedang sisi atasnya sedikit tebal dan tumpul. Kebanyakan
hulu mandau terbuat dari tanduk rusa diukir berbentuk kepala burung dengan berbagai motif seperti
kepala naga, paruh burung, pilin dan kait. Sarung mandau terbuat dari lempengan kayu tipis, bagian
atasnya dilapisi tulang berbentuk gelang, bagian bawah dililit dengan anyaman rotan.
Demikian juga senjata khas yang disebut sumpit yaitu jenis senjata tiup yang dalamnya diisi
dengan damak yang terbuat dari bambu yang diraut kecil dan tajam yang ujungnya diberi kayu gabus
sebagai keseimbangan dari peluru sumpit. Kekuatan jarak tiup sumpit biasanya mencapai 30-50 meter.
Sumpit terbuat dari kayu keras berbentuk bulat panjang menyerupai tongkat yang sekaligus merupakan
gagang tombak dengan lubang laras sebesar jari kelilingking yang tembus dari ujung ke ujung. Pada
ujung sumpit di lengkapi dengan mata tombak terbuat dari besi berbentuk pipih berujung lancip yang
menempel diikat dengan lilitan rotan.
Di samping kedua jenis senjata itu masih terdapat satu peralatan yang disebut telabang atau
perisai. Perisai ini terbuat dari kayu gabus dengan bentuk segi enam memanjang, keseluruhan bidang
depannya beragam hias topeng (hudoq), lidah api dan pilin berganda.
Anyam-anyaman
Kerajinan tradisional dari orang Dayak berupa anyam-anyaman yang terbuat dari bahan baku rotan,
terdapat di semua suku Dayak dengan pelbagai versi. Hal yang tampak khas terdapat dalam dua bentuk
yaitu anyam tikar dengan aneka macam motif hias dan sejenis keranjang bertali yang lazim disebut anjat,
kiang, berangka dan sebagainya.
Tembikar
Tembikar konon katanya berasal dari Cina, seperti bejana, tempayan, belanga, piring dan
mangkok sejak ribuan tahun lalu merupakan bagian dari tradisi kehidupan suku Dayak di Kalimantan.
Bahkan sebagian besar dari barang tersebut, terutama tempayan dan guci tidak hanya memiliki nilai
ekonomis, melainkan juga memiliki nilai sosio religius yang difungsikan sebagai mahar (mas kawin) dan
12
sarana pelbagai upacara adat, juga untuk menyimpan tulang-tulang leluhur serta sebagai lambang status
sosial seseorang.
Dibawah ini ada beberapa adat istiadat bagi suku dayak yang masih terpelihara hingga kini, dan
dunia supranatural Suku Dayak pada zaman dahulu maupun zaman sekarang yang masih kuat sampai
sekarang. Adat istiadat ini merupakan salah satu kekayaan budaya yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia,
karena pada awal mulanya Suku Dayak berasal dari pedalaman Kalimantan.
Upacara Tiwah
Upacara Tiwah merupakan acara adat suku Dayak. Tiwah merupakan upacara yang dilaksanakan
untuk pengantaran tulang orang yang sudah meninggal ke Sandung yang sudah di buat. Sandung adalah
tempat yang semacam rumah kecil yang memang dibuat khusus untuk mereka yang sudah meninggal
dunia.
Upacara Tiwah bagi Suku Dayak sangatlah sakral, pada acara Tiwah ini sebelum tulang-tulang
orang yang sudah mati tersebut di antar dan diletakkan ke tempatnya (sandung), banyak sekali acara-acara
ritual, tarian, suara gong maupun hiburan lain. Sampai akhirnya tulang-tulang tersebut di letakkan di
tempatnya (Sandung).
Manajah Antang
Manajah Antang merupakan cara suku Dayak untuk mencari petunjuk seperti mencari keberadaan musuh
yang sulit di temukan dari arwah para leluhur dengan media burung Antang, dimanapun musuh yang di
cari pasti akan ditemukan.
Mangkok merah
Mangkok merah merupakan media persatuan Suku Dayak. Mangkok merah beredar jika orang
Dayak merasa kedaulatan mereka dalam bahaya besar. Panglima" atau sering suku Dayak sebut
Pangkalima biasanya mengeluarkan isyarat siaga atau perang berupa mangkok merah yang di edarkan
dari kampung ke kampung secara cepat sekali. Dari penampilan sehari-hari banyak orang tidak tahu siapa
panglima Dayak itu. Orangnya biasa-biasa saja, hanya saja ia mempunyai kekuatan supranatural yang luar
biasa.
Mangkok merah tidak sembarangan diedarkan. Sebelum diedarkan sang panglima harus membuat
acara adat untuk mengetahui kapan waktu yang tepat untuk memulai perang. Dalam acara adat itu roh
para leluhur akan merasuki dalam tubuh pangkalima lalu jika pangkalima tersebut ber Tariu" ( memanggil
roh leluhur untuk untuk meminta bantuan dan menyatakan perang ) maka orang-orang Dayak yang
mendengarnya juga akan mempunyai kekuatan seperti panglimanya. Biasanya orang yang jiwanya labil
bisa sakit atau gila bila mendengar tariu.
Mangkok merah terbuat dari teras bambu (ada yang mengatakan terbuat dari tanah liat) yang
didesain dalam bentuk bundar segera dibuat. Untuk menyertai mangkok ini disediakan juga perlengkapan
lainnya seperti ubi jerangau merah (acorus calamus) yang melambangkan keberanian (ada yang
mengatakan bisa diganti dengan beras kuning), bulu ayam merah untuk terbang, lampu obor dari bambu
untuk suluh (ada yang mengatakan bisa diganti dengan sebatang korek api), daun rumbia (metroxylon
sagus) untuk tempat berteduh dan tali simpul dari kulit kepuak sebagai lambang persatuan. Perlengkapan
tadi dikemas dalam mangkok dari bambu itu dan dibungkus dengan kain merah.
13
Menurut kepercayaan Dayak, terutama yang dipedalaman Kalimantan yang disampaikan dari
mulut ke mulut, dari nenek kepada bapak, dari bapak kepada anak, hingga saat ini yang tidak tertulis
mengakibatkan menjadi lebih atau kurang dari yang sebenar-benarnya, bahwa asal-usul nenek moyang
suku Dayak itu diturunkan dari langit yang ke tujuh ke dunia ini dengan Palangka Bulau" (Palangka
artinya suci, bersih, merupakan ancak, sebagai tandu yang suci, gandar yang suci dari emas diturunkan
dari langit, sering juga disebutkan Ancak atau Kalangkang").
D. Nilai – Nilai Budaya Dayak Harus Kita Lestarikan
Di tengah lajunya perkembangan zaman tidak dapat dihindari adanya pergeseran nilai. Di satu
sisi, nilai baru yang belum mengakar, nilai lama sudah ditinggalkan.Hal ini dapat berakibat masyarakat
akan kehilangan identitas, pegangan, dan arah tujuan hidup.
Untuk itu, perlu dipahami pelestarian dan aktualisasi adat dan budaya daerah sangat besar
manfaatnya bagi kelangsungan kehidupan generasi muda sekarang maupun generasi yang akan datang.
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Masyarakat Dayak mempunyai banyak budaya yang harus dipelihara, dijaga, dirawat dan
diharigai. Budaya – budaya tersebut sangat bernilai harganya. Masyarakat Dayak sejati adalah
masyarakat yang munjujung tinggi nilai – nilai budaya Dayak serta diaplikasikan dalam
kehidupan sehari – hari. Sehingga nilai – nilai budaya dan budaya tersebut dapat berguna dan
bermanfaat di era globalisasi ini, sebagai penyangga atau menguatkan kita agar tidak terseret arus
globalisasi.
B. Saran
Saran saya adalah peliharalah budaya Dayak serta nilai – nilai budaya Dayak. Serta bangga
menjadi masyarakat Dayak yang menjunjung tinggi nilai – nilai budaya serta memaplikasikan
atau menerapkannya dalam kehidupan sehari – hari.
14
DAFTAR PUSTAKA
 http://arkandien.blogspot.com/2010/06/kebudayaan-dayak-dulu-dan-
sekarang.html
 Almutahar, Hasan. 1995. Respon Petani Dayak Kandayan Terhadap Teknologi
Pertanian, Bandung: Tesis Magister, Program Pascasarjana UNPAD.
 Alqadrie, Syarif. I. 1987. Cultural Differences and Social Life Among Three
Ethnic Groups in West Kalimantan Case, Tesis M.Sc, Lexington, Kentucky:
College of Agriculture, Agricultural and Rural Sociologi, University of Kentucky.
 Garna, Judistira K. 1996. Ilmu-Ilmu Sosial, Dasar-Konsep-Posisi, Bandung:
Program Pascasarjana Unpad.
 https://purplenitadyah.wordpress.com/2012/05/05/suku-dayak-kalimantan/
 https://www.facebook.com/permalink.php?id=476542785698596&story_fbid=2
92206380893439
 http://www.academia.edu/3684770/MACAM-
MACAM_KEBUDAYAAN_MATERIAL_DAN_NON_MATERIAL_YANG_TERDAPAT_D
ALAM_ADAT_SUKU_DAYAK
 http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditindb/2014/03/05/77-karya-budaya-
ditetapkan-sebagai-warisan-budaya-takbenda-indonesia-tahun-2013/
 http://id.wikipedia.org/wiki/Nilai-nilai_budaya
 http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya
 https://arasmunandar.wordpress.com/sosioantropologi-pendidikan-pendidikan-dan-nilai-nilai-
budaya/
 https://wirasaputra.wordpress.com/2011/10/13/nilai-budaya-sistem-nilai-dan-orientasi-nilai-
budaya/
 http://adianlangge.blogspot.com/2013/05/pengertian-konsep-nilai-dan-sistem.html
 http://analisadaily.com/aceh/news/adat-budaya-harus-dilestarikan/35721/2014/06/06
15

More Related Content

Similar to Budaya Dayak yang masih ada sampai sekarang

Berhuma: Sebuah Kearifan Lokal Budaya Masyarakat Dayak
Berhuma: Sebuah Kearifan Lokal Budaya Masyarakat DayakBerhuma: Sebuah Kearifan Lokal Budaya Masyarakat Dayak
Berhuma: Sebuah Kearifan Lokal Budaya Masyarakat Dayak
MasPandjiOfficial
 
WILDA.pptx
WILDA.pptxWILDA.pptx
WILDA.pptx
Wildani5
 
dokumen.tips_kearifan-lokal-spadaunsacid.pdf
dokumen.tips_kearifan-lokal-spadaunsacid.pdfdokumen.tips_kearifan-lokal-spadaunsacid.pdf
dokumen.tips_kearifan-lokal-spadaunsacid.pdf
BastenMHSilitonga
 
Bmm3114 bab 1 4 konsep budaya
Bmm3114 bab 1 4 konsep budaya Bmm3114 bab 1 4 konsep budaya
Bmm3114 bab 1 4 konsep budaya Mohammad Yaqin
 
Modul media pembelajaran
Modul media pembelajaranModul media pembelajaran
Modul media pembelajaran
christianiginting
 
LAPORAN PRAKTEK LAPANGAN GEOGRAFI BUDAYA KABUPATEN TANA TORAJA
LAPORAN PRAKTEK LAPANGAN GEOGRAFI BUDAYA KABUPATEN TANA TORAJALAPORAN PRAKTEK LAPANGAN GEOGRAFI BUDAYA KABUPATEN TANA TORAJA
LAPORAN PRAKTEK LAPANGAN GEOGRAFI BUDAYA KABUPATEN TANA TORAJA
Sansanikhs
 
Bab 1 : konsep konsep asas hubungan etnik
Bab 1 :  konsep konsep asas hubungan etnikBab 1 :  konsep konsep asas hubungan etnik
Bab 1 : konsep konsep asas hubungan etnikDhani Ahmad
 
Laporan (Desa Bayan Belek) Wetu telu
Laporan (Desa Bayan Belek) Wetu teluLaporan (Desa Bayan Belek) Wetu telu
Laporan (Desa Bayan Belek) Wetu telu
Potpotya Fitri
 
Pertemuan ke 6 (5. Fungsi Kearifan Lokal 6.Contoh Kearifan Lokal 7. Tantangan...
Pertemuan ke 6 (5. Fungsi Kearifan Lokal 6.Contoh Kearifan Lokal 7. Tantangan...Pertemuan ke 6 (5. Fungsi Kearifan Lokal 6.Contoh Kearifan Lokal 7. Tantangan...
Pertemuan ke 6 (5. Fungsi Kearifan Lokal 6.Contoh Kearifan Lokal 7. Tantangan...
MaxciYusminto
 
kearifan lokal
kearifan lokalkearifan lokal
kearifan lokal
KimAydiw1
 
Budaya Nasional dan Interaksi global
Budaya Nasional dan Interaksi globalBudaya Nasional dan Interaksi global
Budaya Nasional dan Interaksi global
Bolinggo Joyo
 
Kearifan lokal sebagai_aset_budaya_bangs
Kearifan lokal sebagai_aset_budaya_bangsKearifan lokal sebagai_aset_budaya_bangs
Kearifan lokal sebagai_aset_budaya_bangs
Samang Sumpala
 
Paper dan makalah kearifan lokal, ilmu kealaman dasar
Paper dan makalah kearifan lokal, ilmu kealaman dasarPaper dan makalah kearifan lokal, ilmu kealaman dasar
Paper dan makalah kearifan lokal, ilmu kealaman dasar
Nanda Saragih
 
Home
HomeHome
Membaca Rupa Wajah Kebudayaan
Membaca Rupa Wajah KebudayaanMembaca Rupa Wajah Kebudayaan
Membaca Rupa Wajah Kebudayaan
Sidi Rana Menggala
 
Aspek Sosiokultural Kearifan Lokal Pada Lingkungan Lahan Basah.pptx
Aspek Sosiokultural Kearifan Lokal Pada Lingkungan Lahan Basah.pptxAspek Sosiokultural Kearifan Lokal Pada Lingkungan Lahan Basah.pptx
Aspek Sosiokultural Kearifan Lokal Pada Lingkungan Lahan Basah.pptx
agungwaskito4
 
Hubungan budaya dan sub budaya terhadap perilaku konsumen
Hubungan budaya dan sub budaya terhadap perilaku konsumenHubungan budaya dan sub budaya terhadap perilaku konsumen
Hubungan budaya dan sub budaya terhadap perilaku konsumen
Amalia Damayanti
 
Pert 1 Etnosains pertemuan pertama .pptx
Pert 1 Etnosains pertemuan pertama .pptxPert 1 Etnosains pertemuan pertama .pptx
Pert 1 Etnosains pertemuan pertama .pptx
MiswatulHasanah
 
ptt kearifan lokal
ptt kearifan lokalptt kearifan lokal
ptt kearifan lokal
melsaliyasakarinasar
 
Islam dan Budaya Lokal
Islam dan Budaya LokalIslam dan Budaya Lokal
Islam dan Budaya Lokal
risqyrekham
 

Similar to Budaya Dayak yang masih ada sampai sekarang (20)

Berhuma: Sebuah Kearifan Lokal Budaya Masyarakat Dayak
Berhuma: Sebuah Kearifan Lokal Budaya Masyarakat DayakBerhuma: Sebuah Kearifan Lokal Budaya Masyarakat Dayak
Berhuma: Sebuah Kearifan Lokal Budaya Masyarakat Dayak
 
WILDA.pptx
WILDA.pptxWILDA.pptx
WILDA.pptx
 
dokumen.tips_kearifan-lokal-spadaunsacid.pdf
dokumen.tips_kearifan-lokal-spadaunsacid.pdfdokumen.tips_kearifan-lokal-spadaunsacid.pdf
dokumen.tips_kearifan-lokal-spadaunsacid.pdf
 
Bmm3114 bab 1 4 konsep budaya
Bmm3114 bab 1 4 konsep budaya Bmm3114 bab 1 4 konsep budaya
Bmm3114 bab 1 4 konsep budaya
 
Modul media pembelajaran
Modul media pembelajaranModul media pembelajaran
Modul media pembelajaran
 
LAPORAN PRAKTEK LAPANGAN GEOGRAFI BUDAYA KABUPATEN TANA TORAJA
LAPORAN PRAKTEK LAPANGAN GEOGRAFI BUDAYA KABUPATEN TANA TORAJALAPORAN PRAKTEK LAPANGAN GEOGRAFI BUDAYA KABUPATEN TANA TORAJA
LAPORAN PRAKTEK LAPANGAN GEOGRAFI BUDAYA KABUPATEN TANA TORAJA
 
Bab 1 : konsep konsep asas hubungan etnik
Bab 1 :  konsep konsep asas hubungan etnikBab 1 :  konsep konsep asas hubungan etnik
Bab 1 : konsep konsep asas hubungan etnik
 
Laporan (Desa Bayan Belek) Wetu telu
Laporan (Desa Bayan Belek) Wetu teluLaporan (Desa Bayan Belek) Wetu telu
Laporan (Desa Bayan Belek) Wetu telu
 
Pertemuan ke 6 (5. Fungsi Kearifan Lokal 6.Contoh Kearifan Lokal 7. Tantangan...
Pertemuan ke 6 (5. Fungsi Kearifan Lokal 6.Contoh Kearifan Lokal 7. Tantangan...Pertemuan ke 6 (5. Fungsi Kearifan Lokal 6.Contoh Kearifan Lokal 7. Tantangan...
Pertemuan ke 6 (5. Fungsi Kearifan Lokal 6.Contoh Kearifan Lokal 7. Tantangan...
 
kearifan lokal
kearifan lokalkearifan lokal
kearifan lokal
 
Budaya Nasional dan Interaksi global
Budaya Nasional dan Interaksi globalBudaya Nasional dan Interaksi global
Budaya Nasional dan Interaksi global
 
Kearifan lokal sebagai_aset_budaya_bangs
Kearifan lokal sebagai_aset_budaya_bangsKearifan lokal sebagai_aset_budaya_bangs
Kearifan lokal sebagai_aset_budaya_bangs
 
Paper dan makalah kearifan lokal, ilmu kealaman dasar
Paper dan makalah kearifan lokal, ilmu kealaman dasarPaper dan makalah kearifan lokal, ilmu kealaman dasar
Paper dan makalah kearifan lokal, ilmu kealaman dasar
 
Home
HomeHome
Home
 
Membaca Rupa Wajah Kebudayaan
Membaca Rupa Wajah KebudayaanMembaca Rupa Wajah Kebudayaan
Membaca Rupa Wajah Kebudayaan
 
Aspek Sosiokultural Kearifan Lokal Pada Lingkungan Lahan Basah.pptx
Aspek Sosiokultural Kearifan Lokal Pada Lingkungan Lahan Basah.pptxAspek Sosiokultural Kearifan Lokal Pada Lingkungan Lahan Basah.pptx
Aspek Sosiokultural Kearifan Lokal Pada Lingkungan Lahan Basah.pptx
 
Hubungan budaya dan sub budaya terhadap perilaku konsumen
Hubungan budaya dan sub budaya terhadap perilaku konsumenHubungan budaya dan sub budaya terhadap perilaku konsumen
Hubungan budaya dan sub budaya terhadap perilaku konsumen
 
Pert 1 Etnosains pertemuan pertama .pptx
Pert 1 Etnosains pertemuan pertama .pptxPert 1 Etnosains pertemuan pertama .pptx
Pert 1 Etnosains pertemuan pertama .pptx
 
ptt kearifan lokal
ptt kearifan lokalptt kearifan lokal
ptt kearifan lokal
 
Islam dan Budaya Lokal
Islam dan Budaya LokalIslam dan Budaya Lokal
Islam dan Budaya Lokal
 

Budaya Dayak yang masih ada sampai sekarang

  • 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan derasnya arus modernisasi dan globalisasi yang terjadi di sekitar kita sekarang ini, menimbulkan pertanyaan “Apakah sekarang nilai – nilai budaya masih ada dan melekat?”. Masyarakat pada umumnya telah banyak melupakan adat istiadat dan kebudayaannya. Padahal dari adat istiadat dan kebudayaan-lah, karakter bangsa kita lahir. Masyarakat mulai melupakan nilai – nilai budaya Indonesia, terkhusunya budaya Dayak. Untuk itulah kita perlu belajar nilai- nilai budaya Dayak yang masih ada sampai sekarang. Sehingga dengan pembelajaran ini, kita sebagai generasimuda dapat memegang teguh nilai – nilai budaya Dayak,dapat meng-aplikasikannya dalam kehidupan sehari – hari serta kita tidak terseret arus zaman modernisasi dan globalisasi. Tujuan penulisan ini adalah untuk kita menyadari karakter bangsa kita, Indonesia. Dari nilai – nilai budaya Dayak yang masih ada sampai sekarang sehingga kita tidak krisis identitas dan dapat melestarikan budaya Dayak yang sarat dengan makna. B. Rumusan Masalah 1. Apa arti nilai –nilai budaya? 2. Apa nilai – nilai budaya yang dipegang erat masyarakat Dayak? 3. Apa nilai – nilai budaya Dayak yang masih ada sampai sekarang? 4. Mengapa nilai – nilai budaya Dayak harus kita lestarikan? 5. Apa saja yang dilakukan masyarakat Dayak untuk melestarikan budaya Dayak? C. Tujuan Makalah 1. Untuk menyadarkan generasi muda karakter bangsa atau Identitas bangsa Indonesia, khusunya budaya Dayak. 2. Untuk melestarikan budaya Dayak. 3. Untuk terus memegang erat nilai – nilai budaya Dayak. D. Manfaat Makalah 1. Bagi Pembaca a. Pembaca dapat mengenali lebih lagi budaya Dayak. b. Pembaca dapat mengetahui nilai – nilai budaya Dayak yang masih ada sampai sekarang. c. Pembaca dapat mempertahankan nilai- nilai budaya Dayak sehingga dapat bertahan di tengah arus globalisasi dan modernisasi. 2. Bagi Penulis a. Penulis dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang nilai – nilai budaya Dayak. b. Penulis juga dapat mempertahankan nilai- nilai budaya Dayak sehingga dapat bertahan di tengah arus globalisasi dan modernisasi.
  • 2. 2 E. Definisi Istilah 1. Nilai adalah sesuatu yang berharga, keyakinan yang dipegang sedemikian rupa oleh seseorang sesuaidenagn tututan hati nuraninya. 2. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah,yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagaihal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. 3. Kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
  • 3. 3 BAB II ISI A. Pengertian Nilai – Nilai Budaya Nilai-nilai budaya merupakan nilai- nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan prilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi. Nilai-nilai budaya akan tampak pada simbol-simbol, slogan, moto, visi misi, atau sesuatu yang nampak sebagai acuan pokok moto suatu lingkungan atau organisasi. Ada tiga hal yang terkait dengan nilai-nilai budaya ini yaitu : 1. Simbol-simbol, slogan atau yang lainnya yang kelihatan kasat mata (jelas). 2. Sikap, tindak laku, gerak gerik yang muncul akibat slogan, moto tersebut. 3. Kepercayaan yang tertanam (believe system) yang mengakar dan menjadi kerangka acuan dalam bertindak dan berperilaku (tidak terlihat). Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai budaya adalah suatu bentuk konsepsi umum yang dijadikan pedoman dan petunjuk di dalam bertingkah laku baik secara individual, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan tentang baik buruk, benar salah, patut atau tidak patut. B. Nilai – Nilai Budaya yang Dipegang erat Masyarakat Dayak Nilai – nilai yang dijunjung tinggi pleh Suku Dayak, antara lain : 1. Nilai – nilai damai (menentang cara kekerasan), menekankan nilai - nilai hapakat / basara / musyawarah dalam menyelesaikan masalah. 2. Percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa 3. Menjunjung tinggi Nilai Kemanusian 4. Kebangsaan atau utus 5. Nilai kesejahteraan bersama yang berkeadilan Nilai – nilai yang hidup di kalangan Masyarakat Dayak ini berkembang dalam proses interaksi dan integrasi nasional dalam kerangka budaya nasional. Pancasila yang relevan dengan perkembangan budaya modern yang global. Dalam bingkai ini tiap daerah dapat mengembangkan ciri – ciri budaya dan jati dirinya baik dalam wujud sistem nilai, sistem sosial dan wujud fisik masing – masing dalam ke – Bhineka Tunggal Ika – an.
  • 4. 4 C. Nilai – Nilai Budaya Dayak yang Masih Ada Sampai Sekarang Sistem Religi Dan Kepercayaan Sejak awal kehidupannya, orang Dayak telah memiliki keyakinan yang asli milik mereka, yaitu Kaharingan atau Agama Helo/helu/. Keyakinan tersebut, menjadi dasar adat istiadat dan budaya mereka. Agama Helo/helu/ atau Kaharingan hingga saat ini masih dianut oleh sebagian besar orang Dayak, walau pada kenyataannya, tidak sedikit orang Dayak yang telah menganut agama Islam, Kristen, Katholik. Demikian pula tidak semua penduduk pedalaman Kalimantan adalah orang Dayak, karena telah berbaur dengan penduduk dari berbagai suku akibat perkawinan dan berbagai sebab lain. Walaupun demikian, tradisi lama dalam hidup keseharian mereka masih melekat erat tidak hanya dalam bahasa, gerak-gerik, symbol, ritus, serta gaya hidup, namun juga dalam sistem nilai pengartian dan pandangan mereka dalam memaknai kehidupan. Sistem Mata Pencaharian Dan Peralatan Hidup Dalam melangsungkan dan mempertahankan kehidupannya orang Dayak tidak dapat dipisahkan dengan hutan; atau dengan kata lain hutan yang berada di sekeliling mereka merupakan bagian dari kehidupannya dan dalam memenuhi kebutuhan hidup sangat tergantung dari hasil hutan. Sapardi (1994), menjelaskan bahwa hutan merupakan kawasan yang menyatu dengan mereka sebagai ekosistem. Selain itu hutan telah menjadi kawasan habitat mereka secara turun temurun dan bahkan hutan adalah bagian dari hidup mereka secara holistik dan mentradisi hingga kini, secara defakto mereka telah menguasai kawasan itu dan dari hutan tersebut mereka memperoleh sumber-sumber kehidupan pokok. Kegiatan sosial ekonomi orang Dayak meliputi mengumpulkan hasil hutan, berburu, menangkap ikan, perkebunan rakyat seperti kopi, lada, karet, kelapa, buah-buah dan lain-lain, serta kegiatan berladang (Sapardi,1992). Kegiatan perekonomian orang Dayak yang pokok adalah berladang sebagai usaha untuk menyediakan kebutuhan beras dan perkebunan rakyat sebagai sumber uang tunai yang dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup yang lain; walaupun demikian kegiatan perekonomian mereka masih bersifat subsistensi (Mering Ngo, 1989; Dove, 1985). Hubungan antara orang Dayak dengan hutan merupakan hubungan timbal balik. Disatu pihak alam memberikan kemungkinan-kemungkinan bagi perkembangan budaya orang Dayak, dilain pihak orang Dayak senantiasa mengubah wajah hutan sesuai dengan pola budaya yang dianutnya (Arman, 1994). Persentuhan yang mendalam antara orang Dayak dengan hutan, pada giliran melahirkan apa yang disebut dengan sistem perladangan. Ukur (dalam Widjono,1995), menjelaskan bahwa sistem perladangan merupakan salah satu ciri pokok kebudayaan Dayak. Ave dan King (dalam Arman,1994), mengemukakan bahwa tradisi berladang (siffting cultivation atau swidden) orang Dayak sudah dilakukan sejak zaman nenek moyang mereka yang merupakan sebagai mata pencaharian utama. Sellato (1989 dalam Soedjito 1999), memperkirakan sistem perladangan yang dilakukan orang Dayak sudah dimulai dua abad yang lalu. Mering Ngo (1990), menyebutkan cara hidup berladang diberbagai daerah di Kalimantan telah dikenal 6000 tahun Sebelum Masehi. Almutahar (1995) mengemukakan bahwa aktivitas orang Dayak dalam berladang di Kalimantan cukup bervariasi, namun dalam variasi ini terdapat pula dasar yang sama. Persamaan itu terlihat dari teknologi yang digunakan, cara mencari tanah atau membuka hutan yang akan digunakan, sumber tenaga kerja dan sebagainya. Dalam setiap aktivitas berladang pada orang Dayak selalu didahului dengan mencari tanah. Dalam mencari tanah yang akan dijadikan sebagai lokasi ladang mereka tidak bertindak secara serampangan. Ukur (1994), menjelaskan bahwa orang Dayak pada dasarnya tidak pernah berani merusak
  • 5. 5 hutan secara intensional. Hutan, bumi, sungai, dan seluruh lingkungannya adalah bagian dari hidup. Menurut Mubyarto (1991), orang Dayak sebelum mengambil sesuatu dari alam, terutama apabila ingin membuka atau menggarap hutan yang masih perawan harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu yaitu: pertama, memberitahukan maksud tersebut kepada kepala suku atau kepala adat; kedua, Seorang atau beberapa orang ditugaskan mencari hutan yang cocok. Mereka ini akan tinggal atau berdiam di hutan-hutan untuk memperoleh petunjuk atau tanda, dengan memberikan persembahan. Usaha mendapatkan tanda ini dibarengi dengan memeriksa hutan dan tanah apakah cocok untuk berladang atau berkebun; ketiga, apabila sudah diperoleh secara pasti hutan mana yang sesuai, segera upacara pembukaan hutan itu dilakukan, sebagai tanda pengakuan bahwa hutan atau bumi itulah yang memberi kehidupan bagi mereka dan sebagai harapan agar hutan yang dibuka itu berkenan memberkati dan melindungi mereka. Hasil penelitian Mudiyono (1990), mengemukakan bahwa kriteria yang digunakan oleh ketua adat atau kepala suku memberi izin untuk mengolah lahan di lihat dari kepastian hubungan hukum antara anggota persekutuan dengan suatu tanah tertentu dan menyatakan diri berlaku “ke dalam” dan “ke luar”. Berlakunya “ke luar” menyatakan bahwa hanya anggota persekutuan itu yang memegang hak sepenuhnya untuk mengerjakan, mengolah dan memungut hasil dari tanah yang digarapnya. Sungguhpun demikian adakalanya terdapat orang dari luar persekutuan yang karena kondisi tertentu diberi izin untuk menumpang berladang untuk jangka waktu satu atau dua musim tanam. Berlakunya “ke dalam” menyatakan mengatur hak-hak perseorangan atas tanah sesuai dengan norma-norma adat yang telah disepakati bersama. Anggota persekutuan dapat memiliki hak untuk menguasai dan mengolah tanah, kebun atau rawa-rawa. Apabila petani penggarap meninggalkan wilayah (benua) dan tidak kembali lagi maka penguasaan atas tanah menjadi hilang. Hak penguasaan tanah kembali kepada persekutuan dan melalui musyawarah ketua adat dapat memberikannya kepada anggota lain untuk menguasainya. Tetapi jika seseorang sampai pada kematiannya tetap bermukim di daerah persekutuan maka tanah yang telah digarap dapat diwariskan kepada anak cucunya. Hasil penelitian Kartawinata (1993) pada orang Punan, dan Sapardi (1992) pada orang Dayak Ribun dan Pandu, pada umumnya memilih lokasi untuk berladang di lokasi yang berdekatan dengan sungai. Tempat-tempat seperti itu subur dan mudah dicapai. Bahasa Bahasa suku Dayak menggunakan bahasa Indonesia , bahasa Maanyan , dan bahasa Ngaju sebagai bahasa yang digunakan dalam kesehariannya. Orang Dayak di Kalimantan khususnya Dayak yang berada di Kalimantan Barat, Timur, Selatan dan Utara hampir semuanya mengerti bahasa Ot-Danum atau Dohoi, sedangkan orang Dayak Kalimantan Tengah dan Selatan sebagai bahasa perantaraan umumnya adalah bahasa Dayak Ngaju yang juga disebut bahasa Kapuas. Tiap-tiap suku Dayak di Kalimantan memiliki bahasa daerah sendiri-sendiri dengan dialek satu dengan lainnya berbeda, misalnya bahasa Ot-Danum kebanyakan memakai huruf “o” dan “a” tetapi bahasa Dayak Ngajuk banyak memakai “e” dan “a”. Sebagai ilustrasi disajikan beberapa bahasa Dayak dari beberapa suku Dayak yang ada di Kalimantan. Bentuk Hitungan Angka Dalam Beberapa Bahasa Dayak Bahasa Indonesia Dayak Ngaju Dayak Bahau Dayak Bajau Dayak Ot- Pasir Dayam Maanyan Dayak Lepo Dayak Danum 1 Ije Je Sa Ico Erai Isa Ca 2 Due Dua Dua Doo Doeo Rueh Dua 3 Telo Telo Tee Toro Toloe Telu Telo
  • 6. 6 4 Epat Epat Empat Opat Opat Epat Pat 5 Lime Lime Lime Rimo Limo Dime Lema 6 Jahawen Enam Enem Unom Onom Enem Enam 7 Uju Tuju Pitu Pito Turu Pitu Tujuh 8 Hanya Saya Walu Waru Walu Walu Ay’ah 9 Jalatien Pitan Sanga Sioi Sie Suei’ Pien 10 Sepuluh Pulu Sepuluh Poro Sapulu Pulu’ Pulu Kesenian Orang Dayak walaupun dalam kehidupan yang agak sederhana, ternyata sangat gemar akan kesenian. Menurut Riwut (1958) kesenian yang di miliki oleh orang Dayak di Kalimantan berupa seni: (1) tari; (2) suara; (3) ukir; dan (4) seni lukis. Untuk mengetahui secara lebih mendalam jenis kesenian yang dimiliki oleh orang Dayak sebagaimana yang dikemukakan oleh Riwut tersebut akan diuraikan secara rinci sebagai berikut: 1. Seni Tari Seni tari yang hidup dan berkembang dilingkungan masyarakat Dayak berupa: 1. Manasai, jenis tarian yang diperuntukan untuk menyambut tetamu agung (orang berpangkat), menyambut pahlawan yang menang berperang, yang dilakukan oleh orang-orang tua, kaum wanita terutama para gadis dengan gerak kaki tangannya yang diiringi pula dengan seni suara dan bunyi-bunyian. 2. Gantar, jenis tarian yang diperuntukan selain untuk menyambut tamu-tamu agung, juga tari-tarian pada upacara memotong padi. Tari-tarian ini terdapat pada Suku Dayak Punan, Kenyah, dan Bahau. Tari Nginyah, tari ini terkenal dengan nama tari perang yang terdiri atas dua macam yaitu pertama, untuk membela diri bila mana dalam peperangan tari yang dilakukan oleh laki-laki dan wanita; kedua, dalam pertunjukan waktu ada pesta. Tarian ini menggunakan senjata mandau, sumpit dan perisai, yang terdapat pada suku Dayak Kenyah Ot, Kenyah Punan dan Kenyah Bahau. 3. Deder, tarian ini ada dua jenis yaitu Deder Siang dan Deder Dusun Tengah yang dipersembahkan untuk menyambut tamu dan ketika ada upacara adat dan lain-lain, yang berasal dari daerah Barito Hulu dan Barito Tengah. 4. Bukas, yaitu jenis tarian yang dipersembahkan untuk menyambut kedatangan Panglima dari berperang, yang dilakukan oleh 1 – 2 sampai 7 orang terdiri dari pemuda dan gadis-gadis dengan mempergunakan bambu dan tombak disertai dengan nyanyian-nyanyian. Terdapat pada suku Dayak Maanyan dan Dusun. 5. Jenis tarian ini dilakukan baik oleh laki-laki maupun wanita yang menari mengelilingi binatang, seperti sapi, kerbau, bagi yang akan dibunuh untuk upacara pesta adat mengantar arwah nenek moyangnya ke surga yang dinamai “tiwah”. Terdapat pada suku Dayak Klemantan, Katingan dan Kahayan. 6. Dedeo (karang dedeo), yaitu jenis tarian yang lazim dipersembahkan pada saat pesta perkawinan yang berasal dari suku Dayak yang berada di Barito Tengah dan Barito Hilir. 7. Balian, yaitu tarian yang semata-mata diperuntukan untuk merawat orang sakit yang dilakukan oleh Balian yang biasanya adalah seorang laki-laki selama 1 – 3 malam. Tarian ini hampir terdapat pada seluruh suku Dayak.
  • 7. 7 8. Kinyah, tari kenyah ini bukanlah tarian biasa tetapi merupakan tarian yang khusus dipelajari oleh para perwira Dayak zaman dahulu yang digunakan untuk menangkis serangan musuh dan untuk meringankan badan melompat dan memperkuat tangan untuk memotong kepala pihak musuh. Tarian ini berasal dari suku Dayak Kenyah atau Dayak Bahau dari Hulu Mahakam dan dari Apo Kayan dalam daerah Kalimantan Timur. 9. Kerangka atau Tari Gumbeuk, yaitu tarian ini pada khakekatnya di khususkan dalam upacara “Ijambe atau Manyalimbat” yang dilakukan oleh laki-laki dan anak-anak dengan mengelilingi tempat tulang kering dari yang meninggal dunia. 10. Nyadum Nyambah, yaitu merupakan tarian permintaan maaf dan ampun kepada tamu. Tarian ini berasal dari Kabupaten Kapuas. 11. Hatusuh Bua, yaitu tarian gembira pada waktu menyambut musim buah-buahan yang banyak dan melimpah. Tarian ini berasal dari suku Dayak di Kabupaten Kapuas. 12. Menggetem, yaitu tarian gembira yang dilakukan pada saat memotong padi. Tarian ini berasal dari suku Dayak di Kabupaten Kapuas. 13. Kinjak Karing, yaitu tarian yang dilakukan oleh kaum wanita untuk membela pahlawan yang sedang berperang. Tarian ini terdapat pada suku Dayak di Kaputen Kapuas dan Kahayan Hulu. 14. Suling Balawung, yaitu jenis tarian yang dipertunjukan waktu ayam mengeram dan menetaskan telornya. Tarian ini terdapat pada suku Dayak di Kapaten Kapuas. 15. Tugal, yaitu jenis tarian yang dipertunjukan pada saat menanam padi dengan cara di tugal, yang berasal dari suku Dayak di Kalimantan Tengah. 2. Seni Suara Seni Suara (Nyanyian Adat)Kesenian dalam bentuk seni suara yang berkembang dilingkungan masyarakat dayak adalah berupa nyanyian-nyanyian yang berkaitan dengan kehidupan religi yang mereka anut, seperti nyanyian-nyanyian waktu memotong padi, waktu berkayuh, berladang, menumbuk padi, berperang, berjalan di hutan, berburu, selagi pesta, bersukaria, dannyanyian yang memuja Tuhan serta nyanyian tentang kematian keluarga, diantaranya: 1. Kandan, yaitu nyanyian-nyanyian yang berisi sanjungan dan pujian sambil mendoakan semoga rakyat senang dan makmur, serta pimpinan agar dalam memerintah selalu bijaksana dan adil. Nyanyian ini terdapat pada suku Dayak Siang atau Murung di Barito Hulu. 2. Dedeo dan Ngaloak, jenis nyanyian yang dilakukan pada pesta saat perkawinan atau pada pesta kecil, yang terdapat pada suku Dayak Dusun Tengah Kabupaten Barito. 3. Setangis, yaitu nyanyian yang dilakukan pada saat pesta kematian. Pada khakekatnya nyanyian ini hanya berazaskan pada riwayat si mati dan jasa-jasanya sewaktu hidup serta kedudukan dari keluarga dan famili yang meninggal yang masih ditinggalkan. 4. Manawar, yaitu nyanyian untuk mengantar jiwa atau semangat beras kepada TuhanNYA, yang dilakukan oleh orang tua, ahli adat dan ahli agama Dayak. 5. Kayau, yaitu nyanyian yang menceritakan sesuatu yang dilakukan oleh gadis-gadis Dayak secara bersahut-sahutan 2 – 4 orang. 6. Mansana Kayau Pulang, yaitu nyanyian yang dinyanyikan pada waktu malam sebelum tidur oleh orang tua untuk mengobarkan semangat anak-anaknya agar memiliki rasa dendam terhadap orang yang telah dibunuh oleh Tambun Bupati. 7. Ngendau, yaitu nyanyian untuk bersenda gurau diantara pemuda dan gadis dengan bersahut- sahutan. 8. Kelalai-lalai, yaitu sebuah nyanyian yang disertai dengan tari-tarian untuk menyambut para pembesar atau tamu. Nyanyian ini terdapat pada suku Dayak Mama (darat) di Kota Waringin. 9. Natun Pangpangaal, yaitu nyanyian ratap tangis kesedihan karena ada kematian keluarga. 10. Dodoi, yaitu suatu nyanyian yang dilakukan pada saat berkayuh diperahu atau rakit.
  • 8. 8 11. Dondong, yaitu nyanyian yang dilakukan baik pada saat menanam (menugal) maupun memotong padi. 12. Ngandan, yaitu nyanyian untuk memuji-muji atau menimang-nimang pemuda-pemuda yang dilakukan oleh orang tua. 13. Mansana Bandar, yaitu nyanyian yang menceritakan seorang pahlawan putri pada zaman dahulu. 14. Balian, yaitu nyanyian yang dilantunkan pada saat upacara tiwah upacara mengantar arwah orang-orang yang sudah meninggal (mati). 3. Seni Ukir Kesenian dalam bentuk seni ukir yaitu berupa ukir-ukiran pada hulu mandau yang terbuat dari kayu maupun tanduk rusa, sarung mandau, patung, perisai dan sumpit. Semua ukir-ukiran tersebut memiliki nama dan makna yang tersendiri. 4. Seni lukis (tato) Kesenian dalam bentuk seni lukis masyarakat Dayak yaitu berupa seni lukis seluruh badan badan manusia (tato) dengan menggunakan alat yang disebut “Tutang atau Cacah” yang dilakukan sangat teliti dan hati-hati. Gambar-gambar pada peti mati yang dinamai “runi”, kakurung di sandung-sandung (rumah tempat menyimpan tulang belulang orang yang telah meninggal), di patung dan lain-lain. Lebih lanjut di jelaskan oleh Riwut (1958) dan Sukanda (1994) bahwa orang Dayak di Kalimantan dalam kegiatan tari- tarian dan dalam melantunkan berbagai jenis nyanyian selalu di dukung oleh berbagai jenis alat-alat bunyian yang terbuat dari besi, kayu ataupun bambu seperti (ketambung atau gendang, tote atau serupai, kalali atau suling panjang), guruding atau ketong, garantong (gong besar), kangkanong (gong kecil), gandang mara (gendang pendek), ketambung (gendang kecil), sarunai, kacapi (kecapi), gariding, suling bahalang, suling balawang dan kangkanong humbang. Makna Tato Bagi Suku Dayak Tato bagi masyarakat Dayak bukan sekadar hiasan, tetapi memiliki makna yang sangat mendalam. Sebab tato bagi masyarakat Dayak tidak boleh dibuat sesuka hati sebab ia adalah sebahagian dari tradisi, status sosial seseorang dalam masyarakat, serta sebagai bentuk penghargaan suku terhadap kemampuan seseorang. Oleh karena itu, ada peraturan tertentu dalam pembuatan tato baik pilihan gambarnya, struktur sosial seseorang yang memakai tato maupun penempatan tatonya. Meskipun demikian, secara realitasnya tato memiliki makna sama dalam masyarakat Dayak, yakni sebagai “obor” dalam perjalanan seseorang menuju alam keabadian, setelah kematian. Bagi suku Dayak yang tinggal di sekitar Kalimantan dan Sarawak Malaysia, tato di sekitar jari tangan menunjukkan orang tersebut suku yang suka menolong seperti ahli pengobatan. Semakin banyak tatoo di tangannya, menunjukkan orang itu semakin banyak menolong dan semakin arif dalam ilmu pengobatan. Bagi masyarakat Dayak Kenya dan Dayak Kayan di Kalimantan Timur, banyaknya tato menggambarkan orang tersebut sudah kuat mengembara. Setiap kampung memiliki motif tato yang berbeda, banyaknya tato menandakan pemiliknya sudah mengunjungi banyak kampung. Berbeda pula dengan golongan bangsawan yang mamakai tato, motif yang lazim untuk kalangan bangsawan adalah burung enggang yakni burung endemik Kalimantan yang dikeramatkan. Ada pula tato yang dibuat di bagian paha. Bagi perempuan Dayak memiliki tatoo di bagian paha status sosialnya sangat tinggi dan biasanya dilengkapi gelang di bahagian bawah betis. Motif tato di bagian paha biasanya juga menyerupai simbol tato berbentuk muka harimau. Perbedaannya dengan tato di tangan, ada garis
  • 9. 9 melintang pada betis yang dinamakan nang klinge.Tato yang dibuat diatas lutut dan melingkar hingga ke betis menyerupai ular, sebenarnya anjing jadi-jadian atau disebut tuang buvong asu. Sistem Teknologi Dan Perlengkapan Hidup Banyak dari alat-alat perlengkapan hidup yang di niliki oleh suku dayak yang mempunyai fungsi dn kegunaan lebih dari satu, malah multi fungsi, misalnya parang dalam segala bentuk dan jenisnya, berfungsi bukan saja sebagai alat rumah tangga, tetapi juga sebagai alat pertanian, alat perburuan, alat perlengkapan persenjataan dan lain-lain. a. Alat-alat produksi (Alat – alat rumah tangga) Bakul, kegunaannya: bakul yang terbuat dari ahas atau bamban pada umumnya di gunakan untuk mengisai (mencuci) beras yang akan di masak, sedang yang terbuat ari bambu dan purun, ukurannya yang lebih besar, biasa digunakan dalam wadah dalam rumah tangga, dansebagainya. 1. Cupak atau garabuk. Kegunaanya berfungsi sebagai ember untuk menimba air dari sumur. Alat ini masih digunakan di desa-desa, terutama pada musim kemarau. 2. Cubit ( cobek). Dibuat dari kayu atau tanah liat dan di lengkapi dengan ulak-ulak (kulak) yang terbuat dari akar bambu. Kegunaannya: untuk menghakuskan bumbu-bumbu, sambal dan sebagainya. 3. Gantang. Kegunaanya: sebagai alat pengukur/ penakar hasil pertanian (padi, beras dan kacang- kacangan), dan juga sebagai alat-alat penakar/ pengukur jual beli hasil-hasil pertanian. 4. Parapatan. Terbuat dari tempuryng kelapa. Kegunaanya : sebagi alat penakar seperti pada gantang. 5. Kandi atau buyung. Kegunaanya: untuk penyimpanan air minum, terutama kandi. Air yang tersimpan dalm kandi atau buyung rasnya sejuk. 6. Nyiru.kegunaanya: digunakan terutama untuk membersihkan gabah kotor. Pekerjaan ini disebut menampi. Selain itu digunakan pula untuk keperluan-keperluan, misalnya untuk tempat menjemur ikan yang akan dikeringkan. 7. Nyiru jarang atau ayakan. Di gunakan untuk memisahkan anatah dari beras. 8. Panai. Kegunaanya : sebagai tempat air, tempat mencuci dll. 9. Kuantan. Kegunaanya:untuk menanak nasi. b. Alat-alat pertanian 1. Balayung. Kegunaanya: untuk menebang kayu atau memotong kayu yang keras. 2. Butah atau ungking. Kegunaanya: sebagi alat atau tempat untuk membawa alat-alat pertanian, seperti kapak, parang, blayung dan lain-lain. Juga digunakan untuk membawa hasil-hasil pertanian tanaman galangan seperti, ubi kayu, talas, dan lain-lain. 3. Garu atau gagaru. Kegunaanya: untuk mengumpulkan rumbut-rumput yang sudah ditebasdisawah.rumpu-rumput dikumpulkan menjadi gundukan. Gundukan rumput ini di tarik dengan gagaruke pinggir sawah. 4. Gumbaan. Kegunaan: digunakan untuk membersihkan gabah yang masih kotor untuk memperoleh gabah bersih, memisahkan atau menghilangkan sekam dari gabah yang telah di pecah dari kulitnya. 5. Kandutan. Kegunaan: merupakan tempat untuk menampung atau mengumpulkan padi sewaktu menuai.
  • 10. 10 6. Lanjung. Kegunaan: untuk mengangkut hail pertanian terutama mengangkut padi bertangkai dri sawah kerumah . 7. Tangkitan. Kegunaan: sama dengan lanjung, digunakan juga untuk mengangkut hasil pertanian kepasr-pasar. 8. Ranggaman (ani-ani). Kegunaan: untuk memotong atau menuai padi. 9. Tajak. Kegunaan: untuk memptong rumput disawah sampai ke akar-akarnya.baik pada sawah yang berair maupun yang tidak berair(pematang sawh). 10.Tatujah. Kegunaanya: membuat lubang di tanah persawahan yang bash atau berairuntuk menanam padi. Di tanah ladang atau sawah pematang dipergunakan asak seperti alu yang ujung bawahnya diruncingkan. 11.Parang. Kegunaanya: , berfungsi bukan saja sebagai alat rumah tangga, tetapi juga sebagai alat pertanian, alat perburuan, alat perlengkapan persenjataan dan lain-lain. c. Alat-alat perburuan 1. Riwayang. 2. Sapung 3. Pulut 4. Tombak 5. Parang d. Alat-alat perikanan 1. Lukah. Kegunaanya : untuk kenangkap ikan. Dengan cara lukah di masukan beberapa siput sawah. 2. Tempirai dan hampang. Kegunaanya: untuk menangkap ikan- ikan kecil setelah tempirai dan hampang terpasng, maka ikan dihalau untuk masuk ke dalam tempirai. 3. Jambih. Kegunaanya: untuk menangkap ikan disawah yang airnya dangkal pada malam hari. 4. Hampang balat. Kegunaanya: penangkapan ikan di rumpon yaitu daerah perairan di sungai dan danau yang di timbuhi rerumputan. 5. Hampang tarumbuan. Kegunaanya: untuk menangkap ikan. 6. Lalangit sapat siam. Kegunaanya: untuk menangkap ikan didaerah perairan yang dalam sekitar 1-2 meter. 7. Jala kalabau. Kegunaanya: menangkap ikan kalabau, alat ini digunakan pad kedalaman air antara 2-3 meter. 8. Rawai atau banjur. Berfungsi: menangkap mikan pada malam hari.dengan umpan yang terbuat dari potongan-potongan ikan belutatau siput sawah yang besar. 9. Susuduk, digunakan: menangkap ikan disungai. 10. Kabam sanggi. Berguna untuk menangkap ikan sanggiringan. 11. Hampang sawar. Berguna untuk menangkap mikan dengn cara di halau. 12. Rawai tauman Berguna untukmenangkap ikan gabus. 13. Jala lompo. Berguna untuk menangkap ikan dengan cara menebar jala kedalam air. 14. Belat/ sero, digunakan untuk menangkap ikan di pantai-pantai.
  • 11. 11 Makanan khas suku Dayak Menu khas Dayak yang terkenal yaitu umbut rotan dan daun singkong bersantan. Rotan yang masih sangat muda dan lunak serta lapisan luarnya dibuang. Lalu bagian dalam rotan yang masih muda itu dimasak bersama sayuran lain. Rasanya agak kenyal dan pahit, dan sebaiknya dimakan dengan ikan. Rumah adat suku Dayak ( Rumah Betang ) Rumah Betang yang merupakan rangkaian tempat tinggal yang bersambung telah dikenal semua suku Dayak. Persepsi suku Dayak tentang rumah Betang tercakup dalam minimal empat aspek penting dari rumah panjang itu sendiri yaitu aspek penghunian, aspek hukum dan peradilan, aspek ekonomi, dan aspek perlindungan dan keamanan. Tidak berlebihan bila rumah panjang bagi suku Dayak merupakan “centre for Dayak creation, art and inspiration”. Lebih dari itu, rumah panjang merupakan wujud konkrit dari solidaritas sosial budaya suku Dayak di masa lampau, bahkan menurut Layang dan Kanyan (1994) bahwa rumah Betang merupakan pusat kebudayaan Dayak, karena hampir seluruh kegiatan mereka berlangsung di sana. Senjata Khas Senjata khas yang di miliki suku Dayak di Kalimantan yang tidak di miliki oleh suku lainnya adalah mandau dan sumpit. Senjata khas yang disebut mandau terbuat dari lempengan besi yang ditempa berbetuk pipih panjang seperti parang berujung runcing menyerupai paruh burung yang bagian atasnya berlekuk datar. Pada sisi mata di asah tajam sedang sisi atasnya sedikit tebal dan tumpul. Kebanyakan hulu mandau terbuat dari tanduk rusa diukir berbentuk kepala burung dengan berbagai motif seperti kepala naga, paruh burung, pilin dan kait. Sarung mandau terbuat dari lempengan kayu tipis, bagian atasnya dilapisi tulang berbentuk gelang, bagian bawah dililit dengan anyaman rotan. Demikian juga senjata khas yang disebut sumpit yaitu jenis senjata tiup yang dalamnya diisi dengan damak yang terbuat dari bambu yang diraut kecil dan tajam yang ujungnya diberi kayu gabus sebagai keseimbangan dari peluru sumpit. Kekuatan jarak tiup sumpit biasanya mencapai 30-50 meter. Sumpit terbuat dari kayu keras berbentuk bulat panjang menyerupai tongkat yang sekaligus merupakan gagang tombak dengan lubang laras sebesar jari kelilingking yang tembus dari ujung ke ujung. Pada ujung sumpit di lengkapi dengan mata tombak terbuat dari besi berbentuk pipih berujung lancip yang menempel diikat dengan lilitan rotan. Di samping kedua jenis senjata itu masih terdapat satu peralatan yang disebut telabang atau perisai. Perisai ini terbuat dari kayu gabus dengan bentuk segi enam memanjang, keseluruhan bidang depannya beragam hias topeng (hudoq), lidah api dan pilin berganda. Anyam-anyaman Kerajinan tradisional dari orang Dayak berupa anyam-anyaman yang terbuat dari bahan baku rotan, terdapat di semua suku Dayak dengan pelbagai versi. Hal yang tampak khas terdapat dalam dua bentuk yaitu anyam tikar dengan aneka macam motif hias dan sejenis keranjang bertali yang lazim disebut anjat, kiang, berangka dan sebagainya. Tembikar Tembikar konon katanya berasal dari Cina, seperti bejana, tempayan, belanga, piring dan mangkok sejak ribuan tahun lalu merupakan bagian dari tradisi kehidupan suku Dayak di Kalimantan. Bahkan sebagian besar dari barang tersebut, terutama tempayan dan guci tidak hanya memiliki nilai ekonomis, melainkan juga memiliki nilai sosio religius yang difungsikan sebagai mahar (mas kawin) dan
  • 12. 12 sarana pelbagai upacara adat, juga untuk menyimpan tulang-tulang leluhur serta sebagai lambang status sosial seseorang. Dibawah ini ada beberapa adat istiadat bagi suku dayak yang masih terpelihara hingga kini, dan dunia supranatural Suku Dayak pada zaman dahulu maupun zaman sekarang yang masih kuat sampai sekarang. Adat istiadat ini merupakan salah satu kekayaan budaya yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia, karena pada awal mulanya Suku Dayak berasal dari pedalaman Kalimantan. Upacara Tiwah Upacara Tiwah merupakan acara adat suku Dayak. Tiwah merupakan upacara yang dilaksanakan untuk pengantaran tulang orang yang sudah meninggal ke Sandung yang sudah di buat. Sandung adalah tempat yang semacam rumah kecil yang memang dibuat khusus untuk mereka yang sudah meninggal dunia. Upacara Tiwah bagi Suku Dayak sangatlah sakral, pada acara Tiwah ini sebelum tulang-tulang orang yang sudah mati tersebut di antar dan diletakkan ke tempatnya (sandung), banyak sekali acara-acara ritual, tarian, suara gong maupun hiburan lain. Sampai akhirnya tulang-tulang tersebut di letakkan di tempatnya (Sandung). Manajah Antang Manajah Antang merupakan cara suku Dayak untuk mencari petunjuk seperti mencari keberadaan musuh yang sulit di temukan dari arwah para leluhur dengan media burung Antang, dimanapun musuh yang di cari pasti akan ditemukan. Mangkok merah Mangkok merah merupakan media persatuan Suku Dayak. Mangkok merah beredar jika orang Dayak merasa kedaulatan mereka dalam bahaya besar. Panglima" atau sering suku Dayak sebut Pangkalima biasanya mengeluarkan isyarat siaga atau perang berupa mangkok merah yang di edarkan dari kampung ke kampung secara cepat sekali. Dari penampilan sehari-hari banyak orang tidak tahu siapa panglima Dayak itu. Orangnya biasa-biasa saja, hanya saja ia mempunyai kekuatan supranatural yang luar biasa. Mangkok merah tidak sembarangan diedarkan. Sebelum diedarkan sang panglima harus membuat acara adat untuk mengetahui kapan waktu yang tepat untuk memulai perang. Dalam acara adat itu roh para leluhur akan merasuki dalam tubuh pangkalima lalu jika pangkalima tersebut ber Tariu" ( memanggil roh leluhur untuk untuk meminta bantuan dan menyatakan perang ) maka orang-orang Dayak yang mendengarnya juga akan mempunyai kekuatan seperti panglimanya. Biasanya orang yang jiwanya labil bisa sakit atau gila bila mendengar tariu. Mangkok merah terbuat dari teras bambu (ada yang mengatakan terbuat dari tanah liat) yang didesain dalam bentuk bundar segera dibuat. Untuk menyertai mangkok ini disediakan juga perlengkapan lainnya seperti ubi jerangau merah (acorus calamus) yang melambangkan keberanian (ada yang mengatakan bisa diganti dengan beras kuning), bulu ayam merah untuk terbang, lampu obor dari bambu untuk suluh (ada yang mengatakan bisa diganti dengan sebatang korek api), daun rumbia (metroxylon sagus) untuk tempat berteduh dan tali simpul dari kulit kepuak sebagai lambang persatuan. Perlengkapan tadi dikemas dalam mangkok dari bambu itu dan dibungkus dengan kain merah.
  • 13. 13 Menurut kepercayaan Dayak, terutama yang dipedalaman Kalimantan yang disampaikan dari mulut ke mulut, dari nenek kepada bapak, dari bapak kepada anak, hingga saat ini yang tidak tertulis mengakibatkan menjadi lebih atau kurang dari yang sebenar-benarnya, bahwa asal-usul nenek moyang suku Dayak itu diturunkan dari langit yang ke tujuh ke dunia ini dengan Palangka Bulau" (Palangka artinya suci, bersih, merupakan ancak, sebagai tandu yang suci, gandar yang suci dari emas diturunkan dari langit, sering juga disebutkan Ancak atau Kalangkang"). D. Nilai – Nilai Budaya Dayak Harus Kita Lestarikan Di tengah lajunya perkembangan zaman tidak dapat dihindari adanya pergeseran nilai. Di satu sisi, nilai baru yang belum mengakar, nilai lama sudah ditinggalkan.Hal ini dapat berakibat masyarakat akan kehilangan identitas, pegangan, dan arah tujuan hidup. Untuk itu, perlu dipahami pelestarian dan aktualisasi adat dan budaya daerah sangat besar manfaatnya bagi kelangsungan kehidupan generasi muda sekarang maupun generasi yang akan datang. BAB III KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Masyarakat Dayak mempunyai banyak budaya yang harus dipelihara, dijaga, dirawat dan diharigai. Budaya – budaya tersebut sangat bernilai harganya. Masyarakat Dayak sejati adalah masyarakat yang munjujung tinggi nilai – nilai budaya Dayak serta diaplikasikan dalam kehidupan sehari – hari. Sehingga nilai – nilai budaya dan budaya tersebut dapat berguna dan bermanfaat di era globalisasi ini, sebagai penyangga atau menguatkan kita agar tidak terseret arus globalisasi. B. Saran Saran saya adalah peliharalah budaya Dayak serta nilai – nilai budaya Dayak. Serta bangga menjadi masyarakat Dayak yang menjunjung tinggi nilai – nilai budaya serta memaplikasikan atau menerapkannya dalam kehidupan sehari – hari.
  • 14. 14 DAFTAR PUSTAKA  http://arkandien.blogspot.com/2010/06/kebudayaan-dayak-dulu-dan- sekarang.html  Almutahar, Hasan. 1995. Respon Petani Dayak Kandayan Terhadap Teknologi Pertanian, Bandung: Tesis Magister, Program Pascasarjana UNPAD.  Alqadrie, Syarif. I. 1987. Cultural Differences and Social Life Among Three Ethnic Groups in West Kalimantan Case, Tesis M.Sc, Lexington, Kentucky: College of Agriculture, Agricultural and Rural Sociologi, University of Kentucky.  Garna, Judistira K. 1996. Ilmu-Ilmu Sosial, Dasar-Konsep-Posisi, Bandung: Program Pascasarjana Unpad.  https://purplenitadyah.wordpress.com/2012/05/05/suku-dayak-kalimantan/  https://www.facebook.com/permalink.php?id=476542785698596&story_fbid=2 92206380893439  http://www.academia.edu/3684770/MACAM- MACAM_KEBUDAYAAN_MATERIAL_DAN_NON_MATERIAL_YANG_TERDAPAT_D ALAM_ADAT_SUKU_DAYAK  http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditindb/2014/03/05/77-karya-budaya- ditetapkan-sebagai-warisan-budaya-takbenda-indonesia-tahun-2013/  http://id.wikipedia.org/wiki/Nilai-nilai_budaya  http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya  https://arasmunandar.wordpress.com/sosioantropologi-pendidikan-pendidikan-dan-nilai-nilai- budaya/  https://wirasaputra.wordpress.com/2011/10/13/nilai-budaya-sistem-nilai-dan-orientasi-nilai- budaya/  http://adianlangge.blogspot.com/2013/05/pengertian-konsep-nilai-dan-sistem.html  http://analisadaily.com/aceh/news/adat-budaya-harus-dilestarikan/35721/2014/06/06
  • 15. 15