Buku ini membahas tentang Hukum Agraria dengan menjelaskan pengertian agraria dan hukum agraria, pembidangan dan pokok bahasan hukum agraria, serta sumber hukum agraria. Buku ini juga menjelaskan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) sebagai undang-undang pokok di bidang hukum agraria dan ketentuan pokok penguasaan hak atas tanah menurut UUPA.
contoh surat pernyataan diri,
contoh surat pernyataan kesanggupan,
contoh surat pernyataan doc,
contoh surat pernyataan kerja,
contoh surat pernyataan bersedia ditempatkan dimana saja,
contoh surat pernyataan kehilangan,
contoh surat pernyataan belum menikah,
contoh surat lamaran kerja,
Surat Keberatan Terbuka LBH Masyarakat - PKNI - Yayasan STIGMA: Cabut Iklan K...LBH Masyarakat
Kami mendesak BNN untuk segera menghapus atau mencabut kedua publikasi tersebut yang telah termuat di dalam media-media sosial milik BNN. Kami juga mendesak agar BNN memastikan bahwa setiap publikasi dan informasi yang disampaikan ke publik ke depannya adalah publikasi dan informasi yang berbasiskan pada bukti ilmiah dan disesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia dengan pemahamannya yang sangat terbatas mengenai persoalan narkotika dan adiksi agar tidak terjadi kesalahpahaman.
3. Surat pernyataan memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika, yang dibuat oleh yang bersangkutan di atas kertas bermaterai
contoh surat pernyataan diri,
contoh surat pernyataan kesanggupan,
contoh surat pernyataan doc,
contoh surat pernyataan kerja,
contoh surat pernyataan bersedia ditempatkan dimana saja,
contoh surat pernyataan kehilangan,
contoh surat pernyataan belum menikah,
contoh surat lamaran kerja,
Surat Keberatan Terbuka LBH Masyarakat - PKNI - Yayasan STIGMA: Cabut Iklan K...LBH Masyarakat
Kami mendesak BNN untuk segera menghapus atau mencabut kedua publikasi tersebut yang telah termuat di dalam media-media sosial milik BNN. Kami juga mendesak agar BNN memastikan bahwa setiap publikasi dan informasi yang disampaikan ke publik ke depannya adalah publikasi dan informasi yang berbasiskan pada bukti ilmiah dan disesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia dengan pemahamannya yang sangat terbatas mengenai persoalan narkotika dan adiksi agar tidak terjadi kesalahpahaman.
3. Surat pernyataan memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika, yang dibuat oleh yang bersangkutan di atas kertas bermaterai
GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEBAB TINGGINYA AKSEPTOR KB SUNTI...Warnet Raha
GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEBAB
TINGGINYA AKSEPTOR KB SUNTIK DI DESA LAGASA
KECAMATAN DURUKA KABUPATEN MUNA
PERIODE JANUARI S.D JULI
TAHUN 2016
Karya Tulis
3. Buku Ajar
HUKUM ANGRARIA
(Suatu Pengantar)
Penulis
Rahmat Ramadhani, S.H, M.H
Editor
M. Syukran Yamin Lubis, S.H, CN., M.Kn
Design Cover
Raden Aris Sugianto
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
Dilarang memperbanyak atau memeindahkan sebagian dan sebagian isi buku
ini dalam bentuk apapun, baik secara elektronik maupun mekanis, termasuk
menfotocopy, merekan dan dengan sistem penyimpanan lainnya tanpa izin
tertulis dari penulis.
All Right Reserved
Cetakan Pertama, Januari 2018
Diterbitkan oleh UMSU Press
Jalan Kapten Mukhtar Basri No 3 Medan, 20238
Telpon: 061-6626296, Fax.0616638296
Email: umsupress@umsu.ac.id
http:lppm.umsu.ac.id
ISBN: 978-602-6997-77-7
Diterbitkan di Medan - Sumatera Utara - Indonesia
4. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar) i
Kata Pengantar
DEKAN FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
Assalamualaikum Wr.Wb.
Kegiatan menulis bukanlah suatu hal yang sederhana. Melalui
tulisan sang penulis berupaya menuangkan inspirasi dan aspirasinya
dalam bentuk ide dan gagasan dalam uraian kata. Oleh karenanya saya
sangat menyambut baik Buku Ajar ini sebagai salah satu wujud konkrit
pengamalan tridharma perguruan tinggi di kalangan Dosen Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU).
Dilihat dari isinya, Buku Ajar berjudul Hukum Agraria (Suatu
Pengantar) yang ditulis oleh Sdr. Rahmat Ramadhani, S.H., M.H., ini
telah berupaya mengacu kepada Kurikulum Standar Nasional
Pendidikan Tinggi (SN-DIKTI) sehingga saya menilai buku ini layak untuk
dijadikan sebagai salah satu literatur dalam perkuliahan Hukum Agraria
khususnya di Fakultas Hukum UMSU dan Fakultas Hukum pada
berbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesia secara umum.
Saya mengucapkan selamat atas penyelesaian Buku Ajar ini
teruslah berkarya, semoga dapat menjadi sumber inspirasi bagi dosen-
dosen lainnya khususnya Dosen di Fakultas Hukum UMSU dalam
membangkitkan semangat menulis, dan yang paling utama semoga
dengan hadirnya Buku Ajar ini dapat bermanfaat serta dapat
menambah khasanah ilmu dalam perkuliahan Hukum Agararia.
5. ii Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar)
Akhir kata, semoga Buku Ajar ini mendukung Fakultas Hukum
untuk tetap menjadi fakultas yang LUAR BIASA di kampus yang
UNGGUL, CERDAS dan TERPERCAYA.
Billahi fi sabilil haq, Fastabiqul khairat
Wasalamu’aluikum Wr.Wb.
Medan, Januari 2018
Dekan FH UMSU,
Ida Hanifah, S.H., M.H
6. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar) iii
Prakata
Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya, Buku Bahan Ajar yang berjudul Hukum Agraria (Suatu
Pengantar) ini dapat dirampungkan penyusunannya. Tidak lupa selawat
beriring salam dihadiahkan ke hadirat Junjungan Nabi Besar Muhammad
SAW beserta sanak keluarganya, semoga kelak kita semua mendapat
Syafa’atnya di yaumil masyar, aamiin.
Persoalan agraria (khususnya tanah) yang muncul di tengah-
tengah kehidupan masyarakat dewasa ini sangat kompleks adanya.
Kendati banyak literatur terkait dengan penjabaran dan pemahaman
Hukum Agraria, namun agaknya materi perkuliahan Hukum Agraria di
kalangan mahasiswa masih sulit untuk diserap secara utuh dan
menyeluruh. Hal tersebut disebabkan bukan hanya terbatas pada faktor
rendahnya pemahaman mahasiswa ataupun dangkalnya penjabaran
sang Dosen, melainkan memang dikarenakan kajian terhadap Hukum
Agraria sangat luas.
Oleh karenanya, penyederhanaan penyampaian materi
perkuliahan yang diarahkan kepada kajian teori dengan banyak
melibatkan keaktifan mahasiswa dalam menggali sumber materi
perkuliahaan baik secara mandiri maupun terstruktur dengan acuan
Kurikulum Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN-DIKTI) dinilai
merupakan sebuah siasat jitu untuk mem-familiarkan mata kuliah
Hukum Agraria di kalangan mahasiswa. Di samping fokus pada kajian
7. iv Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar)
teori, diskusi terkait kasus maupun persoalan yang muncul di tengah
masyarakat dalam konteks keagrariaan Indonesia dinilai juga dapat
membuka cakrawala berfikir mahasiswa dalam memahami Hukum
Agraria secara konstruktif dan komprehensif.
Dalam usaha mewujudkan semangat itulah, melalui buku yang
berisikan bahan ajar ini penulis mencoba menyajikan materi kuliah
Hukum Agraria kepada mahasiswa agar dapat lebih mudah dicerna,
difahami dengan sasaran terpenting adalah Hukum Agraria dapat
dijadikan fondasi guna terimplentasinya pemanfaatan bumi, air dan
ruang angkasa beserta yang terkandung di dalamnya menjadi sumber
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana yang diamanahkan
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Sesuai dengan titelnya,
buku ini berisikan kerangka pengantar dalam mengenalkan apa dan
bagaimana kedudukan Hukum Agraria dalam kehidupan nyata
masyarakat Indonesia.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya buku ini, terutama kepada kedua orang tua penulis
yang telah membesarkan dan senantiasa menanamkan nilai-nilai ajaran
Islam ke dalam kehidupan penulis sehingga dapat dibedakan mana yang
hak dan mana yang batil. Teristimewa untuk isteri dan anak-anak
tercinta yang senantiasa memberikan semangat tersendiri sebagai bagi
penulis dalam menyelesaikan buku ini.
Terkhusus untuk Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Sumatera Utara, terima kasih yang tak terhingga diucapkan atas ruang,
waktu dan kesempatan yang diberikan kepada penulis, sehingga buku
bahan ajar Hukum Agraria sebagai bentuk kreativitas ilmu ini dapat
ditetaskan. Untuk rekan-rekan dosen senior di Fakultas Hukum UMSU
yang telah terlebih dahulu mengasuh mata kuliah Hukum Agraria,
terutama Bapak M. Syukran Yamin, S.H., C.N., M.Kn., yang telah banyak
8. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar) v
membantu Penulis dalam pengumpulan materi penulisan buku ini, untuk
itu diucapkan terima kasih yang tak terhingga atas sumbang saran dan
masukannya, semoga dengan hadirnya buku ini menjadi sumber ilmu
dan juga menjadi ladang amal ibadah bagi kita semua.
Tak lupa penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada
UMSU Pers yang telah berkenan menerbitkan buku ini. Penulis
menyadari bahwa buku ini masih jauh dari tingkat sempurna. Untuk itu,
tiada yang lebih arif bagi penulis selain menerima kritik dan saran yang
bersifat membangun dari semua pihak untuk penyempurnaannya di
masa yang akan datang.
Billahi fi sabilil haq, Fastabiqul khairat
Wasalamu’aluikum Wr.Wb.
Medan, Januari 2018
Penulis,
Rahmat Ramadhani, S.H., M.H
9. vi Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar)
10. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar) vii
DAFTAR ISI
Sambutan Dekan Fakultas Hukum UMSU................................................. i
Pengantar Penulis .............................................................................................. iii
Daftar Isi................................................................................................................ vii
Daftar Skema & Tabel...................................................................................... xi
PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
A. Kompetensi Bersyarat ........................................................................ 2
B. Petunjuk Penggunaan Bahan Ajar................................................ 2
C. Tujuan Akhir ......................................................................................... 2
KEGIATAN PEMBELAJARAN I
(AGRARIA DAN HUKUM AGRARIA)............................................................ 6
A. Tujuan Kegiatan Pembelajaran...................................................... 6
B. Uraian Materi ....................................................................................... 6
1. Pengertian Agraria dan Hukum Agraia ............................... 6
2. Pembidangan dan Pokok Bahasan Hukum Agraria........ 10
3. Sumber Hukum Agraria ............................................................ 14
C. Rangkuman .......................................................................................... 16
D. Tugas Mandiri....................................................................................... 16
KEGIATAN PEMBELAJARAN II
(UUPA SEBAGAI UNDANG-UNDANG POKOK) ...................................... 18
A. Tujuan Kegiatan Pembelajaran...................................................... 18
B. Uraian Materi ....................................................................................... 18
1. Sejarah Lahirnya UUPA ............................................................. 18
2. Tujuan UUPA................................................................................. 23
3. Akibat Hukum Lahirnya UUPA............................................... 25
4. Prinsip-Prinsip Dasar Dari Hukum Agraria Nasional Dalam
UUPA............................................................................................... 26
C. Rangkuman .......................................................................................... 29
D. Tugas Mandiri....................................................................................... 30
KEGIATAN PEMBELAJARAN III
(KETENTUAN POKOK PENGUASAAN HAK-HAK ATAS TANAH)...... 31
A. Tujuan Kegiatan Pembelajaran...................................................... 31
B. Uraian Materi ....................................................................................... 31
1. Hak Penguasaan Atas Tanah Dalam Konsep Hukum
Tanah .............................................................................................. 31
2. Ketentuan Pokok Hak Atas Tanah (KTP-HAT).................. 34
3. Hubungan Hukum Antara Tanah Dengan Tanaman
Dan Bangunan di Atasnya........................................................ 44
C. Rangkuman .......................................................................................... 45
D. Tugas Mandiri....................................................................................... 46
11. viii Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar)
KEGIATAN PEMBELAJARAN IV
(HAK-HAK ATAS TANAH SESI-1).................................................................. 47
A. Tujuan Kegiatan Pembelajaran...................................................... 47
B. Uraian Materi ....................................................................................... 47
1. Pengertian Hak Atas Tanah ..................................................... 47
2. Hak Atas Tanah Sebelum Berlakunya UUPA ..................... 48
3. Ketentuan Konversi...................................................................... 53
C. Rangkuman.......................................................................................... 54
D. Tugas Mandiri....................................................................................... 54
E. Tugas Terstruktur ................................................................................ 54
KEGIATAN PEMBELAJARAN V
(HAK-HAK ATAS TANAH SESI-2)................................................................. 56
A. Tujuan Kegiatan Pembelajaran...................................................... 56
B. Uraian Materi ....................................................................................... 56
1. Legal Standing Hak Atas Tanah ............................................. 56
2. Lahirnya Hak Atas Tanah ......................................................... 59
3. Macam-macam Hak atas tanah menurut UUPA.............. 62
C. Rangkuman.......................................................................................... 80
D. Tugas Mandiri....................................................................................... 81
E. Tugas Terstruktur ................................................................................ 81
KEGIATAN PEMBELAJARAN VI
(PENDAFTARAN TANAH SESI-1).................................................................. 82
A. Tujuan Kegiatan Pembelajaran...................................................... 82
B. Uraian Materi........................................................................................ 82
1. Pengertian Pendaftaran Tanah .............................................. 82
2. Dasar Hukum Pendaftaran Tanah......................................... 84
3. Asas-Asas Pendaftaran Tanah ................................................. 86
4. Tujuan Pendaftaran Tanah ...................................................... 87
5. Sistem Pendaftaran Tanah ....................................................... 91
C. Rangkuman .......................................................................................... 93
D. Tugas Mandiri....................................................................................... 94
E. Tugas Terstruktur................................................................................. 94
KEGIATAN PEMBELAJARAN VII
(PENDAFTARAN TANAH SESI-2)................................................................. 95
A. Tujuan Kegiatan Pembelajaran...................................................... 95
B. Uraian Materi........................................................................................ 95
1. Penyelenggara Pendaftaran Tanah ...................................... 95
2. Objek Pendaftaran Tanah........................................................ 96
3. Kegiatan-Kegiatan Dalam Pendaftaran Tanah................. 97
C. Rangkuman .......................................................................................... 108
D. Tugas Terstruktur................................................................................. 108
12. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar) ix
KEGIATAN PEMBELAJARAN VIII
(HAK TANGGUNGAN SESI-1)......................................................................... 110
A. Tujuan Kegiatan Pembelajaran ...................................................... 110
B. Uraian Materi........................................................................................ 110
1. Pengertian Hak Tanggungan................................................... 110
2. Dasar Hukum Hak Tanggungan............................................. 112
3. Ciri dan Prinsip Pokok Hak Tanggungan ............................. 114
C. Rangkuman........................................................................................... 115
D. Tugas Mandiri ....................................................................................... 116
E. Tugas Terstruktur................................................................................. 116
KEGIATAN PEMBELAJARAN IX
(HAK TANGGUNGAN SESI-2) ........................................................................ 117
A. Tujuan Kegiatan Pembelajaran ...................................................... 117
B. Uraian Materi........................................................................................ 117
1. Subyek Hak Tanggungan.......................................................... 117
2. Objek Hak Tanggungan ............................................................ 118
3. Tahapan Pembebanan Hak Tanggungan ........................... 120
C. Rangkuman........................................................................................... 127
D. Tugas Terstruktur................................................................................. 128
KEGIATAN PEMBELAJARAN X
(HAK TANGGUNGAN SESI-3) ........................................................................ 129
A. Tujuan Kegiatan Pembelajaran ...................................................... 129
B. Uraian Materi........................................................................................ 129
1. Hapusnya Hak Tanggungan .................................................... 129
2. Pencoretan (Roya) Hak Tanggungan.................................... 130
3. Eksekusi Hak Tanggungan........................................................ 130
C. Rangkuman........................................................................................... 132
D. Tugas Terstruktur................................................................................. 132
KEGIATAN PEMBELAJARAN XI
(LANDREFORM)................................................................................................. 134
A. Tujuan Kegiatan Pembelajaran ...................................................... 134
B. Uraian Materi........................................................................................ 134
1. Pengertian dan Tujuan Landreform....................................... 135
2. Dasar Hukum Landreform........................................................ 137
3. Penetapan Luas Maksimum Pemilikan Dan
Penguasaan Tanah Pertanian ................................................. 138
4. Larangan Pemilikan Tanah Secara Absentee...................... 143
C. Rangkuman........................................................................................... 146
D. Tugas Mandiri ....................................................................................... 147
E. Tugas Terstruktur................................................................................. 147
KEGIATAN PEMBELAJARAN XII
(REDITRIBUSI TANAH) ..................................................................................... 148
A. Tujuan Kegiatan Pembelajaran ...................................................... 148
13. x Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar)
B. Uraian Materi........................................................................................ 148
1. Pengertian Redistribusi Tanah.................................................. 148
2. Pengembalian Dan Penebusan Tanah Pertanian
Yang Digadaikan......................................................................... 152
3. Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian.................................. 153
4. Luas Minimum Pemilikan Tanah............................................. 156
C. Rangkuman .......................................................................................... 159
D. Tugas Mandiri ....................................................................................... 160
E. Tugas Terstruktur................................................................................. 160
KEGIATAN PEMBELAJARAN XIII
(PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK-
KEPENTINGAN UMUM)................................................................................... 162
A. Tujuan Kegiatan Pembelajaran...................................................... 162
B. Uraian Materi........................................................................................ 163
1. Pengertian...................................................................................... 163
2. Dasar Hukum................................................................................ 164
3. Asas-Asas Dalam Pengadaan Tanah...................................... 164
4. Tujuan & Ruang Lingkup Pengadaan Tanah...................... 166
5. Pokok-Pokok Pengadaan Tanah ........................................... 167
6. Penyelenggaraan Pengadaan Tanah .................................... 168
7. Penerbitan Sertipikat Hak Atas Tanah.................................. 178
C. Rangkuman .......................................................................................... 180
D. Tugas Mandiri ....................................................................................... 181
E. Tugas Terstruktur................................................................................. 181
KEGIATAN PEMBELAJARAN XIV
(SENGKETA, KONFLIK DAN PERKARA PERTANAHAN) ...................... 183
A. Tujuan Kegiatan Pembelajaran...................................................... 183
B. Uraian Materi........................................................................................ 184
1. Pengertian...................................................................................... 184
2. Dasar Hukum................................................................................ 186
3. Tipologi Permasalahan Pertanahan....................................... 187
4. Penanganan Permasalahan Pertanahan ............................. 188
5. Upaya Penanggulangan Permasalahan Pertanahan....... 190
6. Urgensi Pembentukan Peradilan Khusus Pertanahan ...... 192
C. Rangkuman .......................................................................................... 194
D. Tugas Mandiri ....................................................................................... 196
E. Tugas Terstruktur................................................................................. 196
Daftar Pustaka ................................................................................................... 197
Grosarium ............................................................................................................ 203
Indeks..................................................................................................................... 204
14. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar) xi
DAFTAR SKEMA DAN TABEL
SKEMA 1 : TEORITIS PENGARUH FAKTOR-FAKTOR TERHADAP
KEPASTIAN HUKUM HAK ATAS TANAH ............................ 89
SKEMA 2 : PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ................... 129
TABEL 1 : PERSAMAAN DAN PEREBEDAAN SENGKETA,
KONFLIK PERKARA PERTANAHAN ...................................... 196
16. 1
PENDAHULUAN
Buku Ajar yang berjudul ‘Hukum Agraria (Suatu Pengantar)’ ini
merupakan Buku Ajar yang akan menununtun mahasiswa Fakultas
Hukum dalam mempelajari Mata Kuliah Hukum Agraria. Para
mahasiswa akan mengikuti 14 (empat belas) kali tatap muka kegiatan
belajar dalam perkuliahan dengan masing-masing materi, yaitu:
Kegiatan Belajar I tentang Agraria dan Hukum Agraria, Kegiatan Belajar
II tentang UUPA Sebagai Undang-Undang Pokok, Kegiatan Belajar III
tentang Ketentuan Pokok Penguasaaan Hak-Hak Atas Tanah, Kegiatan
Belajar IV tentang Hak-Hak Atas Tanah Sesi-1, Kegiatan Belajar V
tentang Hak-Hak Atas Tanah Sesi-2, Kegiatan Belajar VI tentang
Pendaftaran Tanah Sesi-1, Kegiatan Belajar VII tentang Pendaftaran
Tanah Sesi-2, Kegiatan Belajar VIII tentang Hak Tanggungan Sesi-1,
Kegiatan Belajar IX tentang Hak Tanggungan Sesi-2, Kegiatan Belajar X
tentang Hak Tanggungan Sesi-3, Kegiatan Belajar XI tentang
Landreform, Kegiatan Belajar XII tentang Reditribusi Tanah, Kegiatan
Belajar XIII tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, dan
Kegiatan Belajar XIV tentang Sengketa, Konflik dan Perkara Pertanahan.
1
17. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar)
2
A. Kompetensi Prasyarat
Para mahasiswa mampu untuk memahami tentang Agraria dan
Hukum Agraria, UUPA Sebagai Undang-Undang Pokok, Ketentuan
Pokok Penguasaaan Hak-Hak Atas Tanah, Hak-Hak Atas Tanah,
Pendaftaran Tanah, Hak Tanggungan, Landreform, Reditribusi
Tanah, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, dan
Sengketa, Konflik Dan Perkara Pertanahan.
B. Petunjuk Penggunaan Bahan Ajar
Untuk mempelajari Buku Ajar ini, maka hal-hal yang perlu
dilakukan oleh para mahasiswa adalah :
1. Pelajari materi Bahan Ajar denga teliti dan cermat, karena
materi akan menentukan para mahasiswa dalam mempelajari
Bahan Ajar ini dalam kaitannya dengan bahan-bahan Ajar
lainnya.
2. Untuk mempelajari Bahan Ajar ini haruslah berurutan, karena
materi yang mendahului adalah merupakan prasyarat untuk
mempelajari materi-materi berikutnya.
3. Laksanakan tugas mandiri dan tugas struktur sesuai dengan
petunjuk karena akan berpengaruh pada komponen penilaian
akhir bagi mahasiswa.
C. Tujuan Akhir
Setelah mempelajari Buku Ajar Hukum Agraria (Suatu
Pengantar) ini, para mahasiswa diharapkan dapat:
1. Mengetahui dan mengerti tentang Agria & Hukum Agraria,
meliputi;
a. Pengertian Agraria dan Hukum Agraia.
b. Pembidangan dan Pokok Bahasan Hukum Agraria.
a. Sumber Hukum Agraria.
2. Mengetahui dan mengerti tentang Undang-Undang Pokok
Agraria (UUPA) Sebagai Undang-Undang Pokok, meliputi;
a. Sejarah lahirnya UUPA.
b. Tujuan UUPA.
18. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar) 3
c. Akibat hukum lahirnya UUPA.
d. Prinsip-prinsip dasar dari hukum agraria nasional dalam
UUPA
3. Mengetahui dan mengerti tentang Ketentuan Pokok
Penguasaaan Hak-Hak Atas Tanah, meliputi;
a. Hak penguasaan atas tanah dalam konsep hukum tanah.
b. Ketentuan Pokok Hak Atas Tanah (KTP-HAT).
c. Hubungan hukum antara tanah dengan tanaman dan
bangunan di atasnya.
4. Mengetahui dan mengerti tentang Hak-Hak Atas Tanah (I),
meliputi;
a. Pengertian hak atas tanah.
b. Macam-macam hak atas tanah sebelum berlakunya UUPA
c. Hak atas tanah yang dicabut setelah berlakunya UUPA
d. Hak atas tanah yang masih berlaku pasca diberlakukannya
UUPA
5. Mengetahui dan mengerti tentang Hak-Hak Atas Tanah (II),
meliputi;
a. Pengertian hak atas tanah yang bersifat primer.
b. Pengertian hak atas tanah yang berfat skunder.
c. Macam-macam hak atas tanah yang bersifat primer
berdasarkan Pasal 16 ayat (1) UUPA.
d. Macam-macam hak atas tanah yang bersifat skunder
berdasarkan Pasal 53 UUPA.
6. Mengetahui dan memahami tentang Pendaftaran Tanah (I),
meliputi;
a. Pengertian pendaftaran tanah.
b. Dasar hukum pendaftaran tanah.
c. Asas-asas pendaftaran tanah.
d. Tujuan Pendaftaran Tanah.
e. Sistem Pendaftaran Tanah.
7. Mengetahui dan memahami tentang Pendaftaran Tanah (II),
meliputi;
19. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar)
4
a. Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah.
b. Objek Pendaftaran Tanah.
c. Kegiatan-Kegiatan Dalam Pendaftaran Tanah
8. Mengetahui dan memahami tentang Hak Tanggungan (I),
meliputi;
a. Pengertian Hak Tanggungan.
b. Dasar Hukum Hak Tanggungan.
c. Ciri dan Prinsip Pokok Hak Tanggungan
9. Mengerti dan memahami tentang Hak Tanggungan (II), meliputi;
a. Subyek Hak Tanggungan.
b. Objek Hak Tanggungan.
c. Tahapan Pembebanan Hak Tanggungan.
10. Mengerti dan memahami tentang Hak Tanggungan (III), meliputi;
a. Hapusnya Hak Tanggungan.
b. Pencoretan/Roya Hak Tanggungan.
c. Eksekusi Hak Tanggungan
11. Mengetahui dam memahami tentang Landreform, meliputi;
a. Pengertian & Tujuan Landreform.
b. Dasar Hukum Landreform.
c. Penetapan Luas Maksimum Pemilikan Dan Penguasaan
Tanah Pertanian.
d. Larangan Pemilikan Tanah Secara Absentee.
12. Mengerti dan memahami tentang Redistribusi Tanah, meliputi;
a. Pengertian Redistribusi Tanah.
b. Pengembalian Dan Penebusan Tanah Pertanian Yang
Digadaikan.
c. Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian.
d. Luas Minimum Pemilikan Tanah.
13. Mengerti dan memahami tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum, meliputi;
a. Pengertian .
b. Dasar Hukum.
c. Asas-Asas Dalam Pengadaan Tanah.
20. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar) 5
d. Tujuan & Ruang Lingkup Pengadaan Tanah.
e. Pokok-Pokok Pengadaan Tanah.
f. Penyelenggaraan Pengadaan Tanah.
g. Penerbitan Sertipikat Hak Atas Tanah
14. Mengerti dan memahami tentang Sengketa, Konflik Dan Perkara
Pertanahan, meliputi;
a. Pengertian.
b. Dasar Hukum.
c. Tipologi Permasalahan Pertanahan.
d. Penanganan Permasalahan Pertanahan.
e. Upaya Penanggulangan Permasalahan Pertanahan.
f. Urgensi Pembentukan Peradilan Khusus Pertanahan
--00O00--
21. KEGIATAN BELAJAR I
AGRARIA DAN HUKUM AGRARIA
A. Tujuan Kegiatan Pembelajaran
Setelah mempelajari Kegiatan Belajar I ini, para mahasiswa
diharapkan dapat:
1. Mendefenisikan pengertian Agraria dan Hukum Agraria.
2. Menjelaskan pembidangan dan pokok bahasan Hukum Agraria.
3. Mengetahui sumber-sumber Hukum Agraria Indonesia.
B. Uraian Materi
1. Pengertian Agraria dan Hukum Agraia
a. Agraria
Istilah agraria berasal dari kata akker (bahasa Belanda), agros
(bahasa Yunani) yang berarti adalah tanah pertanian, agger (bahasa
Latin) berarti tanah atau sebidang tanah, aggraius (bahasa Latin)
berarti perladangan, persawahan, pertanian, agrarian (bahas Inggris)
berarti tanah untuk pertanian (Urip Santoso, 2012: 1). Kamus Besar
Bahasa Indonesia, mendefinisikan Pengertian Agraria adalah Urusan
2
6
22. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar) 7
Pertanian/Tanah Pertanian, Urusan Pemilikan Tanah (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1994: 5,12).
Boedi Harsono (2008, 4-7) membedakan pengertian agraria
dalam tiga perspektif, yakni agraria dalam arti umum, administrasi
pemerintahan dan pengertian agraria berdasarkan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(Selanjutnya disingkat UUPA), dengan uraian sebagai berikut:
1) Dalam Arti Umum kata Agraria berasal dari Bahasa Yunani
“Ager”, yang berarti ladang/tanah, Bahasa Latin “Agrarius”, yaitu
apa-apa yang berhubungan dengan masalah tanah, Bahasa
Belanda “Akker”, yang berarti ladang, tanah pertanian, Bahasa
Inggris “Land”, yang berarti tanah/ladang.
2) Dalam lingkungan administrasi pemerintahan sebutan agraria
dipakai dalam arti tanah, baik tanah pertanian maupun non
pertanian. Ruang lingkup agraria dalam aspek adminitrasi
pemerintahan merupakan perangkat perundang-undangan
yang memberikan landasan hukum bagi pemerintah dalam
melaksanakan kebijakannya di bidang pertanahan.
3) Pengertian agraria dalam UUPA dipakai dalam arti yang sangat
luas, meliputi: Bumi, Air, Kekayaan Alam, Ruang Angkasa.
Di lain sisi, A.P. Parlindungan (1991: 36) membagi ruang lingkup
atas pengertian agraria berdasarkan UUPA, yaitu:
1) dalam arti sempit; bahwa agraria berwujud sebagai hak-hak atas
tanah, ataupun pertanian saja, dan;
2) dalam arti luas; agraria meliputi bumi, air, ruang angkasa dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya (sebagai
penjabaran dari pemaknaan Pasal 1 dan Pasal 2 UUPA).
Mengacu pada ruang lingkup agraria sebagaimana disebutkan
dalam UUPA maka ruang lingkup agraria yang sangat luas tersebut
meliputi, antara lain;
1) Bumi (Pasal 1 ayat (4) UUPA); yaitu permukaan bumi, termasuk
pula tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air.
23. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar)
8
Sedangkan TANAH (Pasal 4 ayat (1) UUPA) adalah permukaan
bumi.
2) Air (Pasal 1 ayat (5) UUPA); yaitu air yang berada di perairan
pedalaman maupun air yang berada di laut wilayah Indonesia.
Lebih lanjut, dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air menyebutkan bahwa; ”Air
adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah
permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air
permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di
darat. ”
3) Ruang Angkasa (Pasal 1 ayat (6) UUPA); yaitu ruang di atas
permukaan bumi wilayah Indonesia dan ruang di atas air wilayah
Indonesia. Lebih lanjut dijelaskan bahwa ruang angkasa adalah
ruang di atas bumi dan air yang mengandung tenaga dan unsur-
unsur yang dapat digunakan untuk usaha-usaha memelihara
dan memperkembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dan hal-hal lain yang
bersangkutan dengan itu. Dalam perkembangannya pemerintah
telah menerbitkan regulasi terkait dengan pengelolaan ruang
angkasa ini dengan mengatur tentang antariksa sebagaimana
termaktub dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2013 tentang
Keantariksaan. Dalam undang-undang ini dijelaskan bahwa
antariksa adalah ”Antariksa adalah ruang beserta isinya yang
terdapat di luar Ruang Udara yang mengelilingi dan melingkupi
Ruang Udara” dan “Ruang Udara adalah ruang yang
mengelilingi dan melingkupi seluruh permukaan bumi yang
mengandung udara yang bersifat gas” (Pasal 1 angka 1 dan 3).
4) Kekayaan alam yang terkandung di dalamnya; yaitu segala
sesuatu yang diperoleh dari alam, memiliki nilai dan berharga.
Pada perkembangannya dalam meng-eksplorasi kekayaan alam
Indonesia, Pemerintah kemudian telah benyak menerbitkan
regulasi terkait dengan kekayaan alam di antaranya; Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral
24. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar) 9
dan Batu Bara, Undang-Undang 45 Tahun 2009 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang
Perikanan, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 Tentang
Kelautan, Nomor 19 Tahun 2004 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
Tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan
dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan
dengan pemanfaatan sumber daya alam di Indonesia. Namun
sayangnya dari keseluruhan regulasi tersebut, agaknya masih
belum menjadikan UUPA sebagai dasar pijakan dalam
pembentukannya sehingga masing-masing regulasi masih
tampak bersifat ego sektoral.
Secara singkat, istilah agraria menurut UUPA memiliki pengertian
tidak hanya sebatas tanah, melainkan juga meliputi bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Bahkan menurut
Boedi Harsono ruang angkasa juga termasuk di dalamnya, dimana di
atas bumi dan air mengandung tenaga dan unsur-unsur yang dapat
digunakan untuk usaha-usaha memelihara dan mengembangkan
kesuburan bumi, air serta kekayaan alam dan hal-hal lain yang
berhubungan dengan hal tersebut (Ari S. Hutagalung, 2010: 33).
b. Hukum Agraria
Yan Pramadya Puspa mendefenisikan pengertian hukum agraria,
agrarisch recht (bahasa Belanda), Agrarian Law (bahasa Inggris)
sebagai ketentuan-ketentuan keseluruhan dari hukum perdata,
hukum tata negara, dan hukum adminitrasi negara (Hukum Tata
Usaha Negara) yang mengatur hubungan-hubungan antara orang
(termasuk badan hukum) dengan bumi, air dan ruang angksa dalam
seluruh wilayah negara dan mengatur pula wewenangnya (Yan
Pramadya Puspa, 1977: 440).
25. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar)
10
Hukum agraria tidak hanya terbatas pada satu perangkat
hukum saja, melainkan satu kelompok hukum yang terdiri dari
berbagai bidang hukum yang masing-masing mengatur hak-hak
penguasaan atas sumber-sumber daya alam tertentu yang termasuk
sebagai pengertian agraria, yaitu antara lain (Boedi Harsono, 2008:
8):
1) Hukum Tanah, mengatur tentang hak-hak penguasaan atas
tanah, dalam arti permukaan bumi.
2) Hukum Air, mengatur tentang hak-hak penguasaan atas air.
3) Hukum Pertambangan, mengatur tentang hak-hak penguasaan
atas bahan-bahan galian yang dimaksudkan oleh Undang-
Undang Pokok Pertambangan.
4) Hukum Perikanan, mengatur hak-hak penguasaan atas
kekayaan alam yang terkandung di dalam air.
5) Hukum Penguasaan Atas Tenaga dan Unsur-Unsur Dalam Ruang
Angkasa, mengatur hak-hak penguasaan atas tenaga dan unsur-
unsur dalam ruang angkasa yang dimaksudkan oleh Pasal 48
UUPA.
Secara ringkas, hukum agraria dapat didefenisikan sebagai
kumpulan/himpunan petunjuk-petunjuk/kaedah berupa perintah
dan larangan tertulis maupun tidak tertulis mengatur tata tertib
hubungan dengan bumi (tanah, air, dan ruang angkasa serta
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya). Dengan arti kata
lain, bahwa objek kajian hukum agraria tidak hanya membahas
tentang bumi dalam arti sempit yaitu tanah, akan tetapi membahas
juga tentang pengairan, perikanan, kehutanan, serta penguasaan
atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa (Urip Santoso,
2012: 6).
2. Pembidangan Dan Pokok Bahasan Hukum Agraria
a. Pembidangan
Pasca berlakunya UUPA, hukum agraria Indonesia terkonsentrasi
kepada dua bidang secara garis besar, yaitu (Urip Santoso, 2012: 7);
26. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar) 11
1) Hukum Agraria Perdata (Keperdataan); adalah keseluruhan dari
ketentuan hukum yang bersumber pada hak perseorangan dan
badan hukum yang memperbolehkan, mewajibkan, melarang
diperlakukannya perbuatan hukum yang berhubungan dengan
tanah (objeknya). Contoh; jual-beli, tukar-menukar, hibah, hak
atas tanah sebagai jaminan hutang (Hak Tanggungan),
pewarisan.
2) Hukum Agraria Administrasi (Administratif), adalah keseluruhan
dari ketentuan hukum yang memberi wewenang kepada
pejabat dalam menjalankan praktik hukum negara dan
mengambil tindakan dari masalah-masalah agraria yang timbul.
Contoh; pendaftaran tanah, pengadaan tanah, pencabutan hak
atas tanah.
Melihat fenomena hukum yang cenderung muncul dibalik
terjadinya sengketa, konflik dan perkara pertanahan di tengah-
tengah masyarakat merupakan sebuah akibat dari adanya suatu
keadaan/situasi dan kondisi menyangkut hak dan kewajiban serta
larangan yang terjadi tidak sebagaimana mestinya berlaku terhadap
sesuatu hak atas tanah yang dipegang/dipunyai oleh suatu subjek
hukum (subjek hak). Artinya, ada suatu perbuatan yang kemudian
dianggap melanggar hukum dan/atau suatu kejahatan terhadap
bermacam-macam hak atas tanah sebagaimana diatur oleh UUPA
dan mengakibatkan munculnya sengketa, konflik dan perkara
pertanahan (Rahmat Ramadhani, 2016: 195).
Maka oleh karenanya selain dari kedua pembidangan hukum
agraria sebagaimana telah di gariskan oleh Boedi Harsono tersebut di
atas, aspek hukum pidana juga tidak dapat dilepaskan dari kajian
pembidangan UUPA. Aspek kajian hukum pidana digunakan dalam
pembidangan hukum agraria guna mengurai terjadinya kejahatan
terhadap tanah. Kejahatan atau delik adalah suatu perbuatan yang
di larang oleh suatu aturan hukum dan disertai dengan ancaman
(sanksi) berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar
27. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar)
12
larangan tersebut (Aloysius Mudjiyono dan Mahmud Kususma, 2014:
3).
Kejahatan terhadap tanah adalah kejahatan yang dilakukan
tehadap dan berhubungan dengan hak-hak atas tanah
sebagaimana termaktub dalam Pasal 16 jo. Pasal 53 UUPA, yang
berdasarkan waktu terjadinya kejahatan terhadap tanah dimaksud
terdiri dari tiga kelompok, yaitu (Aloysius Mudjiyono dan Mahmud
Kususma, 2014: 4);
1) Pada saat pra-perolehan;
Kejahatan terhadap tanah pada saat sebelum terjadinya
perolehan hak atas tanah (pra-perolehan) yaitu perbuatan yang
dilakukan sebelum diperoleh/didapatkannya suatu hak atas
tanah. Pada kelompok tindak pidana ini, maka unsur utama
tindak pidana yang wajib dibuktikan adalah adanya perbuatan
melanggar hukum dalam upaya membuktikan hubungan
hukum antara pelaku dengan bidang tanah yang dikuasainya.
Pada kelompok pertama ini delik pidana yang kerap dilakukan
pelaku kejahatan adalah berupa; pemalsuan surat-surat alas hak
atas tanah sebagaimana diatur dalam Pasal-Pasal 263 KUHP
dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara, atau juga
pemalsuan surat-surat autentik yang berkaitan dengan alas hak
atas tanah seperti Akta Noratis, Surat Jual Beli Tanah
(Segel/Materai), Surat Keterangan Tanah dari Camat dan lain
sebagainya sebagaimana diatur dalam Pasal-Pasal 264 KUHP
dengan ancamana hukuman 8 tahun penjara, dan/atau
perbuatan lain berupa menggunakan atau menyuruh
menggunakan keterangan palsu dalam akta autentik
sebagaimana diatur dalam Pasal-Pasal 266 KUHP dengan
ancaman hukuman 7 tahun penjara.
2) Menguasai Tanpa Hak;
Yaitu menguasai tanah yang bukan haknya dengan kata lain
menggambarkan adanya hubungan hukum yang tidak sah
antara pelaku dengan tanah yang dikuasainya. Ada penegasan
28. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar) 13
kata ”tanpa hak” dalam penguasaan tanah yang dilakukan
pelaku, sehingga menunjukkan adanya pihak lain yang memiliki
hak atas tanah. Dalam konteks tindak pidana dimaksud, pelaku
dianggap melakukan kejahatan sebagaimana diatur pada Pasal
385 KUHP dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara.
3) Mengakui Tanpa Hak;
Yaitu bisa jadi secara fisik bidang tanah dimaksud belum dikuasi
oleh pelaku, namun secara pengakuan, pelaku telah mengakui
bahwa hanya dialah yang memiliki hak atas tanah tersebut
sehingga memungkinkan pihak yang menguasai bidang tanah
mengalami kerugian atas pengakuan pelaku tersebut. Delik
pidana berkaitan dengan mengakui tanpa hak diatur dalam
Pasal 167 dan 168 KUHP dengan ancaman hukuman penjara
maksimal 1 tahun 4 bulan lamanya.
b. Pokok Bahasan
Dilihat dari objeknya, maka pokok bahasan hukum agraria
nasional dibagi menjadi dua, yaitu;
1) Hukum agraria dalam arti sempit; yaitu hanya membahas
tentang Hak Penguasaan Atas Tanah, meliputi Hak Bangsa
Indonesia atas tanah, hak menguasai negara atas tanah, hak
ulayat, hak perseorangan atas tanah.
2) Hukum agraria dalam arti luas; yaitu pokok bahasannya antara
lain; yang berkaitan dengan Hukum Pertambangan dalam
kaitannya dengan Hak Kuasa Pertambangan, Hukum
Kehutanan dalam kaitannya dengan Hak Penguasaan Hutan,
Hukum Pengairan dalam kaitannya dengan Hak Guna Air,
Hukum Ruang Angkasa dalam kaitannya dengan Hak Ruang
Angkasa, Hukum Lingkungan Hidup dalam kaitannya dengan
tata guna tanah, landreform (Urip Santoso, 2012: 9).
29. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar)
14
3. Sumber Hukum Agraria
a. Undang-Undang Dasar 1945.
Landasan konstitusional Hukum Agraria Indonesia tertuang
dalam BAB XIV tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan
Sosial, Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 (Selanjutnya
disingkat UUD 1945) dituliskan: “Bumi dan air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Selanjutnya, dalam penjelasan Pasal 33 UUD 1945, menyatakan
bahwa: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam
bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat”.
Berdasarkan rumusan tersebut di atas, dapat dianalisa
beberapa simpul maksud dan tujuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945
terkait Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial, antara lain:
1) Bahwa pokok-pokok kemakmuran yang dikelola adalah
bersumber dari bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya. Dengan arti kata lain sumber kemakmuran adalah
bersumber pada nilai ekonomis yang diperoleh dari hasil bumi, air
maupun kekayaan alam di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
2) Bahwa pengelolaan atas sumber kemakmuran yang bersumber
dari bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
adalah dengan cara dikuasai oleh negara.
3) Bahwa tujuan pengelolaan secara dikuasai negara adalah untuk
mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat sesuai dengan judul
BAB XIV UUD 1945 tentang Perekonomian Nasional dan
Kesejahteraan Sosial.
b. Undang-Undang Pokok Agraria
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria atau yang kerap disebut dengan Undang-
Undang Pokok Agraria (UUPA) merupakan landasan pelaksanaan
30. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar) 15
Hukum Agraria Indonesia. Undang-Undang ini mulai diundangkan
pada tanggal 24 September 1960 dan dimuat dalam Lembaran
Negara tahun 1960-104, dan penjelasannya dimuat dalam
Tambahan Lembaran Negara nomor 2043.
Sesuai dengan Titelnya, UUPA menjadi Undang-Undang Pokok
yang berarti juga sebagai petunjuk pelaksanaan (JUKLAK)
keagrariaan Indonesia. Dengan arti kata lain, sejatinya UUPA sebagai
dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional haruslah
menjadi landasan/sumber hukum materil dalam penyusunan regulasi
terkait keagrariaan Indonesia. Hal tersebut disebabkan bahwa UUPA
pada konsepnya memiliki hubungan khusus terhadap Pasal 33 ayat
(3) UUD 1945, yakni (Hasan Wargakusumah dkk., 2001: 8-10):
1) UUPA merupakan pengejawantahan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
Dalam konsiderans “Mengingat” jo. Pasal 2 ayat (1) UUPA
menyatakan bahwa Pasal 33 UUD 1945 merupakan landasan
konstitusional dalam pembentukan UUPA. Oleh karenanya,
sesuai dengan kata sifatnya sebagai Undang-Undang Pokok
maka UUPA harus menjadi sumber hukum materil dalam
pembinaan hukum agraria nasional.
2) Dalam penjelasan umum UUPA angka 1, merumuskan bahwa
hukum agraria nasional harus mewujudkan penjelmaan dari asas
kerohanian negara dan cita-cita bangsa yaitu Pancasila serta
secara khusus merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 33
UUD 1945 dan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
3) Juga dirumuskan dalam penjelasan angka 1 tersebut, bahwa salah
satu dari tiga tujuan pembentukan UUPA adalah meletakkan
dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan
menjadi alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan,
keadilan serta kepastian hukum bagi bangsa dan negara.
c. Peraturan Pelaksana UUPA dan Peraturan lama
Bahwa untuk melaksanakan keseluruhan amanah Pasal 33 ayat
(3) UUD 1945 dan UUPA terkait hukum agraria nasional maka
sumber hukum lainnya adalah berupa peraturan pelaksana UUPA.
31. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar)
16
Di samping itu peraturan lama sebelum berlakunya UUPA juga
masih digunakan sebagai sumber hukum agraria nasional Indonesia
akan tetapi dengan syarat tertentu berdasarkan peraturan/pasal
peralihan dinyatakan masih berlaku.
C. Rangkuman
1. Istilah Agraria menurut UUPA memiliki pengertian tidak hanya
sebatas tanah, melainkan juga meliputi bumi, air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya. Oleh kareanya, Hukum
Agraria tidak hanya mengatur tentang hubungan hukum antara
orang dengan bumi dalam arti sempit yaitu tanah, melainkan
juga mengatur tentang pengairan, perikanan, kehutanan, serta
penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa.
2. Pembidangan Hukum Agraria Indonesia meliputi aspek hukum
perdata, hukum tata negara, hukum adminitrasi negara dan
hukum pidana. Sedangkan pokok bahasanya meliputi dalam arti
sempit, yaitu bertalian dengan hukum tanah, dan dalam arti luas
meliputi pula Hukum Pertambangan, Hukum Kehutanan
Hukum Pengairan, Hukum Ruang Angkasa, Hukum Lingkungan
Hidup dan aspek hukum lainnya yang bertalian dengan sumber
daya agraria Indonesia.
3. Sumber Hukum Agraria Indonesia terdiri dari; Pasal 33 ayat (3)
UUD 1945, UUPA dan Peraturan Pelaksananya serta peraturan
keagrarian lama yang dinyatakan masih berlaku oleh UUPA.
D. Tugas Mandiri
Jawab soal-soal di bawah ini:
1. Jelaskan mengapa pembahasan hukum agraria tidak terbatas
hanya pada hukum tanah saja, dan apa maksudnya hukum
tanah tersebut?
2. Uraikan mengapa aspek hukum pidana penting dijadikan
pembahasan dalam pembidangan hukum agraria?
3. Sebutkan sumber-sumber hukum agraria di Indonesia dan
uraikan pokok bahasan atas hukum agraria dalam arti sempit
dan arti luas?
32. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar) 17
4. Jelaskan secara lengkap hubungan UUPA dengan Pasal 33 ayat
(3) UUD 1945?
5. Model yang bagaimanakah menurut pendapat saudara sebagai
model yang ideal dalam pengelolaan agraria di Indonesia untuk
mencapai sebesar-besarnya kemakmuran bagi rakyat?
--00O00--
33. KEGIATAN BELAJAR II
UUPA SEBAGAI UNDANG-UNDANG POKOK
A. Tujuan Kegiatan Pembelajaran
Setelah mempelajari Kegiatan Belajar II ini, para mahasiswa
diharapkan dapat:
1. Memahami sejarah lahirnya UUPA;
2. Menjelaskan tujuan dibentuknya UUPA;
3. Menjelaskan akibat hukum atas lahirnya UUPA;
4. Memahami Prinsip-Prinsip Dasar Hukum Agraria Nasional Dalam
UUPA.
B. Uraian Materi
1. Sejarah Lahirnya UUPA
Hukum Agraria Kolonial yang pernah diterapkan di Indonesia
menimbulkan implikasi ketidakadilan dan ketidakpastian hukum
bagi masyarakat terutama golongan Bumi Putera. Dari sinilah
munculnya dualisme hukum di Indonesia di samping berlakunya
hukum agraria menurut hukum barat (berdasarkan KUH-Perdata
dan Agrarische Wet Stb. 1870 No. 55) juga berlaku hukum adat
3
18
34. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar) 19
sebagai hasil dari perlawanan yang dilakukan oleh orang-orang
pribumi maupun orang-orang asing yang bersimpati terhadap
rakyat Indonesia pada masa itu.
Telah banyak literatur terkait dengan hukum agraria yang
membahas tentang sejarah hukum agraria Indonesia baik pada
masa sebelum kemerdekaan, masa kemerdakaan maupun masa
pasca kemerdekaan bangsa Indonesia. Oleh karenanya, pada bagian
ini secara spesifik hanya akan menceritakan sejarah pembentukan
sampai dengan disahkannya UUPA menjadi hukum agraria nasional
Indonesia.
Dari beberapa literatur diketahui bahwa upaya pemerintah
Indonesia untuk membentuk hukum agraria nasional (untuk
menggantikan hukum agraria kolonial) yang sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila dan UUD 1945 telah berlangsung selama 12 tahun lamanya,
dimulai pada tahun 1948 dengan beberapa kali mengalami
pergantian kepanitiaan yang ditetapkan oleh pemerintah. Sebagai
suatu rangkaian proses yang panjang, hingga pada akhirnya tepat
pada 24 September 1960 pemerintah berhasil membentuk hukum
agraria nasional yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau
yang lebih dikenal dengan sebutan UUPA.
Urip Santoso (2012: 42-25) merangkum sejarah tahapan-tahapan
dalam penyusunan UUPA sebagai berikut:
a. Panitia Agraria Yogya;
Panitia ini dibentuk dengan Penetapan Presiden Nomor 16 Tahun
1948 tanggal 21 Mei 1948 berkedudukan di Yogyakarta diketuai
oleh Sarimin Reksodiharjo, Kepala Bagian Agraria Kementerian
Dalam Negeri. Panitia ini mengusulkan tentang asas-asas yang
akan menjadi dasar-dasar hukum agraria yang baru, yaitu:
1) Meniadakan asas domein (domein verklaring = pernyataan
kepemilikan) dan pengakuan hak ulayat.
35. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar)
20
2) Mengadakan peraturan yang memungkinkan adanya hak
perseorangan yang kuat, yaitu Hak Milik yang dapat
dibebani Hak Tanggungan.
3) Mengadakan penyelidikan terlebih dahulu terhadap negara-
negara lain, terutama negara-negara tetangga, sebelum
apakah orang-orang asing dapat pula mempunyai Hak Milik
atas tanah.
4) Mengadakan penetapan luas minimum tanah agar para
petani kecil dapat hidup layak dan untuk Pulau Jawa
diusulkan 2 hektar.
5) Mengadakan penetapan luas maksimum pemilikan tanah
dengan tidak memandang macam tanahnya dan untuk
Pulau Jawa diusulkan 10 hektar, sedangkan di luar Pulau
Jawa masih diperlukan penyelidikan lebih lanjut.
6) Menganjurkan menerima skema hak-hak atas tanah yang
diusulkan oleh Panitia Agraria Yogya.
7) Mengadakan pendaftaran tanah Hak Milik dan hak-hak
menumpang yang penting.
b. Panitia Agraria Jakarta;
Panitia Agraria Yogya dibubarkan dengan Keputusan Presiden
Nomor 36 Tahun 1951 tanggal 19 Maret 1951, dan keputusan
presiden tersebut sekaligus menunjuk Panitia Agraria Jakarta
yang berkedudukan di Jakarta, diketuai oleh Singgih
Praptodiharjo, Wakil Kepala Bagian Agraria Kementerian Dalam
Negeri. Panitia ini mengemukakan usulan mengenai tanah untuk
pertanian rakyat (kecil), yaitu:
1) Mengadakan batas minimum pemilikan tanah, yaitu 2 hektar
dengan mengadakan peninjauan lebih lanjut sehubungan
dengan berlakunya Hukum Adat dan Hukum Waris.
2) Mengadakan ketentuan batas maksimum pemilikan tanah,
yaitu 25 hektar untuk satu keluarga.
3) Pertanian rakyat hanya dapat dimiliki oleh warga negara
Indonesia dan tidak dibedakan antara warga negara asli dan
36. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar) 21
bukan asli. Badan hukum tidak dapat mengerjakan tanah
rakyat.
4) Bangunan hukum untuk pertanian rakyat ialah Hak Milik,
Hak Usaha, Hak Sewa dan Hak Pakai.
5) Pengaturan Hak Ulayat sesuai dengan pokok-pokok dasar
negara dengan suatu undang-undang.
c. Panitia Soewahjo
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 1956 tanggal 14
Januari 1956 dibentuklah Panitia Negara Urusan Agraria yang
berkedudukan di Jakarta dan diketuai Soewahjo Soemodilogo,
Sekretaris Jendral Kementerian Agraria. Panitia ini menghasilkan
naskah Rancangan Undang-Undang Pokok Agraria pada
tangggal 1 Januari 1957 yang berisi:
1) Dihapuskannya asas domein dan diakuinya hak ulayat, yang
harus ditundukkan pada kepentingan umum (negara).
2) Asas domein diganti dengan hak kekuasaan negara atas
dasar ketentuan Pasal 38 ayat (3) UUDS 1950.
3) Dualisme Hukum Agraria dihapuskan. Secara sadar diadakan
kesatuan hukum yang akan memuat lembaga-lembaga dan
unsur-unsur yang baik, baik yang terdapat dalam hukum
adat maupun hukum barat.
4) Hak-hak atas tanah: Hak Milik sebagai hak yang terkuat
yang berfungsi sosial kemudian ada hak usaha, hak
bangunan, dan hak pakai.
5) Hak Milik hanya boleh dipunyai oleh orang-orang warga
negara Indonesia tidak diadakan perbedaan antara warga
negara asli dan tidak asli. Badan-badan hukum pada asasnya
tidak mempunyai hak milik atas tanah.
6) Perlu diadakan penetapan batas maksimum dan minimum
luas tanah yang boleh menjadi milik seseorang atau badan
hukum.
7) Tanah pertanian pada asasnya harus dikerjakan dan
diusahakan sendiri oleh pemiliknya.
37. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar)
22
8) Perlu diadakan pendaftaran tanah dan rencana penggunaan
tanah.
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 97 Tahun 1958 tanggal 6
Mei 1958 Panitia Negara Urusan Agraria (Panitia Soewahjo)
dibubarkan.
d. Rancangan Soenarjo
Setelah dilakukan beberapa perubahan mengenai sistematika
dan perumusan beberapa pasalnya, maka rancangan undang-
undang yang disusun Panitia Soewahjo oleh Menteri Agraria
Seonarjo diajukan kepada Dewan Menteri pada tanggal 14 Maret
1958. Dewan Menteri dalam sidangnya tanggal 1 April 1958 dapat
menyetujui rancangan Soenarjo dan diajukan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) melalui amanat Presiden Soekarno
tanggal 24 April 1958.
Dalam membahas Rancangan Soenarjo, DPR mengharap perlu
untuk mengumpulkan bahan-bahan yang lebih lengkap.
Selanjutnya Panitia Permusyawaratan DPR membentuk sebuah
Panitia Ad Hoc dengan tugas:
1) Membahas Rancangan Undang-Undang Pokok Agraria
secara teknis yuridis.
2) Mempelajari bahan-bahan yang bersangkutan dengan
Rancangan Undang-Undang Pokok Agraria tersebut yang
sudah ada dan mengumpulkan bahan-bahan baru.
3) Menyampaikan laporan tentang pelaksanaan tugasnya serta
usul-usul yang dipandang perlu mengenai Rancangan
Undang-Undang Pokok Agraria kepada Panitia
Permusyawaratan DPR.
e. Rancangan Sadjarwo
Berdasarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 negara Indonesia
kembali kepada konstitusi UUD 1945. Berhubung Rancangan
Soenarjo yang telah diajukan kepada DPR beberapa waktu lalu
disusun berdasarkan UUDS 1950, maka dengan Surat Presiden
38. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar) 23
tanggal 23 Maret 1960 rancangan tersebut ditarik kembali dan
disesuaikan dengan UUD 1945.
Setelah rancangan disesuaikan dengan UUD 1945 dan
disempurnakan dengan bahan-bahan dari berbagai pihak, maka
Rancangan Undang-Undang Pokok Agraria yang baru kemudian
diajukan oleh Menteri Agraria Sadjarwo kepada kabinet.
Rancangan Sadjarwo ini disetujui oleh kabinet inti dalam
sidangnya 1 Agustus 1960. Kemudian dengan amanat Presiden
Soekarno tanggal 1 Agustus 1960 Nomor 2584/HK/60, rancangan
tersebut diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Gotong
Royong (DPRGR).
Dalam sidang pleno sebanyak 3 kali, yaitu tanggal 12, 13 dan 14
September 1960 diadakan pemeriksaan pendahuluan. Kemudian
dengan suara bulat DPRGR menerima baik Rancangan Undang-
Undang Pokok Agraria. Pada hari sabtu tanggal 24 September
1960 Rancangan tersebut disahkan oleh Presiden menjadi
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria, Lembaran Negara Republik Indonesia
tahun 1960 Nomor 104 – Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2043, yang menurut diktum kelimanya disebut
dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).
2. Tujuan UUPA
Latar belakang penyusunan rancangan dan pengesahan UUPA
sebagai Hukum Agraria Nasional merupakan titik tolak penetapan
tujuan yang ingin diwujudkan sebagai cita-cita nasional. Pada
Penjelasan Umum angka 1 UUPA menegaskan tujuan
diberlakukannya UUPA, yaitu;
a. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria
nasional, yang merupakan alat untuk membawakan
kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan
rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka masyarakat adil dan
makmur.
39. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar)
24
Pada bagian ini lebih menitik beratkan bahwa tujuan yang telah
digagas oleh UUPA adalah mencerminkan dasar kenasionalan
hukum agraria, artinya secara formal UUPA memang telah
dinyatakan berlaku bagi bangsa dan rakyat Indonesia meliputi
wilayah NKRI, oleh karenanya UUPA mengedepankan
kepentingan nasional dan negara yang disandingkan dengan
kentalnya penghargaan UUPA terhadap keberadaan Hak Ulayat
dan hak-hak serupa dari masyarakat Hukum Adat yang
dipegang teguh oleh leluhur rakyat Indonesia secara turun-
temurun sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan
nasional dan negara (Hasan Wargakusumah dkk., 2001: 36).
Secara materil tujuan pemberlakuan UUPA pada bagian ini
adalah merupakan kebalikan dari ciri hukum agraria kolonial,
yaitu hukum agraria yang disusun berdasarkan tujuan dan sendi-
sendi dari pemerintah jajahan (Hindia-Belanda) yang ditujukan
untuk kepentingan keuntungan, kesejahteraan dan kemakmuran
bari pemerintah Hindia-Belanda, orang-orang Belanda dan
Eropa lainnya (Urip Santoso, 2012: 52).
b. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan
kesederhanaan dalam hukum pertanahan.
Pemberlakuan UUPA secara langsung mencabut dualisme hukum
yang dilakoni oleh hukum agraria kolonial yaitu agrarische wet
(Stb. 1870-55), Koninklijk Besluit (Stb. 1872-117) dan Buku Ke II
KUH-Perdata sepanjang menyangkut tanah (diktum
memutuskan UUPA) dan menjadikan Hukum Adat sebagai dasar
pembentukan hukum agraria nasional sebagai bentuk kesatuan
hukum dan penterjemahan penyederhanaan hukum agraria
sehingga kemudian hukum agraria nasional dapat lebih mudah
dipahami oleh masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 5
UUPA (Urip Santoso, 2012: 52).
c. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum
mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.
40. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar) 25
Dengan diberlakukannya UUPA sebagai hukum agraria nasional
selanjutnya bertujuan untuk menyusun peraturan pelaksana
UUPA guna terlaksananya pendaftaran tanah di seluruh wilayah
NKRI dengan harapan tertatanya adminitrasi pertanahan untuk
menjamin kepastian hukum hak atas tanah sekaligus sebagai alat
bukti bagi pihak-pihak berkepentingan untuk dapat dengan
mudah membuktikan haknya atas tanah yang dipunyainya.
3. Akibat Hukum Lahirnya UUPA
Dengan disahkan dan diundangkannya UUPA sebagai hukum
agraria nasional, maka akibat hukum yang kemudian ditimbulkan
atas pemberlakuan UUPA adalah dicabutnya beberapa aturan
hukum yang berlaku sebelum berlakunya UUPA. Pada diktum
memutuskan UUPA terdapat kata yang tegas “dengan mencabut”
peraturan-peraturan, yaitu:
a. “Agrarische Wet” (S. 1870-55) sebagaimana yang termuat dalam
Pasal 51 “Wet op de staatsinrichting van Nederlands Indie” (S.
1925-447) dan ketentuan dalam ayat-ayat lain dari pasal itu;
b. 1) “Domeinverklaring” tersebut dalam Pasal 1 “Agrarische Besluit”
(S. 1870-118);
2) “Algemene Domeinverklaring” tersebut dalam S. 1875-119 1 a;
3) “Domeinverklaring untuk Sumatera” tersebut dalam Pasal 1
dari S. 1874-94f;
4) “Domeinverklaring untuk keresidenan Manado” tersebut
dalam Pasal 1 dari S. 1877-55;
5) “Domeinverklaring untuk residentie Zuider en Oosteraf-deling
van Borneo” tersebut dalam pasal 1 dari S. 1888-58.
c. Koninklijk Besluit tanggal 16 April 1872 No. 29 (S. 1872-117) dan
peraturan pelaksanaannya.
d. Buku ke-II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia
sepanjang mengenai bumi, air, serta kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya kecuali ketentuan-ketentuan mengenai
hypoteek yang masih berlaku pada mulai berlakunya UUPA.
41. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar)
26
4. Prinsip-Prinsip Dasar Dari Hukum Agraria Nasional
Dalam UUPA
Ada beberapa hal yang menjadi prinsip dasar dalam
pelaksanaan hukum agraria nasional sebagaimana diatur dalam
UUPA, diantaranya:
a. Prinsip Kebangsaan (Pasal 1 ayat (1), (2) dan (3) UUPA)
Prinsip kebangsaan atau yang lazim disebut dengan asas
kenasionalan yaitu:
1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah-air dari
seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa
Indonesia.
2) Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan
alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik
Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah
bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan
merupakan kekayaan nasional.
3) Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang
angkasa termaksud dalam ayat pasal ini adalah hubungan
yang bersifat abadi.
b. Prinsip Hak Menguasai Negara (Pasal 2 UUPA)
Prinsip ini tegas menyebutkan bahwa:
1) Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-
Undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam
Pasal 1, bumi air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan
alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan
tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan
seluruh rakyat.
2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal
ini memberi wewenang untuk:
a) mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,
penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan
ruang angkasa tersebut;
42. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar) 27
b) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;
c) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum
yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara
tersebut pada ayat (2) pasal ini digunakan untuk mencapai
sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan,
kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan
Negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan
makmur.
4) Hak menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanaannya
dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan
masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan
dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional,
menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.
c. Prinsip Pengakuan Hak Ulayat (Pasal 3 UUPA)
Prinsip pengakuan terhadap hak ulayat terurai antara lain:
Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan 2
pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari
masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut
kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai
dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas
persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan
undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.
d. Prinsip Fungsi Sosial Hak Atas Tanah (Pasal 6 UUPA)
Semua Hak Atas Tanah memiliki fungsi sosial, yang
mengedepankan kepentingan masyarakat dan negara di atas
kepentingan pribadi. Maksudnya bahwa hak atas tanah apapun
yang ada pada seseorang, tidaklah dapat dibenarkan, bahwa
tanahnya itu akan dipergunakan (atau tidak dipergunakan)
semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi kalau hal
itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Penggunaan tanah
43. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar)
28
harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat dari pada
haknya, hingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan
kebahagiaan yang mempunyainya maupun bermanfaat bagi
masyarakat dan Negara.
e. Prinsip Hanya warga negara Indoneisa yang dapat mempunyai
Hubungan dengan Bumi, Air dan Ruang Angkasa (Pasal 9 ayat
(1) UUPA)
Penegasan terhadap prinsip bahwa hanya WNI yang dapat
mempunyai hubungan dengan bumi, air dan ruang angkasa
ditegaskan pada pasal tersebut yaitu: “Hanya warga negara
Indonesia dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan
bumi, air dan ruang angkasa, dalam batas-batas ketentuan pasal
1 dan pasal 2.”
f. Prinsip Persamaan Antara Laki-Laki Dan Wanita (Pasal 9 ayat
(2) UUPA)
UUPA tidak membedakan hak atas baik untuk laki-laki
maupun wanita, prinsip ini diuraikan dalam pasal tersebut, yaitu:
“Tiap-tiap warga negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita
mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu
hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya,
baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.”
g. Prinsip Land Reform (Pasal 10 ayat (1) UUPA)
Prinsip Land Reform yaitu: “Setiap orang dan badan hukum yang
mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada azasnya
diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara
aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan.”
h. Prinsip Tata Guna Tanah (Pasal 14 ayat (1) UUPA)
Ada aspek tata guna tanah dalam amanah UUPA yang
menegaskan bahwa: Dengan mengingat ketentuan-ketentuan
dalam Pasal 2 ayat (2) dan (3), Pasal 9 ayat (2) serta Pasal 10
ayat (1) dan (2) Pemerintah dalam rangka sosialisme Indonesia,
membuat suatu rencana umum mengenai persediaan,
44. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar) 29
peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya :
1) untuk keperluan Negara;
2) untuk keperluan peribadatan dan keperluan-keperluan suci
lainnya, sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa;
3) untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial,
kebudayaan dan lain-lain kesejahteraan;
4) untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian,
peternakan dan perikanan serta sejalan dengan itu;
5) untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi
dan pertambangan.
C. Rangkuman
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria (UUPA) diundangkan pada tanggal 24
September 1960 merupakan hukum agraria nasional untuk
menggantikan hukum agraria kolonial yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 dengan masa penyusunan
rancangannya berlangsung selama 12 tahun lamanya, dimulai
pada tahun 1948 dan beberapa kali mengalami pergantian
kepanitiaan yang ditetapkan oleh pemerintah.
2. Tujuan dibentuknya UUPA tertuang dalam Penjelasan Umum
angka 1 UUPA, yaitu;
a) Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria
nasional, yang merupakan alat untuk membawakan
kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan
rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka masyarakat adil
dan makmur;
b) Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan
kesederhanaan dalam hukum pertanahan;
c) Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian
hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat
seluruhnya.
45. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar)
30
3. Akibat hukum yang kemudian ditimbulkan atas pemberlakuan
UUPA adalah dicabutnya beberapa aturan hukum yang berlaku
sebelum berlakunya UUPA, yaitu hukum agraria kolonial
termasuk pula mencabut Buku ke-II Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata Indonesia sepanjang mengenai tanah.
4. Prinsip dasar dalam pelaksanaan hukum agraria nasional
sebagaimana diatur dalam UUPA, yaitu: Prinsip Kebangsaan,
Prinsip Hak Menguasai Negara, Prinsip Pengakuan Hak Ulayat,
Prinsip Fungsi Sosial Hak Atas Tanah, Prinsip Hanya warga
negara Indoneisa yang dapat mempunyai Hubungan dengan
Bumi, Air dan Ruang Angkasa, Prinsip Persamaan Antara Laki-
Laki Dan Wanita, Prinsip Land Reform, dan Prinsip Tata Guna
Tanah.
D. Tugas Mandiri
Jawab soal-soal di bawah ini:
1. Ada 4 tahapan dalam sejarah pembentukan UUPA, sebutkan ke
4 tahapan tersebut serta uraikan masing-masing rumusan yang
dihasilkan pada tahapan dimaksud?
2. Apa landasan hukum pengaturan agraria di Indonesia sebelum
berlakunya UUPA dan bagaimana sifat domein verklaring pada
masa kolonial, jelaskan?
3. Jelaskan secara terperinci apa saja yang menjadi tujuan
diberlakukannya UUPA?
4. Uraikan secara jelas dan lengkap tentang prinsip-prinsip yang
ada dalam UUPA!
5. Uraikan bagaimana kaitan antara prinsip dasar hukum agraria
Indonesia yang terkandung dalam Pasal 9 ayat (1) UUPA dengan
ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 tentang
Pemilikan Rumah Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing Yang
Berkedudukan di Indonesia?
--00O00--
46. KEGIATAN BELAJAR III
KETENTUAN POKOK PENGUASAAN HAK-HAK
ATAS TANAH
A. Tujuan Kegiatan Pembelajaran
Setelah mempelajari Kegiatan Belajar III ini, para mahasiswa
diharapkan dapat:
1. Menjelaskan hak penguasaan atas tanah dalam konsep Hukum
Tanah.
2. Menjelaskan Ketentuan Pokok Hak Atas Tanah (KTP-HAT).
3. Menjelaskan hubungan hukum antara tanah dengan tanaman
dan bangunan di atasnya.
B. Uraian Materi
1. Hak Penguasaan Atas Tanah Dalam Konsep Hukum
Tanah
Istilah hak atas tanah berasal dari bahasa Inggris, yaitu: land
rights, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan
4
32
47. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar)
32
landrechten, dalam bahasa Jerman yaitu landrechte. Secara
terminologi, hak diartikan sebagai kekuasaan untuk berbuat sesuatu
(karena telah ditentukan undang-undang) atau kekuasaan yang
benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu. Algra mengartikan
hak atau recht sebagai: “wewenang tertentu yang diberikan kepada
seseorang berdasarkan peraturan umum atau persyaratan tertentu”
(Arba, 2015: 83). Konsep hak dalam kedua terminologi itu difokuskan
kepada kekuasaan atau kewenangan. Kekuasaan diartikan sebagai
kemampuan, sedangkan kewenangan diartikan sebagai hak dan
kekuasaan yang dipunyai untuk melakukan sesuatu.
Boedi Harsono menyatakan bahwa hak penguasaan atas tanah
berisi serangkaian wewenang, kewajiban dan/atau larangan bagi
pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang
dihaki. Sesuatu yang boleh, wajib, atau dilarang untuk diperbuat
yang merupakan isi hak penguasaan itulah yang menjadi kriterium
atau tolak ukur pembeda diantara hak-hak penguasaan atas tanah
yang diatur dalam Hukum Tanah (Boedi Harsono, 2008: 24).
Lebih jauh, Undang-Undang Pokok Agraria membedakan antara
pengertian bumi dan tanah, sebagaimana yang dirumuskan dalam
Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 4 ayat (1). Dalam Penjelasan Pasal 1 UUPA
mengeaskan yang dimaksud dengan tanah ialah permukaan bumi.
Oleh karenanya, membahas hak-hak penguasaan atas tanah maka
pokok bahasan yang kemudian akan diuraikan adalah hal-hal yang
berkaitan dengan hak-hak atas permukaan bumi.
Penjabaran terhadap pengertian penguasaan atas tanah dapat
juga dimaknai sebagai kata “menguasai” fisik bidang tanah dalam
tiga aspek, yaitu Yuridis, Perdata dan Publik (Boedi Harsono, 2008:
23). Penjabaran atas ketiga aspek penguasaan dan menguasai secara
fisik bidang tanah tersebut dapat diuraikan, antara lain:
a. Aspek Yuridis; yaitu penguasaan tanah yang didasarkan pada
landasan hak atas penguasaan tanah serta dilindungi secara
hukum, serta memberikan kewenangan kepada pemegang hak
untuk menguasai secara fisik bidang tanah yang dihaki. Sehingga
48. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar) 33
ada kemungkinan yang terjadi sebaliknya, ada pihak lain yang
menguasai fisik bidang tanah tanpa didasarkan pada landasan
hak secara yuridis. Contohnya ketika si pemegang hak yuridis
membuat perjanjian sewa menyewa atas bidang tanahnya
kepada pihak lain, maka secara fisik bidang tanah tersebut akan
dikuasai oleh pihak lain selama masa sewa tersebut berlangsung.
Atau contoh lain: ketika ada pihak lain yang menguasai tanpa
hak atas fisik suatu bidang tanah, maka pemilik tanah yang
bersangkutan atau pihak pemegang hak secara yuridis atas
bidang tanah dimaksud dapat menuntut diserahkannya kembali
tanah yang tersebut secara fisik kepadanya.
b. Aspek Perdata; yaitu beralihnya hak yuridis terhadap
penguasaan hak atas tanah yang disebabkan oleh adanya
perikatan atau perjanjian agunan/jaminan hutang (hak
tanggungan) antara pemegang hak dengan pihak pemberi
hutang (Bank/Kreditor). Namun demikian pemegang hak
yuridis/pemilik tanah masih dapat menguasai fisik bidang
tanahnya.
Contohnya: ketika si pemegang hak yuridis/pemilik tanah atas
tanah menjadikan tanahnya sebagai jaminan hutang ke Bank,
maka secara hukum hak atas tanah beralih kepada pemberi
hutang/kreditor yaitu Bank, namun secara fisik pihak pemilik
tanah masih menguasai bidang tanah dimaksud.
c. Aspek Publik, yaitu hak menguasai tanah yang tidak terlepas
dari kepentingan bangsa dan negara sebagaimana di atur dalam
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 2 UUPA.
Senada dengan hal tersebut, Maria S.W Sumardjono (2009: 128)
mendefenisikan hak atas tanah sebagai;
Hak atas permukaan bumi yang memberikan wewenang kepada
pemegang haknya untuk mempergunakan tanah yang
bersangkutan, beserta tubuh bumi dan air serta ruang udara di
atasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung
berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas
menurut UUPA dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.
49. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar)
34
Pengertian hak atas tanah yang di kemukakan oleh Maria S.W.
Sumardjono merupakan intisari dari ketentuan yang tercantum
dalam Pasal 4 UUPA, dengan unsur-unsur hak atas tanah yang
meliputi :
a. adanya subjek hukum
b. adanya kewenangan
c. adanya objek; dan
d. harus memperhatikan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
Subjek hukum hak atas tanah, yaitu orang-orang dan badan
hukum. Subjek hukum itu diberi kewenangan untuk
mempergunakan tanah yang bersangkutan. Sedangkan yang
menjadi objek hak atas tanah, meliputi :
a. permukaan dan tubuh bumi
b. air; dalam hal ini air laut, air sungai, maupun air danau; dan
c. ruang yang ada di atasnya dalam batas-batas tertentu.
Hak atas tanah yang berisikan kewenangan untuk
mempergunakan hak atas tanahnya oleh si pemegang hak tetap
dibatasi haknya oleh undang-undang, meliputi; keberadaan fungsi
sosial hak atas tanah tersebut, batas maksimum dan minimum
kepemilikan tanah dan hanya WNI serta badan hukum berdasarkan
peraturan pemerintah yang mendapatkan Hak Milik atas tanah.
2. Ketentuan Pokok Hak Atas Tanah (KTP-HAT)
Pada prinsipnya, pengaturan hak-hak penguasaan atas tanah
dalam Hukum Tanah dibagi menjadi dua, yaitu (Boedi Harsono,
2008: 26-27):
a. Hak Penguasaan atas tanah sebagai lembaga hukum;
Hak penguasaan atas tanah ini belum dihubungkan dengan
tanah sebagai objek dan orang atau badan hukum tertentu
sebagai pemegang haknya. Ketentuan-ketentuan dalam hak
penguasaan atas tanah, adalah sebagai berikut:
1) Memberi nama pada hak penguasaan yang bersangkutan;
50. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar) 35
2) Menetapkan isinya, yaitu mengatur apa saja yang boleh, wajib
dan dilarang untuk diperbuat oleh pemegang haknya serta
jangka waktu penguasaannya;
3) Mengatur hal-hal mengenai subjeknya, siapa-siapa yang boleh
menjadi pemegang haknya dan syarat-syarat bagi
penguasaannya; dan
4) Mengatur hal-hal mengenai tanahnya.
b. Hak Penguasaan Atas Tanah sebagai hubungan hukum yang
konkret;
Hak penguasaan atas tanah ini sudah dihubungkan dengan
tanah tertentu sebagai objeknya dan orang atau badan hukum
tertentu sebagai subjek atau pemegang haknya. Ketentuan-
ketentuan dalam hak penguasaan atas tanah adalah sebagai
berikut:
1) Mengatur hal-hal mengenai penciptaannya menjadi suatu
hubungan hukum yang konkret, dengan nama atau sebutan
hak penguasaan atas tanah tertentu;
2) Mengatur hal-hal mengenai pembebanannya dengan hak-
hak lain;
3) Mengatur hal-hal mengenai pemindahannya kepada pihak
lain;
4) Mengatur hal-hal mengenai hapusnya; dan
5) Mengatur hal-hal mengenai pembuktiannya.
Lebih lanjut, Boedi Harsono (2008: 26-27) membagi hierarki hak-
hak penguasaan atas tanah dalam UUPA dan Hukum Tanah
Nasional, yaitu sebagai berikut:
a. Hak Bangsa Indonesia Atas Tanah (Pasal 1 UUPA);
Hak bangsa Indonesia atas tanah ini merupakan hak
penguasaan atas tanah yang tertinggi dan meliputi semua tanah
yang ada dalam wilayah negara, yang merupakan tanah
bersama, bersifat abadi dan menjadi induk bagi hak-hak
penguasaan yang lain atas tanah. Pengaturan hak penguasaan
atas tanah ini dimuat dalam Pasal 1 ayat (1) ayat (3) UUPA. Hak
51. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar)
36
bangsa Indonesia atas tanah mempunyai sifat komunalistik,
artinya semua tanah yang ada dalam wilayah negara Republik
Indonesia merupakan tanah bersama rakyat Indonesia, yang
bersatu sebagai bangsa Indonesia (Pasal 1 ayat (1) UUPA). Selain
itu juga mempunyai sifat religius, artinya seluruh tanah yang ada
dalam wilayah negara Republik Indonesia merupakan karunia
Tuhan Yang Maha Esa (Pasal 1 ayat (2) UUPA).
Hubungan antara bangsa Indonesia dan tanah bersifat abadi,
artinya hubungan antara bangsa Indonesia dan tanah akan
berlangsung tiada putus untuk selamanya. Sifat abadi artinya
selama rakyat Indonesia masih bersatu sebagai bangsa Indonesia
dan selama tanah bersama tersebut masih ada pula, dalam
keadaan yang bagaimanapun tidak ada suatu kekuasaan yang
akan dapat memutuskannya atau meniadakan hubungan
tersebut (Pasal 1 ayat (3) UUPA).
Hak bangsa Indonesia atas tanah merupakan induk bagi
hak-hak yang penguasaan yang lain atas tanah, mengandung
pengertian bahwa semua hak penguasaan atas tanah yang lain
bersumber pada hak-hak bangsa Indonesia atas tanah dan
bahwa keberadaan hak penguasaan apa pun, hak yang
bersangkutan tidak meniadakan eksistensi hak bangsa Indonesia
atas tanah. Tanah bersama dalam Pasal 1 ayat (2) UUPA
dinyatakan sebagai kekayaan nasional menunjukkan adanya
unsur keperdataan, yaitu hubungan kepunyaan antara bangsa
Indonesia dengan tanah bersama tersebut.
Menurut Boedi Harsono, pernyataan tanah yang dikuasai
oleh bangsa Indonesia sebagai tanah bersama tersebut
menunjukkan adanya hubungan hukum di bidang Hukum
Perdata. Biarpun hubungan hukum tersebut hubungan perdata
bukan berarti bahwa hak bangsa Indonesia adalah hak
pemilikan pribadi yang tidak memungkinkan adanya hak milik
individual. Hak bangsa Indonesia dalam Hukum Tanah Nasional
adalah hak kepunyaan, yang memungkinkan penguasaan
52. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar) 37
bagian-bagian tanah bersama dengan Hak Milik oleh warga
negara secara individual (Urip Santoso, 2012: 79).
Selain merupakan hubungan Hukum Perdata, hak bangsa
Indonesia atas tanah mengandung tugas kewenangan untuk
mengatur dan mengelola tanah bersama tersebut bagi sebesar-
besar kemakmuran rakyat. Yang termasuk dalam bidang hukum
publik. Pelaksanaan kewenangan ini ditugaskan kepada Negara
Republik Indonesia (Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) UUPA).
b. Hak Menguasai Negara Atas Tanah (Pasal 2 UUPA);
Hak menguasai negara atas tanah bersumber pada hak bangsa
Indonesia atas tanah, yang hakikatnya merupakan penguasaan
pelaksanaan tugas kewenangan bangsa yang mengandung unsur
hukum publik. Tugas mengelola seluruh tanah bersama tidak
mungkin dilaksanakan sendiri oleh bangsa Indonesia, maka
dalam penyelenggaraannya, bangsa Indonesia sebagai pemegang
hak dan pengemban amanat tersebut, pada tingkatan tertinggi
dikuasakan kepada negara Indonesia sebagai organisasi
kekuasaan seluruh rakyat (Pasal 2 ayat (1) UUPA).
Isi wewenang hak menguasai negara atas tanah sebagaimana
dimuat dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA adalah sebagai berikut:
1) Mengatur dan menyelenggarakan pembentukan,
peruntukkan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan
tanah, termasuk dalam wewenang ini adalah:
a) Membuat suatu rencana umum mengenai persediaan,
peruntukan, dan penggunaan tanah untuk berbagai
keperluan (Pasal 14 UUPA jo. Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang).
b) Mewajibkan kepada pemegang hak atas tanah untuk
memelihara tanah, termasuk menambah kesuburan dan
mencegah kerusakannya (Pasal 15 UUPA).
c) Mewajibkan kepada pemegang hak atas tanah
(pertanian) untuk mengerjakan atau mengusahakan
53. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar)
38
tanahnya sendiri secara aktif dengan mencegah cara-cara
pemerasan (Pasal 10 UUPA).
2) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
antara orang-orang dengan tanah. Termasuk dalam
wewenang ini adalah:
a) Menentukan hak-hak atas tanah yang bisa diberikan
kepada warga negara Indonesia baik sendiri-sendiri
maupun bersama-sama dengan orang lain, atau kepada
badan hukum. Demikian juga hak atas tanah yang
dapat diberikan kepada warga negara asing (Pasal 16
UUPA).
b) Menetapkan dan mengatur mengenai pembatasan
jumlah bidang dan luas tanah yang dapat dimiliki atau
dikuasai oleh seseorang atau badan hukum (Pasal 7 jo.
Pasal 17 UUPA).
3) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang
mengenai tanah. Termasuk dalam wewenang ini adalah:
a) Mengatur pelaksanaan pendaftaran tanah di seluruh
wilayah Republik Indonesia (Pasal 19 UUPA jo. PP No. 24
tahun 1997 tentang pendaftaran tanah).
b) Mengatur pelaksanaan peralihan hak atas tanah.
c) Mengatur penyelesaian sengketa-sengketa pertanahan
baik yang bersifat perdata maupun tata usaha negara,
dengan mengutamakan cara musyawarah untuk
mencapai kesepakatan.
Menurut Oloan Sitorus dan Nomadyawati, kewenangan
negara dalam bidang pertanahan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (2) UUPA di atas merupakan pelimpahan tugas
bangsa untuk mengatur penguasaan dan pemimpin penggunaan
tanah bersama yang merupakan kekayaan nasional. Tegasnya,
hak menguasai negara adalah pelimpahan kewenangan publik
54. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar) 39
dari hak bangsa. Konsekuensinya kewenangan tersebut hanya
bersifat publik semata (dalam Urip Santoso, 2008: 80).
Tujuan hak menguasai negara atas tanah dimuat dalam
Pasal 2 ayat (3) UUPA, yaitu untuk mencapai sebesar-besar
kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan,
dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum
Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
Subjek Hak menguasai Negara adalah Negara Republik
Indonesia sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat Indonesia.
Sedangkan Objek Hak menguasai Negara semua tanah dalam
wilayah Republik Indonesia, baik tanah-tanah yang tidak dihak-i
maupun tanah yang dihak-i dengan hak-hak perorangan,
tanah-tanah yang dikuasai oleh Negara yang disebut tanah
Negara (Pasal 28,37,41,43,49). Hak menguasai Negara disebut
tanah Negara ini berbeda dengan “landsdomein” atau “Milik
Negara” dalam rangka domein verklaring (Arba, 2015: 93).
Dengan berkembangnya hukum tanah nasional, pengertian
tanah itu mengalami perkembangan. Hal ini ditinjau dari aspek
kewenangan penguasanya,sehingga yang disebut tanah-tanah
Negara itu mencakup:
a) Tanah-tanah Wakaf, yaitu tanah-tanah hak milik yang
sudah diwakafkan;
b) Tanah-tanah Hak Pengelolaan (HPL), yaitu tanah-tanah
yang dikuasaai dengan hak pengelolaan;
c) Tanah-tanah Hak Ulayat, yaitu tanah-tanah yang dikuasai
oleh masyarakat-masyarakat hukum adat territorial dengan
Hak Ulayat.
d) Tanah-tanah kaum, tanah-tanah bersama masyarakat-
masyarakat hukum adat geoneologis.
e) Tanah-tanah kawasan hutan, yang dikuasai oleh
Kementerian Kehutanan RI berdasarkan UU Kehutanan.
55. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar)
40
f) Tanah-tanah sisanya. Yaitu bukan tanah-tanah hak
sebagaimana disebutkan di atas dan tanah negara ini adalah
tanah yang langsung dikuasai oleh negara.
Hak Menguasai Negara ini tidak dapat dipindah tangankan
kepada pihak lain. Akan tetapi pelaksanaannya dapat
dilimpahkan kepada pemerintah daerah dan masyarakat hukum
adat, juga kepada badan-badan otorita, perusahaan–
perusahaan negara atau daerah, sepanjang hal itu tidak
diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional
sebagai tugas pembantuan, bukan otonomi, dan segala
sesuatunya akan diatur dengan peraturan pemerintah.
Pelaksanaan hak menguasai negara atas tanah dapat
dikuasakan atau dilimpahkan kepada daerah-daerah Swatantra
(pemerintah daerah) dan masyarakat-masyarakat Hukum Adat,
sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan
nasional menurut ketentuan-ketentuan peraturan pemerintah
(Pasal 2 ayat (4) UUPA).
Pelimpahan pelaksanaan sebagian kewenangan negara
tersebut dapat juga diberikan kepada badan otorita, perusahaan
negara, dan perusahaan daerah, dengan pemberian penguasaan
tanah-tanah tertentu dengan hak pe-ngelolahan (HPL).
c. Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat (Pasal 3 UPPA);
Hak ulayat masyarakat Hukum Adat diatur dalam Pasal 3
UUPA, yaitu: “Dengan mengingat ketentuan-ketetuan dalam
Pasal 1 dan Pasal 2 pelaksanaan Hak ulayat dan pelaksanaan
hak-hak serupa itu dari masyarakat–masyarakat Hukum Adat,
sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian
rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara
yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan
lain yang lebih tinggi.”
Pengaturan tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat ini
semula tertuang dalam Peraturan Menteri Negara
56. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar) 41
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional (Permen
Agraria/Kepala BPN) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman
Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, yang kemudian
diganti dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Ka.
Badan Pertanahan Nasional (Permen ATR/Ka. BPN) Nomor 9
Tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal Atas
Tanah Masyarakat Hukum Adat Dan Masyarakat Yang Berada
Dalam Kawasan Tertentu.
Dibandingkan dengan peraturan sebelumnya, terdapat
perbedaan mencolok terkait konsep hak ulayat masyarakat
hukum adat yang dtuliskan dalam Permen ATR/KA.BPN Nomor
9 Tahun 2015 ini, yaitu Permen ATR/BPN 9/2015
mengklasifikasikan Subjek Hak Komunal Atas Tanah menjadi
dua kategori, yaitu; masyarakat hukum adat dan kelompok
masyarakat tertentu (Pasal 2), yang dalam penjabarannya
masyarakat hukum adat merupakan masyarakat yang terikat
dengan hukum adat, baik secara garis keturunan maupun
kesamaan tempat tinggal, sedangkan masyarakat pada
kawasan tertentu adalah masyarakat yang menguasai tanah
selama 10 tahun yang bergantung pada hasil hutan dan sumber
daya alam serta ada kegiatan sosial-ekonomi yang terintegrasi
dalam kehidupan masyarakat tersebut (Pasal 3).
Sayangnya, karakter masyarakat hukum adat yang
diisyaratkan dalam Permen ATR/BPN 9/2015 lebih cenderung
kepada konsep penetapan hak yang berdimensi privat dan
mengabaikan dimensi hak publik adat. Artinya konsep
penetapan hak dalam peraturan menteri tersebut , lebih
cenderung mengarah kepada hak-hak atas tanah anggota/klan
dari suatu kelompok masyarakat adat seperti halnya seperti
tanah ulayat kaum di Minangkabau (Maria S.W. Soemardjono,
Harian Kompas, 6 Juli 2015).
Padahal diluar itu, masih ada juga cakupan hak adat yang
berdimensi publik seperti halnya kelembagaan adat, persekutuan
57. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar)
42
masyarakat hukum adat atau desa adat seperti nagari, negeri,
kasepuhan dan lain-lain yang memiliki konten aset hak publik
adat melingkupi hak untuk mengatur hubungan hukum antara
anggota/klan dalam masyarakat hukum adat atau diluar
masyarakat hukum adat atas pemanfaatan serta pengelolaan
sumber daya alam yang ada, hak untuk mengatur peruntukkan,
pemanfaatan dan pengalokasikan tanah dan ruang untuk
kepentingan publik masyarakat hukum adat, misalnya
penentuan hutan larangan dan lain sebagainya.
Meskipun Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang
Desa telah mengatur tentang masyarakat hukum adat sebagai
“desa adat”, yang pada substansinya hak ulayat melebur dalam
aset desa adat, sehingga penetapan desa adat merupakan
bagian dari penetapan hak asal usul atas wilayah adat yang
disebut juga dengan hak ulayat. Di lain sisi, Permen-ATR/BPN
9/2015 mengisyaratkan prosedur penetapan masyarakat hukum
adat sebagai subjek hak, baik itu dalam bentuk desa adat
maupun masyarakat hukum adat melalui Peraturan Daerah dan
atau Surat Keputusan Kepala Daerah menggunakan mekanisme
yang beragam.
Aturan peralihan peraturan Menteri dimaksud mengako-
modasi keberagaman mekanisme penetapan tersebut, dengan
memastikan penetapan masyarakat hukum adat dan hak-
haknya yang sudah ada maupun yang sedang berproses diakui,
sehingga hak-hak masyarakat adat tersebut dapat ditetapkan
sebagai hak komunal.
Peluang tersebut, memunculkan ketidakpastian hukum
terkait objek hak oleh karena adanya tumpang tindih
penguasaan objek hak atas tanah. Bahkan lebih parahnya lagi,
malah melahirkan potensi konflik horizontal antar masyarakat
hukum adat dengan non masyarakat hukum adat yang
mempunyai penguasaan pada objek yang sama, yaitu diatas
wilayah adat.
58. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar) 43
Padahal selama ini telah terjadi beberapa proses asimilasi
sosial yang dibangun masyarakat untuk penyelesaian konflik
terkait tumpang tindih klaim masyarakat hukum adat dengan
non masyarakat hukum adat di atas wilayah adat. Sehingga
dikhawatirkan peraturan Menteri dimaksud akan memperkuat
klaim antar masyarakat, sehingga proses asimilasi sosial yang
telah atau sedang dibangun menjadi rapuh dan bahkan buyar
(Rahmat Ramadhani, Harian Analisa, 23 Juni 2016).
Lebih jauh dari itu, penyamaan masyarakat hukum adat dan
non masyarakat hukum adat sebagai subjek hak komunal
seakan menyederhanakan konsep hak komunal secara sempit
dan mengeyampingkan hak ulayat secara luas. Sehingga
penentuan subjek yang berhak atas suatu objek tanah hanya
sebatas pada penguasaan tanah atas suatu wilayah tanpa
memperhatikan ikatan-ikatan atas tanah dan sumber daya
alam oleh masyarakat hukum adat yang berlatarbelakang pada
tradisi, sosial dan budaya. Alhasil proses asimilasi sosial dalam
penyelesaian konflik antar masyarakat seolah-olah diluar
cakupan dan kewenangan Permen ATR/BPN 9/2015.
Menurut Boedi Harsono (2008: 185-186) menegaskan bahwa
yang dimaksud dengan hak ulayat masyarakat Hukum Adat
adalah serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat
Hukum Adat yang berhubungan dengan tanah yang terletak
dalam lingkungan wilayahnya.
Keberadaan hak ulayat masyarakat Hukum Adat
dinyatakan masih ada apabila memenuhi tiga unsur, yaitu:
1) Masih adanya suatu kelompok orang sebagai warga suatu
persekutuan Hukum Adat tertentu, yang merupakan suatu
masyarakat Hukum Adat.
2) Masih adanya wilayah yang merupakan ulayat masyarakat
ulayat masyarakat Hukum Adat tersebut, yang disadari
sebagai tanah kepunyaan bersama para warganya sebagai
“labensraum”-nya.
59. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar)
44
3) Masih adanya penguasa adat yang pada kenyataannya dan
diakui oleh para warga masyarakat Hukum Adat yang yang
bersangkutan melakukan kegiatan sehari-sehari sebagai
pelaksana hak ulayat (Boedi Harsono, 2008: 82).
d. Hak Perseorangan Dan Badan Hukum Atas Tanah (Pasal
16 ayat (1) dan Pasal 53 UUPA).
Dasar hukum pemberian hak atas tanah kepada
perseorangan atau badan hukum dimuat dalam Pasal 4 ayat (1)
UUPA, yaitu:
Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang
dimaksud dalam Paal 2 ditentukan adanya macam-macam
hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat
diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik
sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta
badan-badan hukum.
Macam-macam hak atas tanah yang dimaksud dalam Pasal
4 ayat (1) UUPA tersebut diatur lebih lanjut dalam Pasal 16 dan
53 UUPA. Secara rinci tentang macam-macam hak atas tanah ini
akan diuraikan pada bagian pembahasan Hak-Hak Atas Tanah.
3. Hubungan Hukum Antara Tanah Dengan Tanaman Dan
Bangunan di Atasnya.
Hubungan hukum antara tanah dengan tanaman dan bangunan
yang ada di atas tanah yang dihaki adalah sebagai diuraikan di
bawah ini (Boedi Harsono, 2008: 87-88):
a. Hukum tanah Indonesia yang termaktub di dalam UUPA adalah
berdasarkan Hukum Adat. Hukum Adat hanya mengenal Asas
Pemisahan Horizontal. Maksud dari asas ini adalah tanaman dan
bangunan yang berada di atas bidang tanah hak bukan
merupakan satu kesatuan dari hak atas tanah tersebut.
Pemegang hak atas tanah tidak dengan sendirinya memiliki
tanaman dan bangunan di atasnya. Atau dengan kata lain,
pemilik tanah belum tentu adalah pemilik bangunan/tanaman
yang ada di atasnya, dan sebaliknya pemilik tanaman dan
bangunan belum tentu sebagai pemilik tanah.
60. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar) 45
b. Dalam praktik dimungkinkan suatu perbuatan hukum mengenai
tanah meliputi juga bangunan dan tanaman di atasnya, asalkan;
1) Bangunan dan tanaman tersebut secara fisik merupakan satu
kesatuan dengan tanah yang bersangkutan, artinya
bangunan yang berfondasi dan tanaman yang merupakan
tanaman keras;
2) Bangunan dan tanah tersebut milik yang mempunyai tanah;
dan
3) Maksud yang demikian secara tegas disebutkan dalam akta
yang membuktikan dilakukannya perbuatan hukum yang
bersangkutan.
C. Rangkuman
1. Hak penguasaan atas tanah dalam konsep Hukum Tanah
yaitu hak penguasaan atas tanah yang berisi serangkaian
wewenang, kewajiban dan/atau larangan bagi pemegang
haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dihaki.
Sesuatu yang boleh, wajib, atau dilarang untuk diperbuat yang
merupakan isi hak penguasaan itulah yang menjadi kriterium
atau tolak ukur pembeda diantara hak-hak penguasaan atas
tanah yang diatur dalam Hukum Tanah.
2. Ketentuan Pokok Hak Atas Tanah (KTP-HAT) sebagaimana
diatur dalam UUPA adalah mengatur tentang Hak Bangsa
Indonesia Atas Tanah, Hak Menguasai Negara Atas Tanah, Hak
Ulayat Masyarakat Hukum Adat, Hak Perseorangan Dan
Badan Hukum Atas Tanah.
3. Hubungan hukum antara tanah dengan tanaman dan
bangunan di atasnya dapat terjadi disebabkan oleh karena
UUPA yang berlandaskan pada Hukum Adat dan juga
disebabkan oleh suatu perbuatan hukum mengenai tanah
tersebut beserta bangunan dan tanaman di atasnya seperti jual
beli, hibah dan seterusnya.
61. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar)
46
D. Tugas Mandiri
Jawab soal-soal di bawah ini:
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan hak atas tanah?
2. Jelaskan Kapan munculnya hak atas tanah, uraikan?
3.Mengapa hubungan bangsa atas tanah harus didelegasikan
kepada hak menguasai negara untuk mencapai sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat?
4. Jelaskan mengapa pengaturan tentang Hak Ulayat dalam
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN
Nomor 9 Tahun 2015 terkesan buyar dan membias?
5.Uraikan alasan mengapa hukum tanah berdasarkan UUPA
mengenal adanya Asas Pemisahan Horizontal?
--00O00--
62. KEGIATAN BELAJAR IV
HAK-HAK ATAS TANAH
(SESI-1)
A. Tujuan Kegiatan Pembelajaran
Setelah mempelajari Kegiatan Belajar IV ini, para mahasiswa
diharapkan dapat:
1. Mendefenisikan pengertian hak atas tanah.
2. Menjelaskan hak-hak atas tanah sebelum berlakunya UUPA.
3. Menjelaskan kententuan konversi hak atas tanah.
B. Uraian Materi
1. Pengertian Hak Atas Tanah
Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada
seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau
mengambil manfaat atas tanah tersebut (M. Syukran Yamin Lubis,
2016-2017). Ada penegasan kata ‘wewenang’ di dalam suatu hak
atas tanah, maka hak atas tanah juga ditafsirkan sebagai hak yang
berisikan rangkaian wewenang, kewajiban dan/atau larangan bagi
5
47
63. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar)
pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang
dihaki, sehingga secara substasi hak atas lebih kepada menunjukkan
adanya penegasan hak dan kewajiban serta larangan bagi subjek
hukum terhadap suatu hak di atas bidang tanah yang dipunyainya
(Boedi Harsono, 2008: 24).
Ciri khas dari hak atas tanah adalah pihak yang mempunyai hak
atas tanah berwenang untuk mempergunakan atau mengambil
manfaat atas tanah yang menjadi haknya, oleh karea itu hak atas
tanah berbeda kedudukannya dengan hak penggunaan atas tanah
(https://id.wikipedia.org/wiki/Hak_atas_tanah).
2. Hak-Hak Atas Tanah Sebelum Berlakunya UUPA
Hak-hak atas tanah sebelum berlakunya UUPA mengacu
kepada dualisme hukum yang mengatur tentang hak-hak atas
tanah, yaitu hukum barat dan hukum adat, dan macam-macam
hak atas tanahnya adalah sebagai berikut
(https://rifqiharrys.wordpress.com/tag/hak-atas-tanah/):
a. Hak Eigendom;
eigendom recht atau right of property diterjemahkan sebagai hak
milik sebagaimana diatur dalam Pasal 570 buku II BW
(burgerlijke wetboek) atau KUHPerdata (Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata ).
Hak Eigendom merupakan hak kepemilikan keperdataan atas
tanah yang terpenuh, tertinggi yang dapat dipunyai oleh
seseorang. Terpenuh karena penguasaan hak atas tanah tersebut
bisa berlangsung selamanya, dapat diteruskan atau diwariskan
kepada anak cucu. Tertinggi karena hak atas atas tanah ini tidak
dibatasi jangka waktu, tidak seperti jenis hak atas tanah yang
lain, misalnya hak erfpacht atau hak opstal.
Hak Eigendom adalah hak untuk dengan bebas
mempergunakan suatu benda sepenuh-penuhnya dan untuk
menguasai seluas-luasnya, asalkan tidak bertentangan dengan
undang-undang atau peraturan-peraturan umum yang
ditetapkan oleh instansi (kekuasaan) yang berhak
48
64. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar) 49
menetapkannya, serta tidak mengganggu hak-hak orang lain;
semua itu terkecuali pencabutan eigendom untuk kepentingan
umum dengan pembayaran yang layak menurut peraturan
peraturan umum.
b. Hak Erfpacht
Hak Erfpacht adalah hak benda yang paling luas yang dapat
dibebankan atas benda kepada orang lain. Pada pasal 720 KUH
Perdata disebutkan, bahwa suatu hak kebendaan untuk
menikmati sepenuhnya akan kegunaan suatu barang tak
bergerak milik orang lain dengan kewajiban memberi upeti
tahunan. Disebutkan di dalamnya pula bahwa
pemegang erfpachtmempunyai hak untuk mengusahakan dan
merasakan hasil benda itu dengan penuh. Hak ini bersifat turun-
temurun, banyak diminta untuk keperluan pertanian. Di Jawa
dan Madura, hak erfpacht diberikan untuk pertanian besar,
tempat-tempat kediaman di pedalaman, perkebunan, dan
pertanian kecil. Sedangkan di daerah luar Jawa hanya untuk
pertanian besar, perkebunan, dan pertanian kecil.
c. Hak Opstal
Hak Opstal adalah hak untuk mempunyai rumah, bangunan,
atau tanam-tanaman di atas tanah orang lain. Menurut
ketentuan Pasal 711 KUH Perdata, hak numpang karang
(hak opstal) adalah suatu hak kebendaan untuk mempunyai
gedung-gedung, bangunan-bangunan, dan penanaman di atas
pekarangan orang lain.
d. Hak Gebruik
Hak Gebruik adalah suatu hak kebendaan atas benda orang lain
bagi seseorang tertentu untuk mengambil benda sendiri dan
memakai apabila ada hasilnya sekedar buat keperluannya
sendiri beserta keluarganya.
Hak Gebruik ini memberikan wewenang kepada pemegangnya
untuk dapat memakai tanah eigendom orang lain guna
diusahakan dan diambil hasilnya bagi diri dan keluarganya saja.
65. Rahmat Ramadhani HUKUM AGRARIA (Suatu Pengantar)
50
Di samping itu, pemegang hak gebruik ini boleh pula tinggal di
atas tanah tersebut selama jangka waktu berlaku haknya itu.
Hak Gebruik ini diatur oleh apa yang telah ditentukan sendiri
dalam perjanjian kedua belah pihak. Tapi jika tidak ada
perjanjian antara kedua belah pihak, maka berlakulah pasal 821
dan pasal-pasal yang berkaitan dengan hal itu dalam KUH
Perdata.
e. Hak milik & Hak pakai
Hak milik (adat) atas tanah adalah suatu hak atas tanah yang
dipegang oleh perorangan atas sebidang tanah tertentu yang
terletak di dalam wilayah hak ulayat masyarakat hukum adat
yang bersangkutan. Pada dasarnya, pemilik tanah belum
mempunyai kekuasaan penuh atas tanah yang dimilikinya atau
dikuasainya tersebut. Artinya, belum bisa menguasainya secara
bebas, karena hak milik ini masih mempunyai fungsi sosial.
Contohnya tanah yang dikuasai dengan hak milik dalam hukum
adat itu berupa sawah dan beralih turun-menurun.
Hak Pakai (adat) atas tanah ialah suatu hak atas tanah menurut
hukum adat yang telah memberikan wewenang kepada
seseorang tertentu untuk memakai sebidang tanah tertentu bagi
kepentingannya. Hak ini mirip dengan hak yang dinikmati oleh
orang asing atau orang luar persekutuan atas tanah
persekutuan. Hanya saja, perseorangan anggota persekutuan
tidak dituntut untuk membayar biaya atau ganti rugi tertentu.
Biasanya tanah yang dikuasai dengan hak dalam hukum adat
itu berupa ladang.
Bentuk hukum penguasaan tanah pada masyarakat adat
dikenal dengan hak atas tanah adat. Ini merupakan istilah yang
digunakan secara formal, walaupun sesungguhnya pada setiap
etnik maupun suku istilah yang digunakan berbeda-beda.
Macam-macam sebutan untuk hak atas tanah dimaksud antara
lain (http://suflasaint.blogspot.co.id/2010/12/hak-hak-atas-tanah-
seelum-uupa.html):