SlideShare a Scribd company logo
1 of 61
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………....1
1.1 Latar Belakang Masalah...……………………...........……………......…...1
1.2 Rumusan Masalah ………...………………………….…......….............…6
1.3 Fokus Penelitian
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................................7
1.5 Manfaat Penelitian……………..........................……………..………..….7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………..9
2.1 Implementasi Kebijakan …………………....……………………………..9
2.2 Konsep Kebijakan Publik………………………………………………...11
2.3 Warga Binaan Pemasyarakatan…….......………………………………...13
2.4 Lembaga Pemasyarakatan……….......…………………………………...20
2.5 Regulasi Terkait ........................................................................................23
2.6 Penelitian Terdahulu……….......………………………………….……..25
2.7 Relevansi Dengan Program Studi……......……………………….…..…27
BAB III METODE PENELITIAN………………………………………………29
3.1 Pendekatan Penelitian…………………….......………………………….29
3.2 Fokus Dan Deskripsi Penelitian …...……………….……………………30
3.3 Lokasi Penelitian……....................……………....……………................31
3.4 Sumber Data………….......………………………………………………31
3.5 Teknik Pengumpulan Data………………………......…………….……..32
3.6 Analisis Data..............................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................35
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan masyarakat, semua tindakan orang dibatasi oleh aturan
untuk berbuat dan berperilaku santun dan sesuai yang dianggap baik oleh
masyarakat. Penyimpangan sosial di masyarakat kerap terjadi, dimanapun dan
dilakukan oleh siapapun. Penyimpangan sosial adalah suatu tindakan yang tidak
sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam suatu sistem, baik
dalam sudut pandang agama maupun sosial kemasyarakatan. Hal ini terjadi karena
adanya kondisi yang dapat mendorong seseorang untuk melakukan tindak
penyimpangan sosial tersebut, diantaranya di pengaruhi oleh, faktor ekonomi,
tingginya angka pengangguran, adanya rasa kecemburuan sosial dengan
masyarakat lain serta adanya rasa ingin cepat menyelesaikan masalah.
Upaya-upaya yang dilakukan dalam mengatasi penyimpangan sosial
adalah memberikan sanksi atau hukuman yang tegas untuk memberikan efek jera
terhadap pelaku penyimpangan sosial, memberikan penyuluhan-penyuluhan sosial
serta memberikan pembinaan terhadap pelaku penyimpangan sosial. Upaya
tersebut dapat diperoleh oleh pelaku penyimpangan sosial di Lembaga
Pemasyarakatan.
Lembaga Pemasyarakatan sebagai salah satu institusi penegak hukum,
merupakan muara dari peradilan pidana yang menjatuhkan pidana penjara kepada
para terpidana. Pelaksanaan hukuman penjara bagi narapidana tidak dilakukan
semata-mata sebagai sebuah upaya balas dendam dan menjauhkan narapidana dari
masyarakat. Melainkan untuk membentuk warga binaan agar dapat menjadi
3
manusia yang lebih baik, menyadari kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat
serta tidak akan mengulangi tindak pidana yang pernah mereka lakukan, sehingga
mereka dapat berperan aktif kembali ke masyarakat dalam pembangunan bangsa
dan negara.
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan telah mengatur bahwa Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk
melakukan Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) berdasarkan sistem,
kelembagaan dan cara pembinaan yang yang merupakan bagian dari sistem
Pemidanaaan dalam tata peradilan pidana.
Sistem yang dimaksudkan diatas adalah sistem Pemasyarakatan
sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang
Pemasyarakatan yang diartikan sebagai suatu tatanan mengenai arah dan batas
serta cara pembinaan WBP berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara
terpadu antara Pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan
kualitas WBP agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi
tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat
aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga
yang baik dan bertanggungjawab.
Sistem Pemasyarakatan juga sebagaimana Pasal 3 Undang-Undang
Pemasyarakatan berfungsi menyiapkan WBP agar dapat berintegrasi secara sehat
dengan masyarakat sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat
yang bebas dan bertanggungjawab. Integrasi secara sehat ini dilakukan dengan
mengikuti Pasal 15 Undang-Undang Pemasyarakatan menyatakan bahwa
4
Narapidana wajib mengikuti secara tertib program Pembinaan dan kegiatan
tertentu.
Menurut pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan disebutkan bahwa
Tahapan Pembinaan terdiri dari tiga tahap yakni tahap awal, tahap lanjutan dan
tahap akhir. Selanjutnya melalui Keputusan Menteri Kehakiman Republik
Indonesia Nomor M.02- PK.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan
Narapidana/Tahanan dijelaskan bahwa ruang lingkup Pembinaan adalah
Pembinaan Kepribadian dan Pembinaan Kemandirian.
Menurut Keputusan Menteri Nomor M.02-PK.04.10 Tahun 1990 tersebut
Pembinaan Kemandirian diberikan melalui program-program :
a. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri, misalnya kerajinan
tangan, industri, rumah tangga, reparasi mesin dan alat-alat elektronika dan
sebagainya.
b. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri kecil, misalnya
pengelolaan bahan mentah dari sektor pertanian dan bahan alam menjadi bahan
setengah jadi dan jadi (contoh : mengolah rotan menjadi perabotan rumah tangga,
pengolahan makanan ringan berikut pengawetannya dan pembuatan batu bata,
genteng, batako).
c. Keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya masing-masing.
Dalam hal ini bagi mereka yang memiliki bakat tertentu diusahakan
pengembangan bakatnya itu. Misalnya memiliki kemampuan di bidang seni, maka
5
diusahakan untuk disalurkan ke perkumpulan-perkumpulan seniman untuk dapat
mengem-bangkan bakatnya sekaligus mendapatkan nafkah.
d. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri atau kegiatan pertanian
(perkebunan) dengan menggunakan teknologi madya atau teknologi tinggi,
misalnya industri kulit, industri pembuatan sepatu kualitas ekspor, pabrik tekstil,
industri minyak atsiri dan usaha tambak udang.
Untuk memperkuat pelaksanaan tugas dan fungsi Pemasyarakatan
terutama dalam lingkup Pembinaan Kemandirian.
Dan salah satu tempat pembinaan bagi warga binaan yaitu di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas III Tagulandang yang terletak di Kelurahan Bahoi,
Kecamatan Tagulandang, Kabupaten Siau Tagulandang Biaro, Sulawesi Utara.
Warga Binaan Pemasyarakatan masuk ke Lembaga Pemasyarakatan
sebagian besar didasarkan oleh masalah perekonomian dimana tingkat
pengangguran yang cukup besar dan kurangnya keterampilan yang mereka miliki
sehingga menghalalkan semua cara untuk memenuhi kebutuhan ekonomi yang
semakin rumit sehingga menimbulkan tindak yang melanggar norma hukum yang
berlaku di masyarakat dengan melakukan tindakan menyimpang, seperti menjual
obat-obatan terlarang, pencurian maupun pembunuhan. Dalam hal ini dibutuhkan
pembinaan kemandirian yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan, sehingga
warga binaan nantinya dapat menjadi manusia yang berkualitas dan mampu
berperan dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.
Warga binaan pada hakikatnya adalah manusia yang kehilangan
kemerdekaan, akan tetapi memiliki hak yang sama dalam mendapatkan
pembinaan. Narapidana juga dapat berperan dalam pertumbuhan ekonomi, baik
6
itu di dalam Lapas maupun setelah keluar dari Lapas dalam artian selesai
menjalani hukuman. Dalam meningkatkan kesejahteraan warga binaan, sistem
pembinaan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan yaitu ditekankan dengan
kegiatan pembinaan dan pelatihan bagi narapidana (warga binaan). Ruang lingkup
pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan dibagi menjadi dua yakni
pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian. Lembaga Pemasyarakatan
Kelas III Tagulandang merupakan salah satu tempat pembinaan kemandirian bagi
warga binaan, salah satunya adanya program pelatihan kemandirian di dalam
Lapas tersebut yang dapat melatih warga binaan untuk mendapat keterampilan
yang nantinya sangat berguna bagi warga binaan untuk kembali berperan aktif
dalam lingkungan masyarakat setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan.
Tercapainya suatu pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan tergantung dari
sistem pembinaan yang dilakukan, dalam hal ini diperlukan sosialisasi terhadap
warga binaan tentang pembinaan kemandirian sehingga warga binaan dapat
memahaminya. Serta dari warga binaan itu tersendiri, hal ini dapat dilihat dari
bagaimana program pelatihan kemandirian yang dilakukan sebagai wadah
pelatihan bagi warga binaan sebagai bekal untuk dirinya setelah keluar dari
Lembaga Pemasyarakatan tersebut.
Tapi pada kenyataannya program pelatihan kemandirian di Lapas Kelas III
Tagulandang belum berjalan dengan baik, dan berdasarakan observasi awal yang
dilakukan program pelatihan kemandirian yang dilakukan di Lapas Kelas III
Tagulandang yang diantaranya, Pelatihan Teknik Perkayuan (Mebeler), Pelatihan
Teknik Las Dasar, itu semua masih dianggap kurang baik oleh warga binaan,
dikarenakan sering tidak adanya pelatihan, serta pelatihan yang tidak sesuai minat
7
dari warga binaan, dan masih ada dari warga binaan yang merasa seperti
pembantu saat dilakukannya pembinaan kemandirian, adapun peralatan untuk
pelatihan yang belum memadai, serta belum adanya mentor yang baik, yang
mengakibatkan jalannya program pelatihan kemandirian belum maksimal.
Sehingga dari 27 (Dua puluh tujuh) warga binaan di lapas tagulandang
hanya 12 (dua belas) warga binaan yang terlibat dalam pelatihan. Adapun dari 27
(dua puluh tujuh) warga binaan ada 4 (Empat) warga binaan yang sudah beberapa
kali merasakan masuk kedalam lembaga pemasyarakatan yang sering disebut
(Residivis). Dan ada salah satu warga binaan (LM) kasus pencurian yang sudah
Residivis disaat diwawancarai mengatakan bahwa dia melakukan kejahatan kasus
pencurian kembali setelah bebas dikarenakan faktor ekonomi, serta salah satunya
dia merasa tidak memilki keahlian apapun. Sehingga mengindikasikan sistem
pemasyarakatan di Lapas Kelas III Tagulandang lewat program pelatihan
kemandirian belum berjalan dengan baik. Itulah yang membuat bakat dan talenta
warga binaan belum bisa tersalurkan dengan baik mengakibatkan masih banyak
yang menjadi Residivis karena belum siap di masyarakat. Dengan latar belakang
ini lah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Implementasi
Program Pelatihan Kemandirian Terhadap Warga Binaan di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas III Tagulandang”.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian tersebut di atas maka peneliti merumuskan sub-sub masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi program pelatihan kemandirian terhadap warga
8
binaan di Lapas Kelas III Tagulandang?
1.3 Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini merupakan batas peneliti agar jelas ruang lingkup
yang akan diteliti. Oleh karena itu, peneliti memfokuskan penelitian ini
mengenai Implementasi Program Pelatihan Kemandirian Terhadap Warga
Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Tagulandang khususnya
bagaimana ketersediaan sarana dan prasarana alat sebagai penunjang
pelatihan
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut yang ada di atas maka adapun
tujuan penelitian dikemukakan sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui bagaimana implementasi program pelatihan kemandirian
terhadap warga binaan di Lapas Kelas III Tagulandang.
1.5 Manfaat Penelitian
Kegunaan yang diperoleh dalam penelitian skripsi ini mencakup dua,
antara lain:
a. Manfaat teoritis
1) Dengan adanya penelitian ini menambah pengalaman peneliti di lapangan,
juga dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan dimasa yang akan
datang.
2) Menambah wawasan berfikir peneliti tentang implementasi program
pelatihan kemandirian terhadap warga binaan yang dilakukan di Lapas.
3) Mengetahui faktor penghambat yang dihadapi dalam menjalankan program
9
pelatihan kemandirian terhadap warga binaan di Lapas.
b. Manfaat praktis
1) Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk
mengetahui bagaimana implementasi program pelatihan kemandirian
terhadap warga binaan di Lapas Kelas III Tagulandang.
2) Diharapkan penelitian ini dapat berguna sebagai bahan wacana baru yang
dapat memberikan inspirasi dan motivasi bagi pembaca.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebijakan Public
Pada dasarnya kebijakan public diartikan sebagai asas atau konsep yang
dijadikan sebagai acuan besar atau garis haluan dalam melaksanakan sebuah
pekerjaan. Kebijakan public menjadi sebuah dasar perencanaan dalam
melaksanakan kepemimpinan dan cara beritndak dalam menyelenggaraan
pemerintahan dan organisasi yang didalamnya terkandung tujuan, cita-cita, prinsip
bahkan pedoman dasar manajemen yang digunakan sebagai sarana untuk
mencapai tujuan. Sebuah konsep kebijakan public perlu untuk dikaji terlebih
dahulu sebelum diterapkan di lingkungan masyarakat.
Menurut Nugroho (2012:122-123) kebijakan publik atau Publik Policy
dalam bukunya Publik Policy adalah ”Any of State or Governmental (as the
holder of the authority) decision to manage publik life (as the sphere) in order to
reach the misssion of the nation (remember, nation in consist of two institutions :
state and society )”. setiap keputusan yang dibuat oleh negara, sebagai strategi
untuk merealisasikan tujuan dari negara. Kebijakan publik adalah strategi untuk
mengantar masyarakat pada masyarakat awal, memasuki masyarakat pada masa
transisi, untuk menuju masyarakat yang dicita-citakan. Kebijakan Publik menurut
William N Dunn (dalam Pasolong, 2013) adalah suatu rangkaian pilihan-pilihan
yang saling berhubungan yang dibuat oleh lembaga atau pejabat pemerintahan
pada bidang-bidang yang menyangkut tugas pemerintahan, seperti pertahanan
11
keamanan, energi, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan masyarakat, kriminalitas,
perkotaan dan lain-lain.
Menurut kamus admnistrasi publik, Chandler dan Plano (dalam hakim
24:2011) kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber
daya-sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau
pemerintah. Bahkan Chandler dan Plano juga beranggapan bahwa kebijakan
publik merupakan suatu bentuk intervensi yang kontinum oleh pemerintah demi
kepentingan orang-orang yang tidak berdaya dalam masyarakat agar mereka dapat
hidup, dan dapat ikut berpartisipasi dalam pemerintahan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dikatakan bahwa kebijakan publik
adalah sebuah pilihan atau strategi yang akan dilakukan ataupun tidak dilakukan
oleh pemerintah dalam rangka untuk mencapai tujuan dalm hal ini keejahteraan
masyarakat.
2.2 Implementasi Kebijakan Publik
Implementasi berasal dari Bahasa Inggris yaitu implement yang berarti
mengimplementasikan. Implementasi merupakan penyediaan sarana untuk melaksanakan
sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu. Sesuatu tersebut
dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat itu dapat berupa undang-undang,
peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-
lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan.
Implementasi sebagai ‘getting done “and” doing it’. Dari rumusan yang
sederhana ini, kemudian dikatakan bahwa, “kesederhanaan rumusan seperti itu
tidak berarti implementasi kebijaksanaan merupakan suatu proses kebijakan yang
12
dapatdilakukan dengan mudah.” Dilanjutkannya bahwa implementasi
membutuhkan sumberdaya (resources) seperti orang atau pelaksana, uang dan
kemampuan organisasi. (Jones dalam Tachan, 2011:86). Implementasi kebijakan
merupakan tahap yang bersifat praktis dan berbeda dengan formulasi kebijakan
sebagai tahap yang bersifat teoritis.”Policy implementation is the application by
government`s administrative machinery to the problems Andersondalam Tachan
(1978:25). “policy implementation,… is the stage of policy making between
establishment of a policy…And the consequences of the policy for the people
whom it affects” Edward III dalam Tachan(1980:1). Implementasi kebijakan
publik merupakan suatu tahapan proses kebijakan publik sekaligus studi yang
sangat krusial.
Dinilai krusial karena bagaimanapun baiknya suatu kebijakan, namun
apabila tanpa melalui suatu persiapan dan perencanaan yang baik dalam
implementasinya, maka tujuan kebijakan itu tidak akan terwujud. Begitupun
sebaliknya, apabila telah melalui persiapan dan perencanaan implementasi yang
cukup matang, namun dalam perumusan kebijakan itu sendiri tidak baik maka
tujuan kebijakan tidak akan terwujud pula.
Lalu apakah yang dimaksud dengan implementasi kebijakan? dengan
mengutip kamus Webster, bahwa implementasi diartikan sebagai ‘to provide the
means for carryng out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); to
give pratical effect to (menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu)’.
Implementasi berarti menyediakan sarana untuk melaksanakan suatu kebijakan
dan dapat menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu tertentu Menurut
(Wahab dalam Tachan 2005:64). Berdasakan penjelasan di atas, menyimpulkan
13
bahwa implementasi kebijakan publik merupakan proses kegiatan adminsitratif
yang dilakukan setelah kebijakan ditetapkan dan disetujui. (Tachjan 2006i:25)
Kegiatan ini terletak di antara perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan.
Implementasi kebijakan mengandung logika top-down, maksudnya menurunkan
atau menafsirkan alternatif-alternatif yang masih abstrak atau makro menjadi
alternatif yang bersifat konkrit atau mikro.
Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam
proses kebijakan. Artinya implementasi kebijakan menentukan keberhasilan
suatu proses kebijakan dimana tujuan serta dampak kebijakan dapat dihasilkan.
Pentingnya implementasi kebijakan ditegaskan bahwa: “The execution of policies
is as important if not more important than policy making. Policy will remain
dreams or blue prints jackets unless they are implemented” (Udoji dalam
Agustinodalam Tachan (2006:154).
Dengan bertumpu pada pendapat tersebut, maka dapat diambil suatu
kesimpulan pengertian bahwa implementasi adalah suatu proses yang melibatkan
sejumlah sumber yang termasuk manusia, dana dan kemampuan organisasional
yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta. Proses tersebut dilakukan untuk
merealisasikan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pembuat kebijakan.
Sementara dalam pelaksanaan kebijakan merupakan suatu proses untuk
mewujudkan kebijakan “yang masih abstrak” ke dalam realita. (Wahab, dalam
Tachan 2011). Sejalan dengan pendapat tersebut, mendefinisikan implementasi
kebijakan sebagai ‘tindakan yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta baik
secara individu maupun kelompok yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan
14
sebagaimana dirumuskan di dalam kebijakan’ (van Meter dan van Horn dalam
Tachan, 2005:26).
Seterusnya Menurut Riant Nugroho (2011 : 650) mengungkapkan ada lima
prinsip-prinsip pokok dalam implementasi kebijakan publik, (1) apakah
kebijakannya sendiri sudah tepat. Ketepatan kebijakan ini dinilai dari sejauh
mana kebijakan yang telah ada bermuatan hal-hal yang memang memecahkan
masalah yang hendak dipecahkan, (2) tepat pelaksananya. Aktor implementasi
kebijakan tidak hanyalah pemerintah. Ada tiga lembaga yang menjadi pelaksana,
yaitu pemerintah, kerjasama antara pemerintah masyarakat/swasta, atau
implementasi kebijakan yang diswastakan, (3) tepat target. Ketepatan berkenaan
dengan tiga hal. Pertama, apakah target yang diintervensi sesuai dengan yang
direncanakan, apakah tidak ada tumpang tindih dengan intervensi lain, atau tidak
bertentangan dengan intervensi kebijakan lain. Kedua, apakah targetnya dalam
kondisi siap untuk diintervensi atau tidak. Ketiga apakah intervensi implementasi
kebijakan bersifat baru atau memperbaharui implementasi kebijakan sebelumnya,
(4) tepat lingkungan, ada dua lingkungan yang paling menentukan yaitu
lingkungan kebijakan dalam artian interaksi antara lembaga perumus kebijakan
dan pelaksana kebijakan dengan lembaga lain yang terkait.
Yang kedua lingkungan eksternal kebijakan yang terdiri dari publik
opinion yaitu persepsi publik akan kebijakan dan implementasi kebijakan,
interpretive institusion yang berkenaan dengan interpretasi lembaga-lembaga
strategis dalam masyarakat, seperti media massa, kelompok penekan, dan
kelompok kepentingan dalam menginterpretasikan kebijakan dan implementasi
kebijakan. Dan indivudual yakini individu-individu tertentu yang mampu
15
memainkan peran penting dalam menginterpretasikan kebijakan dan
implementasi kebijakan. (5) tepat proses, disini publik memahami kebijakan
sebagai sebuah aturan main yang dipergunakan untuk masa depan, disisi lain
pemerintah memahami kebijakan sebagai tugas yang harus dilaksanakan.
Memperhatikan uraian di atas, dapat dipahami bahwa implementasi
memiliki makna penting. Implementasi bersifat sangat interaktif dengan kegiatan-
kegiatan kebijakan yang mendahuluinya. Melalui proses implementasi dapat
diketahui sejauh mana suatu kebijakan dapat mengadopsi aspirasi sekaligus
menyentuh masyarakat untuk secara sukarela melakukannya sebagai perwujudan
rasa tanggungjawabnya terhadap bangsa dan negara. Dengan kata lain, melalui
implementasi akan dapat diketahui apakah suatu kebijakan telah menjawab suatu
persoalan atau justru sebaliknya.
2.3 Warga Binaan Pemasyarakatan
1. Pengertian Warga Binaan
Warga Binaan Pemasyarakatan adalah Narapidana, Anak Didik Dan Klien
Pemasyarakat. Atau orang yang menjalani pidana yang hilang kemerdekaan di
Lembaga Pemasyarakatan. Pembagian narapidana atau warga binaan berdasarkan
Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan pasal 1 yaitu:
a. Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di
Lapas.
b. Anak didik pemasyarakatan adalah: 1) Anak pidana adalah anak yang
berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di Lapas anak yang paling
lama sampai berumur 18 tahun; 2) Anak negara yaitu anak yang berdasarkan
16
putusan pengadilan diserahkan pada negara untuk di didik dan ditempatkan di
Lapas anak paling lama sampai berumur 18 Tahun; 3) Anak sipil yaitu anak
yang atas permintaan orangtua atau walinya memperoleh penetapan
pengadilan untuk di didik di Lapas anak paling lama sampai berumur 18
Tahun.
c. Klien pemasyarakatan yang selanjutnya disebut seseorang yang berada dalam
bimbingan BAPAS.
Dalam rangka pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan (WBP),
maka ada penggolongan WBP berdasarkan:
a. Umur
b. Jenis Kelamin
c. Lama pidana yang dijatuhkan
d. Kejahatan yang dilakukan, dan
2. Prinsip-prinsip Dasar Pembinaan Narapidana
Dalam membina narapidana tidak dapat disamakan dengan kebanyakan
orang. Menerima narapidana harus menggunakan prinsip-prinsip yang paling
mendasar, kemudian dinamakan prinsip-prinsip dasar pembinaan narapidana. Ada
empat komponen penting dalam pembinaan narapidana, yaitu:
a. Diri sendiri, yaitu narapidana itu sendiri
b. Keluarga, adalah anggota keluarga inti, atau keluarga dekat.
c. Masyarakat, adalah orang yang berada disekeliling narapidana pada saat
masih diluar Lembaga Pemasyarakatan, dapat masyarakat biasa, pemuka
17
masyarakat, atau pejabat setempat.
d. Petugas, dapat berupa petugas kepolisian, pengacara, petugas keagamaan,
petugas sosial, petugas Lembaga Pemasyarakatan, rutan, balai hakim,
Wasmat dan lain sebagainya.
Menurut Suhardjo dalam konferensi Dinas Kepenjaraan di Lembang Bandung,
dalam sepuluh prinsip pembinaan dan bimbingan bagi narapidana prinsip-prinsip
untuk bimbingan dan pembinaan adalah:
1. Orang yang tersesat harus diayomi dengan memberikan kepadanya bekal
hidup sebagai warga negara yang baik dan berguna dalam masyarakat.
2. Penjatuhan pidana bukan pembalasan dendam dari negara.
3. Rasa tobat tidaklah dapat dicapai dengan menyiksa melainkan dengan
bimbingan.
4. Negara tidak berhak membuat seseorang narapidana lebih buruk atau lebih
jahat daripada sebelum ia masuk Lembaga.
5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus dikenalkan
kepada masyarakat dan tidak boleh diasingkan oleh masyarakat.
6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi
waktu atau hanya diperuntukkan bagi kepentingan lembaga atau negara saja.
Pekerjaan yang diberikan harus ditunjukkan untuk pembangunan negara.
7. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan asas pancasila.
8. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia
meskipun ia tersesat.
9. Narapidana itu hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan.
18
10. Sarana fisik lembaga dewasa ini merupakan salah satu hambatan pelaksanaan
Sistem Pemasyarakatan.
3. Hak-Hak Warga Binaan
Konsep HAM memiliki dua pengertian dasar, pertama hak-hak yang tidak
dapat dipisahkan dan dicabut. Hak-hak ini adalah hak moral yang berasal dari
kemanusiaan setiap insan dan hak-hak itu bertujuan untuk menjamin martabat
setiap manusia. Kedua, hak menurut hukum, yang dibuat sesuai proses pembuatan
hukum masyarakat dari masyarakat itu sendiri, baik secara nasional maupun
internasional.
Adapun dasar dari hak-hak ini adalah persetujuan orang yang diperintah,
yaitu persetujuan dari para warga, yang tunduk pada hak-hak itu dan tidak hanya
tertib alamiah, yang merupakan dasar dari arti yang pertama tersebut di atas. Dalam
Undang- undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Lembaga Pemasyarakatan. Pasal 14
ditentukan bahwa Narapidana berhak:
1. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya.
2. Mendapat perawatan, baik perawatan jasmani maupun rohani.
3. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran.
4. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak.
5. Menyampaikan keluhan.
6. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya
yang tidak dilarang.
7. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan.
19
8. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum atau orang tertentu
lainnya.
9. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi).
10. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi
keluarga.
11. Mendapatkan pembebasan bersyarat.
12. Mendapatkan cuti menjelang bebas, dan
13. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan
yang berlaku.
Kesadaran manusia terhadap HAM bermula dari kesadaran terhadap adanya
nilai harga diri, harkat dan martabat kemanusiaannya. Pada tahap pelaksanaan
putusan, HAM diindrodusir menjadi hak narapidana tetap menjamin dan dilindungi
oleh hukum yang bermakna penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia.
Sebagai penegak hukum sistem penjara harus memperlakukan warga binaan
secara peri kemanusiaan dan dengan penuh rasa hormat bagi usaha dan status
hukum yang mereka jalani.
4. Pembinaan Warga Binaan (Narapidana)
Pembinaan narapidana adalah semua usaha yang ditujukan untuk
memperbaiki dan meningkatkan akhlak bagi narapidana dan anak didik yang
berada dalam Lembaga Pemasyarakatan. Usaha-usaha yang dilakukan tersebut
tersusun secara sistematis dan tersusun agar selama dalam pembinaan warga
binaan dapat bertobat dan bertekad untuk menjadi manusia yang berguna.
20
Menurut Mangundhardjana pembinaan adalah suatu proses belajar dengan
melepaskan hal-hal yang sudah dimiliki dan mempelajari hal-hal baru yang belum
dimiliki, dengan tujuan membantu orang yang menjalaninya untuk membetulkan
dan mengembangkan pengetahuan dan kecakapan yang sudah ada serta
mendapatkan pengetahuan dan kecakapan yang baru untuk mencapai tujuan hidup
dan kerja yang sedang dijalani secara lebih efektif.
Secara umum pembinaan narapidana bertujuan agar narapidana dapat
menjadi manusia seutuhnya melalui pemantapan pembinaan iman dan membina
narapidana agar mampu berintegrasi secara wajar didalam kehidupan selama
berada dalam Lapas dan kehidupan lebih luas (masyarakat) setelah menjalani
pidananya. Secara khusus pembinaan narapidana ditunjukan agar selama masa
pembinaan dan setelah selesai masa pidananya dapat menjadi:
a. Berhasil memantapkan kembali harga diri dan kepercayaan dirinya serta
bersikap optimis akan masa depannya.
b. Berhasil memperoleh pengetahuan, minimal keterampilan untuk bekal hidup
mandiri dan berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan nasional.
c. Berhasil menjadi manusia yang patuh hukum yang tercermin pada sikap dan
perilakunya yang tertib disiplin serta mampu menggalang rasa kesetiakawanan
sosial.
d. Berhasil memiliki jiwa dan semangat pengabdian terhadap bangsa dan negara.
Pembinaan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan disesuaikan dengan
asas- asas yang terkandung dalam pancasila UUD NKRI 1945 dan Standard an
Minimum Rules (SMR). Pada dasarnya arah pelayanan pembinaan dan bimbingan
yang perlu dilakukan oleh petugas ialah memperbaiki tingkah laku Warga Binaan
21
Pemasyarakatan agar tujuan pembinaan dapat dicapai.
Adapun ruang lingkup pembinaan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan
dibagi dalam dua bidang, yaitu pembinaan kepribadian dan pembinaan
kemandirian, yaitu sebagaimana berikut:
a. Pembinaan Kepribadian
Pembinaan kepribadian dalam Lembaga Pemasyarakatan melalui program-
program sebagai berikut:
1) Pembinaan kesadaran beragama. Usaha ini diperlukan agar dapat
diteguhkan imannya terutama memberi pengertian agar Warga Binaan
Pemasyarakatan dapat menyadari akibat-akibat dari perbuatannya yang benar dan
perbuatan yang salah.
2) Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara. Upaya ini dilakukan agar
Warga Binaan Pemasyarakatan dapat menjadi warga negara yang baik dan
berbakti pada bangsa dan negara melalui pendidikan pancasila.
3) Pembinaan kemampuan intelektual. Upaya ini dilakukan agar pengetahuan
Warga Binaan Pemasyarakatan semakin meningkat sehingga dapat menunjang
kegiatan- kegiatan positif yang diperlukan selama pembinaan. Pembinaan
intelektual dapat dilakukan baik melalui pendidikan formal maupun informal.
4) Pembinaan kesadaran hukum. Pembinaan kesadaran hukum dilaksanakan
dengan upaya memberikan penyuluhan hukum yang bertujuan untuk mencapai
kesadaran hukum yang tinggi sebagai anggota masyarakat yang taat pada aturan
hukum.
5) Pembinaan mengintegrasi diri dengan masyarakat. Pembinaan ini bertujuan
agar narapidana mudah diterima kembali oleh masyarakat di lingkungannya
22
setelah menjalani pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan.
b. Pembinaan Kemandirian
Pembinaan kemandirian diberikan dalam Lembaga Pemsyarakatan melalui
program-program:
1) Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri misalnya kerajinan
tangan, industri rumah tangga, reparasi mesin dan alat-alat elektronik.
2) Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri kecil, misalnya
pengelolaan bahan mentah dari sector pertanian dan bahan alam menjadi bahan
setengah jadi.
3) Keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakat-bakat masing-
masing.
4) Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri atau kegiatan
pertanian/perkebunan dengan menggunakan teknologi biasa atau teknologi tinggi,
misalnya industri kulit, dan industri pembuatan sepatu.
Sistem Pemasyarakatan akan mampu mengubah citra negatif sistem
kepenjaraan dengan memperlakukan warga binaan dengan baik. Mengahargai
seorang warga binaan secara manusiawi, bukan semata-mata tindak balas dendam
dari negara melalui bimbingan agama dan kemandirian warga binaan diharapkan
dapat terbantu dari kecanduan narkotika dan dapat kembali ke masyarakat.
2.4 Lembaga Pemasyarakatan
1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan
23
Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) adalah tempat untuk melakukan
pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia.
Sebelum dikenal dengan istilah Lapas di Indonesia, tempat tersebut disebut
dengan istilah penjara. Lembaga Pemasyarakatan merupakan unit pelaksana
teknis dibawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan
HAM (dahulu Departemen Kehakiman). Penghuni Lembaga Pemasyarakatan bisa
narapidana atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) bisa juga statusnya masih
tahanan, maksudnya orang tersebut masih berada dalam proses peradilan dan belum
ditentukan bersalah atau tidak oleh hakim. Pegawai negeri sipil yang menangani
pembinaan narapidana dan tahanan di Lembaga Pemasyarakatan disebut petugas
pemasyarakatan, atau dahulu lebih dikenal dengan istilah sipir penjara.
Lembaga Pemasyarakat merupakan tahap akhir dari sistem peradilan
pidana. Sistem peradilan pidana sendiri terdiri dari empat sub-sistem yaitu
kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan. Sub-sitem
Lembaga Pemasyarakatan sebagai sub-sistem terakhir dari sistem peradilan
pidana yang mempunyai tugas untuk melaksanakan pembinaan terhadap terpidana
khususnya pidana pencabutan kemerdekaan. Lembaga Pemasyarakatan sebagai
wadah pembinaan narapidana yang berdasarkan sistem pemasyarakatan berupaya
untuk mewujudkan pemidanaan yang integrative yaitu membina dan
mengembalikan kesatuan hidup masyarakat yang baik dan berguna.
Dengan demikian keberhasilan sistem pemsyarakatan didalam pelaksanaan
pembinaan terhadap narapidana di Lembaga Pemasyarakatan akan berpengaruh
pada keberhasilan pencapaian tujuan sistem peradilan pidana.
24
Keberhasilan Lembaga Pemasyarakatan sesuai dengan surat Keputusan
Menteri Kehakiman RI. No: M.02-PK. 04.10 Tahun 1990 sebagai tujuan dan
pembinaan serta pelayanan bagi tahanan terletak pada konsistensi aparatur dalam
menerapkan sistem pembinaan yang baik dengan memperhatikan fungsi-
fungsinya yaitu:
a. Melakukan pembinaan narapidana/tahanan dan anak didik.
Memberikan bimbingan, mempersiapkan sarana dan mengelola hasil kerja.
b. Melakukan bimbingan sosial/kerohanian.
c. Melakukan pemeliharaan keamanan dan tertib Rutan.
d. Melakukan usulan tata usaha dan rumah tangga.
2. Tujuan dan Fungsi Sistem Pemasyarakatan
Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta
cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan pancasila yang
dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk
meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan,
memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima
kembali oleh lingkungan masyarakat dapat aktif berperang dalam pembangunan
dan dapat hidup secara wajar, sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab.
Tujuan sistem pemasyarakatan sebagaimana tercantum dalam pasal 2
Undang- Undang Pemasyarakatan adalah membentuk Warga Binaan
Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan,
memperbaiki diri, tidak mengulangi tindak pidana, dapat diterima kembali oleh
lingkungan masyarakatnya, dapat berperang aktif dalam pembangunan, dapat
25
hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab.
Sistem pemasyarakatan berfungsi menyiapkan Warga Binaan
Pemasyarakatan agar kembali berinteraksi secara sehat dengan masyarakat,
sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan
bertanggungjawab. Hampir tidak ada yang membedakan antara tugas pokok Lapas
dengan rutan, hanyalah persoalan penempatan tahanan yang menjadi tolak ukur
perbedaannya. Tugas dari Rutan adalah melakukan pelayanan dan melaksanakan
pemasyarakatan narapidana dan tahanan.
Pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan agar narapidana
menyadari kesalahan-kesalahannya dan bertanggungjawab. Dalam menjatuhkan
hukuman kepada narapidana tidak semata-mata dimaksudkan sebagai pembalasan
terhadap apa yang dilakukan tetapi lebih kepada pemberian pendidikan dan
pengajaran agar setelah kembali ke masyarakat narapidana dapat menyadari
kesalahan dan tidak mengulanginya lagi.
2.5 Regulasi Terkait
Dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor :
M.HH-01.PK.01.08.02 Tahun 2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Cara
Narapidana Bekerja Di Lembaga Pemasyaraktan. Dan dalam Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan telah mengatur
bahwa Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan Pembinaan Warga
Binaan Pemasyarakatan (WBP) berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara
pembinaan yang yang merupakan bagian dari sistem Pemidanaaan dalam tata
peradilan pidana.
26
Sistem yang dimaksudkan diatas adalah sistem Pemasyarakatan
sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang
Pemasyarakatan yang diartikan sebagai suatu tatanan mengenai arah dan batas
serta cara pembinaan WBP berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara
terpadu antara Pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan
kualitas WBP agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi
tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat
aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga
yang baik dan bertanggungjawab.
Sistem Pemasyarakatan juga sebagaimana Pasal 3 Undang-Undang
Pemasyarakatan berfungsi menyiapkan WBP agar dapat berintegrasi secara sehat
dengan masyarakat sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat
yang bebas dan bertanggungjawab. Integrasi secara sehat ini dilakukan dengan
mengikuti Pasal 15 Undang-Undang Pemasyarakatan menyatakan bahwa
Narapidana wajib mengikuti secara tertib program Pembinaan dan kegiatan
tertentu.
Menurut pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan disebutkan bahwa
Tahapan Pembinaan terdiri dari tiga tahap yakni tahap awal, tahap lanjutan dan
tahap akhir. Selanjutnya melalui Keputusan Menteri Kehakiman Republik
Indonesia Nomor M.02- PK.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan
Narapidana/Tahanan dijelaskan bahwa ruang lingkup Pembinaan adalah
Pembinaan Kepribadian dan Pembinaan Kemandirian.
27
Menurut Keputusan Menteri Nomor M.02-PK.04.10 Tahun 1990 tersebut
Pembinaan Kemandirian diberikan melalui program-program :
a. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri, misalnya kerajinan
tangan, industri, rumah tangga, reparasi mesin dan alat-alat elektronika dan
sebagainya.
b. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri kecil, misalnya
pengelolaan bahan mentah dari sektor pertanian dan bahan alam menjadi bahan
setengah jadi dan jadi (contoh : mengolah rotan menjadi perabotan rumah tangga,
pengolahan makanan ringan berikut pengawetannya dan pembuatan batu bata,
genteng, batako).
c. Keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya masing-masing.
Dalam hal ini bagi mereka yang memiliki bakat tertentu diusahakan
pengembangan bakatnya itu. Misalnya memiliki kemampuan di bidang seni, maka
diusahakan untuk disalurkan ke perkumpulan-perkumpulan seniman untuk dapat
mengem-bangkan bakatnya sekaligus mendapatkan nafkah.
d. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri atau kegiatan pertanian
(perkebunan) dengan menggunakan teknologi madya atau teknologi tinggi,
misalnya industri kulit, industri pembuatan sepatu kualitas ekspor, pabrik tekstil,
industri minyak atsiri dan usaha tambak udang.
- Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan
- Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan Dan
Pembimbingan Narapidana
- Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tatacara
Hak Warga Binaan Pemasyarakatan
28
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 1999 Tentang
Kerjasama Penyelenggaraan Pembinaan Dan Pembimbingan Warga Binaan
Pemasyarakatan
- Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : M.HH-01.PK.08.02
TAHUN 2017 tentang petunjuk pelaksanaan tata cara narapidana bekerja di
lembaga pemasyarakatan
2.6 Penelitian Terdahulu
no Judul/Peneliti Metode penelitian Hasil penelitian
1 Program Pembentukan
Perilaku Wirausaha
Narapidana Di Lapas
Kelas II B Sleman /
Nida Hana Afifah
Kualitatif Menerangkan dan menjelaskan
bagaimana Program
Pembentukan Perilaku
Wirausaha Narapidana Di
Lapas Kelas II B Sleman
bejalan sesuai tapi motivasi
dari Narapidana kurang.
2 Program Pembinaan
Kemandirian Di
Lembaga
Pemasyarakatan
Terbuka Kelas II B
Jakarta / Putri Anisa
Yuliana
Kualitatif Bagaimana menjelaskan
Program Kemadirian Di
Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II B Jakarta berjalan
mulai dari perekrutan WBP
dalam menjalani Program
sampai pada pemanfaatan
Hasil WBP
3 Pola Pembinaan Kualitatif Yaitu menjelaskan tentang
29
Narapidana Untuk
Melatih Kemandirian
Berwirausaha Di
Lembaga
Pemasyarakatan Kelas
II B Klaten / Oktavia
Tria Abati
Pola Pembinaan Narapidana
Untuk Melatih Kemandirian
Berwirausaha Di lembaga
Pemasyarakatan Kelas II B
Klaten
Dari ketiga hasil penelitian di atas, masing-masing mempunyai objek penelitian
yang berbeda, namun mempunyai beberapa persamaan objek pada judul peneliti,
yaitu hal-hal yang menyangkut pembinaan kemandirian di Lembaga
Pemasyarakatan.
2.7 Relevansi Dengan Program Studi
Peneliti mengambil masalah penelitian ini karena selain tertarik dengan
masalah tersebut, tetapi juga karena masalah tersebut berkaitan dengan Program
Study Ilmu Administrasi Negara, khususnya dalam matakuliah Implementasi
Kebijakan Publik, Kebijakan Publik, dan Manajemen Pelayanan Publik.
30
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Penelitian menggunakan penelitian Kualitatif karena objek dalam
penelitian kualitatif adalah objek yang alamiah atau natural setting. Objek yang
alamiah adalah objek yang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti. Dalam
penelitian kualitatif, yang menjadi instrument atau alat penelitian adalah peneliti
sendiri, oleh karena itu peneliti sebagai instrument juga harus divalidasi seberapa
jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian selanjutnya.
Penelitan kualitatif merupakan sebuah penelitian yang digunakan untuk
mengungkapkan permasalahan dalam kehidupan kerja organisasi pemerintah,
swasta, kemasyarakatan, kepemudaan, perempuan, olah raga, seni dan budaya,
dan lain-lain sehingga dapat dijadikan suatu kebijakan untuk dilaksanakan demi
kesejahteraan bersama. Menurut Sugiyono, (2008: 205) “ Masalah dalam
penelitian kualitatif bersifat sementara, tentative dan akan berkembang atau
berganti setelah peneliti berada dilapangan”.
Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang
berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan
masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran
kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan
melakukan studi pada situasi yang alami (Cresswell, 1998: 15). Metodologi
kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata- kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang
diamati. Dalam penelitian kualitatif akan terjadi tiga kemungkinan terhadap
31
masalah yang akan diteliti yaitu (1) masalah yang dibawa oleh peneliti tetap, sejak
awal sampai akhir penelitian sama, sehingga judul proposal dengan judul laporan
penelitian sama, (2) masalah yang dibawa peneliti setelah memasuki penelitian
berkembang yaitu diperluas/diperdalam masalah yang telah disiapkan dan tidak
terlalu banyak perubahan sehingga judul penelitian cukup disempurnakan, (3)
masalah yang dibawa peneliti setelah memasuki lapangan berubah total sehingga
harus diganti masalah sebab judul proposal dengan judul penelitian tidak sama
dan judulnya harus diganti.
Dengan demikian penelitian ditunjukan untuk mendeskripsikan atau
memberi gambaran tentang proses pembinaan kemandirian..
3.2 Fokus dan Deskripsi Penelitian
a. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini merupakan batas peneliti agar jelas ruang lingkup
yang akan diteliti. Oleh karena itu, peneliti memfokuskan penelitian ini
mengenai Implementasi Program Pelatihan Kemandirian Terhadap Warga
Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Tagulandang khususnya
bagaimana ketersediaan sarana dan prasarana alat sebagai penunjang
pelatihan.
b. Deskripsi Fokus
Berdasarkan fokus penelitian judul di atas, dapat dideskripsikan
berdasarkan subtansi permasalahan dan substansi pendekatan dari segi
Implementsi Program Pelatihan Kemandirian Terhadap Warga Binaan. Maka
peneliti memberikan deskripsi fokus sebagai berikut:
32
a. Implementasi adalah suatu tindakan untuk melaksanakan suatu perencanaan
yang telah disusun secara matang guna untuk mencapai suatu tujuan dari
kegiatan yang dilakukan.
b. Pelatihan Kemandirian adalah program pembinaan yang dilakukan di
Lembaga Pemasyarakatan, guna membentuk keterampilan bagi warga binaan
sebagai bekal nantinya setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan.
c. Warga binaan yang dimaksud disini adalah warga binaan pemasyarakatan
yang menjalani masa pembinaan di Lapas Kelas III Tagulandang. Warga
Binaan Pemasyarakatan adalah narapidana yang sedang menjalani
pembinaan.
d. Pembinaan adalah upaya menyadarkan seseorang agar menyesali
perbuatannya dan mengembalikannya menjadi warga masyarakat yang baik
sehingga tercapai masyarakat yang aman dan damai.
e. Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat untuk melakukan pembinaan
terhadap warga binaan.
3.3 Lokasi Penelitian
Sesuai dengan judul di atas, maka penelitian akan berlokasi Di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas III Tagulandang di Kelurahan Bahoi No 18, Kecamatan
Tagulandang, Kabupaten Siau Tagulandang Biaro, Sulawesi Utara.
3.4 Sumber data
1. Data Primer
Data primer adalah data-data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya.
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah data-data yang diperoleh
33
melalui observasi lokasi penelitian yaitu Lembaga Pemasyarakatan Kelas III
Tagulandang dan wawancara yang akan dilakukan terhadap warga binaan
yang sedang menjalani pembinaan serta para staf di Lapas Kelas III
Tagulandang. Sebagai sumber data primer maka peneliti membutuhkan 10
orang informan untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan rumusan
masalah.
2. Data Sekunder
Sumber data sekunder yakni data yang diperoleh dari berbagai sumber dalam
bentuk dokumentasi laporan instansi dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas III
Tagulandang yang terkait dalam penelitian ini, sumber dapat berupa jurnal,
surat kabar, buku, data statistik dan lainnya yang terkait dengan penelitian ini.
3.5 Teknik pengumpulan data
Tehnik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk memperoleh data
di lokasi penelitian atau di tempat yang terkait dengan fokus penelitian tentunya
menggunakan tehnik sebagai berikut:
1. Metode Observasi
Observasi merupakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap
gejala yang tampak pada obyek penelitian. Pengamatan atau observasi adalah
tehnik yang didasarkan atas pengamatan sendiri secara langsung, kemudian
mencatat perilaku atau kejadian dan kondisi fisik sebagaimana yang terjadi dalam
keadaan yang sebenarnya.
Observasi dilakukan pada aspek kondisi fisik dan non fisik tempat dan
proses pembinaan kemandirian warga binaan, kondisi fisik berupa ruang
34
pelaksanaan, serta sarana dan prasarana pembinaan kemandirian, sedangkan
kondisi non fisik mencakup proses pembinaan, metode dan strategi pembinaan
yang dilakukan. Observasi dilakukan di Lapas Kelas III Tagulandang.
2. Metode Wawancara
Teknik wawancara yakni suatu prosedur pengumpulan data primer yang
dilakukan dengan cara mengadakan wawancara tatap muka dengan yang diteliti
dengan menggunakan pedoman wawancara. Peneliti akan mengumpulkan data
mengenai implementasi pelatihan kemandirian terhadap warga binaan di Lapas
serta bagaimana faktor penghambat yang dihadapi Lapas Kelas III Tagulandang
dalam menjalankan pelatihan kemandirian terhadap warga binaan.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah suatu cara untuk memperoleh data melalui peninggalan
tertulis seperti arsip-arsip, dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori,
dalil atau hukum-hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan penelitian.
Sebagian besar data yang tersedia adalah berbentuk surat-surat, catatan harian,
cendramata, laporan, artefak, foto dan sebagainya. Selain itu peneliti juga
mengumpulkan data melalui dokumen-dokumen yang ada di Lapas Kelas III
Tagulandang seperti struktur organisasi atau berupa foto sebagai pelengkap
metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.
3.6 Analisis data
Analisis data (Miles Huberman) dalam penelitian kualitatif dilakukan
sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di
lapangan.
35
1. Data reduction (reduksi data)
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu
maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Semakin lam peneliti ke lapangan,
maka jumlah data akan semakin banyak, kompleks dan rumit, untuk itu
segera dilakukan analisis data melalui reduksi data,mereduksi data berarti
merangkum, memilih hal pokok, memfokuskan pada hal penting, dicari tema
dan polanya.
2. Data display (penyajian data)
Dengan menyajikan data maka mempermudah peneliti memahami apa
yang terjadi. Melalui penyajian data, maka data terorganissikan, tersusun
dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami.
3. Conclusion drawing/verivication (Penarikan kesimpulan/verivikasi)
Verivikasi dilakukan secara terus menerus sepanjang proses penelitian
berlangsung, yaitu sejak awal memasuki lokasi penelitian dan selama proses
pengumpulan data. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat
sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti yang kuat yang
mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya, sehingga dalam setiap
kesimpulan harus terus dilakukan verivikasi selama penelitian itu masih
berlangsung.
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Tagulandang
Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Tagulandang merupakan salah
satu Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan didalam wilayah Kantor
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sulawesi Utara. Lembaga
Pemasyarakatan Kelas III Tagulandang yang pada awalnya merupakan
Cabang Rutan Tagulandang kemudian berdasarkan keputusan Menteri
Hukum dan HAM RI tentang perubahan nomenklatur, Cabang Rutan
Tagulandang menjadi Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Tagulandang.
Lapas Kelas III Tagulandang berdiri di atas tanah seluas 931 m2, Lapas Kelas
III Tagulandang berlokasi dijalan Bahoi nomor 08 Kelurahan Bahoi
Kecamatan Tagulandang Kebupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro
merupakan daerah kepulauan. Untuk menuju ke Lapas Tagulandang
menggunakan kapal cepat memakan waktu sekitar 3 jam dari ibukota provinsi
dan menggunakan kapal malam memakan waktu sekitar 5 jam pejalanan laut
itupun tergantung cuacu saat itu, jarak dari Kota Manado sebagai ibukota
provinsi menuju tagulandang berjarak kurang lebih 135 Mil Laut, Lapas
Tagulandang bediri sejak zaman colonial Belanda pada tahun 1955 berlokasi
didekat pantai dan berbatasan dengan aliran sungai. Dibangun pada tahun
1991 dengan fasilitas 1 unit perkantoran, 1 unit gedung aula, 2 unit blok
hunian, 1 unit dapur dan lapangan upacara. Lapas Tagulandang berdiri diatas
37
KALAPAS (10)
tanah bersertifikat hak milik Pemerintah Republik Indonesia CQ Kementerian
Hukum dan HAM Republik Indonesia. Berdasarkan data dari simpeg petugas
pada Lapas Tagulandang sampai saat ini berjumlah 19 orang, Lapas
Tagulandang memiliki kapasitas sebanyak 16 orang dan saat ini berdasarkan
register dan aplikasi SDP jumlah warga Binaan Pemasyarakatan berjumlah 25
orang.
4.1.2 Struktur Organisasi
LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS III TAGULANDANG
a
38
4.1.3 Tugas dan Fungsi Organisasi
Tugas : Melaksanakan pemasyarakatan Narapidana/Anak didik sesuai
peraturan Perundang-Undangan yang berlaku
Fungsi :
1. Melaksanakan pembinaan Narapidana/Anak didik pemasyarakatan
2. Memberikan bimbingan, mempersiapkan sarana dan mengelola hasil
kerja
3. Melakukan hubungan social kerohanian narapidana/anak didik
pemasyarakatan
4. Melakukan pemeliharaan keamanan dan ketertiban
5. Melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga
4.1.4 Visi dan Misi Organisasi
Visi Kementerian Hukum dan HAM adalah:
“Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang Andal, Profesional,
Innovatif dan Berintegritas dalam pelayanan kepada Presiden dan Wakil
Presiden untuk Mewujudkan Visi dan Misi Presiden “ Indonesia Maju yang
Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”.
Misi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dirumuskan ke dalam 5
(Lima) Misi, antara lain :
1. Membentuk Peraturan Perundang-Undangan yang Berkualitas dan
Melindungi Kepentingan Nasional;
2. Menyelenggarakan Pelayanan Publik di Bidang Hukum yang
Berkualitas;
39
3. Mendukung Penegakan Hukum di Bidang Kekayaan Intelektual,
Keimigrasian, Administrasi Hukum Umum dan Pemasyarakatan yang
Bebas Dari Korupsi, Bermartabat dan Terpercaya;
4. Melaksanakan Penghormatan, Perlindungan dan Pemenuhan Hak Asasi
Manusia yang Berkelanjutan;
5. Melaksanakan Peningkatan Kesadaran Hukum Masyarakat;
6. Ikut Serta Menjaga Stabilitas Keamanan Melalui Peran Keimigrasian
dan Pemasyarakatan;
Melaksanakan Tata Laksana Pemerintahan yang Baik Melalui Reformasi
Birokrasi dan Kelembagaan
40
4.2. Hasil Penelitian
4.2.1 Implementasi Program Pelatihan Kemandirian Terhadap Warga
Binaan Di Lapas Kelas III Tagulandang
Sebagaimana pemaparan serta identifikasi berbagai persoalan yang melatar
belakangi penelitian ini dilakukan, maka untuk mengetahui dengan pasti
permasalahan yang terjadi terkait Implementasi Program Pelatihan Kemandirian
Warga Binaan Pemasyarakatan(WBP) di Lapas Kelas III Tagulandang
dilakukanlah wawancara terhadap inforaman yang kemudian dideskripsikan
melalui kata–kata serta tindakan ataupun sikap. Mengenai informan yang dimintai
keterangan merupakan pihak–pihak yang mewakili setiap aspek yang terkait pada
kebijakan penataan ruang ini yang juga dianggap mengetahui secara pasti akan
permasalahan terkait pelaksanaan keijakan ini untuk mengeahui kebutuhan dari
penelitian ini.
Untuk mengetahui bagaimana Implementasi Program Pelatihan
Kemandirian WBP di Lapas Kelas II Tagulandang, peneliti mengaitkan masalah
penelitian dengan mengacu pada KepMen Hukum dan HAM RI Nomor M.HH-
01.PK.08.02 Tahun 2017 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Cara Narapidana
Bekerja di Lembaga Pemasyarakatan, yang di sandingkan dengan pendapat dari
Riant Nugroho (2011 : 650) mengungkapkan ada lima prinsip-prinsip pokok
dalam implementasi kebijakan publik, (1) apakah kebijakannya sendiri sudah
tepat. (2) tepat pelaksananya, (3) tepat target(4) tepat lingkungan, (5) tepat proses.
Lima indikator ini akan menjadi dasar peneliti menganalisis mengenai
Implementasi Program Pelatihan Kemandirian WBP di Lapas Kelas II
Tagulandang.
41
Sesuai dengan Fokus Penelitian Indikator pertama peneliti mengajukan
pertanyaan utuk mengetahui bagaimana Program pelatihan yang berjalan di Lapas
Tagulandang serta kendala dan mekasnismenya bagaimana? peneliti mengajukan
pertanyaan kepada “HA” selaku Warga Binaan Pemasyarakatan” Berikut jawaban
dari informan:
Untuk Program secara jelas saya kurang mengetahui apalagi aturannya,
dalam pelaksanaan masalah kelihatan banyak serta tidak ada tujuan apalagi
SOP saya tidak Tau. (Wawancara Tgl )
Dari pernyataan informan diatas dapat dilihat bahwa WBP tidak mengetahui
tentang bagaimana Program Kemandirian di Kelola yang sebenarnya ataupun
regulasi yang mengatur tentang hal itu , Informan juga menegaskan tidak ada SOP
yang jelas untuk . Penyataan ini di perkuat oleh “DM” sesame WBP penerima hak
manfaat program pelatihan yang menyatakan :
Untuk aturan saya tidak tahu yang jelas terjadi permasalahan karena
pelatihan yang jalan tidak sesuai dengan Minat Bakat kami sehingga tujuan
untuk kami memperoleh pelatihan belum terlaksana dan tidak memecahkan
masalah yang terjadi, dan alat-alat juga kurang. (Wawancara Tgl )
Dari pernyataan Informan di atas lebih menegaskan bagaimana kurang
pahamnya WBP penerima manfaat Pelatihan tentang Program pelatihan
kemandirian, dan pilihan pelatihannya tidak sesuai minat serta alat-alat kurang.
Maka untuk memperdalam informasi maka peneliti selanjutnya bertanya kepada
“DW” selaku Komandan jaga Lapas tagulandang yang menyatakan bahwa :
Tidak Tau aturannya, tapi di situ ada aturan tapi kurang tau, dari yang saya
lihat alat-alat kurang, dan tujuan program pelatihan supaya WBP tidak
makan tidur saja tapi ada kegiatan(Wawancara Tgl )
Dari pernyataan Informan di atas mendukung per bahwa peralatan Kurang
memadai serta kegiatan hanya untuk mengisi luang agar WBP tidak hanya makan
42
tidur. Kemudian Untuk memperjelas Informasi peneliti Melakukan wawancara
kepada “SM” selaku Kasubsi Keamanan dan ketertipan, beliau menuturkan:
Ada aturan kalau tidak salah terdapat di UU pemasyarakatan No 12 Tahun
1995 di situ di situ ada tentang pembinaan, tapi tanya kasubsi pembinaan
karena di situ ranah beliau, untuk masalah di sini sarana dan prasarana
kurang memadai jadi bagaimana mau jalan program, serta anggaran yang di
batasi mungkin, karena setiap program butuh dana, supaya tujuan WBP
dapat keahlian bukan Cuma tidur-tidur, supaya bebas nanti mereka dapat
keahlian dan boleh di hargai di masyarakat, sesuai SOP karena semua sesuai
SOP tetapi SOP saya lupa terdapat dimana, coba tanya kasubsi Pembinaan.(
Wawancara tgl)
Sesuai penuturan informan bahwa permasalahan memang terletak di sarana
dan prasarana atau alat sehingga program tak jalan, tapi agak berbeda penuturan
beliau mengenai dasar Hukum dengan Informan “SL” selaku Kasubsi Pembinaan
Lapas Tagulandang yang menyatakan saat di wawancarai :
Untuk Aturan Lapas Menacu Pada KepMen Kumham 2012 tentang tata cara
narapidana bekerja di Lapas dan PP No 31 tahun 1999 tentang pembinaan
dan pembimbingan WBP, namun kendalanya yaitu sarana dan prasarana
belum memadai terlebih alat rusak berat serta WBP kurang motivasi hanya
ingin mengikuti kegiatan yang menghasilkan uang, padahal tujuannya agar
WBP dapat memiliki ketrampilan dalam proses reintegrasi social, dalam
perekrutan hanya sesuai Kepmen(Wawancara Tgl)
Di sini sesuai sesuai keterangan Informan SM dan DW mempunyai keterangan
yang berbeda engenai dasar hukum, tapi di sisi lain keduanya mengiyakan
masalah ada di kurangnya sarana dan Prasarana ataupun alat yang Rusak sehingga
menambah runcing permasalahan karena WBP hanya punya motivasi bekerja
karena uang, di tambah anggaran yang kurang di perhatikan, untuk itu peneliti
kemudian mewawancarai kepada “MS” selaku bendahara, demikian
Penuturannya:
Untuk aturan tidak tau lebih tau kasubsi Pelayanan, untuk permsalahan
Program terdapat di sarana dan prasarana yang tidak memadai dengan tujuan
43
Program agar WBP mendapat pelatihan, untuk SOPnya saya kurang tau coba
tanya Kasibsi(Wawancara tgl)
Dari data primer di atas bagaimana Informan mengiyakan bahwa sarana dan
prasarana belum baik dan tercukupi serta informan kurang mengetahui Menganai
aturan dan SOP.
Dari hasil wawancara dari informan-informan di atas menyatakan Petugas
Pemasyarakatan Belum mengtahui sepenuhnya terkait Regulasi yang mendasari Program
Pelatihan kemandirian di Lapas Kelas III Tagulandang, padahal Jelas setiap Pegawai
harus mengtahui karena jalannya Kebijakan Program Ini sangat berkaitan dan
berkesinambungan, baik dari segi adminisrtasi pembiayaan di bidang perbendaharaan
serta di bidang keamanan, kemudian WBP kurang antusias karena tidak sesuai dengan
Bakat mereka hanya mau karena ada motivasi uang.
Program Pembinaan tidak di sediakan Sarana dan Prasarana yang memadai untuk
di jalankannya program pembinaan di Lapas Tagulandang serta belum adanya SOP yang
jelas. Dari Hasil Wawancara dengan beberapa informan terlihat adanya
kesenjangan. Kesenjangan yang ada di sajikan dalam tabel berikut
4.2.2 : Tabel Temuan
Implementasi Program Pelatihan Kemandirian WBP di Lapas
Kelas II Tagulandang
Sub Fokus/Indikator Temuan
Kebijakan sudah tepat Petugas Kurang Paham dengan Aturan
Petugas memiliki Pemahaman yang berbeda
atas dasar Aturan
Kurangnya Sarana dan Prasarana dalam
menunjang Program
WBP kurang motivasi dalam mengikuti
Program pembinaan Kemandirian
Belum ada SOP yang jelas tentang Program
tersebut
Sumber : Diolah oleh peneliti (2022)
44
Selamjutnya Indikator tepat pelaksanaan peneliti mengajukan pertanyaan
utuk mengetahui bagaimana Ketersediaan Alat dan mekanisme pengadaan ?
peneliti mengajukan pertanyaan kepada “HA” selaku Warga Binaan
Pemasyarakatan” Berikut jawaban dari informan:
Alatnya kurang dan kebanyakan sudah rusak berat untuk mekanismenya
kurang tahu, untuk kami wajib tidak wajib untuk ikut pelatihan. (Wawancara
Tgl )
Dari pernyataan informan diatas dapat dilihat bahwa WBP kurang mengetahui
tentang sarana prasarana Program Kemandirian di Kelola yang sebenarnya
ataupun regulasi yang mengatur tentang hal itu , Informan juga mengatakan
keikutsertaan wajib tidak wajib . Penyataan ini di perkuat oleh “DM” sesama
WBP penerima hak manfaat program pelatihan yang menyatakan :
pelatihan yang jalan tidak sesuai dengan Minat Bakat kami sehingga tujuan
untuk kami memperoleh pelatihan belum terlaksana dan tidak memecahkan
masalah yang terjadi, dan alat-alat juga kurang mengakibatkan kami kadang
malas-malas untuk mengikuti. (Wawancara Tgl )
Dari pernyataan Informan di atas lebih menegaskan bagaimana kurang
pahamnya WBP penerima manfaat Pelatihan tentang Program pelatihan
kemandirian, dan pilihan pelatihannya tidak sesuai minat serta alat-alat kurang.
Maka untuk memperdalam informasi maka peneliti selanjutnya bertanya kepada
“DW” selaku Komandan jaga Lapas tagulandang yang menyatakan bahwa :
Ada alat tapi kurang tau, dari yang saya lihat alat-alat kurang, dan tujuan
program pelatihan supaya WBP tidak makan tidur saja tapi ada kegiatan,
selanjutnya terserah mereka untuk mengikuti atau tidak (Wawancara Tgl )
Dari pernyataan Informan di atas mendukung per bahwa peralatan Kurang
memadai serta kegiatan hanya untuk mengisi luang agar WBP tidak hanya makan
45
tidur. Kemudian Untuk memperjelas Informasi peneliti Melakukan wawancara
kepada “SM” selaku Kasubsi Keamanan dan ketertipan, beliau menuturkan:
Untuk peralatan kami sudah usul, tapi kami tidak berkompeten untuk
memutuskan, kemudian kami juga menjalin kerjasama pelatihan dengan
BLK Bitung.( Wawancara tgl)
Sesuai penuturan informan bahwa permasalahan memang terletak di sarana
dan prasarana atau alat sehingga program tak jalan, di benarkan juga oleh
Informan “SL” selaku Kasubsi Pembinaan Lapas Tagulandang yang menyatakan
saat di wawancarai :
Sudah beberapa kali kami menusulkan alat untuk ada pengadaan tapi sampai
saat ini lat sebagiman besar rusak berat, tapi mau bagaimana belum juga di
setujui(Wawancara Tgl)
Di sini sesuai sesuai keterangan Informan SM dan DW mempunyai keterangan
yang sama keduanya mengiyakan masalah ada di kurangnya sarana dan Prasarana
ataupun alat yang Rusak sehingga menambah runcing permasalahan sudah di
usulkan tapi belum ada hasil, di tambah anggaran yang kurang di perhatikan,
untuk itu peneliti kemudian mewawancarai kepada “MS” selaku bendahara,
demikian Penuturannya:
Untuk peralatan memang sudah banyak yang sudah rusak sudah di usulkan
BMN untuk di hilangkan dan kita sudah berusaha untuk ada pengadaan tapi
dananya masih terblokir(Wawancara tgl)
Dari data primer di atas bagaimana Informan mengiyakan bahwa sarana dan
prasarana belum baik dan tercukupi serta informan kurang mengetahui Menganai
aturan dan SOP.
Dari hasil wawancara dari informan-informan di atas menyatakan
Pembinaan tidak di sediakan Sarana dan Prasarana yang memadai untuk di jalankannya
program pembinaan di Lapas Tagulandang serta belum adanya SOP yang jelas. Dari
46
Hasil Wawancara dengan beberapa informan terlihat adanya kesenjangan.
Kesenjangan yang ada di sajikan dalam tabel berikut
4.2.2 : Tabel Temuan
Implementasi Program Pelatihan Kemandirian WBP di Lapas
Kelas II Tagulandang
Sub
Fokus/Indikator
Temuan
Tepat
Pelaksanaan
Alat Praktek sebagian besar Rusak Berat
Sudah banyak alat di usulkan penghapusan
Sudah di usulkan untuk pengadaan alat
Dana Kemandirian masih terblokir
Sumber : Diolah oleh peneliti (2022)
Selanjutnya Indikator tepat target peneliti mengajukan pertanyaan utuk
mengetahui bagaimana Kebijakan lain, sosialisasi dan apa sudah sesuai prosedur
pengadaan? peneliti mengajukan pertanyaan kepada “HA” selaku Warga Binaan
Pemasyarakatan” Berikut jawaban dari informan:
Untuk kebijakan kurang tau seperti apa, sosialisai belum pernah ada dan
prosedur kurang tau. (Wawancara Tgl )
Dari pernyataan informan diatas dapat dilihat bahwa WBP kurang mengetahui
tentang sarana prasarana Program Kemandirian di Kelola yang sebenarnya
ataupun regulasi yang mengatur tentang hal itu , Informan juga mengatakan
keikutsertaan wajib tidak wajib . Penyataan ini di perkuat oleh “DM” sesama
WBP penerima hak manfaat program pelatihan yang menyatakan :
pelatihan yang jalan tidak sesuai dengan Minat Bakat kami sehingga tujuan
untuk kami memperoleh pelatihan belum terlaksana dan tidak memecahkan
masalah yang terjadi, dan alat-alat juga kurang mengakibatkan kami kadang
malas-malas untuk mengikuti. (Wawancara Tgl )
Dari pernyataan Informan di atas lebih menegaskan bagaimana kurang
pahamnya WBP penerima manfaat Pelatihan tentang Program pelatihan
47
kemandirian, dan pilihan pelatihannya tidak sesuai minat serta alat-alat kurang.
Maka untuk memperdalam informasi maka peneliti selanjutnya bertanya kepada
“DW” selaku Komandan jaga Lapas tagulandang yang menyatakan bahwa :
Ada alat tapi kurang tau, dari yang saya lihat alat-alat kurang, dan tujuan
program pelatihan supaya WBP tidak makan tidur saja tapi ada kegiatan,
selanjutnya terserah mereka untuk mengikuti atau tidak (Wawancara Tgl )
Dari pernyataan Informan di atas mendukung per bahwa peralatan Kurang
memadai serta kegiatan hanya untuk mengisi luang agar WBP tidak hanya makan
tidur. Kemudian Untuk memperjelas Informasi peneliti Melakukan wawancara
kepada “SM” selaku Kasubsi Keamanan dan ketertipan, beliau menuturkan:
Untuk peralatan kami sudah usul, tapi kami tidak berkompeten untuk
memutuskan, kemudian dalam pelaksanaan kemungkinan sudah tidak
mengikuti prosedur di karenakan melihat kondisi lapas yang narapidananya
sedikit jadi Cuma mengikuti kebijakan atasan.( Wawancara tgl)
Sesuai penuturan informan bahwa permasalahan memang terletak di sarana
dan prasarana atau alat sehingga program tak jalan, di benarkan juga oleh
Informan “SL” selaku Kasubsi Pembinaan Lapas Tagulandang yang menyatakan
saat di wawancarai :
Sudah beberapa kali kami menusulkan alat untuk ada pengadaan tapi sampai
saat ini lat sebagiman besar rusak berat, tapi mau bagaimana belum juga di
setujui(Wawancara Tgl)
Di sini sesuai sesuai keterangan Informan SM dan DW mempunyai keterangan
yang sama keduanya mengiyakan masalah ada di kurangnya sarana dan Prasarana
ataupun alat yang Rusak sehingga menambah runcing permasalahan sudah di
usulkan tapi belum ada hasil, di tambah anggaran yang kurang di perhatikan,
untuk itu peneliti kemudian mewawancarai kepada “MS” selaku bendahara,
demikian Penuturannya:
48
Untuk peralatan memang sudah banyak yang sudah rusak sudah di usulkan
BMN untuk di hilangkan dan kita sudah berusaha untuk ada pengadaan tapi
dananya masih terblokir(Wawancara tgl)
Dari data primer di atas bagaimana Informan mengiyakan bahwa sarana dan
prasarana belum baik dan tercukupi serta informan kurang mengetahui Menganai
aturan dan SOP.
Dari hasil wawancara dari informan-informan di atas menyatakan
Pembinaan tidak di sediakan Sarana dan Prasarana yang memadai untuk di jalankannya
program pembinaan di Lapas Tagulandang serta belum adanya SOP yang jelas. Dari
Hasil Wawancara dengan beberapa informan terlihat adanya kesenjangan.
Kesenjangan yang ada di sajikan dalam tabel berikut
4.2.2 : Tabel Temuan
Implementasi Program Pelatihan Kemandirian WBP di Lapas
Kelas II Tagulandang
Sub Fokus/Indikator Temuan
Tepat Target Alat Praktek sebagian besar Rusak Berat
Sudah banyak alat di usulkan penghapusan
Kadang sudah tidak sesuai prosedur dalam
perekrutan WBP
Karena WBP sedikit hanya berdasarkan
kebijakan pimpinan dalam jalannya program
Sumber : Diolah oleh peneliti (2022)
Selamjutnya Indikator tepat Lingkungan peneliti mengajukan pertanyaan
untuk mengetahui bagaimana Respon WBP atau masyarakat serta Inovasi?
peneliti mengajukan pertanyaan kepada “HA” selaku Warga Binaan
Pemasyarakatan” Berikut jawaban dari informan:
Respon dari kami yah hanya mengikuti saja apa yang sudah di programkan
kalau da yah ikut kalau tidak yah mau bagaimana lagi, untuk respon
masyarakat di luar kami berharap yang terbaik, kemudian untuk Inovasi saya
kurang tau juga (Wawancara Tgl )
49
Dari pernyataan informan diatas dapat dilihat bahwa WBP kurang antusias
Program Kemandirian di Kelola yang sebenarnya ataupun regulasi yang mengatur
tentang hal itu , Informan juga mengatakan keikutsertaan wajib tidak wajib .
Penyataan ini di perkuat oleh “DM” sesama WBP penerima hak manfaat program
pelatihan yang menyatakan :
Kalau kami apa yang sudah di programkan kalau da yah ikut karena di
dalam penjara seperti ini, untuk respon masyarakat di luar kami berharap
yang terbaik, kemudian untuk Inovasi mungkin kami di permudah dalam
pengurusan. (Wawancara Tgl )
Dari pernyataan Informan di atas lebih menegaskan bagaimana kurang
pahamnya WBP penerima manfaat Pelatihan tentang Program pelatihan
kemandirian, dan pilihan pelatihannya tidak sesuai minat serta alat-alat kurang.
Maka untuk memperdalam informasi maka peneliti selanjutnya bertanya kepada
“DW” selaku Komandan jaga Lapas tagulandang yang menyatakan bahwa :
Dari setiap saya menjalankan tugas kalau mau di lihat untuk masalah
Respon dari WBP saya kurang tau yah karena saja tidak pernah Tanya,
untuk Inovasi saya pikir tidak ada sama saja semua jalannya kerja begitu
begitu saja (Wawancara Tgl )
Dari pernyataan Informan di atas menyatakan bahwa WBP belum pernah di
Tanya mengenai respon padahal komandan jaga adalah penanggung jawab dari
keamanan selama bertugas. Dan menyatakan tidak ada Inovasi. Agak berbeda
pendapat ketika peneliti mewawancarai kepada “SM” selaku Kasubsi Keamanan
dan ketertipan, beliau menuturkan:
Respon WBP bagus bagus saja, kalau dari masyarakat sendiri responnya
juga bagus karena ada masyarakat yang pernah membeli produk WBP hadil
dari program pelatihan unggulan yaitu perkayuan, karena hasil dari pelatihan
perkayuan itu bias di jual di masyarakat seperti meja dan kursi seperti itu.(
Wawancara tgl)
Sesuai penuturan informan bahwa respon WBP bagus respon masyarakat
bagus bahwakan sudah ada masyarakat yang turut membeli produk WBP.untuk
50
memperdalam Infromasi Peneliti mewawancarai “SL” selaku Kasubsi Pembinaan
Lapas Tagulandang yang menyatakan saat di wawancarai :
Sejau ini respon wbp baik, ada yang benar-benar ikut, tapi ada yang sekedar
ikut. Kalau masyarakat mereka merespon bagus, seperti lalu ada masyarakat
yang sudah oernah membeli produk Napi dari hasil pelatihan dan yang
menjadi inivasi unggulan yaitu perkayuan membuat meja dan kursi itu yang
dapat di jual ke masyarakat(Wawancara Tgl)
Di sini sesuai sesuai keterangan Informan SM dan DW mempunyai keterangan
yang sama keduanya mengiyakan respon wbp dan masyarakat bagus bahkan
sudah ada yang membeli yaitu produk unggulan meja dan kursi kemudian peneliti
mewawancarai kepada “MS” selaku bendahara, demikian Penuturannya:
Respon WBP dan masyarakat kalau di lihat sampai saat ini bagus-bagus, dan
mungkin program unggulan yaitu perkayuan pembuatan meja dan kursi
(Wawancara tgl)
Dari data primer di atas bagaimana Informan mengiyakan bahwa
mengiyakan respon wbp dan masyarakat bagus bahkan sudah ada yang membeli
yaitu produk unggulan meja dan kursi.
Dari hasil wawancara dari informan-informan di atas menyatakan bahwa
respon wbp dan masyarakat bagus bahkan sudah ada yang membeli yaitu produk
unggulan meja dan kursi. Dari Hasil Wawancara dengan beberapa informan
terlihat adanya kesenjangan. Kesenjangan yang ada di sajikan dalam tabel berikut
4.2.2 : Tabel Temuan
Implementasi Program Pelatihan Kemandirian WBP di Lapas
Kelas II Tagulandang
Sub Fokus/Indikator Temuan
Tepat Lingkungan Respon WBP tidak se antusias penilaian
petugas
Sudah ada masyarakat yang membeli produk
WBP
Produk unggulan perkayuan Kursi dan meja
Sumber : Diolah oleh peneliti (2022)
51
Selanjutnya Indikator tepat proses peneliti mengajukan pertanyaan utuk
mengetahui bagaimana proses dan prosedur penyelenggaraan program pelatihan,
serta apa ada sangski yang mengatur untuk WBP dan Penghargaan bagi mereka
yang ikut Program? peneliti mengajukan pertanyaan kepada “HA” selaku Warga
Binaan Pemasyarakatan” Berikut jawaban dari informan:
Untuk kebijakan kurang tau seperti apa, dan tidak tau untuk hal itu.
(Wawancara Tgl )
Dari pernyataan informan diatas dapat dilihat bahwa WBP kurang mengetahui .
Penyataan ini di perkuat oleh “DM” sesama WBP penerima hak manfaat program
pelatihan yang menyatakan :
Untuk prosedur saya kurang tau tapi kalau kami melakukan pelanggaran
pasti mendapat tindakan dari petugas atau bisa-bisa tidak adapat remisi.
(Wawancara Tgl )
Dari pernyataan Informan di atas lebih menegaskan bagaimana kurang
pahamnya WBP mengenai proses dan prosedur tapi mengiyakan ada sangksi jika
ada pelanggaran dan bias-bisa tidak mendapat remisi . Maka untuk memperdalam
informasi maka peneliti selanjutnya bertanya kepada “DW” selaku Komandan
jaga Lapas tagulandang yang menyatakan bahwa :
Kurang tau lagi prosesnya bagaimana dan jika membuat masalah WBP
tersebut pasti di sangksi, kurang tau juga mereka dapat rewerd apa
(Wawancara Tgl )
Dari pernyataan Informan kurang paham apa yang di tanyakanmaka peneliti
Untuk memperjelas Informasi peneliti Melakukan wawancara kepada “SM”
selaku Kasubsi Keamanan dan ketertipan, beliau menuturkan:
Untuk prosestanya saja ke kasubsi pembinaan dia punya bagian itu,
kemudian ada sangksi karena kalau tidak ada sangksi WBP itu hanya akan
membuat sesuka mereka makanya kalau buat pelanggaran lapas tidak akan
memberikan hak-hak mereka contohnya tidak mendapat pengusulan remisi
52
dan jika mengikuti program dengan baik maka akan di fasilitasi untuk di
ikut sertakan dalam pengusual remisi atau pemenuhan hak Cuti
mengunjungi keluarga(CMK), Cuti bersyarat (CB) Pembebasan
Bersyarat(PB) dan sebagainya.( Wawancara tgl)
Sesuai penuturan informan bahwa WBP yang ikut program akan mendapat
hak remisi, CMK, CB dan PB, di benarkan juga oleh Informan “SL” selaku
Kasubsi Pembinaan Lapas Tagulandang yang menyatakan saat di wawancarai :
Prosedur dan Prosedur kita hanya mengacu pada aturan yang tadi yaitu
keputusan menteri tahun 2017 tentang tata cara napi bekerja di lapas dan PP
no 31 tahun 1999 tentang pembinaan dan pembimbingan warga binaan
Pemasyarakatan, dan untuk sangksi selamat pelatihan kalau tidak
berkelakuan baik , bias tidak mendapat pengusulan remisi atau semacmnya
tapi kalau berkelakuan baik bisa dapat dan tidak dapat sangksi kemudian
kalau selama pelatihan mereka berkelakuan baik itu akan menjadi
pertimbangan dalam mereka memperoleh remisi, PB, CB, CMB, serta CB
serta bisa mendapat sertifikat (Wawancara Tgl)
Di sini sesuai sesuai keterangan Informan SM dan DW mempunyai keterangan
yang sama keduanya mengiyakan bahwa jika WBP mengikuti program yang baik
akan mendapat penghargaan berupa remisi dll, untuk itu peneliti kemudian
mewawancarai kepada “MS” selaku bendahara, demikian Penuturannya:
Memang benar selama berkelakuan baik mereka akan mendapat pengurangan
masa pidana atau remisi (Wawancara tgl)
Dari data primer di atas bagaimana Informan mengiyakan berkelakuan baik
itu akan menjadi pertimbangan dalam mereka memperoleh remisi, PB, CB, CMB,
serta CB serta bisa mendapat sertifikat.
berkelakuan baik itu akan menjadi pertimbangan dalam mereka memperoleh
remisi, PB, CB, CMB, serta CB serta bisa mendapat sertifikat dari Lapas
Tagulandang. Dari Hasil Wawancara dengan beberapa informan terlihat adanya
kesenjangan. Kesenjangan yang ada di sajikan dalam tabel berikut
53
4.2.2 : Tabel Temuan
Implementasi Program Pelatihan Kemandirian WBP di Lapas
Kelas II Tagulandang
Sub Fokus/Indikator Temuan
Tepat Proses Petugas tidak menguasi prosedur
Sangksi yang tidak ikut tidak di barengi
dengan fasilitas
Jika mengikuti baru mendapat hak remisi dan
dain-lain
Jika mengikuti baru mendapat sertifitkat
Sumber : Diolah oleh peneliti (2022)
4.1 Pembahasan
4.4.1 Implementasi Program Pelatihan Kemandirian Terhadap Warga
Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Tagulandang
Lembaga Pemasyarakatan sebagai salah satu institusi penegak hukum,
merupakan muara dari peradilan pidana yang menjatuhkan pidana penjara kepada
para terpidana. Pelaksanaan hukuman penjara bagi narapidana tidak dilakukan
semata-mata sebagai sebuah upaya balas dendam dan menjauhkan narapidana dari
masyarakat. Melainkan untuk membentuk warga binaan agar dapat menjadi
manusia yang lebih baik, menyadari kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat
serta tidak akan mengulangi tindak pidana yang pernah mereka lakukan, sehingga
mereka dapat berperan aktif kembali ke masyarakat dalam pembangunan bangsa
dan negara.
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan telah mengatur bahwa Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk
melakukan Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) berdasarkan sistem,
kelembagaan dan cara pembinaan yang yang merupakan bagian dari sistem
Pemidanaaan dalam tata peradilan pidana. Sistem Pemasyarakatan juga
sebagaimana Pasal 3 Undang-Undang Pemasyarakatan berfungsi menyiapkan
54
WBP agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat sehingga dapat
berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggungjawab.
Integrasi secara sehat ini dilakukan dengan mengikuti Pasal 15 Undang-Undang
Pemasyarakatan menyatakan bahwa Narapidana wajib mengikuti secara tertib
program Pembinaan dan kegiatan tertentu.
Menurut pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan disebutkan bahwa
Tahapan Pembinaan terdiri dari tiga tahap yakni tahap awal, tahap lanjutan dan
tahap akhir. Selanjutnya melalui Keputusan Menteri Kehakiman Republik
Indonesia Nomor M.02- PK.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan
Narapidana/Tahanan dijelaskan bahwa ruang lingkup Pembinaan adalah
Pembinaan Kepribadian dan Pembinaan Kemandirian.
Menurut Keputusan Menteri Nomor M.02-PK.04.10 Tahun 1990 tersebut
Pembinaan Kemandirian diberikan melalui program-program :
a. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri, misalnya kerajinan
tangan, industri, rumah tangga, reparasi mesin dan alat-alat elektronika dan
sebagainya.
b. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri kecil, misalnya
pengelolaan bahan mentah dari sektor pertanian dan bahan alam menjadi bahan
setengah jadi dan jadi (contoh : mengolah rotan menjadi perabotan rumah tangga,
pengolahan makanan ringan berikut pengawetannya dan pembuatan batu bata,
genteng, batako).
55
c. Keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya masing-masing.
Dalam hal ini bagi mereka yang memiliki bakat tertentu diusahakan
pengembangan bakatnya itu. Misalnya memiliki kemampuan di bidang seni, maka
diusahakan untuk disalurkan ke perkumpulan-perkumpulan seniman untuk dapat
mengem-bangkan bakatnya sekaligus mendapatkan nafkah.
d. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri atau kegiatan pertanian
(perkebunan) dengan menggunakan teknologi madya atau teknologi tinggi,
misalnya industri kulit, industri pembuatan sepatu kualitas ekspor, pabrik tekstil,
industri minyak dan usaha tambak udang.
Implementasi Program Pelatihan Kemandirian Terhadap Warga Binaan di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Tagulandang, program pelatihan kemandirian
yang dilakukan di Lapas Kelas III Tagulandang yang diantaranya, Pelatihan
Teknik Perkayuan (Mebeler), Pelatihan Teknik Las Dasar, itu semua masih
dianggap kurang baik oleh warga binaan, dikarenakan sering tidak adanya
pelatihan, serta pelatihan yang tidak sesuai minat dari warga binaan, dan masih
kurangnya peralatan untuk pelatihan yang belum memadai, serta belum adanya
mentor yang baik, yang mengakibatkan jalannya program pelatihan kemandirian
belum maksimal.
Jika kita melihat pengetian kebijakan Menurut Nugroho kebijakan publik
adalah setiap keputusan yang dibuat oleh negara, sebagai strategi untuk
merealisasikan tujuan dari negara. Jadi jika kita menyelaraskan dengan fokus
penelitian maka Kebijakan pembinaan kemandirian suatu pembinaan di Lembaga
Pemasyarakatan tergantung dari sistem pembinaan yang dilakukan, dalam hal ini
diperlukan sosialisasi terhadap warga binaan tentang pembinaan kemandirian
56
sehingga warga binaan dapat memahaminya. sebagai bekal untuk dirinya setelah
keluar dari Lembaga Pemasyarakatan tersebut
Di kaitkan dengan Regulasi Menurut pasal 7 Peraturan Pemerintah
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan
Pemasyarakatan disebutkan bahwa Tahapan Pembinaan terdiri dari tiga tahap
yakni tahap awal, tahap lanjutan dan tahap akhir. Selanjutnya melalui Keputusan
Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.02- PK.04.10 Tahun 1990
Tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan dijelaskan bahwa ruang lingkup
Pembinaan adalah Pembinaan Kepribadian dan Pembinaan Kemandirian.
Pada penelitian ini Implementasi Program Pelatihan Kemandirian Terhadap
Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Tagulandang menggunakan
grand theory Kebijakan Publik. Menurut William Dun Kebijakan publik adalah
strategi untuk mengantar masyarakat pada masyarakat awal, memasuki
masyarakat pada masa transisi, untuk menuju masyarakat yang dicita-citakan.
Selanjutnya tentang Implemantasi Kebijakan dalam hal ini Implementasi Program
Pelatihan Kemandirian Terhadap Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas III Tagulandang Menurut Riant Nugroho ada lima prinsip-prinsip pokok
dalam implementasi kebijakan publik. (1) apakah kebijakannya sendiri sudah
tepat. (2) tepat pelaksananya. (3) tepat target. (4) tepat lingkungan. (5) tepat
proses.
Menurut pandangan Riant Nugroho untuk indikator pertama yaitu apakah
Kebijakan itu sendiri sudah tepat Ketepatan kebijakan ini dinilai dari sejauh mana
kebijakan yang telah ada bermuatan hal-hal yang memang memecahkan masalah
yang hendak dipecahkan, dapat di simpulkan bagaimana Petugas Kurang Paham
57
dengan Aturan yang berlaku dalam menjalankan pelayanan public khususnya
pelatihan kemandirian di Lapas Tagulandang, kemudian juga bagaimana Petugas
memiliki Pemahaman yang berbeda atas dasar Aturan yang menjadi dasar akan
setiap kegiatan dan pelayanan untuk tujuan pelatihan, serta di temui di lapangan
Kurangnya Sarana dan Prasarana dalam menunjang Program khusus peralatan
menjadikan WBP kurang motivasi dalam mengikuti Program pembinaan
Kemandirian yang sudah di programkan kantor karena Belum ada SOP yang jelas
tentang Program tersebut jadi dalam hal ini Standartnya belum ada.
Selanjutnya indikator tepat pelaksanaan di sini bagaiman peneliti melihat
Alat Praktek sebagian besar Rusak Berat jadi sangat-sangat tidak menjunjang
dalam pelaksanaan program pelatihan, sehingga dari BMN sudah mengusulkan
untuk penghapusan agar bisa di ganti baru tapi sampai saat ini belum di setujui
karena harus melewati prosedur birokrasi yang panjang mengakibatkan pelayanan
jadi kurang maksimal dalam memberi pelatihan pada WBP dan menghambat akan
pengusulan pengadaan alat baru, menjadi lebih lama proses karena samapai
peneliti turun lapangan dana kemandirian masih terblokir tidak tau sebabnya.
Kemudian Indikator Tepat Target di mana kerusakan alat menjadi momok
yang sangat menghambat di karenakan ini menjadi hal yang sangat penting untuk
proses pembinaan namun nyatanya alat yang rusak berat juga belum ada
penghapusan dan ini menjadi kesulitan pengadaan alat baru karena alat lama
belum terhapus, dan peneliti menemukan bahwa perekrutan WBP sudah tidak
sesuai dengan prosedur di akrenakan pertimbangan hanya sedikit dan program
kadang sudah tidak sesuai hanya sesuai kebijakan pimpinan.
58
Selanjutnya Indikator Tepat Lingkungan peneliti mendapat bagaimana ada
perbedaan penilaian petugas mengenai antusias WBP terhadap pelatihan , petugas
mesih berpikir semua WBP antusias sedangan menurut WBP meneka kurang
begitu antusias karena pelatihan tak menjawab akan minat bakat mereka, namun
kabar baiknya sudah ada masyarakat yang menjadi konsumen produk-produk
WBP dengan produk unggulan dari Lapas Tagulandang yaitu kayu dan Meja/
Selanjutnya Indikator Tepat Proses dapat di katakana Petugas belum
menguasi prosedur padahal harusnya petugas dapat singkron dan menguasai
prosedur ada tidak ada kesalahan administrasi kemudian sangksi kepada
ketidakaktifan WBP sedangkan tidak di barengi dengan fasilitas mengakibatkan
program kurang berjalan dengan baik, menjadi kurang fair karena kalau mengikuti
dengan baik baru mendapat hak remisi CB, CMK dan PB, sedangkan peralatan
kurang tentu akan sangat berpengaruh pada perekrutan jadi tidak semua dapat ikut
, dan yang tidak ikut menjadi PR bagi Lapas untuk memfasilitasi agar hak dapat
terpenuhi berua remisi Cb dan lain-lain kalau untuk sertifikat sudah tepat untuk
penerima mereka yang mengikuti program.
Melihat pembahasan dari Indikator-Indikator di atas masih sangat banyak
kesenjangan yang terjadi Petugas Pemasyarakatan Belum mengtahui sepenuhnya
terkait Regulasi yang mendasari Program Pelatihan kemandirian di Lapas Kelas III
Tagulandang, padahal Jelas setiap Pegawai harus mengtahui karena jalannya Kebijakan
Program Ini sangat berkaitan dan berkesinambungan, baik dari segi adminisrtasi
pembiayaan di bidang perbendaharaan serta di bidang keamanan, tapi nyatanya
Bendahara dan Komandan Keamanan belum mengetahui Regulasi
Tersebutmengakibatkan WBP kurang antusias karena tidak sesuai dengan Bakat mereka.
Dapat di tarik kesimpulan pada akhir fokus berdasarkan indikator-
59
indikator yang di jabarkan peran pemerintah di sini sangat penting untuk
menjalankan Kebijakan Implementasi Program Pelatihan Kemandirian Terhadap
Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Tagulandang di butuhkan
ketegasan dan pemahaman aturan yang baik berdasarkan Indikator yang di
jabarkan Menurut Riant lima prinsip-prinsip pokok dalam implementasi kebijakan
publik, niscaya mulai dari sosialisasi bisa berjalan dengan baik dan WBP bisa
penuh kesadaran mengikuti program pelatihan untuk keberlangsungan proses re
integrasi social dalam tujuan sistem pesmasyarakatan yang berdasarkan pancasila.
60
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari data penelitian yang sudah di analisis dan sudah di
bahas dalam pembahasan dari hasil penelitian yang sudah di uraikan dapat di tarik
kesimpulan sebagai berikut :
1). -Petugas Pemasyarakatan Belum mengtahui sepenuhnya terkait Regulasi yang
mendasari Program Pelatihan kemandirian di Lapas Kelas III Tagulandang, padahal Jelas
setiap Pegawai harus mengtahui karena jalannya Kebijakan Program Ini sangat berkaitan
dan berkesinambungan, baik dari segi adminisrtasi pembiayaan di bidang perbendaharaan
serta di bidang keamanan, tapi nyatanya Bendahara dan Komandan Keamanan belum
mengetahui Regulasi Tersebut,2).-WBP kurang antusias karena tidak sesuaidengan Bakat
mereka.3).-Program Pembinaan tidak di sediakan Sarana dan Prasarana yang memadai
untuk di jalankannya program pembinaan di Lapas Tagulandang.4).-Anggaran yang
tersedia begitu berbelit-belit untuk di cairkan sedangan di sisi lain di tuntut PNBP dalam
penyetoran ke KAS negara.
5). Sebagian besar alat penunjang Pelatihan rusak berat,6). Proses penghapusan
alat rusak mandek,6). Tidak adanya SOP yang jelas dalam Program baik dalam
perekrutan WBP, pemeliharaan Alat dan jalannya pekerjaan,7).Sudah hampir selesai
Semester 1 Dana Kemandirian Masih terblokir untuk pengadaan Alat, mengakibatkan
jalannya Program Kemandirian tidak jalan maksimal, 8).Tidak adanya sosialisasi
mengenai Tujuan, dan cara kerja dari Program Kerja Kemandirian di lapas
Tagulandang,9). WBP yang bekerja akan di fasilitasi untuk pengurangan hukuman berupa
remisi , pengurusan CB, Pengurusan CMB, dan PB
61
Saran
Berdasarkan Kesimpulan yang peneliti jabarkan di atas maka peneliti
merekomendasikan Saran Sebagai Berikut :
1). -Petugas Pemasyarakatan agar dapat mempelajari sepenuhnya terkait Regulasi
yang mendasari Program Pelatihan kemandirian di Lapas Kelas III Tagulandang, karena
jalannya Kebijakan Program Ini sangat berkaitan dan berkesinambungan, baik dari segi
adminisrtasi pembiayaan di bidang perbendaharaan serta di bidang keamanan, ,2). Agar
ada formula kepada WBP agar antusias mngikuti program.3).- Agar Program Pembinaan
berjalan baik harus di sediakan Sarana dan Prasarana yang memadai untuk di
jalankannya program pembinaan di Lapas Tagulandang.4).pengurusan Anggaran bisa di
carikan solusi untuk di cairkan solusi untuk di cairkan segera karena semakin lama cair
akan sangat berpengaruh dalam proses pelatihan.
5). Alat penunjang Pelatihan yang rusak berat bisa di perbaiki yang masih boleh
di perbaiki,6). Percepat Proses penghapusan alat rusak agar segera dapat gantinya,6).
harus SOP yang jelas dalam Program baik dalam perekrutan WBP, pemeliharaan Alat dan
jalannya pekerjaan,7).agar segera mengurus Dana Kemandirian yang Masih terblokir
untuk pengadaan Alat, supaya jalannya Program Kemandirian berjalan maksimal,
8).harus sosialisasi mengenai Tujuan, dan cara kerja dari Program Kerja Kemandirian di
lapas Tagulandang,9).ada formula agar bukan WBP yang bekerja akan di fasilitasi untuk
pengurangan hukuman berupa remisi , pengurusan CB, Pengurusan CMB, dan PB, tetaoi
semua maka dari itu sangat di sarankan untuk perbaikan sarana dan prasarana terlebih alat
kerja untuk menunjang pekerjaan dan bisa menjangkau semua minat dan bakat WBP

More Related Content

Similar to Impementasi Program Kemandirian di Lapas Tagulandang.docx

Prposal Skiripsi Intan.docx
Prposal Skiripsi Intan.docxPrposal Skiripsi Intan.docx
Prposal Skiripsi Intan.docxAmsalNasution1
 
Kuliah Kerja Mahasiswa 14
Kuliah Kerja Mahasiswa 14Kuliah Kerja Mahasiswa 14
Kuliah Kerja Mahasiswa 14Gilang Jupriono
 
PEDOMAN PKM LPPM 2023 IAI TAZKIA NEW.pdf
PEDOMAN PKM LPPM 2023 IAI TAZKIA NEW.pdfPEDOMAN PKM LPPM 2023 IAI TAZKIA NEW.pdf
PEDOMAN PKM LPPM 2023 IAI TAZKIA NEW.pdfnurhendrasto2
 
2. Analisis Isu Kontemporer.pdf
2. Analisis Isu Kontemporer.pdf2. Analisis Isu Kontemporer.pdf
2. Analisis Isu Kontemporer.pdfFikriyaSholihatin1
 
Analisis_isu_kontemporer.pdf
Analisis_isu_kontemporer.pdfAnalisis_isu_kontemporer.pdf
Analisis_isu_kontemporer.pdfOtoNurFaLah1
 
Percepatan pemberantasan korupsi
Percepatan pemberantasan korupsiPercepatan pemberantasan korupsi
Percepatan pemberantasan korupsiEko Supriyadi
 
Laporan pkm penyuluhan kespro
Laporan pkm penyuluhan kesproLaporan pkm penyuluhan kespro
Laporan pkm penyuluhan kesproAyunina2
 
Laporan kkn desa damarsi m nasrulloh B14170020
Laporan kkn desa damarsi m nasrulloh B14170020Laporan kkn desa damarsi m nasrulloh B14170020
Laporan kkn desa damarsi m nasrulloh B14170020Muhammad Nasrulloh
 
Kb 1 konsep keperawatan komunitas
Kb 1 konsep keperawatan komunitasKb 1 konsep keperawatan komunitas
Kb 1 konsep keperawatan komunitaspjj_kemenkes
 
CJR PERENCANAAN BISNIS
CJR PERENCANAAN BISNISCJR PERENCANAAN BISNIS
CJR PERENCANAAN BISNISLinda Rosita
 
Tugas uas max webber
Tugas uas max webberTugas uas max webber
Tugas uas max webberW. Riany
 
1. whole of government
1. whole of government1. whole of government
1. whole of governmentdillaazhar
 
Modul whole of government cetak
Modul whole of government cetakModul whole of government cetak
Modul whole of government cetakHarun Surya
 
Kerangka Karangan Ilmiah_Bahasa Indonesia 22 (1) (2).docx
Kerangka Karangan Ilmiah_Bahasa Indonesia 22 (1) (2).docxKerangka Karangan Ilmiah_Bahasa Indonesia 22 (1) (2).docx
Kerangka Karangan Ilmiah_Bahasa Indonesia 22 (1) (2).docxMAldiPutra1
 
15213768 perilaku gerakan koperasi indonesia terhadap pertumbuhan ekonomi
15213768   perilaku gerakan koperasi indonesia terhadap pertumbuhan ekonomi15213768   perilaku gerakan koperasi indonesia terhadap pertumbuhan ekonomi
15213768 perilaku gerakan koperasi indonesia terhadap pertumbuhan ekonomiRisky Saputra
 

Similar to Impementasi Program Kemandirian di Lapas Tagulandang.docx (20)

Prposal Skiripsi Intan.docx
Prposal Skiripsi Intan.docxPrposal Skiripsi Intan.docx
Prposal Skiripsi Intan.docx
 
Kuliah Kerja Mahasiswa 14
Kuliah Kerja Mahasiswa 14Kuliah Kerja Mahasiswa 14
Kuliah Kerja Mahasiswa 14
 
PEDOMAN PKM LPPM 2023 IAI TAZKIA NEW.pdf
PEDOMAN PKM LPPM 2023 IAI TAZKIA NEW.pdfPEDOMAN PKM LPPM 2023 IAI TAZKIA NEW.pdf
PEDOMAN PKM LPPM 2023 IAI TAZKIA NEW.pdf
 
PBAK-Komprehensif.pdf
PBAK-Komprehensif.pdfPBAK-Komprehensif.pdf
PBAK-Komprehensif.pdf
 
2. Analisis Isu Kontemporer.pdf
2. Analisis Isu Kontemporer.pdf2. Analisis Isu Kontemporer.pdf
2. Analisis Isu Kontemporer.pdf
 
Analisis_isu_kontemporer.pdf
Analisis_isu_kontemporer.pdfAnalisis_isu_kontemporer.pdf
Analisis_isu_kontemporer.pdf
 
Percepatan pemberantasan korupsi
Percepatan pemberantasan korupsiPercepatan pemberantasan korupsi
Percepatan pemberantasan korupsi
 
Laporan pkm penyuluhan kespro
Laporan pkm penyuluhan kesproLaporan pkm penyuluhan kespro
Laporan pkm penyuluhan kespro
 
Laporan kkn desa damarsi m nasrulloh B14170020
Laporan kkn desa damarsi m nasrulloh B14170020Laporan kkn desa damarsi m nasrulloh B14170020
Laporan kkn desa damarsi m nasrulloh B14170020
 
Makalah home care relawan 2018
Makalah home care relawan 2018Makalah home care relawan 2018
Makalah home care relawan 2018
 
Kb 1 konsep keperawatan komunitas
Kb 1 konsep keperawatan komunitasKb 1 konsep keperawatan komunitas
Kb 1 konsep keperawatan komunitas
 
CJR PERENCANAAN BISNIS
CJR PERENCANAAN BISNISCJR PERENCANAAN BISNIS
CJR PERENCANAAN BISNIS
 
Fajar pitarsi dharma ak tekstil solo 8 mei 2018
Fajar pitarsi dharma ak tekstil solo 8 mei 2018Fajar pitarsi dharma ak tekstil solo 8 mei 2018
Fajar pitarsi dharma ak tekstil solo 8 mei 2018
 
Tugas uas max webber
Tugas uas max webberTugas uas max webber
Tugas uas max webber
 
PROPOSAL PENELITIAN KOPERASI
PROPOSAL PENELITIAN KOPERASIPROPOSAL PENELITIAN KOPERASI
PROPOSAL PENELITIAN KOPERASI
 
Power point
Power pointPower point
Power point
 
1. whole of government
1. whole of government1. whole of government
1. whole of government
 
Modul whole of government cetak
Modul whole of government cetakModul whole of government cetak
Modul whole of government cetak
 
Kerangka Karangan Ilmiah_Bahasa Indonesia 22 (1) (2).docx
Kerangka Karangan Ilmiah_Bahasa Indonesia 22 (1) (2).docxKerangka Karangan Ilmiah_Bahasa Indonesia 22 (1) (2).docx
Kerangka Karangan Ilmiah_Bahasa Indonesia 22 (1) (2).docx
 
15213768 perilaku gerakan koperasi indonesia terhadap pertumbuhan ekonomi
15213768   perilaku gerakan koperasi indonesia terhadap pertumbuhan ekonomi15213768   perilaku gerakan koperasi indonesia terhadap pertumbuhan ekonomi
15213768 perilaku gerakan koperasi indonesia terhadap pertumbuhan ekonomi
 

Impementasi Program Kemandirian di Lapas Tagulandang.docx

  • 1. i DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………....1 1.1 Latar Belakang Masalah...……………………...........……………......…...1 1.2 Rumusan Masalah ………...………………………….…......….............…6 1.3 Fokus Penelitian 1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................................7 1.5 Manfaat Penelitian……………..........................……………..………..….7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………..9 2.1 Implementasi Kebijakan …………………....……………………………..9 2.2 Konsep Kebijakan Publik………………………………………………...11 2.3 Warga Binaan Pemasyarakatan…….......………………………………...13 2.4 Lembaga Pemasyarakatan……….......…………………………………...20 2.5 Regulasi Terkait ........................................................................................23 2.6 Penelitian Terdahulu……….......………………………………….……..25 2.7 Relevansi Dengan Program Studi……......……………………….…..…27 BAB III METODE PENELITIAN………………………………………………29 3.1 Pendekatan Penelitian…………………….......………………………….29 3.2 Fokus Dan Deskripsi Penelitian …...……………….……………………30 3.3 Lokasi Penelitian……....................……………....……………................31 3.4 Sumber Data………….......………………………………………………31 3.5 Teknik Pengumpulan Data………………………......…………….……..32 3.6 Analisis Data..............................................................................................33 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................35
  • 2. 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan masyarakat, semua tindakan orang dibatasi oleh aturan untuk berbuat dan berperilaku santun dan sesuai yang dianggap baik oleh masyarakat. Penyimpangan sosial di masyarakat kerap terjadi, dimanapun dan dilakukan oleh siapapun. Penyimpangan sosial adalah suatu tindakan yang tidak sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam suatu sistem, baik dalam sudut pandang agama maupun sosial kemasyarakatan. Hal ini terjadi karena adanya kondisi yang dapat mendorong seseorang untuk melakukan tindak penyimpangan sosial tersebut, diantaranya di pengaruhi oleh, faktor ekonomi, tingginya angka pengangguran, adanya rasa kecemburuan sosial dengan masyarakat lain serta adanya rasa ingin cepat menyelesaikan masalah. Upaya-upaya yang dilakukan dalam mengatasi penyimpangan sosial adalah memberikan sanksi atau hukuman yang tegas untuk memberikan efek jera terhadap pelaku penyimpangan sosial, memberikan penyuluhan-penyuluhan sosial serta memberikan pembinaan terhadap pelaku penyimpangan sosial. Upaya tersebut dapat diperoleh oleh pelaku penyimpangan sosial di Lembaga Pemasyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan sebagai salah satu institusi penegak hukum, merupakan muara dari peradilan pidana yang menjatuhkan pidana penjara kepada para terpidana. Pelaksanaan hukuman penjara bagi narapidana tidak dilakukan semata-mata sebagai sebuah upaya balas dendam dan menjauhkan narapidana dari masyarakat. Melainkan untuk membentuk warga binaan agar dapat menjadi
  • 3. 3 manusia yang lebih baik, menyadari kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat serta tidak akan mengulangi tindak pidana yang pernah mereka lakukan, sehingga mereka dapat berperan aktif kembali ke masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan telah mengatur bahwa Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara pembinaan yang yang merupakan bagian dari sistem Pemidanaaan dalam tata peradilan pidana. Sistem yang dimaksudkan diatas adalah sistem Pemasyarakatan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Pemasyarakatan yang diartikan sebagai suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan WBP berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara Pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas WBP agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab. Sistem Pemasyarakatan juga sebagaimana Pasal 3 Undang-Undang Pemasyarakatan berfungsi menyiapkan WBP agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggungjawab. Integrasi secara sehat ini dilakukan dengan mengikuti Pasal 15 Undang-Undang Pemasyarakatan menyatakan bahwa
  • 4. 4 Narapidana wajib mengikuti secara tertib program Pembinaan dan kegiatan tertentu. Menurut pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan disebutkan bahwa Tahapan Pembinaan terdiri dari tiga tahap yakni tahap awal, tahap lanjutan dan tahap akhir. Selanjutnya melalui Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.02- PK.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan dijelaskan bahwa ruang lingkup Pembinaan adalah Pembinaan Kepribadian dan Pembinaan Kemandirian. Menurut Keputusan Menteri Nomor M.02-PK.04.10 Tahun 1990 tersebut Pembinaan Kemandirian diberikan melalui program-program : a. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri, misalnya kerajinan tangan, industri, rumah tangga, reparasi mesin dan alat-alat elektronika dan sebagainya. b. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri kecil, misalnya pengelolaan bahan mentah dari sektor pertanian dan bahan alam menjadi bahan setengah jadi dan jadi (contoh : mengolah rotan menjadi perabotan rumah tangga, pengolahan makanan ringan berikut pengawetannya dan pembuatan batu bata, genteng, batako). c. Keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya masing-masing. Dalam hal ini bagi mereka yang memiliki bakat tertentu diusahakan pengembangan bakatnya itu. Misalnya memiliki kemampuan di bidang seni, maka
  • 5. 5 diusahakan untuk disalurkan ke perkumpulan-perkumpulan seniman untuk dapat mengem-bangkan bakatnya sekaligus mendapatkan nafkah. d. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri atau kegiatan pertanian (perkebunan) dengan menggunakan teknologi madya atau teknologi tinggi, misalnya industri kulit, industri pembuatan sepatu kualitas ekspor, pabrik tekstil, industri minyak atsiri dan usaha tambak udang. Untuk memperkuat pelaksanaan tugas dan fungsi Pemasyarakatan terutama dalam lingkup Pembinaan Kemandirian. Dan salah satu tempat pembinaan bagi warga binaan yaitu di Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Tagulandang yang terletak di Kelurahan Bahoi, Kecamatan Tagulandang, Kabupaten Siau Tagulandang Biaro, Sulawesi Utara. Warga Binaan Pemasyarakatan masuk ke Lembaga Pemasyarakatan sebagian besar didasarkan oleh masalah perekonomian dimana tingkat pengangguran yang cukup besar dan kurangnya keterampilan yang mereka miliki sehingga menghalalkan semua cara untuk memenuhi kebutuhan ekonomi yang semakin rumit sehingga menimbulkan tindak yang melanggar norma hukum yang berlaku di masyarakat dengan melakukan tindakan menyimpang, seperti menjual obat-obatan terlarang, pencurian maupun pembunuhan. Dalam hal ini dibutuhkan pembinaan kemandirian yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan, sehingga warga binaan nantinya dapat menjadi manusia yang berkualitas dan mampu berperan dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Warga binaan pada hakikatnya adalah manusia yang kehilangan kemerdekaan, akan tetapi memiliki hak yang sama dalam mendapatkan pembinaan. Narapidana juga dapat berperan dalam pertumbuhan ekonomi, baik
  • 6. 6 itu di dalam Lapas maupun setelah keluar dari Lapas dalam artian selesai menjalani hukuman. Dalam meningkatkan kesejahteraan warga binaan, sistem pembinaan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan yaitu ditekankan dengan kegiatan pembinaan dan pelatihan bagi narapidana (warga binaan). Ruang lingkup pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan dibagi menjadi dua yakni pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian. Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Tagulandang merupakan salah satu tempat pembinaan kemandirian bagi warga binaan, salah satunya adanya program pelatihan kemandirian di dalam Lapas tersebut yang dapat melatih warga binaan untuk mendapat keterampilan yang nantinya sangat berguna bagi warga binaan untuk kembali berperan aktif dalam lingkungan masyarakat setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan. Tercapainya suatu pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan tergantung dari sistem pembinaan yang dilakukan, dalam hal ini diperlukan sosialisasi terhadap warga binaan tentang pembinaan kemandirian sehingga warga binaan dapat memahaminya. Serta dari warga binaan itu tersendiri, hal ini dapat dilihat dari bagaimana program pelatihan kemandirian yang dilakukan sebagai wadah pelatihan bagi warga binaan sebagai bekal untuk dirinya setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan tersebut. Tapi pada kenyataannya program pelatihan kemandirian di Lapas Kelas III Tagulandang belum berjalan dengan baik, dan berdasarakan observasi awal yang dilakukan program pelatihan kemandirian yang dilakukan di Lapas Kelas III Tagulandang yang diantaranya, Pelatihan Teknik Perkayuan (Mebeler), Pelatihan Teknik Las Dasar, itu semua masih dianggap kurang baik oleh warga binaan, dikarenakan sering tidak adanya pelatihan, serta pelatihan yang tidak sesuai minat
  • 7. 7 dari warga binaan, dan masih ada dari warga binaan yang merasa seperti pembantu saat dilakukannya pembinaan kemandirian, adapun peralatan untuk pelatihan yang belum memadai, serta belum adanya mentor yang baik, yang mengakibatkan jalannya program pelatihan kemandirian belum maksimal. Sehingga dari 27 (Dua puluh tujuh) warga binaan di lapas tagulandang hanya 12 (dua belas) warga binaan yang terlibat dalam pelatihan. Adapun dari 27 (dua puluh tujuh) warga binaan ada 4 (Empat) warga binaan yang sudah beberapa kali merasakan masuk kedalam lembaga pemasyarakatan yang sering disebut (Residivis). Dan ada salah satu warga binaan (LM) kasus pencurian yang sudah Residivis disaat diwawancarai mengatakan bahwa dia melakukan kejahatan kasus pencurian kembali setelah bebas dikarenakan faktor ekonomi, serta salah satunya dia merasa tidak memilki keahlian apapun. Sehingga mengindikasikan sistem pemasyarakatan di Lapas Kelas III Tagulandang lewat program pelatihan kemandirian belum berjalan dengan baik. Itulah yang membuat bakat dan talenta warga binaan belum bisa tersalurkan dengan baik mengakibatkan masih banyak yang menjadi Residivis karena belum siap di masyarakat. Dengan latar belakang ini lah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Implementasi Program Pelatihan Kemandirian Terhadap Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Tagulandang”. 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian tersebut di atas maka peneliti merumuskan sub-sub masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana implementasi program pelatihan kemandirian terhadap warga
  • 8. 8 binaan di Lapas Kelas III Tagulandang? 1.3 Fokus Penelitian Fokus penelitian ini merupakan batas peneliti agar jelas ruang lingkup yang akan diteliti. Oleh karena itu, peneliti memfokuskan penelitian ini mengenai Implementasi Program Pelatihan Kemandirian Terhadap Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Tagulandang khususnya bagaimana ketersediaan sarana dan prasarana alat sebagai penunjang pelatihan 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut yang ada di atas maka adapun tujuan penelitian dikemukakan sebagai berikut: a. Untuk mengetahui bagaimana implementasi program pelatihan kemandirian terhadap warga binaan di Lapas Kelas III Tagulandang. 1.5 Manfaat Penelitian Kegunaan yang diperoleh dalam penelitian skripsi ini mencakup dua, antara lain: a. Manfaat teoritis 1) Dengan adanya penelitian ini menambah pengalaman peneliti di lapangan, juga dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan dimasa yang akan datang. 2) Menambah wawasan berfikir peneliti tentang implementasi program pelatihan kemandirian terhadap warga binaan yang dilakukan di Lapas. 3) Mengetahui faktor penghambat yang dihadapi dalam menjalankan program
  • 9. 9 pelatihan kemandirian terhadap warga binaan di Lapas. b. Manfaat praktis 1) Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengetahui bagaimana implementasi program pelatihan kemandirian terhadap warga binaan di Lapas Kelas III Tagulandang. 2) Diharapkan penelitian ini dapat berguna sebagai bahan wacana baru yang dapat memberikan inspirasi dan motivasi bagi pembaca.
  • 10. 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Public Pada dasarnya kebijakan public diartikan sebagai asas atau konsep yang dijadikan sebagai acuan besar atau garis haluan dalam melaksanakan sebuah pekerjaan. Kebijakan public menjadi sebuah dasar perencanaan dalam melaksanakan kepemimpinan dan cara beritndak dalam menyelenggaraan pemerintahan dan organisasi yang didalamnya terkandung tujuan, cita-cita, prinsip bahkan pedoman dasar manajemen yang digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Sebuah konsep kebijakan public perlu untuk dikaji terlebih dahulu sebelum diterapkan di lingkungan masyarakat. Menurut Nugroho (2012:122-123) kebijakan publik atau Publik Policy dalam bukunya Publik Policy adalah ”Any of State or Governmental (as the holder of the authority) decision to manage publik life (as the sphere) in order to reach the misssion of the nation (remember, nation in consist of two institutions : state and society )”. setiap keputusan yang dibuat oleh negara, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan dari negara. Kebijakan publik adalah strategi untuk mengantar masyarakat pada masyarakat awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju masyarakat yang dicita-citakan. Kebijakan Publik menurut William N Dunn (dalam Pasolong, 2013) adalah suatu rangkaian pilihan-pilihan yang saling berhubungan yang dibuat oleh lembaga atau pejabat pemerintahan pada bidang-bidang yang menyangkut tugas pemerintahan, seperti pertahanan
  • 11. 11 keamanan, energi, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan masyarakat, kriminalitas, perkotaan dan lain-lain. Menurut kamus admnistrasi publik, Chandler dan Plano (dalam hakim 24:2011) kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya-sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Bahkan Chandler dan Plano juga beranggapan bahwa kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang kontinum oleh pemerintah demi kepentingan orang-orang yang tidak berdaya dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan dapat ikut berpartisipasi dalam pemerintahan. Dari beberapa pendapat di atas dapat dikatakan bahwa kebijakan publik adalah sebuah pilihan atau strategi yang akan dilakukan ataupun tidak dilakukan oleh pemerintah dalam rangka untuk mencapai tujuan dalm hal ini keejahteraan masyarakat. 2.2 Implementasi Kebijakan Publik Implementasi berasal dari Bahasa Inggris yaitu implement yang berarti mengimplementasikan. Implementasi merupakan penyediaan sarana untuk melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu. Sesuatu tersebut dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat itu dapat berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga- lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan. Implementasi sebagai ‘getting done “and” doing it’. Dari rumusan yang sederhana ini, kemudian dikatakan bahwa, “kesederhanaan rumusan seperti itu tidak berarti implementasi kebijaksanaan merupakan suatu proses kebijakan yang
  • 12. 12 dapatdilakukan dengan mudah.” Dilanjutkannya bahwa implementasi membutuhkan sumberdaya (resources) seperti orang atau pelaksana, uang dan kemampuan organisasi. (Jones dalam Tachan, 2011:86). Implementasi kebijakan merupakan tahap yang bersifat praktis dan berbeda dengan formulasi kebijakan sebagai tahap yang bersifat teoritis.”Policy implementation is the application by government`s administrative machinery to the problems Andersondalam Tachan (1978:25). “policy implementation,… is the stage of policy making between establishment of a policy…And the consequences of the policy for the people whom it affects” Edward III dalam Tachan(1980:1). Implementasi kebijakan publik merupakan suatu tahapan proses kebijakan publik sekaligus studi yang sangat krusial. Dinilai krusial karena bagaimanapun baiknya suatu kebijakan, namun apabila tanpa melalui suatu persiapan dan perencanaan yang baik dalam implementasinya, maka tujuan kebijakan itu tidak akan terwujud. Begitupun sebaliknya, apabila telah melalui persiapan dan perencanaan implementasi yang cukup matang, namun dalam perumusan kebijakan itu sendiri tidak baik maka tujuan kebijakan tidak akan terwujud pula. Lalu apakah yang dimaksud dengan implementasi kebijakan? dengan mengutip kamus Webster, bahwa implementasi diartikan sebagai ‘to provide the means for carryng out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); to give pratical effect to (menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu)’. Implementasi berarti menyediakan sarana untuk melaksanakan suatu kebijakan dan dapat menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu tertentu Menurut (Wahab dalam Tachan 2005:64). Berdasakan penjelasan di atas, menyimpulkan
  • 13. 13 bahwa implementasi kebijakan publik merupakan proses kegiatan adminsitratif yang dilakukan setelah kebijakan ditetapkan dan disetujui. (Tachjan 2006i:25) Kegiatan ini terletak di antara perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan. Implementasi kebijakan mengandung logika top-down, maksudnya menurunkan atau menafsirkan alternatif-alternatif yang masih abstrak atau makro menjadi alternatif yang bersifat konkrit atau mikro. Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam proses kebijakan. Artinya implementasi kebijakan menentukan keberhasilan suatu proses kebijakan dimana tujuan serta dampak kebijakan dapat dihasilkan. Pentingnya implementasi kebijakan ditegaskan bahwa: “The execution of policies is as important if not more important than policy making. Policy will remain dreams or blue prints jackets unless they are implemented” (Udoji dalam Agustinodalam Tachan (2006:154). Dengan bertumpu pada pendapat tersebut, maka dapat diambil suatu kesimpulan pengertian bahwa implementasi adalah suatu proses yang melibatkan sejumlah sumber yang termasuk manusia, dana dan kemampuan organisasional yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta. Proses tersebut dilakukan untuk merealisasikan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pembuat kebijakan. Sementara dalam pelaksanaan kebijakan merupakan suatu proses untuk mewujudkan kebijakan “yang masih abstrak” ke dalam realita. (Wahab, dalam Tachan 2011). Sejalan dengan pendapat tersebut, mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai ‘tindakan yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta baik secara individu maupun kelompok yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan
  • 14. 14 sebagaimana dirumuskan di dalam kebijakan’ (van Meter dan van Horn dalam Tachan, 2005:26). Seterusnya Menurut Riant Nugroho (2011 : 650) mengungkapkan ada lima prinsip-prinsip pokok dalam implementasi kebijakan publik, (1) apakah kebijakannya sendiri sudah tepat. Ketepatan kebijakan ini dinilai dari sejauh mana kebijakan yang telah ada bermuatan hal-hal yang memang memecahkan masalah yang hendak dipecahkan, (2) tepat pelaksananya. Aktor implementasi kebijakan tidak hanyalah pemerintah. Ada tiga lembaga yang menjadi pelaksana, yaitu pemerintah, kerjasama antara pemerintah masyarakat/swasta, atau implementasi kebijakan yang diswastakan, (3) tepat target. Ketepatan berkenaan dengan tiga hal. Pertama, apakah target yang diintervensi sesuai dengan yang direncanakan, apakah tidak ada tumpang tindih dengan intervensi lain, atau tidak bertentangan dengan intervensi kebijakan lain. Kedua, apakah targetnya dalam kondisi siap untuk diintervensi atau tidak. Ketiga apakah intervensi implementasi kebijakan bersifat baru atau memperbaharui implementasi kebijakan sebelumnya, (4) tepat lingkungan, ada dua lingkungan yang paling menentukan yaitu lingkungan kebijakan dalam artian interaksi antara lembaga perumus kebijakan dan pelaksana kebijakan dengan lembaga lain yang terkait. Yang kedua lingkungan eksternal kebijakan yang terdiri dari publik opinion yaitu persepsi publik akan kebijakan dan implementasi kebijakan, interpretive institusion yang berkenaan dengan interpretasi lembaga-lembaga strategis dalam masyarakat, seperti media massa, kelompok penekan, dan kelompok kepentingan dalam menginterpretasikan kebijakan dan implementasi kebijakan. Dan indivudual yakini individu-individu tertentu yang mampu
  • 15. 15 memainkan peran penting dalam menginterpretasikan kebijakan dan implementasi kebijakan. (5) tepat proses, disini publik memahami kebijakan sebagai sebuah aturan main yang dipergunakan untuk masa depan, disisi lain pemerintah memahami kebijakan sebagai tugas yang harus dilaksanakan. Memperhatikan uraian di atas, dapat dipahami bahwa implementasi memiliki makna penting. Implementasi bersifat sangat interaktif dengan kegiatan- kegiatan kebijakan yang mendahuluinya. Melalui proses implementasi dapat diketahui sejauh mana suatu kebijakan dapat mengadopsi aspirasi sekaligus menyentuh masyarakat untuk secara sukarela melakukannya sebagai perwujudan rasa tanggungjawabnya terhadap bangsa dan negara. Dengan kata lain, melalui implementasi akan dapat diketahui apakah suatu kebijakan telah menjawab suatu persoalan atau justru sebaliknya. 2.3 Warga Binaan Pemasyarakatan 1. Pengertian Warga Binaan Warga Binaan Pemasyarakatan adalah Narapidana, Anak Didik Dan Klien Pemasyarakat. Atau orang yang menjalani pidana yang hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. Pembagian narapidana atau warga binaan berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan pasal 1 yaitu: a. Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lapas. b. Anak didik pemasyarakatan adalah: 1) Anak pidana adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di Lapas anak yang paling lama sampai berumur 18 tahun; 2) Anak negara yaitu anak yang berdasarkan
  • 16. 16 putusan pengadilan diserahkan pada negara untuk di didik dan ditempatkan di Lapas anak paling lama sampai berumur 18 Tahun; 3) Anak sipil yaitu anak yang atas permintaan orangtua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk di didik di Lapas anak paling lama sampai berumur 18 Tahun. c. Klien pemasyarakatan yang selanjutnya disebut seseorang yang berada dalam bimbingan BAPAS. Dalam rangka pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan (WBP), maka ada penggolongan WBP berdasarkan: a. Umur b. Jenis Kelamin c. Lama pidana yang dijatuhkan d. Kejahatan yang dilakukan, dan 2. Prinsip-prinsip Dasar Pembinaan Narapidana Dalam membina narapidana tidak dapat disamakan dengan kebanyakan orang. Menerima narapidana harus menggunakan prinsip-prinsip yang paling mendasar, kemudian dinamakan prinsip-prinsip dasar pembinaan narapidana. Ada empat komponen penting dalam pembinaan narapidana, yaitu: a. Diri sendiri, yaitu narapidana itu sendiri b. Keluarga, adalah anggota keluarga inti, atau keluarga dekat. c. Masyarakat, adalah orang yang berada disekeliling narapidana pada saat masih diluar Lembaga Pemasyarakatan, dapat masyarakat biasa, pemuka
  • 17. 17 masyarakat, atau pejabat setempat. d. Petugas, dapat berupa petugas kepolisian, pengacara, petugas keagamaan, petugas sosial, petugas Lembaga Pemasyarakatan, rutan, balai hakim, Wasmat dan lain sebagainya. Menurut Suhardjo dalam konferensi Dinas Kepenjaraan di Lembang Bandung, dalam sepuluh prinsip pembinaan dan bimbingan bagi narapidana prinsip-prinsip untuk bimbingan dan pembinaan adalah: 1. Orang yang tersesat harus diayomi dengan memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga negara yang baik dan berguna dalam masyarakat. 2. Penjatuhan pidana bukan pembalasan dendam dari negara. 3. Rasa tobat tidaklah dapat dicapai dengan menyiksa melainkan dengan bimbingan. 4. Negara tidak berhak membuat seseorang narapidana lebih buruk atau lebih jahat daripada sebelum ia masuk Lembaga. 5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus dikenalkan kepada masyarakat dan tidak boleh diasingkan oleh masyarakat. 6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi waktu atau hanya diperuntukkan bagi kepentingan lembaga atau negara saja. Pekerjaan yang diberikan harus ditunjukkan untuk pembangunan negara. 7. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan asas pancasila. 8. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia meskipun ia tersesat. 9. Narapidana itu hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan.
  • 18. 18 10. Sarana fisik lembaga dewasa ini merupakan salah satu hambatan pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan. 3. Hak-Hak Warga Binaan Konsep HAM memiliki dua pengertian dasar, pertama hak-hak yang tidak dapat dipisahkan dan dicabut. Hak-hak ini adalah hak moral yang berasal dari kemanusiaan setiap insan dan hak-hak itu bertujuan untuk menjamin martabat setiap manusia. Kedua, hak menurut hukum, yang dibuat sesuai proses pembuatan hukum masyarakat dari masyarakat itu sendiri, baik secara nasional maupun internasional. Adapun dasar dari hak-hak ini adalah persetujuan orang yang diperintah, yaitu persetujuan dari para warga, yang tunduk pada hak-hak itu dan tidak hanya tertib alamiah, yang merupakan dasar dari arti yang pertama tersebut di atas. Dalam Undang- undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Lembaga Pemasyarakatan. Pasal 14 ditentukan bahwa Narapidana berhak: 1. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya. 2. Mendapat perawatan, baik perawatan jasmani maupun rohani. 3. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran. 4. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak. 5. Menyampaikan keluhan. 6. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang. 7. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan.
  • 19. 19 8. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum atau orang tertentu lainnya. 9. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi). 10. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga. 11. Mendapatkan pembebasan bersyarat. 12. Mendapatkan cuti menjelang bebas, dan 13. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Kesadaran manusia terhadap HAM bermula dari kesadaran terhadap adanya nilai harga diri, harkat dan martabat kemanusiaannya. Pada tahap pelaksanaan putusan, HAM diindrodusir menjadi hak narapidana tetap menjamin dan dilindungi oleh hukum yang bermakna penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia. Sebagai penegak hukum sistem penjara harus memperlakukan warga binaan secara peri kemanusiaan dan dengan penuh rasa hormat bagi usaha dan status hukum yang mereka jalani. 4. Pembinaan Warga Binaan (Narapidana) Pembinaan narapidana adalah semua usaha yang ditujukan untuk memperbaiki dan meningkatkan akhlak bagi narapidana dan anak didik yang berada dalam Lembaga Pemasyarakatan. Usaha-usaha yang dilakukan tersebut tersusun secara sistematis dan tersusun agar selama dalam pembinaan warga binaan dapat bertobat dan bertekad untuk menjadi manusia yang berguna.
  • 20. 20 Menurut Mangundhardjana pembinaan adalah suatu proses belajar dengan melepaskan hal-hal yang sudah dimiliki dan mempelajari hal-hal baru yang belum dimiliki, dengan tujuan membantu orang yang menjalaninya untuk membetulkan dan mengembangkan pengetahuan dan kecakapan yang sudah ada serta mendapatkan pengetahuan dan kecakapan yang baru untuk mencapai tujuan hidup dan kerja yang sedang dijalani secara lebih efektif. Secara umum pembinaan narapidana bertujuan agar narapidana dapat menjadi manusia seutuhnya melalui pemantapan pembinaan iman dan membina narapidana agar mampu berintegrasi secara wajar didalam kehidupan selama berada dalam Lapas dan kehidupan lebih luas (masyarakat) setelah menjalani pidananya. Secara khusus pembinaan narapidana ditunjukan agar selama masa pembinaan dan setelah selesai masa pidananya dapat menjadi: a. Berhasil memantapkan kembali harga diri dan kepercayaan dirinya serta bersikap optimis akan masa depannya. b. Berhasil memperoleh pengetahuan, minimal keterampilan untuk bekal hidup mandiri dan berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan nasional. c. Berhasil menjadi manusia yang patuh hukum yang tercermin pada sikap dan perilakunya yang tertib disiplin serta mampu menggalang rasa kesetiakawanan sosial. d. Berhasil memiliki jiwa dan semangat pengabdian terhadap bangsa dan negara. Pembinaan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan disesuaikan dengan asas- asas yang terkandung dalam pancasila UUD NKRI 1945 dan Standard an Minimum Rules (SMR). Pada dasarnya arah pelayanan pembinaan dan bimbingan yang perlu dilakukan oleh petugas ialah memperbaiki tingkah laku Warga Binaan
  • 21. 21 Pemasyarakatan agar tujuan pembinaan dapat dicapai. Adapun ruang lingkup pembinaan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan dibagi dalam dua bidang, yaitu pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian, yaitu sebagaimana berikut: a. Pembinaan Kepribadian Pembinaan kepribadian dalam Lembaga Pemasyarakatan melalui program- program sebagai berikut: 1) Pembinaan kesadaran beragama. Usaha ini diperlukan agar dapat diteguhkan imannya terutama memberi pengertian agar Warga Binaan Pemasyarakatan dapat menyadari akibat-akibat dari perbuatannya yang benar dan perbuatan yang salah. 2) Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara. Upaya ini dilakukan agar Warga Binaan Pemasyarakatan dapat menjadi warga negara yang baik dan berbakti pada bangsa dan negara melalui pendidikan pancasila. 3) Pembinaan kemampuan intelektual. Upaya ini dilakukan agar pengetahuan Warga Binaan Pemasyarakatan semakin meningkat sehingga dapat menunjang kegiatan- kegiatan positif yang diperlukan selama pembinaan. Pembinaan intelektual dapat dilakukan baik melalui pendidikan formal maupun informal. 4) Pembinaan kesadaran hukum. Pembinaan kesadaran hukum dilaksanakan dengan upaya memberikan penyuluhan hukum yang bertujuan untuk mencapai kesadaran hukum yang tinggi sebagai anggota masyarakat yang taat pada aturan hukum. 5) Pembinaan mengintegrasi diri dengan masyarakat. Pembinaan ini bertujuan agar narapidana mudah diterima kembali oleh masyarakat di lingkungannya
  • 22. 22 setelah menjalani pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan. b. Pembinaan Kemandirian Pembinaan kemandirian diberikan dalam Lembaga Pemsyarakatan melalui program-program: 1) Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri misalnya kerajinan tangan, industri rumah tangga, reparasi mesin dan alat-alat elektronik. 2) Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri kecil, misalnya pengelolaan bahan mentah dari sector pertanian dan bahan alam menjadi bahan setengah jadi. 3) Keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakat-bakat masing- masing. 4) Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri atau kegiatan pertanian/perkebunan dengan menggunakan teknologi biasa atau teknologi tinggi, misalnya industri kulit, dan industri pembuatan sepatu. Sistem Pemasyarakatan akan mampu mengubah citra negatif sistem kepenjaraan dengan memperlakukan warga binaan dengan baik. Mengahargai seorang warga binaan secara manusiawi, bukan semata-mata tindak balas dendam dari negara melalui bimbingan agama dan kemandirian warga binaan diharapkan dapat terbantu dari kecanduan narkotika dan dapat kembali ke masyarakat. 2.4 Lembaga Pemasyarakatan 1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan
  • 23. 23 Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia. Sebelum dikenal dengan istilah Lapas di Indonesia, tempat tersebut disebut dengan istilah penjara. Lembaga Pemasyarakatan merupakan unit pelaksana teknis dibawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (dahulu Departemen Kehakiman). Penghuni Lembaga Pemasyarakatan bisa narapidana atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) bisa juga statusnya masih tahanan, maksudnya orang tersebut masih berada dalam proses peradilan dan belum ditentukan bersalah atau tidak oleh hakim. Pegawai negeri sipil yang menangani pembinaan narapidana dan tahanan di Lembaga Pemasyarakatan disebut petugas pemasyarakatan, atau dahulu lebih dikenal dengan istilah sipir penjara. Lembaga Pemasyarakat merupakan tahap akhir dari sistem peradilan pidana. Sistem peradilan pidana sendiri terdiri dari empat sub-sistem yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan. Sub-sitem Lembaga Pemasyarakatan sebagai sub-sistem terakhir dari sistem peradilan pidana yang mempunyai tugas untuk melaksanakan pembinaan terhadap terpidana khususnya pidana pencabutan kemerdekaan. Lembaga Pemasyarakatan sebagai wadah pembinaan narapidana yang berdasarkan sistem pemasyarakatan berupaya untuk mewujudkan pemidanaan yang integrative yaitu membina dan mengembalikan kesatuan hidup masyarakat yang baik dan berguna. Dengan demikian keberhasilan sistem pemsyarakatan didalam pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana di Lembaga Pemasyarakatan akan berpengaruh pada keberhasilan pencapaian tujuan sistem peradilan pidana.
  • 24. 24 Keberhasilan Lembaga Pemasyarakatan sesuai dengan surat Keputusan Menteri Kehakiman RI. No: M.02-PK. 04.10 Tahun 1990 sebagai tujuan dan pembinaan serta pelayanan bagi tahanan terletak pada konsistensi aparatur dalam menerapkan sistem pembinaan yang baik dengan memperhatikan fungsi- fungsinya yaitu: a. Melakukan pembinaan narapidana/tahanan dan anak didik. Memberikan bimbingan, mempersiapkan sarana dan mengelola hasil kerja. b. Melakukan bimbingan sosial/kerohanian. c. Melakukan pemeliharaan keamanan dan tertib Rutan. d. Melakukan usulan tata usaha dan rumah tangga. 2. Tujuan dan Fungsi Sistem Pemasyarakatan Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat dapat aktif berperang dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar, sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab. Tujuan sistem pemasyarakatan sebagaimana tercantum dalam pasal 2 Undang- Undang Pemasyarakatan adalah membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, tidak mengulangi tindak pidana, dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakatnya, dapat berperang aktif dalam pembangunan, dapat
  • 25. 25 hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab. Sistem pemasyarakatan berfungsi menyiapkan Warga Binaan Pemasyarakatan agar kembali berinteraksi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggungjawab. Hampir tidak ada yang membedakan antara tugas pokok Lapas dengan rutan, hanyalah persoalan penempatan tahanan yang menjadi tolak ukur perbedaannya. Tugas dari Rutan adalah melakukan pelayanan dan melaksanakan pemasyarakatan narapidana dan tahanan. Pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan agar narapidana menyadari kesalahan-kesalahannya dan bertanggungjawab. Dalam menjatuhkan hukuman kepada narapidana tidak semata-mata dimaksudkan sebagai pembalasan terhadap apa yang dilakukan tetapi lebih kepada pemberian pendidikan dan pengajaran agar setelah kembali ke masyarakat narapidana dapat menyadari kesalahan dan tidak mengulanginya lagi. 2.5 Regulasi Terkait Dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor : M.HH-01.PK.01.08.02 Tahun 2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Cara Narapidana Bekerja Di Lembaga Pemasyaraktan. Dan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan telah mengatur bahwa Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara pembinaan yang yang merupakan bagian dari sistem Pemidanaaan dalam tata peradilan pidana.
  • 26. 26 Sistem yang dimaksudkan diatas adalah sistem Pemasyarakatan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Pemasyarakatan yang diartikan sebagai suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan WBP berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara Pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas WBP agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab. Sistem Pemasyarakatan juga sebagaimana Pasal 3 Undang-Undang Pemasyarakatan berfungsi menyiapkan WBP agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggungjawab. Integrasi secara sehat ini dilakukan dengan mengikuti Pasal 15 Undang-Undang Pemasyarakatan menyatakan bahwa Narapidana wajib mengikuti secara tertib program Pembinaan dan kegiatan tertentu. Menurut pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan disebutkan bahwa Tahapan Pembinaan terdiri dari tiga tahap yakni tahap awal, tahap lanjutan dan tahap akhir. Selanjutnya melalui Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.02- PK.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan dijelaskan bahwa ruang lingkup Pembinaan adalah Pembinaan Kepribadian dan Pembinaan Kemandirian.
  • 27. 27 Menurut Keputusan Menteri Nomor M.02-PK.04.10 Tahun 1990 tersebut Pembinaan Kemandirian diberikan melalui program-program : a. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri, misalnya kerajinan tangan, industri, rumah tangga, reparasi mesin dan alat-alat elektronika dan sebagainya. b. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri kecil, misalnya pengelolaan bahan mentah dari sektor pertanian dan bahan alam menjadi bahan setengah jadi dan jadi (contoh : mengolah rotan menjadi perabotan rumah tangga, pengolahan makanan ringan berikut pengawetannya dan pembuatan batu bata, genteng, batako). c. Keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya masing-masing. Dalam hal ini bagi mereka yang memiliki bakat tertentu diusahakan pengembangan bakatnya itu. Misalnya memiliki kemampuan di bidang seni, maka diusahakan untuk disalurkan ke perkumpulan-perkumpulan seniman untuk dapat mengem-bangkan bakatnya sekaligus mendapatkan nafkah. d. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri atau kegiatan pertanian (perkebunan) dengan menggunakan teknologi madya atau teknologi tinggi, misalnya industri kulit, industri pembuatan sepatu kualitas ekspor, pabrik tekstil, industri minyak atsiri dan usaha tambak udang. - Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan - Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan Dan Pembimbingan Narapidana - Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tatacara Hak Warga Binaan Pemasyarakatan
  • 28. 28 - Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 1999 Tentang Kerjasama Penyelenggaraan Pembinaan Dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan - Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : M.HH-01.PK.08.02 TAHUN 2017 tentang petunjuk pelaksanaan tata cara narapidana bekerja di lembaga pemasyarakatan 2.6 Penelitian Terdahulu no Judul/Peneliti Metode penelitian Hasil penelitian 1 Program Pembentukan Perilaku Wirausaha Narapidana Di Lapas Kelas II B Sleman / Nida Hana Afifah Kualitatif Menerangkan dan menjelaskan bagaimana Program Pembentukan Perilaku Wirausaha Narapidana Di Lapas Kelas II B Sleman bejalan sesuai tapi motivasi dari Narapidana kurang. 2 Program Pembinaan Kemandirian Di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B Jakarta / Putri Anisa Yuliana Kualitatif Bagaimana menjelaskan Program Kemadirian Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Jakarta berjalan mulai dari perekrutan WBP dalam menjalani Program sampai pada pemanfaatan Hasil WBP 3 Pola Pembinaan Kualitatif Yaitu menjelaskan tentang
  • 29. 29 Narapidana Untuk Melatih Kemandirian Berwirausaha Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Klaten / Oktavia Tria Abati Pola Pembinaan Narapidana Untuk Melatih Kemandirian Berwirausaha Di lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Klaten Dari ketiga hasil penelitian di atas, masing-masing mempunyai objek penelitian yang berbeda, namun mempunyai beberapa persamaan objek pada judul peneliti, yaitu hal-hal yang menyangkut pembinaan kemandirian di Lembaga Pemasyarakatan. 2.7 Relevansi Dengan Program Studi Peneliti mengambil masalah penelitian ini karena selain tertarik dengan masalah tersebut, tetapi juga karena masalah tersebut berkaitan dengan Program Study Ilmu Administrasi Negara, khususnya dalam matakuliah Implementasi Kebijakan Publik, Kebijakan Publik, dan Manajemen Pelayanan Publik.
  • 30. 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian menggunakan penelitian Kualitatif karena objek dalam penelitian kualitatif adalah objek yang alamiah atau natural setting. Objek yang alamiah adalah objek yang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti. Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrument atau alat penelitian adalah peneliti sendiri, oleh karena itu peneliti sebagai instrument juga harus divalidasi seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian selanjutnya. Penelitan kualitatif merupakan sebuah penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan permasalahan dalam kehidupan kerja organisasi pemerintah, swasta, kemasyarakatan, kepemudaan, perempuan, olah raga, seni dan budaya, dan lain-lain sehingga dapat dijadikan suatu kebijakan untuk dilaksanakan demi kesejahteraan bersama. Menurut Sugiyono, (2008: 205) “ Masalah dalam penelitian kualitatif bersifat sementara, tentative dan akan berkembang atau berganti setelah peneliti berada dilapangan”. Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami (Cresswell, 1998: 15). Metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata- kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Dalam penelitian kualitatif akan terjadi tiga kemungkinan terhadap
  • 31. 31 masalah yang akan diteliti yaitu (1) masalah yang dibawa oleh peneliti tetap, sejak awal sampai akhir penelitian sama, sehingga judul proposal dengan judul laporan penelitian sama, (2) masalah yang dibawa peneliti setelah memasuki penelitian berkembang yaitu diperluas/diperdalam masalah yang telah disiapkan dan tidak terlalu banyak perubahan sehingga judul penelitian cukup disempurnakan, (3) masalah yang dibawa peneliti setelah memasuki lapangan berubah total sehingga harus diganti masalah sebab judul proposal dengan judul penelitian tidak sama dan judulnya harus diganti. Dengan demikian penelitian ditunjukan untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran tentang proses pembinaan kemandirian.. 3.2 Fokus dan Deskripsi Penelitian a. Fokus Penelitian Fokus penelitian ini merupakan batas peneliti agar jelas ruang lingkup yang akan diteliti. Oleh karena itu, peneliti memfokuskan penelitian ini mengenai Implementasi Program Pelatihan Kemandirian Terhadap Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Tagulandang khususnya bagaimana ketersediaan sarana dan prasarana alat sebagai penunjang pelatihan. b. Deskripsi Fokus Berdasarkan fokus penelitian judul di atas, dapat dideskripsikan berdasarkan subtansi permasalahan dan substansi pendekatan dari segi Implementsi Program Pelatihan Kemandirian Terhadap Warga Binaan. Maka peneliti memberikan deskripsi fokus sebagai berikut:
  • 32. 32 a. Implementasi adalah suatu tindakan untuk melaksanakan suatu perencanaan yang telah disusun secara matang guna untuk mencapai suatu tujuan dari kegiatan yang dilakukan. b. Pelatihan Kemandirian adalah program pembinaan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan, guna membentuk keterampilan bagi warga binaan sebagai bekal nantinya setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan. c. Warga binaan yang dimaksud disini adalah warga binaan pemasyarakatan yang menjalani masa pembinaan di Lapas Kelas III Tagulandang. Warga Binaan Pemasyarakatan adalah narapidana yang sedang menjalani pembinaan. d. Pembinaan adalah upaya menyadarkan seseorang agar menyesali perbuatannya dan mengembalikannya menjadi warga masyarakat yang baik sehingga tercapai masyarakat yang aman dan damai. e. Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap warga binaan. 3.3 Lokasi Penelitian Sesuai dengan judul di atas, maka penelitian akan berlokasi Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Tagulandang di Kelurahan Bahoi No 18, Kecamatan Tagulandang, Kabupaten Siau Tagulandang Biaro, Sulawesi Utara. 3.4 Sumber data 1. Data Primer Data primer adalah data-data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah data-data yang diperoleh
  • 33. 33 melalui observasi lokasi penelitian yaitu Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Tagulandang dan wawancara yang akan dilakukan terhadap warga binaan yang sedang menjalani pembinaan serta para staf di Lapas Kelas III Tagulandang. Sebagai sumber data primer maka peneliti membutuhkan 10 orang informan untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan rumusan masalah. 2. Data Sekunder Sumber data sekunder yakni data yang diperoleh dari berbagai sumber dalam bentuk dokumentasi laporan instansi dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Tagulandang yang terkait dalam penelitian ini, sumber dapat berupa jurnal, surat kabar, buku, data statistik dan lainnya yang terkait dengan penelitian ini. 3.5 Teknik pengumpulan data Tehnik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk memperoleh data di lokasi penelitian atau di tempat yang terkait dengan fokus penelitian tentunya menggunakan tehnik sebagai berikut: 1. Metode Observasi Observasi merupakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada obyek penelitian. Pengamatan atau observasi adalah tehnik yang didasarkan atas pengamatan sendiri secara langsung, kemudian mencatat perilaku atau kejadian dan kondisi fisik sebagaimana yang terjadi dalam keadaan yang sebenarnya. Observasi dilakukan pada aspek kondisi fisik dan non fisik tempat dan proses pembinaan kemandirian warga binaan, kondisi fisik berupa ruang
  • 34. 34 pelaksanaan, serta sarana dan prasarana pembinaan kemandirian, sedangkan kondisi non fisik mencakup proses pembinaan, metode dan strategi pembinaan yang dilakukan. Observasi dilakukan di Lapas Kelas III Tagulandang. 2. Metode Wawancara Teknik wawancara yakni suatu prosedur pengumpulan data primer yang dilakukan dengan cara mengadakan wawancara tatap muka dengan yang diteliti dengan menggunakan pedoman wawancara. Peneliti akan mengumpulkan data mengenai implementasi pelatihan kemandirian terhadap warga binaan di Lapas serta bagaimana faktor penghambat yang dihadapi Lapas Kelas III Tagulandang dalam menjalankan pelatihan kemandirian terhadap warga binaan. 3. Dokumentasi Dokumentasi adalah suatu cara untuk memperoleh data melalui peninggalan tertulis seperti arsip-arsip, dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan penelitian. Sebagian besar data yang tersedia adalah berbentuk surat-surat, catatan harian, cendramata, laporan, artefak, foto dan sebagainya. Selain itu peneliti juga mengumpulkan data melalui dokumen-dokumen yang ada di Lapas Kelas III Tagulandang seperti struktur organisasi atau berupa foto sebagai pelengkap metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. 3.6 Analisis data Analisis data (Miles Huberman) dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan.
  • 35. 35 1. Data reduction (reduksi data) Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Semakin lam peneliti ke lapangan, maka jumlah data akan semakin banyak, kompleks dan rumit, untuk itu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data,mereduksi data berarti merangkum, memilih hal pokok, memfokuskan pada hal penting, dicari tema dan polanya. 2. Data display (penyajian data) Dengan menyajikan data maka mempermudah peneliti memahami apa yang terjadi. Melalui penyajian data, maka data terorganissikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami. 3. Conclusion drawing/verivication (Penarikan kesimpulan/verivikasi) Verivikasi dilakukan secara terus menerus sepanjang proses penelitian berlangsung, yaitu sejak awal memasuki lokasi penelitian dan selama proses pengumpulan data. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya, sehingga dalam setiap kesimpulan harus terus dilakukan verivikasi selama penelitian itu masih berlangsung.
  • 36. 36 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Tagulandang Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Tagulandang merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan didalam wilayah Kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sulawesi Utara. Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Tagulandang yang pada awalnya merupakan Cabang Rutan Tagulandang kemudian berdasarkan keputusan Menteri Hukum dan HAM RI tentang perubahan nomenklatur, Cabang Rutan Tagulandang menjadi Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Tagulandang. Lapas Kelas III Tagulandang berdiri di atas tanah seluas 931 m2, Lapas Kelas III Tagulandang berlokasi dijalan Bahoi nomor 08 Kelurahan Bahoi Kecamatan Tagulandang Kebupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro merupakan daerah kepulauan. Untuk menuju ke Lapas Tagulandang menggunakan kapal cepat memakan waktu sekitar 3 jam dari ibukota provinsi dan menggunakan kapal malam memakan waktu sekitar 5 jam pejalanan laut itupun tergantung cuacu saat itu, jarak dari Kota Manado sebagai ibukota provinsi menuju tagulandang berjarak kurang lebih 135 Mil Laut, Lapas Tagulandang bediri sejak zaman colonial Belanda pada tahun 1955 berlokasi didekat pantai dan berbatasan dengan aliran sungai. Dibangun pada tahun 1991 dengan fasilitas 1 unit perkantoran, 1 unit gedung aula, 2 unit blok hunian, 1 unit dapur dan lapangan upacara. Lapas Tagulandang berdiri diatas
  • 37. 37 KALAPAS (10) tanah bersertifikat hak milik Pemerintah Republik Indonesia CQ Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Berdasarkan data dari simpeg petugas pada Lapas Tagulandang sampai saat ini berjumlah 19 orang, Lapas Tagulandang memiliki kapasitas sebanyak 16 orang dan saat ini berdasarkan register dan aplikasi SDP jumlah warga Binaan Pemasyarakatan berjumlah 25 orang. 4.1.2 Struktur Organisasi LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS III TAGULANDANG a
  • 38. 38 4.1.3 Tugas dan Fungsi Organisasi Tugas : Melaksanakan pemasyarakatan Narapidana/Anak didik sesuai peraturan Perundang-Undangan yang berlaku Fungsi : 1. Melaksanakan pembinaan Narapidana/Anak didik pemasyarakatan 2. Memberikan bimbingan, mempersiapkan sarana dan mengelola hasil kerja 3. Melakukan hubungan social kerohanian narapidana/anak didik pemasyarakatan 4. Melakukan pemeliharaan keamanan dan ketertiban 5. Melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga 4.1.4 Visi dan Misi Organisasi Visi Kementerian Hukum dan HAM adalah: “Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang Andal, Profesional, Innovatif dan Berintegritas dalam pelayanan kepada Presiden dan Wakil Presiden untuk Mewujudkan Visi dan Misi Presiden “ Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”. Misi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dirumuskan ke dalam 5 (Lima) Misi, antara lain : 1. Membentuk Peraturan Perundang-Undangan yang Berkualitas dan Melindungi Kepentingan Nasional; 2. Menyelenggarakan Pelayanan Publik di Bidang Hukum yang Berkualitas;
  • 39. 39 3. Mendukung Penegakan Hukum di Bidang Kekayaan Intelektual, Keimigrasian, Administrasi Hukum Umum dan Pemasyarakatan yang Bebas Dari Korupsi, Bermartabat dan Terpercaya; 4. Melaksanakan Penghormatan, Perlindungan dan Pemenuhan Hak Asasi Manusia yang Berkelanjutan; 5. Melaksanakan Peningkatan Kesadaran Hukum Masyarakat; 6. Ikut Serta Menjaga Stabilitas Keamanan Melalui Peran Keimigrasian dan Pemasyarakatan; Melaksanakan Tata Laksana Pemerintahan yang Baik Melalui Reformasi Birokrasi dan Kelembagaan
  • 40. 40 4.2. Hasil Penelitian 4.2.1 Implementasi Program Pelatihan Kemandirian Terhadap Warga Binaan Di Lapas Kelas III Tagulandang Sebagaimana pemaparan serta identifikasi berbagai persoalan yang melatar belakangi penelitian ini dilakukan, maka untuk mengetahui dengan pasti permasalahan yang terjadi terkait Implementasi Program Pelatihan Kemandirian Warga Binaan Pemasyarakatan(WBP) di Lapas Kelas III Tagulandang dilakukanlah wawancara terhadap inforaman yang kemudian dideskripsikan melalui kata–kata serta tindakan ataupun sikap. Mengenai informan yang dimintai keterangan merupakan pihak–pihak yang mewakili setiap aspek yang terkait pada kebijakan penataan ruang ini yang juga dianggap mengetahui secara pasti akan permasalahan terkait pelaksanaan keijakan ini untuk mengeahui kebutuhan dari penelitian ini. Untuk mengetahui bagaimana Implementasi Program Pelatihan Kemandirian WBP di Lapas Kelas II Tagulandang, peneliti mengaitkan masalah penelitian dengan mengacu pada KepMen Hukum dan HAM RI Nomor M.HH- 01.PK.08.02 Tahun 2017 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Cara Narapidana Bekerja di Lembaga Pemasyarakatan, yang di sandingkan dengan pendapat dari Riant Nugroho (2011 : 650) mengungkapkan ada lima prinsip-prinsip pokok dalam implementasi kebijakan publik, (1) apakah kebijakannya sendiri sudah tepat. (2) tepat pelaksananya, (3) tepat target(4) tepat lingkungan, (5) tepat proses. Lima indikator ini akan menjadi dasar peneliti menganalisis mengenai Implementasi Program Pelatihan Kemandirian WBP di Lapas Kelas II Tagulandang.
  • 41. 41 Sesuai dengan Fokus Penelitian Indikator pertama peneliti mengajukan pertanyaan utuk mengetahui bagaimana Program pelatihan yang berjalan di Lapas Tagulandang serta kendala dan mekasnismenya bagaimana? peneliti mengajukan pertanyaan kepada “HA” selaku Warga Binaan Pemasyarakatan” Berikut jawaban dari informan: Untuk Program secara jelas saya kurang mengetahui apalagi aturannya, dalam pelaksanaan masalah kelihatan banyak serta tidak ada tujuan apalagi SOP saya tidak Tau. (Wawancara Tgl ) Dari pernyataan informan diatas dapat dilihat bahwa WBP tidak mengetahui tentang bagaimana Program Kemandirian di Kelola yang sebenarnya ataupun regulasi yang mengatur tentang hal itu , Informan juga menegaskan tidak ada SOP yang jelas untuk . Penyataan ini di perkuat oleh “DM” sesame WBP penerima hak manfaat program pelatihan yang menyatakan : Untuk aturan saya tidak tahu yang jelas terjadi permasalahan karena pelatihan yang jalan tidak sesuai dengan Minat Bakat kami sehingga tujuan untuk kami memperoleh pelatihan belum terlaksana dan tidak memecahkan masalah yang terjadi, dan alat-alat juga kurang. (Wawancara Tgl ) Dari pernyataan Informan di atas lebih menegaskan bagaimana kurang pahamnya WBP penerima manfaat Pelatihan tentang Program pelatihan kemandirian, dan pilihan pelatihannya tidak sesuai minat serta alat-alat kurang. Maka untuk memperdalam informasi maka peneliti selanjutnya bertanya kepada “DW” selaku Komandan jaga Lapas tagulandang yang menyatakan bahwa : Tidak Tau aturannya, tapi di situ ada aturan tapi kurang tau, dari yang saya lihat alat-alat kurang, dan tujuan program pelatihan supaya WBP tidak makan tidur saja tapi ada kegiatan(Wawancara Tgl ) Dari pernyataan Informan di atas mendukung per bahwa peralatan Kurang memadai serta kegiatan hanya untuk mengisi luang agar WBP tidak hanya makan
  • 42. 42 tidur. Kemudian Untuk memperjelas Informasi peneliti Melakukan wawancara kepada “SM” selaku Kasubsi Keamanan dan ketertipan, beliau menuturkan: Ada aturan kalau tidak salah terdapat di UU pemasyarakatan No 12 Tahun 1995 di situ di situ ada tentang pembinaan, tapi tanya kasubsi pembinaan karena di situ ranah beliau, untuk masalah di sini sarana dan prasarana kurang memadai jadi bagaimana mau jalan program, serta anggaran yang di batasi mungkin, karena setiap program butuh dana, supaya tujuan WBP dapat keahlian bukan Cuma tidur-tidur, supaya bebas nanti mereka dapat keahlian dan boleh di hargai di masyarakat, sesuai SOP karena semua sesuai SOP tetapi SOP saya lupa terdapat dimana, coba tanya kasubsi Pembinaan.( Wawancara tgl) Sesuai penuturan informan bahwa permasalahan memang terletak di sarana dan prasarana atau alat sehingga program tak jalan, tapi agak berbeda penuturan beliau mengenai dasar Hukum dengan Informan “SL” selaku Kasubsi Pembinaan Lapas Tagulandang yang menyatakan saat di wawancarai : Untuk Aturan Lapas Menacu Pada KepMen Kumham 2012 tentang tata cara narapidana bekerja di Lapas dan PP No 31 tahun 1999 tentang pembinaan dan pembimbingan WBP, namun kendalanya yaitu sarana dan prasarana belum memadai terlebih alat rusak berat serta WBP kurang motivasi hanya ingin mengikuti kegiatan yang menghasilkan uang, padahal tujuannya agar WBP dapat memiliki ketrampilan dalam proses reintegrasi social, dalam perekrutan hanya sesuai Kepmen(Wawancara Tgl) Di sini sesuai sesuai keterangan Informan SM dan DW mempunyai keterangan yang berbeda engenai dasar hukum, tapi di sisi lain keduanya mengiyakan masalah ada di kurangnya sarana dan Prasarana ataupun alat yang Rusak sehingga menambah runcing permasalahan karena WBP hanya punya motivasi bekerja karena uang, di tambah anggaran yang kurang di perhatikan, untuk itu peneliti kemudian mewawancarai kepada “MS” selaku bendahara, demikian Penuturannya: Untuk aturan tidak tau lebih tau kasubsi Pelayanan, untuk permsalahan Program terdapat di sarana dan prasarana yang tidak memadai dengan tujuan
  • 43. 43 Program agar WBP mendapat pelatihan, untuk SOPnya saya kurang tau coba tanya Kasibsi(Wawancara tgl) Dari data primer di atas bagaimana Informan mengiyakan bahwa sarana dan prasarana belum baik dan tercukupi serta informan kurang mengetahui Menganai aturan dan SOP. Dari hasil wawancara dari informan-informan di atas menyatakan Petugas Pemasyarakatan Belum mengtahui sepenuhnya terkait Regulasi yang mendasari Program Pelatihan kemandirian di Lapas Kelas III Tagulandang, padahal Jelas setiap Pegawai harus mengtahui karena jalannya Kebijakan Program Ini sangat berkaitan dan berkesinambungan, baik dari segi adminisrtasi pembiayaan di bidang perbendaharaan serta di bidang keamanan, kemudian WBP kurang antusias karena tidak sesuai dengan Bakat mereka hanya mau karena ada motivasi uang. Program Pembinaan tidak di sediakan Sarana dan Prasarana yang memadai untuk di jalankannya program pembinaan di Lapas Tagulandang serta belum adanya SOP yang jelas. Dari Hasil Wawancara dengan beberapa informan terlihat adanya kesenjangan. Kesenjangan yang ada di sajikan dalam tabel berikut 4.2.2 : Tabel Temuan Implementasi Program Pelatihan Kemandirian WBP di Lapas Kelas II Tagulandang Sub Fokus/Indikator Temuan Kebijakan sudah tepat Petugas Kurang Paham dengan Aturan Petugas memiliki Pemahaman yang berbeda atas dasar Aturan Kurangnya Sarana dan Prasarana dalam menunjang Program WBP kurang motivasi dalam mengikuti Program pembinaan Kemandirian Belum ada SOP yang jelas tentang Program tersebut Sumber : Diolah oleh peneliti (2022)
  • 44. 44 Selamjutnya Indikator tepat pelaksanaan peneliti mengajukan pertanyaan utuk mengetahui bagaimana Ketersediaan Alat dan mekanisme pengadaan ? peneliti mengajukan pertanyaan kepada “HA” selaku Warga Binaan Pemasyarakatan” Berikut jawaban dari informan: Alatnya kurang dan kebanyakan sudah rusak berat untuk mekanismenya kurang tahu, untuk kami wajib tidak wajib untuk ikut pelatihan. (Wawancara Tgl ) Dari pernyataan informan diatas dapat dilihat bahwa WBP kurang mengetahui tentang sarana prasarana Program Kemandirian di Kelola yang sebenarnya ataupun regulasi yang mengatur tentang hal itu , Informan juga mengatakan keikutsertaan wajib tidak wajib . Penyataan ini di perkuat oleh “DM” sesama WBP penerima hak manfaat program pelatihan yang menyatakan : pelatihan yang jalan tidak sesuai dengan Minat Bakat kami sehingga tujuan untuk kami memperoleh pelatihan belum terlaksana dan tidak memecahkan masalah yang terjadi, dan alat-alat juga kurang mengakibatkan kami kadang malas-malas untuk mengikuti. (Wawancara Tgl ) Dari pernyataan Informan di atas lebih menegaskan bagaimana kurang pahamnya WBP penerima manfaat Pelatihan tentang Program pelatihan kemandirian, dan pilihan pelatihannya tidak sesuai minat serta alat-alat kurang. Maka untuk memperdalam informasi maka peneliti selanjutnya bertanya kepada “DW” selaku Komandan jaga Lapas tagulandang yang menyatakan bahwa : Ada alat tapi kurang tau, dari yang saya lihat alat-alat kurang, dan tujuan program pelatihan supaya WBP tidak makan tidur saja tapi ada kegiatan, selanjutnya terserah mereka untuk mengikuti atau tidak (Wawancara Tgl ) Dari pernyataan Informan di atas mendukung per bahwa peralatan Kurang memadai serta kegiatan hanya untuk mengisi luang agar WBP tidak hanya makan
  • 45. 45 tidur. Kemudian Untuk memperjelas Informasi peneliti Melakukan wawancara kepada “SM” selaku Kasubsi Keamanan dan ketertipan, beliau menuturkan: Untuk peralatan kami sudah usul, tapi kami tidak berkompeten untuk memutuskan, kemudian kami juga menjalin kerjasama pelatihan dengan BLK Bitung.( Wawancara tgl) Sesuai penuturan informan bahwa permasalahan memang terletak di sarana dan prasarana atau alat sehingga program tak jalan, di benarkan juga oleh Informan “SL” selaku Kasubsi Pembinaan Lapas Tagulandang yang menyatakan saat di wawancarai : Sudah beberapa kali kami menusulkan alat untuk ada pengadaan tapi sampai saat ini lat sebagiman besar rusak berat, tapi mau bagaimana belum juga di setujui(Wawancara Tgl) Di sini sesuai sesuai keterangan Informan SM dan DW mempunyai keterangan yang sama keduanya mengiyakan masalah ada di kurangnya sarana dan Prasarana ataupun alat yang Rusak sehingga menambah runcing permasalahan sudah di usulkan tapi belum ada hasil, di tambah anggaran yang kurang di perhatikan, untuk itu peneliti kemudian mewawancarai kepada “MS” selaku bendahara, demikian Penuturannya: Untuk peralatan memang sudah banyak yang sudah rusak sudah di usulkan BMN untuk di hilangkan dan kita sudah berusaha untuk ada pengadaan tapi dananya masih terblokir(Wawancara tgl) Dari data primer di atas bagaimana Informan mengiyakan bahwa sarana dan prasarana belum baik dan tercukupi serta informan kurang mengetahui Menganai aturan dan SOP. Dari hasil wawancara dari informan-informan di atas menyatakan Pembinaan tidak di sediakan Sarana dan Prasarana yang memadai untuk di jalankannya program pembinaan di Lapas Tagulandang serta belum adanya SOP yang jelas. Dari
  • 46. 46 Hasil Wawancara dengan beberapa informan terlihat adanya kesenjangan. Kesenjangan yang ada di sajikan dalam tabel berikut 4.2.2 : Tabel Temuan Implementasi Program Pelatihan Kemandirian WBP di Lapas Kelas II Tagulandang Sub Fokus/Indikator Temuan Tepat Pelaksanaan Alat Praktek sebagian besar Rusak Berat Sudah banyak alat di usulkan penghapusan Sudah di usulkan untuk pengadaan alat Dana Kemandirian masih terblokir Sumber : Diolah oleh peneliti (2022) Selanjutnya Indikator tepat target peneliti mengajukan pertanyaan utuk mengetahui bagaimana Kebijakan lain, sosialisasi dan apa sudah sesuai prosedur pengadaan? peneliti mengajukan pertanyaan kepada “HA” selaku Warga Binaan Pemasyarakatan” Berikut jawaban dari informan: Untuk kebijakan kurang tau seperti apa, sosialisai belum pernah ada dan prosedur kurang tau. (Wawancara Tgl ) Dari pernyataan informan diatas dapat dilihat bahwa WBP kurang mengetahui tentang sarana prasarana Program Kemandirian di Kelola yang sebenarnya ataupun regulasi yang mengatur tentang hal itu , Informan juga mengatakan keikutsertaan wajib tidak wajib . Penyataan ini di perkuat oleh “DM” sesama WBP penerima hak manfaat program pelatihan yang menyatakan : pelatihan yang jalan tidak sesuai dengan Minat Bakat kami sehingga tujuan untuk kami memperoleh pelatihan belum terlaksana dan tidak memecahkan masalah yang terjadi, dan alat-alat juga kurang mengakibatkan kami kadang malas-malas untuk mengikuti. (Wawancara Tgl ) Dari pernyataan Informan di atas lebih menegaskan bagaimana kurang pahamnya WBP penerima manfaat Pelatihan tentang Program pelatihan
  • 47. 47 kemandirian, dan pilihan pelatihannya tidak sesuai minat serta alat-alat kurang. Maka untuk memperdalam informasi maka peneliti selanjutnya bertanya kepada “DW” selaku Komandan jaga Lapas tagulandang yang menyatakan bahwa : Ada alat tapi kurang tau, dari yang saya lihat alat-alat kurang, dan tujuan program pelatihan supaya WBP tidak makan tidur saja tapi ada kegiatan, selanjutnya terserah mereka untuk mengikuti atau tidak (Wawancara Tgl ) Dari pernyataan Informan di atas mendukung per bahwa peralatan Kurang memadai serta kegiatan hanya untuk mengisi luang agar WBP tidak hanya makan tidur. Kemudian Untuk memperjelas Informasi peneliti Melakukan wawancara kepada “SM” selaku Kasubsi Keamanan dan ketertipan, beliau menuturkan: Untuk peralatan kami sudah usul, tapi kami tidak berkompeten untuk memutuskan, kemudian dalam pelaksanaan kemungkinan sudah tidak mengikuti prosedur di karenakan melihat kondisi lapas yang narapidananya sedikit jadi Cuma mengikuti kebijakan atasan.( Wawancara tgl) Sesuai penuturan informan bahwa permasalahan memang terletak di sarana dan prasarana atau alat sehingga program tak jalan, di benarkan juga oleh Informan “SL” selaku Kasubsi Pembinaan Lapas Tagulandang yang menyatakan saat di wawancarai : Sudah beberapa kali kami menusulkan alat untuk ada pengadaan tapi sampai saat ini lat sebagiman besar rusak berat, tapi mau bagaimana belum juga di setujui(Wawancara Tgl) Di sini sesuai sesuai keterangan Informan SM dan DW mempunyai keterangan yang sama keduanya mengiyakan masalah ada di kurangnya sarana dan Prasarana ataupun alat yang Rusak sehingga menambah runcing permasalahan sudah di usulkan tapi belum ada hasil, di tambah anggaran yang kurang di perhatikan, untuk itu peneliti kemudian mewawancarai kepada “MS” selaku bendahara, demikian Penuturannya:
  • 48. 48 Untuk peralatan memang sudah banyak yang sudah rusak sudah di usulkan BMN untuk di hilangkan dan kita sudah berusaha untuk ada pengadaan tapi dananya masih terblokir(Wawancara tgl) Dari data primer di atas bagaimana Informan mengiyakan bahwa sarana dan prasarana belum baik dan tercukupi serta informan kurang mengetahui Menganai aturan dan SOP. Dari hasil wawancara dari informan-informan di atas menyatakan Pembinaan tidak di sediakan Sarana dan Prasarana yang memadai untuk di jalankannya program pembinaan di Lapas Tagulandang serta belum adanya SOP yang jelas. Dari Hasil Wawancara dengan beberapa informan terlihat adanya kesenjangan. Kesenjangan yang ada di sajikan dalam tabel berikut 4.2.2 : Tabel Temuan Implementasi Program Pelatihan Kemandirian WBP di Lapas Kelas II Tagulandang Sub Fokus/Indikator Temuan Tepat Target Alat Praktek sebagian besar Rusak Berat Sudah banyak alat di usulkan penghapusan Kadang sudah tidak sesuai prosedur dalam perekrutan WBP Karena WBP sedikit hanya berdasarkan kebijakan pimpinan dalam jalannya program Sumber : Diolah oleh peneliti (2022) Selamjutnya Indikator tepat Lingkungan peneliti mengajukan pertanyaan untuk mengetahui bagaimana Respon WBP atau masyarakat serta Inovasi? peneliti mengajukan pertanyaan kepada “HA” selaku Warga Binaan Pemasyarakatan” Berikut jawaban dari informan: Respon dari kami yah hanya mengikuti saja apa yang sudah di programkan kalau da yah ikut kalau tidak yah mau bagaimana lagi, untuk respon masyarakat di luar kami berharap yang terbaik, kemudian untuk Inovasi saya kurang tau juga (Wawancara Tgl )
  • 49. 49 Dari pernyataan informan diatas dapat dilihat bahwa WBP kurang antusias Program Kemandirian di Kelola yang sebenarnya ataupun regulasi yang mengatur tentang hal itu , Informan juga mengatakan keikutsertaan wajib tidak wajib . Penyataan ini di perkuat oleh “DM” sesama WBP penerima hak manfaat program pelatihan yang menyatakan : Kalau kami apa yang sudah di programkan kalau da yah ikut karena di dalam penjara seperti ini, untuk respon masyarakat di luar kami berharap yang terbaik, kemudian untuk Inovasi mungkin kami di permudah dalam pengurusan. (Wawancara Tgl ) Dari pernyataan Informan di atas lebih menegaskan bagaimana kurang pahamnya WBP penerima manfaat Pelatihan tentang Program pelatihan kemandirian, dan pilihan pelatihannya tidak sesuai minat serta alat-alat kurang. Maka untuk memperdalam informasi maka peneliti selanjutnya bertanya kepada “DW” selaku Komandan jaga Lapas tagulandang yang menyatakan bahwa : Dari setiap saya menjalankan tugas kalau mau di lihat untuk masalah Respon dari WBP saya kurang tau yah karena saja tidak pernah Tanya, untuk Inovasi saya pikir tidak ada sama saja semua jalannya kerja begitu begitu saja (Wawancara Tgl ) Dari pernyataan Informan di atas menyatakan bahwa WBP belum pernah di Tanya mengenai respon padahal komandan jaga adalah penanggung jawab dari keamanan selama bertugas. Dan menyatakan tidak ada Inovasi. Agak berbeda pendapat ketika peneliti mewawancarai kepada “SM” selaku Kasubsi Keamanan dan ketertipan, beliau menuturkan: Respon WBP bagus bagus saja, kalau dari masyarakat sendiri responnya juga bagus karena ada masyarakat yang pernah membeli produk WBP hadil dari program pelatihan unggulan yaitu perkayuan, karena hasil dari pelatihan perkayuan itu bias di jual di masyarakat seperti meja dan kursi seperti itu.( Wawancara tgl) Sesuai penuturan informan bahwa respon WBP bagus respon masyarakat bagus bahwakan sudah ada masyarakat yang turut membeli produk WBP.untuk
  • 50. 50 memperdalam Infromasi Peneliti mewawancarai “SL” selaku Kasubsi Pembinaan Lapas Tagulandang yang menyatakan saat di wawancarai : Sejau ini respon wbp baik, ada yang benar-benar ikut, tapi ada yang sekedar ikut. Kalau masyarakat mereka merespon bagus, seperti lalu ada masyarakat yang sudah oernah membeli produk Napi dari hasil pelatihan dan yang menjadi inivasi unggulan yaitu perkayuan membuat meja dan kursi itu yang dapat di jual ke masyarakat(Wawancara Tgl) Di sini sesuai sesuai keterangan Informan SM dan DW mempunyai keterangan yang sama keduanya mengiyakan respon wbp dan masyarakat bagus bahkan sudah ada yang membeli yaitu produk unggulan meja dan kursi kemudian peneliti mewawancarai kepada “MS” selaku bendahara, demikian Penuturannya: Respon WBP dan masyarakat kalau di lihat sampai saat ini bagus-bagus, dan mungkin program unggulan yaitu perkayuan pembuatan meja dan kursi (Wawancara tgl) Dari data primer di atas bagaimana Informan mengiyakan bahwa mengiyakan respon wbp dan masyarakat bagus bahkan sudah ada yang membeli yaitu produk unggulan meja dan kursi. Dari hasil wawancara dari informan-informan di atas menyatakan bahwa respon wbp dan masyarakat bagus bahkan sudah ada yang membeli yaitu produk unggulan meja dan kursi. Dari Hasil Wawancara dengan beberapa informan terlihat adanya kesenjangan. Kesenjangan yang ada di sajikan dalam tabel berikut 4.2.2 : Tabel Temuan Implementasi Program Pelatihan Kemandirian WBP di Lapas Kelas II Tagulandang Sub Fokus/Indikator Temuan Tepat Lingkungan Respon WBP tidak se antusias penilaian petugas Sudah ada masyarakat yang membeli produk WBP Produk unggulan perkayuan Kursi dan meja Sumber : Diolah oleh peneliti (2022)
  • 51. 51 Selanjutnya Indikator tepat proses peneliti mengajukan pertanyaan utuk mengetahui bagaimana proses dan prosedur penyelenggaraan program pelatihan, serta apa ada sangski yang mengatur untuk WBP dan Penghargaan bagi mereka yang ikut Program? peneliti mengajukan pertanyaan kepada “HA” selaku Warga Binaan Pemasyarakatan” Berikut jawaban dari informan: Untuk kebijakan kurang tau seperti apa, dan tidak tau untuk hal itu. (Wawancara Tgl ) Dari pernyataan informan diatas dapat dilihat bahwa WBP kurang mengetahui . Penyataan ini di perkuat oleh “DM” sesama WBP penerima hak manfaat program pelatihan yang menyatakan : Untuk prosedur saya kurang tau tapi kalau kami melakukan pelanggaran pasti mendapat tindakan dari petugas atau bisa-bisa tidak adapat remisi. (Wawancara Tgl ) Dari pernyataan Informan di atas lebih menegaskan bagaimana kurang pahamnya WBP mengenai proses dan prosedur tapi mengiyakan ada sangksi jika ada pelanggaran dan bias-bisa tidak mendapat remisi . Maka untuk memperdalam informasi maka peneliti selanjutnya bertanya kepada “DW” selaku Komandan jaga Lapas tagulandang yang menyatakan bahwa : Kurang tau lagi prosesnya bagaimana dan jika membuat masalah WBP tersebut pasti di sangksi, kurang tau juga mereka dapat rewerd apa (Wawancara Tgl ) Dari pernyataan Informan kurang paham apa yang di tanyakanmaka peneliti Untuk memperjelas Informasi peneliti Melakukan wawancara kepada “SM” selaku Kasubsi Keamanan dan ketertipan, beliau menuturkan: Untuk prosestanya saja ke kasubsi pembinaan dia punya bagian itu, kemudian ada sangksi karena kalau tidak ada sangksi WBP itu hanya akan membuat sesuka mereka makanya kalau buat pelanggaran lapas tidak akan memberikan hak-hak mereka contohnya tidak mendapat pengusulan remisi
  • 52. 52 dan jika mengikuti program dengan baik maka akan di fasilitasi untuk di ikut sertakan dalam pengusual remisi atau pemenuhan hak Cuti mengunjungi keluarga(CMK), Cuti bersyarat (CB) Pembebasan Bersyarat(PB) dan sebagainya.( Wawancara tgl) Sesuai penuturan informan bahwa WBP yang ikut program akan mendapat hak remisi, CMK, CB dan PB, di benarkan juga oleh Informan “SL” selaku Kasubsi Pembinaan Lapas Tagulandang yang menyatakan saat di wawancarai : Prosedur dan Prosedur kita hanya mengacu pada aturan yang tadi yaitu keputusan menteri tahun 2017 tentang tata cara napi bekerja di lapas dan PP no 31 tahun 1999 tentang pembinaan dan pembimbingan warga binaan Pemasyarakatan, dan untuk sangksi selamat pelatihan kalau tidak berkelakuan baik , bias tidak mendapat pengusulan remisi atau semacmnya tapi kalau berkelakuan baik bisa dapat dan tidak dapat sangksi kemudian kalau selama pelatihan mereka berkelakuan baik itu akan menjadi pertimbangan dalam mereka memperoleh remisi, PB, CB, CMB, serta CB serta bisa mendapat sertifikat (Wawancara Tgl) Di sini sesuai sesuai keterangan Informan SM dan DW mempunyai keterangan yang sama keduanya mengiyakan bahwa jika WBP mengikuti program yang baik akan mendapat penghargaan berupa remisi dll, untuk itu peneliti kemudian mewawancarai kepada “MS” selaku bendahara, demikian Penuturannya: Memang benar selama berkelakuan baik mereka akan mendapat pengurangan masa pidana atau remisi (Wawancara tgl) Dari data primer di atas bagaimana Informan mengiyakan berkelakuan baik itu akan menjadi pertimbangan dalam mereka memperoleh remisi, PB, CB, CMB, serta CB serta bisa mendapat sertifikat. berkelakuan baik itu akan menjadi pertimbangan dalam mereka memperoleh remisi, PB, CB, CMB, serta CB serta bisa mendapat sertifikat dari Lapas Tagulandang. Dari Hasil Wawancara dengan beberapa informan terlihat adanya kesenjangan. Kesenjangan yang ada di sajikan dalam tabel berikut
  • 53. 53 4.2.2 : Tabel Temuan Implementasi Program Pelatihan Kemandirian WBP di Lapas Kelas II Tagulandang Sub Fokus/Indikator Temuan Tepat Proses Petugas tidak menguasi prosedur Sangksi yang tidak ikut tidak di barengi dengan fasilitas Jika mengikuti baru mendapat hak remisi dan dain-lain Jika mengikuti baru mendapat sertifitkat Sumber : Diolah oleh peneliti (2022) 4.1 Pembahasan 4.4.1 Implementasi Program Pelatihan Kemandirian Terhadap Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Tagulandang Lembaga Pemasyarakatan sebagai salah satu institusi penegak hukum, merupakan muara dari peradilan pidana yang menjatuhkan pidana penjara kepada para terpidana. Pelaksanaan hukuman penjara bagi narapidana tidak dilakukan semata-mata sebagai sebuah upaya balas dendam dan menjauhkan narapidana dari masyarakat. Melainkan untuk membentuk warga binaan agar dapat menjadi manusia yang lebih baik, menyadari kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat serta tidak akan mengulangi tindak pidana yang pernah mereka lakukan, sehingga mereka dapat berperan aktif kembali ke masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan telah mengatur bahwa Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara pembinaan yang yang merupakan bagian dari sistem Pemidanaaan dalam tata peradilan pidana. Sistem Pemasyarakatan juga sebagaimana Pasal 3 Undang-Undang Pemasyarakatan berfungsi menyiapkan
  • 54. 54 WBP agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggungjawab. Integrasi secara sehat ini dilakukan dengan mengikuti Pasal 15 Undang-Undang Pemasyarakatan menyatakan bahwa Narapidana wajib mengikuti secara tertib program Pembinaan dan kegiatan tertentu. Menurut pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan disebutkan bahwa Tahapan Pembinaan terdiri dari tiga tahap yakni tahap awal, tahap lanjutan dan tahap akhir. Selanjutnya melalui Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.02- PK.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan dijelaskan bahwa ruang lingkup Pembinaan adalah Pembinaan Kepribadian dan Pembinaan Kemandirian. Menurut Keputusan Menteri Nomor M.02-PK.04.10 Tahun 1990 tersebut Pembinaan Kemandirian diberikan melalui program-program : a. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri, misalnya kerajinan tangan, industri, rumah tangga, reparasi mesin dan alat-alat elektronika dan sebagainya. b. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri kecil, misalnya pengelolaan bahan mentah dari sektor pertanian dan bahan alam menjadi bahan setengah jadi dan jadi (contoh : mengolah rotan menjadi perabotan rumah tangga, pengolahan makanan ringan berikut pengawetannya dan pembuatan batu bata, genteng, batako).
  • 55. 55 c. Keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya masing-masing. Dalam hal ini bagi mereka yang memiliki bakat tertentu diusahakan pengembangan bakatnya itu. Misalnya memiliki kemampuan di bidang seni, maka diusahakan untuk disalurkan ke perkumpulan-perkumpulan seniman untuk dapat mengem-bangkan bakatnya sekaligus mendapatkan nafkah. d. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri atau kegiatan pertanian (perkebunan) dengan menggunakan teknologi madya atau teknologi tinggi, misalnya industri kulit, industri pembuatan sepatu kualitas ekspor, pabrik tekstil, industri minyak dan usaha tambak udang. Implementasi Program Pelatihan Kemandirian Terhadap Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Tagulandang, program pelatihan kemandirian yang dilakukan di Lapas Kelas III Tagulandang yang diantaranya, Pelatihan Teknik Perkayuan (Mebeler), Pelatihan Teknik Las Dasar, itu semua masih dianggap kurang baik oleh warga binaan, dikarenakan sering tidak adanya pelatihan, serta pelatihan yang tidak sesuai minat dari warga binaan, dan masih kurangnya peralatan untuk pelatihan yang belum memadai, serta belum adanya mentor yang baik, yang mengakibatkan jalannya program pelatihan kemandirian belum maksimal. Jika kita melihat pengetian kebijakan Menurut Nugroho kebijakan publik adalah setiap keputusan yang dibuat oleh negara, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan dari negara. Jadi jika kita menyelaraskan dengan fokus penelitian maka Kebijakan pembinaan kemandirian suatu pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan tergantung dari sistem pembinaan yang dilakukan, dalam hal ini diperlukan sosialisasi terhadap warga binaan tentang pembinaan kemandirian
  • 56. 56 sehingga warga binaan dapat memahaminya. sebagai bekal untuk dirinya setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan tersebut Di kaitkan dengan Regulasi Menurut pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan disebutkan bahwa Tahapan Pembinaan terdiri dari tiga tahap yakni tahap awal, tahap lanjutan dan tahap akhir. Selanjutnya melalui Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.02- PK.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan dijelaskan bahwa ruang lingkup Pembinaan adalah Pembinaan Kepribadian dan Pembinaan Kemandirian. Pada penelitian ini Implementasi Program Pelatihan Kemandirian Terhadap Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Tagulandang menggunakan grand theory Kebijakan Publik. Menurut William Dun Kebijakan publik adalah strategi untuk mengantar masyarakat pada masyarakat awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju masyarakat yang dicita-citakan. Selanjutnya tentang Implemantasi Kebijakan dalam hal ini Implementasi Program Pelatihan Kemandirian Terhadap Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Tagulandang Menurut Riant Nugroho ada lima prinsip-prinsip pokok dalam implementasi kebijakan publik. (1) apakah kebijakannya sendiri sudah tepat. (2) tepat pelaksananya. (3) tepat target. (4) tepat lingkungan. (5) tepat proses. Menurut pandangan Riant Nugroho untuk indikator pertama yaitu apakah Kebijakan itu sendiri sudah tepat Ketepatan kebijakan ini dinilai dari sejauh mana kebijakan yang telah ada bermuatan hal-hal yang memang memecahkan masalah yang hendak dipecahkan, dapat di simpulkan bagaimana Petugas Kurang Paham
  • 57. 57 dengan Aturan yang berlaku dalam menjalankan pelayanan public khususnya pelatihan kemandirian di Lapas Tagulandang, kemudian juga bagaimana Petugas memiliki Pemahaman yang berbeda atas dasar Aturan yang menjadi dasar akan setiap kegiatan dan pelayanan untuk tujuan pelatihan, serta di temui di lapangan Kurangnya Sarana dan Prasarana dalam menunjang Program khusus peralatan menjadikan WBP kurang motivasi dalam mengikuti Program pembinaan Kemandirian yang sudah di programkan kantor karena Belum ada SOP yang jelas tentang Program tersebut jadi dalam hal ini Standartnya belum ada. Selanjutnya indikator tepat pelaksanaan di sini bagaiman peneliti melihat Alat Praktek sebagian besar Rusak Berat jadi sangat-sangat tidak menjunjang dalam pelaksanaan program pelatihan, sehingga dari BMN sudah mengusulkan untuk penghapusan agar bisa di ganti baru tapi sampai saat ini belum di setujui karena harus melewati prosedur birokrasi yang panjang mengakibatkan pelayanan jadi kurang maksimal dalam memberi pelatihan pada WBP dan menghambat akan pengusulan pengadaan alat baru, menjadi lebih lama proses karena samapai peneliti turun lapangan dana kemandirian masih terblokir tidak tau sebabnya. Kemudian Indikator Tepat Target di mana kerusakan alat menjadi momok yang sangat menghambat di karenakan ini menjadi hal yang sangat penting untuk proses pembinaan namun nyatanya alat yang rusak berat juga belum ada penghapusan dan ini menjadi kesulitan pengadaan alat baru karena alat lama belum terhapus, dan peneliti menemukan bahwa perekrutan WBP sudah tidak sesuai dengan prosedur di akrenakan pertimbangan hanya sedikit dan program kadang sudah tidak sesuai hanya sesuai kebijakan pimpinan.
  • 58. 58 Selanjutnya Indikator Tepat Lingkungan peneliti mendapat bagaimana ada perbedaan penilaian petugas mengenai antusias WBP terhadap pelatihan , petugas mesih berpikir semua WBP antusias sedangan menurut WBP meneka kurang begitu antusias karena pelatihan tak menjawab akan minat bakat mereka, namun kabar baiknya sudah ada masyarakat yang menjadi konsumen produk-produk WBP dengan produk unggulan dari Lapas Tagulandang yaitu kayu dan Meja/ Selanjutnya Indikator Tepat Proses dapat di katakana Petugas belum menguasi prosedur padahal harusnya petugas dapat singkron dan menguasai prosedur ada tidak ada kesalahan administrasi kemudian sangksi kepada ketidakaktifan WBP sedangkan tidak di barengi dengan fasilitas mengakibatkan program kurang berjalan dengan baik, menjadi kurang fair karena kalau mengikuti dengan baik baru mendapat hak remisi CB, CMK dan PB, sedangkan peralatan kurang tentu akan sangat berpengaruh pada perekrutan jadi tidak semua dapat ikut , dan yang tidak ikut menjadi PR bagi Lapas untuk memfasilitasi agar hak dapat terpenuhi berua remisi Cb dan lain-lain kalau untuk sertifikat sudah tepat untuk penerima mereka yang mengikuti program. Melihat pembahasan dari Indikator-Indikator di atas masih sangat banyak kesenjangan yang terjadi Petugas Pemasyarakatan Belum mengtahui sepenuhnya terkait Regulasi yang mendasari Program Pelatihan kemandirian di Lapas Kelas III Tagulandang, padahal Jelas setiap Pegawai harus mengtahui karena jalannya Kebijakan Program Ini sangat berkaitan dan berkesinambungan, baik dari segi adminisrtasi pembiayaan di bidang perbendaharaan serta di bidang keamanan, tapi nyatanya Bendahara dan Komandan Keamanan belum mengetahui Regulasi Tersebutmengakibatkan WBP kurang antusias karena tidak sesuai dengan Bakat mereka. Dapat di tarik kesimpulan pada akhir fokus berdasarkan indikator-
  • 59. 59 indikator yang di jabarkan peran pemerintah di sini sangat penting untuk menjalankan Kebijakan Implementasi Program Pelatihan Kemandirian Terhadap Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Tagulandang di butuhkan ketegasan dan pemahaman aturan yang baik berdasarkan Indikator yang di jabarkan Menurut Riant lima prinsip-prinsip pokok dalam implementasi kebijakan publik, niscaya mulai dari sosialisasi bisa berjalan dengan baik dan WBP bisa penuh kesadaran mengikuti program pelatihan untuk keberlangsungan proses re integrasi social dalam tujuan sistem pesmasyarakatan yang berdasarkan pancasila.
  • 60. 60 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan dari data penelitian yang sudah di analisis dan sudah di bahas dalam pembahasan dari hasil penelitian yang sudah di uraikan dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut : 1). -Petugas Pemasyarakatan Belum mengtahui sepenuhnya terkait Regulasi yang mendasari Program Pelatihan kemandirian di Lapas Kelas III Tagulandang, padahal Jelas setiap Pegawai harus mengtahui karena jalannya Kebijakan Program Ini sangat berkaitan dan berkesinambungan, baik dari segi adminisrtasi pembiayaan di bidang perbendaharaan serta di bidang keamanan, tapi nyatanya Bendahara dan Komandan Keamanan belum mengetahui Regulasi Tersebut,2).-WBP kurang antusias karena tidak sesuaidengan Bakat mereka.3).-Program Pembinaan tidak di sediakan Sarana dan Prasarana yang memadai untuk di jalankannya program pembinaan di Lapas Tagulandang.4).-Anggaran yang tersedia begitu berbelit-belit untuk di cairkan sedangan di sisi lain di tuntut PNBP dalam penyetoran ke KAS negara. 5). Sebagian besar alat penunjang Pelatihan rusak berat,6). Proses penghapusan alat rusak mandek,6). Tidak adanya SOP yang jelas dalam Program baik dalam perekrutan WBP, pemeliharaan Alat dan jalannya pekerjaan,7).Sudah hampir selesai Semester 1 Dana Kemandirian Masih terblokir untuk pengadaan Alat, mengakibatkan jalannya Program Kemandirian tidak jalan maksimal, 8).Tidak adanya sosialisasi mengenai Tujuan, dan cara kerja dari Program Kerja Kemandirian di lapas Tagulandang,9). WBP yang bekerja akan di fasilitasi untuk pengurangan hukuman berupa remisi , pengurusan CB, Pengurusan CMB, dan PB
  • 61. 61 Saran Berdasarkan Kesimpulan yang peneliti jabarkan di atas maka peneliti merekomendasikan Saran Sebagai Berikut : 1). -Petugas Pemasyarakatan agar dapat mempelajari sepenuhnya terkait Regulasi yang mendasari Program Pelatihan kemandirian di Lapas Kelas III Tagulandang, karena jalannya Kebijakan Program Ini sangat berkaitan dan berkesinambungan, baik dari segi adminisrtasi pembiayaan di bidang perbendaharaan serta di bidang keamanan, ,2). Agar ada formula kepada WBP agar antusias mngikuti program.3).- Agar Program Pembinaan berjalan baik harus di sediakan Sarana dan Prasarana yang memadai untuk di jalankannya program pembinaan di Lapas Tagulandang.4).pengurusan Anggaran bisa di carikan solusi untuk di cairkan solusi untuk di cairkan segera karena semakin lama cair akan sangat berpengaruh dalam proses pelatihan. 5). Alat penunjang Pelatihan yang rusak berat bisa di perbaiki yang masih boleh di perbaiki,6). Percepat Proses penghapusan alat rusak agar segera dapat gantinya,6). harus SOP yang jelas dalam Program baik dalam perekrutan WBP, pemeliharaan Alat dan jalannya pekerjaan,7).agar segera mengurus Dana Kemandirian yang Masih terblokir untuk pengadaan Alat, supaya jalannya Program Kemandirian berjalan maksimal, 8).harus sosialisasi mengenai Tujuan, dan cara kerja dari Program Kerja Kemandirian di lapas Tagulandang,9).ada formula agar bukan WBP yang bekerja akan di fasilitasi untuk pengurangan hukuman berupa remisi , pengurusan CB, Pengurusan CMB, dan PB, tetaoi semua maka dari itu sangat di sarankan untuk perbaikan sarana dan prasarana terlebih alat kerja untuk menunjang pekerjaan dan bisa menjangkau semua minat dan bakat WBP