Land Application atau aplikasi lahan adalah pemanfaatan limbah cair dari industri kelapa sawit untuk digunakan sebagai bahan penyubur atau pemupukan tanaman kelapa sawit dalam areal perkebunan kelapa sawit itu sendiri.
Dasar dari land application ini adalah bahwa dalam limbah cair pabrik kelapa sawit mengandung unsur-unsur tanaman yang dapat menyuburkan tanah.
Unsur-unsur tersebut adalah Nitogen, Phosphor dan Kalium. Jumlah Nitrogen dan Kalium dalam limbah cair pabrik kelapa sawit sangat besar, sehingga dapat bertindak sebagai nutrisi untuk tumbuh-tumbuhan.
Limbah cair pabrik kelapa sawit yang dapat digunakan untuk land application adalah limbah cair yang sudh diolah sedemikian rupa sehingga kadar BOD-nya berkisar antara 3.500 mg/l sampai 5.000 mg/l.
Dengan komposisi yang cukup kaya akan unsur hara (N, P dan K), maka limbah cair tersebut mempunyai potensi yang baik untuk menggantikan peran pupuk an-organik.
Dengan pemanfaatan limbah cair tersebut untuk keperluan pemupukan, maka dengan sendirinya jumlah limbah cair yang masih harus diolah juga akan berkurang. Jadi land application akan mengurangi beban biaya dan waktu untuk pengolahan limbah.
Pemanfaatan limbah cair dengan land application dapat menurunkan biaya pengolahan limbah 50%-60%.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli perkebunan sawit di Indonesia, limbah cair pabrik kelapa sawit yang sudah diolah (BOD maksimal 5.000 mg/l) merupakan sumber air dan nutrisi tanaman.
Disamping itu limbah cair tersebut juga mampu memperbaiki sifat dan struktur fisik tanah, meningkatkan infiltrasi tanah, meningkatkan kelembaban tanah, menambah kandungan senyawa organik, menaikkan pH tanah, meningkatkan aktivitas mikro flora dan fauna tanah dan dapat meningkatkan produksi tanaman kelapa sawit.
Land Application atau aplikasi lahan adalah pemanfaatan limbah cair dari industri kelapa sawit untuk digunakan sebagai bahan penyubur atau pemupukan tanaman kelapa sawit dalam areal perkebunan kelapa sawit itu sendiri.
Dasar dari land application ini adalah bahwa dalam limbah cair pabrik kelapa sawit mengandung unsur-unsur tanaman yang dapat menyuburkan tanah.
Unsur-unsur tersebut adalah Nitogen, Phosphor dan Kalium. Jumlah Nitrogen dan Kalium dalam limbah cair pabrik kelapa sawit sangat besar, sehingga dapat bertindak sebagai nutrisi untuk tumbuh-tumbuhan.
Limbah cair pabrik kelapa sawit yang dapat digunakan untuk land application adalah limbah cair yang sudh diolah sedemikian rupa sehingga kadar BOD-nya berkisar antara 3.500 mg/l sampai 5.000 mg/l.
Dengan komposisi yang cukup kaya akan unsur hara (N, P dan K), maka limbah cair tersebut mempunyai potensi yang baik untuk menggantikan peran pupuk an-organik.
Dengan pemanfaatan limbah cair tersebut untuk keperluan pemupukan, maka dengan sendirinya jumlah limbah cair yang masih harus diolah juga akan berkurang. Jadi land application akan mengurangi beban biaya dan waktu untuk pengolahan limbah.
Pemanfaatan limbah cair dengan land application dapat menurunkan biaya pengolahan limbah 50%-60%.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli perkebunan sawit di Indonesia, limbah cair pabrik kelapa sawit yang sudah diolah (BOD maksimal 5.000 mg/l) merupakan sumber air dan nutrisi tanaman.
Disamping itu limbah cair tersebut juga mampu memperbaiki sifat dan struktur fisik tanah, meningkatkan infiltrasi tanah, meningkatkan kelembaban tanah, menambah kandungan senyawa organik, menaikkan pH tanah, meningkatkan aktivitas mikro flora dan fauna tanah dan dapat meningkatkan produksi tanaman kelapa sawit.
Permasalahan Lingkungan Mendasari Pengelolaan Lingkungan HidupIda Ayu Lochana Dewi
Permasalahan lingkungan telah disadari sebagai dampak dari aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup, dan pada akhirnya memberikan dampak lanjutan pada kinerja pemenuhan kebutuhan manusia.
Pemanfaatan Sampah / Limbah Sebagai Energi TerbarukanNahdya Maulina
Pemanfaatan limbah tahu menjadi biogas telah dilakukan oleh Bapak Ahmad Sidiq, pelaku industri Tahu Proma dari Kabupaten Probolinggo. Beliau memanfaatkan limbah tahu sebagai hasil buangan dari produksi tahunya untuk dialirkan ke rumah-rumah di sekitar pabrik miliknya dengan biaya yang jauh lebih murah daripada membeli gas dari Pertamina.
Permasalahan Lingkungan Mendasari Pengelolaan Lingkungan HidupIda Ayu Lochana Dewi
Permasalahan lingkungan telah disadari sebagai dampak dari aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup, dan pada akhirnya memberikan dampak lanjutan pada kinerja pemenuhan kebutuhan manusia.
Pemanfaatan Sampah / Limbah Sebagai Energi TerbarukanNahdya Maulina
Pemanfaatan limbah tahu menjadi biogas telah dilakukan oleh Bapak Ahmad Sidiq, pelaku industri Tahu Proma dari Kabupaten Probolinggo. Beliau memanfaatkan limbah tahu sebagai hasil buangan dari produksi tahunya untuk dialirkan ke rumah-rumah di sekitar pabrik miliknya dengan biaya yang jauh lebih murah daripada membeli gas dari Pertamina.
This research presents an engineering process of biorefinery technology for producing squalene bioactive from palm oil and microalga. Indonesia is the world's largest producer and exporter of Crude Palm Oil (CPO) with production reaching 31 million tons of CPO / year (Indonesian Directorate General of Estate Crops 2014).The high CPO production, followed by the addition of CPO waste which has a negative impact for the environmental balance. POME (Palm Oil Mill Effluent) is wastewater in palm industry has high concentration in BOD and COD. Palm oil waste has the potential to be used as an alternative energy source in making squalene. Comparison of squalene preparation methods from several studies shows that the stratified distillate method is capable of producing a yield of 60% with a purity of 99.9% at a low pressure of 2mmHg. The cooling method at a temperature of -50 to -70 oC produces a yield of 88%, the saponification process produces a yield of 97.5%. While using the SFE (Supercrytical Fluid Extraction), the yield was 79.7% with a purity of 100%. The purpose of this research is to obtain suitable biorefinery technology applied to obtain high quality squalene and compare two technology to produce squalene from palm oil and microalgae. Recently, algae biomass has gained attention as a feedstock for renewable technology. POME is able to provide a food source for algal growth. Microalgae is an alternative source of raw materials to get squalene, because of rapid growth and culture is relatively easy to measure, as well as high accumulation of squalene. This journal compares two types of microalgae that can potentially produce squalene with the best results, between B.braunii and Aurantiochytrium sp. Squalene can be used as a basic ingredient in the cosmetics, medicine, pharmaceutical,and bio-fuel jet industries
Keyword : CPO, Squalene, chromatography, technology, microalgae
INTRODUCTION
Indonesia is currently the largest producer of palm oil in the world, recorded in 2011 there were around 608 palm oil processing factories. The high CPO production was followed by the addition of CPO waste which had a negative impact on the environmental balance. CPO production in large quantities produces large amounts of solid and liquid waste. Palm oil liquid waste or called POME (Palm Oil Mill Effluent) is one waste that has a considerable influence on the environment due to the high content of COD and BOD in it (Murdiyarso & Daniel, 2003). Squalene is a hydrocarbon originally and still mostly extracted from shark liver oil. Due to environmental issues over shark hunting, there have been efforts to extract squalene from alternative sources, such as Palm Fatty Acid Distillate (PFAD), one of crude palm oil (CPO) wastes. Previous researches have shown that squalene can be extracted from PFAD using conventional extraction with SPD (Short Path Distillation) and SFE (Supercrytical Fluid Extraction) (Wandira, Legowo, & Widiputri, 2017).
Energi biogas adalah energi yang dihasilkan dari limbah organik seperti kotoran ternak, atau limbah dapur seperti sayuran yang sudah digunakan. Limbah-limbah tersebut akan melalui proses urai yang dinamakan anaerobik digester di ruang kedap udara.
Similar to Hajrah nanda_pengaruh waktu fermentasi terhadap produksi biogas dengan digester dua tahap (20)
Hajrah nanda_pengaruh waktu fermentasi terhadap produksi biogas dengan digester dua tahap
1. PENGARUH WAKTU FERMENTASI TERHADAP PRODUKSI
BIOGAS DENGAN DIGESTER DUA TAHAP
BAHAN BAKU : PALM OIL-MILL EFFLUENT DAN LUMPUR AKTIF
HAJRAH NANDA PUTRI
05121402014
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015
2. LATAR BELAKANG
Proses pengolahan TBS menjadi minyak kelapa sawit menghasilkan zat
buangan/limbah pada saat maupun setelah pengoperasiannya yang dapat
menimbulkan dampak negatif jika tidak ditangani dengan baik. Penangan limbah
yang tidak baik dapat menimbulkan berbagai masalah lingkungan terutama
limbah cair
Metode biologis
Pengolahan limbah cair kelapa sawit
Limbah cair mudah terbawa ke lingkungan
BIOGAS
3. KEUNTUNGAN PENGOLAHAN LIMBAH
KELAPA SAWIT
MANFAAT • SUMBER ENERGI ALTERNATIF
• MEREDUKSI POLUSI DI UDARA DISEBABKAN GAS METAN
DAN KARBONDIOKSIDA SEBAGAI UNSUR TERBANYAK
DALAM BIOGAS
• MENGURANGI PENCEMARAN LIMBAH
• BERNILAI EKONOMIS
4. Biogas digunakan sebagai energi alternatif untuk menghasilkan energi listrik,
setiap satu m3 metana setara dengan 10 kWh. Nilai ini setara dengan 0,61 L fuel
oil, energi ini setara dengan 60-100 watt lampu penerangan selama 6 jam
(Hambali dkk, 2007).
Biogas merupakan salah satu sumber energi alternatif yang dapat diperbarui.
Selain biogas, terdapat juga sumber energi dari biomassa lainnya seperti
biodiesel, bioetanol, minyak jarak pengganti solar.
Biogas didapat dari campuran beberapa gas yang merupakan hasil fermentasi
dari bahan organik dalam kondisi anaerobik, yang terdiri dari campuran metana
(50-75%), CO2 (25-45%), dan sejumlah kecil H2, N2, dan H2S.
BIOGAS
5. Kelapa sawit merupakan komoditas utama
penghasil minyak nabati. Permintaan semakin
meningkat,
Kelapa sawit (Elaeis guinensis) adalah berasal dari
Nigeria, Afrika barat
KELAPA SAWIT
Minyak nabati yang dihasilkan pada pengolahan kelapa sawit
berasal dari pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) berupa :
MINYAK MENTAH (Crude Palm Oil: CPO) yang berwarna
kuning keemasan
MINYAK INTI SAWIT (Palm kernel Oil: PKO) yang tidak
berwarna (jernih)
8. AKL adalah rasio angka yang menunjukkan berapa persen (%) limbah yang
dapat dimanfaatkan dari total jumlah limbah.
KUANTITAS LIMBAH PER TON TBS
Perhitungan jumlah limbah cair dan padat per ton TBS
10. FERMENTASI AEROBIK
Proses pengolahan senyawa-senyawa organik yang terkandung dalam limbah
menjadi gas metana dan karbondioksida tanpa memerlukan oksigen
Tahap Hidrolisis
Tahap Pembentukan Asam
Tahap Pembentukan asetat
Tahap Pembentukan Gas Metana
TAHAP
FERMENTASI
AEROBIK
(Universitas Sriwijaya – 2015)
11. Limbah pengolahan kelapa sawit
sistem kolam yang belum
menggunakan sistem pengolahan
bio gas
Limbah pengolahan kelapa sawit
sistem kolam yang menggunakan
sistem pengolahan BIOGAS
12. Limbah cair pabrik minyak kelapa sawit dari pabrik CPO
Lumpur aktif yang berasal dari campuran lumpur digester anaerobik dan
feses sapi segar
Bahan Kimia
• Larutan NaOH 40%,
• Larutan H2SO4 pekat,
• Larutan H3BO3 4%,
• BCGMR,
• HCL 0,01 N,
• Selen,
• Buffer karbonat, dan
• Aquades.
(Universitas Sriwijaya – 2015)
14. Substrat yang digunakan dalam fermentasi anaerobik berasal dari
campuran limbah pabrik minyak kelapa sawit dan lumpur aktif dari feses sapi
segar. Sebelum dimasukkan ke dalam digester untuk dilakukan proses
fermentasi, substrat terlebih dahulu dianalisis kandungan karbon, nitrogen,
pH dan total volatile solid (TVS) untuk mengetahui potensi substrat dalam
menghasilkan biogas.
(Universitas Sriwijaya – 2015)
15. Hasil penelitian produksi gas dari limbah cair pabrik minyak kelapa
sawit dan lumpur aktif menggunakan digester dua tahap sistem kontinyu
skala laboratorium volume 15 liter.
(Universitas Sriwijaya – 2015)
16. Waktu fermentasi pada kombinasi 90LC:10LA pada digester tahap I dan digester tahap
II, kombinasi 80LC:20LA pada digester tahap II, dan kombinasi 70LC:30LA pada digester tahap II
memberikan pengaruh yang nyata terhadap produksi gas, dengan tren peningkatan produksi gas
selama 40 hari waktu fermentasi melalui model garis regresi linear. Waktu fermentasi pada
digester tahap II untuk kombinasi 90LC:10LA, 80LC:20LA, dan 70LC:30LA memberikan pengaruh
yang nyata terhadap nilai pH, dengan tren peningkatan nilai pH selama 40 hari waktu fermentasi
melalui model garis regresi linear. Selama 40 hari waktu fermentasi didapatkan volume biogas
tertinggi pada kombinasi 90LC:10LA sebesar 11,35 liter dengan produksi biogas pada digester
tahap II lebih tinggi dibandingkan digester tahap I pada seluruh kombinasi. Produksi biogas pada
digester tahap II mengalami tren peningkatan dengan prosentase peningkatan produksi biogas
dibandingkan digester tahap I tertinggi pada kombinasi 80LC:20LA, sebesar 121,29 %.
(Universitas Sriwijaya – 2015)