Dokumen tersebut membahas pentingnya tidak terpaku pada target rasio konversi pakan (FCR) saja dalam budidaya ikan lele. Hal ini karena target FCR tidak mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan ikan secara aktual. Dokumen tersebut juga menjelaskan peranan prebiotik dalam meningkatkan efisiensi FCR dan pengalaman lapangan yang menunjukkan pendekatan akademis belum tentu berhasil di praktek.
1. FCR (FOOD CONVERTION RATIO)
1 Dasar Perhitungan FCR
FCR (Food Convertion Ratio) yaitu perbandingan (rasio) antara berat pakan
yang telah diberikan dalam satu siklus periode budidaya dengan berat total (biomass)
sidat yang dihasilkan pada saat itu.
Sebagai contoh : pada suatu periode budidaya telah berhasil dipanen sidat
dengan biomass 2 ton sedangkan berat pakan total yang telah digunakan seberat 3
ton, maka besaran FCR pada saat itu adalah sebesar 3 ton / 2 ton = 1.5
Pada suatu usaha budidaya sidat pada umumnya nilai FCR dijadikan sebagai
salah satu tolok ukur keberhasilan baik secara teknis budidaya maupun secara
finansial.
Ditinjau dari segi teknis budidaya, nilai FCR terkait dengan parameter
keberhasilan pengelolaan program pakan sidat yang secara tidak langsung juga terkait
dengan pengelolaan kualitas air dan kondisi/kualitas sidat. Sedangkan secara finansial
nilai FCR akan berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh pada satu
periode budidaya karena pakan merupakan penyumbang biaya terbesar pada suatu
usaha budidaya.
Mengacu pada penjelasan tersebut di atas, maka kondisi yang sering terjadi
adalah pada saat memulai kegiatan budidaya sidat biasanya telah ditetapkan target
nilai FCR yang harus dicapai. Hal seperti ini pada akhirnya dapat membuat kondisi
dimana pengelolaan program pakan sidat lebih mengacu pada target FCR daripada
tingkat kebutuhan sidat terhadap pakan pada saat itu. Secara psikologis, target FCR
dapat mengakibatkan rasa khawatir jika nilai FCR akan membengkak atau dengan kata
lain telah terjadi pemborosan pakan sidat (tentu saja biaya produksi juga
membengkak).
Faktor psikologis seperti ini biasanya juga berpengaruh pada penyusunan
program pemberian pakan sidat yang kurang optimal karena lebih cenderung pada
prinsip pengiritan pakan.
Program pemberian pakan yang mengacu pada target FCR tanpa
memperhatikan tingkat kebutuhan sidat pada umumnya dapat mengakibatkan kondisi
sebagai berikut :
2. 1
Terlambat dalam pemberian pakan (terutama pakan buatan) pada phase bulan
pertama, meskipun telah terindikasi ketersediaan pakan alami pada saat itu mulai
berkurang/habis. Kondisi ini dapat mempengaruhi terhadap kondisi, populasi dan
tingkat keseragaman sidat yang secara tidak langsung akan berpengaruh pada
program pemberian pakan berikutnya.
2
Berat pakan per hari (pakan harian) yang diberikan ditentukan oleh estimasi
populasi dan biomass sidat yang mengacu pada target FCR yang telah ditentukan.
Perubahan berat pakan per hari lebih cenderung mengarah pada perubahan
konstan dan tidak berfluktuatif sesuai dengan tingkat kebutuhan sidat pada saatsaat tertentu.
3
Adanya persepsi yang kurang benar terhadap frekuensi pemberian pakan, yaitu
semakin banyak frekuensi pemberian pakan maka akan mengakibatkan FCR
membengkak.
Pada kondisi tersebut di atas frekuensi pemberian pakan harian lebih mengarah
pada kuantitas total pakan harian yang terdistribusi pada tiap-tiap frekuensi pakan
dan tidak mengacu kemampuan sidat dalam mengkonsumsi pakan serta seberapa
lama/sering sidat akan membutuhkan pakan lagi.
Sebagai contoh:
Populasi sidat dalam suatu petakan tambak membutuhkan total pakan per hari
adalah 20 kg. Pada saat itu misalnya kemampuan populasi sidat tersebut ratarata hanya 4 kg, maka secara ideal frekuensi pakan harian sebaiknya sudah 5
kali sehari. Jika frekuensi pakan harian hanya dilakukan 4 kali, meskipun berat
total pakan per hari adalah sama yaitu 20 kg, maka setiap kali pemberian
pakan rata-rata adalah 5 kg dan ini berarti ada 1 kg pakan yang tidak
terkonsumsi setiap kalinya atau 4 kg per hari.
4
Terkait dengan penjelasan no 1, 2 dan 3 tersebut di atas maka hasil panen sidat
pada akhirnya juga tidak dapat optimal baik dari segi kualitas, kuantitas (biomass)
sekaligus tingkat keuntugan yang diperoleh, meskipun secara target FCR dapat
terpenuhi.
3. Berdasarkan penjelasan dan ilustrasi di atas, maka dapat dikatakan bahwa dalam
menjalankan usaha budidaya sidat terutama pengelolaan program pakan sebaiknya
kita tidak terperangkap oleh target FCR tanpa memperhatikan kondisi dan tingkat
kebutuhan sidat. Memang target FCR memiliki peranan yang penting sebagai pedoman
program pakan, dan jangan sampai hal ini membuat suatu kondisi bahwa sidat harus
mengikuti kita, tapi sebaliknya kitalah yang harus mengikuti kebutuhan sidat.
2. Peranan Pre-biotik terhadap FCR
Hitungan FCR yang teliti dan konsistem sejak awal hingga akhir budidaya tidak
menjamin keberhasilan efisiensi FCR. Dilapangan kami banyak menemukan hal-hal
unik yang melatarbelakangi faktor pakan terhadap keberhasilan budidaya.
Salah satu hal yang secara signifikan berpengaruh pada FCR pakan adalah komposisi
pakan dan penambahan asupan vitamin (sebaiknya berjenis prebiotik).
Kalau kita mengikuti kaidah akademis diatas tentunya kita tak akan 100%
berhasil menjadi seorang pengusaha perikanan budidaya. Utamanya pada komoditi
sidat. Sebab tulisan diatas merupakan jurnal yang di adaptasi dari berbagai literatur
yang sudah ada bertahun-tahun lalu. Isinya tetap demikian dan telah melahirkan
sarjana-sarjana “text booking”.
Konsep pemuliaan di atas hanya mengacu pada peningkatan fungsi fisika dan
kimia air dan tanah. Lantas kebutuhan “biologis” tanah sudahkah terpenuhi dengan
baik? Apakah pemenuhan kebutuhan biologis tersebut telah bebas cemaran parasit,
virus dan bakteri yang merugikan? Dan apakah Anda yakin “dooping” yang diberikan
telah teruji dan cocok? Lantas yang menguji Anda sendiri atau hanya membaca dari
iklan produknya? Simpan uang Anda, jangan hamburkan untuk bisnis kucing dalam
karung!
Terbukti di lapangan praktik, para insinyur dan sarjana perikanan masih gagap
dengan konsep budidaya yang dilakukan oleh LPK TAMURA – Agribisnis; mereka banyak
bertanya, mengapa demikian? mengapa harus demikian ? bagaimana kalau tidak
demikian ?
Kami tersenyum girang dengan kegagapan tersebut, bangga dapat melakukan
4. terobosan dalam uji praktikum yang panjang dan melelahkan serta dapat berhasil
dengan baik. Jadi inget kata pak Kyai tempat kami ngaji kuping dulu....
Allah SWT berfirman dan didukung beberapa hadits Nabi Muhammad SAW,
tentang keutamaan ilmu yang didasari rasa cinta terhadap ilmu itu sendiri.
“Bahwa sesungguhnya orang yang memuliakan ilmu akan
derajadnya (di banding orang-orang yang menyepelekan ilmu)”
dimuliakan
“....sesungguhnya orang-orang yang berfikir (tentang kebaikan) dan kemudian
mereka yakin dapat melakukan (kebaikan itu), maka akan Alloh akan wujudkan
maksudnya, dinaikan derajadnya dan dimuliakan diantara manusia”
“Dan barangsiapa yang bersungguh-sungguh dan menyegerakan kebaikan, maka
dia akan mencapai maksudnya”
“Diwajibkan atas muslim lelaki dan muslim perempuan untuk menuntut
ilmu....tuntutlah ilmu dari sejak keluar liang ibu hingga masuk liang lahad”
Inget Bro & Sista ! Google bukan Tuhan, google buatan manusia. Kalian dapat
menjadi pintar dari google, tetapi tak dapat memahami hanya dari googling.
Jangan gusar! Nanti kita ketemu di pelatihan... see you!